Eksplorasi Fungi Perombak Serasahdi Bawah Tegakan Macaranga Indica dan Hibiscus Macrophyllus pada Areal Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser

4

TINJAUAN PUSTAKA

Serasah
Serasah dalam bahasa lnggris disebut sebagai litter. Serasah mempunyai arti
bahan yang sudah tidak terpakai lagi atau dianggap sudah tidak mempunyai
manfaat tetapi bukan sebagai limbah produksi dan wujud fisiknya bukan sebagai
zat cair melainkan zat padat. Serasah berdasarkan jenisnya terbagi menjadi dua
katagori yaitu serasah segar dan serasah kering. Serasah hijau yaitu serasah yang
masih dalam kondisi segar berwarna hijau dan banyak mengandung air (biomasa),
contohnya hasil pangkasan dedaunan, batang dan bagian-bagian tanaman yang
lain. Serasah kering yaitu serasah yang wujud fisiknya telah kering atau setengah
kering dan sudah tidak terjadi proses kehidupan, contohnya adalah daun, ranting
atau bagian

tanaman yang telah gugur atau mati (sampah pekarangan)

(Widiwurjani, 2010).
Daun merupakan sebagian besar dari serasah yang ada di lantai hutan,
bahkan 70% dari serasah yang ada di lantai hutan berupa daun sisanya ranting,

patahan cabang, batang dan lain sebagainya sehingga kecepatan terdekomposisi
serasah daun tanaman tersebut menjadi salah satu penentu fungi yang berperan
dalam proses dekomposisinya, dengan demikian serasah yang terdekomposisi
mampu memperbaiki siklus hara dalam tanah dan juga membantu menyuburkan
tanah . Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau fragmentasi
atau pemecahan struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan
bangkai (scavenger) terhadap hewan-hewan mati atau oleh hewan-hewan
herbivore terhadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati

Universitas Sumatera Utara

5

yang selanjutnya menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih
kecil (Nafia, 2009).
Hibiscus macrophyllus
Hibiscus macrophyllusmerupakan jenis pohon cepat tumbuh bernilai
komersial dari suku Malvaceae (Heyne,1987). Pembibitan dan penanaman
dilakukan secara tradisional, yaitu melalui pembiakan biji dalam bedeng berskala
kecil.Pemanfaatan kayunya oleh masyarakat setempat pada awalnya terbatas

sebagai bahan bangunan rumah, kemudian mengarah untuk mebel. Tinggi dapat
mencapai 28 m, tinggi batang bebas cabang 21 m, diameter 25-50 cm, dengan
tajuk bulat terbuka, tidak beraturan dan sedikit percabangan. Batang berbentuk
silindris lurus, warna abu-abu kecoklatan, licin atau beralur dangkal dan
berlentisel, kulit dalam berwarna coklat keunguan, batang pada pohon muda licin,
bercincin, warna abu-abu kekuningan. Ranting berbentuk silindris membesar,
terdapat lingkaranlingkaran cincin bekas tempat menempelnya daun penumpu,
ranting bagian ujung berbulu tebal coklat keemasan. Daun penumpu besar,
berbentuk tabung dengan ujung runcing, berukuran 5-10 cm x 1-2 cm,
membungkus kuncup daun, berbulu panjang coklat keemasan, daun penumpu
mudah gugur. Daun tunggal, kedudukan daun tersebar, helai daun besar, bentuk
bundar dengan ujung lancip, pangkal daun berbentuk jantung, helai daun
berukuran 15-35 cm, permukaan bawah daun berwarna keputih-putihan, berbulu
kasar, urat daun menjari tujuh tangkai daun silindris berbulu kasar, panjang 15-25
cm(Swestiani dan Sudomo, 2008).
Hibiscus macrophyllus termasuk salah satu jenis tanaman serbaguna dan
cepat tumbuh. Sebagai tanaman cepat tumbuh, terutama pada umur muda tentu

Universitas Sumatera Utara


6

memiliki banyak sifat inferior karena banyak mengandung kayu juvenil atau
kayumuda. Kualitas kayu dengan adanya kayu juvenil diduga lebih rendah
dibandingkan kualitas kayu dewasanya. Hingga saat ini, data dan informasi
mengenai kualitas kayu tersebut, terutama yang berhubungan dengan umur masih
sangat terbatas sehingga pemanfaatannya belum optimal(Basriet al., 2012).Namun
pada penelitian Diniyati dan Fauziah (2012) diketahui bahwa tanaman Hibiscus
macrophyllus dimanfaatkan sebagai salah satu jenis tanaman penyusun pada hutan
rakyat.
Macaranga indica
`

Macaranga indica (famili : Euphorbiaceae), sinonim M. flexuosa Wight,

M.adenantha Gagnepain, Trewia hernandifolia Roth, secara lokal dikenal sebagai
Burna, Malata, Bang Nuibothi di Marma. Spesies ini adalah pohon besar dengan
kayu lunak, ranting besar, keabu-abuan, ditandai dengan bekas luka daun, buahbuahan sangat kecil. Daun bulat telur bundar, acuminate, seluruh, luas peltate,
besar, tangkai daun yang panjang. Tanaman ini ditemukan dalam berbagai
perbukitan Bangladesh. Selain itu, tanaman ini ditemukan di India, Srilanka,

Bhutan, Myanmar dan Cina (Khatunet al., 2014).
Tanaman dengan karakteristik daun tunggal, daun muda berwarna kuning
dan daun tua berwarna hijau. Helaian daun membentuk hati, pangkal daun
menjantung sampai membundar ujung daun meruncing, batang berwarna cokelat ,
rimbun dan memiliki banyak ranting. Bunga dan buah banyak dijumpai dicabangcabang. Pohon dengan tinggi mencapai 20 m sering ditemui didalam hutan bekas
kebakaran, sepanjang jalan dihutan bekas campuran Dipterocarpaceae bekas
tebangan dan terkadang dihutan primer. Tanaman ini biasanya digunakan sebagai

Universitas Sumatera Utara

7

kayu bakar. Tanaman ini sering menjadi rumah bagi semut jenis semut
Crematogaster dari sub genus Decacrema karena Macaranga memiliki batang
yang berongga sehingga berfungsi sebagai ruang bersarang untuk semut.
Menyebar di hampir semua asia tenggara di daerah terbuka (Ardi, 2014).
Dekomposisi
Serasah yang jatuh akan mengalami dekomposisi yang melibatkan peran
mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Dekomposisi akan berjalan lebih cepat
jika terdapat penambahan mikroorganisme tersebut. Oleh karena itu, dengan

penambahan fungi pada serasah daun tersebut,diharapkan proses dekomposisi
akan lebih cepat. Dekomposisi merupakan proses perubahan secara fisik maupun
secara kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah, dan terkadang disebut
mineralisasi. Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang
dilakukan oleh serangga kecil terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati
menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi
yang dilakukan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan partikel-partikel
organik. Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer dibantu
oleh enzim yang dapat menguraikan bahan organik seperti protein, karbohidrat
dan lain-lain (Hanum dan Kuswytasari, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi serasah
Proses dekomposisi serasah meliputi perubahan fisik serasah, perubahan
kimiawi serasah, dan kandungan kimia serasah:
a. Perubahan fisik serasah
Proses dekomposisi ditandai oleh perubahan fisik serasah. Hal ini dapat
dilihat baik bentuk maupun bobotnya. Serasah mulai mengalami fragmentasi

Universitas Sumatera Utara

8


terutama setelah 30 hari. Lembaran-lembaran daun mulai berubah menjadi
potongan-potongan dan serpihan-serpihan dengan ukuran potongan semakin
mengecil dari waktu ke waktu, sehingga jumlah serpihan terus bertambah
(Anggrini et al., 2013).
b. Perubahan kimiawi serasah
Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi laju dekomposisi serasah
adalah kandungan kimia serasah. Faktor ini sering juga disebut sebagai kualitas
serasah yang terutama sekali berkaitan dengan kandungan unsur C dan N serta
rasio antara keduanya (C/N). Semakin tinggi rasio C/N dalam serasah, maka
semakin rendah kualitas serasah atau dengan kata lain, semakin sukar
terdekomposisi. Oleh karenanya, serasah dengan rasio C/N 40
disebut dengan serasah sukar terdekomposisi (Anggrini et al., 2013).
c. Kandungan kimia serasah
Serasah dari pepohonan dan tanaman, seperti dedaunan dan ranting,
memiliki komposisi selulosa sebesar 45% dari berat kering bahan. Sedangkan
hemiselulosa menempati 20-30% dan sisanya adalah lignin. Selulosa merupakan
polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar
selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Hemiselulosa
merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat molekul rendah.

Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi monomer
yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa. Lignin
merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit

Universitas Sumatera Utara

9

penilpropan yang berhubungan secara bersama oleh beberapa jenis ikatan yang
berbeda. Lignin sulit didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan
heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan
tanaman (Hanum dan Kuswytasari, 2014).
Fungi
Fungi adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati (eucariotic) biasanya
berbentuk

benang,

bercabang-cabang,


tidak

berklorofil,

dinding

selnya

mengandung kitin, selulosa atau keduanya. Fungi adalah organisme heterotrof
absobtif, dan membentuk beberapa macam spora. Bagian vegetatif pada fungi
umumnya berupa benang-benang halus memanjang, bersekat (septa) atau tidak
yang dinamakan dengan hifa. Kumpulan benang-benang hifa tersebut dinamakan
dengan miselium. Miselium dapat dibedakan menjadi dua tipe pokok, yang
pertama mempunyai hifa senositik yaitu hifa yang mempunyai banyak inti dan
tidak mempunyai sekat melintang, jadi hifa berbentuk tabung halus yang
mengandung protoplas dengan banyak inti. Pembelahan intinya tidak diikuti oleh
pembelahan sel dan yang kedua mempunyai satu inti (Semangun, 1996).
Fungi berbentuk uniseluler, tetapi umumnya berbentuk filamen atau serat
yang disebut hifa atau miselia. Beberapa jenis dapat membentuk tubuh-buah, yaitu
kumpulan massa hifa menyerupai jaringan (jaringan semu) tidak berklorofil,

karena hidupnya saprofitik namun beberapa parasitik, hidup bebas atau
bersimbiosa dengan jasad lain. Hidup tersebar secara luas namun terkadang
kosmopolitan baik diudara, didalam tanah, didalam air dan pada bahan lainnya
(Suriawiria, 1996).

Universitas Sumatera Utara

10

Menurut Sumarsih (2003) secara umum berdasarkan sifat hubungan antara
fungi dengan tanaman, maka fungi tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Parasitik, yaitu: yaitu fungi tanah yang sebagian atau seluruh hidupnya dapat
menyebabkan penyakit pada akar tanaman, seperti penyakit bercak akar kapas.
2. Saprophitik, yaitu: fungi tanah yang semasa hidupnya mendapatkan makanan
(energi) dari dekomposisi bahan organik tanah. Fungi kelompok ini tidak
menyebabkan penyakit pada akar tanaman.
3. Simbiotik, yaitu: fungi tanah yang semasa hidupnya berada pada akar-akar
tanaman dan hubungannya dengan akar tanaman membentuk hubungan yang
saling menguntungkan.
Fungi meliputi kelompok mikroorganisme heterotrofik yang tidak

mengandung klorofil, tetapi secara historis disamakan dengan tumbuhan karena
banyak kesamaan sifat keduanya. Fungi mirip tumbuhan tingkat rendah yaitu
mempunyai dinding sel yang jelas dan berkembang biak. Fungi tidak membentuk
akar batang dan daun seperti yang dibentuk oleh tumbuhan tingkat tinggi.
Perbedaan lain ditunjukkan oleh tidak terbentuknya sistem pembuluh yang
kompleks dan cadangan karbohidratnya yang berupa glikogen. Tubuh fungi
biasanya terdiri dari atas benang-benang dan berinti banyak yakni inti selnya jelas.
Struktur somatiknya hampir tidak mengalami diferensiasi. Fungi mempunyai
bentuk pertumbuhan yang sama hanya dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifat
molekulernya. Benang-benang yang disebut hifa yakni penyusun tubuh fungi
tumbuh melalui perpanjangan pada bagian ujungnya. Fungi merupakan
mikroorganisme heterotrof sehingga tidak menyerap CO2. Untuk itu fungi
mengeluarkan enzim-enzim pencernaran pada lingkungan sekitar. Sebagian jenis

Universitas Sumatera Utara

11

fungi adalah saproba yang memperoleh makanan dari bahan organik mati sedang
yang lain hidup sebagai parasit bagi tumbuhan (Widyastutiet al., 2005).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fungi
Menurut Gandjar et al. (2006), pada umumnya fungi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yakni sebagai berikut.
1. Substrat
Substrat merupakan sumber nutrien bagi fungi. Nutrien-nutrien baru dapat
dimanfaatkan sesudah fungi mengeksresi enzim-enzim ekstraseluler yang dapat
mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana.
2. Kelembapan
Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Pada umumnya fungi
tingkat rendah Rhizopus dan Mucormemerlukan lingkungan dengan kelembapan
nisbi 90%. Sedangkan kapang Aspergillus, Penicillium, Fusarium dan banyak
Hyphomycetes dapat hidup pada kelembapan nisbi yang rendah.
3. Suhu
Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan, fungi
dapat dikelompokkan sebagai fungi psikrofil, mesofil, dan termofil. Mengetahui
kisaran suhu pertumbuhan suatu fungi adalah sangat penting.
4. Derajat Keasaman Lingkungan (pH)
pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim
tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH
tertentu. Umumnya fungi menyenangi pH dibawah 7.0. Jenis-jenis khamir tertentu
bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah, yaitu pH 4,5- 5,5.

Universitas Sumatera Utara

12

Fungi Perombak Serasah
Mikroba perombak bahan organik adalah kelompok mikroba yangberperan
mempercepat proses perombakan (dekomposisi) bahan organikyang umumnya
terdiri atas senyawa selulosa dan lignin yang dikenal dengan nama lignoselulosa.
Dalam proses perombakan bahan organik, mikroba yang berperan sebagai
perombak dapat berasal dari kelompok bakteri, cendawan dan aktinomisetes yang
akan bekerja secara sinergis dalam menghasilkan produk akhir berupa humus
yang stabil (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain). Mikroba dari kelompok cendawan
mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam merombak bahan organik
dibandingkan dengan kelompok bakteri dan aktinomisetes. Kelompok bakteri atau
cendawan yang berperan dalam merombak selulosa lebih dikenal dengan nama
mikroba selulolitik dan ligninolitik untuk kelompok bakteri atau cendawan yang
memiliki

kemampuan

danberperan

dalam

merombak

lignoselulosa

(Rosmimik dan Erny, 2007).
Fungi

memilikiperan

yang

pentingsebagaidekomposerdalam

dekomposisiserasahuntuksiklusnutriendanpembentukan

proses

humus

Kemampuan

tanah.
fungi

dalammendegradasisenyawalignoselulosapadaserasahdisebabkanolehadanya
sistem

enzimekstraseluler,

sehinggadapatmerombaklignoselulosamenjadisenyawa-senyawa

yang

lebihsederhana.Fungi padaserasah daun umumnya bersifat saprofit dan berperan
sebagai pengurai bahan organik. Keberadaan fungi tersebut berperan besar dalam
menjaga kelangsungan daur berbagai materi khususnya daur karbon, nitrogen, dan
fosfor(Ilyas, 2007).

Universitas Sumatera Utara

13

Fungi banyak berperan dalam proses dekomposisi serasah karena memilki
kemampuan untuk menghasilkan enzim selulase yang berguna dalam penguraian
serasah. Menurut Alexander (1977), genus Aspergillus, Penicillium, dan beberapa
genus lainnya

seperti

Trichoderma, Pseudomonas, Phanerochaeta, dan

Thermospora merupakan kapang perombak bahan organik yang mengurai sisasisa tanaman khususnya yang mengandung hemiselulosa, selulosa, dan lignin.
Sisa-sisa pohon di hutan merupakan sumber bahan makanan yang berlimpah bagi
fungi. Fungi tertentu mempunyai peranan dalam perombakan lignin.
Hasil penelitian Handayani (2014) menemukan 9 jenis Fungi perombak
serasah yang berperan penting didalam mendekomposisi serasah daun Rasamala
(Altingia excelsa) dan serasah daun Pinus (Pinus merkusii). Fungi tersebut yakni
Trichoderma sp.1, Aspergillus sp.1, dan Aspergillus sp.2, Aspergillus sp.3,
Aspergillus sp.4, Mucor sp,Penicillium sp.1, Penicillium sp.2, Rhizopus sp.1 dan
Trichoderma sp.1
Selain pada tanaman daerah teresterial, fungi juga diketahui terdapat pada
lahan mangrove dan ikut berperan didalam mendekomposisi serasah daun
mangrove. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Kurniawan (2012) yang
menemukan 22 jenis fungi yang merombak serasah daun Avicennia marinadan
mempengaruhi laju dekomposisi serasah pada berbagai salinitas di kawasan
tersebut. Jenis fungi tersebut yakni, Aspergillus sp. 1, Aspergillus sp.2,
Aspergillus sp.3, Aspergillus sp.4, Arthrinium phaeospermum, Trichoderma sp. 1.
Mucor plumbeus, Penicillium sp. 1 dan Penicillium sp.2 dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

14

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ditetapkan
berdasarkan pengumuman Menteri pertanian No 811/kpts/UM/1980 tanggal 6
Maret 1980 seluas 792.675 Ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No. 276/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 tentang Penunjukan Taman Nasional
Gunung Leuser luas kawasan TNGL bertambah menjadi 1.094.692 Ha, yang
terdiri dari Suaka Margasatwa Gunung Leuser seluas 416.500 Ha, Suaka
Margasatwa Kluet seluas 20.000 Ha, Suaka Margasatwa Langkat Barat seluas
51.000 Ha, Suaka Margasatwa Langkat Selatan seluas 82.985 Ha, Suaka
Margasatwa Sekunder seluas 79.500 Ha, Suaka Margasatwa Kappi seluas 142.800
Ha, Taman Wisata Lawe Gurah seluas 9.200 Ha, Hutan Lindung dan Hutan
Produksi Terbatas seluas 292.707 Ha (YOSL-OIC, 2011).
Kegiatan restorasi hutan yang dilaksanakan YOSL-OIC mencakup kawasan
seluas sekitar 500 Ha di Resort Sei Betung. Taman Nasional Gunung Leuser
secara administratif termasuk dalam Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat
Sumatera Utara. Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengembalikan ekosistem
hutan asli yang telah hilang akibat perambahan kawasan untuk dijadikan
perkebunan sawit oleh dua perusahaan pada tahun 1990an. Fokus utama kegiatan
restorasi

ini

adalah mempercepat terbentuknya

struktur tegakan hutan

(Hadisiswoyoet al ., 2014).

Universitas Sumatera Utara