sistem pembentukan harga dalam ekonomi i

PROSES PEMBENTUKKAN HARGA DALAM ISLAM

PENDAHULUAN

Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisa proses pembentukan
harga dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, banyak sekali teori yang menjelaskan bagaimana
harga dapat terbentuk, baik itu teori yang berasal dari kalangan filusuf ekonomi Barat maupun
filusuf ekonomi Islam. Dalam makalah ini tidak akan membahas dengan panjang lebar
bagaimana teori-teori filusuf Barat tentang pembentukan harga. Tetapi penulis hanya akan
menyajikan sepintas saja supaya bisa dijadikan sumber pengetahuan dan perbandingan dengan
teori-teori pembentukan harga yang dikemukakan oleh filusuf-filusuf ekonomi Islam.
Saat ini banyak sekali teori yang menjelaskan tentang bagaimana terbentuknya harga dan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tetapi. Perlu kita ketahui bahwa sampai
pertengahan abad kedelapan belas, hanya sedikit sekali catatan-catatan mengenai proses
pembentukan harga di kalangan filusuf-filusuf ekonomi barat. Namun yang menarik adalah pada
abad ketiga belas, Ibnu Taimiyyah telah memiliki konsep tentang proses penentuan harga dan
mekanisme pasar yang komprehensif, melebihi pemikiran-pemikiran ekonomi barat pada
zamannya1[1].
PROSES PEMBENTUKAN HARGA MENURUT FILUSUF BARAT
Menurut Schumpeter, proses pembentukan harga ditentukan oleh kelangkaan atau
kelimpahan relatif barang dan uang. Kemudian harga juga sangat dipengaruhi oleh biaya

produksi2[2]. Sedangkan pandangan mazhab Klasik menyatakan bahwa harga sangat ditentukan
oleh tenaga kerja, seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith dan David Richardo. Tetapi dalam
hubungan yang lain Adam Smith dan David Richardo juga mengungkapkan bahwa sebenarnya
harga suatu barang itu ditentukan oleh semua biaya/faktor produksi, bukan hanya oleh tenaga
kerja saja3[3]. Disini kita melihat adanya inkonsistensi teori yang dikemukakan oleh para pemikir
barat tersebut.
1
2

David Richardo juga menyatakan bahwa suatu barang dapat diperjualbelikan jika barang
tersebut memiliki nilai guna (utilitas). Sebab jika barang tersebut tidak memiliki nilai guna maka
barang tersebut tidak bisa ditukar dengan barang lain yang memiliki nilai guna. Kemudian dia
juga berpendapat bahwa banyaknya atau langkanya suatu barang juga dapat mempengaruhi harga
barang tersebut. Pemikiran David Richardo yang paling menonjol adalah pendapatnya mengenai
harga barang yang berkaitan dengan jumlah pekerjaan yang diperlukan untuk menghasilkan atau
memperoleh barang yang bersangkutan. Inti pokok dari pemikirannya adalah nilai dan harga
barang bersumber pada pekerjaan tenaga manusia, yang pada akhirnya akan sangat
mempengaruhi upah tenaga kerja4[4]. Upah harus selalu berada pada tingkat equilibrium. Jika
upah berada diluar titik equilibrium maka itu hanya bersifat sementara saja. Oleh karena itu
teorinya tentang upah disebut sebagai hukum besi (iron law of wages). Tingkat upah yang tinggi

akan menaikan harga barang yang kemudian barang tersebut juga dibutuhkan oleh pekerja, dan
sebaliknya tingkat upah yang rendah akan menurunkan tingkat harga.
Pemikir ekonomi barat yang lain adalah Thomas Aquinas yang menyatakan bahwa semua
keuntungan yang dibuat dalam perdagangan harus berhubungan dengan tenaga kerja 5[5].
Aquinas juga menitikberatkan pembentukan harga ini pada salah satu faktor produksi, yaitu
tenaga kerja. Pendapat ini sama dengan apa yang telah dikemukakan oleh Adam Smith dan
David Richardo yang menyatakan bahwa tenaga kerja menjadi factor yang sangat penting dalam
proses pembentukan harga. Inti dari teori ini adalah jika pengusaha bisa memproduksi suatu
barang dengan upah kerja yang murah maka dia dapat menjaul barang dengan biaya yang murah
sehingga bisa mendapatkan keuntungan yang maksimal. Dengan demikian ini akan merugikan
buruh karena buruh akan dibayar dengan uah yang rendah sehingga akan terjadi eksploitasi
terhadap kaum buruh. Disini kita dapat melihat bahwa David Richardo menitikberatkan faktor
penentu naik turunya harga barang hanya pada tingkat upah. Padahal seperti yang kita ketahui
dewasa ini bahwa tingkat upah tidak hanya dipengaruhi oleh factor tenaga kerja saja tetapi oleh
semua biaya produksi seperti bahan baku dan lain sebagainya.
Kemudian Aquinas juga menyatakan bahwa harga terbentuk oleh adanya kekuatan
permintaan dan penawaran. Ketika di suatu tempat terdapat banyak penawaran/pasokan barang
3
4
5


maka hal itu akan menurunkan harga barang tersebut, dan sebaliknya jika penawaran/pasokan
barang sedikit maka ini akan cenderung menaikan harga barang tersebut. Dia membenarkan
perilaku pedagang yang membeli barang di suatu tempat yang harganya murah dan barangnya
melimpah untuk dijual kembali pada tempat yang memiliki pasokan barang yang sedikit agar
bisa dijual dengan harga yang mahal. Menurutnya hal ini boleh dilakukan karena transaksi atau
kegiatan tersebut saling menguntungkan setiap orang. Alasan lain adalah bahwa untuk membawa
barang tersebut dari tempat yang melimpah pada tempat yang langka adalah karena adanya risiko
transportasi yang besar. Hal itu tentunya diimbangi dengan keuntungan yang besar pula untuk
pedagang. Kemudian pedagang juga telah beerjasa dalam penyebaran barang dari tempat yang
melimpah ke tempat yang langka, dimana barang tersebut sangat dibutuhkan.
Thomas Aquinas juga mengadopsi teori tentang utilitas dari Aristoteles dan teori biaya
produksi (tenaga kerja ditambah biaya)6[6]. Disini kita juga dapat melihat bahwa Aquinas sama
dengan Adam Smith dan David Richardo yang tidak konsisten terhadap pemikirannya mengenai
proses pembentukan harga barang. Di satu sisi dia menyatakan bahwa hanya tenaga kerja saja
yang mempengaruhi naik turunnya harga, di sisi lain dia juga menyatakan bahwa harga
dipengaruhi oleh semua biaya produksi.
PROSES PEMBENTUKAN HARGA MENURUT FILUSUF ISLAM
1. Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali dilahirkan di kota Ghazlah, Kurasam yang sekarang dikenal dengan

negara Iran pada tahun 450 H/1058 M. Oleh karena itu ia dikenal sebagai Imam Al-Ghazali.
Nama aslinya yaitu Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us AthThusi Asy-Syafi’I Al-Ghazali. Imam Al-Ghazali hidaup pada masa dinasti Abasiyyah yang saat
itu dipimpin oleh Bani Saljuk. Pada masa pemerintahan tersebut Islam berada pada puncak
keemasannya. Kemajuan di bidang politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan umat Islam pada saat
itu melebihi kemajuan bangsa manapun di dunia pada masanya7[7].
Menurut Al-Ghazali pasar adalah suatu tempat bertemunya penjual dan pembeli. Pasar
sendiri terbentuk dari kesulitan yang dirasakan dari sistem barter, yang sangat sulit untuk
mempertemukan kedua pihak yang saling berkepentingan, yaitu penjual dan pembeli. Al-Ghazali
6
7

juga menekankan pentingnya uang sebagai alat hitung dan alat tukar, sebagai solusi dalam sistem
barter yang sangat sulit sekali mempertemukan antara orang yang memiliki kebutuhan yang
sama-sama dibutuhkannya. Lebih lanjut Al-Ghazali mengatakan uang yang dimaksud zatnya
tidak dapat memberikan manfaat bagi manusia. Dengan demikian fungsi uang menurut AlGhazali hanya sebagai alat tukar dan alat hitung saja, bukan sebagai alat penyimpan kekayaan.
Jauh sebelum para pemikir barat yang berkembang pada abad ke delapan belas, pada abad
ke sebelas Imam Al-Ghazali telah memberikan pemikirannya tentang konsep permintaan dan
penawaran8[8]. Jika penawaran meningkat atau permintaan menurun maka itu akan menurunkan
harga barang. Begitupula sebaliknya, ketika penawaran menurun atan permintaan bertambah
maka itu akan menaikkan harga barang. Berbeda dengan Aquinas yang membolehkan seorang

pedagang menjual barang yang langka dengan harga tinggi dengan alasan adanya risiko
transportasi, maka Al-Ghazali membatasi barang tersebut hanya barang-barang yang bukan
merupakan kebutuhan pokok saja. Adapun bagi barang kebutuhan pokok, pedagang tidak boleh
menjual dengan harga yang sangat tinggi meskipun barangnya itu langka. Itu karena barang
kebutuhan pokok bersifat inelastis, artinya perubahan perubahan kuantitas barang yang diperjual
belikan akan lebih kecil daripada perubahan harga yang terjadi. Hal itu sangat wajar, karena
meskipun harganya sangat mahal orang akan tetap sangat membutuhkannya. Tetapi jika harganya
terlalu mahal maka ini akan membuat kesengsaraan rakyat dan akan menambah kemiskinan serta
menurunkan perekonomian.
Al-Ghazali belum mengaitkan antara hubungan keuntungan dari harga barang dengan
biaya dan pendapatan. Bagi Al-Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari kepayahan
perjalanan, resiko bisnis, dan ancaman keselamatan diri si pedagang. Dan keuntungan inilah
yang menjadi motivasi bagi pedagang. Tetapi Al-Ghazali menekankan bahwa para pedagang
hendaknya mengambil keuntungan yang wajar dan melarang para pedagang untuk mengambil
keuntungan secara berlebihan.
2. Ibnu Taimiyyah
Ibu Taimiyyah lahir pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H) di kota
Harran. Nama lengkapnya yaitu Taqi al-Din Ahmad bin Abd. Al-Halim bin Abd. Salam bin

8


Taimiyah9[9]. Pada usia yang relatif muda, Ibnu Taimiyyah telah menguasai berbagai macam
disiplin ilmu seperti tafsir, hadis, fiqih, matematika, dan filsafat. Bahkan ketika usianya baru
menginjak 17 tahun, ia telah diberi kewenangan oleh salah seorang gurunya yaitu Syamsudin AlMaqdisi untuk mengeluarkan fatwa. Banyak sekali karya yang dihasilkan oleh Ibnu Taimiyyah
mulai dari masalah yang berkaitan dengan hukum, ekonomi, filsafat dan lain sebagainya. Bahkan
dalam bidang ekonomi, karya Ibnu Taimiyyah yang terkenal yaitu kitab Majmu’ fatawa Syaikh
al-Islam, Al-Hisbah fi al Islam (Lembaga Hisbah dalam Islam), dan Al-Siyasah al Syar’iyyah fi
Ishlah al Ra’I wa al Ra’iyah (Hukum Publik dan privat dalam Islam).
Ibnu Taimiyyah sudah memiliki pandangan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran. Jika permintaan naik atau penawaran turun sehingga barang menjadi
langka maka itu akan menaikkan harga barang. Begitupun sebaliknya, jika permintaan turun atau
penawaran naik sehingga barang menjadi melimpah maka hal ini akan menurunkan harga
barang. Pada masa Ibnu Taimiyyah terdapat indikasi bahwa terjadinya kenaikkan harga barang
disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar atau terjadi kecurangan/kedzaliman yang dilakukan
oleh penjual. Dengan tegas Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa kenaikan harga tidak selalu
terjadi akibat terjadinya kecurangan penjual saja, tetapi bisa saja alasan naik turunnya harga itu
disebabkan oleh kekuatan pasar. Yang menentukan besar kecilnya perubahan harga adalah
besarnya perubahan dari permintaan dan atau penawaran. Jika transaksi sudah sesuai dengan
aturan, tetapi harga tetap saja naik maka itu merupakan kehendak Illahiyyah (hukum
alam/sunatullah). Pemikiran seperti ini dalam mazhab klasik dikenal dengan invisible hand

(tangan yang tidak nampak) seperti apa yang diutarakan Adam Smith dalam The Wealth of
Nation-nya. Invisible Hand sendiri adalah suatu istilah yang berarti bahwa kekuatan pasar
sebagai penentu harga. Adam Smith lebih memilih istilah invisible hand daripada kehendak
Illahiyyah. Hal itu wajar mengingat sebagian besar orang-orang Eropa menganut ideologi sekuler
yang memisahkan agama dengan kehidupan duniawi.

9

Gambar 1. Keseimbangan Pasar
Pada gambar diatas bisa kita lihat bahwa jika permintaan sebesar D dan penawaran
sebesar S maka titik equilibrium atau harga dan kuantitas keseimbangannya adalah pada titik E.
Harga keseimbangannya adalah pada P1 dan kuantitan keseimbangnnya pada Q1.
Ibnu Taimiyyah sudah menganalisi bahwa terjadinya penurunan penawaran bisa saja
terjadi akibat inefisiensi produksi, penurunan jumlah impor barang, atau karena adanya tekanan
pasar sehingga harga barang menjadi naik10[10]. Jika kita gambarkan dalam bentuk kurva adalah
sebagai berikut:

10

Gambar 2. Perubahan Harga Akibat Inefisiensi Produksi

Pada kurva diatas kita dapat lihat bahwa kurva penawaran mengalami pergeseran yang
diakibatkan oleh inefisiensi produksi sehingga biaya produksi menjadi naik. Dengan demikian
maka akan tercipta titik equilibrium baru yang awalnya E bergeser ke E l. Dengan bergesernya
titik equilibrium ini maka harga keseimbangan akan mengalami kenaikan dari P 1 ke P2 dan
kuantitas keseimbangan akan menurun dari Q1 ke Q2.
Menurut Ibnu Taimiyah penawaran bisa datang dari penawaran domestik dan penawaran
impor. Impor dilakukan untuk menambah penawaran domestik atau sebagai suatu kebijakan
untuk menurunkan harga barang domestik. Kemudian faktor yang dapat mempengaruhi
permintaan menurut Ibnu Taimiyah yaitu selera konsumen dan pendapatan. Jika selera dan
pendapatan meningkat maka hal ini akan meningkatkan permintaan. Hal ini tentu saja akan
merubah harga keseimbangan pasar karena penawaran diasumsikan tetap dan belum bisa
mengimbangi peningkatan permintaan yang diakibatkan oleh peningkatan selera dan pendapatan.
Tetapi dengan meningkatnya harga ini, dalam jangka panjang akan mendorong pedagang untuk
memproduksi barang lebih banyak agar bisa mendapatkan keuntungan yang lebih banyak pula
atau akan dilakukan impor barang untuk memenuhi peningkatan peningkatan domestic tersebut.
Dengan demikian dalam harga akan kembali turun. Begitupula sebaliknya, ketika selera dan
pendapatan konsumen menurun ini akan mengurangi permintaan. Pada awalnya penawaran
adalah tetap sehingga barang akan melimpah dan kondisi seperti ini akan mendorong penurunan
harga. Hal ini tentu saja akan mengurangi gairah pedagang sehingga dalam jangka panjang
pedagang akan mengurangi penawarannya. Dengan demikian harga akan kembali naik dan

kembali kepada keseimbangan awal.

Gambar 3. Perubahan Harga Akibat Naiknya Selera dan Pendapatan
Pada gambar diatas dapat kita lihat bahwa kurva permintaan awal adalah D dan kurva
penawaran S maka akan menghasilkan equilibrium di E. harga keseimbangan ada di P 1 dan
kuantitas keseimbangan ada di Q1. Karena adanya peningkatan selera dan pendapatan maka
kurva permintaan bergeser ke Dl sehingga merubah equilibrium ke El. Dengan demikian kondisi
ini akan menaikan harga keseimbangan dari P1 ke P2 dan meningkatkan kuantitas keseimbangan
dari Q1 ke Q2. Dalam jangka panjang ini akan menambah gairah pedagang yang kemudian akan
menambah produksinya atau melakukan impor sehingga akan menggeser pula kurva penawaran
dari S ke Sl. Dengan demikian akan ada equilibrium baru yaitu di E ll. Kondisi ini akan
menurunkan kembali harga keseimbangan dari P2 ke P1 kembali dan akan menambah kuantitas
keseimbangan dari Q2 ke Q3.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran barang menurut Ibnu
Taimiyah adalah intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan atau melimpahnya barang,
kondisi kepercayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai 11[11]. Jika seseorang cukup mampu
dan terpercaya untuk membayar kredit maka ini akan membuat pedagang senang untuk
melakukan transaksi dengan orang tersebut dan cenderung untuk memberikan harga lebih murah
sehingga keadaan ini akan meningkatkan transaksi. Sebaliknya jika kredibilitas dan tingkat
kepercayaan seseorang rendah maka pedagang akan merasa malas untuk melakukan transaksi

dengan orang tersebut dan cenderung akan memasang harga tinggi sehingga keadaan ini akan
menurunkan transaksi yang terjadi.
11

Ibnu Taimiyah juga menganalisis bahwa untuk transaksi secara kredit, para pedagang
akan mempertimbangkan risiko ketidakpastian pembayaran pada masa yang akan dating.
Kemudian Ibnu Taimiyah juga telah mampu untuk menganalisis kemungkinan pedagang akan
memberikan diskon untuk transaksi yang terjadi secara tunai. Pada masanya Ibnu Taimiyah telah
mampu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga bukan hanya faktor
permintaan dan penawaran saja, tetai lebih jauh Ibnu Taimiya juga mengindikasikan faktor
lainnya yang juga dapat mempengaruhi harga yaitu insentif, disinsentif, ketidakpastian di masa
yang akan datang, dan risiko yang terlibat di transaksi pasar12[12].
Harga juga dipengaruhi oleh jenis mata uang yang dibayarkan dalam melakukan
transaksi. Jika transaksi itu dilakukan menggunakan mata uang yang umum digunakan di suatu
daerah maka harga yang ditetapkan akan lebih rendah dibandingkan dengan jika pembayaran
tersebut menggunakan mata uang yang kurang umum digunakan di daerah tersebut.
Faktor lain yang juga mempengaruhi harga menurut Ibnu Taimiyah adalah biaya yang
dikeluarkan oleh produsen untuk memproduksi suatu barang. Apabila biaya yang dikeluarkan
kecil atau pedagang dapat mengefisienkan produksinya maka hal ini akan membuat pedagang
bisa menjual dengan harga yang murah dan produsen juga dapat memproduksi barang lebih

banyak. Tentunya harga yang murah akan lebih disukai konsumen sehingga kemampuan daya
beli konsumen menjadi meningkat yang pada akhirnya ini akan meningkatkan transaksi dan
menambah keuntungan bagi pedagang pula.
Ibnu Taimiyah membedakan antara peningkatan harga yang disebabkan oleh kekuatankekuatan pasar dan yang disebabkan oleh ketidakadilan seperti penimbunan dan monopoli.
Untuk kasus peningkatan harga yang disebabkan oleh ketidakadilan maka Ibnu Taimiyah
mendukung untuk dilakukannya pengendalian harga oleh pemerintah. Ini dilakukan untuk
kemaslahatan bersama, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Tetapi untuk kasus
kenaikkan harga yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan pasar seperti permintaan dan
penawaran maka Ibnu Taimiyah menentang untuk dilakukannya pengendalian harga oleh
pemerintah. Misalkan saja ketika produksi menurun atau ketika terjadi peningkatan populasi
penduduk yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan sehingga harga akan naik. Maka
untuk kasus seperti ini pemerintah tidak perlu melakukan pengendalian harga dan campur tangan
dalam mekanisme pasar.
12

Mengenai ketidaksempurnaan pasar akibat adanya kecurangan dari pedagang seperti
penimbunan dan monopoli yang terjadi di pasar maka Ibnu Taimiyah berpendapat pemerintah
harus turun tangan melarang kegiatan tersebut. Ia juga melarang para pedagang menjual barang
pada harga yang tinggi diatas harga pasar pada barang-barang kebutuhan pokok yang sangat
dibutuhkan masyarakat karena perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dzolim dan akan
menyengsarakan masyarakat. Konsep Ibnu Taimiyah ini sama dengan apa yang disebut dengan
konsep harga yang adil.
Ibnu Taimiyah menggunakan dua istilah dalam membahas persoalan mengenai harga
yang adil ini, yaitu13[13]:
1.

Kompensasi yang setara/adil (’Iwad al-Mitsl) yakni penggantian yang sama yang merupakan
nilai harga sepadan dari sebuah benda menurut adat kebiasaan.

2.

Harga yang setara/adil (tsaman al-Mitsl) yakni nilai harga dimana orang-orang menjual
barangnya dan diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual
ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di tempat dan waktu tertentu.
Beliau membedakan antara dua jenis harga, yakni harga yang tidak adil dan dilarang serta
harga yang adil dan disukai. Ibnu Taimiyah menganggap harga yang setara sebagai harga yang
adil. Konsep Ibnu Taimiyah mengenai kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) tidak sama
dengan harga yang adil (tsaman al-mitsl). Persoalan tentang kompensasi yang adil atau setara
(‘iwadh al-mitsl) muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hukum. Beliau
menggunakan istilah kompensasi yang setara ketika menelaah dari sisi legal etik dan harga yang
setara

ketika

meninjau

dari

aspek

ekonomi.

Bagi Ibnu Taimiyah, kompensasi yang setara itu relatif merupakan sebuah fenomena yang dapat
bertahan lama akibat terbentuknya kebiasaan, sedangkan harga yang setara itu bervariasi,
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran serta dipengaruhi oleh kebutuhan dan
keinginan masyarakat.

13

3. Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun dikenal sebagai salah satu bapak ilmu ekonomi. bahkan ahli sejarah
ekonomi terkemuka, Joseph Schumpeter, mencatat nama Ibnu Khaldun di dua tempat dalam
bukunya History of Economic Analysis. buku Ibnu Khaldun yang paling terkenal adalah AlMuqaddimah yang menjadi sumber dari berbagai ilmul sosial seperti sejarah, psikologi, geografi,
ekonomi, dan sebagainya. Beliau lahir di Tunisia (1332) dan wafat di Kairo (1406). Beliau juga
diakui oleh penasihat ekonomi Presiden Reagen sebagai inspirator teori pajak yang dikenal
dengan nama "Kurva Laffer"14[14].
Ibnu Khaldun membagi barang menjadi dua jenis yaitu barang kebutuhan pokok dan
barang pelengkap. barang kebutuhan pokok akan selalu menjadi prioritas dibandingkan dengan
barang pelengkap.beliau berpendapat bahwa harga barang di kota besar akan lebih murah
dibandingkan dengan di kota kecil. Hal itu dikarenakan di kota besar terdapat penawaran atau
supply barang kebutuhan pokok yang besar dikarenakan setiap orang berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya sehingga mereka memiliki surplus yang besar. Dengan demikian penduduk di kota
besar memiliki makanan yang melebihi kebutuhannya. Akibatnya harga menjadi turun.
Sedangkan di kota kecil, mereka memiliki supply makanan yang lebih sedikit akibat sedikitnya
penduduk dan supply kerja yang kecil. Sehingga hal ini menyebabkan kekhawatiran para
penduduk akan kehabisan makanan. oleh karena itu mereka akan menyimpan cadangan makanan
untuk dirinya sendiri dan supply makanan di pasar menjadi sedikit. hal ini tentunya akan
menaikkan harga.

14

Gambar 4. Harga Kebutuhan Pokok di Kota Besar dan di Kota Kecil
Pada gambar diatas kita bisa lihat bahwa di kota kecil memiliki penawaran (S) yang kecil
dan permintaan (D) yang kecil pula. Maka titik equilibrium terletak di E dan harga
keseimbangannya di P1 serta kuantitas keseimbangannya beradi di Q1. Sementara di kota besar
memiliki permintaan di Dl dan penawaran di Sl, lebih besar dibandingkan dengan permintaan dan
penawaran di kota kecil. Maka titik equilibriumnya berada di E l serta harga dan kuantitas
keseimbangannya masing-masing berada di P2 dan Q2. Jika kita lihat pada kurva diatas maka di
kota besar memiliki kuantitas keseimbangan yang lebih besar dan harga keseimbangan yang
lebih murah dibandingkan dengan di kota kecil.
Sejalan dengan peningkatan kesejahteraan penduduk di kota besar maka hal ini akan
menyebabkan bergesernya gaya hidup penduduk di kota besar sehingga permintaan untuk
barang-barang mewah akan meningkat pula. tetapi berbeda dengan barang kebutuhan pokok,
penambahan permintaan terhadap barang mewah tidak diimbangi dengan besarnya penawaran.
Akibatnya harga barang-barang mewah akan naik.

Gambar 5. Naiknya Permintaan dan Harga Barang Mewah
Pada gambar diatas bisa kita lihat bahwa pada awalnya kurva penawaran dan permintaan
masing-masing adalah S dan D. Pada keadaan ini akan menghasilkan equilibrium di E. Harga
keseimbangan ada di P1 dan kuantitas keseimbangan ada di Q 1.Dikarenakan adanya peningkatan
disposable income yang akan meningkatkan pula marginal propensity to consume masyarakat
maka hal ini akan menambah permintaan sehingga kurva permintaan bergeser dari D ke D l.
Sehingga keadaan ini akan menyebabkan berpindahnya equilibrium dari E ke E l dan harga dan
kuantitas keseimbangan naik dari P1 ke P2 dan dari Q1 ke Q2.
Dari uraian-uraian diatas, dapat kita lihat bahwa Ibnu Khaldun memiliki pandangan yang
sama dengan Ibnu Taimiyah bahwa terdapat pengaruh yang besar dari permintaan dan penawaran
terhadap harga. Apabila permintaan tinggi dan penawaran rendah maka ini akan membuat harga
menjali mahal. Sebaliknya apabila penawaran tinggi dan permintaan rendah maka ini akan
membuat harga menjadi murah.
Bahkan Ibnu Khaldun telah dapat menganalisis pengaruh pajak terhadap kenaikan harga
dikarenakan pajak tersebut akan menambah biaya produksi. Beliau juga berpendapat bahwa
sebaiknya para pedagang mengambil keuntungan secara wajar karena hal itu akan mendorong
tumbuhnya perdagangan. Keuntungan yang rendah akan membuat lesu perdagangan karena para
pedagang akan kehilangan motivasi. Sebaliknya keuntungan yang terlalu tinggi juga akan
melesukan perdagangan karena itu akan menurunkan tingkat permintaan.

PENUTUP
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa pemikiran ekonomi Islam jauh lebih
dahulu jika dibandingkan dengan pemikiran ekonomi Barat yang baru berkembang pada abad
kedelapan belas. Perkembangan ekonomi Islam telah berkembang pada abad ketiga belas.
Bahkan hal ini diperkuat dengan ungkapan seorang ahli sejarah ekonomi Barat terkemuka,
Joseph Schumpeter yang menyatakan bahwa sampai pertengahan abad kedelapan belas, hanya
sedikit sekali catatan-catatan mengenai proses pembentukan harga di kalangan filusuf-filusuf
ekonomi barat.
Kalau kita lihat dalam sejarah pemikiran ekonomi dunia terjadi ‘penghilangan’ faktafakta sejarah, dimana andil pemikir-pemikir muslim tertutupi. Joseph Schumpeter dalam
Magnum Opus nya menyatakan adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500
tahun (dark ages), rentang antara Aristoteles (367-322 SM) sampai dengan St. Thomas Aquinas
(1225-1274 M) suatau masa yang panjang. Periode inilah sebenarnya masa kejayaan Islam
terjadi, dan para Mahasiswa eropa berbondong-bondong belajar kenegeri muslim. Mereka
menjadi inspirator dan pelopor pencerahan eropa setelah mencuri ide-ide dari negeri muslim, St.
Thomas Aquinas misalnya pemikiran ekonominya banyak bertentangan dengan dogma gereja
sehingga para sejarawan menduga dia telah mencuri ide-ide itu dari ekonom muslim.
Jika kita melihat tentang pemikiran ekonomi Barat seperti Thomas Aquinas maka
pemikiran ekonominya tidak sekomprehensif pemikir-pemikir Islam seperti Ibnu Taimiyah dan
Ibnu Khaldun. Analisis ekonomi Barat pada saat itu hanya mampu menganalisis faktor-faktor
yang menyebabkan perubahan harga hanya dari sisi penawaran saja, misalkan biaya produksi dan
utilitas dari barang yang diperjaualbelikan. Sedangkan para pemikir Islam telah mampu
menganalisis sebab-sebab perubahan harga baik dari sisi penawaran maupun dari sisi
permintaan. Dari sisi penawaran misalnya Al-Ghazali menyatakan bahwa yang jumlah
penawaran dan biaya dapat mempengaruhi harga. Sedangkan dari segi permintaan beliau
mengatakan bahwa pendapatan masyarakat bisa mempengaruhi harga.
Begitupun dengan Ibnu Taimiyah yang juga telah bisa menganalisis pengaruh permintaan
dan penawaran terhadap harga, sama seperti pemikiran Al-Ghazali dan Thomas Aquinas.
Perbedaannya adalah dalam penentuan harga barang yang langka. Thomas Aquinas
membolehkan pedagang untuk menjual barang tersebut dengan harga yang tinggi sebagai
kompensasi risiko transportasi, sedangkan bagi Ibnu Taimiyah melarang hal itu jika barang

tersebut adalah barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat. Bahkan Ibnu Taimiyah
merumuskan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah agar melakukan kontrol harga dengan
cara menambah penawaran baik dengan menambah produksi domestik atau melalui impor. Jika
kelangkaan tersebut disebabkan dari kecurangan/ketidaksempurnaan pasar seperti terjadi
penimbunan sehingga barang menjadi langka maka pemerintah harus campur tangan dalam
penentuan harga atau menindak pelaku penimbunan tersebut. Lebih jauh Ibnu Khaldun
menganjurkan agar para pedagang mengambil keuntungan yang wajar karena hal itulah yang
akan mendorong tumbuhnya perdagangan. Keuntungan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
akan membuat lesu perdagangan.
Lebih jauh lagi Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran adalah intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan atau
melimpahnya barang, kondisi kepercayaan, jenis mata uang yang biasa dipakai, serta diskonto
dari pembayaran tunai. Bahkan Ibnu Khaldun telah mampu menganalisis pengaruh pajak
terhadap perubahan harga, mendahului pemikiran-pemikiran ekonomi barat.

DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), cet.ke-3, h.
141-151.
Sumitro Djodjohadikusumo. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1991), cet.ke-1, h. 33-34.
.

(2012).

Harga

Tidak

Adil:

Semacam

Penipuan.

[online].

Tersedia:

[online].

Tersedia:

http://translate.google.co.uk/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Just_price (24 Oktober 2012).
.

(2012).

Mekanisme

Pasar

Menurut

Ibnu

Taimiyyah.

http://ekisonline.com/mikro/item/36-mekanisme-pasar-menurut-ibnu-taimiyah

(24

Oktober

2012).
.

(2012).

Pemikiran

Ekonomi

Al-Ghazali,

Ibnu

Taimiyyah,

dan

Ibnu

Hazm.

http://idoycdt.wordpress.com/2011/04/19/pemikiran-ekonomi-al-ghazali-ibnu-taimiyah-danibnu-hazm/. (24 Oktober 2012).