Uji angka lempeng total dan identifikasi escherichia coli dalam jamu gendong beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi Wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.

(1)

INTISARI

Jamu beras kencur merupakan salah satu obat tradisional Indonesia yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat dan dipercaya memiliki khasiat menghilangkan pegal-pegal serta dapat meningkatkan nafsu makan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Angka Lempeng Total (ALT) dan mengidentifikasi keberadaan bakteri Escherichia coli dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Tradisional Sambilegi di wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta. Persyaratan mutu obat tradisional telah diatur dalam Peraturan KBPOM RI No.12 Tahun 2012. Adanya E.coli dan ALT yang melebihi batas pada jamu beras kencur tentu dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif komparatif. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi penentuan tempat pengambilan sampel, pemilihan dan pengumpulan sampel, pengujian ALT dan analisis hasil berpedoman pada SNI 2897 tahun 2008, serta identifikasi E.coli dan analisis hasil uji berpedoman pada MA PPOMN tahun 2006.

Hasil pengujian menunjukkan ALT sampel jamu beras kencur yang melebihi persyaratan. Nilai ALT pada pedagang 1 sebesar 1,2 x 106 koloni/mL ; pedagang 2 sebesar 1,7 x 108 koloni/mL ; pedagang 3 sebesar 2,3 x 108 koloni/mL, serta terdapat cemaran bakteri E.coli pada pedagang 1 dan pedagang 2.

Kata kunci : Jamu beras kencur, ALT, Escherichia coli, persyaratan mutu obat tradisional


(2)

ABSTRACT

Jamu beras kencur was one of Indonesian traditional medicine were usually consumed by Indonesian public and believed to have efficacy eliminate aches and can increase appetite.

The aims of this research were to determine Total Plate Count (TPC) and identify the presence of E.coli in jamu beras kencur were sold at Sambilegi traditional market in the region Maguwoharjo Depok Sleman, Yogyakarta. The quality requirements of traditional medicine in Regulation KBPOM RI No.12 of 2012. ALT values in jamu beras kencur that exceed the limit and contained of E.coli can endanger public health.

This research is non-experimental research with comparative descriptive design. Stages of research was conducted on the determination location of the sampling, sampling and collection of jamu beras kencur, ALT testing referred to SNI 2897;2008 and identification of E.coli bacteria referred to MA PPOMN 2006.

The results of tests conducted on jamu beras kencur samples were not comply the requirements. ALT values of seller number 1 are 1,2 x 106 colonies/mL ; seller number 2 are 1,7 x 108 colonies/mL ; seller number 3 are 2,3 x 108 colonies/mL, and there are E.coli contamination on seller 1 and 2.

Keywords : jamu beras kencur, ALT, Escherichia coli, the quality requirements of


(3)

UJI ANGKA LEMPENG TOTAL DAN IDENTIFIKASI Escherichia coli DALAM JAMU GENDONG BERAS KENCUR YANG DIJUAL DI PASAR

SAMBILEGI WILAYAH MAGUWOHARJO KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Ni Komang Meyla Wulandari NIM : 128114064

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

TOTAL DAN IDENTIFIKASI Escherichia coli DALAM JAMU GENDONG BERAS KENCUR YANG DIJUAL DI PASAR SAMBILEGI WILAYAH

MAGUWOHARJO KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Ni Komang Meyla Wulandari NIM : 128114064

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Asmad vakkayacittaistu nacaredasubham narah,

subhasubham hyacarati tasya tasyasnute phalam

“Oleh karenanya, inilah yang harus diusahakan seseorang, jangan

biarkan kata-kata, perbuatan dan pikiran melakukan perbuatan

buruk, karena orang yang melakukan sesuatu yang baik,

kebaikanlah yang diperolehnya ; jika kejahatan merupakan

perbuatannya, celaka yang ditemukan olehnya “

(

Sarasamuccaya

, Sloka : 156)

Ku persembahkan skripsi ini untuk: Ida Sang Hyang Widhi Wasa penjaga penuntun dan penolongku Orangtua, kakak-kakakku dan keluargaku yang selalu mendukung

baik suka maupun duka Almamaterku yang aku banggakan dan semua orang yang Tuhan hadirkan dalam hidup ku Terimakasih

Dengan penuh ucapan syukur, Ni Komang Meyla Wulandari


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Angka Lempeng Total dan Identifikasi Escherichia coli dalam

Jamu Gendong Beras Kencur yang dijual di Pasar Sambilegi Wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt selaku Dosen Pembimbing skripsi atas segala kesabaran untuk selalu membimbing, memberi motivasi dan memberi masukan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji atas pengarahan,

kritik dan saran yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.


(11)

viii

4. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. selaku dosen penguji atas pengarahan, kritik dan saran yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Seluruh staf serta karyawan Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta atas bimbingan, dukungan, kesabaran serta kerjasamanya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Kedua orang tuaku Ir. I Ketut Suana dan Putu Marwati S.Pd yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan semangat baik moral maupun materi selama menjalani perkuliahan hingga terselesainya skripsi ini.

7. Kakakku tersayang Ni Putu Yuni Prahida Sastra Y. dan Ni Kadek Ari Frida Paramitha yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis. 8. Seluruh keluarga, keponakanku Odit, Rara, Yuri, Nayla yang selalu

menghibur dan menjadi motivasi penulis.

9. I Putu Abhiseka Pranajaya S.Farm yang selalu mendampingi dengan sabar, memberikan dukungan, semangat dan keceriaan selama proses pembuatan skripsi ini.

10.I Dewa Ayu Sri Angga Dewi, Kadek Rusta Manik Apriadi sahabatku yang menjadi tempat berbagi keluh kesah selama perkuliahan hingga proses pembuatan skripsi ini, serta terima kasih untuk Maria Sri Ayu, Sylviana, Okta Puspita, Graciano, Kathrin atas keceriaannya selama perkuliahan.


(12)

ix

11.Rekan-rekan penelitian seperjuangan Angga Dewi, Graciano, Nataya Anita, Caritas Cindy, Bernadita, Meylisa Mutiara dan Maria Dora, untuk semangat kerjasama yang selalu diberikan selama proses penyusunan skripsi

12.Teman-teman Farmasi USD angkatan 2012, teman-teman FKK A 2012 dan FSM B 2012 atas kebersamaan, keceriaan selama proses perkuliahan.

13.Teman-teman Kos Difa No 7777 Paingan 3 lantai bawah, Kak Shinta, Kak Meland, Kak Defi, Cece Putri, Inge, Liana, Heidy, Vita, atas bantuan, perhatian, dan canda tawa yang diberikan.

14.Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademisi, masyarakat, serta dapat memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian.

Yogyakarta, Januari 2016


(13)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix


(14)

xi

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Keaslian Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 11

A. Obat Tradisional, Jamu dan Cairan Obat Dalam ... 11

B. Jamu Gendong Beras Kencur... 13

C. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) ... 15

D. Angka Lempeng Total (ALT) ... 18

E. Escherichia coli ... 20

F. Identifikasi Escherichia coli ... 23

G. Pengecatan Gram ... 27

H. Media ... 29

I. Sterilisasi... 32

J. Landasan Teori ... 34

K. Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 37

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 37


(15)

xii

2. Variabel pengacau ... 37

3. Definisi operasional ... 38

C. Bahan Penelitian... 39

D. Alat Penelitian ... 40

E. Tata Cara Penelitian ... 40

1. Pemilihan dan Pengambilan Sampel ... 40

2. Penanganan Wadah dan Penyiapan Sampel... 40

3. Tahap Pra-Pengkayaan ... 40

4. Uji Angka Lempeng Total (ALT) ... 41

5. Uji Identifikasi Escherichia coli ... 42

F. Analisis Hasil ... 46

1. Uji ALT... 47

2. Identifikasi Escherichia coli ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Pemilihan dan Pengumpulan Sampel Jamu Gendong Beras Kencur ... 54

B. Sterilisasi Media, Alat dan Ruangan ... 56

C. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel ... 58

D. Uji Angka Lempeng Total (ALT) ... 59

E. Identifikasi Escherichia coli ... 65

1. Tahap Pengkayaan pada media Escherichia coli Broth ... 65


(16)

xiii

3. Tahap Identifikasi dan Konfirmasi keberadaan E.coli ... 72

a. Uji Fermentasi Karbohidrat ... 73

b. Uji Sulfur (H2O) ... 80

c. Uji Indol ... 82

d. Uji Motilitas ... 83

e. Uji Metil Merah ... 85

f. Uji Voges-Proskauer ... 86

g. Uji Sitrat ... 88

h. Pengecatan Gram ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN ... 102


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Petunjuk Penghitungan Total Plate Count (TPC)... 50

Tabel II. Uji fermentasi karbohidrat, uji sulfur, uji motilitas dan uji IMVIC pada identifikasi E.coli ... 52

Tabel III. Angka Lempeng Total (ALT) dari ke-3 sampel Jamu Beras Kencur ... 63

Tabel IV. Hasil uji biokimia dan pengecatan Gram dalam sampel jamu beras kencur pedagang 1 ... 92

Tabel V. Hasil uji biokimia dan pengecatan Gram dalam sampel jamu beras kencur Pedagang 2 ... 93


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Sampel jamu beras kencur dalam botol steril dan coolbox ... 55

Gambar 2. Kontrol media dan kontrol pelarut... 62

Gambar 3. Hasil Uji Pengkayaan E.coli pada media ECB ... 66

Gambar 4. Hasil isolasi E.coli pada sampel jamu beras kencur dalam media Tryptone Bile X-Glucuronide (TBX) ... 70

Gambar 5. Hasil isolasi E.coli pada sampel jamu beras kencur dalam Nutrient Agar Miring ... 72

Gambar 6. Hasil uji fermentasi glukosa pada sampel jamu beras kencur ... 75

Gambar 7. Hasil uji fermentasi laktosa pada sampel jamu beras kencur ... 76

Gambar 8. Hasil uji fermentasi manitol pada sampel jamu beras kencur ... 77

Gambar 9. Hasil uji fermentasi maltosa pada sampel jamu beras kencur ... 78

Gambar 10. Hasil uji fermentasi sukrosa pada sampel jamu beras kencur ... 80

Gambar 11. Hasil uji sulfur, Indol dan motilitas sampel jamu beras kencur pada media SIM ... 84


(19)

xvi

Gambar 13. Hasil uji Voges-Proskauer sampel jamu beras kencur... 87

Gambar 14. Hasil uji sitrat sampel jamu beras kencur ... 89


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat ijin penelitian di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta ... 103

Lampiran 2. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu beras kencur

Pedagang 1 inkubasi 48 jam ... 104

Lampiran 3. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu beras kencur

Pedagang 2 inkubasi 48 jam ... 105

Lampiran 4. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu beras kencur Pedagang 3 inkubasi 48 jam ... 107

Lampiran 5. Foto ALT sampel jamu beras kencur pada inkubasi 48 jam


(21)

xviii INTISARI

Jamu beras kencur merupakan salah satu obat tradisional Indonesia yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat dan dipercaya memiliki khasiat menghilangkan pegal-pegal serta dapat meningkatkan nafsu makan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Angka Lempeng Total (ALT) dan mengidentifikasi keberadaan bakteri Escherichia coli dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Tradisional Sambilegi di wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta. Persyaratan mutu obat tradisional telah diatur dalam Peraturan KBPOM RI No.12 Tahun 2012. Adanya E.coli dan ALT yang melebihi batas pada jamu beras kencur tentu dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif komparatif. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi penentuan tempat pengambilan sampel, pemilihan dan pengumpulan sampel, pengujian ALT dan analisis hasil berpedoman pada SNI 2897 tahun 2008, serta identifikasi E.coli dan analisis hasil uji berpedoman pada MA PPOMN tahun 2006.

Hasil pengujian menunjukkan ALT sampel jamu beras kencur yang melebihi persyaratan. Nilai ALT pada pedagang 1 sebesar 1,2 x 106 koloni/mL ; pedagang 2 sebesar 1,7 x 108 koloni/mL ; pedagang 3 sebesar 2,3 x 108 koloni/mL, serta terdapat cemaran bakteri E.coli pada pedagang 1 dan pedagang 2.

Kata kunci : Jamu beras kencur, ALT, Escherichia coli, persyaratan mutu obat tradisional


(22)

xix ABSTRACT

Jamu beras kencur was one of Indonesian traditional medicine were usually

consumed by Indonesian public and believed to have efficacy eliminate aches and can increase appetite.

The aims of this research were to determine Total Plate Count (TPC) and identify the presence of E.coli in jamu beras kencur were sold at Sambilegi traditional market in the region Maguwoharjo Depok Sleman, Yogyakarta. The quality requirements of traditional medicine in Regulation KBPOM RI No.12 of 2012. ALT values in jamu beras kencur that exceed the limit and contained of E.coli can endanger public health.

This research is non-experimental research with comparative descriptive design. Stages of research was conducted on the determination location of the sampling, sampling and collection of jamu beras kencur, ALT testing referred to SNI 2897;2008 and identification of E.coli bacteria referred to MA PPOMN 2006.

The results of tests conducted on jamu beras kencur samples were not comply the requirements. ALT values of seller number 1 are 1,2 x 106 colonies/mL ; seller number 2 are 1,7 x 108 colonies/mL ; seller number 3 are 2,3 x 108 colonies/mL, and there are E.coli contamination on seller 1 and 2.

Keywords : jamu beras kencur, ALT, Escherichia coli, the quality requirements of traditional medicine


(23)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pada saat ini terdapat kecenderungan masyarakat untuk lebih memilih menggunakan pengobatan berdasarkan pada “back to nature” (kembali ke alam) dikarenakan asumsi masyarakat yang berpendapat bahwa pengobatan yang memanfaatkan bahan-bahan alam apabila digunakan secara tepat akan memberikan efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan pengobatan dengan obat modern/kimia, bahan baku yang mudah ditemukan serta harganya yang terjangkau. Hal inilah yang menyebabkan semakin meningkatnya perkembangan obat tradisional (Sholichah, 2012).

Obat tradisional pada umumnya dimanfaatkan untuk mencegah penyakit dan menjaga kesehatan, serta sebagai upaya pengobatan suatu penyakit. Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional pasal 1 pada Bab 1 Ketentuan Umum disebutkan yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (BPOM RI, 2014).


(24)

Salah satu obat tradisional yang terkenal di Indonesia adalah jamu. Khususnya di pulau Jawa, kebiasaan minum jamu sudah menjadi salah satu budaya. Jamu digunakan sebagai sarana perawatan kesehatan sehari-hari maupun sebagai sarana pemulihan kesehatan dengan memperhatikan aspek keamanan, mutu dan khasiatnya (Wasito, 2011). Jamu dapat dikategorikan dalam cairan obat dalam. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/ Menkes/SK/VII/1994 cairan obat dalam merupakan sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam air, bahan bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan digunakan sebagai obat dalam (DepKes RI, 1994). Pemanfaatan dan pemasaran cairan obat dalam seperti jamu di Indonesia sangat beragam, misalnya dalam bentuk cair yang biasa disebut jamu gendong.

Jamu gendong merupakan obat tradisional berupa cairan yang dijajakan untuk langsung digunakan, tanpa penandaan atau merek dagang (Suharmiati, 2003). Pembuatan jamu gendong sebagai obat tradisional didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat semua jenis jamu hampir sama yaitu berasal dari tumbuh-tumbuhan hanya berbeda pada komposisi dan variasi bahannya (Suharmiati, 2003). Usaha jamu gendong merupakan usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen dan tidak wajib memiliki izin edar. Hal tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.007


(25)

Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional. Dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar, namun pada Pasal 4 menyebutkan bahwa pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terhadap obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong. Oleh karena itu perlu dilakukan uji untuk mengetahui kebersihan dalam proses pembuatan serta jaminan kualitas mutu dari jamu gendong agar tetap aman dikonsumsi (DepKes RI, 2012).

Salah satu jamu gendong yang sering dikonsumsi masyarakat adalah jamu beras kencur (Susan, 2001). Komposisi utama dari jamu beras kencur adalah beras

(Oryza sativa L.) dan kencur (Kaempferia galangal L.). Bahan tambahan yang sering

digunakan dalam pembuatan jamu beras kencur yaitu jahe, cengkeh, adas, asam jawa, gula merah maupun garam. Jamu beras kencur dipercaya memiliki khasiat menghilangkan kelelahan dan rasa pegal-pegal pada tubuh, meningkatkan nafsu makan serta menghindari terkena flu (Suharmiati, 2003).

Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa 59,12 % penduduk Indonesia yang terdapat pada semua kelompok umur, laki-laki dan perempuan, baik di pedesaan maupun perkotaan pernah mengkonsumsi jamu untuk menjaga kesehatan maupun untuk pengobatan karena sakit. Bentuk sediaan jamu yang paling banyak disukai penduduk adalah cairan (55 %), diikuti seduhan/serbuk (44 %), rebusan/rajangan (20,5 %) dan bentuk kapsul/pil/tablet (11,5 %) (DepKes RI, 2010). Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 30,4 % rumah tangga di Indonesia


(26)

memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional. Jenis pelayanan kesehatan tradisional yang dimanfaatkan oleh rumah tangga terbanyak adalah keterampilan tanpa alat dan 49 % diantaranya memilih penggunaan jamu (DepKes RI, 2013). Data Riskesdas tersebut menunjukkan bahwa jamu sebagai bagian obat tradisional telah digunakan secara luas dan diterima oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatannya.

Jamu yang diproduksi harus memenuhi kriteria sesuai dengan PerMenKes RI No. 003/MENKES/PER/I/2010 pada pasal 4 yaitu : aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada dan memenuhi persyaratan mutu (DepKes RI, 2010). Persyaratan jaminan keamanan, kemanfaatan dan mutu yang khusus itu telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/ Menkes/SK/VII/1994 dan telah diperbaharui dalam Peraturan KBPOM Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional yang mensyaratkan : (1) Keseragaman volume, (2) Angka Lempeng Total kurang dari atau sama dengan 104 koloni/mL, (3) Angka Kapang Khamir kurang dari atau sama dengan 103 koloni/mL, (4) Tidak mengandung mikroba patogen meliputi

Eschericia coli, Salmonella spp, Shigella spp, Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus aureus, (5) Kadar aflatoksin total (aflatoksin B1, B2, G1 dan G2) ≤

20 µg/kg dengan syarat aflatoksin B1 ≤ 5 µg/kg. (6) Tidak terdapat cemaran logam berat (BPOM RI, 2014).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa parameter jaminan keamanan dan mutu jamu dalam aspek mikrobiologi seperti Angka Lempeng Total


(27)

(ALT) dan identifikasi adanya cemaran bakteri patogen Eschericia coli dalam jamu gendong beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta. Peneliti memilih Pasar Tradisional Sambilegi sebagai lokasi sampling karena letaknya yang strategis dan ukuran pasarnya yang cukup luas menyebabkan Pasar Sambilegi menjadi salah satu pasar yang ramai dikunjungi oleh masyarakat dibandingkan dengan pasar tradisional lainnya yang berada di wilayah Maguwoharjo. Selain itu, berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada bulan Februari, di Pasar Sambilegi terdapat cukup banyak pedagang jamu tradisional sehingga masyarakat di sekitar wilayah tersebut apabila ingin mengkonsumsi jamu akan membeli jamu di Pasar Sambilegi. Minat masyarakat dalam mengkonsumsi jamu masih cukup tinggi. Hal tersebut diketahui dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada saat mengunjungi pasar, yaitu jamu yang dijual oleh tiga pedagang terjual habis setiap harinya. Jamu beras kencur menjadi jamu yang paling banyak peminatnya diantara berbagai jenis jamu yang dijual di Pasar Sambilegi. Jamu beras kencur diminati karena rasanya yang enak dibandingkan dengan jamu lainnya serta manfaat menghangatkan tubuh yang dirasakan oleh para konsumen.

Menurut Syarief (2003), jamu dapat menjadi media penularan penyakit bagi konsumen akibat proses pengolahan dan penyajian jamu yang dilakukan dengan cara sangat sederhana, sehingga tidak menutup kemungkinan apabila jamu tercemar oleh mikroorganisme. Agar diperoleh jamu yang memenuhi persyaratan kesehatan, perlu


(28)

diperhatikan hal-hal seperti air yang digunakan, kondisi pembuat jamu, bahan baku, peralatan, serta wadah yang digunakan. Higienitas saat pengolahan jamu beras kencur oleh pedagang kurang mendapat perhatian dari konsumen. Saat melakukan observasi di lapangan, peneliti melihat penjual jamu tidak menggunakan sabun dan air mengalir pada saat mencuci tangan sebelum membuat jamu. Botol dan gelas yang akan digunakan sebagai wadah jamu yang siap diminum juga kurang diperhatikan kebersihannya, hanya dicuci dengan cara mencelupkan botol kedalam ember yang berisi air. Ketidakhigienisan dalam proses pengolahan jamu dan kurangnya kebersihan pada peralatan yang digunakan saat mengolah jamu memungkinkan adanya kontaminasi bakteri.

Uji Angka Lempeng Total digunakan untuk menghitung banyaknya bakteri yang tumbuh dan berkembang dalam sampel serta merupakan salah satu acuan untuk dapat menentukan keamanan dan kualitas secara mikrobiologis dari sediaan obat tradisional. Apabila nilai ALT melebihi batas yang telah ditentukan, maka dikhawatirkan terdapat bakteri dengan jumlah yang sangat banyak dan bersifat patogen yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit infeksi akibat mengkonsumsi jamu yang telah terkontaminasi bakteri (Radji, 2010).

Identifikasi E.coli dipilih karena bakteri ini dapat menjadi salah satu indikator untuk mengetahui kualitas mikrobiologis dan sanitasi pada saat proses pembuatan jamu. E. coli memiliki kemampuan untuk hidup dalam berbagai jenis lingkungan, termasuk dalam tanah sebagai media pertumbuhan tanaman yang akan digunakan


(29)

sebagai bahan pembuatan jamu, dalam air sebagai bahan pelarut jamu, alat pembuatan jamu, bahan pengemas maupun bagian tubuh dari pembuat jamu (Radji, 2010). Selain itu, menurut Zulaikhah (2005) bakteri patogen yang paling banyak ditemukan sebagai kontaminan adalah kelompok coliform. E. coli merupakan salah satu jenis bakteri coliform dalam saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat hidup lebih lama di dalam tanah maupun air dibandingkan dengan bakteri patogen lainnya yang terdapat dalam saluran pencernaan. Masuknya E. coli kedalam tubuh manusia dengan jumlah yang berlebih melalui jamu yang telah terkontaminasi dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti infeksi saluran kemih, infeksi meningitis pada neonatus dan infeksi intestinal seperti diare dan komplikasi masalah pencernaan lainnya (BPOM RI, 2008).

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait keamanan dan kualitas jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi di wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok berdasarkan ALT dan keberadaan E. coli. Penelitian ini dilakukan agar dapat mengetahui apakah jamu beras kencur yang dijual sudah memenuhi persyaratan secara mikrobiologis dari parameter ALT dan keberadaan bakteri E.coli sehingga diharapkan mampu menjamin keamanan dan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi jamu beras kencur di wilayah tersebut.


(30)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ALT dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta memenuhi persyaratan keamanan berdasarkan Peraturan KBPOM RI No.12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional ?

2. Adakah cemaran bakteri E. coli dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait jamu gendong beras kencur pernah dilakukan oleh Jinarwanto (2008) dengan judul “Uji Escherichia coli pada Jamu Beras Kencur yang

beredar di 3 Pasar Di Kotamadya Yogyakarta”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa dari 15 sampel yang diambil, 6 sampel positif mengandung Escherichia coli. Penelitian lain dilakukan oleh Pramudya (2008) dengan judul “Uji Kapang/Khamir pada Jamu Gendong Beras Kencur yang beredar di Tiga Pasar Di Kotamadya Yogyakarta”. Nurrahman, Mifbakhuddin dan Dewi Purnamasari pernah melakukan penelitian pada tahun 2010 dengan judul Hubungan Sanitasi dengan Total Koliform pada Jamu Gendong di RT.1 RW.2 Kelurahan Kedung Mundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Sampel yang digunakan adalah jamu beras kencur. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sanitasi dengan total mikroba (r-0,795) dan sanitasi dengan total koliform (r-0,652).


(31)

Sedangkan publikasi penelitian mengenai Uji Angka Lempeng Total dan identifikasi

Escherichia coli dalam jamu gendong beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi

wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta belum pernah dilakukan. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah periode dan tempat pengambilan sampel beras kencur yang diteliti.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan pengetahuan mengenai Angka Lempeng Total dan ada tidaknya cemaran bakteri Escherichia coli dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan pedagang jamu terkait kualitas dan keamanan jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta, sehingga diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat.


(32)

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas mikrobiologis jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta dalam parameter Angka Lempeng Total dan keberadaan E. coli.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui apakah Angka Lempeng Total jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta memenuhi persyaratan keamanan berdasarkan Peraturan KBPOM RI No. 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.

b. Untuk mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri E. coli dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.


(33)

11 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional, Jamu dan Cairan Obat Dalam

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional pada Bab I Ketentuan Umum dalam pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (BPOM RI, 2014).

Pemanfaatan obat tradisional lebih sering digunakan untuk tujuan pencegahan (preventif) dalam upaya meningkatkan kesehatan. Obat tradisional juga digunakan dalam usaha perawatan kecantikan maupun kosmetik (Soegihardjo, 2002). Dengan semakin berkembangnya obat tradisional dan minat masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature) menyebabkan popularitas obat tradisional semakin meningkat (Santoso, 2000).

Obat tradisional yang beredar dikelompokkan berdasarkan cara pembuatan, jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiatnya dikelompokkan


(34)

menjadi tiga yaitu Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka (BPOM RI, 2004). Ketiga produk obat tradisional tersebut harus memenuhi kriteria keamanan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jamu, OHT dan Fitofarmaka memiliki perbedaan dalam tingkat pembuktian keamanan, khasiat serta standarisasi bahan baku dan produk. Jamu merupakan ramuan yang terbuat dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman dan klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada. OHT adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada hewan percobaan dan uji klinik pada manusia serta bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi (BPOM RI, 2005). Obat tradisional tidak boleh mengandung :

1. Bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat. 2. Narkotika maupun psikotropika, atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan berdasarkan penelitian dapat membahayakan kesehatan.

3. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (PerMenKes, 2012).


(35)

Cairan obat dalam adalah sediaan obat tradisional berupa minyak, larutan, suspensi atau emulsi, terbuat dari serbuk simplisia atau ekstrak dan digunakan sebagai obat dalam. Jamu termasuk dalam cairan obat dalam, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.007 Tahun 2012 menyebutkan usaha jamu seperti jamu racikan dan jamu gendong tidak wajib memiliki izin edar, namun harus memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan yang telah diatur dalam Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 12 Tahun 2014 terkait persyaratan obat tradisional meliputi keseragaman volume, cemaran mikroba patogen, Angka Kapang Khamir, Angka Lempeng Total, aflatoksin total, cemaran logam berat, bahan tambahan seperti penggunaan pengawet, pemanis dan pewarna. Persyaratan obat tradisional yang baik bertujuan untuk melindungi konsumen dan menjaga mutu dari obat tradisional itu sendiri (BPOM RI, 2014).

B. Jamu Gendong Beras Kencur

Jamu gendong merupakan salah satu obat tradisional berbentuk cair yang tidak diawetkan dan diedarkan tanpa penandaan. Jamu gendong sangat diminati masyarakat karena harganya terjangkau dan mudah diperoleh. Jamu gendong biasanya dibuat perorangan atau dalam lingkup industri rumah tangga yang dibuat dan diolah dengan peralatan sederhana, proses pembuatan yang cukup mudah serta bahan baku yang mudah didapatkan karena tersedia di pasar-pasar maupun di toko bahan baku jamu (Suharmiati dan Handayani, 2005).


(36)

Jamu beras kencur dipercaya oleh sebagian besar masyarakat memberikan manfaat yang dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh, menghangatkan tubuh, serta banyak pula yang berpendapat bahwa jamu beras kencur dapat menambah daya tahan tubuh dan meningkatkan nafsu makan. Terdapat beberapa variasi bahan yang digunakan dalam pembuatan jamu beras kencur, namun terdapat dua bahan pokok yang selalu dipakai yaitu beras dan kencur. Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis empon-empon/tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Senyawa yang terkandung dalam rimpang kencur adalah pati (4,14%), mineral (13,73%) dan minyak atsiri (0,02%) berupa sineol, asam metil kanil, penta dekaan, etil aster, asam sinamik, borneol, kamfena, paraeumarin, asam anisik, alkaloid dan gom (Agoes, 2010). Kencur biasa digunakan sebagai campuran tanaman obat untuk penyakit-penyakit seperti radang lambung, masuk angin, sakit kepala, keseleo, kelelahan dan lain-lain (Arisandi, 2009).

Bahan-bahan lain yang biasa ditambahkan ke dalam racikan jamu beras kencur adalah biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulaga, buah asam, buah pala, garam dan jeruk nipis. Gula merah maupun gula putih digunakan sebagai bahan pemanis dalam racikan jamu beras kencur. Antara penjual jamu satu dengan yang lainnya mempunyai ramuan yang relatif berbeda tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Suharmiati, 2003).

Cara pengolahan jamu beras kencur pada beberapa penjual umumnya tidak jauh berbeda, yaitu merebus semua bahan-bahan terlebih dahulu kemudian


(37)

membiarkan sampai dingin. Mula-mula beras disangan selanjutnya ditumbuk sampai halus. Bahan-bahan lain sesuai dengan komposisi racikan kemudian ditumbuk. Kedua bahan ini kemudian dicampur, diperas melalui kain pembungkus bahan atau disaring dengan saringan. Sari perasan bahan dicampurkan ke dalam air matang yang telah disiapkan lalu diaduk rata. Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol-botol dan jamu siap dijual kepada konsumen (Suharmiati, 2003).

C. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani (DepKes RI, 2010).

Pembuatan obat tradisional termasuk jamu harus memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditentukan. Meskipun usaha jamu gendong maupun jamu racikan tidak memerlukan izin edar dan tidak diwajibkan untuk menerapkan CPOTB, namun CPOTB dapat menjadi acuan dalam proses pembuatan produk jamu dengan memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku sehingga kualitas mutu tetap terjamin dan aman untuk dikonsumsi. Usaha jamu gendong dan jamu racik tidak


(38)

memerlukan ijin edar karena lingkup distribusinya yang kecil sehingga pengawasannya dianggap mudah (DepKes RI, 2012).

Menurut Sembiring (2007), pembuatan ramuan obat tradisional dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan meliputi :

1. Pemilihan bahan baku

Bahan baku yang digunakan adalah bagian tanaman yaitu biji, buah, daun, rimpang, bunga, kayu dan herba. Pada waktu panen/pengambilan bahan, peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran serta dalam keadaan kering.

2. Penyortiran

Penyortiran dilakukan setelah selesai panen, dimaksudkan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing.

3. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada bahan. Air yang digunakan untuk mencuci bahan dan peralatan yang digunakan adalah air bersih.

4. Pengeringan

Setelah bahan dicuci, bahan ditiriskan pada rak-rak pengering. Setelah proses pengeringan selesai, dilakukan kembali proses penyortiran.


(39)

5. Peralatan

Semua peralatan yang digunakan untuk pembuatan ramuan obat tradisional harus dicuci bersih sebelum dan sesudah digunakan. Peralatan yang terbuat dari kuningan atau besi harus dihindari untuk mencegah timbulnya endapan atau racun akibat terjadinya reaksi kimia.

6. Meramu

Sebelum meramu, tangan dicuci sampai bersih, bahan disiapkan dan diletakkan pada wadah yang bersih.

7. Penggunaan

Cara penggunaan ramuan obat tradisional harus diketahui sebelum digunakan baik dengan cara diminum atau digunakan sebagai obat luar. 8. Aturan minum dan jangka waktu pemakaian

Aturan minum obat tradisional disesuaikan dengan peraturan yang sudah ada sesuai petunjuk formularium obat tradisional. Jangka waktu pemakaian untuk ramuan yang tidak dimasak hingga mendidih harus digunakan segera dalam waktu 12 jam, sedangkan ramuan yang direbus dapat digunakan dalam jangka waktu 24 jam.


(40)

D. Angka Lempeng Total (ALT)

Salah satu parameter yang disyaratkan dalam Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 12 Tahun 2014 adalah Angka Lempeng Total (ALT). Pengujian ALT merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Uji ALT lebih tepatnya ALT bakteri aerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni bakteri yang dapat diamati secara visual dan dihitung dalam satuan koloni (CFU) per mL/g. Prinsip pengujian ALT menurut Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOMN nomor 95/mik/00) yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan metode pour plate dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Selain itu, menurut SNI 01-2897 tahun 1992 terkait Cara Uji Cemaran Mikroba, prinsip pengujian ALT yaitu pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah sampel diinkubasikan dalam perbenihan atau media yang cocok selama 24-48 jam pada suhu 35±1oC.

Cara yang digunakan untuk menghitung sel-sel bakteri yang hidup ialah dengan menentukan jumlah sel-sel dalam sampel yang mampu membentuk koloni pada media-agar yang sesuai. Oleh karena itu, perhitungan jumlah sel-sel yang hidup ini sering dinamakan “Plate Count” atau perhitungan koloni (colony count). Dua cara yang biasa dilakukan untuk melakukan suatu plate count yaitu metode sebaran (spread count method) dan metode taburan (pour plate method) (Tarigan, 1988). Pada metode sebaran, volume dari suatu kultur yang tidak lebih dari 0,1 mL disebarkan di


(41)

atas permukaan cawan-agar (agar plate) dengan menggunakan alat steril yang terbuat dari kaca. Cawan agar kemudian diinkubasikan sampai koloni-koloni bakteri muncul sehingga jumlahnya dapat dihitung. Pada metode taburan, suatu volume dari kultur sebanyak 0,1-1,0 mL, diteteskan dengan pipet ke sebuah cawan petri kemudian dibubuhi dengan media-agar yang telah dicairkan yang bersuhu 45±1oC. Oleh karena itu, organisme yang akan dihitung harus tahan terhadap suhu media-agar tersebut sebelum diinkubasikan (Tarigan, 1988). Pada pengujian ALT dengan pour plate

method menggunakan media Plate Count Agar (PCA) sebagai media padatnya dan

Buffered Peptone Water (BPW) sebagai larutan pengencer (BSN, 2008).

Apabila melakukan pengujian ALT, penting diperhatikan bahwa inokulum yang dibiakkan pada cawan-agar harus dalam jumlah yang terbatas supaya jumlah koloni yang dihasilkan sesudah inkubasi dapat dihitung. Apabila terlalu besar, sel akan tumbuh terlalu padat dan kurang berkembang sehingga penghitungan koloni sulit dilakukan dan akan memberikan hasil yang kurang akurat. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan bahwa jumlah koloni yang paling baik untuk dihitung adalah 25-250 koloni dalam setiap cawan petri. Akan tetapi, beberapa ahli mikrobiologi berpendapat bahwa angka 30-300 merupakan angka yang lebih disukai. Untuk tujuan tersebut, inokulum harus diencerkan secara berseri untuk mencapai jumlah koloni yang diinginkan dalam setiap pengukuran (Radji, 2010).


(42)

E. Escherichia coli

Klasifikasi Escherichia coli yaitu :

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae Marga : Escherichia

Jenis : Escherichia coli (Holt et al., 2000)

E. coli merupakan bakteri Gram-negatif, berbentuk kokobasil (berbatang

pendek), bersifat fakultatif anaerob, mempunyai flagel, berukuran 0,4-0,7 µ m x 1,4 µ m dan mempunyai simpai. E. coli tumbuh dengan baik hampir pada semua media perbenihan, dapat meragi laktosa dan bersifat mikroaerofilik. E. coli adalah golongan Enterobacteriaceae. Bakteri-bakteri Enterobacteriaceae merupakan jenis bakteri yang paling sering menyebabkan penyakit infeksi pada saluran cerna. Bakteri ini dapat hidup dalam usus besar manusia dan hewan, dalam tanah dan dalam air. Karena hidup dalam usus besar manusia, bakteri-bakteri ini sering disebut dengan bakteri enterik (Radji, 2010).

Infeksi E. coli sering berupa diare yang disertai darah, kejang perut, demam, dan terkadang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal. Infeksi E. coli pada beberapa penderita, misalnya pada anak-anak dibawah 5 tahun dan orang tua dapat


(43)

menimbulkan komplikasi yang disebut dengan sindrom uremik hemolitik. Sekitar 2-7% infeksi E. coli menimbulkan komplikasi. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh infeksi E. coli ditularkan melalui makanan yang tidak dimasak dan daging yang terkontaminasi. Penularan penyakit dapat terjadi melalui kontak langsung dan biasanya terjadi di tempat yang memiliki sanitasi dan lingkungan yang kurang bersih (Radji, 2010).

Berdasarkan sifat virulensinya, E. coli dikelompokkan menjadi E. coli yang menyebabkan infeksi intestin dan E. coli yang menyebabkan infeksi ekstraintestin.

E. coli yang menyebabkan infeksi intestin antara lain :

1. Escherichia coli enteropatogenik (EPEC)

Jenis ini merupakan penyebab utama diare pada bayi. EPEC memiliki fimbria, toksin yang tahan terhadap panas (ST), dan toksin yang tidak tahan panas (LT). Infeksi EPEC mengakibatkan diare berair yang biasanya dapat sembuh sendiri, tetapi ada juga yang menjadi kronis.

2. Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC)

ETEC merupakan bakteri penyebab diare pada anak dan wisatawan yang berpergian ke daerah yang bersanitasi buruk. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia adalah fimbrial adhesin. Faktor ini menyebabkan ETEC dapat melekat pada epitel usus halus sehingga menyebabkan diare tanpa demam.


(44)

3. Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)

Mekanisme patogenik EIEC mirip dengan patogenesis infeksi yang disebabkan oleh Shigella. EIEC masuk dan berkembang dalam epitel sel-sel kolon sehingga menyebabkan kerusakan pada sel kolon. Gejala diare biasanya disertai dengan demam.

4. Escherichia coli enterohemoragik (EHEC)

Jenis bakteri ini menghasilkan suatu toksin yang dikenal dengan verotoksin. EHEC dapat menyebabkan kolitis berdarah (diare berat yang disertai pendarahan) dan sindrom uremik hemolitik.

5. Escherichia coli enteroagregatif (EAEC)

Bakteri ini menimbulkan diare akut dan kronis yang merupakan penyebab utama diare pada masyarakat berkembang. EAEC diperkirakan memproduksi entero aggregative ST toxin (EAST) yaitu suatu enterotoksin yang tidak tahan panas.

Sedangkan E. coli yang menyebabkan infeksi ekstra intestin antara lain :

1. Escherichia coli uropatogenik (UPEC)

UPEC menyebabkan kira-kira 90% infeksi saluran kandung kemih. Bakteri yang berkolonisasi berasal dari tinja atau daerah perineum saluran urin yang masuk ke dalam kandung kemih. UPEC biasanya menghasilkan siderofor yang dianggap berperan penting selama proses kolonisasi. Bakteri


(45)

ini juga menghasilkan hemolisin yang bersifat sitotoksik terhadap membran sel hospes.

2. Escherichia coli meningitis neonates (NMEC)

NMEC dapat menyebabkan meningitis pada bayi baru lahir. Galur bakteri ini dapat menginfeksi 1 dalam 2000-4000 bayi. Perjalanan infeksi biasanya terjadi setelah E. coli masuk ke dalam pembuluh darah melalui nasofaring atau saluran gastrointestinal dan kemudian masuk ke dalam sel-sel otak (Radji, 2010).

F. Identifikasi Escherichia coli

Menurut MA PPOMN No. 97/MIK/00 Tahun 2006 terkait cara uji Echerichia

coli dalam obat tradisional, prinsip identifikasi E. coli yaitu pengujian yang dilakukan

dengan uji pendugaan ditandai dengan terbentuknya gas di dalam tabung Durham setelah diinkubasikan dalam media yang cocok pada suhu 44oC selama 24-48 jam, dilanjutkan dengan uji konfirmasi melalui uji biokimia Indole, Methyl red,

Voges-Proskauer dan Citrate (IMViC).

Uji fermentasi karbohidrat juga penting dilakukan untuk mengetahui keberadaan bakteri E. coli. Dengan melakukan uji fermentasi karbohidrat atau uji fermentasi gula-gula kita dapat mengetahui kemampuan bakteri dalam memfermentasikan jenis gula-gula spesifik yang dapat mencerminkan sifat bakteri tersebut sehingga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menegaskan


(46)

keberadaan bakteri (Soemarno, 2000). Uji tambahan yang dapat dilakukan untuk menegaskan keberadaan E. coli yaitu dengan mengamati pertumbuhan bakteri pada media SIM. Komposisi media SIM memungkinkan untuk melakukan tiga pengujian sekaligus dalam satu media, diantaranya uji Sulfur (H2S), uji Indol dan uji Motilitas.

Kandungan Ferrous Ammonium Sulfate dan Sodium Thiosulfate dalam media SIM dapat digunakan untuk uji H2S, kandungan Nutrien Agar (NA) dapat digunakan untuk

uji Motilitas sedangkan uji Indol perlu penambahan reagen Kovacs (Nugraheni, 2010). Berikut uji identifikasi E. coli yang dilakukan antara lain :

1. Uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, manitol, maltosa dan sukrosa) Fermentasi merupakan proses oksidasi biologi dalam keadaan anaerob dimana yang bertindak sebagai substrat adalah karbohidrat. Masing-masing mikroba mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memfermentasikan berbagai karbohidrat. Uji fermentasi karbohidrat dilihat dari pembentukan asam yang akan ditunjukkan dengan adanya perubahan warna media menjadi kuning dan terbentuk gas yang terjebak dalam tabung durham (Nugraheni, 2010). Bakteri E. coli adalah bakteri yang mampu memfermentasikan gula-gula spesifik seperti glukosa, laktosa, maltosa, manitol dam sukrosa. Karakteristik kemampuan E. coli dalam memfermentasikan gula-gula spesifik dapat digunakan sebagai dasar untuk uji identifikasi E. coli (Holt et.al., 2000).


(47)

2. Uji Sulfur Indol Motility (SIM)

Uji ini terdiri dari tiga parameter pengamatan yaitu uji pembentukan sulfur (H2S), uji pembentukan Indol dari hasil peruraian asam amino dan

pengamatan pergerakan pertumbuhan bakteri dalam media tabung. Uji sulfur bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menguraikan asam amino menjadi sulfur. Hasil peruraian sulfur dapat diamati dengan penambahan garam-garam logam berat kedalam medium. Hasil positif apabila H2S bereaksi dengan senyawa-senyawa ini yang ditandai dengan

terbentuknya logam sulfit yang berwarna hitam. Hasil negatif yaitu tidak terbentuk logam sulfit yang berwarna hitam karena bakteri yang berada dalam medium tidak mampu menghidrolisis logam-logam berat yang terkandung dalam medium (Nugraheni, 2010).

Uji motilitas merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi E. coli terhadap bakteri lainnya berdasarkan penyebaran koloni karena E. coli memiliki kemampuan bergerak atau motil dalam media SIM. Apabila dalam media terdapat pertumbuhan bakteri yang menyebar, maka dinyatakan bakteri yang diidentifikasi tersebut adalah golongan Enterobacter termasuk E. coli (Holt et.al., 2000).

3. Uji IMViC a. Uji Indol

Bakteri tertentu seperti E. coli dapat menghidrolisis asam amino triptofan menjadi indol dan asam piruvat melalui kerja enzim


(48)

triptofanase. Adanya indol dapat diketahui dengan menambahkan reagen Kovacs. Hasil positif ditunjukkan oleh terbentuknya lapisan berwarna merah diatas biakan (Soemarno, 2000).

b. Uji Metil Merah

Pada umumnya glukosa merupakan sumber energi bagi mikroorganisme. Sebagian besar mikrooranisme enterik seperti E. coli memfermentasikan glukosa dengan memproduksi asam organik. Adanya penambahan indikator pH metil merah dapat mendeteksi adanya asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme ditandai dengan penurunan pH dari 6 menjadi 4 serta terjadinya perubahan warna media dari kuning menjadi merah (Cappuccino, 2008).

c. Uji Voges Proskauer

Uji ini berfungsi untuk mengidentifikasi mikroba yang mampu memfermentasi 2,3-butanadiol. Apabila mikroba mampu memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3-butanadiol sebagai produk utama maka akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media pertumbuhan. Penambahan reagen kalium hidroksida dan alfanaftol dapat menentukan adanya setoin yang merupakan senyawa prekusor dalam sintesis 2,3-butanadiol. Setelah penambahan reagen kalium hidroksida, akan terjadi perubahan warna menjadi merah pada medium yang menunjukkan adanya asetoin dan akan diperjelas dengan penambahan alfanaftol (Lay, 1994).


(49)

d. Uji Sitrat

Uji sitrat bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu mikroorganisme dalam menggunaan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Simmon’s Citrate Agar (SCA) adalah salah satu medium yang umum digunakan untuk menguji kemampuan semacam itu diantara bakteri. Medium ini juga mengandung indikator bromtimol biru yang dapat berubah warna dari hijau menjadi biru bila keadaan menjadi basa. Apabila bakteri yang diuji mampu menggunakan sitrat sebagai sumber karbon satu-satunya, maka akan terjadi peningkatan pH, terdapat pertumbuhan pada permukaan agar miring serta berubahnya warna media dari hijau menjadi biru (Hadioetomo, 1985).

G. Pengecatan Gram

Pengecatan diferensial merupakan teknik pengecatan atau pewarnaan yang memungkinkan pengamatan yang jelas untuk melihat perbedaan antara sel-sel bakteri atau bagian-bagian sel bakteri. Selain untuk melihat bentuk bakteri, pengecatan ini juga bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat maupun bagian-bagian sel bakteri yang tidak dapat diamati dengan pengecatan sederhana. Teknik pengecatan diferensial menggunakan lebih dari satu macam zat warna. Dengan pengecatan ini, bakteri dapat dibedakan menjadi dua kelompok fisiologi sehingga akan memudahkan identifikasi


(50)

spesies bakteri. Jenis pengecatan diferensial yang banyak digunakan adalah pengecatan Gram (Radji, 2010).

Pengecatan Gram merupakan salah satu teknik pengecatan yang sangat penting yang banyak digunakan dalam bidang bakteriologi. Cara pengecatan ini dikembangkan oleh seorang ahli bakteriologi bernama Hans Christian Gram pada tahun 1884 (Tarigan, 1988). Prosedur pengecatan Gram terdiri atas beberapa langkah yaitu :

1. Sediaan bakteri difiksasi/direkatkan di atas gelas preparat dan diwarnai dengan karbol kristal ungu selama 5 menit.

2. Zat warna kristal ungu tersebut kemudian dicuci dan dibilas.

3. Sediaan diwarnai dengan larutan lugol (larutan I2 + KI) dan didiamkan

selama 45-60 detik.

4. Larutan lugol ditiriskan dan sediaan dicuci dengan alkohol 95% selama 15-30 detik atau digoyang-goyangkan sampai tidak ada zat warna yang mengalir lagi.

5. Sediaan dicuci dengan air dan diwarnai dengan air fuksin selama 1-2 menit. 6. Sediaan dicuci, dikeringkan dan diperiksa dibawah mikroskop.

Zat warna karbol kristal ungu dan larutan lugol akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu. Setelah pencucian dengan alkohol 95%, beberapa kelompok bakteri dapat melepaskan zat warna ungu dengan mudah, sedangkan


(51)

kelompok yang lain dapat mempertahankan zat warna ungu tersebut. Bakteri yang tidak mempertahankan zat warna ungu pada pencucian dengan alkohol 96% merupakan bakteri Gram-negatif, sedangkan kelompok bakteri yang mempertahankan zat warna ungu tersebut merupakan bakteri Gram-positif (Radji, 2010). Bakteri golongan Gram-positif tetap berwarna ungu dan tidak dipengaruhi oleh safranin karena Bakteri Gram-positif mempunyai struktur dan komposisi dinding sel yang lebih tebal dibandingkan bakteri negatif. Susunan dinding sel bakteri Gram-positif terdiri atas lapisan peptidoglikan yang sangat tebal sehingga permeabilitas dinding sel bakteri Gram-positif kurang dan kompleks ungu kristal iodium tidak dapat keluar dari dinding sel. Lapisan peptidoglikan bakteri Gram-negatif sangat tipis yaitu hanya 1-2 lapisan sehingga permeabilitas dinding sel bakteri Gram-negatif lebih besar dan memungkinkan keluarnya kompleks ungu kristal iodium dari dinding sel (Suriawiria, 1986).

H. Media

Media perbenihan adalah media nutrisi yang disiapkan untuk menumbuhkan bakteri di dalam skala laboratorium. Beberapa bakteri dapat tumbuh dengan baik pada setiap media perbenihan, sedangkan beberapa bakteri membutuhkan media khusus. Media perbenihan harus dapat menyediakan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri yang tumbuh dan berkembang biak dalam media perbenihan disebut biakan bakteri (Radji, 2010).


(52)

Media perbenihan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Mengandung nutrisi yang tepat untuk bakteri spesifik yang akan dibiakkan seperti sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfor dan faktor pertumbuhan organik lainnya.

2. Kelembapan harus cukup, pH sesuai dan kadar oksigen yang cukup baik. 3. Media perbenihan harus steril dan tidak mengandung mikroorganisme lain

serta diinkubasi pada suhu tertentu (Radji, 2010).

Penggunaan media bukan hanya untuk pertumbuhan dan perkembang biakan mikroba, tetapi juga untuk tujuan-tujuan lain misalnya untuk isolasi, seleksi, evaluasi dan diferensiasi biakan (Jutono, 1972). Penggunaan beberapa jenis zat tertentu yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembang biakan mikroba banyak dilakukan dan dipergunakan, sehingga masing-masing media mempunyai sifat (spesifikasi) tersendiri sesuai dengan tujuannya. Berdasarkan sifat-sifatnya, media dibedakan menjadi :

a. Media umum : suatu media yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan bermacam-macam mikroba.

b. Media pengkaya : suatu media yang dipergunakan dengan maksud “memberikan kesempatan” terhadap suatu jenis/kelompok mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat dari jenis/kelompok lainnya yang berada di dalam satu bahan.


(53)

c. Media selektif : media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau lebih jenis mikroba tertentu dan mungkin dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan jenis-jenis mikroba lain yang tidak diharapkan.

d. Media diferensial : media yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba tertentu serta dapat digunakan untuk membedakan/menentukan sifat-sifatnya. Contohnya yaitu Media agar-darah (blood agar) yang digunakan untuk membedakan bakteri hemolitik dengan bakteri nonhemolitik.

e. Media penguji : media yang digunakan untuk pengujian senyawa atau benda tertentu dengan bantuan mikroba. Misalnya media penguji vitamin, asam amino, antibiotika dan sebagainya.

f. Media perhitungan : media yang digunakan untuk menghitung jumlah mikroba pada suatu bahan. Media ini dapat berbentuk media umum, media selektif, media diferensial maupun media penguji (Suriawiria, 1986).

Media yang digunakan untuk pengujian ALT adalah Plate Count Agar (PCA). Komposisi PCA dapat bervariasi, tetapi biasanya mengandung : 0,5% trypton, 0,25% ekstrak ragi, 0,1% glukosa, 1,5% agar-agar. PCA mengandung glukosa dan ekstrak ragi yang digunakan untuk menumbuhkan semua jenis bakteri dan mengandung nutrisi yang disediakan oleh trypton, vitamin dari ekstrak ragi, dan glukosa yang digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme sehingga mendukung pertumbuhan dari bakteri. PCA bukan merupakan media selektif karena media ini tidak hanya ditumbuhi oleh satu jenis mikroorganisme tertentu (Ryan, 2003). Untuk


(54)

identifikasi bakteri E. coli digunakan media pengkaya Escherichia coli broth (ECB) dan media diferensial berbentuk padat yaitu Tryptone Bile X-Glucoronide (TBX). Media TBX dapat digunakan untuk mengadakan isolasi serta mendeteksi Enterobacteriaceae dan campuran spesies-spesies bakteri yang berbentuk batang

coliform (Tarigan, 1988).

I. Sterilisasi

Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan suatu proses yang dilakukan dengan tujuan mematikan atau menghilangkan semua mikroorganisme dalam suatu bahan atau peralatan yang tidak diharapkan kehadirannya, baik yang akan menggangu/merusak media maupun mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan. Pemilihan metode didasarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan. Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan kimia dan penyaringan (filtrasi) (Hadioetomo, 1985).

Sterilisasi dengan menggunakan panas merupakan cara termudah untuk mensterilkan bahan dengan syarat bahwa bahan yang akan disterilkan tahan terhadap pemanasan. Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah. Apabila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam autoklaf dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan pada suhu 121oC selama 15 menit. Panas lembab sangat efektif meskipun pada suhu yang


(55)

tidak begitu tinggi karena uap air berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan panas sebanyak 686 kalori per gram uap air pada suhu 121oC. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain media biakan yang umum, air suling, peralatan laboratorium, biakan yang akan dibuang, media tercemar dan bahan-bahan dari karet. Apabila dibandingkan dengan panas lembab, panas kering kurang efisien dan membutuhkan suhu lebih tinggi serta waktu yang lebih lama untuk sterilisasi. Sterilisasi panas kering dapat diterapkan pada apa saja yang tidak menjadi rusak, menyala, hangus atau menguap pada suhu setinggi itu. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain bahan pecah belah seperti pipet, tabung reaksi, cawan petri dari kaca, botol sampel, dan peralatan seperti jarum suntik serta bahan-bahan yang tidak tembus uap seperti gliserin, minyak, vaselin dan bahan-bahan berupa bubuk. Bahan-bahan yang disterilkan harus dilindungi dengan cara membungkus, menyumbat atau menaruhnya dalam suatu wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi setelah dikeluarkan dari oven (Radji, 2010).

Sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas, cairan pembunuh kuman atau radiasi. Bahan-bahan yang menjadi rusak apabila disterilkan pada suhu tinggi (misalnya bahan-bahan dari plastik) dapat disterilkan secara kimiawi. Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk sterilisasi gas antara lain etilen oksida, asam perasetat, formaldehid dan glutaraldehid alkalin. Cara ini diterapkan pada suhu kamar selama 2-18 jam tergantung dari bahan kimia yang digunakan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan mengenai sterilisasi gas yaitu :


(56)

1. Lamanya waktu yang diperlukan sesudah perlakuan untuk menghilangkan semua sisa bahan kimia yang digunakan.

2. Daya bakar bahan kimia yang bersangkutan 3. Persyaratan peralatan dan biaya pelaksanaan

Sterilisasi dengan radiasi dapat dilakukan dengan sinar gama. Sinar ultraviolet juga dapat digunakan tetapi tidak begitu baik karena daya tembusnya lemah. Penggunaan sterilisasi dengan radiasi sangat terbatas karena menuntut persyaratan keamanan dan biaya yang tinggi (Hadioetomo, 1985).

Proses sterilisasi lain yang dilakukan pada suhu kamar adalah sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi). Sterilisasi ini digunakan untuk mensterilkan medium laboratorium dan larutan-larutan yang sangat peka terhadap panas atau relatif tidak tahan terhadap pemanasan. Dengan cara ini larutan atau suspensi dibebaskan dari semua organisme hidup dengan cara melewatkan pada saringan dengan ukuran pori yang kecil sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan diatasnya, sedangkan filtratnya ditampung di dalam wadah yang steril. Beberapa contoh bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini yaitu serum, larutan bikarbonat, enzim, toksin bakteri, media sintetik tertentu dan antibiotika (Cappucino, 2008).

J. Landasan Teori

Menurut peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, obat


(57)

herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu merupakan obat tradisional yang termasuk dalam cairan obat dalam. Obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan maupun jamu gendong, tidak wajib memiliki izin edar. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional.

Berdasarkan fakta tersebut, maka jamu yang diproduksi harus tetap dijamin keamanannya agar layak dikonsumsi dan memenuhi kriteria sesuai dengan PerMenKes RI No. 003/MENKES/PER/I/2010 yang menyebutkan bahwa jamu harus aman sesuai dengan persyaratan mutu kefarmasian. Persyaratan mutu obat tradisional telah diatur dalam Peraturan KBPOM Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014. Beberapa persyaratannya yaitu Angka Lempeng Total harus kurang dari atau sama dengan 104 koloni/mL serta tidak mengandung mikroba patogen.

Salah satu jamu gendong yang sering dikonsumsi masyarakat adalah jamu beras kencur. Jamu beras kencur dipercaya memiliki khasiat menghilangkan kelelahan dan rasa pegal-pegal pada tubuh, meningkatkan nafsu makan serta menghindari terkena flu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter jaminan keamanan dan mutu meliputi Angka Lempeng Total (ALT) dan mengidentifikasi adanya bakteri patogen Eschericia coli dalam jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.


(58)

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan tingginya jumlah ALT dan kemungkinan adanya cemaran bakteri E. coli adalah kurangnya higienitas para penjual jamu di Pasar Sambilegi. Saat melakukan observasi, peneliti melihat penjual jamu tidak menggunakan sabun dan air mengalir pada saat mencuci tangan sebelum membuat jamu. Botol dan gelas yang akan digunakan sebagai wadah jamu yang siap diminum juga kurang diperhatikan kebersihannya, yaitu hanya dicuci dengan mencelupkan ke dalam air pada ember. Bahan baku berupa rimpang yang berasal dari tanah yang digunakan oleh penjual jamu kemungkinan mengandung banyak mikroba patogen. Apabila air yang digunakan oleh penjual jamu beras kencur di Pasar Sambilegi tercemar E. coli, maka akan terjadi kontaminasi pada saat pembuatan maupun penyajian jamu beras kencur. Masuknya E. coli kedalam tubuh manusia tentu berbahaya, karena dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti infeksi intestinal misalnya diare serta komplikasi masalah pencernaan lainnya.

K. Hipotesis

Angka Lempeng Total jamu beras kencur yang dijual di Pasar Sambilegi Wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta melebihi persyaratan yaitu lebih dari atau sama dengan 104 koloni/mL serta terdapat cemaran bakteri


(59)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif komparatif, yaitu mendeskripsikan Angka Lempeng Total dan mengidentifikasi keberadaan Escherichia coli dalam jamu gendong beras kencur yang diuji. Hasil pengujian ALT dan identifikasi E.coli kemudian dibandingkan dengan persyaratan keamanan yang telah ditetapkan dalam Peraturan KBPOM Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas : jamu beras kencur yang di jual di Pasar Sambilegi wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta

b. Variabel tergantung : Angka Lempeng Total (ALT) dan keberadaan cemaran

Escherichia coli

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali :

Media pertumbuhan Plate Count Agar (PCA), pelarut Buffered Peptone


(60)

Tryptone Bile X-Glucuronide (TBX), media Simmon Citrate Agar, media

SIM, media Methyl Red-Voges Proskauer, Kovacks, larutan metil merah, larutan alfa naftol, larutan kalium hidroksida, kristal violet, larutan iodium, safranin. Suhu inkubasi (35oC) dan waktu inkubasi (24-48 jam) untuk uji ALT, suhu inkubasi (37-44oC) dan waktu inkubasi (24-48 jam) untuk uji identifikasi E.coli.

b. Variabel pengacau tak terkendali : Kualitas bahan yang digunakan, cara pembuatan jamu beras kencur, cara penyimpanan jamu setelah pembuatan.

3. Definisi Operasional

a. Jamu gendong beras kencur yang digunakan adalah jamu cair dengan bahan utama beras dan kencur dalam botol plastik yang dijual di Pasar Sambilegi di wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta. b. Uji Angka Lempeng Total (ALT) adalah suatu uji cemaran mikroba yang dilakukan dengan menghitung jumlah bakteri aerob mesofil yang terdapat dalam jamu gendong beras kencur sesuai metode SNI 2897:2008 yang merupakan standar revisi dari SNI 01-2897-1992 terkait cara uji cemaran mikroba.

c. Uji identifikasi E.coli merupakan serangkaian uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan E.coli dalam jamu gendong beras kencur dengan melihat pertumbuhannya pada media selektif dan media identifikasi yang disesuaikan dengan Metode Analisis PPOMN 97/MIK/00 tahun 2006,


(61)

sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya keberadaan E.coli dalam jamu beras kencur.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama yang digunakan yaitu jamu beras kencur yang di jual di Pasar Sambilegi di wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.

2. Media yang digunakan untuk pengujian ALT adalah Plate Count Agar (PCA). Media selektif E.coli yaitu media E.coli Broth (ECB) dan media isolasi yang digunakanyaitu media Tryptone Bile X-Glucuronide (TBX). Untuk uji konfirmasi

E.coli menggunakan media Sulphur Indol Motility (SIM), Methyl-Red Voges

Proskauer (MR-VP), Simon’s Citrate Agar (SCA). Media untuk uji fermentasi karbohidrat antara lain larutan gula-gula (glukosa, laktosa, manitol, maltosa dan sukrosa).

3. Bakteri baku sebagai standar pembanding atau kontrol positif adalah E.coli ATCC 25922.

4. Buffered Peptone Water (BPW), aquadest steril, alkohol 70%, pereaksi indol, larutan KOH 40%, larutan metil merah, larutan α-naftol.


(62)

D. Alat Penelitian

Autoklaf, inkubator, oven, mikroskop, mikropipet, pipet tetes, tabung reaksi dilengkapi tabung Durham, cawan petri, pipet volume, gelas beker, gelas ukur, neraca analitik, Colony Counter, Erlenmeyer, magnetic stirrer, vortex, jarum ose, Bunsen, plastik steril, botol steril.

E. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan dan Pengambilan Sampel

Sampel jamu yang dipilih adalah jamu beras kencur yang diperoleh dari penjual jamu di Pasar Sambilegi di wilayah Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Convinience sampling (sampling pekoleh). Metode ini dipilih karena tidak semua populasi dapat diidentifikasi (Sedarmayanti, 2011). Sampel diambil dari 3 penjual jamu di pasar Sambilegi. Masing-masing penjual diambil 1 sampel dengan satu kali pengambilan kemudian diuji dengan melakukan replikasi sebanyak 3 kali pada masing-masing sampel yang diambil. 2. Penanganan Wadah dan Penyiapan Sampel

Sampel yang telah diambil dipindahkan ke dalam botol steril. Pengambilan sampel dari botol steril dilakukan dengan cara membersihkan tutup botol dengan kapas beralkohol 70% kemudian dibuka secara aseptis di dekat nyala api Bunsen. 3. Tahap Pra-Pengkayaan


(63)

Secara aseptis diambil sebanyak 25 mL sampel dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL kemudian ditambahkan 225 mL Buffered Peptone Water (BPW) hingga batas tanda sehingga diperoleh pengenceran 10-1.

b. Pengenceran sampel untuk uji ALT

Pengenceran 10-1 dari hasil homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet sebanyak 1 mL dengan cara aseptis dan dimasukkan ke dalam tabung yang telah diisi 9 mL BPW hingga diperoleh pengenceran 10-2 kemudian dihomogenkan menggunakan vortex. Selanjutnya dibuat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 hingga 10-6 dengan cara yang sama (BSN, 2008).

4. Uji Angka Lempeng Total (ALT)

a. Pembuatan Media Plate Count Agar (PCA)

Sebanyak 29 g PCA ditimbang dan dilarutkan dengan 1650 mL aquadest steril, pH diatur 7,0 dan dipanaskan hingga larutan jernih. Selanjutnya disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC. b. Larutan Pengencer Buffered Pepton Water (BPW)

Sebanyak 20 g serbuk BPW dilarutkan dalam 1 L aquadest steril dan diukur pH 7,0 ± 1. Kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC.

c. Uji Angka Lempeng Total (ALT)

Masing-masing dari pengenceran dipipet sebanyak 1 mL secara aseptis ke dalam cawan petri steril dan dibuat duplo. Media PCA sebanyak 15 mL kemudian dituangkan pada setiap cawan petri. Cawan petri digoyangkan


(64)

dengan hati-hati agar sampel tersebar merata dengan media dan biarkan hingga memadat. Dilakukan uji kontrol untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer. Uji sterilitas media dilakukan dengan cara menuangkan media PCA ke dalam suatu cawan petri dan dibiarkan memadat. Uji sterilitas pengencer dilakukan dengan cara menuangkan media PCA dan 1 mL pengencer BPW lalu dibiarkan memadat. Seluruh cawan petri diinkubasi terbalik pada suhu 35oC-37oC selama 24 jam hingga 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Angka Lempeng Total dihitung dalam 1 mL contoh dengan mengkalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan (BSN, 2008).

5. Uji Identifikasi Escherichia coli

a. Uji Pengkayaan dalam media Escherichia coli Broth

Suspensi hasil homogenisasi sampel dipipet sebanyak 1 mL dan diinokulasikan pada 9 mL ECB. Kemudian diinkubasi pada suhu 44oC selama 24 jam. Timbulnya gas pada tabung Durham dan kekeruhan pada media menunjukkan karakteristik E.coli.

b. Isolasi dalam media Tryptone Bile X-Glucuronide (TBX)

Hasil dari biakan pengkayaan diinokulasikan pada permukaan TBX dengan cara streak plate dan diinkubasi dengan posisi lempeng terbalik pada suhu 35-37oC selama 24-48 jam. Koloni spesifik E.coli yang tumbuh dengan ciri-ciri bentuk bulat, diameter 2-3 mm dan berwarna hijau kebiruan dengan kilap logam.


(65)

c. Identifikasi E.coli dengan uji biokimia

Satu koloni spesifik dipilih dari media Tryptone Bile X-Glucuronide (TBX) diinokulasikan pada Nutrien Agar (NA) miring, kemudian diinkubasi pada suhu 35oC-37oC selama 24 jam. Koloni pada biakan NA miring akan dilanjutkan dengan uji biokimia melalui uji fermentasi karbohidrat, uji Sulfur, uji Motilitas, uji IMViC (Indol, Metil Merah, Voges Proskauker, Sitrat) sebagai berikut :

1. Uji fermentasi glukosa

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media glukosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning (Soemarno, 2000).

2. Uji fermentasi laktosa

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media laktosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange menjadi kuning . 3. Uji fermentasi manitol

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media manitol dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning.


(66)

4. Uji fermentasi maltosa

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media maltosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning.

5. Uji fermentasi sukrosa

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media sukrosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange menjadi kuning 6. Uji sulfur

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media SIM (Sulphur

Indol Motility) selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil positif terbentuknya sulfur ditunjukkan dengan adanya warna hitam di sepanjang bekas inokulasi sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan tidak adanya endapan hitam atau tidak terdapat warna hitam disepanjang bekas inokulasi.

7. Uji motilitas

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media SIM selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan bakteri yang menyebar tidak hanya pada bekas tusukan.


(67)

8. Uji Indol

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media SIM dan diinkubasikan pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, ditambahkan 1 mL pereaksi indol (Reagen Kovac’s) ke dalam masing-masing tabung dan dikocok beberapa menit. Warna merah muda yang membentuk cincin pada permukaan biakan menunjukkan reaksi indol positif.

9. Uji metil merah

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasikan pada suhu 35-37oC selama 48 jam. Setelah diinkubasi tambahkan 2 tetes sampai dengan 5 tetes indikator metil merah dan dikocok homogen selama beberapa menit. Warna kuning menunjukkan hasil reaksi negatif dan warna merah menunjukkan hasil reaksi positif. 10.Uji Voges Proskauer

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 48 jam. Setelah diinkubasi tambahkan 3 tetes larutan alfa naftol dan 2 tetes larutan KOH 40%. Dikocok kemudian didiamkan selama beberapa menit. Jika warna biakan menjadi merah muda hingga merah menyala menunjukkan reaksi positif, jika warna tidak berubah maka menunjukkan reaksi negatif.


(68)

Satu sengkelit biakan NA miring diinokulasikan pada media Simmon’s

Citrate Agar lalu diinkubasikan pada suhu 35-37oC selama 24-48 jam. Perubahan warna media dari hijau menjadi biru serta adanya kekeruhan pada perbenihan menunjukkan reaksi positif.

d. Uji konfirmasi keberadaan E.coli dengan pengecatan Gram

Sediaan dibuat di atas kaca alas, selanjutnya dikeringkan di udara dan difiksasikan dengan panas. Sedian diwarnai dengan larutan crystal

violet-ammonium oxalate selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air dan

ditiriskan. Larutan-larutan lugol (Gram iodine) dibubuhkan selama 1 menit. Selanjutnya sediaan dicuci dengan air dan ditiriskan. Warna dihilangkan dengan dicuci menggunakan alkohol 95% selama 30 detik. Sediaan dicuci dengan air dan ditiriskan kemudian dibubuhkan larutan safranin selama 10-30 detik. Sediaan dicuci kembali dengan air lalu ditiriskan. Sediaan kemudian diserap dengan kertas saring, dikeringkan dan dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 1000 kali (SNI, 2008).

F. Analisis Hasil

Analisis hasil dilakukan secara deskriptif dengan menghitung ALT sesuai dengan metode SNI 2897:2008 dan identifikasi bakteri Escherichia coli sesuai MA PPOMN No.97/MIK/00 Tahun 2006 kemudian dibandingkan dengan standar yang terdapat pada Peraturan KBPOM Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.


(69)

1. Uji ALT

1.1Penghitungan jumlah koloni

Perhitungan ALT sesuai dengan metode SNI 2897:2008. Jumlah koloni pada setiap seri pengenceran dihitung kecuali cawan petri yang terdapat koloni menyebar (spreader colonies). Pilih cawan petri (simplo dan duplo) dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni 25 sampai dengan 250 setiap cawan. Semua koloni dalam cawan petri dihitung dengan menggunakan alat penghitung koloni (colony counter). Hitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan faktor pengenceran. Hasilnya dinyatakan sebagai jumlah bakteri per milliliter atau gram.

1.2Interpretasi hasil

1.2.1Cawan dengan jumlah koloni kurang dari 25

Bila cawan duplo dari pengenceran terendah menghasilkan koloni kurang dari 25, hitung jumlah yang ada pada cawan dari setiap pengenceran. Rerata jumlah koloni per cawan dan kalikan dengan faktor pengencerannya untuk menentukan nilai TPC (Total Plate Count). Tandai nilai TPC dengan tanda bintang (Tabel 1 nomor 3) untuk menandai bahwa penghitungannya diluar 25 koloni sampai dengan 250 koloni per cawan.

1.2.2Cawan dengan jumlah koloni lebih dari 250

Bila jumlah koloni per cawan lebih dari 250, hitung koloni-koloni pada cawan untuk memberikan gambaran penyebaran koloni secara representatif.


(1)

Lampiran 4. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu beras kencur Pedagang 3 inkubasi 48 jam

Sampel C (Pedagang 3)

Pengenceran Jumlah koloni masing-masing petri

Nilai ALT (CFU/mL) Petri 1 Petri 2 Rata-rata

Replikasi 1

10-1

2,7 x 108 koloni/mL

10-2

10-3

10-4

10-5 352 342 347

10-6 232 224 228

Replikasi 2

10-1

2,2 x 108 koloni/mL

10-2

10-3

10-4

10-5 306 318 312

10-6 226 220 223

Replikasi 3

10-1 ∞ ∞ ∞

2,1 x 108 koloni/mL

10-2 ∞ ∞ ∞

10-3 ∞ ∞ ∞

10-4

10-5 278 272 275

10-6 218 210 214

Nilai ALT Sampel C 2,3x108 koloni/mL

Sampel C (Pedagang 3)

Dipilih pengenceran 10-6 karena jumlah koloni pada pengenceran tersebut dalam

batas yang sesuai yaitu masuk dalam range 25 koloni sampai dengan 250 koloni, sedangkan cawan lainnya lebih dari 250 koloni.


(2)

a. Replikasi 1 = 232 +224

2 x 1000000 = 228.000.000  2,7 x 10

8

koloni/mL b. Replikasi 2 = 226 +2202 x 1000000 = 223.000.000 2,2 x 108 koloni/mL

c. Replikasi 3 = 218 +210

2 x 1000000 = 214.000.000 2,1 x 10

8

koloni/mL

Nilai ALT sampel C = (2,7x 108 + 2,2 x 108 + 2,1 x 108)

3


(3)

Lampiran 5. Foto ALT sampel jamu beras kencur pada inkubasi 48 jam

Sampel jamu dari pedagang 1

Kontrol Media PCA Kontrol Pelarut BPW

ALT Pengenceran 10-1

ALT Pengenceran 10-6 ALT Pengenceran 10-5

ALT Pengenceran 10-4 ALT Pengenceran 10-3


(4)

Sampel jamu dari pedagang 2

ALT Pengenceran 10-6 ALT Pengenceran 10-1 ALT Pengenceran 10-2

ALT Pengenceran 10-3 ALT Pengenceran 10-4


(5)

Sampel jamu dari pedagang 3

ALT Pengenceran 10-1 ALT Pengenceran 10-2

ALT Pengenceran 10-3 ALT Pengenceran 10-4


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Ni Komang Meyla Wulandari merupakan anak ketiga dari pasangan Ir. I Ketut Suana dan Putu Marwati S.Pd yang lahir di Gianyar pada tanggal 8 Mei 1994. Penulis mulai menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak Swadharma Sastra pada tahun 1999 sampai 2000 dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 02 Serongga pada tahun 2000 sampai 2006. Pada tahun 2006-2009 penulis mengenyam pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Negeri 1 Gianyar. Pendidikan menengah atas dilanjutkan di SMA Negeri 1 Gianyar dari tahun 2009 hingga 2012. Penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dari tahun 2012 sampai 2015.

Selama menempuh perkuliahan di Universitas Sanata Dharma, penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan diantaranya sebagai pengurus bidang Humas di Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) Suastika Taruna Universitas Sanata Dharma 2013-2014, menjadi anggota divisi teater Tiga Hari Temu Akrab Farmasi tahun 2013, anggota divisi konsumsi Pharmacy Performance tahun 2012, anggota divisi humas dalam perayaan Nyepi 2013 Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi volunteer dalam kegiatan longmarch “Young Generation with No More HIV Infections, Discrimination, and AIDS Related Deaths” (2012), penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-M) dengan judul Sehat dengan Swamedikasi bagi Ibu-ibu PKK Dusun Bajang Glondong, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul yang dinyatakan lolos seleksi dan didanai Hibah Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) pada tahun 2013, serta penulis pernah menjadi asisten praktikum Farmasi Komunitas Tahun Ajaran 2015/2016.