Faktor-faktor yang Mempengaruhi Financial Strength pada Industri Manufaktur di Indonesia.

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FINANCIAL STRENGTH PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA

SKRIPSI

Oleh :

FILIPUS ARGENTANO GUNTUR SURYAPUTRA NIM :

1206305052

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

ii

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FINANCIAL STRENGTH PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA

SKRIPSI

Oleh :

FILIPUS ARGENTANO GUNTUR SURYAPUTRA NIM :

1206305052

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas udayana Denpasar


(3)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 23-02-2016 Mahasiswa,

Filipus Argentano Guntur S 1206305052


(4)

iv

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : 07 Maret 2016

Tim Penguji: Tanda tangan

1. Ketua : Dr. I Ketut Sujana, SE., M.Si, Ak ...

2. Sekretaris : Ni Gusti Putu Wirawati, SE., M.Si ……….

3. Anggota : Dr. I B. Putra Astika, SE., M.Si, Ak ……….

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing

Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE.,M.Si,Ak. Ni Gusti Putu Wirawati, SE., M.Si NIP: 19650323 199103 1 004 NIP: 19670324 199303 2 002


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME, karena rahmatNya, skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Strength Pada Industri Manufaktur Di Indonesia” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Dr. A.A.G.P. Widanaputra, S.E., M.Si., Ak., dan Dr. I Dewa Nyoman Badera, S.E., M.Si., Ak., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Drs. I Ketut Suryanawa, S.E,M.Si., Ak selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Ni Gusti Putu Wirawati, S.E., M.Si.selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa membimbing penulis selama perkuliahan dan segala proses penyelesaian skripsi ini.

6. Dr. Ida Bagus Putra Astika, SE., M.Si., Ak, selaku Dosen Pembahas Skripsi yang telah membimbing dan memotivasi penulis hingga selesainya skripsi ini. 7. Keluarga terkasih Bapak, Dr Agustinus Suryantoro, M.S., dan dan Ibu, Florentina Sri Sumarsih, S.E serta kakak Aloysius Tegar Prahara Suryaputra atas doa dan dukungan tulus terhadap penulis dalam menempuh pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Udayana.

8. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung jawab atas semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 23-02-2016


(6)

vi

Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Strength pada Industri Manufaktur di Indonesia

Nama : Filipus Argentano Guntur Suryaputra NIM : 1206305052

ABSTRAK

Financial Strength (kekuatan keuangan) yang merupakan kondisi keuangan perusahaan berasal dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain: perekonomian yang berdampak pada penjualan, kebijakan pemerintah, perilaku kreditor dan debitor, harga saham, dan lain-lain; sedangkan kondisi internal antara lain pengelolaan keuangan, permodalan, kebijakan laba perusahaan, tingkat pengembalian aset dan lain-lain. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempegaruhi Financial Strength dari suatu perusahaan.

Metode pengambilan sampelnya menggunakan metode purposive sampling yaitu sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan kriteria pengambilan sampel merupakan perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum tahun 1993 dan telah menerbitkan laporan keuangan selama 2 tahun berturut-turut tahun 2013 dan 2014, serta data perusahaan tersedia lengkap. Dari 141 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terdapat 59 perusahaan yang memenuhi kriteria dan digunakan sebagai sampel. Pengukuran financial strength digunakan indeks kekuatan keuangan (financial strenght index) yang merupakan kondisi sebaliknya dari kesulitan keuangan.

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa rasio modal kerja, return on asset serta harga saham berpengaruh positif terhadap financial strength. Sedangkan rasio laba ditahan, rasio penjualan tidak berpengaruh terhadap kekuatan keuangan suatu perusahaan. Adapun besarnya pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikatnya sebesar 48,2 persen sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model.

Kata kunci: financial strength, financial strength index, faktor ekternal, faktor internal


(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Kegunaan Penelitian ... 7

1.5Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 9

2.1.1 Teori Stewardship ... 9

2.1.2 Financial Distress... 14

2.1.3 Financial Strength... 18

2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh rasio modal kerja pada Financial Strength……...... 19

2.2.2 Pengaruh rasio laba ditahan pada Financial Strength……..... 20

2.2.3 Pengaruh rasio Return On Asset pada Financial Strength……….. 20

2.2.4 Pengaruh rasio penjualan pada financial Strength……… 21

2.2.5 Pengaruh rasio Price to Book Value pada Financial Strength……….... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 22

3.2 Lokasi Penelitian……….. 24

3.3 Obyek Penelitian ... 24

3.4 Identifikasi Variabel ... 24

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 24


(8)

viii

3.6.1 Jenis Data ... 26

3.6.2 Sumber Data ... 27

3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 27

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 28

3.9 Teknik Analisis Data ... 29

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Data Penelitian………... 33

4.2 Analisis Data ……... 34

4.2.1 Statistik Deskriptif... 34

4.2.2 Uji Asumsi Klasik…….………... 35

4.2.2.1Uji Normalitas…...……….. 36

4.2.2.2Uji Multikolinieritas………. 36

4.2.2.3Uji Autokorelasi………...…...………. 37

4.2.2.4Uji Heterokedastisitas………...….……….. 38

4.2.3 Uji Kelayakan Model... 40

4.2.4 Koefisien Determinasi... 40

4.2.5 Uji t………... 42

4.3 Pembahasan……... 46

4.3.1 Pengaruh rasio modal kerja pada Financial Strength………….... 46

4.3.2 Pengaruh rasio laba ditahan pada Financial Strength……..……... 48

4.3.3 Pengaruh rasio Return On Asset pada Financial Strength... 49

4.3.4 Pengaruh rasio penjualan pada Financial Strength…………..... 51

4.3.5 Pengaruh rasio Price to Book Value pada financial Strength……... 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR RUJUKAN ... 57


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Penggolongan Kondisi Keuangan Perusahaan Berdasarkan Nilai

Financial Strength……….………..... 19

3.1 Populasi Penelitian ... 27

4.1 Pengambilan Sampel pada Perusahaan Manufaktur……... 33

4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 34

4.3 Hasil Uji Normalitas untuk Model Regresi... 36

4.4 Hasil Uji Multikolinieritas untuk Model Regresi... 37

4.5 Nilai Koefisien Korelasi, Determinasi dan Nilai Durbin-Watson………. 38

4.6 Hasil Uji Heterokedastisitas... 39

4.7 Nilai Koefisien Korelasi, Determinasi dan Nilai Durbin-Watson………. 41


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Perusahaan Sampel ... 60

2. Tabulasi Data Perusahaan ... 62

3. Hasil Output SPSS yang Menunjukkan Statistik Deskriptif, Nilai Minimum, Maksimum, Rata-rata, dan Deviasi Standar…… 64

4. Hasil Output SPSS Uji Normalitas ... 65

5. Hasil Output SPSS Uji Multikolinearitas ... 66

6. Hasil Output SPSS Uji Autokolerasi ... 67

7. Hasil Output SPSS Uji Heterokedastisitas ... 68


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia saat ini mengalami masalah perlambatan ekonomi (Bank Indonesia, Juli 2015). Kondisi ini dapat menyebabkan krisis ekonomi apabila terus berlangsung. Badan Pusat Statistik (BPS) pesimistis terhadap target pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun ini sebesar 5,2 persen. Pasalnya untuk mencapai itu, pemerintah harus bekerja keras agar realisasi ekonomi di semester II bertumbuh 5,7 persen (Liputan6.com, 5 Agutus 2015).

Untuk mencapai pertumbuhan sebesar 5,7 persen pada semester II, maka pemerintah harus berupaya mempercepat penyerapan anggaran negara dan

memanfaatkan pelemahan rupiah untuk menaikkan ekspor (Liputan6.com, 5 Agutus 2015). Apabila nilai ekspor berhasil dinaikan maka pencapaian 5,7

persen pertumbuhan bukan hal yang sulit. Pada akhir semester I belanja modal yang baru terserap 9,74 persen dari anggaran Rp 275,8 triliun pada semester I 2015. Angka ini meningkat Rp 115 triliun dari anggaran belanja modal tahun lalu Rp 160,8 triliun.

Perlambatan ekonomi Indonesia ini sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi global yang bias ke bawah di tengah kondisi pasar keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian. Ketidakpastian salah satunya disebabkan faktor pemulihan kondisi ekonomi Amerika. Kecenderungan bias ke bawah


(13)

2

tersebut disebabkan perkiraan ekonomi Amerika Serikat yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat.

Perekonomian Amerika Serikat secara umum akan lebih rendah dari perkiraan semula dan ini didorong oleh realisasi triwulan I 2015 yang rendah serta pelemahan ekspor dan investasi. Sementara perekonomian Tiongkok masih melambat. Meskipun beberapa indikator moneter menunjukkan perbaikan, namun kondisi ini belum menunjukkan perekonomian Tiongkok mulai membaik. Sebaliknya perekonomian Eropa membaik yang ditopang oleh permintaan domestik yang meningkat di tengan bergulirnya krisis Yunani (Bank Indonesia, 2015).

Pasar keuangan global mengalami kenaikan suku bunga Fed di Amerika Serikat, ketidakpastian krisis Yunani, serta melambatnya perekonomian Tiongkok akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia (Bank Indonesia, 2015). Yunani mengalami gagal melunasi kewajibannya. Perekonomian Amerika Serikat masih sangat berpengaruh pada perekonomian dunia termasuk Indonesia.

Penanganan krisis Yunani oleh Negara Uni Eropa bisa mengakibatkan tekanan pembalikan modal portofolio dari emerging market, termasuk Indonesia. Perbaikan ekonomi Yunani akan menimbulkan perbaikan ekonomi yang berdampak pada terjadinya perpindahan modal dari negara-negara yang baru berkembang kembali ke Yunani. Negara Uni Eropa telah menfasilitasi perpindahan modal (Santosa, 2015).

Anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko pasar keuangan global masih tinggi. Anjloknya harga saham di Tiongkok bisa


(14)

3

mempunyai potensi merembet ke Negara lain termasuk Indonesia (Santosa, 2015). Pengalaman krisis keuangan tahun 1998 yang terjadi di Indonesia menjadi pengalaman yang sangat berharga untuk mengantisipasi keadaan ekonomi global.

Melemahnya nilai rupiah juga merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan (Kompas, 14 Agustus 2015). Kondisi nilai tukar rupiah saat ini tidak hanya dipengaruhi oleh fundamental ekonomi Indonesia, tapi juga dipengaruhi sentimen terhadap kondisi negara-negara lain. Indonesia harus waspada agar tidak krisis perekonomian seperti pada tahun 1998.

Melemahnya nilai rupiah juga dipengaruhi sentimen negosiasi penyelamatan fiskal Yunani menjelang jatuh tempo pembayaran hutang, devaluasi mata uang Tiongkok dan meningkatnya valas untuk pembayaran hutang dan deviden secara musiman. The Fed menaikkan suku bunga sehingga nilai rupiah melemah (Rappler.com, 12 Oktober 2015).

Menurunnya nilai rupiah atau menguatnya dollar mengakibatkan perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan baku impor mengalami kenaikan biaya produksi. Peningkatan biaya ini disebabkan harga bahan baku menjadi relative lebih mahal karena harganya dalam dollar. Harnanto (1984) mengemukakan bahwa salah satu indikator yang mempengaruhi terjadinya kesulitan keuangan adalah kenaikan biaya produksi.

Kondisi eksternal ini dapat mengakibatkan perusahaan-perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Disamping menguatnya nilai dollar ada berbagai penyebab terjadinya kesulitan keuangan misalnya kondisi perekonomian secara umum, perusahaan mengalami kerugian terus-menerus,


(15)

4

penjualan yang menurun, bencana alam, pengelolaan yang kurang baik. Penurunan harga saham yang terus menerus di pasar modal juga merupakan faktor eksternal (Harnanto, 1984)

Long dan Evenhouse dalam Emrinaldi (2007) dalam Agusti (2013) menemukan bahwa faktor-faktor penyebab kesulitan keuangan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu kondisi ekonomi secara makro, kebijakan industri dan financial, perilaku debitor dan kreditor. Kesalahan pengambilan keputusan yang tidak tepat dan kurangnya upaya pengawasan kondisi keuangan sehingga penggunaan keuangan yang tidak tepat juga dapat mengakibatkan perusahaan mengalami masalah kesulitan keuangan.

Apriyeni dan Sri (2014) menemukan bahwa financial distress dalam penelitiannya berpengaruh negatif pada auditor swiching. Penelitian Yani Tarzan (2013) menemukan Net Profit Margin berpengaruh terhadap financial distress. Net profit margin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi financial distress. Rosita (2007) telah meneliti Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Malang bahwa bank tersebut sedang mengalami kondisi financial distress.

Kondisi keuangan secara makro ditandai dengan melambatnya perekonomian. Melambatnya perekonomian akan mengakibatkan melemahnya daya beli masyarakat yang diikuti penurunan permintaan akan barang-barang dan jasa. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan penjualan dari perusahaan. Penurunan penjualan merupakan salah satu indikator financial distress. (Harnanto, 1984)


(16)

5

Kebijakan di bidang industri dan keuangan juga bisa mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan melalui penuruan penjualan. Sebagai contoh, kebijakan kenaikan dalam uang muka mobil dan rumah mengakibatkan masyarakat calon pembeli harus menyediakan uang kas untuk kebutuhan uang muka. Sehingga calon pembeli akan menunda bahkan akan mengurungkan niat untuk membeli barang.

Kesulitan keuangan (financial distress) yang mengarah pada kepailitan menarik untuk diteliti. Penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih banyak dikhususkan pada pencarian faktor-faktor yang mengakibatkan kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan (Altman, 2000; Harnanto, 1984; Agusti, 2013; Apriyeni dan Sri, 2014; Yani Tarzan, 2013; Rosita 2007). Dalam penelitian-penelitian terdahulu perusahaan hanya dikelompokkan pada dua kelompok yaitu yang mengalami kesulitan keuangan dan tidak; padahal kondisi tiap-tiap perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan derajatnya berbeda-beda. Demikian pula dengan perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan mempunyai kemampuan keuangan (financial strength) juga mempunyai derajat yang berbeda-beda.

Dengan melihat derajat yang berbeda baik perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) maupun yang mempunyai kemampuan keuangan (financial strength), sangat menarik untuk memasukkan variabel yang dapat mengakomodasi keduanya (financial distress dan financial strength). Variabel tersebut adalah variabel financial strength index. Variabel ini dapat melihat kondisi keuangan suatu perusahaan apakah mengalami kesulitan


(17)

6

keuangan dan sekaligus dapat melihat melihat seberapa besar tingkat kesulitannya ataupun tingkat kemampuan keuangannya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Strength pada Industri Manufaktur di Indonesia” 1.2Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk deteksi dini kemungkinan terjadinya kebangkrutan ataupun sekaligus juga bisa dilihat kemampuan keuangannya. Salah satu cara untuk melihat kondisi keuangan dari perusahaan dengan melihat kemampuan keuangan (financial strength)-nya. Sehingga perlu diteliti dan dilihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kemampuan keuangan (financial strength) sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh rasio modal kerjaterhadap financial strength? 2) Bagaimana pengaruh rasio laba ditahan terhadap financial strength? 3) Bagimana pengaruh rasio Return On Asset terhadap financial strength? 4) Bagimana pengaruh rasio penjualan terhadap financial strength?

5) Bagimana pengaruh rasio Price to Book Value terhadap financial strength? 1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi kondisi keuangan suatu perusahaan serta :

1) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio modal kerja terhadap financial strength.

2) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio laba ditahan terhadap financial strength.


(18)

7

3) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio Return On Asset terhadap financial strength.

4) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio penjualan terhadap financial strength.

5) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio Price to Book Value terhadap financial strength.

1.4Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat : 1) Kegunaaan Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai Stewardship theory dan financial strength serta financial distress di pasar modal Indonesia terutama analisis faktor yang terkait dengan financial strength dan financial distress.

2) Kegunaaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi calon investor dalam menganalisis kondisi keuangan suatu perusahaan serta untuk memprediksi harga saham di masa yang akan datang.

1.5 Sistematika Penulisan

Pembahasan skripsi ini secara garis besar disusun berdasarkan urutan bab yang sistematis sebagai berikut:


(19)

8 Bab I : Pendahuluan

Bab ini adalah pendahuluan yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan kegunaan penelitian serta menguraikan sistematika penulisan.

Bab II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian

Bab ini adalah landasan teori yang mengemukakan berbagai landasan teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan penelitian atau topik penelitian dan perumusan hipotesis berdasarkan penelitian terdahulu.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini adalah metodologi penelitian yang meliputi lokasi dan data penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data. Bab IV : Data dan Pembahasan Hasil Penelitian

Bab ini adalah data dan hasil penelitian yang mengemukakan tentang keseluruhan penelitian ini dengan menampilkan hasil pengolahan data dengan pembahasan hasil tersebut.

Bab V : Simpulan dan Saran

Bab ini adalah simpulan dan saran yang menjelaskan simpulan yang diperoleh dari hasil penulisan serta saran-saran yang diharapkan dapat digunakan oleh pihak yang berkepentingan terhadap hasil penelitian ini.


(20)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Stewardship

Pandangan masyarakat secara umum terhadap ilmu akuntansi nampaknya masih dalam tatanan konsep fundamental yaitu akuntansi sebagai sebuah proses mencatat, meringkas, pemeriksaan (auditing), pelaporan keuangan dalam lingkup aktivitas perusahaan yang didominasi oleh organisasi profit. Pandangan ini cukup beralasan jika berangkat dari terminologi teoritis yang diajukan oleh masyarakat akuntansi (dalam hal ini praktisi profesi akuntansi dan akademisi), sebagaimana yang dikemukakan institusi ataupun para pakar akuntansi seperti sebuah organisasi profesi akuntan di USA, Accounting Principles Board (APB), A Statement Of Basic Accounting Theory (ASOBAT), Belkoui, True Blood Committee. American Certified Public Accountant. (AICPA)

Dewasa ini akuntansi telah merambah ke berbagai disiplin ilmu antara lain seperti sosiologi, psikologi, teknologi informasi, manajemen, dan sebagainya, hal ini disebabkan oleh perkembangan bisnis yang demikian pesat dalam bidang teknologi dan perubahan di seluruh kehidupan dengan isu global ikut serta menyebabkan akuntansi masuk ke dimensi lain dari disiplinnya. Perkembangan teori akuntansi belakangan ini tidak hanya pada ilmu ekonomi dan manajemen saja. Ilmu akuntansi terus berusaha untuk menyiapkan diri dan mengantisipasi tantangan-tantangan serta kebutuhan yang dituntut oleh pemakainya. (Donaldson


(21)

10

dan Davis, 1991). Berangkat dari perkembangan ilmu akuntansi yang tidak hanya terpaku pada manajemen dan ilmu-ilmu ekonomi, penelitian ini memberikan sebuah uraian/diskripsi dan menampilkan kajian mengenai konsep pengelolaan organisasi ditinjau dalam perspektif akuntansi manajemen dengan pendekatan Stewardship Theory (Donaldson dan Davis, 1991). Walaupun fokus dari Stewardship Theory adalah harmonisasi antara pemilik modal (principles) dengan pengelola modal (steward) dalam mencapai tujuan bersama, namun secara merefleksikan bagaimana ilmu akuntansi merintis sebuah konstruksi pola kepemimpinan dan hubungan komunikasi antara shareholder dan manajemen dapat juga terjadi antara top manajemen dengan jajaran manajemen menengah dan lain dibawahnya dalam suatu organisasi perusahaan dengan mekanisme situasional yang mencakup seluruh filosofis manajemen dengan perbedaan budaya organisasi, dan kepemimpinan dalam mencapai tujuan bersama tanpa menghalangi kepentingan masing-masing pihak.

Stewardship Theory merupakan teori yang berdasarkan dalam teori sosiologi dan psikologi, dimana manajer dimotivasi untuk berperilaku dan berbuat secara kolektif demi kepentingan organisasi, sehingga kerjasama seluruh anggota organisasi merupakan ciri utama dari stewardship. Para ahli teori stewardship mengasumsikan bahwa adanya hubungan kuat antar kesuksesan dan kepuasan organisasi. Kesuksesan organisasi mencerminkan maksimalisasi kekayaan para pemegang saham (pemilik). Kesuksesan organisasi akan memaksimumkan utilitas kelompok manajemen, dan maksimalisasi utilitas kelompok pada akhirnya akan


(22)

11

memaksimumkan kepentingan-kepentingan individu yang telah ada dalam kelompok organisasi tersebut.

Teori stewardship merupakan teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh seluruh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada target hasil utama mereka hanya untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar sosiologi dan psikologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward akan berusaha mencapai target organisasinya. Teori ini didesain bagi peneliti untuk menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan sebagai pelayan agar dapat termotivasi untuk bertindak dengan metode terbaik pada principalnya (Donaldson dan Davis, 1991).

Teori stewardship menjelaskan perilaku steward adalah perilaku kolektif, sebab steward akan berpedoman dengan perilaku tersebut demi tujuan organisasi yang dapat dicapai. Contohnya dalam peningkatan penjualan atau profitabilitas. Perilaku kolektif ini akan menguntungkan pemilik termasuk outside owner (efek positif yang timbul dari keuntungan dalam bentuk shareprices dan deviden), hal ini akan memberikan keuntungan dalam status manajerial, sebab tujuan mereka dilaksanakan dengan apa yang di tujukan oleh steward. Para ahli teori stewardship mengasumsikan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan principal. Steward memaksimumkan dan melindungi shareholder melalui kinerja suatu perusahaan, sehingga fungsi utilitas steward akan dimaksimalkan.


(23)

12

Steward yang sukses akan dapat meningkatkan kinerja suatu perusahaan dan akan mampu memuaskan sebagian besar organisasi-organisasi yang lain, karena sebagian besar shareholder memiliki kepentingan yang telah dilayani dengan baik dengan meningkatkan kemakmuran yang telah diraih organisasi. Oleh karena itu, steward yang mendukung organisasi termotivasi untuk memaksimumkan kinerja suatu perusahaan, disamping dapat memberikan kepuasan oleh kepentingan shareholder.

Sebelumnya para penganut teori stewardship menitikberatkan pada suatu struktur yang memungkinkan untuk manajer-manajer pada tingkat yang lebih

tinggi (Donalson dan Davis, 1991; Davis, Scoorman dan Donalson (1997) berpendapat bahwa CEO yang bertindak sebagai steward akan mempunyai sikap

pro-organisasional pada saat struktur manajemen perusahaan memberikan otoritas dan keleluasaan yang tinggi. Struktur tersebut memperlihatkan adanya disfungsional model of man dari teori agensi. Tetapi model of man pada Stewardship Theory akan memaksimasi utilitas steward untuk mencapai tujuan organisasional dibandingkan dengan tujuan untuk diri sendiri.

Stewardship Theory difokuskan pada intrinsic reward (penghargaan yang hakiki) yang tidak dapat diubah dengan mudah. Penghargaan ini merupakan kesempatan untuk meningkatkan pertumbuhan, prestasi, asosiasi, dan aktualisasi diri. Pada titik terendah dalam hubungan stewardship pada hakikatnya memotivasi untuk bekerja keras untuk kepentingan organisasi dengan penghargaan yang tidak nyata. Stewardship lebih difokuskan pada tingginya kebutuhan pada hierarki Maslow (1970).


(24)

13 Berdasarkan teori tersebut, maka :

1) Orang yang dimotivasi oleh order kebutuhan yang lebih tinggi akan lebih suka menjadi steward dalam hubungan steward-principal, daripada orang yang tidak termotivasi oleh order kebutuhan yang lebih tinggi.

2) Orang yang dimotivasi oleh faktor intrinsik akan lebih suka menjadi steward dalam hubungan steward-principal, daripada orang yang dimotivasi oleh faktor ekstrinsik.

Dari sisi identifikasi, manajer menetapkan sendiri dirinya sebagai anggota dalam organisasi khusus sesuai dengan misi, visi dan tujuan organisasi. Melalui identifikasi suatu organisasi menjadi eksistensi dari struktur psikologi steward. Identifikasi memungkinkan manajer seolah-olah memperoleh penghargaan untuk kesuksesan organisasi dan pengalaman frustasi akan kegagalan organisasi, hal ini dapat menambah hubungan kerja.

Beberapa penulis mempunyai pendirian bahwa manajer yang diidentifikasi dengan atribut organisasi, kesuksesan organisasi, dan atribut ini memberikan kontribusi pada self-image, dan self concept. Ini menggambarkan bahwa identifikasi sosial konsisten dengan Stewardship Theory.

Konsep diatas diidentikan sebagai komitmen organisasi, yaitu adanya individu-individu tangguh dan termasuk dalam unsur utama organisas. Karakteristik komitmen organisasi sebagai suatu bangunan multidimensi yang berisi pengulangan komitmen yang disebut “belief individu and acceptance of

goal of the organization”. Dalam teori agency nilai komitmen tidak memiliki nilai


(25)

14

Berdasarkan teori tersebut, maka orang yang lebih suka menggunakan personal power sebagai dasar untuk mempengaruhi lainnya akan lebih suka menjadi steward dalam hubungan steward-prinsipal, daripada orang yang menggunakan power institusional.

2.1.2 Financial Distress

Financial distress adalah kondisi yang menggambarkan keadaaan sebuah perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Financial distress digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Menurut Whitaker (1999), financial distress terjadi saat arus kas perusahaan kurang dari jumlah porsi hutang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Plat dan Plat (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.

Salah satu penyebab kesulitan keuangan menurut Brigham dan Daves (2003) dalam Almilia (2004) adalah adanya serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan.

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Umumnya model financial distress berpegang pada data-data kebangkrutan, karena data-data ini mudah diperoleh. Altman, Marco dan Varetto (1994) dan Yang, Platt dan Platt (1999) menggunakan model neural network untuk membedakan perusahaan yang


(26)

15

gagal dan tidak gagal. Pengguna dari model ini termasuk kreditur, suplier yang berfokus pada repayment dan investor potensial. Model ini memberikan keuntungan untuk berbagai macam aplikasi seperti: Pemilihan portofolio (Platt dan Platt, 1991); Penilaian kredit (Altman dan Haldeman, 1995); Perubahan manajemen (Platt dan Platt, 2000).

Salah satu dampak financial distress adalah dapat membawa perusahaan mengalami kesulitan dalam membayarkan kewajiban yang ditanggung. Menurut Anggarini (2010), perusahaan yang mengalami financial distress (kesulitan keuangan) akan menghadapi kondisi :

1) Tidak mampu memenuhi jadwal atau kegagalan pembayaran kembali kewajiban yang sudah jatuh tempo kepada kreditor.

2) Perusahaan dalam kondisi tidak solvable (insolvency).

Terdapat tiga hal yang paling terlihat ketika perusahaan mengalami financial distress, yaitu :

1. Business Failure (kegagalan bisnis), dapat diartikan sebagai :

a) Keadaan dimana realized rate of return dari modal yang diinvestasikan secara signifikan terus menerus lebih kecil dari rate of return pada investasi sejenis.

b) Suatu keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi biaya perusahaan.

c) Perusahaan diklasifikasikan mengalami kerugian operasional selama beberapa tahun atau memiliki return yang lebih kecil dari pada biaya modal (cost of capital) atau negative return.


(27)

16

2. Insolvency (tidak solvable), dapat diartikan sebagai:

a) Technical insolvency timbul apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya pada saat jatuh tempo.

b) Accounting insolvency, perusahaan memiliki negative networth, secara akuntansi memiliki kinerja buruk (insolvent), hal ini terjadi apabila nilai buku dari kewajiban perusahaan melebihi nilai buku dari total harta perusahaan tersebut.

3. Bankruptcy

Bankruptcy yaitu kesulitan keuangan yang mengakibatkan perusahaan memiliki negative stockholders equity atau nilai pasiva perusahaan lebih besar dari nilai wajar harta perusahaan. Apabila hutang lebih banyak dari pada aktiva perusahaan akan kesulitan menutup kerugian aktivitas operasional. Bankruptcy nantinya akan berpengaruh going concern suatu perusahaan.

Berdasarkan tiga macam kategori financial distress di atas, penelitian ini menggunakan poin pertama untuk mengkategorikan perusahaan yang dianggap mengalami financial distress, yaitu ketika perusahaan mengalami kegagalan bisnis yang terlihat dari pendapatan perusahaan yang tidak dapat menutupi biaya perusahaan yang timbul. Berarti jika terjadi hal demikian, perusahaan sedang mengalami kerugian, yang berimbas pada kewajiban perusahaan untuk menutupi kekurangan biaya yang terjadi dengan sumber-sumber pendanaan yang lain.

Financial distress dapat timbul karena adanya pengaruh dari dalam perusahaan sendiri (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal).


(28)

Faktor-17

faktor penyebab financial distress dari dalam perusahan lebih bersifat mikro, faktor-faktor tersebut antara lain:

1) Kesulitan arus kas

Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi bebab-beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan adanya kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahan untuk pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan.

2) Besarnya jumlah hutang

Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutang di masa depan. Ketika tagihan jatuh tempo dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan yang dilakukan kreditur adalah mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut. 3) Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun.

Kerugian operasional perusahaan menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan. Jika perusahaan mampu menutupi atau menanggulangi tiga di atas, belum tetu perusahaan tersebut dapat terhindar dari financial distress. Karena masih terdapat faktor eksternal perusahaan yang menyebabkan financial distress.


(29)

18

4) Faktor eksternal perusahaan lebih bersifat makro dan cakupannya lebih luas. Faktor eksternal dapat berupa kebijakan pemerintah yang dapat menambah beban usaha yang di tanggung perusahaan, misalnya tarif pajak yang meningkat yang dapat menambah beban perusahaan. Selain itu masih ada kebijakan suku bunga pinjaman yang meingkat, menyebabkan beban bunga yang ditanggung perusahaan meningkat.

2.1.3 Financial Strength

Financial strength (kekuatan keuangan) merupakan kondisi sebaliknya dari kesulitan keuangan (financial distress). Perusahaan yang kondisi keuangannya baik, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan mempunyai kekuatan keuangan. Kekuatan keuangan suatu perusahaan dapat digunakan sebagai indikator sehatnya suatu perusahaan.

Financial Strength Index merupakan ukuran tentang kesehatan keuangan dari perusahaan yang juga dapat digunakan untuk sektor industri (Price, Cameron and Price, 2005). Ukuran ini berimplikasi bahwa perusahaan dengan tingkat keuntungan tinggi, likuiditas yang baik, tingkat hutang yang rendah dan fasilitas yang baik akan mempunyai kekuatan/ kemampuan keuangan yang baik. Sedangkan perusahaan dengan tingkat keuntungan yang kecil, tingkat likuiditas yang rendah, keuntungan yang kecil serta fasilitas fisik yang kuno cenderung akan mengalami keuangan yang buruk.

Nilai FSI > 3 menunjukkan bahwa kondisi keuangan dari perusahaan tersebut sangat baik; 0 sampai 3 kondisi keuangan perusahaan tersebut baik; -2 sampai 0 menunjukkan bahwa kondisi keuangan tersebut biasa saja; serta


(30)

19

perusahaan yang mempunyai indeks kekuatan keuangan dibawah -2 menjunjukkan kondisi keuangannya buruk. Sehingga, jika suatu perusahaan mempunyai indek kekuatan keuangan (financial strength index) kurang dari -2, maka harus segera dianalisis agar perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Kondisi kemampuan keuangan suatu perusahaan dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah.

Tabel 2.1 Penggolongan Kondisi Keuangan Perusahaan Berdasarkan Nilai Financial Strength Index.

Financial Strength Index Kondisi Keuangannya > 3,00 Sangat Baik

3,00 - 0,00 Baik 0,00 - (2,00) Cukup

(2,00) < Buruk (financial distress) Sumber: Price, Cameron and Price, (2005)

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Rasio Modal Kerja pada Financial Strength

Rasio modal kerja menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang jangka pendek sehingga dapat melunasi kewajibannya (Platt dan Platt, 2002). Price, Cameron and Price (2006) meneliti kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan (financial distress) pada usaha rumah sakit di Amerika. Amalia (2006) dan Agusti (2013) menggunakan model logit dalam penelitian terhadap perusahaan manufaktur menyimpulkan rasio modal kerja berpengaruh negative terhadap financial distress. Rasio modal kerja merupakan salah satu


(31)

20

indikator dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek menjamin going concern suatu perusahaan.

H1 : Rasio modal kerjaberpengaruh positif pada financial strength. 2.2.2 Pengaruh Rasio Laba ditahan pada Financial Strength

Rasio laba ditahan menunjukkan laba ditahan dibandingkan keseluruhan asset. Altman (2000) menunjukkan bahwa laba sesudah pajak dan pembayaran bunga hutang merupakan hasil bersih dari perusahaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Rasio laba ditahan digunakan untuk menghitung laba untuk dijadikan modal perusahaan seberapa besar proporsi laba ditahan tersebut. Semakin besar laba ditahan kemungkinan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan.

H2 : Rasio laba ditahan berpengaruh positif pada financial strength. 2.2.3 Pengaruh Rasio Return on Asset pada Financial Strength

Return on Asset (ROA) merupakan ukuran tentang efektifitas penggunaan asset untuk menghasilkan pendapatan. Semakin tinggi nilai ROA ini menunjukkan penggunaan asset yang semakin efektif dalam menghasilkan pendapatan (Altman, 2000). Hasymi (2007) dan Agusti (2013) menyimpulkan bahwa ROA memiliki pengaruh negative terhadap financial distress merupakan salah satu rasio keuangan yang menunjukkan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik akan mencegah kesulitan keuangan.


(32)

21

2.2.4 Pengaruh Rasio Penjualan pada Financial Strength

Rasio penjualan merupakan perbandingan antara penjualan dengan total asset. Altman (2000) menemukan bahwa rasio penjualan berpengaruh secara signifkan negative terhadap kemungkinan terjadinya kseulitan keuangan (financial distress) pada perusahaan. Price, Cameron and Price (2005) menyatakan semakin penjualan semakin baik kinerja perusahaan. Penjualan merupakan pendapatan utama dari perusahaan. Penjualan yang besar menunjukan kinerja pemasaran perusahaan tersebut baik sehingga dapat terhindar dari kesulitan keuangan.

H4:Rasio penjualan berpengaruh positif pada financial strength index. 2.2.5 Pengaruh Rasio Price to Book Value pada Financial Strength

Rasio Price to Book Value merupakan perbandingan nilai pasar saham dengan nilai bukunya (Altman, 2000). Nilai pasar saham yang tinggi menunjukkan bahwa masyarakat yang membeli saham menaruh kepercayaan yang tinggi pula terhadap perusahaan tersebut dan sebaliknya. PBV adalah salah satu indikator dalam penelitian ini. Harga pasar saham akan mempengaruhi perilaku manajemen dalam mengembangkan perusahaan. Harga pasar saham dipengaruhi tingkat penawaran dan permintaan pasar dalam bursa efek.


(1)

16

2. Insolvency (tidak solvable), dapat diartikan sebagai:

a) Technical insolvency timbul apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya pada saat jatuh tempo.

b) Accounting insolvency, perusahaan memiliki negative networth, secara akuntansi memiliki kinerja buruk (insolvent), hal ini terjadi apabila nilai buku dari kewajiban perusahaan melebihi nilai buku dari total harta perusahaan tersebut.

3. Bankruptcy

Bankruptcy yaitu kesulitan keuangan yang mengakibatkan perusahaan memiliki negative stockholders equity atau nilai pasiva perusahaan lebih besar dari nilai wajar harta perusahaan. Apabila hutang lebih banyak dari pada aktiva perusahaan akan kesulitan menutup kerugian aktivitas operasional. Bankruptcy nantinya akan berpengaruh going concern suatu perusahaan.

Berdasarkan tiga macam kategori financial distress di atas, penelitian ini menggunakan poin pertama untuk mengkategorikan perusahaan yang dianggap mengalami financial distress, yaitu ketika perusahaan mengalami kegagalan bisnis yang terlihat dari pendapatan perusahaan yang tidak dapat menutupi biaya perusahaan yang timbul. Berarti jika terjadi hal demikian, perusahaan sedang mengalami kerugian, yang berimbas pada kewajiban perusahaan untuk menutupi kekurangan biaya yang terjadi dengan sumber-sumber pendanaan yang lain.

Financial distress dapat timbul karena adanya pengaruh dari dalam perusahaan sendiri (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal).


(2)

Faktor-17

faktor penyebab financial distress dari dalam perusahan lebih bersifat mikro, faktor-faktor tersebut antara lain:

1) Kesulitan arus kas

Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi bebab-beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan adanya kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahan untuk pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan.

2) Besarnya jumlah hutang

Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutang di masa depan. Ketika tagihan jatuh tempo dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan yang dilakukan kreditur adalah mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut. 3) Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun.

Kerugian operasional perusahaan menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan. Jika perusahaan mampu menutupi atau menanggulangi tiga di atas, belum tetu perusahaan tersebut dapat terhindar dari financial distress. Karena masih terdapat faktor eksternal perusahaan yang menyebabkan financial distress.


(3)

18

4) Faktor eksternal perusahaan lebih bersifat makro dan cakupannya lebih luas. Faktor eksternal dapat berupa kebijakan pemerintah yang dapat menambah beban usaha yang di tanggung perusahaan, misalnya tarif pajak yang meningkat yang dapat menambah beban perusahaan. Selain itu masih ada kebijakan suku bunga pinjaman yang meingkat, menyebabkan beban bunga yang ditanggung perusahaan meningkat.

2.1.3 Financial Strength

Financial strength (kekuatan keuangan) merupakan kondisi sebaliknya dari kesulitan keuangan (financial distress). Perusahaan yang kondisi keuangannya baik, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan mempunyai kekuatan keuangan. Kekuatan keuangan suatu perusahaan dapat digunakan sebagai indikator sehatnya suatu perusahaan.

Financial Strength Index merupakan ukuran tentang kesehatan keuangan dari perusahaan yang juga dapat digunakan untuk sektor industri (Price, Cameron and Price, 2005). Ukuran ini berimplikasi bahwa perusahaan dengan tingkat keuntungan tinggi, likuiditas yang baik, tingkat hutang yang rendah dan fasilitas yang baik akan mempunyai kekuatan/ kemampuan keuangan yang baik. Sedangkan perusahaan dengan tingkat keuntungan yang kecil, tingkat likuiditas yang rendah, keuntungan yang kecil serta fasilitas fisik yang kuno cenderung akan mengalami keuangan yang buruk.

Nilai FSI > 3 menunjukkan bahwa kondisi keuangan dari perusahaan tersebut sangat baik; 0 sampai 3 kondisi keuangan perusahaan tersebut baik; -2 sampai 0 menunjukkan bahwa kondisi keuangan tersebut biasa saja; serta


(4)

19

perusahaan yang mempunyai indeks kekuatan keuangan dibawah -2 menjunjukkan kondisi keuangannya buruk. Sehingga, jika suatu perusahaan mempunyai indek kekuatan keuangan (financial strength index) kurang dari -2, maka harus segera dianalisis agar perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Kondisi kemampuan keuangan suatu perusahaan dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah.

Tabel 2.1 Penggolongan Kondisi Keuangan Perusahaan Berdasarkan Nilai Financial Strength Index.

Financial Strength Index Kondisi Keuangannya > 3,00 Sangat Baik

3,00 - 0,00 Baik 0,00 - (2,00) Cukup

(2,00) < Buruk (financial distress) Sumber: Price, Cameron and Price, (2005)

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Rasio Modal Kerja pada Financial Strength

Rasio modal kerja menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang jangka pendek sehingga dapat melunasi kewajibannya (Platt dan Platt, 2002). Price, Cameron and Price (2006) meneliti kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan (financial distress) pada usaha rumah sakit di Amerika. Amalia (2006) dan Agusti (2013) menggunakan model logit dalam penelitian terhadap perusahaan manufaktur menyimpulkan rasio modal kerja berpengaruh negative terhadap financial distress. Rasio modal kerja merupakan salah satu


(5)

20

indikator dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek menjamin going concern suatu perusahaan.

H1 : Rasio modal kerja berpengaruh positif pada financial strength. 2.2.2 Pengaruh Rasio Laba ditahan pada Financial Strength

Rasio laba ditahan menunjukkan laba ditahan dibandingkan keseluruhan asset. Altman (2000) menunjukkan bahwa laba sesudah pajak dan pembayaran bunga hutang merupakan hasil bersih dari perusahaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Rasio laba ditahan digunakan untuk menghitung laba untuk dijadikan modal perusahaan seberapa besar proporsi laba ditahan tersebut. Semakin besar laba ditahan kemungkinan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan.

H2 : Rasio laba ditahan berpengaruh positif pada financial strength. 2.2.3 Pengaruh Rasio Return on Asset pada Financial Strength

Return on Asset (ROA) merupakan ukuran tentang efektifitas penggunaan asset untuk menghasilkan pendapatan. Semakin tinggi nilai ROA ini menunjukkan penggunaan asset yang semakin efektif dalam menghasilkan pendapatan (Altman, 2000). Hasymi (2007) dan Agusti (2013) menyimpulkan bahwa ROA memiliki pengaruh negative terhadap financial distress merupakan salah satu rasio keuangan yang menunjukkan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik akan mencegah kesulitan keuangan.


(6)

21

2.2.4 Pengaruh Rasio Penjualan pada Financial Strength

Rasio penjualan merupakan perbandingan antara penjualan dengan total asset. Altman (2000) menemukan bahwa rasio penjualan berpengaruh secara signifkan negative terhadap kemungkinan terjadinya kseulitan keuangan (financial distress) pada perusahaan. Price, Cameron and Price (2005) menyatakan semakin penjualan semakin baik kinerja perusahaan. Penjualan merupakan pendapatan utama dari perusahaan. Penjualan yang besar menunjukan kinerja pemasaran perusahaan tersebut baik sehingga dapat terhindar dari kesulitan keuangan.

H4: Rasio penjualan berpengaruh positif pada financial strength index. 2.2.5 Pengaruh Rasio Price to Book Value pada Financial Strength

Rasio Price to Book Value merupakan perbandingan nilai pasar saham dengan nilai bukunya (Altman, 2000). Nilai pasar saham yang tinggi menunjukkan bahwa masyarakat yang membeli saham menaruh kepercayaan yang tinggi pula terhadap perusahaan tersebut dan sebaliknya. PBV adalah salah satu indikator dalam penelitian ini. Harga pasar saham akan mempengaruhi perilaku manajemen dalam mengembangkan perusahaan. Harga pasar saham dipengaruhi tingkat penawaran dan permintaan pasar dalam bursa efek.