PERKEMBANGAN BANK SYARIAH di docx

PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA :
TEORI DAN PRAKTIK
Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu: Zein Muttaqin, S. E. I., M. A.

Disusun oleh:
Ahmad Rido

15423069

Dedi Hartono

15423146

JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016

1


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur dengan berkat rahmat Allah SWT,
yang telah memudahkan kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Shalawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul terakhir yang diutus
dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah yang berjudul Perkembangan Bank Syariah di Indonesia : Teori Dan
Praktikini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Kami telah
berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat
tersusun sesuai harapan. Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk
yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang kami susun ini
belum mencapai tahap kesempurnaan.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi yang
membacanya. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidaklah sempurna
karena masih dalam proses pembelajaran. Kami meminta maaf apabila masih banyak terdapat
kesalahan baik dalam penyampaian maupun penulisan makalah ini. Kami juga menerima
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 10 Oktober 2016

Penulis

2

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

A. Latar Belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................................5
BAB II. PEMBAHASAN......................................................................................….................6

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan Syariah.......................................................6
B. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia..................................................................7
C. Prinsip – prinsip Bank Syariah....................................................................................8
D. Akad Bank Syariah......................................................................................................8
E. Produk Bank Syariah : Penghimpunan Dana, Penyaluran Dana dan Jasa.................12

F. Strategi Produk Bank.................................................................................................12
G. Keuntungan dan Risiko Bank Syariah.......................................................................13
BAB III. PENUTUP..................................................................................................................14

A. Kesimpulan.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................15

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Umat Islam di Indonesia bahkan di belahan dunia sekalipun menginginkan
sistem perekonomian yang berbasis nilai – nilai dan prinsip – prinsip Islam untuk
dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat.Dalam
agamaIslam terdapat ilmu yang mempelajari tata cara bertransaksi dengan orang lain
yang di atur dalam syari’ah yaitu ilmu fiqih mu’amalah. Dalam ilmu fiqih mu’amalah
kepemilikan pribadi diakui dalam batas – batas tertentu, termasuk kepemilikan alat –
alat produksi dan faktor – faktor produksi. Namun, kepemilikan itu dibatasi oleh dua
hal yaitu kepentingan masyarakat dan cara memperoleh pendapatan. Dalam ilmu fiqih

mu’amalah dijelaskan pula Islam menolak pendapatan dari suap, rampasan atau
perampokan, kecurangan, bunga uang, perjudian, perdagangan gelap dan usaha –
usaha yang menghancurkan masyarakatseperti menimbun barang untuk menghasilkan
keuntungan.
Oleh karena itu dalam dunia Islam khususnya Indonesia di wujudkanlah
perbankan yang menerapkan prinsip – prinsip syariah dalam pengoprasiannya yang
disebut dengan perbankan syariah. Di Indonesia tentang pendirian bank syariah telah
di diskusikan pada era 1980-an. Bank syariah secara yuridis normatif dan yuridis
empiris diakui keberadaannya di negara Republik Indonesia. Pengakuan secara
yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundang- undamgam di Indonesia,
diantaranya, undang - undang no.7 tahun 1992 tentang perbankan, undang- undang
no 10 tentang perubahan atas undang- undang no.7 tahun 1998 tentang perbankan,
undang- undang no.3 tahun 2004 tentang perubahan atas undang – undang no.23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia, undang- undang no.3 tahun 2006 tentang
perubahan atas undang – undang no.7 tahun 1989 tentang peradilan agama. Namun
realita kondisi umat Islam di Indonesia ini bahwasannya kebanyakan umat Islam
belum banyak yang mengetahui apa hakekat perbankan syariah itu. Banyak yang
masih beranggapan Islam hanya diwujudkan dalam peribadatan saja sementara
masalah perbankan tidak ada kaitannya dengan Islam. Masih banyak masyarakat
Indonesia yang belum memahami perbedaan antara perbankan syariah dan

konvensional bahkan banyak di antara mereka yang berpendapat bahwa perbankan
syariah dengan konvensional itu sama saja. Oleh karna itu tidak heran bahwa
masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan perbankan konvensional daripada
perbankan syariah. Itu semua dikarekan karna sistem operasional perbankan syariah
di Indonesia belum sepenuhnya syariah bahkan terkesan hanya berlabel syariah saja di
karenakan banyak ketidakpahaman para operasional bank syariah dalam
mengoprasikannya.
Makalah ini dibuat untuk mengenalkan dan menjelaskan kepada para
pembaca tentang perkembangan bank syariah di Indonesia meliputi teori dan praktik
perbankan syariah yang ada di Indonesia agar para pembaca mengetahui bahwasanya
Islam tidak hanya berwujud dalam peribadatan saja, namun dalam masalah perbankan
4

Islam mempunyai peran penting di dalamnya yaitu mewujudkan transaksi perbankan
yang bebas dari riba. Oleh karna itu sudah seharusnya kita mengetahui dan
memahami tentang perbankan syariah dan pengoprasian sistem perbankan syariah
tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pengertian bank syariahdan dasar hukumnya di Indonesia ?
2. Bagaimanakah perkembangan bank syariah di Indonesia?

3. Bagaimanakah akad dan produk bank syariah di Indonesia beserta praktiknya ?
4. Bagaimanakah keuntungan dan risiko bank syariah ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian bank syariah dan dasar hukumnya di Indonesia.
2. Mengetahui perkembangan bank syariah di Indonesia.
3. Mengetahui akad dan produk bank syariah di Indonesia beserta praktiknya.
4. Mengetahui keuntungan dan risiko bank syariah.

5

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM PERBANKAN SYARIAH
1. Pengertian
Bank syariah terdiri atas dua kata, yaitu bank dan syariah. Kata bank
bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari
dua pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata
syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan
yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana dan

pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan usaha dan kegiatan usaha dan kegiatan
lainnya sesuai dengan hukum Islam.
Penggabungan kedua kata dimaksud, menjadi “ bank syariah”. Bank syariah
adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang
berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan
kegiatan lainnya sesuai denganhukum Islam. Selain itu, bank syariah biasa disebut
Islamic bankingatau interest fee banking, yaitu suatu sistem perbankan dalam
pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir),
dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).
Bank syariah sebagai sebuah lembaga keuangan mempunyai mekanisme dasar,
yaitu menerima deposito dari pemilik modal (depositor) dan mempunyai kewajiban
(liability) untuk menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan
pola dan skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban,
terdapat dua kategori utama, yaitu interest-fee current and saving accounts dan
investment accounts yang berdasarkan pada prinsip PLS (Profit and Loss
Sharing)antara pihak bank dengan pihak depositor; sedangkan pada sisi aset, yang
termasuk di dalamnya adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan
sesuai prinsip atau standar syariah seperti mudharabah, musyarakah, istisna, salam,
dan laini-lain.
2. Dasar Hukum

Bank syariah secara yuridis normatif dan yuridis empiris diakui
keberadaannya di negara Republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif
tercatat dalam peraturan perundang- undamgam di Indonesia, diantaranya, undang undang no.7 tahun 1992 tentang perbankan, undang- undang no 10 tentang perubahan
atas undang- undang no.7 tahun 1998 tentang perbankan, undang- undang no.3 tahun
2004 tentang perubahan atas undang – undang no.23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, undang- undang no.3 tahun 2006 tentang perubahan atas undang – undang
no.7 tahun 1989 tentang peradilan agama. Selain itu, pengakuan secara yurudis
empiris dapat dilihat perbankan syariah tumbuh dan berkembang pada umumnya di
seluruh ibukota propinsi dan kabupaten di Indonesia, bahkan beberapa bank
konvensional dan lembaga keuangan lainnya membuka unit usaha syariah ( bank
syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah dan semacamnya ). Pengakuan secara
yuridis dimaksud, memberi peluang tumbuh dan berkembang secara luas kegiatan
usaha perbankan syariah, termasuk memberi kesempatan kepada bank umum
6

( konvensional ) untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah.

B. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
1. Latar Belakang Bank Syariah

Berkembanngnya bank – bank syariah di negara – negara Islam berpengaruh
ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar
ekonomi islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah
Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahadjo, A. M. Saifuddin, M. Amien Aziz,
dan lain – lain. Beberapa uji coba pada segala yang relatif terbatas telah diwujudkan.
Diantaranya adalah Baitut Tamwil –Salman, Bandung, yang sempat tumbuh
mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni
koperasi Ridho Gusti.
Akan tetapi, prakarsa lebih khusus mendirikan bank Islam di Indonesia baru
dilakukan pada tahun 1990. Majlis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20
Agustus 1990 menyelenggatrakan Lokakarya Bunga Bank dan perbankan di Cisarua,
Bogor, Jawa Barat. Hasil Lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada
Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di hotel Sahid Jakarta, 22 – 25
Agustus 1990. Berdasarkan amanat MUNAS IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk
mendirikan bank Islam di Indonesia.
kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan
pendekatan dan konsultasi dengan pihak terkait.
2. PT Bank Muamalat Indonesia (BMI)
Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI
tersebut diatas. Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia di tanda tangani pada

tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini trpukul
komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84 Milyar.
Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturrahmi Presiden di Istana
Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp
106.126.382.000.00. dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 mei 1992, Bank
Muamalat Indonesia mulai beroperasi. Hingga September 1999, Bank Muamalat
Indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Balikpapan, dan makasar.
Pada awal penirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan Bank Syariah ini
belum mendapat perhatian yang oktiman dari tatanan industri perbankan Nasional.
Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya
diketegoriikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”; tidak terdapat rincian
landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini sangat
jelas tercermin dari UU No. 7 tahun 1992, dimana pembahasan Perbankan dengan
sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu merupakan sisipan belaka.
3. Era Reformasi dan Perbankan Syariah
Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengaan
disetujuinya UU No.10 tahun 1998. Dalam undang – undang tersebut diatur dengan
rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
implementasikan oleh bank syariah. Undang – undang tersebut juga memberikan

arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan
mengkonpersi diri secara total menjadi bank syariah.

7

Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan.
Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi
para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau
cabang ssyariah dalam institusinya. Sebagian lain bahkan berencana mengkonversi
diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian diantisipasi oleh Bank Indonesia
dengan mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah” bagi para pejabat Bank Indonesia
dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung seperti DPNP
(Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan), kredit, pengawasan, akuntansi,
riset, dan moneter.
C. PRINSIP – PRINSIP BANK SYARIAH
Adapun prinsip – prinsip bank syari’ah adalah sebagai berikut :
a. Menjauhkan diri dari kemungkinan adanya unsur riba.
Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka suatu hasil usaha,
seperti penetapan bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank
konvensional. Seperti yang terkandung dalam QS. Al Baqarah ayat 278 :
(278) ‫ن‬
‫نيا ا نيتمنها تنالنذيؤنن ا ننمن مؤوا اتتنمقوا اللنه نونذمرؤوا نما بننقني نمنن انلرنبوآ نإؤن ك من ؤتمؤم ممؤؤنمنني ن‬
“Hai orang – orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang – orang yang beriman”
b. Menerapkan prinsip sistem bagi hasil dan jual beli dengan mengacu kepada al –
Quran QS. Al Baqarah ayat 275

‫خبتنمطمه ال تنشؤيطآمن نمنن النمنتس جذالك بانهم‬
‫ال تننذينن ينأ ؤك مملونن النتربنوا ل نينمقوممونن نإل ت ك ننما ينمقومم ال تننذى نيـتن ن‬
‫ج‬
‫قالوا انما البيع مثل الربوا قلى و احل الله البيع وحرم الربوا فمن جاءه موعظة من ربهفانتها فله ما‬
(275) ‫سلف وامره إلى الله صلى ومن عاد فالئك أصحاب النارصلىهم فيها خالدون‬
“ Orang – orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang – orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni –
penghuni neraka, mereka kekal didalamnya “
Ayat diatas mengandung kesimpulan bahwa setipa kelembagaan ekonomi islam harus
selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya
didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang/jasa.

D. AKAD BANK SYARIAH
Berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi ke dalam enam
kelompok pola, yaitu :
a. Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah ;
b. Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan ;
c. Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah ;
d. Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna ;
e. Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
f. Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.
1. Akad Pola Titipan
Akad berpola titipan (Wadi’ah) ada dua, yaitu Wadi’ah yad Amanah dan
Wadi’ah yad Dhamanah. Pada awalnya, Wadi’ah muncul dalam bentuk yad al8

a.
b.

2.

a.

3.

a.

amanah ‘tangan amanah’ yang kemudian dalam perkembangannya memunculkan
yad-dhamanah ‘ tangan penanggung’. Akad Wadi’ah yad Dhamanah ini akhirnya
banyak dipergunakan dalam aplikasi perbankan syariah dalam produk – produk
pendanaan.
Titipan Wadi’ah yad Amanahadalah titipan yang selama belum dikembalikan
kepada penitip tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan sampai barang
titipan tersebut diambil kembali oleh penitip.
Titipan Wadi’ah yad Dhamanahadalah titipan yang selama belum dikembalikan
kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil
pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak
penerima titipan.
Akad Pola Pinjaman
Satu – satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan
syariah adalah Qardhdan turunannya Qardhul Hasan. Karena bunga dilarang
dalam Islam, maka pinjaman Qardhmaupun Qardhul Hasan merupakan pinjaman
tanpa bunga. Lebih khusus lagi, pinjaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman
kebajikan yang tidak bersifat komersial, tetapi bersifat sosial.
Pinjaman Qardh
Qardh merupakan pinjaman kebajikan/lunak tanpa imbalan, biasanya untuk
pembelian barang – barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat,
ukuran, dan jumlahnya.
Rukun akad Qardh atau Qardhul Hasan :
- Pelaku akad, yaitu muqtaridh (peminjam), pihak yang membutuhkan dana,
dan muqridh (pemberi pinjaman) , pihak yang memiliki dana.
- Objek akad, yaitu qardh (dana).
- Tujuan, yaitu ‘iwadh berupa pinjaman tanpa imbalan.
- Shighat, yaitu Ijab dan Qabul
Sedangkan syarat dari akad Qardh atau Qardhul Hasan yang harus dipenuhi
dalam transaksi, yaitu:
- Kerelaan kedua belah pihak.
- Dana digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan halal.
Pinjaman Qardh biasanya diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai
fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah mengalami over-draft. Fasilitas ini
dapat merupakan bagian dari satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan
nasabah bertransaksi.
Akad Pola Bagi Hasil
Akad bank syariah yang utama dan paling penting yang telah disepakati
oleh para ulama adalah akad dengan pola bagi hasil dengan prinsip mudharabah
dan musyarakah. Prinsipnya adalah al-ghunm bi’l-ghurm atau al-kharaj bi’ldaman, yang berarti bahwa tidak ada bagian keuntungan tanpa ambil bagian
dalam risiko, atau untuk setiap keuntungan ekonomi riil harus ada biaya ekonomi
riil.
Musyarakah
Bentuk kemitraan bank syariah dengan nasabahnya di mana masing – masing
pihak menyumbangkan pada modal kemitraan dalam jumlah yang sama atau
berbeda untuk menyelesaikan suatu proyek atau bagian pada proyek yang sudah
ada. Masing – masing menjadi pihak pemegang saham modal dasar tetap atau
menurun dan akan memperoleh bagian keuntungan sebagaimana mestinya. Akan
tetapi, kerugian dibagi bersama sesuai dengan proporsi modal yang
disumbangkan. Tidak diperbolehkan menyatakan sebaliknya.
9

b. Mudharabah
Perjanjian kerja sama untuk mencari keuntungan antara pemilik modal dan
pengusaha (pengelola dana). Perjanjian tersebut bisa saja terjadi antara deposan
sebagai penyedian dana dan bank syariah sebagai mudharib. Bank syariah
menjelaskan keinginannya untuk menerima dana investasi dan sejumlah nasabah,
pembagian keuntungan disetujui antara kedua belah pihak sedangkan kerugian
ditanggung oleh penyedia dana, asalkan tidak terjadi kesalahan atau pelanggaran
syariah yang telah ditetapkan, atau tidak tejadi kelalaian di pihak bank syariah.
Kontrak mudharabah dapat juga diadakan antara bank syariah sebagai pemberi
modal atas namanya sendiri atau khusus atas nama deposan, pengusaha, para
pengrajin lainnya termasuk petani, pedagang dan sebagainya. Mudharabah
berbeda dengan spekulasi yang berunsur perjudian (gambling) dalam pembelian
dan transaksi penjualan.
4. Akad Pola Jual Beli
Jual beli (buyu’ jamak dari bai’) atau perdagangan atau perniagaan secara
terminologi Fikih Islam berarti tukar menukar harta atas dasar saling ridha (rela),
atau memindahkan kepemilikan dengan imbalan pada sesuatu yang diizinkan.
Bentuk jual beli yang diadopsi dalam perbankan syariah dalam pemberian
pembiayaan secara luas ada tiga, yaitu bai’ al-murabahah, bai’ as salam, dan bai’
al-istishna’.
a. Murabahah
Penjualan barang dengan margin keuntungan yang disepakati dan penjual
memberitahukan biaya perolehan dan barang yang dijual tersebut. Penjualan
murabahah ada dua jenis. Pertama, bank syariah membeli barang dan
menyediakan untuk dijual tanpa janji sebelumnya dari pelanggan untuk
membelinya. Kedua, bank syariah membeli barang yang sudah dipesan oleh
seorang dan pihak ketiga lain kemudian menjual barang ini kepada pelanggan
yang sama.
b. Salam
Jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran dilakukan di muka,
dengan syarat – syarat tertentu menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda
atau menjual suatu barang yang ciri – cirinya jelas dengan pembayaran modal
lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.
c. Istishna’
Kontrak penjualan antara al – mustashni’ (penjual akhir) dan al –
shani’(pemasok) di mana pemasok berdasarkan suatu pesanan dan penjual akhir
berusaha membuat sendiri atau meminta pihak lain untuk membuat dan membeli
al – masnu (pokok) kontrak, menurut spesifikasi yang disyaratkan dan menjualnya
kepada penjual akhir dengan harga sesuai dengan kesepakatan serta dengan
metode penyelesaian di muka melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu
waktu di masa depan.
5. Akad Pola Sewa
Transaksi nonbagi hasil selain yang berpola sewa atau ijarah. Ijarah , biasa juga
disebut sewa, jasa, atau imbalan adalah akad yang dilakukan atas dasar suatu
manfaat dengan imbalan jasa. Ijarah adalah istilah dalam Fikih Islam dan berarti
memberikan sesuatu untuk disewakan. Menurut Sayyid Sabiq, ijarah adalah suatu
jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Jadi hakikatnya
ijarah adalah penjualan manfaat.
Ada dua jenis ijarah dalam hukum Islam, yaitu:

10

6.
1.

2.

3.

4.

5.

1) Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang
dibayarkan disebut ujrah.
2) Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memnidahkan
hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan
imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) di bisnis
konvensional. Pihak yang menyewa (lesee) disebut musta’jir, pihak yang
menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muajir, sedangkan biaya sewa disebut
ujrah.
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan
syariah. Sementara itu, ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi
atau pembiayaan di perbankan syariah.
Ijarah adalah transaksi sewa – menyewa barang tanpa alih kepemilikan di akhir
periode. Ijarah wa Iqtina atau (IMBT) adalah transaksi sewa beli dengan
perjanjian untuk Ijarah muntahiya bittamlik menjual atau menghibahkan objek
sewa di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan
objek sewa.
Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah : (1)Pelaku
akad (2)Objek akad (3)Shighah (Ijab dan Qabul).
Akad Pola Lainnya
Selain pola – pola yang telah dijelaskan, masih ada jenis akad lain yang biasa
digunakan perbankan syariah, yaitu sebagai berikut.
Wakalah : adalah perwakilan antara dua belah pihak. Aplikasi dalam perbankan
syariah:
a. Wakalah biasanya diterapkan untuk pembuatan letter of credit, atas pembelian
barang di luar negri (L/C Import ), atau penerusan permintaan akan barang
dalam negeri dari bank luar negeri (L/C Export )
b. Wakalah juga diterapkan untuk melakukan transfer dana dari nasabah kepada
alamat di tempat lain.
Kafalah :adalah akad jaminan satu pihak kepada pihak lain. Apilikasi dalam
perbankan syariah yaitu membuat garansi atas suatu proyek (performance bonds),
partisipasi dalam tender (tender bonds), atau pembayaran lebih dulu (advance
payment bonds).
Hawalah : adalah kad pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak lain.
Aplikasi dalam perbankan syariah ;
a. Diterapkan pada fasilitas tambahan kepada nasabah pembiayaan yang ingin
menjual produknya kepada pembeli dengan jaminan pembayaran dari pembeli
tersebut dalam bentuk giro mundur. Ini lazim disebut Post Dated Check.
Rahn : adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain,
dengan uang sebagai gantinya. Aplikasi dalam perbankan syariah :
a. Akad ini digunakan sebagai akad tambahan pada pembiayaan yang berisiko
dan memerlukan jaminan tambahan.
b. Akad ini juga dapat menjadi produk tersendiri untuk keperluan nasabah yang
sifatnya jasa dan konsumtif, seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Sharf : adalah jual – beli mata uang asing yang berbeda, seperti rupiah dengan
dollar. Aplikasi dalam perbankan syariah yaitu dilakukan dalam dua macam,
pertama dalam bentuk bank notes (uang kertas fisik) dan kedua melalui transfer

11

6. Ujr : adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang
dilakukan. Aplikasi dalam perbankan syariah yaitu untuk penggajian, penyewaan
safe deposit box, penggunaan ATM, dan sebagainya.
E. PRODUK BANK SYARIAH : PENGHIMPUNAN DANA, PENYALURAN DANA
DAN JASA
1. Penghimpunan Dana
Dalam produk perbankan di bidang penghimpunan dana dikenal dengan istilah
simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (Pasal 1
angka 5 UU No. 10 tahun 1998)
2. Penyaluran Dana
Produk penyaluran dana pada umumnya dikenal dengan kredit yang dalam UU
Perbankan didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam –
meminjam antara bank denganpihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu denganpemberian bunga.
Sedangkan dalam perbankan syariah mengenai penyaluran dana ini dikena dengan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yaitu penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan
uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.
3. Bidang Jasa
Produk – produk perbankan di bidang jasa terdiri dari : (1)Transfer (2)Jaminan
Bank/ Bank Garansi (3)Jasa – jasa di bidang devisa (4)Jasa – jasa lainnya.
Adapun yang merupakan jasa- jasa lain yang dapat dilakukan oleh bank umum
adalah :
- Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang
keuangan lain seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek,
asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan BI.
- Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
- Menjadi bank persepsi dalam rangka penerimaan pajak atau setoran – setoran
penerimaan negara/daerah lainnya.
- Memberikan bantuan administrasi kepada usaha nasabah, khususnya nasabah
golongan lemah atau koperasi.
F. STRATEGI PRODUK BANK
Dalam dunia perbankan strategi produk yang dilakukan adalah mengembangkan suatu
produk yaitu :
1. Penentuan Logo dan Moto
Logo merupakan serangkaian ciri khas suatu bank sedangkan moto merupakan
serangkaian kata – kata yang berisikan visi dan misi bank dalam melayani
masyarakat.
2. Menciptakan Merek
12

Karena jasa memiliki keanekaragaman, maka setiap jasa harus memiliki nama,
tujuannya agar mudah dikenal dan diingat pembeli. Nama merupakan salah satu
bentuk dari merek. Pengertian merek seringkali diartikan sebagai nama, istilah,
simbol, disain, atau kombinasi dari semuanya.
3. Menciptakan Kemasan
Kemasan merupakan pembungkus suatu produk. Dalam dunia perbankan kemasan
lebih diartikan kepada pemberian pelayanan atau jasa kepada para nasabah atau
bentuk tawaran produk yang dapat menarik perhatian para nasabah.
4. Keputusan Label
Label merupakan sesuatu yang dilekatkan pada produk yang ditawarkan dan
merupakan bagian dari kemasan.
Langkah – langkah atau proses pengembangan produk baru adalah pembangkit
gagasan, peyaringan gagasan, pengembangan dan pengujian konsep, strategi
pemasaran, analisis bisnis, pengembangan produk, pengujian pasar, dan
komersialisasi
G. KEUNTUNGAN DAN RISIKO BANK SYARIAH
1. Keuntungan bank
Tingkat keuntungan bersih yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh faktor
– faktor yang dapat dikendalikan dan faktor – faktor yang tidak dapat dikendalikan.
Faktor yang dapat dikendalikan dipengaruhi oleh manajemen segmentasi bisnis,
pengendalian pendapatan (tingkat bagi hasil, keuntungan atas transaksi jual beli,
pendapatan fee atas layanan yang diberikan) dan pengendalian biaya. Faktor yang
tidak dapat dikendalikan adalah faktor eksternal yang dapat memengaruhi kinerja
bank seperti kondisi ekonomi secara umum dan situasi persaingan di wilayah
operasinya. Untuk mengukur kinerja bank menggunakan dua rasio yaitu perbandingan
antara pendapatan bersih dengan rata – rata (ROA) dan perbandingan antara
pendapatan bersih dengan rata – rata modal atau investasi para pemilik bank (ROE).
Bagi bank syariah, sumber dana yang paling dominan bagi pembiayaan
asetnya adalah dana investasi, yang dapat dibedakan antara investasi jangka panjang
(permanen) dari para pemilik dan investasi jangka pendek (temporer) dari para
nasabah (rekening mudharabah). Hanya sebagian kecil saja yang merupakan
kewajiban kepada pihak ketiga, yaitu berupa dana – dana titipan (rekening wadhiah).
2. Risiko bank
Sebagai sebuah entitas bisnis, dalam kegiatan usahanya bank menghadapi
resiko-resiko yang memiliki potensi mendatangkan kerugian. Resiko ini tidaklah bisa
selalu dihindari tetapi harus dikelola dengan baik tanpa harus mengurangi hasil yang
harus dicapai. Resiko yang dikelola dengan tepat dapat memberikan manfaat kepada
Bank dalam menghasilkan laba. Agar manfaat tersebut dapat diraih maka para
pengambil keputusan harus mengerti tentang risiko dan pengelolaannya. Seperti juga
perbankan pada umumnya, maka bank syariah juga memerlukan prosedur dan tata
kelola yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukannya, yang
disebut sebagai manajemen resiko.
Berdasarkan keadaan dan lingkungan yang mempengaruhinya risiko bank syariah
meliputi :(1)Resiko yang bersifat sistemik (Systemic Risk), yakni resiko yang
diakibatkan oleh adanya kondisi atau situasi tertentu yang bersifat makro seperti
perubahan situasi politik, perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahan
kondisi dan situasi pasar, situasi krisis atau resesi yang akan berpengaruh terhadap
kondisi perekonomian secara umum. Dan (2)Risiko yang tidak sistemik (Unsystemic
13

Risk) yaitu resiko unik yang inheren atau melekat pada perusahaan atau industri.Dan
berdasarkan kegiatan usahanya maka resiko tersebut mencakup: (1)Resiko Kredit
(Credit Risk) bagi bank syariah Resiko Pembiayaan (Financing Risk) (2)Resiko Pasar
(Market Risk) (3)Resiko Likuiditas (Liquidity Risk) (4)Resiko Operasional
(Operational Risk) (5)Resiko Hukum (Legal Risk) (6)Resiko Reputasi (Reputation
Risk) (7)Resiko Strategis (Strategic Risk) (8)dan Resiko Kepatuhan (Compliance
Risk.

14

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berkembanngnya bank – bank syariah di negara – negara Islam berpengaruh
ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar
ekonomi islam mulai dilakukan. Bank syariah sebagai sebuah lembaga keuangan
mempunyai mekanisme dasar, yaitu menerima deposito dari pemilik modal
(depositor) dan mempunyai kewajiban (liability) untuk menawarkan pembiayaan
kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola dan skema pembiayaan yang sesuai
dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban, terdapat dua kategori utama, yaitu interestfee current and saving accounts dan investment accounts yang berdasarkan pada
prinsip PLS (Profit and Loss Sharing) antara pihak bank dengan pihak depositor;
sedangkan pada sisi aset, yang termasuk di dalamnya adalah segala bentuk pola
pembiayaan yang bebas riba dan sesuai prinsip atau standar syariah seperti
mudharabah, musyarakah, istisna, salam, dan laini-lain.
Berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi ke dalam enam
kelompok pola, yaitu :
a. Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah ;
b. Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan ;
c. Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah ;
d. Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna ;
e. Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
f. Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.
Adapun produknya meliputi penghimpunan dana, penyaluran dana dan jasa. Dan
perbankan syariahpun mempunyai strategi produk bank, keuntungan, dan risiko bank.

15

DAFTAR PUSTAKA
.Ali, Zainuddin, 2008. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta : Sinar Grafika
Syafi’i Antonio, Muhammad, 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik.Jakarta : Gema
Insani Press.
Mahendra, Sona, 2012. Skripsi Pelaksanaan Pembiayaan
Syariah.Program Studi Ekonomi Islam FIAI UII Yogyakarta.

Implan

Pada

Bank

Ascarya, 2007. Akad Dan Produk Bank Syariah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Suwikyo, Dwi, 2009. Kamus Lengkap Ekonomi Islam. Yogyakarta : Total Media.
Arifin, Zainul, 1999. Memahami Bank Syariah – Lingkup Peluang, Tantangan, dan Prospek.
Jakarta : AlvaBet.
Anshori,H. Abdul Ghofur, 2008. Tanya Jawab Perbankan Syariah. Yogyakarta : UII Press.
Rianto, M. Nur, 2010. Dasar – dasar Pemasaran Syariah.Bandung : Alfabeta.
Arifin, Zainul, 2005. Dasar- dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta : Alvabet.
http://khamim-ekonomiislam.blogspot.co.id/2011/04/risiko-bank-syariah.html.

16