Uji angka lempeng total [ALT] dalam jamu gendong beras kencur yang beredar di 3 pasar di Kotamadya Yogyakarta - USD Repository
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Danu Kusuma Nomor mahasiswa : 028114047 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Uji Angka Lempeng Total (ALT) dalam Jamu Gendong Beras Kencur yang
Beredar di Tiga Pasar Tradisional di Kotamadya Yogyakarta
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 11 Februari 2008 Yang menyatakan
UJI ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) DALAM JAMU GENDONG BERAS KENCUR YANG BEREDAR DI TIGA PASAR DI KOTAMADYA YOGYAKARTA SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Danu Kusuma NIM : 028114047
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat-tempat
kamu ingin pergi.
Jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan. Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu yang telah dilupakan. Kamu tidak dapat melangkah dengan baik dalam kehidupanmu sampai kamu melupakan kegagalanmu dan rasa sakit hati. Doa memberikan kekuatan pada orang yang lemah,membuat orang tidak percaya
menjadi percaya dan memberikan keberanianpada orang yang ketakutan
Janganlah berputus asa. Tetapi kalau anda sampai berada dalam keadaan putus asa, berjuanglah terus meskipun dalam keadaan putus asa.P e r s e m b a h a n k e p a d a P e r s e m b a h a n k e p a d a
M a m a , P a p a , A j e n g d a n M a m a , P a p a , A j e n g d a n
“seseorang” yang selalu menjadi motivasi T e - m a n t e m a n d a n A l m a m a t e r k u T e m a n - t e m a n d a n A l m a m a t e r k u
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat dan kuasa-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Uji Angka Lempeng
Total Jamu dalam Gendong Beras Kencur yang Beredar di Tiga Pasar Tradisional di
Kotamadya Yogyakarta .” Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syaratmemperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis telah menerima banyak bantuan
dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, dukungan, dan kritikan. Penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Yustina Sri Hartini M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan saran hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan saran, kritik, dan bimbingan.
4. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S. Si, selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan saran, kritik, dan bimbingan.
5. Ibu Dra. Rini Astuti M.Si, Apt selaku Kepala Bidang Pengawasan Mikrobiologi,
Balai Besar POM Yogyakarta yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
6. Mbak Has dan seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar POM
Yogyakarta atas bimbingan dan kerjasamanya.
7. Seluruh staf Laboratorium Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bimbingan
dan saran.
8. Teman-teman kelompok penelitian : Agustinus Daru, dan Theodorus Haryu, atas
kerjasama, bantuan, dukungan, dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman, atas persahabatan, bantuan, dukungan, dan kerjasama selama
penulis menempuh kuliah.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penelitian ini.Akhir kata, “tidak ada gading yang tak retak”, penulis menyadari bahwa
penelitian ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini dari para pembaca.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan ilmu pengetahuan.Yogyakarta, 20 Januari 2008 Penulis
INTISARI
Jamu gendong merupakan salah satu jamu dalam bentuk cairan minum yangsangat digemari masyarakat. Departemen Kesehatan (Depkes) RI dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI No : 55/Menkes/SK/I/2000 menyatakan bahwa obat tradisional
harus memenuhi persyaratan mutu kefarmasian. Dengan persyaratan mutu tersebut
dapat diharapkan adanya obat tradisional dengan dosis yang diketahui dan
terulangkan, termasuk untuk keamanan dan kemanfaatannya. Salah satu parameter
standar mutu bahan baku obat tradisional adalah uji Angka Lempeng Total, yang
digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofil dalam sediaan jamu
gendong beras kencur.Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
penelitian deskriptif komparatif. Penelitian ini dilakukan untuk menghitung Angka
Lempeng Total dalam jamu gendong beras kencur yang beredar di tiga pasar di
wilayah kotamadya Yogyakarta, yaitu pasar Karangwaru, pasar Pingit, and pasar
Kranggan.Data yang diperoleh berupa data kuantitatif yang dianalisis dengan cara
perhitungan Angka Lempeng Total. Angka Lempeng Total yang diperbolehkan
berdasarkan Metode Analisis Pusat Pengujian Obat dan Makanan (PPOMN) Nomor
4
95/MIK/00 tidak lebih dari 10 koloni/mL. Dari data kuantitatif 5 sampel dan 3 kali
4
replikasi yang dilakukan diperoleh jumlah koloni Sampel 1 = 14x10 koloni/mL;
4
4
3
5
82x10 koloni/mL; 74x10 koloni/mL, Sampel 2 = 13x10 koloni/mL; 14x10
3
6
6
koloni/mL; 14x10 koloni/mL, Sampel 3 = 13x10 koloni/mL; 66x10 koloni/mL;
6
3
3
3
89x10 koloni/mL, Sampel 4 = 64x10 koloni/mL; 33x10 koloni/mL; 99x10
6
4
5 koloni/mL, Sampel 5 = 50x10 koloni/mL; 25x10 koloni/mL; 42x10 koloni/mL.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jamu gendong beras kencur yang
beredar di 3 pasar di kotamadya Yogyakarta tidak memenuhi syarat yang ditentukan
oleh Departemen Kesehatan RI. Kata kunci : Jamu gendong beras kencur, Angka Lempeng Total
ABSTRACT
Jamu gendong is one of jamu in a diluted form which is most delighted. Forreaching the requirement of traditional medicine which can be use in the medical
service, The Departement of Health of Indonesian require a traditional medicine to
fulfill the pharmacy quality requirement by passing the clinical testing phase. By
implementating this quality requirement, it is expected that a traditional medicine in a
defined dosage can be reproduced by considering its safety an efficacy are available.
One of the parameter of standard of the quality of raw material for traditional
medicine is this Total Plate Count, which used to count aerobic mesophilic bacteria in
Jamu Gendong Beras Kencur .This research was non experimental with descriptive and comparative
research design. This research purpose was to count the Total Plate Count of Jamu
gendong beras kencur which were distributed in Three Traditional Markets in Yogyakarta. There are pasar Karangwaru, pasar Pingit, and pasar Kranggan. The obtained data was quantitative which were analyzed by applying thecomputation of the Total Plate Count. The Total Plate Count allowed by the Method
4
of Analysis Center Examination of Drug and Food No. 95/MIK/00 not greater 10
colony / mL. From quantitative data of 5 sample and 3 times replication which were
4
implementated it was found that : the amount of colony of Sample 1 = 14x10 colony
4
4
3
/ mL; 82x10 colony / mL; 74x10 colony / mL, Sample 2 = 13x10 colony / mL;
5
3
6
6
14x10 colony / mL; 14x10 colony / mL, Sample 3 = 13x10 colony / mL; 66x10
6
3
3
colony / mL; 89x10 colony / mL, Sample 4 = 64x10 colony / mL; 33x10 colony /
3
6
4
mL; colony 99x10 / mL, and Sample 5 = 50x10 colony / mL; 25x10 colony / mL;
5 42x10 colony / mL Based on the findings above, it can be concluded that Jamu gendong beras kencur which were Distributed in Three Traditional Markets in Yogyakarta not fulfill the Indonesian Departement of health requirement.
Keyword : Jamu gendong beras kencur, Total Plate Count
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.Yogyakarta, 20 Januari 2008 Penulis Danu Kusuma
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... iHALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
PRAKATA ........................................................................................................... v
INTISARI ............................................................................................................ vii
ABSTRACT .......................................................................................................... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. ix
DAFTAR ISI........................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1. Permasalahan .............................................................................................. 3
2. Keaslian Penelitian.................................................................................... 3
3. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
a. Manfaat Teoritis....................................................................................
4
b. Manfaat praktis ...........................................................................................
4 B. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ................................................................ 5
Obat Tradisional .............................................................................................5 A.
B. Jamu Gendong ................................................................................................
6 C. Pengeringan ....................................................................................................
9 D. Sterilisasi ........................................................................................................
10
14 E. Media .............................................................................................................
F. Penghitungan Angka Lempeng Total (ALT) ....................................................
17 G. Landasan Teori.......................................................................................... 21
H. Hipotesis.................................................................................................... 22
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................ 23 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ........................................... 23 C. Subjek dan Bahan Penelitian..................................................................... 24 D. Alat Penelitian........................................................................................... 24 E. Tata Cara Penelitian .................................................................................. 251. Pengambilan Sampel ........................................................................... 25
2. Persiapan dan Homogenisasi Sampel.................................................. 25
3. Cara Pembuatan Media ....................................................................... 25
4. Uji Angka Lempeng Total .................................................................. 26
5. Perhitungan koloni .............................................................................. 27
F. Analisis Data .............................................................................................. 29
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 30
A. Pengumpulan Sampel Jamu Gendong Beras Kencur................................ 30 B. Sterlisasi Alat ............................................................................................ 32 C. Sterilisasi Media........................................................................................ 33 D. Homogenisasi Sampel ............................................................................... 34 E. Pengenceran .............................................................................................. 35 F. Uji ALT..................................................................................................... 35BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 48
A. Kesimpulan ............................................................................................... 48 B. Saran.......................................................................................................... 48DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49
LAMPIRAN......................................................................................................... 52
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 82
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar Media Plate Count Agar (PCA) ........................................................ 38
2. Gambar Blanko standar PCA dan Letheen broth (LB) ................................... 40
3. Gambar Blanko standar PCA ......................................................................... 41
4. Gambar Blanko standar PCA dan Pepton Dilution Fluid (PDF) .................... 41
5. Gambar Hasil pengujian ALT dari 9 seri pengenceran................................... 45
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil Perhitungan ALT pada Pengambilan Sampel Periode Pertama dari 5 Penjual setelah Pengamatan 24 jam, dan Setelah 48 jam ........... 42 Tabel II. Hasil Perhitungan ALT pada Pengambilan Sampel Periode kedua dari5 Penjual setelah Pengamatan 24 jam, dan Setelah 48 jam .................. 43 Tabel III. Hasil Perhitungan ALT pada Pengambilan Sampel Periode Ketiga dari 5 Penjual setelah Pengamatan 24 jam, dan Setelah 48 jam .......... 44 Tabel IV. Perhitungan Angka Lempeng Total Jamu Gendong dari 5 Produsen di Kotamadya Yogyakarta Hasil Penelitian Sylvia Tahun 2005............ 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Pengujian ALT ....................................................................... 52
Lampiran 2 :Laporan Hasil Pengujian dari Balai POM ........................................ 67
BAB I PENDAHULUAN A . Latar Belakang Masyarakat di Indonesia lazim menggunakan obat tradisional atau yang
disebut jamu, dengan memanfaatkan kekayaan alam di Indonesia. Obat tradisional perlu dikembangkan dan dimanfaatkan. Pengembangan obat tradisional perlu dilakukan dengan tepat sehingga keamanan dan khasiatnya secara medik dapat dipertanggungjawabkan.
Jamu sudah dikenal di Indonesia khususnya di Jawa sebagai perawatan kesehatan sehari-hari, maupun sebagai sarana pemulih kesehatan bila sembuh dari sakit, dengan demikian penggunaan jamu sejak dahulu kala bermanfaat untuk preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Penggunaan jamu telah berakar sedemikian kuatnya dalam masyarakat Indonesia dari dahulu hingga sekarang, meskipun sejak seabad yang lalu pendidikan kedokteran dengan obat-obatan modern telah dikenal di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO), kira-kira 80% dari penduduk dunia yang berjumlah 4 miliar penduduk percaya manfaat tumbuh-tumbuhan untuk kesehatan dan kebugaran tubuh, dan masyarakat modern pun akhirnya juga memakai bahan-bahan alam segar untuk suplemen, makanan, minuman, dan sarana kecantikan dan penampilan bagi pria dan wanita. Pada umumnya khasiat dari jamu tidak dapat langsung dirasakan. Cara kerjanya
Jamu gendong merupakan salah satu jamu dalam bentuk cairan minum yang sangat digemari masyarakat. Jamu gendong dijual dalam botol dan diletakkan dalam keranjang yang digendong di punggung belakang menggunakan kain. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional pasal 3 ayat 1 bahwa “Obat tradisional yang diproduksi, diedarkan di wilayah indonesia maupun diekspor terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan Menteri
”, dan ayat 2 “Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah obat tradisional hasil produksi : industri obat tradisional dalam bentuk gendong, pilis, tapel, parem, usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong. Berdasarkan peraturan tersebut sediaan jamu gendong beras kencur belum terdaftar dalam persetujuan Menteri, ini berarti standarisasi obat tradisional jamu gendong beras kencur belum dilakukan sehingga jaminan keamanan untuk sediaan tersebut belum ada, dan perlu dilakukan pengujian mutu bahan baku obat tradisional.
Salah satu parameter standar mutu bahan baku obat tradisional adalah uji cemaran mikroba dengan uji Angka Lempeng Total. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 661/Menkes/SK/VII/1994 Tentang persyaratan Obat tradisional, jamu gendong yang termasuk dalam cairan obat dalam mengandung
4
Angka Lempeng Total tidak lebih dari 10 (Anonim, 2000).Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode penghitungan jumlah mikroba hidup yang paling sensitif untuk menentukan mikroba karena beberapa mikroba dapat dihitung sekaligus, dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu mikroba yang mempunyai penampakan pertumbuhan spesifik (Fardiaz, 1992).
1. Permasalahan
a. Berapakah jumlah Angka Lempeng Total (ALT) pada jamu gendong yang beredar di tiga pasar di Kotamadya Yogyakarta? b. Apakah jumlah cemaran mikroba pada jamu gendong yang beredar di pasar di kotamadya Yogyakarta melebihi batas yang telah ditentukan,
4
yaitu 10 koloni/ml?
2. Keaslian Penelitian
Pada tahun 2005 pernah dilakukan pengujian cemaran bakteri dan cemaran kapang/khamir pada produk jamu gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Sylvia Tunjung Pratiwi (2005). Penelitian tentang pemeriksaan Angka Lempeng Total dalam jamu gendong Beras Kencur yang beredar di tiga pasar pada tahun 2007, belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, meliputi :
a. Manfaat teoritis : memberikan informasi terhadap perkembangan obat tradisional khususnya jamu gendong. b. Manfaat praktis : dapat memberikan data tentang pemeriksaan Angka Lempeng Total dalam jamu gendong yang beredar di Kotamadya Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum : memberikan evaluasi bahwa pada jamu gendong tidak boleh mengandung Angka Lempeng Total melebihi batas yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI.
2. Tujuan khusus : untuk memeriksa jumlah Angka Lempeng Total dalam jamu gendong yang beredar di tiga pasar di kotamadya Yogyakarta.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Obat Tradisional Kecenderungan masyarakat untuk back to nature dengan indikasi utama
peningkatan kebutuhan produk-produk konsumsi untuk kesehatan dari bahan alam merupakan peluang besar bagi pengembangan tanaman obat dan obat tradisional Indonesia.
Obat Tradisional atau lebih dikenal dengan nama jamu atau obat asli Indonesia (OAIN) sudah dikenal sejak zaman nenek moyang kita dan tumbuh berkembang sejalan dengan perkembangan yang terjadi di negara kita. Oleh karena itu, jamu merupakan warisan nenek moyang yang perlu dikembangkan utamanya untuk menunjang upaya meningkatkan kesehatan masyarakat baik digunakan untuk ujuan pencegahan (preventif), peningkatan (promotif), maupun pengbatan kuratif. Obat tradisional juga digunakan daam usaha perawatan kecantikan dan kosmetik.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1994a).
Obat tradisional Indonesia yang telah menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan. Untuk itu harus sesuai dengan kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan. Guna mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat, keamanan dan standar kualitasnya (Soegihardjo,2002).
Tidak seperti produk farmasi konvensional, yang biasanya dapat dibuat dari bahan sintetis dengan teknik dan prosedur pembuatan yang dapat diproduksi ulang, produk obat herbal dibuat dari bahan tumbuhan asal yang dapat terkontaminasi dan terurai, serta memiliki komposisi dan sifat yang bervariasi.
Selain itu, dalam pembuatan dan pengawasan mutu produk herbal, prosedur dan teknik yang sering digunakan memiliki perbedaan mendasar dari yang digunakan pada produk farmasi konvensional. Pengawasan bahan awal, penyimpanan, dan pengolahan dianggap sangat penting karena sifat banyak produk obat herbal yang sering kompleks dan variabel serta jumlah dan kuantitas kecil dari penetapan bahan aktif yang terdapat di dalamnya (Anonim, 2007).
B. Jamu Gendong
Jamu gendong merupakan salah satu ramuan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, digunakan baik untuk memelihara kesehatan, meningkatkan kesehatan mempertahankan kesehatan, ataupun mengobati penyakit. Konsumennya sangat luas mulai dari ibu rumah tangga, pekerja kantor, serta buruh pabrik dan bangunan. Dibuat dan dijajakan oleh ibu- ibu muda yang bersolek, memakai batik dan kebaya dengan sebuah bakul sarat botol-botol berisi racikan obat tradisional tersandang dengan selendang lusuh di punggungnya ( Kodim, 2000 ).
Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan pencampuran pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, parem, tapel, tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.
Penjual jamu gendong menjajakan dari pintu ke pintu dengan membawa jamu perasan, pilis dan parem. Sering kali juga membawa jamu dari pabrik.
Perbedaan jamu gendong dan jamu bagolan adalah jamu gendong menjual barang jadi, sedangkan jamu bagolan menjual barang setengah jadi, yaitu berupa ramuan yang sudah ditumbuk kemudian diracik dengan menambah air matang, disaring, dan hasilnya siap diminum. Dalam rumah tangga pekerjaan jamu gendong sering dilakukan oleh ibu rumah tangga dengan skala yang lebih kecil untuk keperluan sendiri dengan ramuan yang lebih sederhana. Sebagai alat penumbuk digunakan
pipisan dan gandhik, yaitu alat penumbuk yang dibuat dari batu, disamping
digunakan lumping dan alu. Bahan baku ramuan jamu terdiri dari bahan segar dan bahan kering atau simplisia, yang diperoleh dari pedagang simplisia pasar (craken). Hingga kini jamu digunakan oleh penduduk pedesaan maupun perkotaan. Dalam rumah tangga ibu-ibu sering membuat ramuan dengan tujuan untuk memelihara kebugaran dan kecantikan baik berupa minuman maupun bedak, pilis, atau param (Soegihardjo,2002).
Penggunaan jamu gendong biasanya berdasarkan kebiasaan turun-temurun secara umum, sudah diketahui manfaat jamu gendong, namun secara tertulis gendong lebih banyak sebagai upaya promotif dan preventif kesehatan (Handayani & Suharmiati, 2001).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar produk jamu gendong yang dihasilkan aman dikonsumsi oleh masyarakat adalah (Prabowo, 2001).
a. Bahan baku (simplisia) : Bahan baku yang digunakan tidak boleh tercemar oleh cemaran fisik, mikroba dan senyawa kimia beracun (insektisida).
b. Air yang dipergunakan Air yang sehat adalah yang tidak tercemar secara fisik, oleh organisme merugikan, dan tidak tercemar senyawa beracun tidak berbau, tidak berwarna dan tidak keruh.
c. Alat yang digunakan Agar jamu yang dihasilkan mempunyai keamanan, maka harus dibuat menggunakan peralatan yang bersih dan tidak mencemari jamu.
d. Kebersihan dan perilaku penjual Perilaku merupakan pangkal terjadi kondisi bersih atau kotor. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Micrococcus,
Bacillus , Streptococcus, Enterococcus, dan Escherichia (Anonim, 1985).
D. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan lebih lama. Penurunan mutu atau kerusakan simplisia dapat dihambat dengan pengurangan kadar air dengan tujuan untuk penghentian reaksi enzimatik. Kandungan air dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan mikroba lainnya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air kurang dari 10% (Anonim, 1994b).
Pengeringan yang tepat meliputi dua masalah utama yaitu pengaturan suhu dan pengaliran udara yang teratur. Cara pengeringan yang paling sederhana dilakukan adalah pengeringan di bawah sinar matahari. Simplisia yang dikeringkan dengan cara ini adalah yang berasal dari dari akar, rimpang, kulit, dan biji-bijian. Keuntungan dari cara pengeringan ini adalah biaya yang murah, tetapi mempunyai kekurangan yaitu suhu dan kelembaban tidak dapat dikontrol, serta waktu yang relatif lebih lama. Waktu pengeringan tergantung cuaca dan intensitas penyinaran, serta mudah terkontaminasi oleh mikroba dari luar, serta pengaruh sinar ultraviolet yang dapat merusak kandungan kimia dari simplisia.
Cara pengeringan yang lain adalah dengan menggunakan pengering mekanis (oven) yang menggunakan tambahan panas. Pengeringan dengan panas buatan ini memberikan beberapa keuntungan yaitu : tidak tergantung cuaca, tidak memerlukan tampat yang luas, kondisi pengeringan dapat dikontrol sehingga pengeringan dapat rata pada tiap bagian dari simplisia. Pengeringan dengan alat pengeringan ditentukan dengan tepat dan selama pengeringan dikontrol dangan baik (Anonim, 1994b).
D. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau bahan- bahan dari segala bentuk kehidupan, terutama mikroba. Macam sterilisasi yang digunakan tergantung pada macam sifat dan bahan. Cara umum yang dipakai untuk sterilisasi, yaitu :
1. Sterilisasi dengan panas Penggunaan panas merupakan cara termudah untuk mensterilkan bahan, dengan
o
syarat bahwa bahan tersebut tahan terhadap pemanasan. Suhu 121 C selama 15 menit digunakan untuk mematikan spora. Uap harus dipertahankan pada tekanan
o
15 lb/sq di atas tekanan atmosfer untuk memperoleh suhu 121 C (Jawetz dkk, 1996). Sterilisasi ini dibedakan menjadi 2, yaitu : sterilisasi panas lembab dan sterilisasi panas kering (Hadioetomo, 1985).
Disebut sterilisasi panas lembab, bila digunakan bersama-sama dengan uap air dan sterilisasi panas kering, bila tanpa kelembaban. Panas lembab sangat efektif meskipun pada suhu yang tidak begitu tinggi, karena ketika uap air berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan panas sebanyak 686 kalori per
o
gram uap air pada suhu 121
C. Panas ini mendenaturasikan atau mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian mematikannya. Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam autoklav atau o
bertekanan dengan suhu 121 C selama 15 menit. Sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa saja yang dapat ditembus oleh uap air dan tidak
o o
rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar 110 C sampai 121
C. Bahan- bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain medium biakan, air suling, alat-alat gelas, biakan yang akan dibuang, medium tercemar dan bahan- bahan dari karet (Hadioetomo, 1985). Beberapa cara pemanasan basah dapat membunuh mikroba karena panas basah dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim di dalam sel (Fardiaz,1992).
Ada empat hal yang harus diingat bila melakukan sterilisasi basah: (1) sterilisasi bergantung pada uap, karena itu udara harus dikosongkan betul-betul dari ruang sterilisator; (2) semua bagian bahan yang disterilkan harus terkena uap, karena itu tabung dan labu kosong harus diletakkan dalam posisi tidur agar udara tidak terperangkap didasarnya; (3) bahan-bahan yang berpori atau yang berbentuk cair harus permeabel terhadap uap; (4) suhu sebagaimana yang terukur oleh
o
termometer harus mencapai 121 C dan dipertahankan setinggi itu selama 15 menit (Hadioetomo,1985)
Dibandingkan dengan panas lembab, panas kering kurang efisien dan membutuhkan suhu lebih tinggi serta waktu yang lebih lama untuk sterilisasi.
Karena bentuk kehidupan yang paling tahan panas, yaitu endospora bakteri, berperilaku seakan-akan tidak mengandung kelembaban, maka panas kering harus
o o
mencapai suhu 166 C C untuk dapat mematikannya. Sterilisasi panas kering
- –175 dapat diterapkan pada apa saja yang tidak menjadi rusak, menyala, hangus, atau
2. Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi) Sterilisasi ini digunakan untuk mensterilkan medium laboratorium dan larutan-larutan yang sangat peka terhadap panas atau relatif tidak tahan terhadap pemanasan. Dengan cara ini larutan atau suspensi dibebaskan dari semua mikroba hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecil (0,45 atau 0,22 mikron) sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan di atasnya, sedangkan filtratnya ditampung di dalam wadah yang steril(Hadioetomo, 1985).
3. Sterilisasi dengan bahan kimia Pelaksanaanya dilakukan dengan menggunakan gas atau cairan pembunuh mikroba yang secara khusus diterapkan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan, sediaan atau barang yang jika dipanaskan sekali atau berulang kali sedikit banyak akan mengalami perubahan. Sterilisasi secara kimia dapat menggunakan etilen oksida, asam perasetat, dan formaldehide (Hadioetomo, 1985).
a. Alkohol. Senyawa dalam struktur R-CH
2 OH ( di mana
R berarti “gugus alkil”) bersifat racun terhadap sel pada konsentrasi yang relatif tinggi. Pada konsentrasi yang biasa dipakai (70 % larutan dalam air) alkohol bekerja sebagai denaturan protein b. Fenol. Fenol dan banyak senyawa fenol merupakan zat anti mikroba yang kuat. Pada konsentrasi yang biasa digunakan (larutan dalam air 1-2%), fenol dan derivatnya menyebabkan denaturasi protein.
c. Ion logam berat. Air raksa, tembaga, dan perak dalam bentuk garam bersifat denaturan protein pada konsentrasi tinggi. Ion-ion ini biasanya digunakan pada konsentrasi yang sangat rendah, ion-ion bekerja dengan bergabung pada gugus sulfhidril.
d. Unsur pengoksida. Unsur pengoksida kuat menyebabkan sel-sel tidak aktif karena gugus sulfhidril bebas dioksidasi.
e. Unsur pengalkil. Sejumlah unsur bereaksi dengan senyawa dalam sel untuk menggantikan atom hidrogen labil dengan gugus alkil. Dua unsur jenis ini yang biasa digunakan untuk tujuan disinfeksi ialah formaldehida dan etilen oksida.
f. Detergen. Permukaan antara selaput mengandung lipid pada sel bakteri dan perbenihan cair yang mengelilinginya menarik suatu golongan senyawa aktif permukaan tertentu, yaitu senyawa yang sekaligus memiliki gugus yang dapat larut dalam lemak dan larut dalam air (Jawetz dkk, 1996).
4. Sterilisasi dengan radiasi Sinar matahari yang dipancarkan langsung pada sel vegetatif mikroba terhadap sinar matahari. Aktivitas bakterisida dari sinar matahari disebabkan oleh sinar ultraviolet dari spektrum sinar. Sinar ultraviolet yang dipancarkan dari lampu uap merkuri sering digunakan untuk menyinari ruangan sehingga mengurangi kontaminasi mikroba di udara. Radiasi ultraviolet menyebabkan kesalahan dalam replikasi DNA dan mempunyai aktivitas mutagenik pada sel-sel hidup. (Fardiaz,1992)
E. Media
Untuk menumbuhkan suatu mikroba, diperlukan suatu substrat makanan yang biasa disebut media, yang mengandung unsur-unsur makanan yang diperlukan oleh mikroba tersebut. Unsur-unsur makanan itu dapat berupa garam- garam anorganik seperti protein, asam amino, dan vitamin-vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Agar mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam media diperlukan persyaratan tertentu, yaitu :
1. Bahwa didalam media harus terkandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembang biakan mikroba.
2. Bahwa media harus mempunyai tekanan osmosa, tekanan permukaan, dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroba.
3. Bahwa media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditanami mikroba yang dimaksud, tidak ditumbuhi oleh mikroba lain yang tidak diharapkan.
Beberapa media diramu oleh ahli mikrobiologi untuk menjaring dan membedakan mikroba. Kelompok media biakan ini disebut media selektif dan diferensial. Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit 1 bahan yang menghambat perkembangbiakan mikrobayang tidak diinginkan, dan membolehkan perkembangbiakan mikroba tertentu yang ingin diisolasi. Bahan yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba adalah antibiotik seperi streptomycin, dan penicillin, bahan kimiawi seperti Na-azide atau zat warna kristal violet dan malakit hijau.
Media diferensial diramu agar dapat membedakan kelompok mikroba tertentu dapat tumbuh pada media biakan. Media diferensial biasanya mengandung bahan kimia yang dapat digunakan oleh kelompok mikroba tertentu. Bila berbagai kelompok mikroba tumbuh pada media diferensial, maka dapat dibedakan kelompok mikroba berdasarkan perubahan pada media biakan atau koloninya.
Konsistensi medium bermacam macam. Medium cair seperti kaldu nutrien dapat digunakan untuk pembiakan organisme dalam jumlah besar, penelahaan fermentasi, dan uji lain. Medium padat digunakan untuk mengamati morofologi koloni dan mengisolasi biakan murni. Bahan pemadat yang paling umum digunakan adalah agar-agar, walaupun bisa digunakan gelatin dan silika gel. Medium setengah padat kegunaannya untuk menguji motilitas dan kemampuan fermentasi. Dalam medium setengah padat mengandung gelatin atau agar dalam konsentrasi yang lebih kecil dibanding pada medium padat.
Media yang mengandung zat zat kimia tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan satu kelompok bakteri atau lebih tanpa menghambat pertumbuhan organisme yang diinginkan disebut media selektif contohnya Sabo
roud’s glucose
agar. Media yang mengandung zat-zat kimia tertentu yang memungkinkan
pengamat membedakan berbagai tipe bakteri, contohnya eosin methylene blue agar disebut media differensial(Hadioetomo,1985).
Media umum adalah media yang dapat digunakan untuk menumbuhkan dan mendeteksi sebagian besar organisme aerob maupun fakultatif anaerob.
Media diperkaya adalah media yang dapat menumbuhkan suatu mikroba dengan baik karena mengandung bahan tambahan tertentu. Media khusus adalah media yang dibuat dengan bahan tambahan khusus yang bertujuan untuk mengisolasi mikroba patogen tertentu tapi tidak ditemukan pada media umum atau pada media diperkaya(Murray,1999).
Media biakan yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri terdapat dalam bentuk padat, semi padat, dan cair. Media padat diperoleh dengan menambahkan agar, dan agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan oleh mikrooganisme, dan membeku pada suhu
o
45 C. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5 sampai 2% (Bibiana, 1994).
a. Plate Count Agar
Plate Count Agar digunakan untuk penghitungan jumlah mikroba
dalam susu, juga digunakan untuk penghitungan jumlah mikroba dalam air, pankreatik kasein,ekstrak ragi dan glukosa yang penting untuk pertumbuhan dari mikroba yang ditumbuhkan(Atlas,1997) b. Pepton water
Medium ini digunakan dalam uji indol. Untuk memperoleh satu liter media dibuat dengan cara melarutkan 15 gram bahan dalam satu liter aquadest lalu dimasukkan dalam tabung reaksi. Sterilisasi dengan autoklaf
○ selama. 15 menit dengan suhu 121 C (Atlas,1997).
F. Penghitungan Angka Lempeng Total (ALT)
Analisa kuantitatif, mikroba-mikroba tidak dapat dihitung secara tepat dengan pemeriksan mikroskopik kecuali bila sekurang-kurangnya ada 100 juta
8
5
(10 )sel untuk setiap ml.Air dalam alam jarang mengandung lebih dari 10 sel untuk tiap ml. karena metode yang digunakan adalah perhitungan pada lempeng perbenihan. Sejumlah tertentu air yang akan diperiksa diencerkan secara berturut- turut, kemudian 1 ml dari tiap larutan tersebut ditanamkan pada pada lempeng agar-agar nutrien dan koloni-koloni yang kemudian tumbuh dihitung. Karena hanya sel-sel yang hanya sanggup membentuk koloni saja yang dihitung maka metode ini dikenal pula sebagai “perhitungan sel hidup”. Untuk menentukan jumlah bakteri dapat digunakan beberapa cara, antara lain :
a. Jumlah bakteri secara keseluruhan (total cell count). Pada cara ini dihitung semua bakteri baik yang hidup maupun yang mati. Pada penghitungan dengan cara ini dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:
Menghitung langsung secara mikroskop. Pada cara ini dihitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Untuk ini digunakan kaca obyek khusus yang bergaris(Petroff-Hauser) berbentuk bujur sangkar. Jumlah cairan yang terdapat antara kaca obyek dan kaca penutup mempunyai volume tertentu, sehingga satuan isi yang terdapat dalam bujur sangkar juga tertentu.
Pembesaran yang digunakan untuk melihat bakteri membatasi volume cairan yang diperiksa. Hanya cairan yang mengandung jumlah bakteri yang tinggi yang dapat menggunakan cara ini. Selain menghitung secara langsung dengan mata, dapat pula digunakan alat penghitung elektronik coulters counter. Dengan alat ini dihitung semua benda yang memiliki ukuran diameter 30µm, sehingga cairan yang akan dihitung jumlah bakterinya haruslah benar-benar hanya mengandung bakteri (Lay,1994).
Pada penghitungan dengan metode ini hasil pengenceran dari bahan tidak ditanam dalam cawan berisi media, tetapi diteteskan dalam ruang penghitung, yaitu kaca obyek khusus yang selanjutnya dilihat di bawah mikroskop terhadap sel mikroba yang terdapat dalam kolom-kolom penghitung. Misalnya didapatkan jumlah yang terhitung 12 sel, maka
3
7
penghitungan jumlah sel adalah : 12 x 25 x 50 x 10 = 1,5 x 10 sel/ml di mana 12 = jumlah sel yang terhitung, 25 = jumlah kotak pada ruang penghitung yang dipergunakan untuk menghitung, 50 = volume tiap-tiap
3 mempunyai keuntungan yaitu semua sel bakteri yang hidup maupun mati dapat dihitung. Adapun kerugian dari metode ini yaitu kesalahan menghitung akan didapat kalau sistem pengencerannya tidak homogen lagi.
Menghitung dengan cara kekeruhan. Cara ini menggunakan alat spektrofotometer. Dasar teknik ini adalah banyaknya cahaya yang diabsopsi sebanding dengan banyaknya sel bakteri pada batas-batas tertentu. Jumlah mikroba dalam suspensi dapat ditentukan dengan menentukan kerapatan optik. Pengukuran kerapatan optik menggunakan kolorimeter yang membiaskan cahaya dengan gelombang tertentu.
Gelombang cahaya melewati suspensi biakan dan banyaknya cahaya yang ditransmisikan setelah melewati suspensi diukur. Jumlah cahaya yang ditransmisikan setelah melewati suspensi biakan berbanding terbalik dengan jumlah mikroba dan jumlah cahaya yang diabsorpsi. Jumlah cahaya yang diabsorpsi tergantung pada bentuk dan besar sel.
Spektrofometer dapat mengukur kepekatan sel dari suspensi dalam %T (transmitance) atau OD(jumlah cahaya yang diabsorpsi dan disebarkan). Dalam mikrobiologi digunakan OD sebagai satuan hitungan, karena OD sebanding dengan kepekatan sel dalam suspensi biakan (Lay,1994)