INTERPRETASI POTENSI EMAS DENGAN ANALISI

INTERPRETASI POTENSI EMAS DENGAN ANALISIS SPEKTRAL
MINERAL DARI CITRA LANDSAT 7 +ETM DI
KABUPATEN INTAN JAYA, PROVINSI PAPUA
Oleh :
Marcelino N Yonas
Jurusan Teknik Geologi dan Pertambangan

Abstrak
Tektonik Pulau Papua yang berada pada segmen tumbukan beberapa lempeng tektonik
menyebabkan terbentuknya mineral-mineral ekonomis pada beberapa bagian di wilayah Provinsi
Papua. Deliniasi “spot” mineral ekonomis dengan dukungan teknologi penginderaan jauh akan
sangat efisien dalam sebuah tahapan pra-eksplorasi. Lokasi Penelitian terletak pada Kabupaten
Intan Jaya, Provinsi Papua. Metode Penelitian yang digunakan adalah berupa metode kuantitatif
yang menggunakan analisis statistik dan pengolahan matematis dengan dukungan aplikasi
komputer berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Dari hasil penelitian menggunakan analisis
nilai spektral mineral dan dukungan Citra Landsat 7 +ETM menunjukkan beberapa tipe alterasi
mineral yang dapat terdeteksi yakni : alterasi prophyllitic, alterasi silisifikasi, alterasi advance
argillic dan alterasi potassic. Rasio Band RGB 754 menunjukkan alterasi hydrothermal diwakili
dengan warna merah kecoklatan dan tersebar di bagian barat, tengah dan timur daerah penelitian.
Dari hasil tumpang tindih peta-peta tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa potensi mineral emas
diinterpretasikan terjadi pada 3 wilayah di Kabupaten Intan Jaya yakni di bagian barat (kampung

sefoidi), tengah (sungai nabuabu) dan bagian timur daerah penelitian.
Kata Kunci : Landsat 7 +ETM, spectral mineral, alterasi

I.

Pendahuluan

I.1.

Latar Belakang.
Secara tektonik, pulau papua berada pada wilayah tektonik aktif akibat aktivitas tumbukan

lempeng Pasifik di utara dan lempeng Australia di bagian selatan Pulau Papua. Hal ini berimplikasi
pada kehadiran mineral-mineral ekonomis pada beberapa wilayah di Pulau Papua. Kampung
Sefoidi yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Intan Jaya merupakan salah satu wilayah di
Papua yang secara geologi , memiliki potensi kehadiran mineral-mineral ekonomis berupa emas,
tembaga dan sebagainya. Saat ini, hampir sebagian besar perusahaan tambang yang bergerak
dibidang eksplorasi mineral maupun batubara diseluruh dunia menggunakan aplikasi dari
teknologi penginderaan Jauh khususnya didalam tahapan pra-eksplorasi untuk membantu pihak
perusahaan dalam melakukan deliniasi terhadap “spot” area yang memiliki potensi keterdapatan


cebakan mineral maupun batubara. Keberadaan satelit sumberdaya alam, seperti : Landsat,
ASTER, Alos dan sebagainya, sangat membantu didalam melakukan analisis dan interpretasi
potensi-potensi mineral dan batubara pada suatu lokasi. Aplikasi penginderaan jauh dan SIG dalam
eksplorasi mineral memiliki banyak keuntungan, antara lain cakupan wilayahnya luas, hemat
biaya, data yang mudah diperbaharui (up date) dan memungkinkan integrasi dengan berbagai jenis
data satelit, geofisika, geokimia, Digital Elevation Model (DEM), dan sebagainya. Sehingga
proses analisa semakin efisien, cepat, dan akurasi yang meningkat. Penggunaan penginderaan jauh
dalam eksplorasi pertambangan telah lama digunakan dan sudah berkembang luas, beberapa
pendekatan yang banyak diaplikasikan antara lain, pemetaan lithologi, struktur, dan alterasi
(Rajesh, 2004; Siegal dan Gillespie, 1991). Pemetaan lithologi merupakan pemetaan sumberdaya
mineral, dengan menarik kesimpulan dari beberapa parameter utama yang diperoleh melalui
observasi penginderaan jauh, seperti mengidentifikasi nilai spektral batuan, penampakan
struktural, pelapukan dan bentuk daratan (landform), serta pola aliran sungai. Pemetaan struktur
didasarkan pada hubungan antara deposit mineral dengan beberapa tipe deformasi, seperti patahan,
lipatan atau struktur geologi lainnya. Sedangkan pendekatan alterasi merupakan teknik pemetaan
mineral yang mengasosiasikan deposit mineral dengan alterasi hidrothermal dan batuan sekitar,
jenis dan luasnya zona alterasi menggambarkan tipe dari deposit mineral (Rajesh, 2004). Dalam
studi ini, lebih difokuskan kepada penggunaan aplikasi citra satelit Landsat 7 +ETM untuk
melakukan deliniasi terhadap indikasi keberadaan potensi mineral.


I.2.

Lokasi Penelitian.
Secara administrative, lokasi penelitian terletak pada Kampung Sefoidi dan sekitarnya,

Distrik Agisiga, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua. Secara astronomis berada pada koordinat
1360 55’ 0’’ Bujur Timur dan 30 12’ 0’’ Lintang Selatan. Topografi daerah penelitian tersusun oleh
perbukitan bergelombang hingga pedataran dengan dominasi geomorfologi Fluviatil pada
beberapa wilayah. (Gambar 1)

Kampung Sefoidi

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.

I.3.

Tujuan dan Manfaat.

A. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk melakukan kombinasi Band False Composit dan Rationing Band untuk
meningkatkan nilai spektral digital dari setiap pixel pada dataset citra guna menentukan
nilai digital setiap mineral alterasi.
2. Untuk melakukan analisis alterasi mineral melalui pengujian statistic terhadap unsur-unsur struktur
berupa kelurusan-kelurusan dari hasil ekstraksi data DEM dan Citra Landsat.
3. Untuk membuat peta alterasi mineral dan potensi mineralisasi emas di lokasi penelitian.
B. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah :
1. Membantu dalam melakukan interpretasi awal dalam kegiatan eksplorasi guna mendapatkan arealareal yang dianggap memiliki anomali tertentu untuk kehadiran mineral-mineral ekonomis.
2. Bersifat praktis dan membantu perusahaan dalam menghemat biaya eksplorasi pendahuluan dalam
pencarian mineral-mineral ekonomis.

II.

Geologi Regional

Berdasarkan pada peta geologi regional yang dikeluarkan oleh Badan Geologi, maka geologi
regional daerah Demba dan sekitarnya tersusun oleh 4 (empat) lembar peta geologi regional, yakni;


Peta Geologi Lembar Enarotali, Peta Geologi Lembar Gunung Doom, Peta Geologi Lembar Waren
dan Peta Geologi Lembar Beoga. Adapun Formasi Batuan yang dijumpai pada daerah target, yakni
:
Qa

: Endapan Alluvium

Ql

: Endapan Batugamping terumbu dan Batupasir Gampingan

Qtw

: Formasi Wapoga; terdiri dari Batulempung bersisipan pasir, batulanau dan
sisipan gambut.

Tmpa

: Formasi Aurimi; terdiri dari Napal, Kalkarenit, Batupasir dan Batulanau.


Tpd

: Konglomerat Diewewa; terdiri dari Konglomerat Polimikrit berselingan
Batupasir dan Batulumpur.

Tmm

: Formasi Makats; terdiri dari perselingan Greywacke, Batulanau dan
Batulempung.

Tema

: Formasi Auwewa; terdiri dari lava bantal dan Breksi.

Mta

: Kelompok Batuan Gunungapi Auwewa; terdiri dari Gunungapi Basalan,
andesitan dan Hypabisal.


Mu

: Terdiri dari Batuan Ultramafik berupa Serpentinit Hitam dan Hijau, Peridotit
dan sedikit Dunit.

Gambar 1. Peta Geologi Lokasi Penelitian.

III.

Dasar Teori

III.1.

Mineral Emas

Secara umum, emas merupakan jenis logam mulia di alam yang memiliki karakteristik
tersendiri, baik dalam hal keterdapatannya di alam, tipe endapan mineralnya, maupun cara/teknik
eksplorasinya. Keterdapatan emas disuatu daerah tidak terlepas dari proses-proses magmatisme
yang terjadi disekitarnya baik berupa intrusi magmatisme maupun akibat proses metasomatisme
atau yang sering dikenal dengan larutan hydrothermal yang membawa mineral-mineral ekonomis

termasuk emas, tembaga, perak dan sebagainya sebagai hasil interaksi dan assimilasi dengan
batuan sampingnya (wall rock). Alterasi Hidrotermal merupakan keadaan dimana mineral-mineral
pembentuk batuan (RFM) mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi dari bentuk
awalnya akibat dari adanya pengaruh dari larutan hidrotermal (Beane, 1982). Proses alterasi
mineral tergantung pada beberapa hal, yakni ; Karakter Batuan samping, Karakter Invading Fluid,
misalnya ; Eh, pH, komposisi anion dan kation dan juga derajat hidrolisis, Karakter Invading Fluid,
misalnya ; Eh, pH, komposisi anion dan kation dan juga derajat hidrolisis serta Temperatur dan
Tekanan.
Reaksi yang ditimbulkan dari proses alterasi mineral adalah ; Hidrolisis, Hidrasi-Dehidrasi,
Metasomatisme alkali, Decarbonasi, Silisifikasi, Reduksi-Oksidasi dan beberapa reaksi tambahan
seperti Carbonisasi, desulfidasi, sulfidasi dan Fluoridisasi. Kehadiran zona-zona reaksi inilah yang
sering dijadikan sebagai pedoman dan “guidance” oleh para geologist didalam memetakan atau
melakukan kegiatan eksplorasi emas.
Tabel 1. Tipe Alterasi Hidrotermal

Alteration Types

Representing Minerals

Potassic


Orthoclase

Propylitic

Epidote, Chlorite

Argillic

Kaolinite, Illite, Montmorillonite

Advanced Argillic

Pyrophyllite, Alunite

Oxidation (Fe)

Hematite, Goethite, Jarosite

Silicification


Quartz

III.2.

Citra Landsat

Didalam penggunaannya Citra Landsat ETM mendeteksi suatu objek, baik berupa pemukiman,
vegetasi, mineralisasi, alterasi, batuan maupun sedimen berdasarkan variasi warna yang
diakibatkan oleh tingkat reflektansi dan adsorbs cahaya dari masing-masing objek.

Gambar 2. Visualisasi panjang gelombang dari setiap saluran citra landsat

Tabel 2. Aplikasi tiap saluran Landsat ETM

Bands

Wavelength

TM1


0.45-0.52 (blue)

TM2

0.52-0.60 (green)

TM3

0.63-0.69 (red)

TM4

0.76-0.90 (near IR)

TM5

1.55-1.75 (mid IR)

Application
Coastal water
mapping/vegetation
discrimination. Forest
classification, man-made
feature identification
Vegetation discrimination
and health monitoring,
man-made feature
identification
Plant species
identification, man-made
feature identification
Soil moisture monitoring,
vegetation monitoring,
water body discrimination
Vegetation moisture
content monitoring

TM6

10.4-12.5 (thermal IR)

TM7

2.08-2.35 (mid IR)

Surface temperature,
vegetation stress
monitoring, soil moisture
monitoring, cloud
differentiation, volcanic
monitoring
Mineral and rock
discrimination, vegetation
moisture content

Dari tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa setiap saluran/band dalam citra landsat ETM
memiliki kegunaan tertentu, sehingga didalam aplikasinya melakukan kombinasi untuk
kenampakan warna dasar Red-Green_Blue (RGB) dilakukan dengan melakukan variasi kombinasi
dari setiap band dengan false composit, rationing band, differensiasi antar saluran maupun dengan
Principle Component Analysis (PCA). Akan tetapi penggunaan metode-metode tersebut dapat
dipakai secara bersamaan maupun secara sendiri-sendiri sesuai dengan tujuan analisis dan
interpretasinya. (Gambar 3)

Gambar 3. Kombinasi saluran untuk false color composit.

IV.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang mengutamakan penggunaan tekni
analisis statistic, matematis dan menggunakan dukungan perangkat lunak komputer. Selanjutnya,
analisis interpretasi potensi mineral dilakukan berdasarkan parameter geologi regional, rationing

band dan nilai spektral mineral, maka dilakukan tumpang tindih dan analisis terhadap data-

data tersebut untuk menghasilkan serta mendeliniasi area prospek untuk interpretasi potensi
keberadaan mineral ekonomis (gold placer ) di daerah penelitian. (Gambar 4).

Gambar 4. Flow Chart Mineral Mapping.

V.

Hasil dan Pembahasan
Dalam menganalisis dan menginterpretasi potensi mineralisasi pada wilayah Kabupaten

Intan Jaya dan sekitarnya, maka digunakan beberapa parameter yang dapat menunjang dalam
melakukan deliniasi pada lokasi penelitian, yakni :
V.1. Rasio Band
Salah satu metode dalam menganalisis daerah-daerah yang dinterpretasikan sebagai area
potensi mineralisasi adalah dengan menggunakan rasio band dari Citra Landsat. Pada analisis
potensi mineralisasi di Kabupaten Intan Jaya adalah menggunakan rasio band RGB (Red Green
Blue) 7:5:4 (Rothery, 1987). Warna merah kecoklatan menunjukkan alterasi hidrothermal dan
tubuh intrusi, warna hijau menunjukkan litologi Gabro dan warna biru menunjukkan tutupan
vegetasi. Pada penelitian ini, indikasi alterasi hidrothermal ditunjukkan pada 3 lokasi, yakni di
bagian barat, tengah dan bagian timur lokasi penelitian. (Gambar 5).

Gambar 5. Peta Rasio Band RGB 754.

V.2.

Spektral Mineral
Interpretasi terhadap nilai spektral mineral didasarkan pada nilai panjang gelombang yang

meliputi 0.45 – 0.52 untuk band 1, 0.52 – 0.60 untuk band 2, 0.63 – 0.69 untuk band 3, 0.76 –
0.90 untuk band 4, 1.55 – 1.75 untuk band 5 and 2.08 – 2.35 µm untuk band 7. Dalam menentukan
nilai threshold mineral, maka ditentukan berdasarkan perbandingan refleksi panjang gelombang
maksimum dan minimum yang dilanjutkan dengan menentukan nilai-nilai setiap perbandingan
saluran secara statistik, yang meliputi : nilai mean (μ), nilai standar deviasi (SD), nilai median,
nilai maksimum dan minimum, kurtosis dan nilai skewness. Nilai statistik dari saluran yang
digunakan mengikuti persamaan matematis sebagai berikut :
μ + (2 x SD) = Maximum

μ – (2 x SD) = Minimum.....................(1)

Prosedur yang sama digunakan untuk semua saluran yang terlibat dalam menentukan nilai
threshold mineral. Selanjutnya akan dilakukan perhitungan terhadap batas atas dan bawah dari
perbandingan saluran “x”/”y” yang digunakan dalam perhitungan.
Band”x”_Max / Band”y”_Min = UpperLimit
Ba nd”x”_Min / Band”y”_Max = UpperLimit.......................................(2)

Penentuan akhir nilai threshold mineral didasarkan dengan perhitungan logika sederhana,
sebagai berikut :
If (UpperLimit) < (band”x”/band”y”) > LowerLimit
output = 1
else
output = 0

...................................................................................(3)

Berdasarkan hal di atas, maka pada wilayah Kabupaten Intan Jaya, dapat dideteksi nilai
spektral mineral terhadap beberapa mineral, yang dikelompokkan ke dalam tipe-tipe alterasi,
yakni :

1.

Tipe Alterasi Potassic, yang ditunjukkan oleh sebaran mineral Orthoclase pada daerah

penelitian. (Gambar 6).

Gambar 6. Peta Alterasi Potassic.

2.

Tipe Alterasi Silisifikasi, yang ditunjukkan oleh sebaran mineral Quartz di daerah

penelitian (Gambar 7).

Gambar 7. Peta Alterasi Silisifikasi.

3.

Tipe Alterasi Prophylitic, yang ditunjukkan oleh sebaran mineral Epidot dan Klorit di

daerah penelitian (Gambar 8).

Gambar 8. Peta Alterasi Prophyllitic.

4.

Tipe Alterasi Advance Argillic, yang ditunjukkan oleh sebaran mineral Phyrophillit dan

Allunite. (Gambar 9).

Gambar 9. Peta Alterasi Advance Argillic.

Dari keempat Peta Alterasi tersebut, maka didapatkan Peta Distribusi Threshold Mineral dan Peta Prospek
Mineral di Kabupaten Intan Jaya, sebagai berikut :

Gambar 10. Peta Distribusi Mineral di Kabupaten Intan Jaya.

Gambar 11. Peta Area Prospek Mineral (Kampung Sefoidi dan sekitarnya).

(a)

(b)

Gambar 12. Peta Interpretasi Sebaran Area Prospek Mineral Emas di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi
Papua

VI. Kesimpulan
Berdasarkan parameter-parameter di atas, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan,
yakni :
1. Interpretasi area anomali di wilayah Kabupaten Intan Jaya berada pada tiga lokasi berbeda,
yakni di bagian barat, bagian tengah (Sungai Nabuabu dan sekitarnya) serta dibagian timur
daerah penelitian yang berbatasan dengan Kabupaten Puncak Jaya.
2. Interpretasi dengan bantuan remote sensing ini akan menjadi lebih akurat bila nantinya
disertai dengan pengambilan data/sampel representatif dari setiap lokasi anomali.

DAFTAR PUSTAKA

Aboyeji, O.S and Mogaji, K.A., 2012, Structural Interpretation Remotely Sensed Datasets,
It’s Hydrogeological Impication over Ile-Ife and Environs, Ozean Journal Applied
Sciences 5 (1) p.43-54.
Agrawal, P.K.K, 2004, Aeromagnetic Anomallies Lineaments and Seismicity in KoynaWarna Region, Journal Indian Geophysics University, Hyderabaad, India.
Al-Shumaimri, M.S, 2012, Application of Digital Image Processing Techniques to Geological
and Geomorphological Features of Southwest Jordan, Journal of Geography and Geology
vol.4 No.1, March 2012, p.41-48.

Anderson, Fred.J., 2011, Lineament Mapping and Analysis in the Southern Williston Basin in
Southwestern North Dakota, Geologist Investigation Report No.129, North Dakota, USA.
Beik, F., 2008, Preparing Digital Lineament Map of Bangestan Structure using Satellite Data
and Remote Sensing Techniques, Exploration Directorate, National Iranian Oil Company.
Camps, G. and Bruzcone, L., 2009, Kernel Methods for Remote Sensing Data Analysis, John
Willey and sons, Ltd, West Sussex, United Kingdom.
Childs, C., 2004, Interpolation Surfaces in ArcGIS Spatial Analyst, Arc User July-September,
p.32-35.
Cox, R., 1982, Use of Remote Sensing Techniques and Statistics in Petroleum Exploration,
Permian Basin, Texas, Thessis in Geosciences from Texas Tech University, unpublished,
p.27 -47.
Danoedoro, P., 2012, Pengantar Penginderaan Jauh Digital, Penerbit ANDI, Yogyakarta,
Indonesia.
Druguet, E., 1997, The Structure of the Ne Cap De Creus Peninsula Relationships with
Metamorphism and Magmatism, Departement de Geologia, Barcelona.
Elias, M., 2003, Multiple Dataset Integration for Structural and stratigraphic analysis of oil
and gas bearing formation using GIS, Map India Conference.
Hamilton,W., 1979, Tectonis of the Indonesia Region, Geological Survey Professional Paper,
1078, Washington-USA, p.345, p.260-261