Uji angka lempeng total dan identifikasi Bakteri Salmonella spp dalam jamu kunyit asam dari penjual jamu di Desa Ngawen Klaten.

(1)

INTISARI

Jamu kunyit asam merupakan salah satu jamu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena kecenderungan masyarakat untuk lebih memilih pengobatan yang memanfaatkan bahan alam atau tumbuh-tumbuhan, sehingga memiliki efek samping yang rendah. Jamu kunyit asam menggunakan bahan baku kunyit, buah asam, dan air. Air merupakan salah satu tempat tumbuh mikroba yang baik sehingga apabila air yang digunakan kurang bersih akan menyebabkan produk jamu tercemar mikroba dan kurang aman dikonsumsi. Salah satu parameter terkait keamanan suatu jamu adalah Angka Lempeng Total (ALT) dan keberadaan bakteri patogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ALT, dan keberadaan bakteri Salmonella spp dalam jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten. Terdapat 5 penjual jamu di desa tersebut dan sampel yang diambil adalah jamu dari 3 penjual jamu dengan pengambilan 3 botol jamu dari masing-masing penjual. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 07.00 pagi.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pemilihan dan pengumpulan sampel dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling, persiapan sampel, homogenisasi sampel dan pengenceran sampel, pengujian ALT dengan pedoman SNI 2887-2008, dan analisis hasil berpedoman pada SNI 2897-2008 serta uji identifikasi keberadaan bakteri Salmonella spp. pada jamu kunyit asam yang berpedoman pada SNI 2897-2008 dan analisis hasil berpedoman pada PPOMN nomor 96/mik/00 tahun 2006.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu kunyit asam yang dijual oleh ketiga penjual jamu di wilayah Ngawen memiliki nilai ALT sesuai dengan persyaratan yang berlaku yaitu ≤104 koloni/mL dengan nilai ALT pedagang A, B, dan C masing-masing adalah 8,6 x 102 koloni/mL, 1,3 x 102 koloni/mL, dan 23 koloni/mL. Hasil uji identifikasi bakteri Salmonella spp. dari ketiga penjual jamu adalah tidak terdapat bakteri Salmonella spp. dalam semua sampel jamu kunyit asam.

Kata kunci: jamu kunyit asam, ALT, Salmonella spp.


(2)

ABSTRACT

Jamu kunyit asam was another one of jamu which consumed by most people because most people choose choose herbal medication now, which use

plant as it’s component and have minimal side effect. Materials of jamu kunyit asam were turmeric, sour fruit, and water. Water was another one place of

microbe to grow. If the water that used wasn’t pure, the product of jamu will

contaminated and not safety to consumed. Another one of parameter related to safety of jamu was Total Plate Count (TPC) and the presence of pathogent bacteria.. This research’s purpose was to know the number of TPC and the presence of Salmonella spp in jamu kunyit asam from herbalist at Ngawen Klaten village. There were 5 herbalist in that village and the sample was jamu from 3 herbalist (3 bottle from each herbalist). Samples were taken at 07.00 in the morning.

This research was a non experimental study with descriptive research design. The step of this research was choosing and collecting samples with purposive sampling technique, sample preparation, homogenization and diluting sample, TPC test based on SNI 2887-2008, and analysis of the TPC result based on SNI 2008, and identification of Salmonella spp test, based on SNI 2887-2008 and analysis of the result based on PPOMN nomor 96/mik/00, years 2006.

The result of this research show that TPC number of jamu kunyit asam from 3 herbalist at Ngawen Klaten region meet requirement, it was ≤104 colony/mL. TPC number from herbalist A, B, and C was 8,6 x 102 colony/mL, 1,3 x 102 colony/mL, and 23 colony/mL. The result of identification Salmonella spp from 3 herbalist was negative from all samples.


(3)

UJI ANGKA LEMPENG TOTAL DAN IDENTIFIKASI BAKTERI

Salmonella spp DALAM JAMU KUNYIT ASAM DARI PENJUAL JAMU

DI DESA NGAWEN KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Graciano Aristides Maturbongs NIM : 128114061

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2016


(4)

i

UJI ANGKA LEMPENG TOTAL DAN IDENTIFIKASI BAKTERI

Salmonella spp DALAM JAMU KUNYIT ASAM DARI PENJUAL JAMU

DI DESA NGAWEN KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Graciano Aristides Maturbongs NIM : 128114061

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

ii


(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak

melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan

membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan

memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya

1 Korintus 10: 13

Kupersembahkan karyaku ini kepada:

Tuhan Yang Maha Esa

Ayah, ibu sebagai ungkapan rasa hormat dan baktiku

Kakak, adik-adik serta keluarga besarku

Bapak/Ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Sahabat-sahabatku terkasih

Almamaterku tercinta


(8)

(9)

vi


(10)

vii PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerah dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Angka Lempeng Total dan Identifikasi Salmonella spp dalam Jamu Kunyit Asam dari Penjual Jamu di Desa Ngawen Klaten” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Berbagai kesulitan yang dihadapi penulis dalam proses penyelesaian skripsi tidak akan dapat terlewati tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan ungkapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing dan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., selaku dosen penguji skripsi. Terimakasih atas bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. selaku dosen penguji skripsi. Terimakasih atas bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.


(11)

viii

5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani Apt., selaku Kepala Program Studi Fakultas Farmasi atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Bapak Enade Perdana Istyastono Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan.

7. Ibu Evina Widi Astuti, SST, Bapak Andi Priono, AMd,A.K dan segenap anggota Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta yang telah membimbing penulis selama penelitian.

8. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu kefarmasian sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. 9. Keluargaku yang telah medoakan, mendukung dan menyemangati dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

10. Teman - teman kelompok Ca Serviks, Maria Sri Ayu, Okta Puspita, Sylviana Hesti Nugroho, Ni Komang Meyla Wulandari dan I Dewa Ayu Angga Sri Dewi yang telah memberikan dukungan serta masukan dalam menyelesaikan skripsi.

11. Teman – teman seperjuangan kelompok skripsi jamu, Ni Komang Meyla Wulandari, I Dewa Ayu Angga Sri Dewi, Caritas Cindy Thearesti, Bernadita Betanias Pawestri, Meylisa Mutiara Dewi, Nataya Anita Isabella Purlianto, dan Maria Dorra Cahya Sapphira atas semangat, dorongan serta bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

12. Teman – teman FSM B, FKK A dan Angkatan 2012 yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.


(12)

ix

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapakan adanya kritik, saran dan masukan demi kemajuan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidaang kefarmasian, serta semua pihak, bagi mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.

Yogyakarta,


(13)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 6

2. Keaslian penelitian... 6

3. Manfaat penelitian ... 7

B. Tujuan Penelitian... 7

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 9

A.Obat Tradisional ... 9

B.Jamu Kunyit Asam ... 10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(14)

xi

C.Rimpang Kunyit ... 11

D.Buah Asam Jawa ... 12

E.Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ... 13

F. Angka Lempeng Total ... 14

G.Salmonella ... 16

H.Media Selektif Salmonella ... 17

I. Identifikasi Salmonella spp ... 19

1. Uji fermentasi gula-gula... 19

2. Uji sitrat ... 19

3. Uji Sulphur Indol Motility ... 20

4. Uji katalase ... 21

J. Keterangan Empiris ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN ... 23

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23

B.Variabel Penelitian dan Definisi Umum ... 23

1. Variabel penelitian ... 23

2. Definisi umum ... 24

C.Bahan Penelitian ... 24

1. Bahan utama ... 24

2. Bahan kimia ... 25

D.Alat Penelitian ... 25

E.Tata Cara Penelitian ... 25


(15)

xii

2. Persiapan sampel ... 26

3. Homogenisasi sampel ... 26

4. Pengenceran sampel ... 27

5. Uji Angka Lempeng Total ... 27

6. Uji Salmonella pada cairan jamu kunyit asam ... 28

F. Analisis Hasil ... 31

1. Uji Angka Lempeng Total ... 31

2. Identifikasi bakteri Salmonella spp ... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A.Uji Angka Lempeng Total ... 38

B.Uji Identifikasi Bakteri Salmonella spp ... 42

1. Hasil uji pengkayaan pada media Rappaport-Vassiliadis Broth ... 42

2. Hasil isolasi Salmonella pada media selektif Salmonella Shigella Agar 44 3. Uji konfirmasi keberadaan Salmonella spp pada sampel jamu kunyit asam ... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A.Kesimpulan ... 49

B.Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 53

BIOGRAFI PENULIS ... 64

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Petunjuk penghitungan TPC ... 35

Tabel II. Hasil uji identifikasi Salmonella spp ... 37

Tabel III. Nilai ALT sampel jamu kunyit asam ... 39

Tabel IV. Nilai ALT sampel jamu kunyit asam pedagang A ... 40

Tabel V. Nilai ALT sampel jamu kunyit asam pedagang B... 41


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kontrol media dan pengencer ... 38 Gambar 2. Hasil uji pengkayaan dalam media Rappaport-Vassiliadis Broth 43 Gambar 3. Hasil uji isolasi Salmonella pada jamu kunyit asam dalam media

SSA ... 45

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat ijin penelitian di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta. ... 54 Lampiran 2. Sampel jamu dalam botol steril ... 55 Lampiran 3. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu kunyit asam

pedagang A inkubasi 48 jam... 56 Lampiran 4. Perhitungan Standar Deviasi dan Koefisien Variansi sampel

jamu kunyit asam pedagang A ... 57 Lampiran 5. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu kunyit asam

pedagang B inkubasi 48 jam ... 58 Lampiran 6. Perhitungan Standar Deviasi dan Koefisien Variansi sampel

jamu kunyit asam pedagang B ... 59 Lampiran 7. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu kunyit asam

pedagang C inkubasi 48 jam ... 60 Lampiran 8. Perhitungan Standar Deviasi dan Koefisien Variansi sampel

jamu kunyit asam pedagang C ... 61 Lampiran 9. Foto ALT sampel jamu kunyit asam pada inkubasi 48 jam ... 62


(19)

xvi INTISARI

Jamu kunyit asam merupakan salah satu jamu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena kecenderungan masyarakat untuk lebih memilih pengobatan yang memanfaatkan bahan alam atau tumbuh-tumbuhan, sehingga memiliki efek samping yang rendah. Jamu kunyit asam menggunakan bahan baku kunyit, buah asam, dan air. Air merupakan salah satu tempat tumbuh mikroba yang baik sehingga apabila air yang digunakan kurang bersih akan menyebabkan produk jamu tercemar mikroba dan kurang aman dikonsumsi. Salah satu parameter terkait keamanan suatu jamu adalah Angka Lempeng Total (ALT) dan keberadaan bakteri patogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ALT, dan keberadaan bakteri Salmonella spp dalam jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten. Terdapat 5 penjual jamu di desa tersebut dan sampel yang diambil adalah jamu dari 3 penjual jamu dengan pengambilan 3 botol jamu dari masing-masing penjual. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 07.00 pagi.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pemilihan dan pengumpulan sampel dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling, persiapan sampel, homogenisasi sampel dan pengenceran sampel, pengujian ALT dengan pedoman SNI 2887-2008, dan analisis hasil berpedoman pada SNI 2897-2008 serta uji identifikasi keberadaan bakteri Salmonella spp. pada jamu kunyit asam yang berpedoman pada SNI 2897-2008 dan analisis hasil berpedoman pada PPOMN nomor 96/mik/00 tahun 2006.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu kunyit asam yang dijual oleh ketiga penjual jamu di wilayah Ngawen memiliki nilai ALT sesuai dengan persyaratan yang berlaku yaitu ≤104

koloni/mL dengan nilai ALT pedagang A, B, dan C masing-masing adalah 8,6 x 102 koloni/mL, 1,3 x 102 koloni/mL, dan 23 koloni/mL. Hasil uji identifikasi bakteri Salmonella spp. dari ketiga penjual jamu adalah tidak terdapat bakteri Salmonella spp. dalam semua sampel jamu kunyit asam.

Kata kunci: jamu kunyit asam, ALT, Salmonella spp.


(20)

xvii ABSTRACT

Jamu kunyit asam was another one of jamu which consumed by most people because most people choose choose herbal medication now, which use plant as it’s component and have minimal side effect. Materials of jamu kunyit asam were turmeric, sour fruit, and water. Water was another one place of microbe to grow. If the water that used wasn’t pure, the product of jamu will contaminated and not safety to consumed. Another one of parameter related to safety of jamu was Total Plate Count (TPC) and the presence of pathogent bacteria.. This research’s purpose was to know the number of TPC and the presence of Salmonella spp in jamu kunyit asam from herbalist at Ngawen Klaten village. There were 5 herbalist in that village and the sample was jamu from 3 herbalist (3 bottle from each herbalist). Samples were taken at 07.00 in the morning.

This research was a non experimental study with descriptive research design. The step of this research was choosing and collecting samples with purposive sampling technique, sample preparation, homogenization and diluting sample, TPC test based on SNI 2887-2008, and analysis of the TPC result based on SNI 2008, and identification of Salmonella spp test, based on SNI 2887-2008 and analysis of the result based on PPOMN nomor 96/mik/00, years 2006.

The result of this research show that TPC number of jamu kunyit asam from 3 herbalist at Ngawen Klaten region meet requirement, it was ≤104 colony/mL. TPC number from herbalist A, B, and C was 8,6 x 102 colony/mL, 1,3 x 102 colony/mL, and 23 colony/mL. The result of identification Salmonella spp from 3 herbalist was negative from all samples.


(21)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Jamu merupakan obat tradisional Indonesia yang masih banyak digunakan masyarakat untuk pengobatan alternatif. Jamu masih banyak digunakan karena kecenderungan masyarakat untuk memilih pengobatan yang memanfaatkan bahan alam atau tumbuh-tumbuhan, sehingga memiliki efek samping yang rendah. Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, jumlah penduduk Indonesia yang pernah mengonsumsi jamu adalah sekitar 59,12% dan dari jumlah itu 95,6% di antaranya merasakan khasiat atau manfaat jamu dalam meningkatkan kesehatan. Selain itu, Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa di Indonesia sekitar 30,4% rumah tangga memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional (yankestrad) dalam satu tahun terakhir dan 49% di antaranya merupakan yankestrad jenis ramuan (termasuk jamu) untuk menjaga kesehatan/kebugaran.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada tiga penjual jamu di desa Ngawen pada Maret 2015, jamu kunyit asam merupakan jamu yang paling banyak dikonsumsi masyarakat untuk menjaga kesehatan, terutama bagi wanita karena dipercaya mampu melancarkan sirkulasi darah saat haid. Selain itu, jamu kunyit asam juga memiliki harga yang terjangkau sehingga banyak dibeli dan dikonsumsi masyarakat. Selain jamu kunyit asam, masyarakat Ngawen juga banyak mengonsumsi jamu beras kencur.


(22)

Ngawen merupakan suatu desa atau kelurahan di kecamatan Ngawen, yang berada di sebelah utara kota Klaten. Masyarakat di desa Ngawen sebagian besar memiliki kebiasaan rutin mengonsumsi jamu (terutama jamu kunyit asam) untuk memelihara kesehatan. Hal ini terlihat dari jumlah botol jamu kunyit asam yang terjual setiap hari. Terdapat 5 penjual jamu di desa ini dengan 3 di antaranya merupakan penjual jamu yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Ketiga penjual jamu tersebut dapat menjual 12-15 botol jamu setiap hari sedangkan 2 penjual yang lain hanya dapat menjual 3-5 botol jamu. Tiga penjual jamu tersebut berkeliling setiap hari dari pukul 06.00 – 12.00. Rata-rata sebelum pukul 12.00 jamu jualan mereka telah habis terjual. Selain itu, 2 dari 3 penjual jamu ini memiliki konsumen tetap yang rutin mengkonsumsi jamu setiap hari karena telah menerapkan sistem pesan-antar kepada konsumen. Setelah konsumen melakukan pemesanan hari ini, jamu akan diantarkan pada hari berikutnya. Selain itu, ketiga penjual jamu itu telah lama berjualan di desa Ngawen yaitu antara 7-9 tahun. Dua penjual jamu yang lain belum terlalu lama berjualan di desa Ngawen, yaitu sekitar 1-2 tahun.

Berdasarkan observasi peneliti pada penjual jamu di desa Ngawen, bahan utama jamu kunyit asam adalah rimpang kunyit dan buah asam jawa. Jamu kunyit asam ini dibuat sendiri oleh penjual jamu di desa Ngawen dengan proses sederhana yaitu kunyit dikupas dan dicuci berulang kali dengan air mengalir, setelah itu ditumbuk-tumbuk. Sementara itu, buah asam jawa direndam dahulu dalam air, kemudian direbus bersama dengan kunyit yang sudah ditumbuk hingga


(23)

3

mendidih dan ditambah gula jawa sebagai pemanis. Jamu yang sudah jadi selanjutnya dituang ke dalam botol kaca dan siap untuk dijual.

Dalam proses pengolahan jamu ini, pembuat jamu belum menggunakan alat pelindung tubuh seperti sarung tangan atau pun masker. Peralatan yang digunakan pun masih sederhana, yaitu menggunakan lumpang dan alu yang sebelumnya telah dicuci dan dikeringkan setiap kali akan digunakan.

Bahan utama jamu kunyit asam adalah kunyit (Curcuma longa L.) dan buah asam jawa (Tamarindus indica L.). Salah satu senyawa bioaktif yang terkandung dalam kunyit adalah kurkumin. Senyawa kurkumin ini diketahui mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi (Sharma dkk., 2005), anti

inflammatory (Chainani, 2003), dan anti kanker (Huang dkk., 1994). Buah asam

menunjukkan potensi sebagai antidiabetes dan antihiperlipidemik (Maiti dkk., 2005), dan antioksidan (Siddhuraju, 2007). Buah asam jawa juga memiliki bahan aktif yang berfungsi sebagai laksatif (Latief, 2012).

Dalam pembuatan jamu, aspek kebersihan atau kehigienisan harus diutamakan. Pembuatan jamu dari penjual jamu gendong sebaiknya mengikuti petunjuk Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) agar produk jamu aman dikonsumsi. Menurut Petunjuk Operasional CPOTB, pembuatan jamu harus mengutamakan kehigienisan dan prosesnya terdiri dari beberapa tahap, yaitu pembuat jamu harus mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun sebelum memulai pembuatan jamu agar mencegah kontaminasi bakteri. Kemudian bahan baku yang digunakan, yaitu rimpang kunyit harus dicuci sebanyak 2-3 kali dengan air mengalir hingga benar-benar bersih. Selain itu, tempat pembuatan jamu juga


(24)

harus selalu dijaga kebersihannya. Bila telah selesai dibuat, wadah pengemasan jamu harus sesuai dan memenuhi persyaratan higienitasnya (BPOM RI, 2005).

Obat tradisional yang beredar dan tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan perlu dicegah. Jamu kunyit asam merupakan salah satu contoh dari cairan obat yang tidak memerlukan izin usaha industri sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Walaupun tidak memerlukan izin, keamanan jamu yang dijual harus tetap terjamin sehingga perlu adanya parameter keamanan. Parameter keamanan meliputi uji cemaran mikroba seperti uji mikroba patogen, uji Angka Lempeng Total (ALT) dan uji Angka Kapang/Khamir (AKK). Uji lain yang juga perlu dilakukan adalah uji aflatoksin serta uji cemaran logam berat. Mikroba patogen dalam jamu dapat menyebabkan berbagai penyakit infeksi sehingga perlu diwaspadai keberadaannya. Mikroba patogen yang perlu diwaspadai dalam obat tradisional antara lain Escherichia coli, Salmonella,

Shigella spp, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus (BPOM RI,

2014).

Salah satu parameter jaminan keamanan dan mutu jamu yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) adalah tidak boleh mengandung bakteri patogen dan nilai ALT tidak boleh lebih dari 104 koloni/mL (BPOM RI, 2014). Uji ALT digunakan untuk menghitung banyaknya bakteri yang tumbuh dan berkembang pada jamu. Jamu yang baik dikonsumsi adalah jamu yang memiliki nilai ALT tidak lebih dari standar atau memenuhi standar yang sesuai.


(25)

5

Penelitian ini menggunakan sampel yang diambil dari 3 penjual jamu di daerah Ngawen, Klaten. Pemilihan jamu kunyit asam dari ketiga penjual tersebut karena paling banyak diminati sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hasil olahan jamu kunyit asam dari ketiga penjual jamu tersebut. Di samping itu, dengan adanya pelanggan tetap menandakan telah adanya hubungan kepercayaan antara konsumen dan penjual, sehingga peneliti berpikir perlu dilakukan penelitian mikrobiologis mengenai ALT dan identifikasi bakteri patogen dalam jamu tersebut untuk lebih memastikan jaminan kualitas dan keamanannya.

Salmonella spp merupakan salah satu bakteri patogen yang berbahaya

bagi manusia. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis, yang tidak hanya terjadi di negara berkembang namun juga terjadi di negara maju. Gejala klinik dari penyakit ini adalah gangguan pencernaan, mual, muntah, diare, nyeri lambung sering juga disertai nyeri kepala, keringat dingin dan pada keadaan yang parah dapat terjadi kehilangan kesadaran sesaat (Soeharsono, 2002).

Salah satu penyakit yang disebabkan Salmonella spp adalah demam tifoid. Demam tifoid merupakan penyakit menular yang tersebar di seluruh dunia, dan sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang dan tropis seperti Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Latin. Di Indonesia, insiden demam tifoid diperkirakan sekitar 300-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini berhubungan dengan tingkat higienis individu, sanitasi lingkungan dan penyebaran kuman dari karier atau penderita tifoid. Kasus penyakit yang disebabkan oleh Salmonella spp cukup banyak sehingga mendorong peneliti


(26)

untuk mengidentifikasi Salmonella spp yang merupakan salah satu bakteri patogen.

Dengan demikian penelitian mengenai ALT dan identifikasi bakteri patogen dalam jamu dapat memberikan informasi terkait kualitas dan keamanan dari jamu kunyit asam yang dijual oleh ketiga penjual jamu tersebut.

1. Rumusan masalah

a. Berapakah nilai ALT jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten?

b. Apakah ada cemaran bakteri patogen Salmonella spp. pada jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten?

2. Keaslian penelitian

Penelitian terkait jamu kunyit asam pernah dilakukan oleh Widani (2012) dengan judul “Angka Salmonella dalam Jamu Kunyit Asam yang

Dijual di Pasar Tradisional Kecamatan Gondamanan Kotamadya Yogyakarta.” Penelitian Widani ini menemukan bahwa jamu kunyit asam yang dijual tidak tercemar oleh Salmonella dengan angka Salmonella adalah nol. Penelitian lain dilakukan oleh Nurwidaningrum (2012) dengan judul “Angka Echerichia coli dalam Jamu Kunyit Asam yang dijual di Pasar

Tradisional Kecamatan Gondamanan Kotamadya Yogyakarta.” Hal yang membedakan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah tempat atau lokasi penelitian, jumlah sampel jamu kunyit asam, dan parameternya. Penelitian Widani (2012) dan Nurwidaningrum (2012) mengenai angka


(27)

7

Salmonella, sedangkan penelitian ini hanya mengidentifikasi keberadaan

Salmonella spp.

Selain itu, berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai “Uji Angka Lempeng Total dan Identifikasi

Salmonella spp. dalam Jamu Kunyit Asam dari Penjual Jamu di desa Ngawen

Klaten” belum pernah dilakukan. 3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai ALT dan ada tidaknya bakteri Salmonella dalam jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten. b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

memberikan data dan informasi mengenai kualitas dan keamaan jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten yang didapat dari hasil Angka Lempeng Total serta ada tidaknya keberadaan bakteri patogen Salmonella.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan keamanan jamu berdasarkan Angka Lempeng Total dan cemaran bakteri Salmonella spp. dalam jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten.


(28)

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui Angka Lempeng Total dari jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten.

b. Mengetahui adanya cemaran bakteri patogen Salmonella spp. pada jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten.


(29)

9 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional

Pengertian obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 007 Tahun 2012 adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang digunakan secara turun-temurun untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (DepKes RI, 2012).

Obat tradisional sering disebut obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia (Obat Bahan Alam Indonesia). Berdasarkan Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka (BPOM, 2004).

Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Khasiat dan keamanan jamu hanya didasarkan pada penggunaan empiris secara turun-temurun. Jamu biasanya disajikan dalam bentuk seduhan, rajangan dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut (Wasito, 2011).

Jamu merupakan cairan obat-dalam. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Nomor 12 Tahun 2014, cairan obat-dalam adalah sediaan obat tradisional berupa minyak, larutan, suspensi atau emulsi, terbuat dari simplisia dan/atau ekstrak dan digunakan


(30)

sebagai obat-dalam (BPOM, 2014). Jamu adalah obat tradisional yang tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris (Handayani dan Suharmiati, 2002). Jamu yang merupakan obat tradisional Indonesia telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dalam menunjang kesehatan, oleh karena itu perlu adanya standar mutu dan keamanannya. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, persyaratan terkait cairan obat-dalam untuk jamu dalam industri adalah keseragaman volume, penentuan kadar alkohol, penentuan BJ dan pH, cemaran mikroba (Angka Lempeng Total, Angka Kapang Khamir, Eschericia coli, Salmonella spp, Shigella spp, Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus aureus), aflatoksin, cemaran logam berat dan bahan tambahan

(pengawet, pewarna, dan pemanis). Angka Lempeng Total (ALT) yang diperbolehkan dalam cairan obat-dalam adalah ≤104 koloni/mL dan Angka Kapang/Khamir yang diperbolehkan adalah ≤103 koloni/mL. Selain itu, mikroba patogen juga harus tidak ada dalam cairan obat-dalam karena dapat menyebabkan berbagai penyakit. Mikroba patogen tersebut adalah Eschericia coli, Salmonella spp, Shigella spp, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus.

B. Jamu Kunyit Asam

Salah satu minuman tradisional yang sudah sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah jamu kunyit asam. Jamu kunyit asam berfungsi sebagai pengurang rasa nyeri pada dismenorea primer, memiliki efek samping minimal dan tidak ada bahaya jika dikonsumsi sebagai suatu kebiasaan (Limananti dan Triratnawati, 2003). Jamu kunyit asam adalah minuman


(31)

11

tradisional yang diolah dengan bahan utama rimpang kunyit dan buah asam. Salah satu senyawa bioaktif yang terkandung dalam kunyit adalah kurkumin. Senyawa kurkumin ini diketahui mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi (Sharma dkk., 2005), anti inflammatory (Chainani, 2003), anti kanker (Huang dkk., 1994). Buah asam menunjukkan potensi sebagai antidiabetes dan antihiperlipidemik (Maiti dkk., 2005), dan antioksidan (Siddhuraju, 2007). Buah asam jawa juga memiliki bahan aktif yang berfungsi sebagai laksatif (Latief, 2012).

C. Rimpang Kunyit

Rimpang kunyit adalah rimpang Curcuma domestica Val., suku Zingiberaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 3,02% v/b dan kurkuminoid tidak kurang dari 6,60% dihitung sebagai kurkumin. Ciri-ciri rimpang kunyit yaitu berupa kepingan ringan, rapuh, warna kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecokelatan; bau khas, rasa agak pahit, agak pedas, lama-kelamaan menimbulkan rasa tebal; bentuk hampir bundar sampai bulat panjang, kadang-kadang bercabang dan umumnya melengkung tidak beraturan (DepKes RI, 2008).

Kunyit merupakan tanaman yang sangat sering digunakan. Kunyit dapat digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan, sebagai bahan untuk minuman kesehatan, serta kecantikan tubuh. Kunyit mengandung kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, monodesmotoksikumin, dan bidesmetoksikurkumin. Selain itu, kunyit mengandung minyak atsiri berupa sesquiterpen, tumeron, tumeon zingiberen, dan garam-garam mineral lainnya. Kunyit berkhasiat untuk mengobati


(32)

penyakit disentri, keputihan, haid tidak lancar, serta perut mulas saat haid (Wasito, 2011).

Bagian tanaman kunyit yang paling banyak digunakan adalah rimpangnya. Rimpang kunyit terdapat di bagian pangkal batang, berkulit coklat, bersisik dan jika diiris bagian dalamnya berwarna kuning. Rimpang kunyit memiliki berbagai kandungan, yaitu minyak atsiri, pati, resin, selulosa, dan beberapa mineral. Kandungan minyak atsiri kunyit sekitar 3-5%. Komponen utama rimpang kunyit adalah pati, berkisar 40-50% dari berat kering rimpang. Komponen zat warna atau pigmen pada kunyit yang utama adalah kurkumin, yaitu sebanyak 2,5 – 6%. Pigmen inilah yang memberi warna kuning jingga pada rimpang. Senyawa kurkumin ini diketahui mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi (Sharma dkk., 2005), anti inflammatory (Chainani, 2003), anti kanker (Huang dkk., 1994).

D. Buah Asam Jawa

Asam jawa (Tamarindus indica L.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong, memiliki biji sebanyak 2 – 5 yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak kehitaman (Kurniawati, 2010). Daging buah asam jawa yang masak di pohon per 100 gramnya mengandung nilai kalori sebanyak 239 kalori; protein 2,8 gram; lemak 0,6 gram; karbohidrat 62,5 gram; kalsium 74 mg; fosfor 113 mg; zat besi 0,6 mg; vitamin A 30 SI; vitamin B1 0,34 mg; serta vitamin C 2 mg (Agromedia, 2008).

Buah asam menunjukkan potensi sebagai antidiabetes dan antihiperlipidemik (Maiti dkk., 2005), dan antioksidan (Siddhuraju, 2007). Buah


(33)

13

asam jawa juga memiliki bahan aktif yang berfungsi sebagai laksatif (Latief, 2012). Selain itu, daging buah asam jawa juga dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dan campuran obat tradisional. Buah asam banyak digunakan dalam industri minuman, es krim, selai, manisan atau gula-gula, sirup, dan obat tradisional atau jamu (Rukmana, 2005).

E. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan bakunya (BPOM, 2005). Hal tersebut sama halnya dengan jamu, yaitu perlu dibuat dengan cara yang baik agar menjamin kualitas jamu tersebut.

Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengeluarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor: HK.00.05.4.138 mengenai pedoman dalam pembuatan obat tradisional yang baik, dikenal dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). CPOTB meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia yang menangani (BPOM, 2005).

Industri obat tradisional dengan skala besar yang memiliki izin edar wajib menerapkan CPOTB. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Menteri Kesehatan


(34)

Republik Indonesia Nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu gendong dan racikan tidak memerlukan izin edar karena produksi yang bersifat lokal dan distribusi yang kecil. Usaha jamu gendong dan racikan tidak diwajibkan menerapkan CPOTB, tetapi CPOTB dapat menjadi pedoman dalam proses pembuatan jamu sehingga kualitas dan keamaman untuk dikonsumsi dapat terjamin (Depkes RI, 2012).

Berdasarkan CPOTB, pembuat jamu harus mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun sebelum mulai membuat jamu untuk mencegah kontaminasi bakteri yang berasal dari tangan pembuat jamu. Kemudian bahan baku yang digunakan harus dicuci dengan air mengalir hingga bersih dengan cara pencucian sebanyak 2-3 kali. Selain itu, kebersihan tempat pembuatan jamu juga harus selalu dijaga. Jamu yang telah jadi harus dikemas dalam wadah sesuai yang memenuhi persyaratan higienitasnya (BPOM, 2005). Pembuat jamu juga sebaiknya menggunakan pakaian pelindung tambahan seperti kaca mata pelindung, masker dan sarung tangan untuk mencegah kontaminasi mikroba (Wasito, 2011).

F. Angka Lempeng Total

Metode ini digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofil, yaitu bakteri yang melakukan metabolisme dengan bantuan oksigen dan mampu hidup di daerah dengan suhu 15 – 55oC, dengan suhu optimum 25 – 40oC yang terdapat dalam suatu sampel (Radji, 2010). Uji ALT dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media-agar (BSN, 2008).


(35)

15

ALT merupakan salah satu parameter yang dipersyaratkan terkait keamanan dan persyaratan mutu jamu. Prinsip pengujian ALT yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah sampel diinokulasikan pada media lempeng agar secara pour plate dan diinkubasi dalam media yang cocok pada suhu yang sesuai. Uji ALT menggunakan media Plate Count Agar (PCA) sebagai media padatnya, kemudian hasil akhirnya diamati secara visual berupa angka dalam koloni (cfu) per mL/g atau koloni/100 mL (BPOM, 2008).

Dalam melakukan uji ALT, harus diperhatikan bahwa inokulum yang dibiakkan pada media-agar dalam jumlah terbatas supaya jumlah koloni yang dihasilkan sesudah inkubasi dapat dihitung. Bila terlalu besar, sel akan tumbuh terlalu padat dan kurang berkembang sehingga akan mempersulit perhitungan koloni, sehingga menyebabkan hasil yang kurang akurat. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan bahwa jumlah koloni yang paling baik untuk dihitung adalah 25-250 koloni dalam setiap cawan petri. Untuk tujuan itu inokulum harus diencerkan secara berseri untuk mencapai jumlah koloni yang diinginkan dalam setiap pengukuran (Radji, 2010).

Nilai ALT dari suatu jamu harus kecil karena jika sistem imun konsumen sedang buruk maka hal tersebut dapat membahayakan kesehatan. Makin kecil nilai ALT maka semakin bagus mutu dan keamanan jamu tersebut. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, nilai ALT dalam cairan obat-dalam harus ≤ 104

koloni/mL (BPOM, 2014).


(36)

G. Salmonella

Taksonomi dari Salmonella adalah sebagai berikut: Kerajaan : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteibacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella

(Breslow, 2002)

Salmonella merupakan bakteri gram negatif, tidak berspora, tidak

mempunyai fimbria, dan mempunyai flagel peritrik. Ukuran bakteri ini adalah 1-3,5 µm x 0,5-0,8 µ m, besar koloni dalam media pembenihan rata-rata 2-4 mm.

Salmonella tumbuh pada suasana aerob atau anaerob fakultatif, pada suhu

15-41oC dengan suhu optimum pertumbuhan 37,5 oC (pH media 6-8). Salmonella mati pada suhu 56 oC dan pada keadaan kering dapat bertahan hingga 4 minggu dalam air (Radji, 2010). Bakteri Salmonella dapat membentuk fermentasi asam saja atau asam dan gas pada glukosa, maltosa, manitol, dan tidak memfermentasikan laktosa dan sukrosa. Bakteri Salmonella juga tidak membentuk indol (Djajaninggrat, 2014).

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini adalah salmonelosis. Salmonella dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dipersiapkan


(37)

17

oleh alat-alat dan tangan yang terkontaminasi. Infeksi Salmonella terjadi pada saluran pencernaan dan terkadang menyebar lewat peredaran darah ke seluruh organ tubuh. Infeksi Salmonella dapat berupa infeksi yang dapat sembuh sendiri, seperti gastroenteritis, namun juga dapat menjadi masalah serius apabila menyebar secara sistematik seperti demam enterik (Radji, 2010). Gejala klinik yang sering dialami oleh penderita salmonelosis adalah gangguan pencernaan, mulai dari rasa mual dan muntah, diare, nyeri lambung sering juga disertai nyeri kepala, keringat dingin dan pada keadaan yang parah dapat terjadi kehilangan kesadaran sesaat (Soeharsono, 2002).

H. Media Selektif Salmonella

Media pembenihan merupakan media yang mengandung nutrisi yang disiapkan untuk menumbuhkan bakteri di dalam skala laboratorium. Media pembenihan harus dapat menyediakan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Suatu media harus mengandung karbon, nitrogen, sulfur, fosfor dan faktor pertumbuhan organik. Media pembenihan harus mengandung nutrisi yang tepat untuk bakteri spesifik yang akan dibiakkan, kelembaban harus cukup, pH sesuai, kadar oksigen tercukupi, media pembenihan harus steril dan tidak mengandung mikroba lain, media diinkubasi pada suhu tertentu sesuai dengan karakteristik mikrobia uji (Radji, 2010).

Media selektif yang digunakan untuk mengisolasi bakteri Salmonella adalah:


(38)

1. Selenite Broth

Selenite Broth merupakan suatu media pengkaya yang digunakan

untuk mengisolasi Salmonella yang berasal dari feses maupun produk makanan. Media ini mengandung pepton, laktosa dan natrium fosfat yang merupakan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Salmonella.

Salmonella dapat tumbuh baik dalam media ini, ditandai dengan adanya

kekeruhan pada media Selenite Broth (Bridson, 2006). 2. Rappaport-Vassiliadis Broth

Rappaport-Vassiliadis Broth merupakan salah satu media pengkaya

yang digunakan untuk isolasi bakteri Salmonella yang berasal dari makanan dan minuman. Media ini juga dapat digunakan untuk isolasi Salmonella yang berasal dari feses. Kandungan dari media ini adalah soya peptone, natrium klorida, potasium dihidrogen fosfat, magnesium klorida, malachite green, dan pH 5,2 (Bridson, 2006).

3. Salmonella Shigella Agar

Salmonella Shigella Agar (SSA) merupakan media selektif yang

digunakan untuk mengisolasi Salmonella dan beberapa spesies Shigella yang berasal dari specimen klinik seperti urin, darah, feses maupun yang berasal dari makanan. SSA ini mengandung pepton, laktosa, natrium sitrat, natrium tiosulfat, besi (III) sitrat, brilliant green, natural red dan bile salt. Salmonella yang tumbuh dalam media SSA merupakan koloni transparan, biasanya terdapat bintik hitam di tengah koloni tersebut (Bridson, 2006).


(39)

19

I. Identifikasi Salmonella spp.

Identifikasi Salmonella spp. merupakan serangkaian uji biokimia berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh Salmonella spp. Uji identifikasi bakteri Salmonella terdiri dari uji fermentasi gula-gula (glukosa, laktosa, manitol, maltose, sukrosa), uji sitrat, uji Sulphur Indol Motility (SIM), dan uji katalase (Soemarno, 2000).

1. Uji fermentasi gula-gula (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sukrosa) Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam mengurai gula-gula spesifik yang mencerminkan sifat bakteri. Fermentasi adalah proses oksidasi biologi dalam keadaan anaerob dengan karbohidrat yang bertindak sebagai substrat. Uji fermentasi karbohidrat dilihat dari pembentukan asam yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna medium dari merah menjadi kuning dan terbentuk gas yang terjebak dalam tabung durham. Bakteri Salmonella merupakan bakteri yang mampu memfermentasikan gula-gula spesifik seperti glukosa, manitol dan maltose tetapi tidak dapat memfermentasikan laktosa dan sakarosa (Soemarno, 2000). 2. Uji sitrat

Uji sitrat bertujuan untuk mengetahui penggunaan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi, terutama untuk bakteri gram negatif golongan Enterobacter. Uji ini menggunakan media Simmon’s Citrate Agar. Media ini merupakan medium sintetik dengan Na sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, NH4 sebagai sumber N, dan indicator pH Brom Thymol Blue. Warna medium akan berubah dari hijau menjadi biru dan pH akan meningkat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(40)

apabila bakteri mampu menggunakan sitrat. Bakteri Salmonella menggunakan sitrat sebagai sumber karbon yang ditunjukkan dengan perubahan warna medium dari hijau menjadi biru (Williams, 2013).

3. Uji Sulphur Indol Motility

Uji ini terdiri dari 3 parameter pengamatan, yaitu uji pembentukan sulfur (H2S), uji pembentukan indol, dan pengamatan pergerakan pertumbuhan bakteri dalam media tabung. Media yang digunakan adalah media SIM dengan kandungan Ferrous ammonium sulphate, Peptone, Tryptone, Sodium

thiosulphate, Nutrient agar. Ferrous ammonium sulphate dan Sodium

thiosulphate merupakan kandungan untuk uji sulfur, sementara kandungan

Nutrient Agar merupakan kandungan untuk uji Indol. Dalam uji Indol perlu

penambahan reagen kovacs untuk mendeteksi terbentuknya Indol (Shields, 2013).

(a) Uji sulfur. Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam mengurai asam amino menjadi sulfur. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya logam sulfit yang berwarna hitam. Apabila tidak terbentuk logam sulfit berwarna hitam maka hasilnya negatif. Logam sulfit berwarna hitam tidak terbentuk karena bakteri yang berada dalam medium tidak mampu menghidrolisis logam-logam berat yang terkandung dalam medium (Nugraheni, 2010). Bakteri Salmonella merupakan bakteri yang mampu menghasilkan residu sulfur yang ditandai dengan terbentuknya warna hitam pada medium di sepanjang bekas inokulasi (Holt, 2000).


(41)

21

(b) Uji indol. Uji ini merupakan uji untuk melihat pembentukan indol dari penguraian asam amino atau triptofan. Dalam uji indol ditambahkan reagen kovacs yang terdiri dari amyl alcohol, para-dimethylminobenzaldehyde, dan concentrated hydrochloric acid. Hasil

positif dari uji ini ditandai dengan terbentuknya warna merah pada permukaan media. Bakteri Salmonella merupakan bakteri yang tidak bisa membentuk indol sehingga memberikan hasil negatif pada uji ini (Radji, 2010).

(c) Uji motilitas. Uji ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri berdasarkan penyebaran koloni. Kandungan Nutrient Agar semisolid dalam media SIM memungkinkan bakteri yang memiliki flagel untuk melakukan pergerakan dalam media. Bakteri Salmonella merupakan bakteri yang memiliki flagel peritrik sehingga akan memberikan hasil positif yang ditandai dengan adanya pertumbuhan bakteri tidak hanya di sepanjang bekas tusukan (Holt, 2000).

4. Uji katalase

Uji ini digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri uji. Bakteri yang memerlukan oksigen akan menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) yang beracun bagi bakteri itu sendiri. Namun bakteri tetap dapat hidup dikarenakan menghasilkan enzim katalase yang dapat mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih (Reiner, 2013).


(42)

J. Keterangan Empiris

Jamu merupakan obat tradisional dan cairan obat-dalam yang hingga saat ini masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat, baik dari jamu gendong hingga jamu skala industri. Terdapat peraturan yang mengatur tentang obat tradisional untuk industri terkait jumlah mikroba pada cairan obat-dalam, yaitu peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 12 Tahun 2014. Jumlah mikroba dalam sediaan menurut peraturan tersebut adalah sebaiknya ≤ 104

koloni/mL (BPOM, 2014). Belum ada peraturan yang mengatur tentang persyaratan mikroba suatu jamu gendong, namun sebaiknya jumlah mikroba atau ALT suatu jamu gendong dapat ditekan sekecil mungkin atau bahkan sama dengan persyaratan diatas, yaitu ≤ 104

koloni/mL.

Suatu sediaan jamu harus terbebas dari bakteri patogen seperti Eschericia

coli, Salmonella spp., Shigella spp., Pseudomonas aeruginosa, dan

Staphylococcus aureus (BPOM, 2014). Keberadaan mikroba patogen dalam jamu

yang apabila dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh dapat mengakibatkan berbagai penyakit diantaranya demam, diare, muntah, dan radang usus.

Penelitian ini ingin melihat jumlah bakteri berdasarkan nilai ALT dan keberadaan bakteri Salmonella spp dalam jamu kunyit asam dari penjual jamu di desa Ngawen Klaten.


(43)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif, yaitu mendeskripsikan besarnya nilai ALT dan identifikasi keberadaan bakteri Salmonella spp dalam jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas: Jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten.

b. Variabel tergantung: ALT dan keberadaan bakteri Salmonella spp. c. Variabel pengacau

(1) Variabel pengacau terkendali: media Plate Count Agar (PCA), suhu inkubasi, waktu inkubasi, media pengkayaan (Rappaport-Vassiliadis

Broth), media isolasi (Salmonella Shigella Agar), media identifikasi

Salmonella (media glukosa, laktosa, manitol, maltose, sukrosa, dan

Sulphur Indol Motility (SIM), media Simmons Sitrat Agar, nutrient

Agar), suhu inkubasi, dan waktu inkubasi.


(44)

(2) Variabel pengacau tak terkendali: kualitas jamu kunyit asam seperti cara pembuatan jamu kunyit asam, cara penyimpanan setelah pembuatan jamu kunyit asam, serta kualitas bahan yang digunakan. 2. Definisi umum

a. Jamu kunyit asam adalah jamu yang berupa cairan obat-dalam yang terbuat dari rimpang kunyit dan buah asam jawa, serta di tambah gula jawa sebagai pemanis, berwarna kuning jingga dengan aroma khas yang dijual oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten. Jamu kunyit asam dari penjual di desa tersebut dibuat pada waktu subuh dengan sumber air berasal dari sumur.

b. ALT merupakan angka yang menunjukkan jumlah bakteri aerob mesofil dalam sampel jamu kunyit asam. ALT dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam jamu kunyit asam dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar.

c. Uji identifikasi Salmonella spp. merupakan uji untuk menetapkan keberadaan Salmonella dalam jamu kunyit asam dengan melihat pertumbuhannya melalui beberapa tahap yang dilakukan, yaitu tahap pengkayaan (enrichment), tahap isolasi pada media selektif, dan tahap identifikasi dengan reaksi biokimia.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

Bahan utama yang digunakan yaitu jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen Klaten.


(45)

25

2. Bahan kimia

a. Media yang digunakan untuk pengujian ALT yaitu Plate Count Agar. Media pengkayaan yaitu Rappaport-Vassiliadis Broth, media isolasi yaitu SSA, media identifikasi (media glukosa, media laktosa, media manitol, media maltosa, media sakarosa, media Sulphur Indol Motility (SIM), media

Simmons citrate Agar, Nutrien Agar (NA).

b. Buffered Peptone Water (BPW), aquadest steril, alkohol 70%, pereaksi

H2O2, dan pereaksi indol.

c. Bakteri baku sebagai standar pembanding adalah Salmonella typhi ATCC 14028.

D. Alat Penelitian

Gelas beker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), Erlenmeyer (Pyrex), pipet volume, mikropipet (Iwaki), pipet tetes, tabung reaksi (Pyrex), cawan perti (Pyrex), botol steril, kantong steril, cool box, bunsen, jarum ose, oven (Memmert model 400), vortex, stomacher (Seward), colony counter, neraca analitik, hot plate

and magnetic stirrer, autoklaf (model: KT-40 No.108049), incubator (WTX

binder).

E. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan dan pengumpulan sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di desa Ngawen, Klaten. Desa Ngawen dipilih karena sebagian besar masyarakat di desa ini memiliki kebiasaan rutin dalam mengonsumsi jamu untuk memelihara kesehatannya. Hal ini terlihat dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(46)

jumlah botol jamu kunyit asam yang terjual setiap hari. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada Maret 2015, terdapat 5 penjual jamu di desa ini dengan 3 di antaranya merupakan penjual jamu yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Ketiga penjual jamu tersebut dapat menjual 12-15 botol jamu setiap hari. Tiga penjual jamu tersebut berkeliling setiap hari dari pukul 06.00 – 12.00. Rata-rata sebelum pukul 12.00 jamu mereka telah habis terjual. Oleh karena itu, sampel yang diambil adalah jamu kunyit asam dari ketiga penjual tersebut. Teknik sampling dalam penelitian ini yaitu non random purposive

sampling. Teknik ini digunakan karena pengambilan sampel didasarkan pada

suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, yaitu berdasarkan pertimbangan penjual jamu yang paling banyak diminati oleh masyarakat.

Pengambilan sampel dilakukan pada hari Senin pukul 07.00. Sampel jamu dipindahkan ke dalam botol steril serta dimasukkan ke dalam coolbox dan dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Pengambilan dilakukan satu kali dengan jumlah 3 botol jamu dari masing-masing penjual dan dianggap sebagai replikasi dalam penelitian.

2. Persiapan sampel

Bagian wadah/kemasan jamu kunyit asam dibersihkan dengan kapas beralkohol 70% dan dibuka secara aseptis dekat nyala api bunsen.

3. Homogenisasi sampel

Sampel jamu sebanyak 25 mL diambil dan dimasukkan secara aseptis ke dalam kantong steril, kemudian ditambahkan 225 mL larutan pengencer


(47)

27

BPW sehingga diperoleh pengenceran 1:10 (10-1). Homogenisasi dilakukan menggunakan stomacher dengan kecepatan 300 rpm selama 30 detik.

4. Pengenceran sampel

Tabung reaksi disiapkan sebanyak 4 buah, masing-masing tabung reaksi diisi dengan 9 mL BPW. Sebanyak 1 mL pengenceran 10-1 dari hasil homogenisasi sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung pertama yang telah berisi 9 mL BPW sehingga diperoleh pengenceran 10-2 kemudian dihomogenisasi. Selanjutnya dibuat pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5 untuk pengujian ALT.

5. Uji Angka Lempeng Total a. Pembuatan media PCA

Sebanyak 236 g serbuk PCA ditimbang dan dilarutkan dalam 1350 mL aquadest steril, kemudian dipanaskan dan diaduk dengan menggunakan

hot plate and magnetic steerer diaduk hingga larutan jernih. Sterilisasi

dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC. b. Pembuatan pengencer BPW

Sebanyak 20 g serbuk BPW dilarutkan dalam 1 L aquadest steril, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC.

c. Pengujian ALT

Sebanyak 1 mL dari masing-masing pengenceran dipipet ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Selanjutnya sebanyak 15-25 mL media PCA (45o ± 1o) dituangkan ke dalam cawan petri tersebut. Petri diputar ke depan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(48)

dan ke belakang atau membentuk angka delapan agar dapat tercampur merata dan didiamkan sampai memadat. Kemudian uji kontrol (blanko) dibuat untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer. Pada satu cawan diisi 1 mL pengencer dan media Agar, dan pada cawan yang lain hanya diisi media. Setelah media memadat, cawan diinkubasi pada suhu 35 - 37oC selama 24 – 48 jam dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.

6. Uji Salmonella pada cairan jamu kunyit asam

a. Uji pengkayaan pada media Rappaport-Vassiliadis Broth

Labu ukur disiapkan sebanyak 10 buah yang masing-masing telah diisi dengan 9 mL Rappaport-Vassiliadis Broth. Sebanyak 1 mL jamu kunyit asam dipipet secara aseptis dan diisolasikan pada 9 mL

Rappaport-Vassiliadis Broth, diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Media

Rappaport-Vasiliadis Broth akan menjadi keruh bila terdapat bakteri

Salmonella spp. Uji yang sama dilakukan terhadap kontrol positif berupa

kultur murni Salmonella thypi ATCC 14028. Hasil positif ditandai dengan perubahan warna media dari biru jernih menjadi biru keruh..

b. Isolasi/penanaman Salmonella pada media selektif SSA

Pada permukaan media SSA diisolasikan 1 sengkelit dari biakan pengkayaan dengan metode streak plate (4 kuadran), dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Prosedur yang sama dilakukan terhadap kontrol positif yang berupa kultur murni Salmonella thypi ATCC 14028. Hasil dari pengujian dibandingkan dengan hasil pertumbuhan kultur murni Salmnella


(49)

29

thypi ATCC 14028. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya koloni

transparan, biasanya terdapat bintik hitam di tengah koloni tersebut. c. Uji konfirmasi (uji biokimia) Salmonella dalam jamu cekok

Satu koloni spesifik pada SSA dipilih dan digoreskan pada permukaan media NA, kemudian dilakukan uji fermentasi gula-gula, uji sulfur, indol, motilitas, dan sitrat. Prosedur yang sama dilakukan terhadap kontrol positif. Hasil dari pengujian dibandingkan dengan hasil pertumbuhannya berdasarkan perubahan warna yang terjadi.

(1) Uji fermentasi gula-gula (a) Uji fermentasi glukosa

Satu sengkelit biakan dari SSA diinokulasikan pada media glukosa dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari oranye kemerahan menjadi kuning.

(b) Uji fermentasi laktosa

Satu sengkelit biakan dari SSA diinokulasikan pada media manitol dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari oranye kemerahan menjadi kuning.

(c) Uji fermentasi manitol

Satu sengkelit biakan dari SSA diinokulasikan pada media manitol dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(50)

ditandai dengan adanya perubahan warna media dari oranye kemerahan menjadi kuning.

(d) Uji fermentasi maltosa

Satu sengkelit biakan dari SSA diinokulasikan pada media maltose dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari oranye kemerahan menjadi kuning.

(e) Uji fermentasi sakarosa

Satu sengkelit biakan dari SSA diinokulasikan pada media sakarosa dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari oranye kemerahan menjadi kuning.

(2) Uji sulfur

Satu sengkelit biakan dari SSA diinolkulasikan pada media SIM dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya warna hitam di sepanjang bekas inokulasi.

(3) Uji indol

Satu sengkelit biakan dari SSA diinokulasikan pada media SIM dengan cara ditusuk dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Sebanyak 1 mL pereaksi indol (kovacs) ditambahkan ke dalam biakan, dikocok dan didiamkan beberapa menit. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna merah cherry yang berbentuk cincin pada permukaan biakan.


(51)

31

(4) Uji motilitas

Satu sengkelit biakan dari SSA diinokulasikan pada media SIM dengan cara ditusuk dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif ditunjukkan bila pertumbuhan mikroba tidak hanya di bekas tusukan.

(5) Uji sitrat

Satu sengkelit biakan dari SSA diinokulasikan pada media

Simmon Citrate Agar dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna media dari hijau menjadi biru.

(6) Uji katalase

Satu sengkelit biakan dari SSA diinokulasikan pada gelas objek kemudian ditetesi dengan H2O2. Hasil positif ditunjukkan dengan timbulnya buih.

F. Analisis Hasil 1. Uji Angka Lempeng Total

a. Perhitungan jumlah koloni

Analisis hasil ALT dilakukan sesuai metode SNI 2897:2008. Jumlah koloni pada setiap seri pengenceran dihitung, kecuali cawan petri yang berisi koloni menyebar (spreader colonies). Cawan yang dipilih adalah cawan yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250. Perhitungan koloni dilakukan menggunakan colony counter.


(52)

b. Interpretasi hasil

(1) Cawan dengan jumlah koloni kurang dari 25. Bila cawan duplo dari pengenceran terendah menghasilkan koloni kurang dari 25, hitung jumlah yang ada pada cawan dari setiap pengenceran. Rerata jumlah koloni per cawan dan kalikan dengan faktor pengencerannya untuk menentukan nilai Total Plate Count (TPC). Tandai nilai TPC dengan tanda bintang (Tabel 1 nomor 3) untuk menandai bahwa penghitungannya di luar 25 koloni sampai dengan 250 koloni per cawan.

(2) Cawan dengan jumlah koloni lebih dari 250. Bila jumlah koloni per cawan lebih dari 250, hitung koloni-koloni pada cawan untuk memberikan gambaran penyebaran koloni secara representatif. Tandai

TPC dengan tanda bintang untuk menandai bahwa penghitungannya di

luar 25 koloni sampai dengan 250 koloni per cawan (Tabel 1 nomor 4). (3) Spreaders. Koloni yang menyebar (spreaders) biasanya dibagi dalam 3

bentuk:

(a) Rantai koloni tidak terpisah secara jelas disebabkan oleh disintegrasi rumpun bakteri.

(b) Terbentuknya lapisan air antara agar dan dasar cawan. (c) Terbentuknya lapisan air pada sisi atau permukaan agar.

Bila cawan yang disiapkan untuk contoh lebih banyak ditumbuhi oleh

spreader seperti (a), dan total area yang melebihi 25% dan 50%


(53)

33

koloni dari setiap pengenceran, kemudian laporkan jumlahnya sebagai

TPC (Tabel 1 nomor 5). Selain 3 bentuk spreader, dapat dihitung

sebagai satu pertumbuhan koloni. Untuk tipe (a) bila hanya terdapat satu rantai, hitunglah sebagai koloni tunggal. Bila ada satu atau lebih rantai yang terlihat dari sumber lain, hitung tiap sumber itu sebagai satu koloni, termasuk untuk tipe (b) dan (c) juga dihitung sebagai koloni. Gabungkan perhitungan koloni dan perhitungan spreader untuk menghitung TPC.

(4) Cawan tanpa koloni. Bila cawan petri dari semua pengenceran tidak menghasilkan koloni, laporkan TPC sebagai kurang dari 1 kali pengenceran terendah yang digunakan. Tandai TPC dengan tanda bintang bahwa penghitungannya di luar 25 koloni sampai dengan 250 koloni (Tabel 1 nomor 6).

(5) Cawan duplo, cawan yang satu dengan 25 koloni sampai dengan 250 koloni dan cawan yang lain lebih dari 250 koloni. Bila cawan yang satu menghasilkan koloni antara 25 sampai dengan 250 dan yang lain lebih dari 250 koloni, hitung kedua cawan dalam penghitungan TPC (Tabel 1 nomor 7).

(6) Cawan duplo, satu cawan dari setiap pengenceran dengan 25 koloni sampai dengan 250 koloni. Bila 1 cawan dari setiap pengenceran menghasilkan 25 koloni sampai dengan 250 koloni, dan cawan lain kurang dari 25 koloni atau menghasilkan lebih dari 250 koloni, hitung keempat dalam penghitungan TPC (Tabel 1 nomor 8).


(54)

(7) Cawan duplo, dua cawan dari satu pengenceran dengan 25 koloni sampai dengan 250 koloni, hanya 1 cawan yang lebih dari 250 koloni sampai dengan 250 koloni dan dari cawan yang lain dengan 25 sampai dengan 250 koloni. Bila kedua cawan dari satu pengenceran penghasilkan 25 koloni sampai dengan 250 koloni, hitung keempat cawan termasuk cawan yang kurang dari 25 atau yang lebih dari 250 koloni dalam penghitungan TPC (Tabel 1 nomor 9).

c. Pelaporan hasil

(1) Bulatkan angka menjadi 2 angka yang sesuai, bila angka ketiga 6 atau di atasnya, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua naik 1 angka, misalnya 456 menjadi 460 (4,6 x 102).

(2) Bila angka ketiga 4 atau di bawahnya, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua tetap, misalnya 454 menjadi 450 (4,5 x 102). (3) Bila angka ketiga 5, maka angka tersebut dapat dibulatkan menjadi 0

(nol) dan angka kedua adalah angka genap, misalnya 445 menjadi 440 (4,4 x 102).

(4) Bila angka ketiganya 5, maka angka tersebut dapat dibulatkan menjadi 0 (nol) dan angka kedua naik 1 angka, misalnya 455 menjadi 460 (4,6 x 102).


(55)

35

Tabel I. Petunjuk penghitungan TPC

No 10-2 10-3 10-4

TPC per ml

atau gram

Keterangan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 === ===

175 208

16 17

190.000 bila hanya satu pengenceran yang berada dalam batas yang sesuai, hitung jumlah rerata dari pengenceran tersebut.

2 === ===

224 225

25 30

250.000 bila ada dua pengenceran yang berada dalam batas yang sesuai, hitung jumlah masing-masing dari pengenceran sebelum merata-ratakan jumlah yang sebenarnya.

3 18 14

2 0

0 0

1.600* Jumlah koloni kurang dari 25 koloni pada pengenceran terendah, hitung jumlahnya dan kalikan dengan faktor pengencerannya dan beri tanda* (di luar jumlah koloni 25 sampai dengan 250).

4 === === ==== ==== 523 487 5.100.0 00

Jumlah koloni lebih dari 250 koloni, hitung koloni yang dapat dihitung atau yang mewakili beri tanda* (di luar jumlah koloni 25 sampai dengan 250). 5 ===

===

245 230

35 spreader

290.000 Bila ada dua pengenceran diantara jumlah koloni 25 sampai dengan 250, tetapi ada spreader, hitung jumlahnya dan kalikan dengan faktor pengenceran, namun untuk spreader tidak dihitung.

6 0

0

0 0

0 0

100* Bila cawan tanpa koloni, jumlah TPC adalah kurang dari 1 kali pengenceran terendah yang digunakan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(56)

2. Identifikasi bakteri Salmonella

Analisis hasil identifikasi bakteri Salmonella dilakukan denga cara melihat hasil pengujian biokimia (uji konfirmasi) yang terdiri dari uji glukosa, laktosa, manitol, maltose, sakarosa, sulfur, indol, motilitas, sitrat dan katalase. Berikut adalah tabel hasil uji identifikasi Salmonella spp.

dan beri tanda* 7 ===

===

245 278

23 20

260.000 Jumlah koloni 25 sampai dengan 250, dan yang lain lebih dari 250 koloni, hitung kedua cawan petri termasuk yang lebih dari 250 koloni, dan rerata jumlahnya.

8 === ===

225 255

21 40

270.000 Bila salah satu cawan dengan jumlah 25 koloni sampai dengan 250 koloni dari tiap pengenceran, hitung jumlah dari tiap pengenceran termasuk yang kurang dari 25 koloni, lalu rerata jumlah yang sebenarnya.

9 === === === === 220 240 260 230 18 48 30 28 260.000 0 270.000

Bila hanya satu cawan yang menyimpang dari setiap pengenceran, hitung jumlah dari tiap pengenceran termasuk yang kurang dari 25 koloni atau lebih dari 250 koloni, kemudian rerata jumlah sebenarnya.


(57)

37

Tabel II. Hasil uji identifikasi Salmonella spp.

Uji Hasil

Glukosa +

Laktosa -

Manitol +

Maltosa +

Sakarosa -

Sulfur +

Indol -

Motilitas +

Sitrat +

Katalase +

(Holt, 2000)


(58)

38 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Angka Lempeng Total

Salah satu parameter jaminan keamanan dan mutu dari cairan obat dalam adalah nilai Angka Lempeng Total (ALT). ALT merupakan suatu uji dengan prinsip pertumbuhan bakteri aerob mesofil setelah sampel diinokulasikan pada media lempeng agar secara pour plate dan diinkubasi terbalik pada suhu 35-37oC selama 24-48 jam.

Media yang digunakan dalam uji ALT adalah Plate Count Agar (PCA) yang mengandung tryptone, ekstrak ragi, glukosa dan agar yang berfungsi sebagai nutrisi dan sumber energi untuk pertumbuhan bakteri. Media PCA yang akan diinokulasikan harus didinginkan terlebih dahulu pada suhu ruangan karena apabila terlalu panas dapat mematikan mikroorganisme yang akan ditumbuhkan. Pada uji ALT dilakukan uji kontrol untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer. Hasil dari uji kontrol adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Kontrol media dan pengencer Keterangan: (a) kontrol media ; (b) kontrol pengencer

b

a


(59)

39

Pada gambar 1, setelah inkubasi 48 jam pada suhu 35oC, terlihat bahwa tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri pada kontrol media maupun pengencer. Hal ini menunjukkan bahwa sterilitas media dan pengencer yang digunakan baik sehingga dapat dipastikan bahwa koloni bakteri yang akan tumbuh pada media biakan merupakan koloni bakteri yang berasal dari jamu kunyit asam tersebut, bukan karena faktor media dan pengencer.

Berdasarkan data yang didapat (tabel III), nilai ALT dari ketiga sampel jamu berada pada batas aman (Cara perhitungan terdapat pada lampuran 3, 4, dan 5). Hasil yang paling baik ditunjukkan oleh sampel jamu pedagang C yang memiliki nilai ALT paling rendah. Hasil yang baik ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu kebersihan bahan baku, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, proses pengolahan, dan pengemasan yang baik. Selain itu, proses pencucian bahan baku hingga bersih dengan air mengalir secara berulang dalam proses pembuatannya juga dapat menjadi faktor minimnya kontaminasi mikroba.

Tabel III. Nilai ALT sampel jamu kunyit asam

Sampel ALT ± SD

(Koloni/mL) Pedagang A 8,6 x 102 ± 65,6 Pedagang B 1,3 x 102 ± 25,2 Pedagang C 2,3 x 101 ± 5,6 n= 3


(60)

Hasil penghitungan nilai ALT masing-masing penjual adalah sebagai berikut. Tabel IV. Nilai ALT sampel jamu kunyit asam pedagang A

Pedagang Replikasi Pengenceran

Jumlah Koloni

ALT (koloni/

mL) Cawan Cawan

Rata-rata

1 2 koloni

A

I 10-1 76 84 80 8 x 102

10-2 13 14

10-3 3 1

10-4 1 0

10-5 0 0

II 10-1 78 92 85 8,5 x 102

10-2 20 9

10-3 1 0

10-4 0 0

10-5 0 0

III 10-1 106 80 93 9,3 x 102

10-2 9 13

10-3 4 2

10-4 2 0

10-5 0 0

Nilai ALT Pedagang A 8,6 x 102

Pada pedagang A (Tabel IV.), pengenceran yang dipilih untuk penghitungan koloni adalah pengenceran 10-1 karena jumlah koloni yang tumbuh pada pengenceran ini masuk dalam batas yang sesuai, 25-250 koloni. Nilai ALT keseluruhan dari pedagang A adalah 8,6 x 102 koloni/mL.

Pada pedagang B (Tabel V.), pengenceran yang dipilih untuk penghitungan koloni adalah pengenceran 10-1 karena jumlah koloni yang tumbuh pada pengenceran ini masuk dalam batas yang sesuai, 25-250 koloni. Nilai ALT keseluruhan dari pedagang B adalah 1,3 x 102 koloni/mL.


(61)

41

Tabel V. Nilai ALT sampel jamu kunyit asam pedagang B

Pedagang Replikasi Pengenceran

Jumlah Koloni

ALT (koloni/

mL) Cawan Cawan

Rata-rata

1 2 koloni

B

I 10-1 6 20 13 1,3 x 102

10-2 1 5

10-3 0 1

10-4 0 0

10-5 0 0

II 10-1 12 18 15 1,5 x 102

10-2 1 1

10-3 0 0

10-4 0 0

10-5 0 0

III 10-1 10 10 10 1 x 102

10-2 0 1

10-3 0 0

10-4 0 0

10-5 0 0

Nilai ALT Pedagang B 1,3 x 102

Pada pedagang C (Tabel VI.), pengenceran yang dipilih untuk penghitungan koloni adalah pengenceran 10-1 karena pengenceran 10-1 yang merupakan pengenceran terendah dengan jumlah koloni kurang dari 25. Nilai ALT keseluruhan dari pedagang C adalah 2,3x101 koloni/mL.

Nilai Standar Deviasi (SD) yang didapat dari penjual A, B, dan C masing-masing adalah 65,6; 25,2; dan 5,8. Nilai SD ini menunjukkan bahwa presisi data yang didapat kurang bagus karena kemungkinan jamu yang kurang homogen dalam botol penjual jamu (faktor pengolahan penjual), atau pun botol penjual jamu yang kurang higienis. Selain itu, Coefisien Variansi (CV) dari penjual A, B, dan C masing-masing adalah 7,6%; 20%; dan 25%.


(62)

Tabel VI. Nilai ALT sampel jamu kunyit asam pedagang C

Pedagang Replikasi Pengenceran

Jumlah Koloni

ALT (koloni/

mL) Cawan Cawan

Rata-rata

1 2 koloni

C

I 10-1 1 5 3 3 x101

10-2 0 0

10-3 0 0

10-4 0 0

10-5 0 0

II 10-1 4 0 2 2 x101

10-2 1 0

10-3 0 0

10-4 0 0

10-5 0 0

III 10-1 2 2 2 2 x101

10-2 1 0

10-3 0 0

10-4 0 0

10-5 0 0

Nilai ALT Pedagang C 2,3x101

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah homogenisasi sampel jamu yang digunakan selama penelitian kurang baik yaitu sampel jamu yang didapatkan dari satu botol dan botol lain tidak homogen. Selain itu pengukuran jumlah koloni yang didapatkan hanya dilakukan sekali. Perhitungan koloni setidaknya dilakukan 3 kali pengukuran untuk masing-masing sampel untuk menghindari subjektivitas dalam pengamatan atau analisis.

B. Uji Identifikasi Bakteri Salmonella spp.

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sampel jamu kunyit asam terdapat bakteri Salmonella spp atau tidak. Ada tidaknya bakteri patogen merupakan salah satu parameter keamanan suatu obat tradisional. Uji identifikasi


(63)

43

bakteri Salmonella spp dalam sampel jamu kunyit asam dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap pengkayaan, isolasi, dan uji penegasan melalui uji biokimiawi. 1. Hasil uji pengkayaan pada media Rappaport-Vassiliadis Broth

Uji pengkayaan merupakan uji yang bertujuan untuk menumbuhkan mikroba dari jamu kunyit asam dalam media pengkaya. Media pengkaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rappaport-Vassiliadis Broth. Menurut Bridson (2006), Rappaport-Vassiliadis Broth merupakan media pengkaya yang digunakan untuk isolasi Salmonella yang berasal dari makanan dan minuman. Media ini juga dapat digunakan untuk isolasi Salmonella yang berasal dari feses. Kandungan media ini adalah soya peptone, natrium klorida, potasium dihidrogen fosfat, magnesium klorida, malachite green, dan pH 5,2. Hasil positif dari uji tahap pengkayaan ini adalah terjadi berubahnya media dari biru jernih menjadi biru keruh.

Kontrol positif juga digunakan dalam uji ini. Kontrol positif dibuat dengan menginokulasikan biakan murni Salmonella typhi ATCC 14028 pada media Rappaport-Vassiliadis Broth. Apabila sampel jamu kunyit asam mengandung Salmonella spp, media dalam tabung akan berubah dari biru jernih menjadi biru keruh.

Berdasarkan data yang diperoleh (gambar 2), semua sampel jamu kunyit asam dari ketiga penjual jamu yang telah diinkubasi selama 24 jam menunjukkan hasil negatif terhadap bakteri Salmonella spp. Sampel jamu tidak mengalami kekeruhan seperti yang terlihat pada kontrol positif.


(64)

Gambar 2. Hasil uji pengkayaan dalam media Rappaport-Vassiliadis Broth Keterangan:

K+ = kontrol positif A1 = sampel A replikasi 1 A2 = sampel A replikasi 2 A3 = sampel A replikasi 3 B1 = sampel B replikasi 1 B2 = sampel B replikasi 2 B3 = sampel B replikasi 3 C1 = sampel C replikasi 1 C2 = sampel C replikasi 2 C3 = sampel C replikasi 3

2. Hasil isolasi pada media selektif Salmonella Shigella Agar

Isolasi bertujuan untuk menegaskan bahwa bakteri yang tumbuh dalam tahap pengkayaan adalah bakteri Salmonella spp. Media selektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Salmonella Shigella Agar (SSA) yang merupakan media selektif untuk mengisolasi bakteri Salmonella dan beberapa spesies Shigella dari produk makanan maupun spesimen klinik seperti darah, urin maupun feses. Menurut Bridson (2006), media ini mengandung pepton, laktosa, bile salt, sodium sitrat, sodium tiosulfat, besi (III)

C3 C2 C1

A1 A1 A1

Sampel C Sampel B

B2 B3 Sampel A

K+


(65)

45

sitrat, brilliant green, neutral red, dan agar yang berfungsi sebagai nutrisi untuk pertumbuhan Salmonella. Laktosa adalah karbohidrat yang berfungsi sebagai nutrisi dalam SSA. Bile salt, sodium sitrat, brilliant green berfungsi untuk menghambat bakteri gram positif, terutama bakteri coliform. Sodium tiosulfat dan besi (III) sitrat berfungsi sebagai deteksi asam sulfide (H2S) dari produksi koloni bakteri yang ditandai dengan adanya warna hitam di tengah koloni tersebut. Menurut Bridson (2006), hasil positif ditandai dengan tumbuhnya bakteri dengan koloni transparan atau koloni dengan hitam di tengah koloninya.

Inokulasi pada media selektif dilakukan secara streak plate dengan tujuan mendapatkan koloni terpisah sehingga memudahkan dalam pengamatan. Dalam uji ini digunakan juga kontrol positif yang dilakukan dengan cara yang sama, yaitu menginokulasikan 1 sengkelit kultur murni bakteri Salmonella

typhi ATCC 14028 pada media SSA sebagai pembanding.

Gambar 3. Hasil uji isolasi Salmonella pada jamu kunyit asam dalam media SSA Keterangan:

K+ = kontrol positif S = sampel uji S K+


(66)

Berdasarkan hasil isolasi (gambar 3), diperoleh bahwa sampel dari ketiga penjual jamu menunjukkan hasil negatif. Hasil isolasi menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri Salmonella spp. seperti yang terlihat pada kontrol positif yaitu tidak ada pertumbuhan koloni transparan.

3. Uji konfirmasi keberadaan Salmonella spp pada sampel jamu kunyit asam Uji konfirmasi bertujuan untuk memastikan dan menegaskan bahwa koloni bakteri yang tumbuh dalam media isolasi SSA adalah bakteri

Salmonella spp. Uji konfirmasi ini terdiri dari uji fermentasi gula-gula atau uji

karbohidrat (uji fermentasi glukosa, laktosa, manitol, maltosa, sakarosa), uji sulfur, uji indol, uji motilitas, uji sitrat, dan uji katalase. Namun, dalam penelitan ini tidak dilakukan uji-uji tersebut karena dari hasil pengkayaan dan isolasi bakteri Salmonella menunjukkan hasil negatif (tidak tumbuh bakteri

Salmonella spp.). Media Rappaport-Vassiliadis Broth dan media SSA

merupakan media yang selektif untuk bakteri Salmonella spp. sehingga jika pada tahapan pengkayaan dan isolasi memberikan hasil negatif untuk pertumbuhan Salmonella, maka tidak perlu dilakukan uji konfirmasi. Bakteri-bakteri yang bisa tumbuh dalam media SSA selain Salmonella adalah spesies

Shigella, Proteus, dan Citrobacter. Namun, untuk memastikan keberadaan

bakteri-bakteri tersebut perlu dilanjutkan dengan uji yang sesuai dengan karakteristik bakteri-bakteri tersebut. Uji konfirmasi dapat dilakukan bila ada tumbuh bakteri dalam media isolasi SSA, namun karena hasil isolasi bersih atau tidak terdapat pertumbuhan bakteri (gambar 4) maka uji konfirmasi tidak perlu dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel jamu


(1)

Lampiran 6. Perhitungan SD dan CV sampel jamu kunyit asam pedagang B

Sampel B Rata-rata koloni

(X) X XX

2 X X

Replikasi 1 130 126,7 3,3 10,89

Replikasi 2 150 126,7 23,3 542,89

Replikasi 3 100 126,7 -26,7 712,89

2

XX 1266,67

n= 3

 

1 2   

n X X

SD X 100%

SD CV 2 67 , 1266 

SD 126,7 100%

2 , 25   CV


(2)

Lampiran 7. Perhitungan ALT sampel jamu kunyit asam Pedagang C inkubasi 48 jam

Dipilih pengenceran 10-1 yang merupakan pengenceran terendah dengan jumlah koloni kurang dari 25, dihitung jumlah yang ada pada cawan dijumlahkan dan dirata-ratakan, kemudian dikalikan dengan faktor pengencernya.

Perhitungannya sebagai berikut:

a. Replikasi 1 =  30koloni/mL b. Replikasi 2 =  20 koloni/mL c. Replikasi 3 =  20 koloni/mL

Nilai ALT sampel C = (30 + 20 + 20) 3

= 23,3 koloni/mL = 23 koloni/mL


(3)

Lampiran 8. Perhitungan SD dan CV sampel jamu kunyit asam pedagang C

Sampel B Rata-rata koloni

(X) X XX

2 X X

Replikasi 1 30 23,3 6,7 44,89

Replikasi 2 20 23,3 -3,3 10,89

Replikasi 3 20 23,3 -3,3 10,89

2

XX 66,67

n= 3

 

1 2   

n X X

SD X 100%

SD CV 2 67 , 66 

SD 23,3 100%

8 , 5   CV


(4)

Lampiran 9. Foto ALT sampel jamu kunyit asam pada inkubasi 48 jam

ALT pedagang A pada tiap pengenceran

Kontrol Media PCA BPW

Kontrol Pengencer

10-3 10-2

10-1

10-6 10-5


(5)

ALT pedagang B pada tiap pengenceran

ALT pedagang C pada tiap pengenceran

10-6 10-5

10-4

10-3 10-2

10-1

10-2

10-1 10-3

10-5 10-4


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis lahir di Jayapura pada 8 Januari 1994. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Johanis Maturbongs dan Ibu Yosephina Ohoiwutun. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu TK Caritas Nandan Yogyakarta (1999-2000), tingkat Sekolah Dasar di SD YPPK Gembala Baik Abepura Jayapura (2000-2006), tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP YPPK Santu Paulus Abepura Jayapura (2006-2009), tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA YPPK Teruna Bakti Waena Jayapura (2009-2012), dan pada 2012 melanjutkan pendidikan Strata 1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Penetapan Angka Lempeng Total Bakteri (Alt) Dalam Obat-Obat Probiotik

21 128 59

Uji Angka Kapang/Khamir (AKK) dan identifikasi Salmonella spp pada jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong di Kelurahan Tonggalan Klaten Tengah.

2 5 90

Uji angka lempeng total dan identifikasi escherichia coli pada jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di Wilayah Tonggalan Klaten Tengah.

2 60 96

Uji angka kapang/khamir (AKK) dan angka lempeng total (ALT) pada jamu gendong temulawak di Pasar Tradisional Klaten.

5 37 99

Uji angka kapang/khamir dan identifikasi escherichia coli dalam jamu kunyit asam dari penjual jamu di Wilayah Ngawen Klaten.

8 62 105

Uji Angka Kapang/Khamir (AKK), Angka Lempeng Total (ALT), dan identifikasi escherichia coli dalam jamu cekok dari penjual jamu racik ``x`` di Yogyakarta - USD Repository

0 1 113

Uji Angka Kapang/Khamir (AKK), Angka Lempeng Total (ALT), dan identifikasi Salmonella pada jamu Uyup-Uyup yang diproduksi oleh penjual jamu racik X di Yogyakarta - USD Repository

0 3 89

Uji Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang/Khamir (AKK), dan identifikasi staphylococcus aureus dalam jamu cekok dari penjual jamu racik ``x`` di Yogyakarta - USD Repository

0 0 98

Uji Angka Kapang/Khamir (AKK), Angka Lempeng Total (ALT), dan identifikasi salmonella pada jamu cekok yang diproduksi penjual jamu racik ``x`` di Yogyakarta - USD Repository

0 1 99

Uji Angka Kapang/Khamir (AKK), Angka Lempeng Total (ALT), dan identifikasi escherichia coli dalam jamu uyup-uyup dari penjual jamu racik ``x`` di Yogyakarta - USD Repository

0 0 116