BAB III RENCANA TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI ARAHAN SPASIAL PENYUSUNAN RPI2-JM 3.1. RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) NASIONAL - DOCRPIJM 1508992344BAB 3 Pinrang

RPI2-JM 2015-2019
Kabupaten Pinrang

BAB III
RENCANA TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI ARAHAN SPASIAL
PENYUSUNAN RPI2-JM

3.1. RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) NASIONAL
Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
nasional;

penyusunan

rencana

pembangunan

jangka


menengah

nasional;

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar
wilayah provinsi, serta keserasian antarsektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang
untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis nasional; dan penataan ruang
wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Oleh

karena

itu,

RTRWN

disusun

dengan


memperhatikan

dinamika

pembangunan yang berkembang, antara lain, tantangan globalisasi, otonomi dan
aspirasi daerah, keseimbangan perkembangan antara Kawasan Barat Indonesia
dengan Kawasan Timur Indonesia, kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia

yang

rentan

terhadap

bencana,

dampak


pemanasan

global,

pengembangan potensi kelautan dan pesisir, pemanfaatan ruang kota pantai,
penanganan

kawasan

perbatasan

negara,

dan

peran

teknologi

dalam


memanfaatkan ruang.
Untuk mengantisipasi dinamika pembangunan tersebut, upaya pembangunan
nasional

juga

harus ditingkatkan

melalui

perencanaan,

pelaksanaan,

dan

pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan sumber
III-1


daya dapat diarahkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu hal
penting yang dibutuhkan untuk mencapai maksud tersebut adalah peningkatan
keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang pembangunan, yang
secara spasial dirumuskan dalam RTRWN.
RTRWN memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata guna udara,
tata guna air, dan tata guna sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata
lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan
perkembangan kependudukan yang serasi dan disusun melalui pendekatan wilayah
dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial. Untuk itu,
penyusunan RTRWN ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan tujuan penataan
ruang wilayah nasional, antara lain, meliputi perwujudan ruang wilayah nasional
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan serta perwujudan keseimbangan
dan keserasian perkembangan antarwilayah, yang diterjemahkan dalam kebijakan
dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional.
Struktur ruang wilayah nasional mencakup sistem pusat perkotaan nasional, sistem
jaringan transportasi nasional, sistem jaringan energi nasional, system jaringan
telekomunikasi nasional, dan sistem jaringan sumber daya air nasional. Pola ruang
wilayah nasional mencakup kawasan lindung dan kawasan budi daya termasuk
kawasan andalan dengan sektor unggulan yang prospektif dikembangkan serta
kawasan strategis nasional.

Selain rencana pengembangan struktur ruang dan pola ruang, RTRWN ini
juga menetapkan kriteria penetapan struktur ruang, pola ruang, kawasan andalan,
dan kawasan strategis nasional; arahan pemanfaatan ruang yang merupakan
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; serta arahan pengendalian
pemanfaatan ruang yang terdiri atas indikasi arahan peraturan zonasi, arahan
perizinan, arahan insentif dan disinsentif, dan arahan sanksi. Secara substansial
rencana tata ruang pulau/kepulauan dan kawasan strategis nasional sangat
berkaitan erat dengan RTRWN karena merupakan kewenangan Pemerintah dan
perangkat untuk mengoperasionalkannya. Oleh karena itu, penetapan Peraturan
Pemerintah ini mencakup pula penetapan kawasan strategis nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
III-2

Gambar 3.1. Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional (RTRWN 2008-2028), PP No. 28 Tahun 2008

III-3

Gambar 3.2. Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional (RTRWN 2008-2028), PP No. 28 Tahun 2008


III-4

3.2

RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya

diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan
dunia. RTR KSN merupakan rencana rinci dari RTRWN yang disusun sebagai
perangkat operasional rencana tata ruang.
KSN merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional. Penetapan kawasan strategis
kota dinilai berdasarkan sudut kepentingannya, antara lain sebagai berikut:
a. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi
b. Kawasan yang mempunyai nilai strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya;
c. Kawasan yang memiliki nilai strategis pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi; dan

d. Kawasan yang mempunyai nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi
daya dukung lingkungan hidup
Adapun RTRW KSN yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah sebagai
berikut :

a. Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,Puncak, Cianjur;

b. Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan;

c. Perpres No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar;

d. Perpres No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo;

e. Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis
dan Infrastruktur Selat Sunda;


f.

Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Batam, Bintan, dan Karimun.

III-5

3.3

Arahan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sulawesi
Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi berperan sebagai perangkat operasional

dari RTRWN serta alat koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan wilayah
Pulau Sulawesi.
Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi tidak dapat digunakan sebagai dasar
pemberian izin pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi berfungsi
sebagai pedoman untuk:
a. Penyusunan rencana pembangunan di Pulau Sulawesi;
b. Perwujudan


keterpaduan,

keterkaitan,

dan

keseimbangan

perkembangan antar wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta
keserasian antar sektor di Pulau Sulawesi;
c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau
Sulawesi;
d. Penentuan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Pulau Sulawesi; dan
e.

Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Pulau Sulawesi.

Penataan Ruang Pulau Sulawesi bertujuan untuk mewujudkan:
a. Pusat


pengembangan

ekonomi

kelautan

berbasis

keberlanjutan

pemanfaatan sumber daya kelautan dan konservasi laut;
b. Lumbung pangan padi nasional di bagian selatan pulau sulawesi dan
lumbung pangan jagung nasional di bagian utara pulau sulawesi;
c. Pusat perkebunan kakao berbasis bisnis di bagian tengah pulau sulawesi;
d. Pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas
bumi di pulau sulawesi;
e. Pusat

pariwisata

cagar

budaya

dan

ilmu

pengetahuan,

bahari,

ekowisata,

serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,

konferensi,

dan

pameran

(

meeting

incentive

convension

and

exhibition/ mice);
f.

Kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang
negara yang berbatasan dengan negara filipina dan negara malaysia
dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan

III-6

dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian
lingkungan hidup;
g. Jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan
antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah;
h. Kawasan perkotaan nasional yang berbasis mitigasi dan adaptasi
bencana; dan
i.

Kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap
paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas pulau sulawesi sesuai
dengan kondisi ekosistemnya.

Kebijakan untuk mewujudkan pusat pengembangan ekonomi kelautan
berbasis keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan konservasi laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi:
a. Pengembangan

kawasan

perkotaan

nasional

sebagai

pusat

pengembangan perikanan berbasis mitigasi dan adaptasi dampak
pemanasan global;
b. Pengembangan kawasan minapolitan dengan memperhatikan potensi
lestari; dan
c. Pelestarian kawasan konservasi laut yang memiliki keanekaragaman
hayati tinggi.
3.4.

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Selatan

3.4.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Provinsi
Tujuan umum penataan ruang wilayah Provinsi adalah untuk menata ruang
wilayah Sulawesi Selatan termasuk pesisir dan pulau-pulau kecilnya menjadi simpul
transportasi, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman, pertanian, lahan
pangan berkelanjutan, serta untuk meningkatkan kualitas lingkungan daerah aliran
sungai, secara sinergis antar sektor maupun antar wilayah, partisipatif,
demokratis, adil dan seimbang, dalam sistem tata ruang wilayah nasional, yang
bermuara pada proses peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya warga
Sulawesi Selatan secara berkelanjutan.

III-7

Tujuan khusus penataan ruang wilayah Provinsi adalah :
a. mengembangkan fungsi Sulawesi Selatan sebagai simpul transportasi,
industri, perdagangan dan konvensi;
b. mengarahkan

peran

Sulawesi

Selatan

sebagai

lahan

pangan

berkelanjutan dengan mengarahkan pengembangan agrobisnis dan
agroindustri khususnya komoditi-komoditi unggulan Sulawesi Selatan,
yang sekaligus sebagai penggerak ekonomi rakyat;
c. mengarahkan pengembangan kawasan serta prasarana wisata budaya,
wisata alam, wisata bahari, wisata agro, maupun wisata belanja;
d. memulihkan daya dukung lingkungan, terutama DAS kritis sebagai
dukungan proaktif terhadap fenomena perubahan iklim dunia, dengan
menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan lindung
dengan kawasan budidaya dalam satu ekosistem darat, laut dan udara,
serta terpadu antara wilayah Kabupaten/kota;
e. meningkatkan sinergitas, efektifitas dan efisiensi penataan ruang lintas
sektor dan lintas wilayah Kabupaten/kota yang konsisten dengan
kebijakan Nasional dan daerah, termasuk pengembangan prasarana
wilayah sesuai daya dukung wilayahnya;
f.

secara khusus mengarahkan penataan ruang

wilayah pesisir dan

kepulauan menjadi lebih produktif, lebih terpenuhi pelayanan sosial,
ekonomi dan budaya, serta lebih terlayani sistem transportasi,
informasi dan komunikasi agar terbangun ekonomi wilayah kelautan
secara terpadu dan berkelanjutan;
g. menjadi dasar bagi penyusunan rencana yang bersifat lebih operasional
dalam pembangunan dan pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi
Sulawesi

Selatan

seperti

penyusunan

RTRW

Kabupaten/Kota,

perencanaan kawasan strategis Provinsi, penyusunan RPJMD Provinsi;
h. menciptakan kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang yang akan
merangsang partisipasi masyarakat;
i.

penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan

j.

menjadi pedoman bagi aparat terkait dalam hal pengendalian
pemanfaatan

ruang,

baik

melalui

pengawasan,

perizinan

dan

penertiban
III-8

3.4.2 Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Rencana struktur ruang wilayah Provinsi merupakan arahan perwujudan
sistem perkotaan dalam wilayah Provinsi dan jaringan prasarana wilayah
Provinsi yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah Provinsi selain untuk
melayani kegiatan skala Provinsi.
Hirarki sistem perkotaan ditentukan dengan menetapkan pusat kegiatan
nasional, pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal. Daerah perkotaan di
wilayah Sulawesi Selatan mempunyai beberapa fungsi baik fungsi utama maupun
pendukung. Pusat kegiatan perkotaan dalam hirarki dan skup pelayanannya,
berupa Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang skup
pelayanan provinsi, maupun Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang skup pelayanan
kabupaten di wilayah Prov. Sulawesi Selatan. Berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008
tentang RTRWN Nasional sistem perkotaan di wilayah Sulawesi Selatan ditentukan
sebagai berikut :
1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN);
Metropolitan Mamminasata yang terdiri dari Kota Makassar, Kota Sungguminasa
(Kab. Gowa), Kota Maros (Kab. Maros), Kota Pattallassang (Kab. Takalar),
ditetapkan sebagai PKN dan relatif terletak di pantai barat Sulawesi Selatan.
Mamminasata berfungsi sebagai pusat jasa pelayanan perbankan yang cakupan
pelayanannya berskala nasional, pusat pengolahan dan atau pengumpul barang
secara nasional khususnya KTI, menjadi simpul transportasi udara maupun laut
skup pelayanan nasional, pusat jasa publik lainnya seperti pendidikan tinggi
dan kesehatan yang skup pelayananannya nasional khususnya KTI, berdaya
dorong

pertumbuhan

wilayah

sekitarnya,

dan

menjadi

pintu

gerbang

internasional terutama jalur udara dan laut.
2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
Kota-kota yang ditetapkan sebagai PKW adalah Kota Palopo dan Watampone
(Kabupaten Bone) yang terletak di pantai Timur Sulawesi Selatan, kemudian
Parepare, Barru, Pangkajene (Kab. Pangkep) yang terletak di pantai Barat
Sulawesi Selatan, serta Jeneponto dan Bulukumba yang terletak di pantai
III-9

Selatan. Selain daripada itu, oleh pemerintah melalui Deputi Menko
Perekonomian

Bidang

Koordinator

(S268/D.IV.M.EKON/12/2007),

Industri

dan

Perdagangan

Selayar didukung sebagai pusat

distribusi

kebutuhan bahan pokok KTI. Oleh karena itu RTRWP Sulawesi Selatan
mengarahkan Selayar dikembangkan menjadi PKW, yang pada jangka panjang
apabila sudah memenuhi kriterianya dimungkinkan berkembang menjadi PKN.
3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
Ibukota-ibukota kabupaten yang tidak termasuk sebagai PKW atau dalam PKN
Mamminasata diarahkan menjadi PKL, yang berfungsi sebagai pusat pengolahan
dan atau pengumpulan barang yang melayani kabupaten dan beberapa
kecamatan kabupaten tetangga, sebagai simpul transportasi yang melayani
kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetangga, sebagai jasa
pemerintahan kabupaten, serta sebagai pusat pelayanan publik lainnya untuk
kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetangga, PKL di wilayah
Sulawesi Selatan adalah Malili, Masamba, Toraja Utara, Makale, Enrekang,
Pangkajene, Sengkang, Soppeng, Sinjai Bantaeng, Watansawitto, Belopa,
Benteng, dan Pamatata.
Pada hakekatnya secara umum sistem perkotaan direncanakan sinergis dengan
sistem perdesaan terutama dengan sentra produksi komoditas lokalnya tempat
berkembangnya komunitas-komunitas lokal yang mempunyai kualitas jatidiri dan
kemandirian yang tumbuh berkembang dalam tatanan yang semakin kondusif.
Mengenai sistem perkotaan di provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel
3.1 dan gambar 3.3.

III-10

Tabel 3.1. Sistem Perkotaan di Provinsi Sulawesi Selatan

III-11

Gambar 3.3. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
(Perda RTRW Prov.Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009)

III-12

Gambar 3.4. Peta Rencana Kawasan Andalan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
(Perda RTRW Prov.Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009)

III-13

Tabel 3.2. Sumber Air Bersih di Provinsi Sulawesi Selatan

III-14

Sumber : RTRWP Sulawesi Selatan

III-15

Dalam arahan rencana struktur ruang wilayah Provinsi Sulawesi Selatan,
telah diarahkan pula rencana sistem sumber air dan jaringan air bersih pada
kawasan perkotaan melalui sistem jaringan pipa yang dapat dikelola oleh
PDAM/Swasta (Tabel 3.2). Sedangkan pada kawasan perdesaan, penyediaan air
bersih

melalui

sistem

Instalasi

Pengolahan

Air

Bersih

sederhana

secara

kelompok/komunal dengan sumber air baku utama lebih diarahkan pada air tanah
yang relatif tidak memerlukan biaya pengolahan yang relatif besar. Sumber air
untuk kebutuhan air bersih bersumber dari mata air pegunungan dan air
permukaan. Kebutuhan akan air bersih masyarakat baik domestik maupun non
domestik yang dilayani oleh PDAM berasal dari sumber mata air yang ada.
Dalam hal ini karena wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari berbagai
tingkatan hirarki kota, maka digunakan Pedoman Perencanaan Air Bersih, yaitu
untuk SR sebesar 150 liter/orang/hari dan hidran/kran umum sebesar 30
liter/orang/hari. Sementara kebutuhan air non domestik yaitu sebesar 20% dari
kebutuhan air domestik.
Sementara arahan pengembangan sistem jaringan drainase direncanakan
menggunakan sistem saluran terbuka (riol) yang belum memisahkan antara
limpasan air hujan (run off) dan limbah rumah tangga. Rencana ini ditujukan guna
menghindari

genangan

dan

untuk mencegah

berkembangnya

permukiman-

permukiman liar yang tidak terkendali di jalur drainase/sungai yang ada terutama
di daerah-daerah baru yang saat ini masih sedikit permukiman. Rencana
pengembangan diprioritaskan pada kawasan genangan dengan memperhatikan
faktor kuantitatif genangan, seperti luas genangan, tinggi genangan, dan lama
genangan.

Demikian

pula

faktor

kerusakan

yang

ditimbulkan

akibat

genangan/banjir, gangguan ekonomi, seperti daerah pasar dan perdagangan,
gangguan sosial, seperti rumah sakit dan fasilitas umum, gangguan kelancaran arus
lalu lintas, seperti terganggunya lalu lintas jalan/kemacetan lalu lintas serta
gangguan permukiman penduduk dan kepadatannya.

III-16

3.4.3 Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi memuat :
1.

Rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yang terkait
dengan wilayah Provinsi;

2.

rencana pola ruang Provinsi .

Rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW Nasional merupakan
gambaran pemanfaatan ruang wilayah Nasional, baik untuk pemanfaatan ruang
yang berfungsi lindung maupun budidaya yang bersifat strategis Nasional, yang
ditinjau dari berbagai sudut pandang akan lebih berdaya guna dan berhasil guna
dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan Nasional.
Rencana pola ruang Provinsi merupakan gambaran pemanfaatan ruang
wilayah Provinsi, baik untuk pemanfaatan ruang yang berfungsi lindung maupun
budidaya yang memiliki nilai strategis Provinsi ditinjau dari berbagai sudut
pandang akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mendukung pencapaian
tujuan pembangunan Provinsi apabila dikelola oleh Pemerintah daerah Provinsi
dengan sepenuhnya memperhatikan pola ruang yang telah ditetapkan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Rencana pola ruang wilayah Provinsi meliputi Rencana Pengembangan
Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Wilayah Provinsi. Rencana Pengembangan
Kawasan Lindung Wilayah Provinsi meliputi :
1. kawasan Lindung nasional, yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yang terkait
dengan wilayah Provinsi, dengan luas lebih dari 1.000 (seribu) hektar dan
merupakan kewenangan Pemerintah;
2. rencana Pengembangan kawasan lindung Provinsi, dengan luas kurang dari
1.000 (seribu) hektar dan merupakan kewenangan Provinsi.
Kawasan Lindung yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yaitu kawasan yang
tidak diperkenankan dan/atau dibatasi pemanfaatan ruangnya dengan fungsi
utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan, warisan budaya dan sejarah, serta untuk
III-17

mengurangi dampak dari bencana alam. Kawasan lindung Provinsi adalah kawasan
lindung secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak lebih dari satu
wilayah Kabupaten/Kota.
Kawasan Lindung Nasional yang terkait dengan wilayah Provinsi meliputi :
Suaka Margasatwa Ko’mara (Kabupaten Takalar), Cagar Alam (CA) Faruhumpenai,
CA Kalaena, Taman Nasional (TN) Danau Matano dan Danau Mahalona, TN Danau
Towuti (Kabupaten Luwu Timur), TN Bantimurung Bulusaraung (Kabupaten Maros
dan Pangkep), TN Laut Takabonerate (Kabupaten Kepulauan Selayar), Taman
Hutan Raya (Tahura) Bontobahari (Kabupaten Bulukumba), Taman Wisata Alam
(TWA) Malino (Kabupaten Gowa), TWA Cani Sirenreng (Kabupaten Bone), TWA
Lejja (Kabupaten Soppeng), TWA Laut Kepulauan Kapoposang (Kabupaten
Pangkep), Taman Buru (TB) Ko’mara, dan TB Bangkala (Kabupaten Jeneponto)
Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Provinsi meliputi :
1. Rencana Pengembangan Hutan Lindung (HL) yang meliputi: Tahura Abdul
Latief (Kabupaten Sinjai), Tahura Nanggala (Kota Palopo), Hutan Lindung (HL)
Gowa, HL Takalar, HL Jeneponto, HL Bantaeng, HL Bulukumba, HL Selayar, HL
Sinjai, HL Bone, HL Soppeng, HL Wajo, HL Barru, HL Sidrap, HL Pinrang, HL
Enrekang, HL Tana Toraja, HL Toraja Utara, HL Luwu, HL Luwu Utara, HL
Luwu Timur, HL Palopo, dan HL Parepare.
2. Kawasan Rawan Bencana Alam (KRB) meliputi: KRB Gunung Bawakaraeng
(Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone)
Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Yang Memiliki Nilai Strategis
Provinsi dalam RTRWP Sulawesi Selatan terbagi atas :
1. Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya di Wilayah Provinsi meliputi :
a. Kawasan Budidaya yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yang terkait
dengan wilayah Provinsi;
b. Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Provinsi .
2. Kawasan Budidaya yang ditetapkan

dalam

RTRW Nasional yaitu kawasan

budidaya yang mempunyai nilai strategis Nasional.

III-18

3. Kawasan Budidaya Provinsi adalah kawasan budidaya yang mempunyai nilai
strategis Provinsi yaitu :
a. merupakan kawasan budidaya yang dipandang sangat penting bagi upaya
pencapaian visi pembangunan Provinsi, sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
2009-2029;
b. menurut

peraturan

perizinan

dan/atau

pengelolaannya

merupakan

kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi.
Kawasan budidaya nasional yang terkait dengan wilayah Provinsi meliputi :
kawasan andalan darat, dan kawasan andalan laut.
1. Kawasan andalan nasional di wilayah Provinsi meliputi :
a. kawasan andalan Mamminasata dan sekitarnya dengan sektor unggulan :
pariwisata, industri, pertanian, agroindustri, dan perikanan.
b. kawasan andalan Palopo dan sekitarnya dengan sektor unggulan :
pariwisata, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
c. kawasan andalan Bulukumba – Watampone dan sekitarnya dengan sektor
unggulan : pertanian, perkebunan, agroindustri, pariwisata, perikanan ,
dan perdagangan.
d. kawasan andalan Parepare dan sekitarnya dengan sektor unggulan :
agroindustri, pertanian, perikanan, dan perkebunan.
2. Kawasan Andalan Laut meliputi :
a. kawasan Andalan Laut Kapoposang dan sekitarnya dengan sektor unggulan
: perikanan, pertambangan dan pariwisata.
b. kawasan Andalan Laut Teluk Bone dan sekitarnya dengan sektor unggulan
: perikanan, pertambangan dan pariwisata.
c. kawasan Andalan Laut Singkarang – Takabonerate dan sekitarnya dengan
sektor unggulan : perikanan, pertambangan dan pariwisata.
d. kawasan Andalan Laut Selat Makassar dan sekitarnya dengan sektor
unggulan : perikanan dan pariwisata.
Rencana permukiman merupakan kawasan yang potensil dikembangkan
sebagai kawasan permukiman yang meliputi :
III-19

1. Kawasan permukiman perkotaan meliputi :
a. kawasan permukiman perkotaan didominasi oleh kegiatan non agraris
dengan tatanan kawasan permukiman yang terdiri dari sumberdaya buatan
seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum, prasarana dan sarana
perkotaan.
b. bangunan permukiman di tengah kota terutama di PKN dan PKW yang
padat penduduknya diarahkan pembangunan perumahannya vertikal.
c. pola permukiman perkotaan yang paling rawan terhadap tsunami harus
menyediakan tempat evakuasi pengungsi bencana alam baik berupa
lapangan terbuka di tempat ketinggian ≥30 m di atas permukaan laut atau
berupa bukit penyelamatan.
d. pada PKN Metropolitan Mamminasata direncanakan pengembangan Kota
Baru Mamminasata.
2. Kawasan permukiman perdesaan :
a. didominasi oleh kegiatan agraris dengan kondisi kepadatan bangunan,
penduduk serta prasarana dan sarana perkotaan yang rendah, dan kurang
intensif dalam pemanfaatan lahan untuk keperluan non agraris
b. bangunan-bangunan perumahan diarahkan menggunakan nilai kearifan
budaya lokal seperti pola rumah kebun dengan bangunan berlantai
panggung.

III-20

Gambar 3.5. Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
(Perda RTRW Prov.Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009)

III-21

3.4.4 Kawasan Strategis Provinsi Sulawesi Selatan
Kawasan Strategis di Wilayah Provinsi meliputi :
1. kawasan strategis yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yang juga
disebut Kawasan Strategis Nasional (KSN) dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, serta pendayagunaan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi;
2. kawasan strategis Provinsi selanjutnya disebut KSP adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang
sangat penting dalam lingkup Provinsi dari sudut kepentingan
pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya,
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
KSN di wilayah Provinsi meliputi :
1. KSN dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi terdiri atas Kawasan
Metropolitan Mamminasata yang terdiri atas Kota Makassar, kawasan-

III-22

kawasan perkotaan di masing-masing Kabupaten Maros, Gowa dan
Takalar; dan Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu (KAPET) Parepare yang terdiri atas Kota Parepare, Kabupaten
Sidrap, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Barru;
2. KSN dari sudut kepentingan sosial dan budaya Kabupaten Tana Toraja
dan sekitarnya;
dan
3. KSN dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi berupa stasiun bumi sumber daya alam Parepare di
Kompleks LAPAN Kota Parepare, Kawasan Sorowako dan sekitarnya.

KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi :
1. kawasan lahan pangan berkelanjutan khususnya beras dan jagung di
masing-masing Kabupaten: Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang ,
Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur
(Bosowasipilu), Pangkep, Maros, Gowa dan Takalar;
2. kawasan pengembangan budidaya alternatif komoditi perkebunan
unggulan kakao, kelapa sawit, kopi Robusta, jambu mete dan jarak di
masing-masing Kabupaten: Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Luwu,
Luwu Utara, Luwu Timur, Barru, Pangkep, Maros, Gowa, Takalar,
Jeneponto, Bulukumba, Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara dan
Kepulauan Selayar;
3. kawasan pengembangan budidaya rumput laut meliputi wilayah perairan
pantai dan atau tambak di masing-masing Kabupaten: Takalar,
Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone, Luwu, Palopo, Luwu
utara, dan Luwu Timur;
4. Kawasan pengembangan budidaya udang meliputi tambak di masingmasing Kabupaten: Pinrang, Barru, Pangkep, Bone, dan Wajo;
5. Kawasan pengembangan pusat distribusi kebutuhan bahan pokok
Kawasan Timur Indonesia (KTI) Pamatata di Kabupaten Kepulauan
Selayar;
III-23

6. Kawasan terpadu pusat bisnis, sosial, budaya dan pariwisata Center
Point of Indonesia (Pusat Bisnis Terpadu Indonesia) di Mamminasata;
7. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Emas di Kabupaten Barru; dan
8. Kawasan Industri (KI) skala besar meliputi: kawasan-kawasan industri di
wilayah Metropolitan Mamminasata yang terdiri atas KI Makassar (Kota
Makassar), KI Maros (Kabupaten Maros), KI Gowa (Kabupaten Gowa), KI
Takalar

(Kabupaten

Takalar),

selain

dari

pada

itu

diarahkan

pengembangan KI Parepare (Kota Parepare), pabrik pengolahan nikel
Sorowako (Kabupaten Luwu Timur), pabrik semen Tonasa (Kabupaten
Pangkep), pabrik semen Bosowa (Kabupaten Maros);

KSP dari sudut kepentingan sosial dan budaya meliputi kawasan permukiman
adat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba.
KSP dari sudut kepentingan

pendayagunaan sumber daya alam dan/atau

teknologi tinggi meliputi :
1. Kawasan Migas terdiri atas: Blok Bone Utara (Kabupaten Luwu dan Kota
Palopo), Blok Enrekang (Kabupaten Tana Toraja, Enrekang dan Pinrang),
Blok Sengkang (Kabupaten Wajo, Sidrap, Soppeng dan Bone), Blok Bone
di Teluk Bone, dan Blok Sigeri di Selat Makassar, Blok Kambuno di teluk
Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Bulukumba, Blok
Selayar di laut Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Kepulauan Selayar,
Blok Karaengta di laut Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bantaeng,
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Kepulauan
Selayar;
2. Pusat-pusat pembangkit listrik teridiri atas PLTG Sengkang (Kabupaten
Wajo), PLTU Punagaya (Kabupaten Jeneponto), PLTU Bakaru (Kabupaten
Pinrang).
KSP dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup meliputi :
1. Kawasan wisata bahari Mamminasata dan sekitarnya (Kota Makassar,
Kabupaten Gowa, Kabupaten Maros, Kabupaten Takalar, dan Kabupaten
Pangkep);
2. Kawasan wisata bahari Takabonerate (Kabupaten Kepulauan Selayar);
III-24

3. Kawasan lindung sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 50 ditambah
kawasan Danau
Tempe (Kabupaten Wajo) dan Danau Sidenreng (Kabupaten Sidrap); dan
4. Kawasan bendungan-bendungan yang terdiri atas Bendungan Batubassi,
Bendungan
Balambano dan Bendungan Karebbe (Kabupaten Luwu Timur); Bendungan
Bilibili (Kabupaten Gowa), Bendungan Kalola (Kabupaten Wajo), dan
Bendungan Sanrego (Kabupaten Bone);
Secara jelas mengenai kawasan strategis provinsi Sulawesi Selatan dapat
dilihat pada Gambar 3.8.

III-25

Gambar 3.8. Peta Rencana Kawasan Strategis Provinsi Sulawesi Selatan
(Perda RTRW Prov.SulSel No. 9 Tahun 2009)

III-26

3.5.

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pinrang

3.5.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten
Pinrang
Penataan ruang Kabupaten Pinrang bertujuan untuk mewujudkan tata ruang
yang aman, nyaman, efisien dan produktif secara berkelanjutan dalam tatanan
kawasan ekonomi terpadu nasional dan daerah yang didukung oleh kawasan
agropolitan, minapolitan dan kawasan wisata dengan memadukan agribisnis,
agroindustri dan agrowisata, serta peningkatan kualitas lingkungan dataran, pesisir
pantai, perbukitan dan daerah irigasi secara sinergis antar sektor dan wilayah.
Kebijakan penataan ruang Kabupaten Pinrang, terdiri atas :
a. peningkatan akses pelayanan perkotaan, dan pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah yang merata dan berhirearki;
b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi dan sumber daya air secara terpadu
dan merata pada semua wilayah;
c. pengendalian, pemulihan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan
hidup;
d. pengembangan kawasan budidaya secara berkelanjutan dan pelestarian
lingkungan dalam tatanan kondisi spasial geografis wilayah, termasuk
wilayah kelautan dan pulau-pulau kecil;
e. peningkatan pengelolaan kawasan yang berpengaruh positif terhadap
kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup dan
pengembangan ilmu pengetahuan; dan
f.

peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Startegi penataan ruang Kabupaten Pinrang, terdiri atas :
(1)

Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah yang merata dan berhirearki terdiri atas :
a. meningkatkan interkoneksi antara kawasan perkotaan yang meliputi Pusat
Kegiatan Lokal (PKL), Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), maupun Pusat

III-27

Pelayanan Lingkungan (PPL), antara kawasan perkotaan dengan pusatpusat kegiatan kawasan perdesaan;
b. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensil dan
belum terlayani oleh pusat pertumbuhan eksisting;
c. mendorong kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan agar lebih
kompetitif dan lebih efektif dalam mendorong pengembangan wilayah
sekitarnya; dan
d. mengendalikan pengembangan kawasan perkotaan, khususnya daerah
pantai dan daerah irigasi teknis.
(2)

Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi dan sumber daya air secara terpadu dan
merata pada semua wilayah, terdiri atas :
a. meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan
pelayanan transportasi darat;
b. mendorong

pengembangan

prasarana

telekomunikasi

terutama

di

kawasan yang masih terisolir;
c. meningkatkan jaringan energi dengan lebih menumbuhkembangkan
pemanfaatan sumber daya terbarukan yang ramah lingkungan dalam
sistem kemandirian energi area mikro, dibanding pemanfaatan sumber
daya yang tak terbarukan, serta mewujudkan keterpaduan sistem
penyediaan tenaga listrik;
d. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan
sistem jaringan sumber daya air; dan
e. meningkatkan kualitas jaringan prasarana pengelolaan lingkungan dan
penyediaan air bersih.
(3)

Strategi

pengendalian,

pemulihan

dan

perwujudan

kelestarian

fungsi

lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas :
a. mewujudkan kawasan berfungsi lindung, dalam

wilayah kabupaten

dengan luas paling sedikit 30% dari luas wilayah Kabupaten sesuai dengan
kondisi ekosistemnya;
b. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak
pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar kawasan;
III-28

c. menyelesaikan kegiatan budidaya yang terdapat di dalam kawasan
lindung melalui konversi atau rehabilitasi lahan, pembatasan kegiatan
serta pemindahan kegiatan pemukiman penduduk atau kegiatan budidaya
terbangun yang mengganggu, secara bertahap ke luar kawasan lindung;
d. mengembalikan fungsi areal penggunaan lain untuk ditetapkan menjadi
hutan rakyat dengan fungsi kawasan konservasi, kawasan lindung dan
kawasan produksi;
e. mengembangkan ruang terbuka hijau, dengan luas paling sedikit 30 % dari
luas kawasan perkotaan; dan
f.

menyediakan informasi yang bersifat terbuka kepada masyarakat
mengenai batas-batas kawasan lindung, kawasan budidaya, serta syaratsyarat pelaksanaan kegiatan budidaya dalam kawasan lindung.

(4)

pengembangan kawasan budidaya secara berkelanjutan dan pelestarian
lingkungan dalam tatanan kondisi spasial geografis wilayah, termasuk wilayah
kelautan dan pulau-pulau kecil, terdiri atas :
a. menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kabupaten;
b. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan;
c. mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek sosial budaya
serta ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan
untuk mewujudkan ketahanan pangan Daerah;
e. membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan
bencana; dan
f.

mengembangkan

kegiatan

budidaya

laut

secara

lestari

demi

mempertahankan keberadaan ekosistem wilayah laut, pesisir dan pulaupulau kecil.
(5)

Strategi peningkatan pengelolaan kawasan yang berpengaruh positif terhadap
kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup dan
pengembangan ilmu pengetahuan, terdiri atas :
a. mengembangkan kawasan agropolitan yang memadukan agrobisnis,
agroindustri,

agroedukasi,

agrowisata

pada

sentra-sentra

produksi

komoditas pertanian unggulan;
III-29

b. menumbuhkembangkan kawasan minapolitan sebagai sentra produksi,
pengolahan, pelayanan jasa, serta pemasaran komoditas perikanan pada
klaster yang memiliki komoditas perikanan unggulan;
c. mencegah atau membatasi pemanfaatan ruang di kawasan strategis yang
berpotensi mengurangi daya lindung kawasan;
d. mengendalikan pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di
sekitar kawasan strategis yang dapat memicu perkembangan kegiatan
budidaya;
e. mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan
strategis yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan
kawasan lindung dengan kawasan budidaya terbangun;
f.

merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak
pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan
strategis;

g. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan energi secara
bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi
masa depan; dan
h. mendorong kegiatan pengelolaan kawasan hutan yang dimanfaatkan
untuk koleksi jenis tumbuhan dan satwa untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, kebudayaan dan pariwisata.
(6)

Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara,
terdiri atas :
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan
khusus pertahanan dan keamanan; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan
negara.

III-30

Sumber : RTRW Kab. Pinrang Tahun 2012
Gambar 3. 9 Peta Pola Ruang Kab. Pinrang tahun 2012-2032

III-31

3.5.2 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Pinrang
Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pinrang meliputi :
a. Pusat-pusat kegiatan terdiri atas :
1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu Kawasan Perkotaan Pinrang
meliputi sebagian Kecamatan Watang Sawito, Paleteang dan Tiroang
2. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) terdiri atas : Kawasan Perkotaan
Watang Suppa di Kecamatan Suppa, Kawasan Perkotaan Teppo di
Kecamatan Patampanua, Kawasan Perkotaan Alitta di Kecamatan
Mattiro Bulu, Kawasan Perkotaan Lampa Pekkabata di Kecamatan
Duampanua, Kawasan Perkotaan Kassa di Kecamatan Batulappapa,
dan Kawasan Perkotaan Taddokkong di Kecamatan Lembang
3. Pusat

Pelayanan

Lingkungan

(PPL)

meliputi

:

pusat-pusat

permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa
terdiri atas : Lero di kecamatan Suppa, Langnga di Kecamatan Mattiro
Sompe, Waetuoe di Kecamatan Lanrisang, Tadang Palie di Kecamatan
Cempa, Bungi di Kecamatan Duampanua, Bilajeng di Kecamatan
Batulappa, Lembang Mesakada di Kecamatan Lembang, Sali-Sali di
Kecamatan Lembang, Basseang di Kecamatan Lembang

b. Sistem Jaringan Prasarana Utama terdiri atas :
1. Sistem Jaringan Transportasi Darat meliputi Jaringan Jalan,
Jaringan Prasarana Lalu Lintas dan Jaringan Layanan Lalu Lintas
2. Sistem Jaringan Transportasi Laut meliputi tatanan kepelabuhan
dan alur pelayaran
3. Sistem

Jaringan

Transportasi

Udara

meliputi

Tatanan

kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan
4. Sistem Jaringan Perkeretaapian meliputi Jalur Kereta Api dan
Stasiun Kereta Api.

III-32

c. Sistem Jaringan Prasarana Lainnya terdiri atas :
1. Sistem Jaringan Energi meliputi Pembangkit tenaga listrik dan
Jaringan transmisi tenaga listrik.
2. Sistem Jaringan Telekomunikasi meliputi Sistem Jaringan Kabel,
sistem jaringan nirkabel dan sistem jaringan satelit
3. Sistem Jaringan Sumber Daya Air meliputi Sumber Air dan Prasarana
Sumber Daya Air
4. Sistem

Pengelolaan

Lingkungan

meliputi

Sistem

jaringan

persampahan, Sistem jaringan air minum, sistem jaringan drainase,
jalur evakuasi bencana, dan sistem prasarana sanitasi.

Mengenai Arahan Pengembangan Struktur Ruang Wilayah Kab. Pinrang
disajikan pada Gambar 3.10 Peta Rencana Struktur Ruang Kab. Pinrang.

III-33

Sumber : RTRW Kab. Pinrang Tahun 2012

Gambar 3. 10 Peta Rencana Struktur Ruang Kab. Pinrang tahun 2012-2032

III-34

3.5.3 Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Pinrang
Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Pinrang, terdiri atas :
a. Kawasan

Strategis

Nasional

(KSN)

yang

terkait

dengan

wilayah

Kabupaten Kawasan Strategis Nasional yang terkait dengan wilayah
Kabupaten Pinrang, adalah KSN dari sudut kepentingan ekonomi berupa
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare.
b. Kawasan Strategis Provinsi (KSP)
1. KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi :


Kawasan lahan pangan berkelanjutan dengan luas kurang lebih
90.000 Ha di Kecamatan Watang Sawitto, Kecamatan Mattiro
Bulu, Kecamatan Tiroang, Kecamatan Patampanua, Kecamatan
Paleteang,

Kecamatan

Duampanua,

Kecamatan

Cempa,

Kecamatan Mattiro Sompe dan Kecamatan Suppa;


Kawasan

pengembangan

budidaya

alternative

komoditas

perkebunan kakao, sawit, robusta, mete dan jarak dengan luas
kurang lebih 74.807 Ha di Kecamatan Lembang, Kecamatan
Duampanua, Kecamatan Batulappa, Kecamatan Patampanua,
Kecamatan Tiroang, Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Suppa ;
dan


Kawasan pegembangan budidaya udang dengan luas kurang lebih
13.559 Ha di Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan
Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, dan Kecamatan Duampanua

2. KSP dari sudut pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi meliputi :


Kawasan Migas Blok Enrekang di Kecamatan Patampanua,
Kecamatan Duampanua, Kecamatan

Lembang dan Kecamatan

Batulappa; dan


Kawasan Pusat Pembangkit Listrik PLTA Bakaru di Kecamatan
Lembang;

3. KSP dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup terdiri atas
Hutan

Lindung

Pinrang

di

Kecamatan

Lembang,

Kecamatan

Duampanua, Kecamatan Batulappa dan Kecamatan Patampanua.
III-35

e. Kawasan Strategis Kabupaten
1. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi terdiri atas :
 Kawasan Strategis Kota Pinrang sebagai pusat pemerintahan,
pelayanan kesehatan, pendidikan dan perdagangan/jasa;
 Kawasan Strategis Agropolitan Dataran Tinggi, meliputi kawasan
Bakaru dan sekitarnya yang berbasis agrobisnis kopi robusta,
kakao, jagung dan holtikulutura serta diintegrasikan dengan
konservasi tangkapan air di daerah hulu DAS.
 Kawasan Agropolitan Dataran Rendah, meliputi :
 Kawasan SIPUNDANG (Sipatuo, Malimpung, Padang Loang) di
Kecamatan Patampanua yang berbasis agrobisnis kelapa, kakao,
dengan penunjang holtikultura dan palawija, ikan air tawar, sapi
dan unggas;
 Kawasan

WALIMA

(Watang

Pulu,

Alitta,

Makkawaru)

di

Kecamatan Suppa dan Mattiro Bulu yang berbasis agrobisnis
peternakan sapi dan unggas dengan penunjang holtikultura dan
buah-buahan;
 Kawasan Batulappa di Kecamatan Batulappa yang berbasis
agrobisnis kakao, jagung dan sapi;
 Kawasan Tiroang Paleteang yang berbasis agrobisnis padi dan
holtikultura;
 Kawasan Cempa Sawitto yang berbasis agrobisnis padi sawah dan
sapi.
 Kawasan Strategis Minapolitan meliputi : Kawasan PADABIMA
(Paria, Data, Bittoeng, Maroneng ) di Kecamatan Duampanua
berbasis agrobisnis budidaya udang dan bandeng, ditunjang Tempat
Pendaratan Ikan Kajuangin; Kawasan Wiring Tasi di Kecamatan
Suppa berbasis agrobisnis budidaya udang dan bandeng, rumput
laut tambak, ditunjang Tempat Pendaratan Ikan Pelabuhan Ujung
Lero; dan Kawasan MALACE (Mattiro Sompe, Lanrisang, dan Cempa)
berbasis agrobisnis udang, bandeng, rumput laut, ditunjang
Tempat Pendaratan Ikan Pelabuhan Langnga.

III-36

 Kawasan Strategis peruntukan industri besar dan menengah di
Kecamatan Suppa dan Kecamatan Mattiro Bulu.
 Kawasan Strategis Parawisata, meliputi : Kawasan Pariwisata di
Kecamatan Lembang meliputi pariwisata Pantai Kanipang, Gua
Panniki, sungai-sungai, Air Terjun Karawa, Kali Jodoh, Lamero, Air
Panas

Lemosusu,

Lembah

Tirasa,

gunung

dan

wanawisata,

Agrowisata Benteng Paremba dan budaya; dan Kawasan Strategis
Pariwisata Alam air panas Sulili di Kecamatan Paleteang.
 Kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM), meliputi Desa Buttu Sawe
dan sekitarnya.
2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya terdiri
atas :
a. Istana Addatuang Sawitto di Kecamatan Watang Sawitto, yang
merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat
atau budaya, dan perlindungan peninggalan budaya; dan
b. Monumen dan Makam Raja Lasinrang, yang merupakan aset
nasional yang harus dilindungi dan dilestarikan.
3. Kawasan Strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi yaitu : Kawasan Bendungan
Benteng Kecamatan Patampanua
4. Kawasan strategis dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup terdiri atas :
a. kawasan jalur hijau hutan mangrove pesisir pantai di Kecamatan
Suppa,

Kecamatan

Kecamatan

Cempa,

Lanrisang,

Kecamatan

Mattiro

Kecamatan

Duampanua

dan

Sompe,

Kecamatan

Lembang;
b. kawasan DAS Saddang;
c. kawasan Hutan Kota Bulu Paleteang di Kecamatan Paleteang; dan
d. kawasan rawan banjir di Kecamatan Suppa, Mattiro Sompe, Cempa,
Duampanua dan Lembang.

III-37

Gambar 3.11 Peta Kawasan Strategis Kab. Pinrang tahun 2012-2032

Sumber : RTRW Kab. Pinrang Tahun 2012

III-38