Analisis Finansial Dan Strategi Pengembangan Usahatani Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Chapter III VI

21

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling (sampling
dengan maksud tertentu), yaitu pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian
pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar
representatif (Sugiarto, 2001).
Tabel 3.1.Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Tanaman Bawang
MerahKabupaten Samosir Tahun 2013
No
Kecamatan
Luas Panen
Produksi
Produktifitas
(Ha)
(Ton)
(Ton/Ha)
1

Sianjur Mulamula
30
200
6,68
2

Harian

7

47

6,66

3

Sitiotio

14


93

6,65

4

Onanrunggu

18

119

6,63

5

Nainggolan

9


59

6,61

6

Palipi

18

120

6,68

7

Ronggurnihuta

-


-

-

8

Pangururan

7

46

6,62

9

Simanindo

64


428

6,69

167

1.114

6,67

Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Daerah penelitian dipilih secara sengaja yaitu Kecamatan Simanindo dengan
pertimbangan bahwa kecamatan ini merupakan daerah produksi bawang merah
dengan luas panen terbesar untuk komoditi bawang merah yaitu sebesar 428
tondari total produksi tanaman bawang merah di Kabupaten Samosir. Selain itu,

Universitas Sumatera Utara


22

data luas panen, produksi, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten Samosir
tahun 2005-2013 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2.Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Bawang Merah
Kabupaten Samosir Tahun 2005-2013
Tahun
Luas Panen
Produksi
Produktifitas
(Ha)
(Ton)
(Ton/Ha)
2013
167
1114
6,67
2012

211


1316

6,37

2011

217

1358

6,26

2010

419

2420

5,77


2009

292

1692

5,79

2008

222

1261

5,68

2007

168


969

5,76

2006

167

172

1,03

2005

145

1069

7,37


Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014
3.2.Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani bawang merah di Kecamatan
Simanindo yang di wakili oleh 3 desa yang dipilih secara purposive dengan alasan
bahwa desa tersebut memiliki luas panen terbesar. Pengambilan populasi petani
bawang merah dilakukan dengan metode sampel acak sederhana (simple random
sampling) dimana setiap elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk dipilih sebagai sampel serta tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi.
Dari hasil pra survey yang dilakukan peneliti, diperoleh data desa-desa tersebut
yaitu Desa Cinta Damai dengan 75 KK, Desa Simanindo Sangkal dengan 130 KK,

Universitas Sumatera Utara

23

Desa Simanindo dengan 80 KK. Untuk mendapatkan jumlah sampel yang dapat
menggambarkan populasi maka dalam penentuan sampel penelitian ini digunakan
metode Slovin (1967) dalam Sevilla (1993) sebagai berikut:


Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi
e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan(%)
Dengan taraf keyakinan 90 % atau tingkat ketidaktelitian sebesar 10 % , maka
denagn menggunakan rumus di atas diperoleh sampel:

untuk menentukan banyaknya sampel petani bawang merah yang akan di teliti
dari setiap desa dapat ditentukan dengan perhitungan berikut :
Desa Simanindo Sangkal

=

Desa Simanindo

=

Desa Cinta Damai

=

Jumlah

= 74 orang

3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petanidengan wawancara
dan bantuan kuesioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari lembaga serta

Universitas Sumatera Utara

24

instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Badan
Penyuluh Pertanian Kecamatan Simanindo, serta instansi lain yang terkait dengan
penelitian.
3.4. Metode Analisis Data
Metode penelitian menurut Supriana (2016) adalah cara-cara melakukan
penelitian dengan menggambarkan serta menginterpretasi suatu objek berdasarkan
fakta secara ilmiah. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan,
disusun, dijelaskan, dan dianalisis agar dapat ditarik kesimpulan untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti. Adapun
tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Tahap pertama
Tahap pertama yang dilakukan adalah menyiapkan kuesioner. Kuesioner menurut
Hendri (2009) merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh periset
untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses
komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang terdapat dalam
kuesioner bertujuan untuk menjawab masalah yang dihadapi petani dalam
usahatani bawang merah di daerah penelitian.
b. Tahap kedua
Sebelum melakukan penelitian, dilakukan terlebih dahulu pra survey ke daerah
penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi dan sampel yang
akan diteliti sehingga dapat mempersiapkan jumlah kuisioner yang dibutuhkan.
Tujuan lain adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran umum daerah
penelitian dan lembaga pemerintah yang mungkin dapat membantu peneliti dalam
melakukan penelitian.

Universitas Sumatera Utara

25

c. Tahap ketiga
Tahap ketiga yaitu dengan melakukan pengumpulan data melalui kuesioner.
Kuesioner yang telah disiapkan dibagikan oleh peneliti kepada calon responden
secara pribadi atau melalui bantuan penyuluh.
d. Tahap keempat
Setelah pengumpulan data, maka data tersebut ditabulasi berdasarkan variabelnya.
e. Tahap kelima
Tahap akhir dalam melakukan penelitian adalah dengan membuat analisis sesuai
dengan tujuan penelitian.
Untuk tujuan 1, yaitu untuk menganalisis Ketersediaan input usahatani bawang
merah di daerah penelitian digunakan metode deskriptif.
Untuk tujuan 2, yaitu untuk mengetahui besarnya harga rata-rata input, harga
output, biaya produksi, penerimaan dan pendapatan petani bawang merah
perhektar dan perpetani.
Menurut Kasim(2004) untuk menghitung biaya usahatani di daerah penelitian
dianalisis menggunakan rumus:
1. Biaya
TC = FC + VC

Keterangan :
TC = Total biaya usahatani dalam periode usahatani (Rp)
FC

= Besarnya biaya yang berupa biaya tetap (Rp)

VC = Besarnya biaya yang berupa biaya variabel (Rp)
2. Penerimaan

Universitas Sumatera Utara

26

Penerimaan usahatani bawang merah adalah hasil perkalian antara jumlah
keseluruhan hasil fisik yang diperoleh dikalikan dengan harganya masing-masing.
Secara umum untuk menghitung penerimaan usahatani bawang merah dengan
menggunakan rumus (Soekartawi, 1995):
TR = Y . Py

Keterangan :
TR = Total penerimaan (Rp)
Y

= Jumlah produksi (Kg)

Py

= Harga per satuan produksi (Rp/Kg)

3. Pendapatan
Pendapatan usahatani bawang merah merupakan selisih antara penerimaan dengan
biaya yang dikeluarkan oleh petani bawang selama satu musim tanam. Secara
umum untuk menghitung pendapatan dianalisis menggunakan rumus (Soekartawi,
2001):

Pd = TR - TC

Keterangan :
Pd

= Pendapatan usahatani (Rp)

TR = Total penerimaan (Rp)
TC = Total biaya (Rp)
Untuk tujuan 3, yaitu mengetahui kelayakan finansial usahatani bawang merah
di daerah penelitian.Metode yang digunakan yaitu dengan analisis R/C dan B/C
Ratio.

Universitas Sumatera Utara

27

1. Analisis R/C Ratio
R/C (Revenue Cost Ratio) adalah pembagian antara penerimaan usaha dengan
biaya dari usaha tersebut. Analisa ini digunakan untuk melihat perbandingan total
penerimaan dengan total biaya usaha. Jika nilai R/C diatas satu rupiah yang
dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga penerimaan lebih dari satu
rupiah. Secara sistematis R/C ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:

R/C Rasio =

otal enerimaan en ualan
otal ia a

Analisis ini digunakan untuk melihat keuntungan dan kelayakan dari usahatani.
Usaha tersebut dikatakan menguntungkan jika nilai R/C ratio lebih besar dari satu
(R/C > 1). Hal ini menunjukkan bahwa setiap nilai rupiah yang dikeluarkan dalam
produksi akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan yang diperoleh
(Harmono dan Andoko, 2005).
2. Analisis BEP (Break Even Point)
Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana produksi dalam suatu
usahatani bawang merah tidak ada untung tidak ada rugi, impas antara biaya yang
dikeluarkan usahatani bawang merah dengan pendapatan yang diterima.

BEP Produksi =

��


Keterangan :
TC

= Total Cost/ Biaya Total (Rp)

P

= Harga Jual (Rp/Kg)

Universitas Sumatera Utara

28

BEP Harga (Rp/Kg) =

��


Keterangan :
TC

= Total Cost / Biaya Total (Rp)

Y

= Produksi Total (Kg)

Kriteria uji adalah sebagai berikut :
- Jika produksi (Kg) > BEP produksi (Kg), maka usahatani bawang merah layak
untuk diusahakan
- Jika harga (Rp/Kg) > BEP harga (Rp/Kg), maka usahatani bawang merah layak
untuk diusahakan
Untuk tujuan 4, yaituuntuk mengetahui apa program-program pengembangan
usahatanibawang merah yang dapat direkomendasikan di daerah penelitian,diuji
dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas
bagaimana faktor internal usaha yaitu kekuatan dan kelemahan dalam menghadapi
faktor eksternal usaha yaitu peluang dan ancaman. Berdasarkan hal tersebut, akan
dapat dilihat bagaimana strategi pengembanganusahatani bawang merah (Allium
ascalonicum) di daerah penelitian. Matriks ini menghasilkan empat sel
kemungkinan alternatif strategis.
Adapun langkah-langkah dalam pembuatan matriks SWOT adalah:
1. Terlebih dahulu dilakukan pen/gumpulan data faktor strategis internal dan
faktor strategis eksternal. Dengan pertimbangan:
a. Faktor internal, yaitu faktor yang dapat dikendalikan petani.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh petani.

Universitas Sumatera Utara

29

2. Setelah diklasifikasikan faktor-faktor internal dan eksternalnya, kemudian
disusun kuisioner untuk menentukan rating setiap faktor. Skor tersebut
menentukan apakah faktor tersebut masuk ke dalam faktor internal menjadi
kekuatan dan kelemahan atau faktor eksternal menjadi peluang dan ancaman.
Faktor dibagi menjadi 4 kategori yaitu 1 dan 2 nilai rendah dan 3 dan 4 nilai
tinggi. Pada faktor internal: 1 dan 2 = kelemahan, 3 dan 4 = kekuatan, sedangkan
pada faktor eksternal: 1 dan 2 = ancaman dan 3 dan 4 = peluang.
Setelah diperoleh rating setiap faktor, kemudian dilakukan pembobotan dalam tiap
faktor. Pembobotan ini dilakukan untuk dengan cara teknik komparasi
berpasangan (pairwise comparison) dengan memakai pembobotan yang dilakukan
oleh Saaty (1991) pada model AHP (Analytical Hierarchy process) yang
membandingkan faktor yang satu dengan faktor yang lainnya dalam satu tingkat
hierarki berpasangan sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing
faktor.Nilai dari msing-masing faktor tidak lepas dari skala banding berpasangan
yang dikemukakan oleh Saaty (1991) dengan tingkat perbandingan:
Tabel 3.3. Skala Banding Secara Berpasangan (Pairwise Comparison)
kepentingan
Defenisi
Penjelasan
1
Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh
yang sama besar terhadap tujuan
3
Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit
penting daripada elemen yang menyokong satu elemen dibanding
lain
elemen lainnya
5
Elemen yang satu lebih penting Pengalaman dan penilaian dengan
daripada elemen yang lain
kuat menyokong satu elemen
dibanding elemen lainnya
7

Satu elemen jelas lebih penting Satu elemen yang kuat disokong
daripada elemen yang lain
dan dominan terlihat dalam
kenyataan

Universitas Sumatera Utara

30

9

2, 4, 6, 8

Satu elemen mutlak lebih Bukti yang mendukung elemen
penting daripada elemen yang yang satu terhadap elemen lain
lain
memiliki
tingkat
penegasan
tertinggi menguatkan
Nilai-nilai di antara dua Nilai ini diberikan bila ada dua
pertimbangan yang berdekatan komponen diantara dua pilihan

kebalikan

Jika
untuk
aktifitas
i
mendapakan satu angka bila
dibandingkan dengan aktifitas j,
maka j menpunyai nilai
kebalikannya
bila
j
dibandingkan dengan i.
Sumber : Saaty, 1991
5. Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing faktor dari tiap responden
dengan memakai teknik pembobotan yang dilakukan oleh Saaty (1991),
kemudian dibuat matrik penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot
dari tiap faktor.
Tabel 3.4. Penilaian Bobot Faktor Strategi
Faktor
A
B
C
Strategis
A
1
B

D

……

Bobot

1

C
D
......

1
1
1

Total
Sumber: Kinnear dan Tailor, 1991
5. setelah diperoleh penilaian tiap faktor dari seluruh responden, kemudian dicari
rata-rata perbandingan dari seluruh responden yang disebut dengan rata-rata
geometris. Nilai dan rata-rata geometris dicari dengan menggunakan rumus :

Universitas Sumatera Utara

31

Keterangan :
X1 = Nilai untuk responden 1
X2 = Nilai untuk responden 2
X3 = Nilai untuk responden 3
Xn = Nilai untuk responden n



6. Setelah di ketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut di
normalisasi untuk mendapatkan nilai dari masing-masing fakor strategis. Nilai
inilah yang akan menjadi bobot faktor-faktor strategis.
7. Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara
mengalikan rating dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap faktor.
Nilai dari skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui bagaimana reaksi
perusahaan terhadap faktor strategis eksternal dan faktor strategis internalnya.
Dan disajikan dalam matriks internal factor evaluation (IFE) dan matriks (EFE).
Tabel 3.5. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
Faktor Strategi
Rating
Bobot
Skor = Rating x bobot
Internal
A. Kekuatan
1.
2.
........
Jumlah (A)
A. Kelemahan
1.
2.
........
Jumlah (A)
Total (A+B)

1,0

Universitas Sumatera Utara

32

Tabel 3.6. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)
Faktor Strategi
Rating
Bobot
Skor = Rating x bobot
Internal
A. Peluang
1.
2.
........
Jumlah (A)
B. Ancaman
1.
2.
........
Jumlah (B)
Total (A+B)

1,0

Sumber: David, 2006
8. Hasil dari matriks IFE dan EFE akan digabungkan ke dalam matriks IE.
Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total nilai matriks IFE pada
sumbu-x dan total nilai matriks EFE pada sumbu-y. matriks IE digunakan untuk
memposisikan perusahaan ke dalam matriks yang terdiri atas Sembilan sel, yaitu:
I,II,IV yang merupakan daerah pertumbuhan. Strategis intensif seperti market
penetration, market development

dan product development atau terintegrasi

seperti backward integration, forward integration dan horizontal integration
sangat tepat dgunakan pada daerah ini. Sel III, V VII merupakan daerah bertahan,
dimana penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang sangat
umum dikembangkan, sedangkan sel VI, VII, XI dapat menggunakan strategi
harvest atau divestiture.
9. Setelah diketahui posisi perusahaan dalam matriks IE, akhirnya dilakukan
analisis matriks SWOT berdasarkan posisi tersebut. Matriks SWOT merupakan

Universitas Sumatera Utara

33

alat yang digunakan untuk mencocokkan faktor-faktor kunci internal dan
eksternal.
Terdapat delapan langkah yang digunakan dalam penyusunan matriks SWOT
yaitu :
a. Menentukan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan,
b. Menetukan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan,
c. Menetukan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan,
d. Menetukan faktor-faktor kelemahan internal perusahaan,
e. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat
hasilnya (strategi S-O),
f. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat
hasilnya (strategi W-O),
g. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat
hasilnya (strategi S-T),
h. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat
hasilnya (strategi W-T).

Universitas Sumatera Utara

34

Diagram SWOT

Gambar 3.1 Diagram Swot
matriks SWOT yang dibuat akan menggambarkan bagaimana peluang dan
ancaman digabungkan dengan kekuatan dan kelemahan pada usahatani bawang
merah, sehingga akan menghasilkan suatu rumusan strategi pengembangan
usahatani bawang merah. Rumusan strategi ini akan menghasilkan empat
alternative strategi, yaitu strategi kekuatan dan ancaman (strategi S-O), kelemahan
dan peluang (strategi W-O), kekuatan dan ancaman (strategi S-T), serta strategi
kelemahan dan ancaman (strategi W-T).

Universitas Sumatera Utara

35

3.5. Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini maka
dibuat definisi batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1. Definisi
1.

Usahatani bawang merah adalah kegiatan yang dilakukan petani dengan
bawang merah sebagai komoditasnya.

2.

Petani adalah orang yang secara aktif melakukan usahatani.

3.

Petani bawang merah adalah petani yang mengusahakan bawang merah baik
secara komersial maupun sebagai sampingan.

4.

Penerimaan adalah total produksi bawang merah yang di hasilkan selama
masa produksi.

5.

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usahatani bawang merah
dengan total biaya produksi.

6.

Strategi pengembangan dalam rangka peningkatan usaha tani bawang merah
adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan produksi bawang merah
untuk mencapai tujuan peningkatan pendapatan.

7.

Biaya produksi adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh petani bawang
merah selama proses produksi berlangsung.

8.

Faktor internal adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu kondisi yang
ada, dimana hal tersebut berasal dari kondisi itu sendiri.

9.

Faktor eksternal adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu kondisi
yang ada, dimana hal tersebut berasal dari luar kondisi yang ada.

10.

Harga jual adalah harga yang diterima petani saat menjual komoditas
bawang merah.

Universitas Sumatera Utara

36

11.

Keuntungan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya, dapat berupa
keuntungan normal, keuntungan super normal, atau keuntungan monopoli.

12.

Konsumen adalah orang yang memakai atau membeli barang hasil produksi
bawang merah.

13.

Produsen adalah orang yang menjual barang hasil produksi, dapat berjumlah
satu, beberapa, atau banyak.

3.5.2. Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan di kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Provinsi
Sumatera Utara.
2. Sampel penelitian adalah petani bawang merah.
3. Penelitian dilakukan pada tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

37

BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1.Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Simanindo, Desa Simanindo Sangkal, serta Desa
Cinta Damai di Kecamatan Simanindo
4.1.1.Letak dan Geografis
Kecamatan Simanindo merupakan kecamatan tertinggi penghasil bawang merah
di Kabupaten Samosir. Kecamatan Simanindo terletak di antara 20 32’ - 20 45’
Lintang Utara dan di antara 980 44’ - 980 50’ Bujur Timur dengan luas wilayah
daratan adalah sebesar 198,20 km2.Luas wilayah Kecamatan Simanindo hanya
sebesar 13,72 persen dari total luas seluruh Kabupaten Samosir.Batas-batas
wilayah desa ini adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara

: Kecamatan Pangururan & Kecamatan Ronggur Nihuta

2. Sebelah selatan

:Danau Toba

3. Sebelah timur

:Danau Toba

4. Sebelah barat

:Kec. Onan Runggu, Kec. Palipi dan Danau Toba

Tabel 4.1 berikut ini akan menjelaskan topografi wilayah Kecamatan Simanindo,
topografi

wilayahnya

pada

umumnyaberupa

hamparan

daratan

dengan

ketinggianantara 1539 – 1630 meter di ataspermukaan laut. Struktur tanahnya
labil danberada pada jalur gempa tektonik danvulkanik.

Universitas Sumatera Utara

38

Tabel 4.1.Topografi Wilayah Kecamatan Simanindo
Uraian
Satuan
2015
Luas
Daratan
Km2
Ketinggian
m dpl
Desa Bukan Pesisir
desa
Desa di Puncak
desa
Desa di Lereng
desa
Desa di Lembah
desa
Desa di Hamparan
desa
Sumber: Simanindo Dalam Angka, 2015

198,20
1539-1630
21
0
0
0
21

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat kita ketahui bahwa tidak satu pun desa di
KecamatanSimanindo memiliki topografi berupa puncak,lereng atau lembah.
Keseluruhan desaterletak pada wilayah hamparan daratan.
4.1.2.Keadaan Penduduk
Penduduk Kecamatan Simanindo hinggatahun 2014 diperkirakan mencapai
20.069 jiwadengan rata-rata jumlah anggota rumahtanggaper rumahtangga
(average of household size)sebesar 4 jiwa per rumahtangga dan rasio jeniskelamin
(sex ratio) 98,31 yangberarti bahwadalam setiap 100 jiwa penduduk
perempuanterdapat 98 jiwa penduduk laki-laki.
4.1.2.1. Jumlah Penduduk Menurut Desa
Tingkat kepadatan penduduk selamaperiode tahun 2012 - 2014 cenderung
samayaitu sebesar 101 jiwa/km2 yang artinya bahwapada tahun 2014, setiap 1
km2 wilayah daratanKecamatan Simanindo ditempati olehpenduduk rata-rata
sekitar101 jiwa.
4.1.2.2. Sarana dan Prasana
Perkembangan dan kemajuan masyarakat sangat dipengaruhi oleh sarana dan
prasarana. Apabila semakin baik sarana dan prasarana maka laju pembangunaan
akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari sistem

Universitas Sumatera Utara

39

perhubungan yaitu sarana transportasi yang tersedia. Berikut ini tabel yang berisi
keterangan mengenai kondisi jalan dan transportasi di Desa Cinta Dame,Desa
Simanindo, serta Desa Simanindo sangkal.
Tabel 4.2.Panjang Jalan Menurut Jenisnya (Km)di Desa Cinta Dame,Desa
Simanindo, serta Desa Simanindo SangkalDiKecamatan Simanindo,
Kabupaten Samosir
Jenis Jalan
Desa
Aspal
Diperkeras Jalan Jalan
Jumlah/
Tanah Setapak Total
Cinta Damai
7,0
4,0
1,0
1
13
Simanindo
3,0
4,0
2,0
1,5
10,5
Simanindo
2,5
2,5
5
2
12
Sangkal
Sumber : Samosir Dalam Angka, 2015
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa jenis jalan aspal merupakanjenis jalan
terpanjang dibanding jenis jalan lainyaitu di Desa Cinta Dame sepanjang 7 Km
dari total 13 Km dan Desa Simanindo jalan aspal sepanjang 3 Km serta Desa
Simanindo Sangkal 2,5 Km.
Tabel 4.3.Sarana Transportasi di Kecamatan Simanindo,Kabupaten Samosir

Jenis Sarana Angkutan
Desa
Kapal Bus Oplet
Cinta Damai
3
1
8
Simanindo
4
2
5
Simanindo
0
3
3
sangkal
Sumber : Samosir Dalam Angka, 2015

Pickup
19
10
12

Truk
2
3
1

Becak
2
6
3

Jumlah
35
30
22

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sarana transportasi yang tersedia
digunakan yaitu kapal, bus, oplet, pickup, truk dan becak.
4.2.Karakteristik Sampel
Karakteristik sampel dalam penelitian ini keadaan sosial ekonomi yang terdiri dari
usia, tingkat pendidikan, lama berusahatani bawang merah dan status kepemilikan
lahan dapat diuraikan sebagai berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

40

4.2.1. Usia
Berikut ini merupakan tabel berisi keadaan usia petani bawang merah di Desa
Cinta Damai, Simanindo dan Simanindo Sangkal.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa umur petani sampel berada antara 27 hingga 66tahun ke atas.
Tabel 4.4. Jumlah Petani Sampel Menurut Usia Produktif
No
1
2

Kelompok Usia (Tahun)
Produktif (17-64)
Non-Produktif (64)
Total
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016

Jumlah(Org) Persentase (%)
72
97,2
2
2,6
74
100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa petani bawang merah yang
berusia produktif (17-64 tahun) sebanyak 72orangdengan persentase sebesar
97,2% hal ini menunujukkan bahwa petani sampel terdiri dari masyarakat yang
berada pada usia produktif serta telah memiliki kematangan dan pengalaman
dalam bertani serta mengelola usahatani bawang merah.
4.2.2. Tingkat Pendidikan
Desa Cinta Damai
Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh petani juga berpengaruh terhadap pola
pikir dan penguasaan teknologi (Widyananto, 2010). Di Desa Cinta Dame tingkat
pendidikan petani yang ditempuh beragam yaitu mulai dari Sekolah Dasar (SD)
hingga SMA. Namun tingkat pendidikan yang ditempuh paling banyak petani
sampel adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar42,3%.Berikut ini
merupakan tabel tingkat pendidikan petani bawang merah Desa Cinta Dame:

Universitas Sumatera Utara

41

Tabel 4.5. Tingkat Pendidikan Petani Bawang Merah di Desa Cinta Dame,
Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Org) Persentase (%)
1
Sekolah Dasar (SD)
7
26,9
2
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
11
42,3
3
Sekolah Menengah Atas (SMA)
8
30,8
Total
26
100
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016
Desa Simanindo
Di Desa Simanindo tingkat pendidikan petani yang ditempuh beragam yaitu mulai
dari Sekolah Dasar (SD) hingga SMA. Namun tingkat pendidikan yang ditempuh
paling banyak petani sampel adalah SekolahDasar sebesar45,4%. Berikut ini
merupakan tabel tingkat pendidikan petani bawang merah Desa Simanindo:
Tabel 4.6. Tingkat Pendidikan Petani Bawang Merah di Desa Simanindo,
Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Org)
1
Sekolah Dasar (SD)
10
2
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
9
3
Sekolah Menengah Atas (SMA)
3
Total
22
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016

Persentase (%)
45,4
40,9
13,7
100

Desa Simanindo Sangkal
Di Desa Simanindo Sangkal tingkat pendidikan petani yang ditempuh beragam
yaitu mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga SMA. Namun tingkat pendidikan
yang ditempuh paling banyak petani sampel adalah Sekolah Menengah Pertama
(SMP) sebesar61,5%. Berikut ini merupakan tabel tingkat pendidikan petani
bawang merah Desa Simanindo Sangkal:

Universitas Sumatera Utara

42

Tabel 4.7. Tingkat Pendidikan Petani Bawang Merah di Desa Simanindo
Sangkal, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Org)
1
Sekolah Dasar (SD)
5
2
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
16
3
Sekolah Menengah Atas (SMA)
5
Total
26
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016

Persentase (%)
19,25
61,5
19,25
100

4.2.3. Pengalaman Berusahatani
Berikut ini merupakan tabel pengalaman berusahatani petani bawang merah, yaitu
sebagai berikut:
Tabel 4.8. Pengalaman Berusahatani Petani Bawang Merah di Daerah
Penelitian, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir
No

Pengalaman Berusahatani Jumlah (Orang)
(Tahun)
1
1-10
19
2
11-20
31
3
21-30
20
4
Lebih dari 30
4
Total
74
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016

Persentase (%)
25,6
41,8
27,0
5,6
100

Pengalaman berusahatani yang terlama adalah pada kisaran 11-20 tahun dengan
persentase 41,8%. Tentunya pengalaman ini mempengaruhi bagaimana usahatani
yang dilakukan oleh petani bawang merah di daerah penelitian dan menunjukkan
bahwa petani tersebut telah menjadikan komoditi bawang merah sebagai
usahatani yang potensial yang dapat dikelola terus menerus.
4.2.4. Status Kepemilikan Lahan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kepemilikan lahan terbagi menjadi
dua yaitu milik sendiri dan menyewa. Komposisi petani berdasarkan status
kepemlikan lahan ditunjukkan dalam tabel 4.7 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

43

Tabel 4.9. Komposisi Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
No.

Status Kepemilikan

1.

Milik Sendiri

Jumlah Sampel
(Orang)
61

2.

Menyewa

13

17,6

74

100%

Jumlah

Persentase
(%)
82,4

Sumber ; Diolah dari Data Primer, 2016

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar petani sampel telah memiliki hak
milik sendiri atas lahannya. Sebesar 82,4% dengan jumlah 61 orang petani sampel
memiliki lahan dengan hak milik sendiri sedangkan sebesar 17,6% dengan jumlah
13orang petani sampel menyewa lahan yang mereka gunakan. Tidak terdapat
perbedaan cara atau jumlah penggunaan input produksi karena status kepemilikan
lahan ini.

Universitas Sumatera Utara

44

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketersediaan Input Produksi Bawang Merah
Ketersediaan input produksi bawang merah meliputi ketersediaan input dan penggunaan
input produksi bawang merah yang meliputi lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk, serta
pestisida. Ketersediaan input produksi bawang merah merupakan input yang dibutuhkan
dalam usahatani bawang merah dan tersedia di daerah penelitian. Ketersediaan input
dilihat dari input yang tersedia dan input yang dibutuhkan untuk usahatani bawang
merah. Penggunaan input bawang merah dilihat dari jumlah input yang digunakan dan
biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan input tersebut.
Ketersediaan Input
Ketersediaan input produksi bawang merah di daerah penelitian secara tidak langsung
ikut mempengaruhi tingkat optimasi penggunaan input produksi bawang merah itu
sendiri. Input produksi yang dimaksud dalam hal ini adalah tenaga kerja, bibit, pupuk,
serta pestisida. Kebanyakan petani memperoleh input produksi dari petani dan kios-kios
pertanian yang ada di daerah sekitar daerah penelitian.
Input produksi tersebut dapat diperoleh dengan mudah kecuali bibit. Untuk bibit petani
memperolehnya dari petani lain baik yang berada di desa yang sama maupun petani dari
desa lain. Petani lebih memilih untuk membeli bibit dari petani disebabkan oleh harga
yang lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar.

Universitas Sumatera Utara

45

Ketersediaan input pada dasarnya dapat diketahui dengan melihat input yang tersedia di
daerah produksi dengan input yang dibutuhkan untuk proses produksi tersebut. Apabila
kebutuhan input produksi dapat dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi sesuai dengan input
yang tersedia di daerah produksi maka dapat diketahui ketersediaan input tersebut.
Bibit
Ketersediaan bibit bawang merah di daerah penelitian tersedia karena petani
memanfaatkan hasil panen sebelumnya untuk digunakan sebagai bibit tetapi bagi petani
yang baru mulai berusahatani bawang merah harus mencari informasi dari petani-petani
lain yang dapat menyediakan bibit.Akibat petani yang baru mulai berusahatani bawang
merah memperoleh harga bibit yang relatif mahal. Namun ada juga petani yang membeli
bibit bawang merah dari kios pertanian, tetapi kualitas bibitnya tidak sebaik bibit yang
diperoleh dari petani.
Bibit dikatakan mudah diperoleh artinya saat petani membeli bibit, bibit sudah tersedia
baik di kios pertanian maupun dari petani tanpa harus menunggu untuk beberapa waktu.
Bibit dikatakan sulit diperoleh dimana para petani harus mencari informasi mengenai
ketersediaan bibit ke petani lain. Sebagian besar petani sampel di daerah penelitian
menyatakan mudah dalam memperoleh bibit.
Pupuk
Pemupukan adalah proses yang dilakukan oleh petani dengan pemberian unsur hara baik
secara kimia maupun organik. Pemupukan yang baik adalah jika petani memupuk dengan
tepat waktu dan tepat dosis namun terkadang petani tidak melakukan pemupukan yang
sesuai dosis dan waktu karena terkendala pada biaya dan modal yang cukup besar. Sarana
produksi pupuk di daerah penelitian tersedia dimana petani dapat membeli pupuk dari
penyedia sarana produksi seperti kios pertanian.

Universitas Sumatera Utara

46

Pada dasarnya pupuk diberikan sebagai penambah unsur hara pada tanah sehingga
tumbuhan dapat berproduksi dengan baik, hingga dapat menghasilkan output sesuai
dengan yang diharapkan petani. Pemupukan biasa dilakukan oleh petani bawang merah
pada saat tanaman bawang merah berumur dua minggu yang bertujuan untuk merangsang
pertumbuhan bawang merah. Setelah itu pemupukan dilakukan pada saat tanaman
berumur 1 – 1,5 bulan dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan bunga dan buah
bawang merah. Adapun jenis-jenis pupuk yang tersedia dan pupuk yang dibutuhkan
disajikan pada Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1. Pupuk yang Tersedia dan Pupuk yang Dibutuhkan di Kecamatan
Simanindo Tahun 2016
No.
Jenis Pupuk yang Tersedia
1. NPK (kg)
2. ZA (kg)
3. TSP (kg)
4. KCL (kg)
5. Mabar (kg)
6. Organik (kg)
7. Fosfat (L)
8. Sprit`(L)
9. Sitozim (L)
10. Fujiwan (L)
11. Pro Aktif (L)
12. Gadasil B/D (L)
13. ZPT Hantu (L)
14. Metalik (L)
15. Mikroplus (L)
Sumber: Lampiran 4, 2016

Jenis Pupuk yang Dibutuhkan
NPK (kg)
ZA (kg)
TSP (kg)
KCL (kg)
Mabar (kg)
Organik (kg)

Berdasarkan Tabel 5.1 tersebut dapat diketahui bahwa jenis pupuk yang tersedia terdapat
15 jenis pupuk yang tersedia dan sebanyak 6 jenis pupuk yang dibutuhkan dengan merk
dagang tertentu.
Petani mendapatkan pupuk dari kios pertanian baik pupuk organik maupun pupuk
kimia.Kios yang tidak terlalu jauh dari daerah penelitian membuat petani dapat dengan
mudah mendapatkan pupuk.Kios yang ada di daerah penelitian selalu menyediakan pupuk
dalam jumlah yang cukup besar sehingga petani dapat membeli pupuk setiap saat sesuai

Universitas Sumatera Utara

47

dengan kebutuhan petani.Kebutuhan pupuk di daerah penelitian tersedia dimana petani
dapat dengan mudah untuk mendapatkan pupuk dengan harga yang masih terjangkau
petani.
Tenaga Kerja
Ketersediaan tenaga kerja dapat diketahui dengan mengetahui jumlah tenaga kerja yang
tersedia yaitu masyarakat pada usia produktif yang berprofesi sebagai petani dan jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan pada produksi bawang merah. Adapun tenaga kerja yang
tersedia dengan usia produktif 15-65 tahun di daerah penelitian adalah 1802 HKP (BPS
Kec. Simanindo Dalam Angka (diolah)) dan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam
produksi bawang merah per hektarnya adalah 340 HKP. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tenaga kerja yang tersedia daerah penelitian yaitu lebih banyak dari tenaga kerja
yang dibutuhkan dalam usahatani bawang merah per hektarnya. Tenaga kerja usahatani
bawang merah seluruhnya berasal dari Kecamatan Simanindo, atau dengan kata lain tidak
ada supply tenaga kerja dari daerah lain. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tenaga
kerja di daerah penelitian adalah sangat tersedia.
Pestisida
Pestisida merupakan pembasmi hama dan penyakit pada tanaman bawang merah yang
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman bawang merah bahkan dapat membuat petani
menjadi gagal panen. Tanaman yang terserang hama dan penyakit juga akan menurunkan
kualitas dan produksi tanaman bawang merah sehingga dapat merugikan petani.
Kebutuhan pestisida di daerah penelitian yaitu juga dapat diketahui berdasarkan jumlah
pestisida yang tersedia di desa dengan jumlah pestisida yang dibutuhkan dalam produksi
bawang merah. Adapun jenis-jenis pestisida yang tersedia dan pestisida yang dibutuhkan
petani untuk usahatani bawang merah disajikan pada Tabel 5.2 berikut:

Universitas Sumatera Utara

48

Tabel 5.2. Pestisida yang Tersedia dan Pestisida yang Dibutuhkan di Kecamatan
Simanindo
No.
Jenis Pestisida yang Tersedia
1. Dursban (L)
2. Prevathon (L)
3. Ponpidor (Kg)
4. Seprin (L)
5. Gandastar (L)
6. Curacron (L)
7. Perclaim (L)
8. Antracol (L)
9. Alica (L)
10. Matador (L)
11. Trigard (L)
12. Dithane (L)
13. Agrimec (L)
14. Seprin (L)
15. Konup (L)
Sumber: Lampiran 5, 2016

Jenis Pestisida yang Dibutuhkan
Seprin (L)
Gandastar (L)
Curacron (L)
Antracol (L)
Perclaim (L)
Alica (L)
Matador (L)
Trigard (L)
Dithane (L)
Agrimec (L)

Adapun jenis-jenis pestisida yang digunakan oleh petani di daerah penelitian antara lain
adalah Sperin, Gandastar, Curacron, Antracol, Perclaim, Alica, Matador, Trigard,
Dithane, Agrimec. Pestisida tersebut ada yang ditujukan untuk hama tumbuhan maupun
hewan.
Petani bawang merah menggunakan jenis pestisida tertentu sesuai dengan jenis hama
yang menyerang tanaman bawang merah. Pestisida tersebut digunakan dapat dengan cara
dicampur dengan air sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan, kemudian disemprot ke
tanaman bawang merah.
Para petani sampel menyatakan bahwa mereka tidak mengalami kesulitan dalam
memperoleh pestisida, karena pestisida tersebut tersedia di desa yang disediakan melalui
kios pertanian.Mereka membeli pestisida sesuai dengan kebutuhan mereka.

Universitas Sumatera Utara

49

5.2. Penggunaan Input Bawang Merah
a. Bibit
Bibit yang digunakan oleh petani di daerah penelitian merupakan varietas lokal. Bibit
yang digunakan petani diperoleh dengan cara dibeli di toko sarana produksi pertanian dan
ada

juga

yang

menggunakan

hasil

panen

dari

usahatani

bawang

merah

sebelumnya.Biasanya petani membeli bibit bawang merah dibeli petani dengan harga Rp
30.000,-/kg sampai Rp 35.000,-/kg dengan rata-rata harga bibit sebesar Rp 33.081,-/kg.
Bibit bawang merah tersebut tersedia hanya pada saat musim tanam bawang merah,
namun harganya mahal dan selisih harga bibit juga jauh dibandingkan dengan harga jual
bawang merah. Rata-rata harga bibit bawang merah sebesar Rp 33.081,-/kg dan rata-rata
harga jual bawang merah adalah Rp 20.300,-/kg.Oleh karena itu petani mengharapkan
agar bibit bawang merah dapat tetap tersedia dengan harga yang lebih murah dari harga
bibit saat ini.Tabel berikut ini menjelaskan penggunaan bibit rata-rata per petani dan per
hektarnya untuk sekali musim tanam.
Tabel 5.3. Penggunaan dan Biaya Bibit Rata-Rata Per Petani dan Per Hektar
Uraian

Penggunaan Bibit (Kg)

Rata-Rata Per Petani
Rata-Rata Per Hektar
Sumber : Lampiran 3, 2016

69
678

Biaya Bibit (Rp)
2.267.486
22.448.116

Kebutuhan bibit bawang merah per hektar menurut Sunardi (2009) adalah 1,1 ton per
hektar hal ini menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan bibit di daerah penelitian relatif
rendah yaitu 678 kg per hektar dengan biaya

sebesar Rp 22.448.116

dan 69 kg per petani dengan biaya sebesar Rp. 2.267.486. Hal ini disebabkan karena
jumlah bibit yang digunakan petani untuk usahatani bawang merah memiliki harga yang
cukup mahal.Harga rata-rata bibit bawang merah secara nasional pada tahun 2016 yaitu
sebesar Rp 26.000,-/kg sedangkan, rata-rata harga bibit di Kecamatan Simanindo adalah

Universitas Sumatera Utara

50

Rp 33.081,-/kg. Untuk kebutuhan seluruh Kabupaten Samosir dengan luas lahan 1114 Ha
dibutuhkan bibit sebanyak 755.292 Kg/musim tanam dan kebutuhan Kecamatan
Simanindo dibutuhkan bibit Sebanyak 43.392 kg/musim tanam.
b. Pupuk
Di daerah penelitian pemupukan dilakukan dua kali dalam satu musim tanam, pemupukan
pertama disebut juga pupuk dasar yaitu sebelum bibit ditanam, pemupukan kedua disebut
juga pupuk susulan, dilakukan ketika tanaman sudah tumbuh. Pupuk dasar hanya
menggunakan pupuk organik saja atau kombinasi pupuk organik dan kimia. Sementara
pemupukan susulan hanya menggunakan campuran dari beberapa pupuk kimia.
Berikut adalah rata-rata harga pupuk di Kecamatan Simanindo:
Pupuk NPK Rp 3.000 – 5.000 /Kg
Pupuk ZA Rp 1.500 – 3.000 /Kg
Pupuk TSP Rp 2.500 – 4.000 /Kg
Pupuk Phonska Rp 3.000 – 5.000 /Kg
Pupuk Mabar Rp 1.000 – 2.000 /Kg
Pupuk Organik Rp 200 – 300 /Kg.
Kegunaan pupuk tersebut antara lain: NPK merupakan pupuk berunsur hara makro yaitu
nitrogen (N), Posfor (P), serta Kalium (K) yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan
vegetatif serta menguatkan batang tanaman. ZA merupakan pupuk yang berfungsi untuk
memperbanyak umbi pada tanaman bawang merah.TSP merupakan pupuk yang berfungsi
untuk perbanyakan umbi, agar umbi bawang merah berbuah banyak.Phonska merupakan
pupuk untuk penguatan batang dan akar pada tanaman bawang merah.Pupuk Mabar
merupakan pupuk makro yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan unsur hara makro
dan mikro pada tanaman.Serta pupuk organik berguna untuk meningkatkan bahan

Universitas Sumatera Utara

51

organik tanah dan unsur hara pada tanah. Tabel berikut ini menjelaskan penggunaan
pupuk rata-rata per petani dan per hektarnya:
Tabel 5.4. Jumlah Penggunaan dan Biaya Pupuk Rata-Rata Per Petani dan Per
Hektar

No

Jenis
Pupuk

1
NPK
2
ZA
3
TSP
4
KCL
5
Mabar
6
Organik
Jumlah
Sumber: Lampiran 4, 2016

Per Petani
Kebutuhan
Biaya
(kg)
(Rp)
56.10
220.270
24.10
36.182
10.70
33.108
5.39
21.047
7.70
69.324
10.90
2.189
163.02
382.122

Per Hektar
Kebutuhan
Biaya
(kg)
(Rp)
502.50
2.144.986
240.00
360.187
100.90
279.800
57.50
216.751
76.23
552.295
126.40
25.280
1614
3.783.004

Menurut Andita (2014) penggunaan pupuk untuk tanaman bawang merah NPK, ZA serta
TSP sebanyak 500 kg, 300 kg, serta 200 kg setiap hektar.Penggunaan pupuk di daerah
penelitian terbilang kurang maksimal, terutama pupuk TSP sebesar 100 kg per
hektarnya.Rata-rata kebutuhan pupuk per petani adalah 163,02 kg dengan biaya rata-rata
Rp 385.122 per petanidan kebutuhan pupuk per hektar 1.164 kg dengan biaya rata-rata
Rp 3.783.004 dengan rata-rata harga pupuk per kilogramnya sebesar Rp 2.340/kg. Untuk
kebutuhan Seluruh kabupaten Samosir dengan luas lahan 1114 Ha di butuhkan pupuk
sebanyak 1.796 ton dan kebutuhan Kecamatan Simanindo dengan luas lahan 64 Ha
sebesar 10,3 ton.
c. Tenaga Kerja
Tenaga kerja di daerah penelitian digunakan untuk mempersiapkan lahan, penanaman,
pemupukan, perawatan hingga panen dan pascapanen. Tenaga kerja yang digunakan
adalah TKDK (Tenaga Kerja Dalam Keluarga) dan TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga)

Universitas Sumatera Utara

52

dengan upah harian. Tabel berikut ini akan menjelaskan penggunaan tenaga kerja ratarata per petani dan per hektarnya:
Tabel 5.5. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah Per Petani dan Per
Hektar

No

Kegiatan

1
2
3
4
5
6

Persiapan lahan
Pemupukan
Penanaman
Perawatan
Pemanenan
Pasca panen
Total

Penggunaan tenaga
kerja (HKP)
Per petani Per hektar
5,20
51,6
2,97
29,4
5,91
58,5
10,50
103,4
4,80
47,6
5,30
52,5
34,8
344,9

biaya
Per petani
286.891
163.513
325.540
577.500
264.594
298.050
1.918.081

Per hektar
2.840.300
1.618.784
3.228.851
5.717.250
2.619.486
2.950.601
18.969.202

Sumber: Lampiran 7, 2016
Penggunaan tenaga kerja usahatani bawang merah di daerah penelitian per pertani yaitu
34,8 HKP dengan biaya sebanyak Rp 1.918.081 dengan rincian biaya rata-rata tenaga
kerja Rp 55.000 per HKP. Sedangkan penggunaan tenaga kerja usahatani bawang merah
per hektar di daerah penelitian yaitu 344,9 HKP dengan biaya sebesar Rp 18.969.202.
Dari beberapa kegiatan, penggunaan tenaga kerja paling banyak adalah pada masa
perawatan dimana tenaga kerja yang digunakan per petani yaitu sebanyak 10,50 HKP
dengan biaya Rp 577.500 dan untuk per hektar yaitu sebanyak 103,4 HKP dengan biaya
Rp 5.717.250. Hal ini terjadi karena pada masa perawatan tanaman bawang merah harus
sering dilakukan penyiangan sehingga membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.
d. Pestisida
Di daerah penelitian sering terjadi serangan hama dan penyakit. Hama yang sering
menyerang adalah Ulat Bawang (Spodoptera SPP) serangan hama ini di tandai dengan
bercak putih transparan pada daun. Sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah
penyakit layu Fusarium gejala yang ditandai dengan menguningnya daun bawang.

Universitas Sumatera Utara

53

Berikut

adalah

rata-rata

harga

pestisida

di

Kecamatan

Simanindo:

Seprin

Rp 30.000/L, Grandastar Rp 30.000/L, Curacron Rp 450.000/L, Antracol
110.000/L,
Rp

Perclaim

90.000/L,

Rp

Trigard

120.000/L,
Rp

Alica

120.000/L,

Rp

Dithane

Rp

Rp

550.000/L,

Matador,

85.000/L,

Agrimec

Rp

Rp 650.000/L. Petani bawang merah pada umumnya membeli pestisida per botol dengan
ukuran berkisar 20 – 500 ml. Ukuran pemakaian pestisida masing–masing petani pada
umumnya dengan ukuran per botol tersebut. Rata-rata petani membeli pestisida untuk
hama tumbuhan ataupun gulma dan ulat pemakan daun bawang merah.
Penggunaan

pestisida

berupa

pembasmian

hama

penyakit

dilakukan

dengan

penyemprotan sejak tanaman bawang merah berusia 2-3 minggu. Penyemprotan
dilakukan dengan pompa semprot berkapasitas 12 liter. Penyemprotan dilakukan 1-3 kali
dalam seminggu tergantung kondisi cuaca, apabila musim hujan dalam seminggu
penyemprotan dilakukan sampai 3 kali sebaliknya apabila tidak hujan penyemprotan
hanya dilakukan 1 kali seminggu.
Tabel 5.6.Penggunaan dan Biaya Pestisida Rata-Rata Per Petani dan Hektar

No

Jenis
Pestisida

1
Seprin(L)
2
Gandastar(L)
3
Curacron(L)
4
Perclaim(L)
5
Antracol (L)
6
Alica(L)
7
Matador(L)
8
Trigard(L)
9
Dithane(L)
10
Agrimec(L)
Jumlah
Sumber : Lampiran 5, 2016

Per Petani
Biaya
Kebutuhan
(Rp)
1,34
40.220
1,48
44.471
0,07
19.821
0,10
20.173
0,02
13.118
0,04
22.416
0,35
22.553
0,11
13.524
0,13
11.332
0,02
14.845
3,62
222.473

Per Hektar
Biaya
Kebutuhan
(Rp)
13,27
398.178
14,68
440.262
0,69
196.229
0,99
199.712
0,24
129.871
0,40
221.921
3,47
223.271
1,12
133.891
1,32
112.188
0,23
146.961
36,1
2.202.483

Pestisida yang paling banyak digunakan di daerah penelitian adalah Gandastar yaitu
sebanyak 14,68 liter per hektar dengan biaya sebesar Rp 440.262 dan penggunaan
pestisida per petani yaitu 1,48 liter dengan biaya sebesar Rp 44.710. Hal ini dikarenakan

Universitas Sumatera Utara

54

pestisida jenis Gandastar sangat cocok untuk membasmi hama ulat bawang (Spodoptera
SPP). Biaya pestisida rata-rata yaitu 222.473 per petani dan Rp 2.202.483 per hektar
dengan biaya rata-rata pestisida sebesar

Rp 61.456/liter. Untuk kebutuhan Seluruh

kabupaten Samosir dengan luas lahan 1114 Ha di butuhkan pestisida sebanyak 53.472
liter dan kebutuhan pestisida Kecamatan Simanindo sebanyak 3.072 liter.
5.3. Total Biaya Usahatani Bawang Merah
Total biaya usahatani bawang merah diperoleh dari penjumlahan Fixed Cost (biaya tetap)
dan Variable Cost (biaya variabel) usahatani bawang merah. Biaya tetap terdiri atas biaya
PBB lahan dan biaya penyusutan alat-alat pertanian. Biaya variabel terdiri atas biaya
tenaga kerja dan biaya saprodi yang terdiri atas biaya bibit, pupuk dan biaya pestisida.
Adapun rata-rata total biaya usahatani bawang merah petani sampel di daerah penelitian
disajikan pada Tabel 5.7 berikut:
Tabel 5.7. Rata-Rata Biaya Total Produksi Usahatani Bawang Merah di Kecamatan
Simanindo, Kabupaten Samosir Per Musim Tanam Tahun 2016
No

Jenis Biaya

Fixed Cost (FC)
Biaya PBB
Penyusutan
II.
Variable Cost (VC)
Tenaga Kerja
Saprodi
Bibit
Pupuk
Pestisida
Total Cost (TC)
I.

Rata-Rata Biaya Produksi Per Tahun
Per-Petani
Persentase
Per-Hektar
Persentase
(Rp)
(%)
(Rp)
(%)
128.900
2.62
1.276.880
2.62
2.780
2.10
27.500
2.10
126.200
97.90
1,249,380
97.90
4.788.162
97.38
47.402.806
97.38
1.916.081
40.01
18.969.203
40.01
2.872.081
59.99
28.433.603
59.99
2.267.486
78.96
22.448.116
78.96
382.122
13.30
3.783.004
13.30
222.473
7.74
2.202.483
7.74
4.917.142
100
48,679,686
100

Sumber: Lampiran 8, 2016
Berdasarkan Tabel 5.7 tersebut dapat diketahui bahwa dari total presentase rata-rata biaya
total produksi, presentase rata-rata biaya variabel sebesar 97,38 % sangat jauh lebih besar
dari presentasi rata-rata biaya tetap sebesar 2.62 %. Rata-rata biaya variabel yaitu Rp

Universitas Sumatera Utara

55

47.402.806 per hektar digunakan untuk biaya tenaga kerja dan sarana produksi (bibit,
pupuk, dan pestisida). Biaya tetap sebesar Rp 1.276.880 per hektar digunakan untuk
membiayai PBB dan biaya penyusutan (cangkul, garpu, pompa gendong, mesin
kompresor, selang, karung plastik). Biaya tenaga kerja merupakan biaya produksi yang
paling besar yaitu sebesar 40.01 % atau sebanyak Rp 18.969.203 per hektarnya. Biaya
sarana produksi terdiri atas biaya bibit, pupuk dan pestisida, dimana biaya bibit
merupakan biaya saprodi yang paling tinggi.
Biaya tetap terdiri atas biaya PBB dan biaya penyusutan per tahun. Biaya PBB berupa
pajak lahan oleh masing-masing petani sesuai dengan luas lahan masing-masing. Biaya
PBB merupakan biaya terkecil dalam usahatani bawang merah di daerah penelitian
sebesar Rp 27.500 per musim tanam per petani dengan presentase 2,10 % dari rata-rata
biaya tetap. Biaya penyusutan peralatan pertanian tergantung dari masing-masing alat
yang digunakan petani dalam usahatani bawang merah. Biaya penyusutan pada usahatani
bawang merah di daerah penelitian adalah sebesar Rp 126.200 per petani atau Rp
1,249,380 per hektar dari seluruh biaya usahatani bawang merah.
Adapun Average Fixed Cost (AFC) diperoleh dari hasil pembagian fixed cost dibagi
dengan total produksi. Average Variable Cost (AVC) diperoleh dari hasil pembagian
antara variable cost dibagi dengan total produksi. Average Cost (AC) yaitu biaya rata-rata
bawang merah per kilogram diperoleh dari hasil pembagian antara total biaya poduksi
(TC) dibagi dengan total produksi. Sedangkan Marginal Cost (MC) diperoleh dari hasil
perbandingan antara total biaya dengan total produksi bawang merah. Adapun rata-rata
biaya usahatani bawang merah disajikan pada Tabel 5.8 berikut:

Universitas Sumatera Utara

56

Tabel 5.8. Rata-Rata Average Fixed Cost, Average Variable Cost dan Average Cost
Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Per Musim
Tanam Tahun 2016
No.
Kategori
1. Total Produksi (kg)
2. Average Fixed Cost(Rp/kg)
3. Average Variable Cost(Rp/kg)
4. Average Cost (Rp/kg)
5. Marginal Cost (Rp/kg)
Sumber: Lampiran 9, 2016

Per Petani
382,63
393,40
12.785,16
13.179,01
993,30

Per Hektar
3.759,00
353,36
13.441,50
13.794,86
18,80

Berdasarkan Tabel 5.8 tersebut, diperoleh bahwa average variable cost atau rata-rata
biaya variabel sebesar Rp 12.785/kg per petani atau Rp 13.441/kg per hektar lebih besar
dibandingkan dengan average fixed cost atau rata-rata biaya tetap yang sebesar Rp 393/kg
per petani atau Rp 353/kg per hektar dalam usahatani bawang merah di daerah penelitian.
Dimana rata-rata biaya variabel terdiri atas biaya tenaga kerja, bibit, pupuk dan pestisida,
sedangkan rata-rata biaya tetap usahatani bawang merah terdiri dari biaya PBB dan biaya
penyusutan (cangkul, garpu, pompa gendong, mesin kompresor, selang, karung plastik).
Adapun Average Cost (AC) yaitu rata-rata biaya produksi diperoleh dari hasil pembagian
total biaya produksi dibagi dengan total produksi. Maka rata-rata biaya rata-rata produksi
bawang merah per petani sebesar Rp 13.179,-/kg dan rata-rata biaya rata-rata produksi
bawang merah per hektar sebesar Rp 13.794,-/kg.
Marginal Cost (MC) atau biaya marjinal diperoleh dari perbandingan antara total biaya
dengan antara total produksi bawang merah. Maka rata-rata biaya marjinal per petani
sebesar Rp 993,-/kg yang artinya untuk memperoleh tambahan produksi bawang merah
sebanyak 1 kg diperlukan biaya sebesar Rp 993,- per petani. Rata-rata biaya marjinal per
hektar sebesar Rp 18,-/kg yang artinya untuk memperoleh tambahan produksi bawang
merah sebanyak 1 kg diperlukan biaya sebesar Rp 18,- per hektar.

Universitas Sumatera Utara

57

5.4. Pendapatan Bersih Petani
Pendapatan bersih merupakan hasil dari total penerimaan yang diperoleh dikurangi
dengan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung.
Adapun rata-rata harga jual, penerimaan dan pendapatan petani sampel dari usahatani
bawang merah disajikan pada Tabel 5.9 berikut:
Tabel 5.9. Biaya Rata-Rata Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani
Bawang Merah di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir Per Musim Tanam
Tahun 2016
No.
Kategori
1. Total Produksi (kg)
2. Harga Rata-Rata Output (Rp)
3. Penerimaan (Rp)
4. Biaya Produksi (Rp)
5. Pendapatan (Rp)
Sumber: Lampiran 11, 2016

Per Petani
382
21.027
8.033.745
4.917.142
3.116.603

Per Hektar
3.759
21.027
79.524.216
48.679.686
30.844.530

Berdasarkan Tabel 5.9 di atas, diperoleh penerimaan sebesar Rp 8.033.745 per petani atau
Rp 79.524.216 per hektar dengan biaya yang dikeluarkan petani

Rp 4.917.142 per

petani dan untuk per hektarnya sebesar Rp 48.679.686 sehingga pendapatan yang
diterima petani dalam usahatani bawang merah adalah sebesar Rp 3.116.603 per petani
atau sebesar Rp 30.844.530 per hektar.
Tabel 5.10. Analisis Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Nilai R/C Ratio

No

Kategori

Penerimaan(Rp) Biaya Total
(Rp)

1

Per petani

8.033.745

2

Per hektar

79.524.216

Nilai
R/C

Layak/Tidak
Layak

4.917.142

1,6

Layak

48.679.686

1,6

Layak

Sumber: Lampiran 12, 2016
Nilai R/C (revenue per cost) dapat diketahui dengan perbandingan penerimaan (revenue)
dengan biaya produksi (cost) sehingga nilai R/C (revenue per cost