KANDUNGAN NUTRIEN DAN POPULASI BAKTERI DARI INOKULAN YANG DIPRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN ISOLAT BAKTERI KOLON SAPI BALI DAN SAMPAH ORGANIK.
iiiii
SKRIPSI
KANDUNGAN NUTRIEN DAN POPULASI BAKTERI
DARI INOKULAN YANG DIPRODUKSI DENGAN
MEMANFAATKAN ISOLAT BAKTERI KOLON
SAPI BALI DAN SAMPAH ORGANIK
I KOMANG GERIA SUARDITA
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
ii
SKRIPSI
KANDUNGAN NUTRIEN DAN POPULASI BAKTERI
DARI INOKULAN YANG DIPRODUKSI DENGAN
MEMANFAATKAN ISOLAT BAKTERI KOLON
SAPI BALI DAN SAMPAH ORGANIK
I KOMANG GERIA SUARDITA NIM. 1207105003
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(3)
iii
KANDUNGAN NUTRIEN DAN POPULASI BAKTERI
DARI INOKULAN YANG DIPRODUKSI DENGAN
MEMANFAATKAN ISOLAT BAKTERI KOLON SAPI
BALI DAN SAMPAH ORGANIK
Skripsi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan
Pada Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan
Universitas Udayana, Denpasar
I KOMANG GERIA SUARDITA NIM. 1207105003
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(4)
iv
KANDUNGAN NUTRIEN DAN POPULASI BAKTERI DARI INOKULAN YANG DIPRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN ISOLAT
BAKTERI KOLON SAPI BALI DAN SAMPAH ORGANIK
I KOMANG GERIA SUARDITA
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar
E-mail: geriasuardita@yahoo.co.id
RINGKASAN
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan harus dibarengi dengan teknologi pengolahan. Teknologi pengolahan melalui fermentasi menggunakan inokulan merupakan salah satu strategi dalam upaya menurunkan kandungan serat kasar serta menaikkan kandungan nutrisi dan kecernaan pakan berbasis limbah pertanian. Kualitas inokulan sangat menentukan keberhasilan proses fermentasi. Semakin baik kualitas inokulan yang ditandai dengan populasi bakteri yang tinggi dan didukung oleh tingginya kandungan nutrien, maka akan semakin baik pula proses fermentasi dan kualitas pakan yang dihasilkan. Pemanfaatan isolat bakteri kolon sapi bali dan sampah organik berpotensi menghasilkan inokulan dengan populasi bakteri dan kandungan nutrien yang tinggi. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrien dan populasi bakteri inokulan yang
diproduksi menggunakan kombinasi isolat bakteri unggul 1 dan/atau 2 asal kolon
sapi bali dan sampah organik telah dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 3 bulan.
Penelitian dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap/RAL 12 perlakuan dan
3 ulangan yang didasarkan pada sebelas jenis inokulan yang diproduksi dan ditambah satu medium inokulan sebagai kontrol. Perlakuan terdiri atas IS0K0; BS12; BK12; BS1K1; BS1K2; BS2K1; BS2K2; BS12K1; BS12K2; BS1K12; BS2K12 dan BS12K12. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi kandungan protein terlarut, kalsium, fosfor, seng, belerang, total bakteri anaerob, populasi bakteri lignoselulolitik, populasi bakteri asam laktat dan derajat keasaman/pH inokulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulan yang diproduksi dari isolat bakteri unggul 1 dan/atau 2 asal kolon sapi bali dan sampah organik (perlakuan BS12; BK12; BS1K1; BS1K2; BS2K1; BS2K2; BS12K1; BS12K2; BS1K12; BS2K12 dan
BS12K12) mampu menghasilkan inokulan dengan derajat keasaman/pH lebih
rendah serta kandungan nutrien (protein terlarut, fosfor, kalsium, seng, dan belerang) yang lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan medium inokulan (IS0K0). Terhadap populasi bakteri dari inokulan, pemanfaatan isolat bakteri unggul 1 dan/atau 2 asal kolon sapi bali dan sampah organik (perlakuan BS12; BK12; BS1K1; BS1K2; BS2K1; BS2K2; BS12K1; BS12K2; BS1K12; BS2K12 dan
BS12K12) mampu meningkatkan total bakteri anaerob, bakteri lignoselulolitik
maupun bakteri asam laktat secara nyata (P<0,05) dibandingkan medium inokulan
(IS0K0). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan
kombinasi isolat bakteri unggul 1 dan 2 asal kolon sapi bali dan sampah organik sebagai sumber inokulan dapat meningkatkan kandungan nutrien dan populasi bakteri inokulan yang dihasilkan.
Kata kunci: Inokulan, isolat bakteri, kandungan nutrien, kolon sapi bali, populasi bakteri,sampah organik.
(5)
v
THE NUTRIENTS CONTENT AND BACTERIAL POPULATIONS OF INOCULANT PRODUCED BY USING BACTERIA ISOLATES FROM BALI CATTLE COLON AND ORGANIC WASTE
I KOMANG GERIA SUARDITA
Animal Science Study Program, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, Denpasar
Email: geriasuardita@yahoo.co.id
SUMMARY
Utilization of agricultural waste as feed should be coupled with processing technology. Processing technology fermentation with inoculant is one strategy reduce the content of crude fiber and increase the nutrient content and digestibility of feed-based agricultural waste. Inoculant quality determine the success of the fermentation process. The better the quality of the inoculant that is characterized with a high bacterial population and is supported by the high content of nutrients, it will be better the fermentation process and the quality of food produced. Utilization of bacteria isolated from bali cattle colon and organic waste has the potential to produce an inoculant with bacterial populations and high nutrient content. The research aimed to determine the nutrients content and bacterial populations of inoculants manufactured using a combination of superior 1 and/or 2 bacteria isolated from bali cattle colon and organic waste has been carried out in the Laboratory of Animal Nutrition and Feed Faculty of Animal Husbandry of Udayana University for 3 months. The experiment was conducted with completely randomized design/CRD 12 treatments and 3 replications based on eleven types of inoculants manufactured and one treatment use medium as a control. The treatments consist of IS0K0; BS12; BK12; BS1K1; BS1K2; BS2K1; BS2K2; BS12K1; BS12K2; BS1K12; BS2K12 and BS12K12. The variables were observed in this study were the content of soluble protein, calcium, phosphorus, zinc, sulfur, the population of anaerobic bacteria, the population of lignocellulolytic bacteria, the population of lactic acid bacteria and acidity/pH inoculant. The results showed that inoculants manufactured from superior 1 and/or 2 bacteria isolated from bali cattle colon and organic waste (treatment BS12; BK12; BS1K1; BS1K2; BS2K1; BS2K2; BS12K1; BS12K2; BS1K12; BS2K12 and BS12K12) able to produce inoculants with lower of acidity degree/pH and higher nutrients content (soluble protein, phosphorus, calcium, zinc, and sulfur) and significantly different (P<0.05) than
medium inoculant (IS0K0). The population of bacteria inoculant, the use of superior
1 and/or 2 bacteria isolated from bali cattle colon and organic waste (BS12; BK12;
BS1K1; BS1K2; BS2K1; BS2K2; BS12K1; BS12K2; BS1K12; BS2K12 and BS12K12) were able to significantly (P<0.05) increased of anaerobic bacteria population, lignocellulolytic bacteria, and lactic acid bacteria compared than medium inoculant
(IS0K0). Based on the results of this study concluded that the use of a combination
of superior 1 and 2 bacteria isolated from bali cattle colon and organic waste as a source of inoculants can increased nutrients content and bacteria population of inoculant
Keywords: Inoculant, Bacterial isolates, nutrients content, bali cattle colon, bacterial population, organic waste.
(6)
vi
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
JUDUL SKRIPSI : Kandungan Nutrien dan Populasi Bakteri dari
Inokulan yang Diproduksi dengan Memanfaatkan Isolat Bakteri Kolon Sapi Bali dan Sampah Organik
NAMA MAHASISWA : I Komang Geria Suardita
NIM : 1207105003
PROGRAM STUDI : Ilmu Peternakan
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL
………..
Mengetahui
RIWAYAT HIDUP
Pembimbing I
I Made Mudita, S.Pt., MP NIP. 19740510 200501 1 004
Pembimbing II
Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si NIP. 19620504 198702 2 001
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar
Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS NIP. 19590312 198601 1 001
(7)
vii
SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA
TANGGAL
30 JUNI 2016
Ketua : I Made Mudita, S.Pt., MP
Sekretaris : Ir. Tjokorda Istri Putri, MP
Penguji Utama : Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si
Penguji Anggota : 1. Dr. Ir. Ni Putu Mariani, M.Si
2. Ni Made Witariadi, S.Pt., MP
(8)
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan tanggal 16 Pebruari 1993 di Dusun Bukit Kauh, Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, dan merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan I Wayan Suweca (Ayah) dan Ni Wayan Wartini (Ibu). Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) tahun 2006 di SDN 5 Tenganan, Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 2009 di SMPN 2 Bebandem dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 2012 di SMAN 1 Amlapura. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana, penulis aktif berorganisasi dalam kepanitiaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Penulis juga pernah menjadi anggota Bidang Tiga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Udayana periode 2013-2014.
(9)
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu,
Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kandungan Nutrien
dan Populasi Bakteri dari Inokulan yang Diproduksi dengan Memanfaatkan
Isolat Bakteri Kolon Sapi Bali dan Sampah Organik” ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan baik yang berupa dorongan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Udayana beserta staf, atas izin dan bantuanya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak I Made Mudita, S.Pt, MP selaku pembimbing pertama dan Dr. Ir. Ni
Wayan Siti, M.Si selaku pembimbing kedua atas segala saran, masukan, serta bimbingan yang telah diberikan dengan tulus dan sabar kepada penulis hingga skripsi ini selesai.
3. Bapak I Ketut Mangku Budiasa, S.Pt, M.Si selaku Pembimbing Akademik
(PA) atas segala bimbingan, saran dan dukungannya selama penulis menempuh kuliah di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
4. Ibu Ir. Tjokorda Istri Putri, MP, Dr. Ir. Ni Putu Mariani, M.Si dan Ni Made
Witariadi, S.Pt, MP selaku penguji yang telah bersedia menyempatkan waktu untuk memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
5. Bapak Andi Udin Saransi yang telah mengizinkan penulis melakukan
penelitian di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
(10)
x
6. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh pegawai beserta staf Fakultas
Peternakan Universitas Udayana atas segala arahan, bantuan, saran, nasehat serta bimbingan selama penulis menempuh perkuliahan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Pemerintah Pusat dan DIKTI yang sudah memberikan beasiswa Bidik Misi,
sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan sampai pada tingkat perguruan tinggi.
8. Keluarga tercinta, I Wayan Suweca (Ayah), Ni Wayan Wartini (Ibu), I
Ketut Ari Suarnaya (Adik), dan Ni Luh Intan Suarnita Dewi (Adik) yang semuanya telah memberikan dorongan, bimbingan nasihat dan semangat, baik secara moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
9. Teman-teman satu penelitian, Mang Juli, Slamet, Dewik, Dodik, Marna,
Iluh, Benson, dan Permana atas semangat, kerjasama, kekompakkan serta perjuangannya didalam pelaksanaan penelitian.
10.Gus Adi, Gunung, Soma, Gunadi, Artadana, Garba, Muliana, Dharmika,
Lisa, Rita, Opik, Andika, Mela, Wulan, Budi, Gus J, Diki, Agung, Arik, Janu, Surya, Eka Edi, Tini, Parman, Chandra, Wahyu, Andi, Nining, Darma, Palguna, Sukayasa dan seluruh teman-teman angkatan 2012 atas segala bantuan dan dorongan moral yang diberikan selama perkuliahan sampai penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
11.Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih.
Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kekurangan dan kesalahan selama proses perkuliahan, selama pelaksanaan penelitian maupun pada saat penulisan skripsi ini. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis.
Denpasar, Juni 2016 Penulis
(11)
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL LUAR ………...i
HALAMAN SAMPUL DALAM ………...ii
RINGKASAN ... iv
SUMMARY ... v
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... vi
RIWAYAT HIDUP ... viii
UCAPAN TERIMA KASIH ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Limbah Pertanian sebagai Pakan Ternak ... 6
2.2 Lignoselulosa sebagai Pembatas Utama Pemanfaatan Limbah ... 9
2.3 Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa ... 12
2.3.1 Bakteri pendegradasi lignin ... 12
2.3.2 Bakteri pendegradasi selulosa ... 13
2.3.3 Bakteri pendegradasi hemiselulosa ... 15
2.4 Kolon Sapi Bali dan Sampah Organik sebagai Sumber Inokulan ... 16
BAB III MATERI DAN METODE ... 20
3.1 Materi ... 20
3.1.1 Isolat bakteri sumber inokulan ... 20
3.1.2 Medium inokulan ... 20
(12)
xii
3.2 Metode ... 21
3.2.1 Tempat dan waktu penelitian ... 21
3.2.2 Rancangan penelitian ... 21
3.2.3 Pembuatan larutan pengencer ... 22
3.2.4 Pembuatan medium cair ... 23
3.2.5 Penumbuhan kultur bakteri ... 23
3.2.6 Pembuatan medium inokulan ... 23
3.2.7 Produksi inokulan ... 24
3.2.8 Variabel yang diamati ... 25
3.2.9 Analisis kandungan nutrien dan derajat keasaman (pH) inokulan ... 25
3.2.10 Penghitungan populasi bakteri inokulan ... 26
3.2.11 Analisis data ... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 Hasil ... 28
4.1.1 Kandungan nutrien dan derajat keasaman (pH) inokulan. ... 28
4.2.2 Populasi bakteri inokulan ... 32
4.2 Pembahasan ... 34
4.2.1 Kandungan nutrien dan derajat keasaman (pH) inokulan ... 34
4.2.2 Populasi bakteri inokulan ... 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1 Simpulan ... 45
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
(13)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
2.1 Kandungan nutrien beberapa limbah pertanian……… 6 3.1Komposisi bahan penyusun medium inokulan ... 20 3.2Formula inokulan konsorsium bakteri lignoselulolitik ... 25 4.1 Kandungan nutrien dan pH inokulan kolon sapi bali dan sampah organik 29 4.2 Populasi bakteri inokulan kolon sapi bali dan sampah organik ... 33
(14)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1. Analisis statistik protein terlarut ... 53
2. Analisis statistik fosfor/P ... 55
3. Analisis statistik kalsium/Ca ... 57
4. Analisis statistik seng/Zn ... 59
5. Analisis statistik belerang/S ... 61
6. Analisis statistik derajat keasaman/pH ... 63
7. Analisis total bakteri anaerob ... 65
8. Analisis populasi bakteri lignoselulolitik ... 67
(15)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan merupakan salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi keberadaan limbah dan mengatasi kekurangan pakan. Dilihat dari segi nutrien yang terkandung, limbah pertanian mempunyai kandungan nutrien yang cukup tinggi bagi ternak. Kandungan nutrien jerami padi per 100% berat kering adalah abu 21,2%; protein kasar 3,7%; lemak kasar 1,7%; serat kasar 35,9%; BETN 37,4% dan TDN 39%
(Hartadi et al., 1980). Kandungan bahan kering jerami jagung 28%, protein 8,2%
dan TDN 48% (Sukria dan Krisnan, 2009). Dedak padi mempunyai kandungan
protein 9,9%, serat kasar 11,6%, kalsium 0,23%, dan fosfor 1,16% (Hartadi et al.,
2005).
Walaupun mempunyai kandungan nutrien yang cukup tinggi, pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sering menghadapi kendala terutama dalam proses degradasi bahan asal limbah tersebut. Tingginya kandungan serat kasar terutama senyawa lignoselulosa merupakan faktor pembatas utama dalam pemanfaatan limbah pertanian sebagai produk yang bermanfaat, sehingga perlu diberikan perlakuan untuk menghilangkan atau memutuskan ikatan yang terjadi diantara komponen serat. Selain itu, limbah pertanian juga memiliki sifat yang mudah rusak, kecernaannya rendah dan masih mengandung senyawa antinutrisi seperti lignin, silika, tannin dan asam sianida yang dapat menurunkan kualitas dari bahan pakan itu sendiri (Ginting, 2007). Oleh karena itu, diperlukan aplikasi teknologi pengolahan untuk mengatasi berbagai kendala yang ada dalam
(16)
2 pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan. Teknologi fermentasi menggunakan inokulan melalui pemanfaatan isolat bakteri yang berasal dari limbah kolon sapi bali dan sampah organik merupakan salah satu strategi yang potensial untuk dikembangkan dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Limbah kolon sapi merupakan limbah rumah potong dari ternak ruminansia. Kolon sapi kaya bakteri pendegradasi serat pakan baik bakteri lignolitik, selulolitik, hemiselulolitik, amilolitik maupun proteolitik serta berbagai
probiotik (Chiquette, 2009; Rigobelo dan Avila, 2012; Singh et al., 2001).
Wahyudi et al. (2010) mengungkapkan bahwa bakteri lignoselulolitik dari kolon
dan sekum kerbau mempunyai kemampuan degradasi serat yang lebih tinggi daripada bakteri rumen yang ditunjukkan dengan tingkat aktivitas enzim lignoselulase (lignase, cellulase, dan xilanase) yang lebih tinggi. Mudita et al. (2014) telah berhasil mengisolasi 10 isolat bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan 2 diantaranya yaitu isolat dengan kode BCC 4 LC dan BCC 12.1 LC mempunyai kemampuan degradasi substrat yang tinggi yaitu dengan luas zone bening masing-masing sebesar 3,357 cm2; 0,045 cm2; 4,206 cm2; 5,864 cm2 dan 3,130 cm2; 0,044cm2; 3,901 cm2; 5,759 cm2 untuk substrat lignoselulosa, asam tanat, CMC dan xylan. Pada hasil penelitian tersebut juga tampak bahwa isolat bakteri dengan kode BCC 4 LC dan BCC 12.1 LC mempunyai aktivitas enzim lignase, cellulase dan xilanase yang tinggi masing-masing sebesar 0,0563 U dan 0,0563 U; 0,0682 U dan 0,0716 U; 6,4018 U dan 21,3392 U.
Sampah organik juga berpotensi sebagai sumber bakteri lignoselulolitik. Sampah organik yang telah mengalami pelapukan atau pengomposan seperti misalnya sampah organik yang menumpuk di TPA mengandung banyak bakteri
(17)
3 lignoselulolitik yang mempunyai kemampuan degradasi serat yang tinggi (Pathma dan Sakthivel, 2012; Permana, 2008; Sarkar et al., 2011). Pathma dan Sakthivel (2012) mengungkapkan bahwa bakteri yang terdapat pada kompos sampah organik juga mempunyai kemampuan mendegradasi berbagai senyawa antinutrisi serta berperan sebagai growth promotor. Mudita et al. (2014) telah berhasil mengisolasi 7 isolat bakteri pendegradasi lignoselulosa dari sampah organik dan 2 diantaranya yaitu isolat bakteri dengan kode BW 1 LC dan BW 4 LC mempunyai kemampuan degradasi substrat yang tinggi yaitu dengan luas zone bening masing-masing sebesar 2,314 cm2; 0,051 cm2; 1,548 cm2; 0,435 cm2 dan 3,603 cm2; 0,047 cm2; 1,565 cm2; 0,419 cm2 untuk substrat lignoselulosa, asam tanat, CMC dan xylan. Pada hasil penelitian tersebut juga tampak bahwa isolat bakteri dengan
kode BW 1 LC dan BW 4 LC mempunyai aktivitas enzim lignase, cellulase dan
xilanase yang tinggi masing-masing sebesar 0,0597 U dan 0,0563 U; 0,0780 U dan 0,0759 U; 29,5806 U dan 32,3767 U.
Adanya bakteri lignoselulolitik dan growth promotor, mengakibatkan
limbah kolon sapi bali dan sampah organik mempunyai potensi yang cukup tinggi sebagai sumber inokulan konsorsium bakteri yang berkualitas dan mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi serat. Penggunaan kombinasi isolat dari sumber yang berbeda sebagai sumber inokulan sudah tentu akan mempengaruhi kandungan nutrien dan populasi bakteri dari inokulan yang diproduksi. Hasil penelitian Dewi (2015) bahwa penggunaan kombinasi cairan rumen sapi bali 20% dan rayap 0,2% atau 0,3% pada inokulan mampu meningkatkan populasi bakteri
anaerob, bakteri selulolitik, dan fungi selulolitik, sedangkan Mudita et al. (2012)
(18)
4 rayap dapat menghasilkan inokulan dengan kandungan makro dan mikro nutrien, daya degradasi substrat serta aktivitas enzim lignoselulase yang tinggi. Peningkatan penggunaan sumber inokulan akan meningkatkan kandungan nutrien dan populasi mikroba dari inokulan tersebut (Mudita et al., 2009; Dewi, 2015). Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini perlu dilaksanakan untuk mengetahui kandungan nutrien dan populasi bakteri dari inokulan yang diproduksi dengan memanfaatkan kombinasi isolat bakteri kolon sapi bali dan sampah organik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kandungan nutrien dari inokulan yang diproduksi dengan
memanfaatkan kombinasi isolat bakteri kolon sapi bali dan sampah organik ?
2. Bagaimanakah populasi bakteri pendegradasi serat kasar yang ada pada
inokulan yang diproduksi dengan memanfaatkan kombinasi isolat bakteri kolon sapi bali dan sampah organik?
1.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah penggunaan kombinasi isolat bakteri kolon sapi bali dan sampah organik dapat meningkatkan kandungan nutrien dan populasi bakteri dari inokulan.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan nutrien dan populasi bakteri dari inokulan yang diproduksi dengan memanfaatkan kombinasi isolat bakteri kolon sapi bali dan sampah organik.
(19)
5
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah mengenai kandungan nutrien dan populasi bakteri dari inokulan yang diproduksi dari kombinasi isolat bakteri kolon sapi bali dan sampah organik. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan.
(20)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Pertanian sebagai Pakan Ternak
Limbah pertanian merupakan bahan buangan dari proses perlakuan atau pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan hasil sampingan (Winarno, 1985).
Mastika (1991)menyatakan bahwa limbah pertanian adalah hasil sampingan yang
dihasilkan dari pertanian dan belum termanfaatkan secara maksimal. Limbah pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia (Mariyono dan Romjali, 2007). Jenis limbah pertanian yang sering digunakan sebagai pakan ternak adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, jerami kedelai, dan pucuk ubi kayu (Djajanegara, 1999). Jerami tanaman pertanian baik jerami padi, jerami jagung, jerami kedele maupun jerami tanaman pertanian lainnya merupakan bahan pakan kaya serat dengan kualitas nutrien yang relatif rendah (Tabel 2.1) (Marlina dan Askar, 2004). Tabel 2.1 Kandungan nutrien beberapa limbah pertanian
Jenis Bahan Kandungan Nutrien (%)
1)
BK PK LK SK TDN
Jerami padi 31,87 5,21 1,16 32,412) 51,50
Jerami jagung 21,69 9,66 2,21 39,68 60,24
Jerami kacang kedelai 30,39 14,10 3,54 20,97 61,59
Jerami kacang tanah 29,08 11,31 3,32 16,62 64,50
Jerami kacang hijau 21,93 15,32 3,59 26,90 55,52
Klobot jagung 42,56 3,40 2,55 23,32 66,41
Tongkol jagung 76,61 5,62 1,58 25,55 53,08
Batang ubi kayu 43,78 6,17 - 37,94 64,76
Kulit kacang tanah 87,37 5,77 2,51 73,37 31,70
Pucuk tebu 21,42 5,57 2,42 29,04 55,30
Kulit kopi 91,77 11,18 2,50 21,74 57,20
Kulit coklat 89,37 14,99 6,25 23,24 55,52
Sumber: 1)Wahyono dan Hardianto (2004), 2)Marlina dan Askar (2004)
Keterangan: BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat kasar, TDN=Total Digestible Nutrien
(21)
7 Jerami padi merupakan hijauan dari tanaman padi setelah biji dan bulirnya dipetik untuk kepentingan manusia dan telah dipisahkan dari akarnya (Komar, 1984). Kandungan nutrien jerami padi per 100% berat kering adalah abu 21,2%; protein kasar 3,7%; lemak kasar 1,7%; serat kasar 35,9%; BETN 37,4% dan TDN 39% (Hartadi et al., 1980). Komponen seratnya sangat tinggi yaitu mengandung hemiselulosa 21-29%; selulosa 35-49% dengan nilai koefisien cerna bahan organik berkisar 31-59%; sedangkan kandungan lignin berkisar antara 4-8% (Sukria dan Krisnan, 2009). Selain itu, Siregar (1996) menyebutkan bahwa jerami padi juga mengandung serat kasar 35%; lemak kasar 1,55%; kalsium 0,19%;
fosfor 0,1%; energy TDN (Total Digestible Nutrient) 43%; energi DE (Digestible
Energy) 1,9 kkal/kg dan lignin yang tinggi. Jerami jagung juga berpotensi sebagai bahan pakan, namun memiliki kualitas yang rendah dan tidak akan mencukupi untuk kebutuhan ternak kecuali jika diberi tambahan suplemen pada pakannya (Djajanegara, 1999). Menurut Sukria dan Krisnan (2009) bahwa kandungan bahan kering jerami jagung 28%, protein 8,2% dan TDN 48%.
Penelitian tentang pemanfaatan limbah pertanian seperti jerami padi dan jerami jagung maupun limbah pertanian lainnya sebagai pakan sudah banyak dilakukan. Hasil penelitian Ali dan Noerjanto (1983) bahwa penggantian rumput dengan 10% jerami padi dan pemberian konsentrat 27% pada sapi aceh, menghasilkan rataan konsumsi bahan kering (BK) dan PBBH paling tinggi yaitu 4,22 kg/ekor/hari dan 0,37 kg/ekor/hari. Martawidjaja dan Budiarsana (2004) melaporkan bahwa jerami padi yang difermentasi dengan probion dapat menggantikan rumput raja sebagai pakan dasar untuk ternak kambing PE betina fase pertumbuhan. Lebih lanjut diungkapkan bahwa pemberian jerami padi
(22)
8 fermentasi secara terpisah dari konsentrat menghasilkan respon pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan bentuk ransum komplit.
Bestari et al. (1999) juga melaporkan bahwa pemberian pakan hijauan silase
jerami padi yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole jantan yang sedang tumbuh dapat memberikan nilai gizi dan nilai manfaat ransum yang lebih baik daripada jerami padi tanpa pengolahan, dan setara dengan pakan hijauan rumput gajah. Matondang dan Fadwiwati (2000) menyatakan bahwa pemberian pakan konsentrat serta jerami jagung yang difermentasi sebagai pakan sapi pengganti rumput dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan mempercepat perkawinan sekaligus meningkatkan pendapatan petani.
Walaupun memiliki potensi yang cukup besar, namun pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan memiliki beberapa kendala. Menurut Djajanegara (1999) beberapa kendala pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan adalah kualitas yang rendah dengan kandungan serat yang tinggi serta protein dan kecernaan yang rendah. Pemanfaatan bahan pakan asal limbah pertanian sebagai bahan penyusun pakan komplit disinyalir belum dapat memenuhi kebutuhan optimal bagi ternak, mengingat bahan pakan asal limbah pertanian umumnya mempunyai kualitas yang rendah, kandungan serat tinggi, adanya senyawa anti nutrisi (lignin, silika, tannin dan asam sianida) serta kandungan mineral (terutama Ca, P, Mg, Cu,
Zn, Co, Mn, Fe dan S) dan vitamin (vitamin A dan E) rendah (Partama, 2006ab;
Kaunang, 2004). Pemberian pakan berbasis limbah pertanian (tanpa pengolahan) membawa konsekuensi rendahnya produktivitas ternak akibat pakan sulit dimanfaatkan ternak (kecernaan rendah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan optimal bagi ternak. Meskipun hampir semua limbah pertanian itu
(23)
9 mengandung serat kasar tinggi, tetapi dengan sentuhan teknologi sederhana limbah itu dapat diubah menjadi pakan bergizi dan sumber energi bagi ternak (Sarwono dan Arianto, 2006).
2.2 Lignoselulosa sebagai Pembatas Utama Pemanfaatan Limbah
Lignoselulosa merupakan komponen utama tanaman (komponen dinding sel) yang menggambarkan jumlah sumber bahan organik yang terdiri tiga polimer
yaitu lignin, selulosa dan hemiselulosa (Perez et al., 2002; Howard et al., 2003).
Lebih lanjut diungkapkan bahwa tingginya kandungan serat kasar terutama senyawa lignoselulosa merupakan faktor pembatas utama dalam pemanfaatan limbah pertanian sebagai produk yang bermanfaat. Lignin merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit penilpropan yang
berhubungan secara bersama oleh beberapa jenis ikatan yang berbeda (Perez et
al., 2002).
Lignin sulit didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan tanaman. Disamping memberikan bentuk yang kokoh terhadap tanaman, lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan polisakarida yang berfungsi melindungi polisakarida dari degradasi mikroba dan membentuk struktur lignoselulosa (Perez et al., 2002; Howard et al., 2003). Lignin tidak hanya mengeraskan mikrofibril selulosa, juga berikatan secara fisik dan kimia dengan hemiselulosa.
Pembentukan lignin terjadi secara intensif setelah proses penebalan dinding sel terhenti. Pembentukan dimulai dari dinding primer dan dilanjutkan ke dinding sekunder. Faktor lignin dalam membatasi fermeabilitas dinding sel tanaman dapat dibedakan menjadi efek kimia dan efek fisik. Efek kimia, yaitu
(24)
10 hubungan lignin-karbohidrat dan asetilisasi hemiselulosa. Lignin secara fisik membungkus mikrofibril dalam suatu matriks hidrofobik dan terikat secara kovalen dengan hemiselulosa. Hubungan antara lignin dengan karbohidrat
tersebut berperan dalam mencegah hidrolisis polimer selulosa (Rahikainen et al.,
2013). Lignin secara fisik dan kimia merupakan penyebab utama ketidakmampuan ternak mendegradasi bahan pakan. Secara kimia, lignin berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa membentuk ikatan kovalen yang kompak dan kuat, sedangkan secara fisik, lignin bertindak sebagai penghalang
proses perombakan dinding sel oleh mikroba rumen (Perez et al., 2002).
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan di alam hampir tidak pernah dijumpai dalam keadaan murni, tetapi berikatan dengan senyawa/komponen lain yaitu lignin dan hemiselulosa membentuk
senyawa lignoselulosa (Lynd et al., 2002). Lebih lanjut diungkapkan bahwa
kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan
hidrogen dan gaya van der waals (Perez et al., 2002). Selulosa mengandung
sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf (Aziz et al., 2002). Ikatan ß-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa dengan hidrolisis asam atau enzimatis.
Selulosa tidak dapat dicerna oleh hewan ruminansia kecuali non-ruminansia herbivora yang mempunyai mikroba pencerna selulosa dalam sekumnya. Hewan ruminansia rnempunyai mikroba pencerna selulosa didalam rumen-retikulumnya sehingga selulosa dapat dimanfaatkan dengan baik
(25)
11 (Anggorodi, 1994). Kesempurnaan pemecahan selulosa pada saluran pencernaan ternak tergantung pada ketersediaan kompleks enzim selulase. Saluran pencernaan manusia dan ternak non ruminansia tidak mempunyai enzim yang mampu memecah ikatan ß-1,4 glukosida sehingga tidak dapat memanfaatkan selulosa (Perez et al., 2002). Ternak ruminansia dengan bantuan enzim yang dihasilkan mikroba rumen dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber energi. Pencernaan selulosa dalam sel merupakan proses yang komplek yang meliputi penempelan sel mikroba pada selulosa, hidrolisis selulosa dan fermentasi yang menghasilkan
asam lemak terbang/Vollatile Fatty Acids/VFA (Arora, 1995). Efisiensi
pemanfaatan selulosa sebagai sumber energi bagi ruminansia sangat tergantung pada kemampuan ternak untuk memutus ikatan yang memproteksi selulosa dari serangan enzim selulase. Selulosa dan hemiselulosa pada lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim selulase dan hemiselulase kecuali lignin yang ada pada bahan pakan limbah tersebut dilarutkan, dihilangkan atau dikembangkan terlebih dahulu (Perez et al., 2002; Murni et al., 2008).
Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat molekul rendah (Saha, 2003). Komposisi hemiselulosa 15-30% dari berat kering
bahan lignoselulosa (Perez et al., 2002). Lebih lanjut diungkapkan bahwa
hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa dan arabinose. Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat (Suparjo, 2010). Hemiselulosa adalah polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut
(26)
12 dalam alkali dan menyatu dengan selulosa. Hemiselulosa terdiri atas unit D-glukosa, D-galaktosa, D-manosa, D-xylosa, dan L-arabinosa yang terbentuk bersamaan dalam kombinasi dan ikatan glikosilik yang bermacam-macam (McDonald et al., 2002).
2.3 Bakteri Pendegradasi Lignoselulosa
Bakteri pendegradasi lignoselulosa adalah sekelompok bakteri yang mampu memecah/mendegradasi senyawa lignoselulosa melalui kerja enzim yang
dihasilkan yaitu komplek enzim lignase, selulase dan hemiselulase (Howard et
al., 2003). Bakteri memiliki dua tipe sistem kerja enzim ekstraseluler yaitu : (1) Sistem hidrolitik, yaitu dengan cara menghasilkan enzim hidrolase yang bekerja merombak selulosa dan hemiselulosa, dan (2) Sistem oksidatif dan sekresi lignase ekstraseluler dengan cara depolimerisasi lignin (Perez et al., 2002). Lebih lanjut diungkapkan bahwa lignoselulosa hanya bisa dicerna/didegradasi oleh mikroba tertentu, yaitu mikroba/bakteri lignoselulolitik. Bakteri lignoselulolitik terdapat di dalam saluran pencernaan ternak ruminansia, baik di dalam rumen, sekum maupun kolon (Anonymous, 1991).
2.3.1 Bakteri pendegradasi lignin
Bakteri pendegradasi lignin adalah sekelompok bakteri yang mampu
mendegradasi senyawa lignin (Perez et al., 2002; Howard et al., 2003). Beberapa
mikrobia prokariotik seperti bakteri mempunyai kemampuan mendegradasi lignin. Bakteri yang mampu mendegradasi lignin adalah bakteri lignolitik. Bakteri dari
genus Aeromonas, Bacillus, Flavobacterium, Pseudomonas maupun Streptomyces
memiliki kemampuan enzimatis dalam menggunakan senyawa aromatik cincin (aromatic ring) dan rantai samping yang ada pada lignin (Hernandes et al., 1994).
(27)
13
Hasil penelitian Ruttimann et al. (1991) bahwa bakteri memiliki
kemampuan enzimatik dalam penggunaan senyawa aromatik bercincin (aromatic
ring) dan rantai samping yang ada pada lignin. Dua kelompok bakteri perombak
lignin adalah Pseudomonas dan Flavobacterium (Subba Rao, 2001). Genus
bakteri perombak lignin lainnya adalah Micrococcus dan Bacillus yang diisolasi dari sampah domestik (Martani et al., 2003), kedua isolat ini dilaporkan mampu mendegradasi lignin masing-masing 75% dan 78%. Enzim perombak lignin
dihasilkan oleh aktinobakteria dari genus Streptomyces. Walaupun biodegradasi
lignin umumnya terjadi secara aerob, namun beberapa peneliti telah melaporkan
bahwa bakteri anaerob dalam rumen dipercaya dapat merombak lignin (Perez et
al., 2002), dan protein enzim serupa lakase dari bakteri telah diisolasi dan digunakan dalam proses pembuatan kompos.
2.3.2 Bakteri pendegradasi selulosa
Bakteri pendegradasi selulosa adalah kelompok bakteri yang mampu
mendegradasi atau memecah senyawa selulosa (Howard et al., 2003). Jenis
bakteri yang mampu mendegradasi/memecah senyawa selulosa adalah bakteri
selulolitik (Perez et al., 2002). Lebih lanjut diungkapkan bahwa kemampuan
degradasi selulosa berbagai bakteri bervariasi yang dipengaruhi oleh jenis/spesies, substrat maupun lingkungan. Bakteri selulolitik banyak ditemukan pada tanah pertanian, hutan, jaringan hewan, saluran pencernaan herbivora baik rumen, sekum maupun kolon, rayap (air liur, sel tubuh, saluran pencernaan maupun
sarangnya) serta pada tumbuhan yang membusuk/mati (Weimer et al., 1999;
Purwadaria et al., 2003ab). Bakteri selulolitik dalam rumen ada yang bersifat anaerob maupun aerob. Bakteri selulolitik anaerob yang terdapat dalam rumen
(28)
14
antara lain: Fibrobacter succinogenes, Butirivibrio fibrisolven, Ruminococcus
albus dan Ruminococcus flavifaciens (Madigan et al., 1997; Weimer et al.,1999).
Pada kondisi tertentu beberapa spesies lain seperti Eubacterium cellulosolvens
maupun Clostridium lochheadii terdapat pula di dalam rumen (Weimer et al.,
1999), sedangkan bakteri aerob (jumlah kecil) antara lain: Acidothermus
cellulolyticus, Bacillus sphaericus, Cellulomonas cellulens, Cellvibrio mixtus, Cytophaga hutchinsonii dan Lactobacillus acidophilus.
Pada umumnya kelompok bakteri selulolitik dominan pada rumen bila ternak mengkonsumsi hijauan/pakan berserat. Spesies-spesies bakteri selulolitik rumen bekerja berkompetisi dalam mendegradasi selulosa. Dalam kondisi jumlah
substrat terbatas populasi Ruminococcus flavifaciens akan lebih tinggi
dibandingkan dengan Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus albus (Chen
dan Weimer, 2001). Hasil penelitian Berra-Maillet et al. (2004) menunjukkan
bahwa populasi Fibrobacter succinogenes adalah paling besar di dalam rumen
sapi dan domba.
Pada rayap telah berhasil diisolasi beberapa jenis bakteri selulolitik seperti; Bacillus larvae, B. coagulans, B. pumilus dan Pediococcus (Purwadaria et al.,
2003ab). Pada saluran pencernaan rayap Coptotermen curnignathus berhasil
diisolasi bakteri Bacillus cereus, Enterobacter aerogenes, Enterobacter cloaceae, Chryseobacterium kwangyangense, Acinetobacter (Ramin et al., 2009). Tokuda et
al. (1997) menyebutkan hampir semua rayap (termasuk rayap yang mengandung
protozoa selulolitik dalam ususnya) memiliki endo-β-1,4 glukanase dan β
-glukosidase pada bagian kelenjar ludah dan usus tengah. Pada rayap Coptotermes formosanus 75% aktivitas ekso- β-glukanase ditemukan di usus tengah.
(29)
15 Bakteri lain di alam yang memproduksi enzim selulase antara lain: Clostridium (C. acetobutylicum, C. thermomellum), Bacillus sp., Acidothermus, Pseudomonas (P. cellulosa), Rhodothermus (Anindyawati, 2010), Erwinia, Acetovibrio, Mikrobispora, Cellulomonas, Cellovibrio, Streptomyces, Sclerotium rolfisii dan P. Chrysosporium (Duff dan Murray, 1996; Indrawati Gandjar, 2006).
2.3.3 Bakteri pendegradasi hemiselulosa
Bakteri pendegradasi hemiselulosa adalah kelompok bakteri yang
mampu mendegradasi/memecah senyawa hemiselulosa (Howard et al., 2003).
Bakteri hemiselulolitik adalah bakteri yang mampu mendegradasi/memecah senyawa hemiselulosa. Beberapa jenis bakteri rumen diketahui menghasilkan enzim silanase. Enzim silanase termofilik dapat dihasilkan oleh kelompok bakteri Actinomycetes dan Thermonospora. Menurut Perez et al. (2002) silanase bakteri pada umumnya lebih stabil pada pengaruh temperatur dibandingkan silanase
jamur. Lebih lanjut diungkapkan bahwa enzim silanase Actinobacteria bekerja
aktif pada kisaran pH 6,0 – 7,0 sedangkan silanase jamur bekerja optimal pada pH
4,5 – 5,5. Beberapa jenis bakteri rumen, kolon dan caecum ruminansia (F.
succinogenes, B. fibrisolvens, R. Albus) dan fungi rumen mampu menghasilkan
enzim silanase (Madigan et al., 1997). Hemiselulase juga dihasilkan oleh
berbagai mikrobia seperti Trichoderma, Aspergillus, Bacillus sp,
Aeromonascaviae, Neurospora sitophila, Cryptococcus, Penicillium, Aureobasidium, Fusarium, Chaetomium, Phanerochaete, Rhizomucor, Humicola, Talaromyces, Clostridium sp, dll (Chandel et al., 2007; Ohara et al., 1998) yang dapat diisolasi dari berbagai sumber seperti sel tubuh hewan (seperti rayap, keong, siput), rumen, maupun sampah/limbah organik.
(30)
16
2.4 Kolon Sapi Bali dan Sampah Organik sebagai Sumber Inokulan
Inokulasi merupakan suatu proses penanaman mikroorganisme pada media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme yang ditanam (Dwidjoseputro, 1998). Inokulan merupakan senyawa yang mempunyai kemampuan mempercepat proses terjadinya fermentasi/degradasi substrat/material organik (baik secara langsung maupun tidak langsung). Dewasa ini, jenis inokulan yang dipergunakan dalam membantu proses fermentasi untuk memproduksi biosuplemen sudah banyak jenisnya. Inokulan isi rumen sapi, inokulan isi rumen kerbau dan inokulan rayap merupakan beberapa contoh inokulan yang sudah pernah diteliti dan menunjukkan hasil yang baik jika dipergunakan dalam upaya peningkatan kandungan nutrisi bahan pakan asal limbah pertanian melalui proses fermentasi (Wibawa et al., 2011; Mudita et al., 2012).
Inokulan umumnya berupa mikroorganisme, baik bakteri, jamur/fungi, protozoa, maupun mikroorganisme lainnya. Pemanfaatan mikrobia (khususnya bakteri) sebagai inokulan dalam proses biofermentasi limbah organik akan mengurangi resiko negatif yang dapat ditimbulkan oleh limbah dan bahkan akan mampu memberikan/menghasilkan produk bernilai ekonomis. Berbagai sumber bakteri pendegradasi limbah organik bersumber dari alam, baik berasal dari sampah/limbah organik, binatang pengerusak maupun limbah tidak berguna sangat potensial dimanfaatkan sebagai sumber inokulan ataupun sebagai sumber isolat (Purwadaria et al., 2003ab; 2004; Mudita et al., 2009). Limbah kolon sapi bali dan sampah organik merupakan sumber inokulan bakteri lignoselulolitik yang sangat potensial dalam mendegradasi senyawa lignoselulosa yang terkandung dalam limbah pertanian (Mudita et al., 2014).
(31)
17 Limbah kolon sapi merupakan limbah rumah potong hewan yang mengandung berbagai mikrobia (bakteri, protozoa dan fungi) dan berbagai enzim pendegradasi serat yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber inokulan ataupun
sebagai sumber isolat serta mengandung berbagai nutrien available dan ready
fermentable yang dapat dimanfaatkan sebagai medium inokulan (media pertumbuhan bakteri) (Arora, 1995; Hungate, 1966; Vanadianingrum, 2008). Kolon sapi kaya bakteri pendegradasi serat pakan baik bakteri lignolitik, selulolitik, hemiselulolitik, amilolitik, proteolitik maupun probiotik (Chiquette, 2009; Rigobelo dan Avila, 2012). Wahyudi (2009) menyatakan bahwa bakteri lignoselulolitik kolon dan sekum kerbau mempunyai kemampuan degradasi serat lebih tinggi dari bakteri rumen karena mampu berasosiasi dengan serat pakan yang tidak terdegradasi dalam rumen dan mempunyai aktivitas lignoselulase lebih
tinggi. Wahyudi et al. (2010) berhasil mengisolasi 3 bakteri lignolitik, 111 bakteri
xilanolitik, dan 262 bakteri selulolitik dari kolon kerbau.
Hasil penelitian Mudita et al. (2014) telah berhasil mengisolasi 10 isolat bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan 2 diantaranya yaitu isolat dengan kode BCC 4 LC dan BCC 12.1 LC mempunyai kemampuan degradasi substrat
yang tinggi yaitu dengan luas zone bening masing-masing sebesar 3,357 cm2;
0,045 cm2; 4,206 cm2; 5,864 cm2 dan 3,130 cm2; 0,044cm2; 3,901 cm2; 5,759 cm2 untuk substrat lignoselulosa, asam tanat, CMC dan xylan. Pada hasil penelitian tersebut juga tampak bahwa isolat bakteri dengan kode BCC 4 LC dan BCC 12.1
LC mempunyai aktivitas enzim lignase, cellulase dan xilanase yang tinggi
masing-masing sebesar 0,0563 U dan 0,0563 U; 0,0682 U dan 0,0716 U; 6,4018 U dan 21,3392 U. Populasi bakteri pada usus besar dan feses ternak
(32)
18 ruminansia termasuk golongan spesies bakteri yang juga terdapat di dalam rumen, yaitu termasuk dalam famili Bacteriodes, Fusobacterium, Streptococcus,
Eubacterium, Ruminococcus dan Lactobacillus (Omed et al., 2000). Chiquette
(2009) mengungkapkan bahwa dalam saluran pencernaan ruminansia terdapat berbagai bakteri probiotik (bakteri asam laktat) dari golongan Lactobacillus sp. (L. acidophillus, L. casei, L. crispatus, L. gallinarum, dll) dan Bifidobacterium sp. (B. adolescentis, B. breve, B. lactis, dll), bakteri asam laktat lain (Enterococcus faecalis, Lactococcus lactis, Leuconostoc mesenteroides) dan bakteri non laktat (Basillus cereus, Propionibacterium freudenreichii).
Sampah organik mengandung berbagai bakteri lignoselulolitik (Permana,
2008; Sarkar et al., 2011). Pathma dan Sakthivel (2012) mengungkapkan bahwa
bakteri kompos sampah organik selain mampu mendegradasi lignoselulosa juga
mampu mendegradasi antinutrisi, memproduksi antibiotika dan sebagai growth
promotor. Ditambahkannya berbagai bakteri menguntungkan dapat diisolasi dari
sampah organik seperti Bacillus spp, Bacillus megaterium, B. subtilis, B. pumilis,
Rhizobium trifolli, R. japonicum, dll. Hasil penelitian Mudita et al. (2014) menunjukkan dari sampah organik telah berhasil diisolasi 7 isolat bakteri pendegradasi lignoselulosa dan 2 diantaranya yaitu isolat bakteri dengan kode BW 1 LC dan BW 4 LC mempunyai kemampuan degradasi substrat yang tinggi yaitu dengan luas zone bening masing-masing sebesar 2,314 cm2; 0,051 cm2; 1,548 cm2; 0,435 cm2 dan 3,603 cm2; 0,047 cm2; 1,565 cm2; 0,419 cm2 untuk substrat lignoselulosa, asam tanat, CMC dan xylan. Pada hasil penelitian tersebut juga tampak bahwa isolat bakteri dengan kode BW 1 LC dan BW 4 LC mempunyai
(33)
19 aktivitas enzim lignase, cellulase dan xilanase yang tinggi masing-masing sebesar 0,0597 U dan 0,0563 U; 0,0780 U dan 0,0759 U; 29,5806 U dan 32,3767 U.
Penelitian pemanfaatan konsorsium bakteri dari sumber yang berbeda sebagai sumber inokulan telah banyak dilakukan dalam optimalisasi pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak (Mudita et al., 2012; Wibawa et al., 2011). Hasil penelitian Dewi (2015) bahwa penggunaan kombinasi cairan rumen sapi bali 20% dan penggunaan rayap 0,2% atau 0,3% pada inokulan mampu meningkatkan populasi bakteri anaerob, bakteri selulolitik, dan fungi selulolitik. Mudita et al. (2012) menyatakan bahwa pemanfaatan konsorsium mikroba isi rumen sapi bali dan rayap dapat menghasilkan inokulan dengan kandungan makro dan mikro nutrien, daya degradasi substrat serta aktivitas enzim lignoselulosa yang sangat tinggi.
(1)
antara lain: Fibrobacter succinogenes, Butirivibrio fibrisolven, Ruminococcus albus dan Ruminococcus flavifaciens (Madigan et al., 1997; Weimer et al.,1999). Pada kondisi tertentu beberapa spesies lain seperti Eubacterium cellulosolvens maupun Clostridium lochheadii terdapat pula di dalam rumen (Weimer et al., 1999), sedangkan bakteri aerob (jumlah kecil) antara lain: Acidothermus cellulolyticus, Bacillus sphaericus, Cellulomonas cellulens, Cellvibrio mixtus, Cytophaga hutchinsonii dan Lactobacillus acidophilus.
Pada umumnya kelompok bakteri selulolitik dominan pada rumen bila ternak mengkonsumsi hijauan/pakan berserat. Spesies-spesies bakteri selulolitik rumen bekerja berkompetisi dalam mendegradasi selulosa. Dalam kondisi jumlah substrat terbatas populasi Ruminococcus flavifaciens akan lebih tinggi dibandingkan dengan Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus albus (Chen dan Weimer, 2001). Hasil penelitian Berra-Maillet et al. (2004) menunjukkan bahwa populasi Fibrobacter succinogenes adalah paling besar di dalam rumen sapi dan domba.
Pada rayap telah berhasil diisolasi beberapa jenis bakteri selulolitik seperti; Bacillus larvae, B. coagulans, B. pumilus dan Pediococcus (Purwadaria et al., 2003ab). Pada saluran pencernaan rayap Coptotermen curnignathus berhasil diisolasi bakteri Bacillus cereus, Enterobacter aerogenes, Enterobacter cloaceae, Chryseobacterium kwangyangense, Acinetobacter (Ramin et al., 2009). Tokuda et al. (1997) menyebutkan hampir semua rayap (termasuk rayap yang mengandung protozoa selulolitik dalam ususnya) memiliki endo-β-1,4 glukanase dan β -glukosidase pada bagian kelenjar ludah dan usus tengah. Pada rayap Coptotermes formosanus 75% aktivitas ekso- β-glukanase ditemukan di usus tengah.
(2)
Bakteri lain di alam yang memproduksi enzim selulase antara lain: Clostridium (C. acetobutylicum, C. thermomellum), Bacillus sp., Acidothermus, Pseudomonas (P. cellulosa), Rhodothermus (Anindyawati, 2010), Erwinia, Acetovibrio, Mikrobispora, Cellulomonas, Cellovibrio, Streptomyces, Sclerotium rolfisii dan P. Chrysosporium (Duff dan Murray, 1996; Indrawati Gandjar, 2006). 2.3.3 Bakteri pendegradasi hemiselulosa
Bakteri pendegradasi hemiselulosa adalah kelompok bakteri yang mampu mendegradasi/memecah senyawa hemiselulosa (Howard et al., 2003). Bakteri hemiselulolitik adalah bakteri yang mampu mendegradasi/memecah senyawa hemiselulosa. Beberapa jenis bakteri rumen diketahui menghasilkan enzim silanase. Enzim silanase termofilik dapat dihasilkan oleh kelompok bakteri Actinomycetes dan Thermonospora. Menurut Perez et al. (2002) silanase bakteri pada umumnya lebih stabil pada pengaruh temperatur dibandingkan silanase jamur. Lebih lanjut diungkapkan bahwa enzim silanase Actinobacteria bekerja aktif pada kisaran pH 6,0 – 7,0 sedangkan silanase jamur bekerja optimal pada pH 4,5 – 5,5. Beberapa jenis bakteri rumen, kolon dan caecum ruminansia (F. succinogenes, B. fibrisolvens, R. Albus) dan fungi rumen mampu menghasilkan enzim silanase (Madigan et al., 1997). Hemiselulase juga dihasilkan oleh berbagai mikrobia seperti Trichoderma, Aspergillus, Bacillus sp, Aeromonascaviae, Neurospora sitophila, Cryptococcus, Penicillium, Aureobasidium, Fusarium, Chaetomium, Phanerochaete, Rhizomucor, Humicola, Talaromyces, Clostridium sp, dll (Chandel et al., 2007; Ohara et al., 1998) yang dapat diisolasi dari berbagai sumber seperti sel tubuh hewan (seperti rayap, keong, siput), rumen, maupun sampah/limbah organik.
(3)
2.4 Kolon Sapi Bali dan Sampah Organik sebagai Sumber Inokulan
Inokulasi merupakan suatu proses penanaman mikroorganisme pada media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme yang ditanam (Dwidjoseputro, 1998). Inokulan merupakan senyawa yang mempunyai kemampuan mempercepat proses terjadinya fermentasi/degradasi substrat/material organik (baik secara langsung maupun tidak langsung). Dewasa ini, jenis inokulan yang dipergunakan dalam membantu proses fermentasi untuk memproduksi biosuplemen sudah banyak jenisnya. Inokulan isi rumen sapi, inokulan isi rumen kerbau dan inokulan rayap merupakan beberapa contoh inokulan yang sudah pernah diteliti dan menunjukkan hasil yang baik jika dipergunakan dalam upaya peningkatan kandungan nutrisi bahan pakan asal limbah pertanian melalui proses fermentasi (Wibawa et al., 2011; Mudita et al., 2012).
Inokulan umumnya berupa mikroorganisme, baik bakteri, jamur/fungi, protozoa, maupun mikroorganisme lainnya. Pemanfaatan mikrobia (khususnya bakteri) sebagai inokulan dalam proses biofermentasi limbah organik akan mengurangi resiko negatif yang dapat ditimbulkan oleh limbah dan bahkan akan mampu memberikan/menghasilkan produk bernilai ekonomis. Berbagai sumber bakteri pendegradasi limbah organik bersumber dari alam, baik berasal dari sampah/limbah organik, binatang pengerusak maupun limbah tidak berguna sangat potensial dimanfaatkan sebagai sumber inokulan ataupun sebagai sumber isolat (Purwadaria et al., 2003ab; 2004; Mudita et al., 2009). Limbah kolon sapi bali dan sampah organik merupakan sumber inokulan bakteri lignoselulolitik yang sangat potensial dalam mendegradasi senyawa lignoselulosa yang terkandung dalam limbah pertanian (Mudita et al., 2014).
(4)
Limbah kolon sapi merupakan limbah rumah potong hewan yang mengandung berbagai mikrobia (bakteri, protozoa dan fungi) dan berbagai enzim pendegradasi serat yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber inokulan ataupun sebagai sumber isolat serta mengandung berbagai nutrien available dan ready fermentable yang dapat dimanfaatkan sebagai medium inokulan (media pertumbuhan bakteri) (Arora, 1995; Hungate, 1966; Vanadianingrum, 2008). Kolon sapi kaya bakteri pendegradasi serat pakan baik bakteri lignolitik, selulolitik, hemiselulolitik, amilolitik, proteolitik maupun probiotik (Chiquette, 2009; Rigobelo dan Avila, 2012). Wahyudi (2009) menyatakan bahwa bakteri lignoselulolitik kolon dan sekum kerbau mempunyai kemampuan degradasi serat lebih tinggi dari bakteri rumen karena mampu berasosiasi dengan serat pakan yang tidak terdegradasi dalam rumen dan mempunyai aktivitas lignoselulase lebih tinggi. Wahyudi et al. (2010) berhasil mengisolasi 3 bakteri lignolitik, 111 bakteri xilanolitik, dan 262 bakteri selulolitik dari kolon kerbau.
Hasil penelitian Mudita et al. (2014) telah berhasil mengisolasi 10 isolat bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan 2 diantaranya yaitu isolat dengan kode BCC 4 LC dan BCC 12.1 LC mempunyai kemampuan degradasi substrat yang tinggi yaitu dengan luas zone bening masing-masing sebesar 3,357 cm2; 0,045 cm2; 4,206 cm2; 5,864 cm2 dan 3,130 cm2; 0,044cm2; 3,901 cm2; 5,759 cm2 untuk substrat lignoselulosa, asam tanat, CMC dan xylan. Pada hasil penelitian tersebut juga tampak bahwa isolat bakteri dengan kode BCC 4 LC dan BCC 12.1 LC mempunyai aktivitas enzim lignase, cellulase dan xilanase yang tinggi masing-masing sebesar 0,0563 U dan 0,0563 U; 0,0682 U dan 0,0716 U; 6,4018 U dan 21,3392 U. Populasi bakteri pada usus besar dan feses ternak
(5)
ruminansia termasuk golongan spesies bakteri yang juga terdapat di dalam rumen, yaitu termasuk dalam famili Bacteriodes, Fusobacterium, Streptococcus, Eubacterium, Ruminococcus dan Lactobacillus (Omed et al., 2000). Chiquette (2009) mengungkapkan bahwa dalam saluran pencernaan ruminansia terdapat berbagai bakteri probiotik (bakteri asam laktat) dari golongan Lactobacillus sp. (L. acidophillus, L. casei, L. crispatus, L. gallinarum, dll) dan Bifidobacterium sp. (B. adolescentis, B. breve, B. lactis, dll), bakteri asam laktat lain (Enterococcus faecalis, Lactococcus lactis, Leuconostoc mesenteroides) dan bakteri non laktat (Basillus cereus, Propionibacterium freudenreichii).
Sampah organik mengandung berbagai bakteri lignoselulolitik (Permana, 2008; Sarkar et al., 2011). Pathma dan Sakthivel (2012) mengungkapkan bahwa bakteri kompos sampah organik selain mampu mendegradasi lignoselulosa juga mampu mendegradasi antinutrisi, memproduksi antibiotika dan sebagai growth promotor. Ditambahkannya berbagai bakteri menguntungkan dapat diisolasi dari sampah organik seperti Bacillus spp, Bacillus megaterium, B. subtilis, B. pumilis, Rhizobium trifolli, R. japonicum, dll. Hasil penelitian Mudita et al. (2014) menunjukkan dari sampah organik telah berhasil diisolasi 7 isolat bakteri pendegradasi lignoselulosa dan 2 diantaranya yaitu isolat bakteri dengan kode BW 1 LC dan BW 4 LC mempunyai kemampuan degradasi substrat yang tinggi yaitu dengan luas zone bening masing-masing sebesar 2,314 cm2; 0,051 cm2; 1,548 cm2; 0,435 cm2 dan 3,603 cm2; 0,047 cm2; 1,565 cm2; 0,419 cm2 untuk substrat lignoselulosa, asam tanat, CMC dan xylan. Pada hasil penelitian tersebut juga tampak bahwa isolat bakteri dengan kode BW 1 LC dan BW 4 LC mempunyai
(6)
aktivitas enzim lignase, cellulase dan xilanase yang tinggi masing-masing sebesar 0,0597 U dan 0,0563 U; 0,0780 U dan 0,0759 U; 29,5806 U dan 32,3767 U.
Penelitian pemanfaatan konsorsium bakteri dari sumber yang berbeda sebagai sumber inokulan telah banyak dilakukan dalam optimalisasi pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak (Mudita et al., 2012; Wibawa et al., 2011). Hasil penelitian Dewi (2015) bahwa penggunaan kombinasi cairan rumen sapi bali 20% dan penggunaan rayap 0,2% atau 0,3% pada inokulan mampu meningkatkan populasi bakteri anaerob, bakteri selulolitik, dan fungi selulolitik. Mudita et al. (2012) menyatakan bahwa pemanfaatan konsorsium mikroba isi rumen sapi bali dan rayap dapat menghasilkan inokulan dengan kandungan makro dan mikro nutrien, daya degradasi substrat serta aktivitas enzim lignoselulosa yang sangat tinggi.