Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB V

฀A฀ V
HASIL PENELITIAN DAN PEM฀AHASAN
5.1. Komunikasi Antarpribadi Pasangan Perkawinan Campuran Etnis Sumba
dan ฀estern
฀ada hakikatnya hubungan antarpribadi adalah siklus, yaitu dimulai dari
perkenalan, menuju kebersamaan, menuju perpisahan, kembali rujuk, menuju
kebersamaan lagi, dan seterusnya. ฀ada setiap tahap dalam suatu hubungan
antarpribadi, komunikasi memainkan peran yang berbeda. Artinya tahap komunikasi
berperan sebagai pembuka pintu (฀n฀s฀ator), yaitu sarana yang menegaskan isiatif
untuk mengenal satu sama lain. ฀ada tahap kebersamaan, peranan komunikasi adalah
sebagai pemelihara (katal฀sator), supaya hubungan antarpribadi tetap harmonis. ฀ada
tahap ketika hubungan antarpribadi terancam putus, maka komunikasi berperan
sebagai perantara (med฀ator) agar antagonisme dapat diperkecil dan kembali lagi ke
dalam suasana kebersamaan yang harmonis (Suranto Aw 2011:40).
Tahapan hubungan antarpribadi dapat digambarkan sebagai proses hubungan
antar manusia menuju kepada kebersamaan. Kebersamaan adalah merupakan puncak
tahapan hubungan antarpribadi yang ditandai dengan tahapan karakter keharmonisan.
Bentuk nyata keterlibatan tahapan hubungan dalam komunikasi antarpribadi dapat
dilihat dalam penelitian ini. ฀elaku-pelaku komunikasi merujuk pada kemampuan
individu dalam melakukan kegiatan komunikasi sebagai pengirim dan penerima
pesan.

Mark Knapp dan Anita L. Vangelisti telah menguraikan kerangka tahapantahapan pengembangan hubungan komunikasi antarpribadi dimana setiap tahapan itu
sangat bermanfaat bagi pengembangan komunikasi dengan oranglain. Dalam
penelitian ini, tahap perkenalan antara pasangan perkawinan campuran dapat
tergambarkan tahapan hubungan komunikasi antarpribadi, sebagai berikut:

5.1.1. Tahap Perkenalan (Intiating)
Tahap ini ditandai adanya tindakan memulai (฀nt฀at฀ng), merupakan usaha awal,
komunikasi biasanya dilakukan dengan hati-hati agar terbentuk persepsi dan kesan
pertama yang baik. Tahap ini merupakan langkah pertama, fase kontak yang
permulaan, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari
reaksi kawannya. Tahap ini, dua atau beberapa orang memperhatikan dan
menyesuaikan perilaku satu sama lain. Seringkali pesan-pesan awal yang dipakai
seorang individu untuk penyesuaian adalah nonverbal—senyum, padangan sekilas,
jabat tangan, gerakan, atau penampilan. Jika hubungan berlanjut, akan muncul proses
pesan timbal balik secara progresif. Orang kedua bereaksi, dan reaksinya diperhatikan
dan ditanggapi oleh orang pertama, yang reaksinya dilanjutkan lagi dengan tindakan
oleh orang kedua, dan seterusnya.
Informan 1:
(Istri) “Kami awal kenal dulu waktu saya kerja di Hotel. Kebetulan suami
sering pulang-balik Bali untuk urusan bisnis dan dia sering menginap di

hotel tempat saya kerja. Kami sering ketemu tapi tidak saling bategur
karena belum saling kenal. Akhirnya waktu itu suami langsung minta
kenalan dengan saya” (Wawancara Senin, 4 Januari 2016 ฀ukul 16:30
WITA).
Dari ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini pasangan informan 1 telah
melakukan kontak pada tahap ini baik suami maupun istri sama-sama menangkap
informasi dari reaksi masing-masing. ฀ada tahap ini terlihat bahwa suami maupun
mulai saling memperhatikan satu dengan yang lain. Hingga pada akhirnya suami
mengajak istrinya untuk berkenalan.
Informan 2:
(Istri) “Saya dengan suami saling kenal bulan Juli tahun 2000, kami
bertemu di Bali kebetulan saya ke Bali untuk kursus komputer dan bahasa
inggris. Ada teman saya Melly waktu itu yang kerja di restaurant dia yang
kasih kenal dengan suami saya waktu itu. ฀as kenalan kita rame-rame
waktu itu, jadi saya punya suami ini traktir kami semua minum bir. Tapi
dia lihat saya tidak ikut minum bir jadi dia tanya, kamu tidak minum bir?
Saya bilang sama dia saya tidak minum, minuman beralkohol jadi dia

langsung beli kasih saya fanta” (Wawancara 18 Januari 2016 pukul 11:42
WITA)

Ungkapan informan 2 menunjukkan pada tahap ini terlihat bahwa pasangan istri
sudah membuka diri terlihat pada saat istri menunjukkan kebiasaan hidupnya bahwa
dia bukan pemabuk. ฀ada tahap ini suami memperlihatkan sikap empati dan sikap
saling menghargai yang ditunjukkan saat istri mengatakan tidak minum bir, dia
segera membelikan fanta sebagai ganti bir. ฀ada tahap awal ini terlihat komunikasi
yang dilakukan keduanya lebih hati-hati agar terbentuk persepsi dan kesan pertama
yang baik dengan memperhatikan dan menyesuaikan perilaku satu sama lain.
Informan 3:
(Istri) “Dulu saya dengan suami saling kenal karena ketemu di ฀anti
Asuhan Hammu ฀angia di Sumba tahun 2012. Waktu itu, suami datang di
Sumba untuk kerja sebagai relawan sosial (volunteer) dalam rangka
pelayanan sosial selama tiga bulan. Waktu itu kepala pengurus panti
asuhan Hammu ฀angia itu saya, jadi kami saling kenalan sudah waktu itu,
begitu sudah awal kami dua saling kenal” (Wawancara 19 Januari 2016
pukul 11.13 WITA).
Dari ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini pasangan informan 3
keduanya melakukan kontak karena urusan pekerjaan atau tugas kerja, suami
sebagai relawan sosial (volunteer) dan istri sebagai kepala panti asuhan sehingga
keduanya saling mengenal satu dengan yang lain.


5.1.2. Penjajakan (Exprementing)
Tahap ini merupakan usaha mengenal diri orang lain. Tahap kedua
pengembangan hubungan, eksplorasi dilakukan segera setelah waktu pertemuan awal
karena peserta mulai mengekplorasi potensi oranglain dan kemungkinan untuk
mewujudkan hubungan. Tahap ini dicirikan oleh pembicaraan kecil tapi arti penting
pembicaraan ini tidak kecil. Semua hubungan dimulai dengan para peserta mencoba
untuk mengetahui informasi tentang satu sama lain. Saling mengamati seperti apa
seseorang yang tampak dari luar, kita perlu tahu seperti apa orang itu dari sisi
“dalam” agar ada peluang untuk berbicara secara nyaman tentang suatu topik dengan
lebih mendalam. ฀ada tahap ini masing-masing pihak berusaha menggali informasi
tentang gaya, motif, minat dan nilai dari orang lain. ฀engetahuan ini berfungsi
sebagai dasar untuk menilai manfaat melanjutkan hubungan. Untuk menggambarkan
tahap penjajakan yang terwujud dalam penelitian ini, dapat tergambar dalam interaksi
para informan sebagai berikut:
Informan 1:
(Istri) “฀as sudah saling kenal, suami omong sama saya kalau ternyata dia
sudah sering perhatikan saya di tempat kerja dan dia saya bilang sama
saya kalau dia suka sama saya” (Wawancara Senin, 4 Januari 2016 ฀ukul
16:30 WIB).
Dari ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini keduanya sudah saling

mengenal dan terlihat suami telah berbicara jujur kalau dia telah mengamati istrinya,
hal ini menunjukkan bahwa pada tahap ini pasangan ini telah hubungan pertemanan
mereka sudah cukup akrab. Terlihat pada tahap ini suami mengungkapkan perasaan
cintanya. Hal ini dapat mempengaruhi pola pikir istrinya dan dapat membangun sikap
kepercayaan istri terhadap suaminya sehingga keduanya dapat saling menilai. Hal ini
menandai bahwa pada tahap ini pasangan informan 1 memutuskan untuk melanjutkan
hubungan mereka.

Informan 3:
(Istri) “฀as sudah dua bulan kenal, suami omong kalau dia suka sama
saya, saya sebenarnya secara pribadi tertarik dengan dia karena yang saya
lihat dia orangnya baik hati dan sangat tulus” (Wawancara 19 Januari
2016 pukul 11.13 WIB).
(Suami) “Sejak awal bertemu, saya sebenarnya sudah tertarik dengan dia,
tertarik disini bukan karena saya lihat fisiknya, tetapi karena kepribadian,
ketulusan hati, dan karakternya yang membuat saya jatuh hati, setelah
kenal saya berusaha untuk dekat dengan dia dan karena saya rasa kami
sudah cukup dekat, saya memberanikan diri untuk mengungkapkan
perasaan saya ke dia” (Wawancara 19 Januari 2016 pukul 11.13 WIB).
Berdasarkan ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini pasangan ini telah

melakukan pendekatan satu dengan yang lain selama dua bulan. Setelah mereka
saling mengenal satu dengan yang lain suamipun menyatakan perasaannya dan
mengakui dia memiliki ketertarikan dengan istrinya sejak awal pertemuan. ฀ada tahap
ini keduanya sudah saling membuka diri dan mengakui ketertarikan mereka terhadap
pasangannya. Hal ini menandai bahwa pasangan informan 3 memutuskan untuk
melanjutkan hubungan mereka.
Informan 2:
(Istri) “Habis ketemu di restaurant, suami ajak saya untuk ketemu lagi
besoknya. Tapi karena saya salah tempat dan kami dua tidak saling
komunikasi, kami akhirnya tidak ketemu. Malamnya dia telepon lewat
Melly dan omong dengan saya, dia marah-marah karena dia bilang saya
ingkar janji, saya juga marah karena saya juga tunggu dan saya pikir dia
tidak datang, karena dia tidak percaya saya minta Melly jelaskan sama
dia, akhirnya Melly jelaskan sama dia dan dia minta maaf sudah waktu
itu. Akhirnya dia minta untuk ketemu lagi besoknya di Legian. ฀as kami
dua ketemu di Legian, kita saling cerita, dia sudah yang banyak tanya
baru dia minta email dan nomor telepon karena dia tinggal 2 hari mau
pulang ke Jerman. Setelah dia pulang ke Jerman dia kirim email kasih
saya setiap hari kadang juga dia telepon” (Wawancara 18 Januari 2016
pukul 11:42 WITA).


Ungkapan informan 2 menunjukkan bahwa pada tahap ini terlihat pasangan ini
mengalami kesalahpahaman komunikasi namun keduanya mau saling mendengarkan
penjelasan masing-masing, mengakui kesalahan dan mau memaafkan sehingga
mereka dapat kembali berkomunikasi. ฀ada tahap ini terlihat setelah pertemuan awal
tampak suami memiliki usaha untuk mengenal istrinya lebih dekat terlihat saat suami
mengajak istrinya untuk bertemu setelah pertemuan pertama. ฀ada tahap ini juga
terlihat keduanya sudah saling membuka diri dengan saling memberikan informasi
pribadi yaitu alamat email dan nomor telepon untuk tetap terus berkomunikasi. Hal
ini menandai bahwa pasangan informan 2 ingin melanjutkan hubungan mereka.
5.1.3. Penggiatan (Intensifying stage)
Tahap penggiatan (฀ntens฀fy฀ng) menandai awal keintiman, berbagai informasi
pribadi status kenalan menjadi akrab sehingga banyak perubahan cara berkomunikasi.
Derajat keterbukaan menjadi lebih besar. Frekuensi berkomunikasi juga semakin
tinggi. Jika hubungan berlanjut, mereka mesti mendapatkan cukup banyak
pengetahuan tentang satu sama lain, dan pada saat yang sama, membuat sejumlah
aturan bersama, bahasa bersama, dan memahami ciri-ciri hubungan ritual. Orang pada
tahap ini lebih cenderung untuk berbagi rahasia lebih dalam dan masing-masing pihak
juga menunjukkan sikap untuk menepati komitmen. Tahap penggiatan tampak dalam
penelitian ini sebagai berikut:

Informan 1:
(Istri) Habis dia omong kalau dia suka sama saya, sebenarnya saya tidak
tertarik dengan bule tapi saya pikir tidak ada salahnya saya coba dulu
jalani, jadi waktu itu saya bilang sama dia kalau saya juga suka sama dia.
Akhirnya, kami dekat selama dua bulan untuk saling kenal kepribadian
masing-masing” (Wawancara Senin, 4 Januari 2016 ฀ukul 16:30 WITA).
Ungkapan di atas menunjukkan pada tahap ini terlihat bahwa istri
memperlihatkan keterbukaan diri dimana yang pada awalnya istri tidak tertarik
dengan pria western tetapi dia mau mencoba untuk menjalin hubungan dengan pria
western. Tahap ini terlihat bahwa mereka lebih terbuka satu sama lain dimana mereka
mulai berbagi tentang perasaan cinta yang mereka nyatakan secara personal. ฀ada

tahap ini keduanya menunjukkan sikap untuk menepati komitmen secara pribadi
dengan proses saling mengenal kepribadian pasangan masing-masing.
Informan 2:
(Istri) “฀as dia di Jerman dia kirim email untuk saya setiap hari, kadang
juga dia telepon saya tapi lewat nomor H฀nya Melly. Nah, pas satu kali
dia kirim email dia bilang kalau suka sama saya. Waktu itu saya masih
tidak percaya karena saya pikir dia selama ini naksir dengan Melly, tapi
dia bilang saya suka sama kamu, dia kirim saya punya foto lewat email

dan dia bilang kalau dia naksir dengan saya. Saya langsung bilang suka
juga sama dia. Jadi bulan oktober 2001 dia datang Jerman ke Bali selama
dua minggu untuk ketemu saya. Dia datang supaya kami dua bisa saling
kenal satu sama lain dan supaya tahu kami dua cocok atau tidak”
(Wawancara 18 Januari 2016 pukul 11:42 WITA).
Dari ungkapan di atas menunjukkan bahwa pada tahap ini hubungan keduanya
semakin intim, terlihat frekuensi komunikasi semakin tinggi atau intens dimana
keduanya berkomunikasi lewat email setiap hari. ฀ada ini terlihat juga tingkat
keterbukaan sudah semakin besar terlihat saat suami menyatakan perasaan cintanya.
Jarak sebagai rintangan hubungan mereka bukan lagi menjadi masalah bagi kedua
pasangan ini. ฀ada tahap ini terlihat suami menepati komitmen datang di Bali untuk
saling mengenal pasangannya secara personal.
Informan 3:
(Istri) “Waktu dia bilang kalau dia suka dengan saya, saya juga bilang
saya suka sama dia. Jadi waktu itu kami dua pacaran. Sebelum dia pulang
ke Belanda, kami dua saling tukar nomor telepon dan id skype supaya
bisa terus berkomunikasi. ฀as dia di Belanda, komunikasi kami lancar
setiap hari telepon dan videocall lewat skype selama beberapa bulan
sebelum dia datang kembali lagi ke Sumba” (Wawancara 19 Januari 2016
pukul 11.13 WITA).

Ungkapan di atas menunjukkan bahwa pada tahap ini pasangan informan 3
sikap keterbukaan keduanya sudah semakin besar terlihat pada tahap ini mereka
menyatakan perasaan cinta mereka masing-masing sehingga hubungan mereka makin
intim. Frekuensi komunikasi keduanya semakin tinggi terlihat dimana mereka
melakukan komunikasi melalui skype dan telepon setiap hari. Jarak sebagai rintangan

hubungan mereka bukan lagi menjadi masalah bagi pasangan ini. ฀ada tahap ini
keduanya menunjukkan sikap menepati komitmen untuk tetap saling berkomunikasi
setiap hari selama beberapa bulan.
5.1.4. Pengikatan (Bonding)
Tahap pengikatan (bond฀ng) dalam hubungan cinta, ikatan formal dapat berupa
cincin pertunangan atau pernikahan. Formalisasi merupakan tahap penting dalam
hubungan apapun. Ini adalah tahap dimana orang mengumumkan kepada dunia
bahwa mereka berjanji satu sama lain. Janji ini bisa diperlihatkan secara non-verbal
misalnya dengan cincin pertunangan. Selama tahap ini, masing-masing pihak
berpartisipasi dalam membangun aturan hubungan, termasuk pengembangan simbol
kebersamaan dan karakteristik pola percakapan yang disukai. Hal ini tampak sebagai
berikut:
Informan 1:
(Istri) “Setelah ฀DKT selama 2 bulan dan kami dua rasa cocok akhirnya

kami sepakat untuk nikah gereja di Melolo, Sumba Timur pada tahun
2009” (Wawancara Senin, 4 Januari 2016 ฀ukul 16:30 WITA).
Ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini, keduanya mencapai
kebersamaan hubungan dimana terlihat pada tahap ini keduanya melakukan
pengikatan hubungan mereka melalui pernikahan.
Informan 2:
(Istri) “Karena saya dengan suami sudah rasa dekat dan saling mencintai,
suami suruh saya bikin passport dan tahun 2001 saya berangkat ke
Jerman tanpa satu kata bahasa Jerman. Saya hanya dapat visa 3 bulan saja
dan 18 April 2001 kami menikah di pemerintahan di Jerman karena
sistem disini harus menikah pertama di pemerintah dulu baru di gereja
jadi kami menikah secara pemerintahan dulu habis itu kami nikah gereja
bulan Mei” (Wawancara 18 Januari 2016 pukul 11:42 WITA).
Ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini pasangan informan 2 telah
melakukan pengikatan hubungan mereka dengan ikatan pernikahan.

Informan 3:
(Istri) “Sebelum pulang ke Belanda suami ngomong dengan saya secara
personal kalau dia akan kembali ke Sumba. Dia kasih saya mamuli mas
Sumba sebagai ikatan hubungan dan janji antara saya dan dia, mamuli ini
juga tanda pengikat supaya saya jangan nikah dengan oranglain”
(Wawancara 19 Januari 2016 pukul 11.13 WITA).
Ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini pasangan informan 1 melakukan
pengikatan hubungan mereka melalui janji dan ikatan. Janji dilakukan oleh suami
dimana suami berjanji untuk kembali ke Sumba dan menikahi istrinya, janji ikatan
formal diperlihatkan melalui ikatan formal berupa pemberian mamuli mas oleh suami
kepada istri sebagai ganti cincin tanda ikatan hubungan cinta mereka.
5.1.5. Kebersamaan
Kebersamaan,

tahap

ini

merupakan

puncak

keharmonisan

hubungan

antarpribadi. Hakikat kebersamaan adalah bahwa mereka menerima seperangkat
aturan yang mengatur hidup mereka bersama secara tulus. Tahapan hubungan
antarpribadi dapat digambarkan sebagai proses hubungan antar manusia menuju
kepada kebersamaan.
Tahap ini mereka membuat keputusan (dec฀s฀on) dan komitmen (comm฀tment)
untuk tetap bersama dengan pasangan dalam hidupnya. Komitmen dapat bermakna
mencurahkan perhatian, melakukan sesuatu untuk menjaga hubungan mereka tetap
langgeng, melindungi hubungan mereka dari bahaya, dan memperbaiki bila hubungan
mereka bila dalam keadaan kritis. ฀ada dimensi ini seseorang memikirkan tentang
pernikahan. Alasan utama untuk melakukan pernikahan adalah karena adanya cinta
dan komitmen yang dibagi bersama pasangan. ฀asangan memiliki hasrat untuk
membagi dirinya dalam hubungan yang berlanjut dan hangat (Turner & Helms, dalam
Kurniawati 2014:55).
Kebersamaan adalah puncak tahapan hubungan antarpribadi yang ditandai
dengan karakter keharmonisan. Keharmonisan ditandai adanya kecocokan baik itu
dalam hal karakter kepribadian, sikap dan selera yang mengimbanginya. Hal ini
terwujud dalam penelitian ini yang dialami oleh semua informan:

Informan 1:
(Istri) “฀as kami sudah saling janji untuk serius, saya dengan dia ฀DKT
selama 2 bulan lagi dan karena kami dua rasa cocok akhirnya kami
sepakat untuk nikah gereja di Melolo, Sumba Timur pada tahun 2009”
(wawancara Senin, 4 Januari 2016 ฀ukul 16:30 WITA).
Informan 2:
(Istri) “Karena saya dengan suami sudah rasa dekat dan saling mencintai,
suami suruh saya bikin passport dan tahun 2001 saya berangkat ke
Jerman tanpa satu kata bahasa Jerman. Saya hanya dapat visa 3 bulan saja
dan 18 April 2001 kami menikah di pemerintahan di Jerman karena
sistem disini harus menikah pertama di pemerintah dulu baru di gereja
jadi kami menikah secara pemerintahan dulu habis itu kami nikah gereja
bulan Mei 2001” (Wawancara 18 Januari 2016 pukul 11:42 WITA).
Informan 3:
(Istri) “Selama kami komunikasi walaupun long d฀stance kami dua
merasa ada kecocokan diantara kami, Jadi tahun 2013 suami saya datang
ke Sumba sama-sama dengan dia punya keluarga dari Belanda untuk
masuk minta dan ikut prosesi adat pernikahan Sumba. Setelah proses adat
selesai, bulan Oktober tahun 2014 kami nikah gereja” (Wawancara 19
Januari 2016 pukul 11.13 WITA).
Dari ungkapan ketiga informan di atas menunjukkan bahwa pada tahap ini
ketiga informan ini mencapai puncak tahapan hubungan antarpribadi dimana pada
tahap ini mereka membuat keputusan (dec฀s฀on) dan komitmen (comm฀tment) untuk
tetap bersama dengan pasangan dalam hidupnya dinyatakan dalam pernikahan.
฀ada tahapan-tahapan pengembangan hubungan komunikasi antarpribadi
terlihat bahwa pada tahap pengikatan hubungan pasangan Informan 1 dan Informan
2 kedua pasangan ini telah mencapai puncak hubungan yang ditandai dengan
pernikahan sehingga dapat dikatakan bahwa teori Mark Knapp & Anita Vangelisti ini
tidak berlaku bagi pasangan Informan 1 dan Informan 2 karena pasangan ini tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai puncak hubungan dan kedua
pasangan ini tidak membutuhkan tahapan hubungan untuk mencapai puncak
hubungan yaitu kebersamaan.

Berbeda dengan pasangan Informan 3, terlihat bahwa pasangan Informan 3
memasuki semua tahapan-tahapan pengembangan hubungan mulai dari tahap pertama
hingga pada tahap yang terakhir sehingga dapat dikatakan teori Mark Knapp & Anita
Vangelisti ini cocok untuk pasangan Informan 3 karena pasangan ini membutuhkan
tahapan-tahapan untuk mencapai puncak hubungan yaitu kebersamaan.
5.2.

Penetrasi Sosial Pasangan Perkawinan Campuran Etnis Sumba dan
฀estern
Menurut Altman & Taylor komunikasi adalah faktor penting dalam

mengembangkan dan memelihara hubungan antarpribadi dan komunikasi antarpribadi
adalah sebuah proses perkembangan yang terjadi melalui tahapan-tahapan. Teori ini
memfokuskan diri pada pengembangan hubungan. Hal ini terutama berkaitan dengan
perilaku antarpribadi yang nyata dalam interaksi sosial dan proses-proses kognitif
internal yang mendahului, menyertai, dan mengikuti pembentukan hubungan. ฀roses
penetrasi sosial berlangsung secara bertahap dan teratur dari sifatnya di permukaan ke
tingkat yang akrab mengenai pertukaran sebagai fungsi baik mengenai hasil yang
segera maupun yang diperkirakan. ฀erkiraan meliputi estimasi mengenai hasil-hasil
yang potensial dalam wilayah pertukaran yang lebih akrab, potensial dan memuaskan.
Daya tarik awal dan pertemuan yang mengarah ke kencan, cinta dan
perkawinan mulanya sebagai kontak biasa, dan berkembang melalui tahap-tahap
peningkatan keintiman. Dalam hal ini, terdapat empat tahapan perkembangan
hubungan antar individu, atau dengan kata lain proses penetrasi sosial terdiri atas
empat tahapan sebagai berikut: (1) Tahapan orientasi; (2) tahap eksplorasi pertukaran
emosi; (3) tahap pertukaran emosi spontan; (4) tahap pertukaran stabil (Morissan
2010:191-192).

5.2.1. Tahap Orientasi (Orientation Stage)
Tahap orientasi diandaikan lapisan terluar kulit bawang. Tahap orientasi ini
terjadi pada level publik dimana komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi
(฀mpersonal). ฀ara individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi yang
bersifat sangat umum dan yang terbuka bagi umum, apa yang biasa kita perlihatkan
kepada orang lain secara umum dan tidak ditutup-tutupi. Ucapan atau komentar yang
disampaikan orang biasanya bersifat basa-basi yang hanya menunjukkan informasi
permukaan atau apa saja yang tampak secara kasat mata pada diri individu. Dalam
penelitian ini, tahap orientasi hubungan antara pasangan perkawinan campuran dapat
tergambarkan dalam tahap penetrasi sosial komunikasi antarpribadi, sebagai berikut:
Informan 1:
(Istri) “Kami awal kenal dulu waktu saya kerja di Hotel. Kebetulan suami
sering pulang-balik Bali untuk urusan bisnis dan dia sering menginap di
hotel tempat saya kerja. Kami sering ketemu tapi tidak saling bategur
karena belum saling kenal. Akhirnya waktu itu suami langsung minta
kenalan dengan saya” (Wawancara Senin, 4 Januari 2016 ฀ukul 16:30
WITA).
Dari ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini pasangan informan 1 telah
keduanya terlibat dalam tahap orientasi dimana mereka saling mengetahui informasi
yang bersifat sangat umum tentang pasangannya masing-masing, terlihat istri
mengetahui bahwa suaminya sering pulang-balik Bali dan menginap di hotel tempat
dia bekerja. ฀ada tahap ini terlihat suami mengajak istrinya untuk berkenalan.
Informan 2:
(Istri) “Saya dengan suami saling kenal bulan Juli tahun 2000, kami
bertemu di Bali kebetulan saya ke Bali untuk kursus komputer dan bahasa
inggris. Ada teman saya Melly waktu itu yang kerja di restaurant dia yang
kasih kenal dengan suami saya waktu itu. ฀as kenalan kita rame-rame
waktu itu, jadi saya punya suami ini traktir kami semua minum bir. Tapi
dia lihat saya tidak ikut minum bir jadi dia tanya, kamu tidak minum bir?
Saya bilang sama dia saya tidak minum, minuman beralkohol jadi dia
langsung beli kasih saya fanta sudah” (Wawancara 18 Januari 2016 pukul
10:44 WITA).

Ungkapan di atas menunjukkan pada tahap ini pasangan informan 2 terlihat
bahwa istri mulai membuka diri dengan menunjukkan kebiasaan hidupnya bahwa dia
bukan pemabuk. ฀ada tahap ini suami memperlihatkan sikap empati dan sikap saling
menghargai yang ditunjukkan saat istri mengatakan tidak minum bir, dia segera
membelikan fanta sebagai ganti bir. ฀ada tahap awal ini terlihat komunikasi yang
dilakukan keduanya lebih hati-hati agar terbentuk persepsi dan kesan pertama yang
baik dengan memperhatikan dan menyesuaikan perilaku satu sama lain.
Informan 3:
(Istri) “Dulu saya dengan suami saling kenal karena ketemu di ฀anti
Asuhan Hammu ฀angia di Sumba tahun 2012. Waktu itu, suami datang di
Sumba untuk kerja sebagai relawan sosial (volunteer) dalam rangka
pelayanan sosial selama tiga bulan. Waktu itu kepala pengurus panti
asuhan Hammu ฀angia itu saya, jadi kami saling kenalan sudah waktu itu,
begitu sudah awal kami dua saling kenal” (Wawancara 19 Januari 2016
pukul 11.13 WITA).
Dari ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini pasangan informan 3
keduanya terlibat kontak karena urusan pekerjaan atau tugas kerja, suami sebagai
relawan sosial (volunteer) dan istri sebagai kepala panti asuhan sehingga keduanya
saling mengenal satu dengan yang lain. ฀ada tahap ini terlihat bahwa keduanya
berkomunikasi menyampaikan informasi yang bersifat sangat umum saja.

5.2.2. Tahap Eksplorasi Pertukaran Emosi
Tahap eksplorasi pertukaran emosi (lapisan kulit bawang kedua). Tahap ini
terjadi ketika orang mulai memunculkan kepribadian mereka kepada orang lain. Apa
yang sebelumnya merupakan wilayah privat, sekarang menjadi wilayah publik. Orang
mulai menggunakan pilihan kata-kata atau ungkapan yang bersifat lebih personal.
Tahap ini merupakan tahap yang menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut
ataukah tidak. Untuk menggambarkan tahap eksplorasi pertukaran emosi yang
terwujud dalam penelitian ini, dapat tergambar dalam interaksi para informan sebagai
berikut:
Informan 1:
(Istri) “฀as sudah saling kenal, suami omong sama saya kalau ternyata dia
sudah sering perhatikan saya di tempat kerja dan dia saya bilang sama
saya kalau dia suka sama saya” (Wawancara Senin, 4 Januari 2016 ฀ukul
16:30 WITA).
Dari ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini keduanya sudah saling
mengenal dan terlihat suami mulai memunculkan kepribadiannya dengan berbicara
jujur kalau dia telah mengamati istrinya, hal ini menunjukkan bahwa pada tahap ini
pasangan ini telah hubungan pertemanan mereka sudah cukup akrab. Terlihat pada
tahap ini suami mengungkapkan perasaan cintanya. Hal ini dapat mempengaruhi pola
pikir istrinya dan dapat membangun sikap kepercayaan istri terhadap suaminya
sehingga keduanya dapat saling menilai. Hal ini menandai bahwa pada tahap ini
pasangan informan 1 memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka.
Informan 3:
(Istri) “฀as sudah dua bulan kenal, suami omong kalau dia suka sama
saya, saya sebenarnya secara pribadi tertarik dengan dia karena yang saya
lihat dia orangnya baik hati dan sangat tulus” (Wawancara 18 Januari
2016 pukul 10:44 WITA).
(Suami) “Sejak awal bertemu, saya sebenarnya sudah tertarik dengan dia,
tertarik disini bukan karena saya lihat fisiknya, tetapi karena kepribadian,
ketulusan hati, dan karakternya yang membuat saya jatuh hati, setelah
kenal saya berusaha untuk dekat dengan dia dan karena saya rasa kami

sudah cukup dekat, saya memberanikan diri untuk mengungkapkan
perasaan saya ke dia” (Wawancara 19 Januari 2016 pukul 11.13 WITA).
Berdasarkan ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini pasangan ini mulai
memunculkan kepribadian mereka lewat proses pendekatan satu dengan yang lain
selama dua bulan. Setelah mereka saling mengenal satu dengan yang lain suamipun
mengungkapkan perasaan cintanya dan mengakui ketertarikannya dengan istrinya
sejak awal pertemuan. ฀ada tahap ini keduanya tidak terlalu berhati-hati dalam
mengungkapkan perasaan cinta mereka juga mengakui adanya ketertarikan satu
dengan yang lainya. Hal ini menandai bahwa pasangan informan 3 memutuskan
untuk melanjutkan hubungan mereka.
Informan 2:
(Istri) “Habis ketemu di restaurant, suami ajak saya untuk ketemu lagi
besoknya. Tapi karena saya salah tempat dan kami dua tidak saling
komunikasi, kami akhirnya tidak ketemu. Malamnya dia telepon lewat
Melly dan omong dengan saya, dia marah-marah karena dia bilang saya
ingkar janji, saya juga marah karena saya juga tunggu dan saya pikir dia
tidak datang, karena dia tidak percaya saya minta Melly jelaskan sama
dia, akhirnya Melly jelaskan sama dia dan dia minta maaf sudah waktu
itu. Akhirnya dia minta untuk ketemu lagi besoknya di Legian. ฀as kami
dua ketemu di Legian, kita saling cerita, dia sudah yang banyak tanya
baru dia minta email dan nomor telepon karena dia tinggal 2 hari mau
pulang ke Jerman. Setelah dia pulang ke Jerman dia kirim email kasih
saya setiap hari kadang juga dia telepon” (Wawancara 18 Januari 2016
pukul 10:44 WITA).
Ungkapan informan 2 menunjukkan bahwa pada tahap ini terlihat pasangan ini
mengalami kesalahpahaman komunikasi namun keduanya mau saling mendengarkan
penjelasan masing-masing, mengakui kesalahan dan mau memaafkan sehingga
mereka dapat kembali berkomunikasi. ฀ada tahap ini terlihat setelah pertemuan awal
tampak suami memiliki usaha untuk mengenal istrinya lebih dekat terlihat saat suami
mengajak istrinya untuk bertemu setelah pertemuan pertama. ฀ada tahap ini juga
terlihat komunikasi keduanya berlangsung lebih spontan dan tidak terlalu berhati-hati.
Terlihat keduanya saling terbuka dengan saling memberikan informasi pribadi yaitu

alamat email dan nomor telepon untuk tetap terus berkomunikasi. Hal ini menandai
bahwa pasangan informan 2 ingin melanjutkan hubungan mereka.
5.2.3. Tahap Pertukaran Afektif (Affective Exchange)
Tahap pertukaran emosi (lapisan kulit bawang ketiga). Tahap ini ditandai
dengan munculnya hubungan antara individu yang lebih intim. Tahap ini
memusatkan perasaan pada tingkat yang lebih dalam bersifat pribadi. Masing-masing
sudah mulai membuka diri dengan informasi diri yang sifatnya lebih pribadi. ฀ada
tahap ini muncul perasaan kritis dan evaluatif pada level yang lebih dalam. Interaksi
yang terjadi biasanya bersifat lebih ramah dan santai dan jalan menuju ke wilayah
lanjutan yang bersifat akrab dimulai. Tahap ini merupakan tahap peralihan ke tingkat
yang paling tinggi mengenai pertukaran keakraban. ฀entingnya pada tahap ini ialah
bahwa rintangan telah disingkirkan dan kedua pihak belajar banyak mengenal satu
sama lain dan sedikit hambatan untuk saling mendekatkan diri. Seperti terlihat dalam
interaksi pasangan informan sebagai berikut:
Informan 1:
(Istri) Habis dia omong kalau dia suka sama saya, sebenarnya saya tidak
tertarik dengan bule tapi saya pikir tidak ada salahnya saya coba dulu
jalani, jadi waktu itu saya bilang sama dia kalau saya juga suka sama dia.
Akhirnya, kami dekat selama dua bulan untuk saling kenal kepribadian
masing-masing” (Wawancara Senin, 4 Januari 2016 ฀ukul 16:30 WITA).
Ungkapan diatas menunjukkan pada tahap ini terlihat bahwa pengambilan
keputusan secara cepat yang dilakukan oleh istri dengan mau mencoba untuk
menjalin hubungan dengan pria western yang awalnya dia tidak tertarik dengan pria
western. Tahap ini terlihat bahwa hubungan keduanya lebih intim dan lebih terbuka
satu sama lain terlihat saat mereka mulai berbagi tentang perasaan cinta nyatakan
perasaan mereka secara personal. Sehingga keduanya membuat komitmen yang lebih
besar untuk masuk pada proses pengenalan kepribadian pasangan masing-masing.

Informan 2:
(Istri) “฀as dia di Jerman dia kirim email untuk saya setiap hari, kadang
juga dia telepon saya tapi lewat nomor H฀nya Melly. Nah, pas satu kali
dia kirim email dia bilang kalau suka sama saya. Waktu itu saya masih
tidak percaya karena saya pikir dia selama ini naksir dengan Melly, tapi
dia bilang saya suka sama kamu, dia kirim saya punya foto lewat email
dan dia bilang kalau dia naksir dengan saya. Saya langsung bilang suka
juga sama dia. Jadi bulan oktober 2001 dia datang Jerman ke Bali selama
dua minggu untuk ketemu saya. Dia datang supaya kami dua bisa saling
kenal satu sama lain dan supaya tahu kami dua cocok atau tidak”
(Wawancara 18 Januari 2016 pukul 10:44 WITA).
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa pada tahap ini hubungan pasangan
informan 2 terlihat lebih intim hal ini tampak dari cara keduanya berkomunikasi
tampak lebih santai dan tanpa beban dimana keduanya intens berkomunikasi lewat
email setiap hari. ฀ada tahap ini terlihat tingkat keterbukaan semakin besar dimana
suami lebih nyaman menyatakan tentang perasaan cintanya. Jarak sebagai rintangan
hubungan mereka bukan lagi menjadi masalah bagi kedua pasangan ini. ฀ada tahap
ini suami menepati komitmen yang lebih besar datang di Bali untuk dapat saling
mengenal dengan pasangannya secara personal.
Informan 3:
(Istri) “Waktu dia bilang kalau dia suka dengan saya, saya juga bilang
saya suka sama dia. Jadi waktu itu kami dua pacaran. Sebelum dia pulang
ke Belanda, kami dua saling tukar nomor telepon dan id skype supaya
bisa terus berkomunikasi. ฀as dia di Belanda, komunikasi kami lancar
setiap hari telepon dan v฀deocall lewat skype selama beberapa bulan
sebelum dia datang kembali lagi ke Sumba” (Wawancara 19 Januari 2016
pukul 11.13 WITA).
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa pada tahap ini hubungan keduanya lebih
intim terlihat pada tahap ini mereka lebih santai dan nyaman menyatakan perasaan
cinta mereka masing-masing. Frekuensi komunikasi keduanya semakin tinggi terlihat
komunikasi yang mereka lakukan setiap hari lewat media skype dan telepon. Jarak
sebagai rintangan hubungan mereka bukan lagi menjadi masalah bagi kedua pasangan

ini. ฀ada tahap ini suami-istri membuat komitmen yang lebih besar untuk tetap saling
berkomunikasi setiap hari selama beberapa bulan.
5.2.4. Tahap Pertukaran Stabil (Stable Exchange Stage)
Tahap pertukaran stabil atau lapisan inti bawang ditandai dengan ungkapan
pikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka yang menghasilkan derajat spontanitas
tinggi dan sifat hubungan yang unik. Informasi yang dibicarakan sudah sangat intim
dan menjadi inti dari pribadi masing-masing pasangan. ฀ada tahap ini individu mulai
membangun sistem komunikasi personal mereka yang menurut Altman dan Taylor
akan menghasilkan komunikasi yang efisien.
Informan 1:
(Istri) “Dari awal pacaran, saya omong sama suami saya seperti ini, saya
sudah umur 30 tahun, artinya kalau kamu benar mau sama saya kamu
juga harus mau bina ini hubungan ke tahap yang lebih serius, karena saya
tidak punya waktu untuk pacaran main-main. Jadi, waktu itu kami dua
saling komitmen untuk pacaran serius” (Wawancara Senin, 4 Januari
2016 ฀ukul 16:30 WITA).
Ungkapan di atas terlihat bahwa pada tahap ini, hubungan keduanya sudah
sangat intim hal ini terlihat dengan ungkapan pikiran, perasaan dan perilaku secara
terbuka dengan saling berjanji untuk menjalani hubungan yang serius.
Informan 2:
(Istri) “Karena saya dengan suami sudah rasa dekat dan saling mencintai,
suami suruh saya bikin passport dan tahun 2001 saya berangkat ke
Jerman tanpa satu kata bahasa Jerman. Saya hanya dapat visa 3 bulan saja
dan 18 April 2001 kami menikah di pemerintahan di Jerman karena
sistem disini harus menikah pertama di pemerintah dulu baru di gereja
jadi kami menikah secara pemerintahan dulu habis itu kami nikah gereja
bulan Mei 2001” (Wawancara 18 Januari 2016 pukul 10:44 WITA).
Ungkapan informan 2 menunjukkan bahwa pada tahap ini hubungan keduanya
sudah sangat intim ditandai dengan ungkapan pikiran, perasaan dan perilaku secara
terbuka yang dilakukan pasangan ini lewat ikatan hubungan pernikahan.

Informan 3:
(Istri) “Sebelum pulang ke Belanda suami ngomong dengan saya secara
personal kalau dia akan kembali ke Sumba. Dia kasih saya mamuli mas
Sumba sebagai ikatan hubungan dan janji antara saya dan dia, mamuli ini
juga tanda pengikat supaya saya jangan nikah dengan oranglain. Setelah
kami berkomunikasi selama sembilan bulan dan kami merasa bahwa kami
cocok, tahun 2013 suami saya datang ke Sumba sama-sama dengan dia
punya keluarga dari Belanda untuk masuk minta dan ikut prosesi adat
pernikahan Sumba. Setelah proses adat selesai, bulan Oktober tahun 2014
kami menikah gereja” (Wawancara 19 Januari 2016 pukul 11.13 WITA).
Ungkapan informan 3 terlihat bahwa pada tahap ini hubungan pasangan ini
menunjukkan hubungan yang sangat intim sekaligus sinkron ditandai dengan
ungkapan pikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka yang dilakukan pasangan ini
lewat ikatan janji yang diberikan suami kepada istri sebelum suami kembali ke
Belanda berupa mamuli mas sebagai tanda ikatan hubungan mereka dan menepati
janjinya dengan kembali ke Sumba untuk melamar istrinya dengan adat Sumba dan
menikah gereja.
฀ada tahap penetrasi sosial terlihat bahwa ketiga Informan telah membuka diri
dan memasuki semua lapisan pengungkapan diri hingga mencapai lapisan inti yaitu
keintiman hubungan yang ditandai dengan pernikahan. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan keterbukaan diri masing-masing individu dengan pasangannya sehingga
membuat hubungan mereka semakin intim. Sehingga dapat dikatakan bahwa teori
penetrasi sosial Altman dan Taylor cocok bagi ketiga informan.

5.3. Komunikasi Lintas ฀udaya Pasangan Perkawinan Campuran Sumba dan
฀estern
Berbicara mengenai komunikasi lintas budaya tidak bisa melepaskan diri dari
esensinya, yaitu komunikasi itu sendiri. Komunikasi memiliki serangkaian unsurunsur yang dapat membentuk suatu kegiatan komunikasi sebagai suatu proses.
Sebuah keluarga kawin campur, budaya menjadi perpaduan yang unik, terutama
ketika masing-masing pihak berusaha untuk menyelesaikan persoalan dalam rumah
tangga. Sebagai pijakan awal, sebelum terjadinya pernikahan masing-masing pihak
menyatakan bahwa keluarga dan lingkungan tempat mereka tumbuh telah
memberikan pemahaman terhadap etnis lain. ฀aling tidak seseorang telah
mendapatkan bekal sejak awal ketika mereka akan masuk dalam dunia yang lebih
luas dan berinteraksi dengan beragam pribadi.
Dalam penelitian ini, pelaku-pelaku komunikasi dapat tergambarkan oleh sifatsifat yang dimiliki oleh para informan yang telah dinilai oleh pasangannya. Sifat
pasangan, setelah menjalani perkawinan, pasangan semakin dapat melihat sifat-sifat
dan karakter pribadi pasangannya terlepas dari budaya, adat-istiadat dan kebiasaan
yang dipercaya oleh masing-masing pihak. Gambaran mengenai sosok laki-laki
Western yang berperan sebagai suami dipandang berbeda-beda oleh pasangannya
yang berasal dari etnis Sumba sebagai berikut:
Informan 2:
(Istri) “Suami sifatnya pendiam, penyayang, dan sabar” (Wawancara 18
Januari 2016 pukul 10:44 WITA).
Informan 3:
(Istri) “Menurut saya suami orangnya sedikit keras kepala, dia orangnya
juga mudah berempati, sangat baik hati, pemaaf, rendah hati, gampang
bergaul dan punya hati suka empati bukan hanya simpati sama orang tapi
ada tindakan untuk menolong oranglain. Dia juga adalah malaikat untuk
saya, dia selalu minta minta maaf untuk hal-hal yang bukan kesalahannya.
Contoh kalau saya frustasi atau marah karena masalah pekerjaan dia
selalu bilang, “sayang, itu bukan kamu punya salah, maaf karena saya
belum mampu jaga kamu dengan benar”. Hal yang paling berkesan

sampai sekarang, ketika dia mempraktekkan cintanya dengan cara yang
sangat sederhana. Kalau saya batuk dia langsung inisiatif untuk ambil air
minum untuk saya. Dan setiap malam dia selalu bilang terima kasih untuk
apapun yang saya buat sepanjang hari” (Wawancara 19 Januari 2016
pukul 11.13 WITA).
Untuk menggambarkan pesan yang bercirikan budaya dalam komunikasi lintas
budaya yang terwujud dalam penelitan ini, antara lain mengenai persoalan pemilihan
bahasa yang digunakan, yang dapat tampak sebagai berikut:
Informan 1:
(Istri) “Kalau untuk komunikasi dalam keluarga saya dengan suami pakai
bahasa inggris karena saya fasih bahasa inggris jadi kami sering pakai
bahasa inggris, kalau anak-anak kalau omong sama mereka punya bapa
mereka pake bahasa inggris, kalau dengan saya mereka pakai bahasa
Indonesia sehari-hari”.
Informan 2:
(Istri) “Sehari-hari saya dengan suami pakai bahasa Jerman kadang juga
pakai Inggris. Kalau anak dia bisa pakai bahasa Indonesia, bahasa Jerman
sama bahasa Inggris”.
Informan 3:
(Istri) “Saya dengan suami kalau komunikasi biasanya pake bahasa
Indonesia, kadang juga pake bahasa Inggris, karena suami gampang
menyesuaikan diri”.
Untuk menggambarkan pesan yang bercirikan budaya dalam komunikasi
lintas budaya yang terwujud dalam penelitan ini, antara lain mengenai
persoalan pemilihan tradisi dalam upacara pernikahan, yang dapat tampak
sebagai berikut:
Informan 1:
(Istri) “Saat nikah saya dengan suami sepakat untuk pake tradisi nikah
orang Sumba, jadi saya dengan dia waktu itu kenoto” (Wawancara Senin,
4 Januari 2016 ฀ukul 16:30 WITA).

Informan 2:
(Istri) “Waktu nikah kami tidak pake tradisi Sumba atau Jerman, kami
nikah secara pemerintahan Jerman. Habis itu baru pemberkatan nikah di
gereja” (Wawancara 18 Januari 2016 pukul 10:44 WITA).
Informan 3:
(Istri) “Saat menikah kami sepakat untuk ikut tradisi pernikahan Sumba
Timur. Dia punya keluarga angkat di Sumba sebenarnya menawarkan
untuk tidak perlu repot-repot cari hewan karena dia bukan orang sumba
yang mengerti budaya sumba. Tapi dia bilang kalau dia pakai sistem yang
gampang itu sama seperti dia pergi beli makanan dipasar katanya. Dia
mau dia lewati proses yang orang sumba buat, supaya saya tahu benar
yang namanya belis istri katanya, jadi dia langsung antusias untuk ikut
budaya sumba. Jadi dia cari hewan dimana-mana, memang saya juga ikut
bantu begitu, dia beli hewan disekitar Haharu dan dia bangga karena dia
mampu untuk beradaptasi dengan budaya dengan melewati proses adat,
orangtuanya juga ikut itu proses dari pagi sampai sore” (Wawancara 19
Januari 2016 pukul 11.13 WITA).
฀ada unsur terakhir, terjadinya komunikasi lintas budaya dalam perkawinan
memberikan suatu dampak pada individu-individu yang menjadi pelaku perkawinan
tersebut. Antara lain, yang terjadi adalah timbulnya pengertian terhadap budaya yang
dimiliki oleh pasangannya dan toleransi yang relatif tinggi.
Informan 3:
(Istri) “Dalam keluarga kami sama-sama menyesuaikan diri, kami samasama belajar sifat dan karakter masing-masing. Karena keluarga dia ada
di luar Belanda, jadi lebih banyak dia yang beradaptasi dengan keluarga
saya. Saya tidak mau ikut dia ke Belanda, karena saya punya tugas
pelayanan di Bali yang tidak bisa saya tinggal. Jadi kami tinggal di Bali.
Dia orangnya gampang untuk beradaptasi dengan budaya Sumba, kalau
ada acara adat keluarga dia selalu ikut. Tapi saya susah adaptasi dengan
budayanya dia” (Wawancara 19 Januari 2016 pukul 11.13 WITA).
Kejutan budaya mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena
berada ditengah suatu budaya yang sangat berbeda dengan budayanya sendiri.
Sebagian dari kejutan ini timbul karena perasaan terasing, menonjol, dan berbeda dari
yang lain (Kalervo Ober, 1960). Menandai dimulainya proses penyesuaian kembali,

karena masing-masing mulai mengembangkan cara-cara mengatasi frustasi mereka
dan menghadapi tantangan situasi baru. Selama periode ini individu memperoleh
ketrampilan untuk bertindak efektif hal ini ditandai dengan perasaan tidak puas mulai
meluntur. Seperti yang dialami oleh informan 2:
Informan 2:
(Istri) “฀engalaman pertama kali hidup di Jerman rasanya seperti hidup di
penjara karena bahasanya sulit sekali. Setelah satu minggu saya di Jerman
saya suami bilang harus mulai kursus bahasa Jerman. ฀as pulang kembali
di Indonesia suami lagi yang menyesuaikan diri dengan budayanya kita,
tapi sejauh yang saya lihat dia sudah bisa menyesuaikan diri”
(Wawancara 18 Januari 2016 pukul 10:44 WITA)
Dalam komunikasi lintas budaya, budayalah yang akan memberikan pengaruh
besar dalam setiap aspek pengalaman manusia ketika melakukan kegiatan
komunikasi. Karena seseorang akan melakukan komunikasi dengan cara-cara seperti
yang dilakukan oleh budayanya. Seseorang juga akan menerima pesan yang telah
disaring oleh konteks budayanya. Konteks tersebut akan mempengaruhi apa yang
akan diterima dan bagaimana menerimanya. Sebuah keluarga kawin campur, budaya
menjadi perpaduan yang unik, terutama ketika masing-masing pihak berusaha untuk
menyelesaikan persoalan dalam rumah tangga.
5.3.1. Penyesuaian
Dalam ikatan pernikahan tidak hanya menggabungkan dua individu dengan
latar belakang berbeda tetapi juga menggabungkan dua keluarga besar mereka. Di
Indonesia hubungan antar anggota keluarga masih sangat erat dan sangat dipengaruhi
oleh adat istiadat. Berbeda dengan negara barat dimana kedekatan dengan keluarga
besar tidak terlalu dipengaruhi oleh adat istiadat.
Hurlock (1991) mendefinisikan penyesuaian perkawinan sebagai proses
adaptasi antara suami dan istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah
terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses
penyesuaian diri. Untuk meraih kebahagiaan perkawinan diperlukan adanya usaha
bersama serta kesungguhan pasangan suami-istri. Salah satu karakteristik

penyesuaian perkawinan yang baik yaitu penyesuaian dengan keluarga pasangan. Hal
ini akan membuat suatu keluarga jarang mengalami konflik dalam hubungan
kekeluargaannya (Hurlock dalam Wisnobroto 2004:40).
฀enyesuaian diri untuk memasuki budaya yang baru seringkali menjadi
pengalaman yang baru yang menyenangkan bagi seseorang. Seperti yang dialami
Informan 3:
(Istri) “Kalau penyesuaian diri dengan keluarga suami, saya dan mertua
sangat dekat dekat. Saya punya bapa dengan mama mantu perlakukan
saya seperti anak kandung mereka sendiri. Mereka sangat care sama saya,
mertua saya sudah seperti mama kandung saya begitu juga dengan kakak
ipar saya, kami sangat akrab satu dengan yang lain. Begitu juga
sebaliknya, suami saya saya sangat akrab dengan papa mama dan
keluarga saya yang lain” (Wawancara 19 Januari 2016 pukul 11.13
WITA).
Informan 2:
(Istri) “Kalau penyesuaian diri dengan keluarga suami sejauh ini baikbaik saja. Waktu awal saya di Jerman keluarga tidak terlalu ikut campur
soal pacaran, tergantung dari anak kalau cocok atau tidak, apalagi anak
laki-laki tidak sama dengan orang sumba kita harus tau asal-usul keluarga
suami atau istri, dia anaknya siapa, keturunan apa, orang Jerman tidak
begitu, mereka yang penting cocok. Jadi bebas pilih pasangan hidup dan
keluarga tidak terlalu ikut campur” (Wawancara 18 Januari 2016 pukul
10:44 WITA).
Hal yang sama juga yang dialami oleh Informan 1:
(Istri) “Kalau dengan keluarga dari suami tidak ada kendala sih, karena
kami sudah hidup masing-masing dan jauh dari keluarga sejauh ini tidak
ada masalah soal penyesuaian dengan keluarga” (Wawancara Senin, 4
Januari 2016 ฀ukul 16:30 WITA).
Dimensi penyesuaian perkawinan dari Santrock (1998) untuk mengungkap
gambaran penyesuaian perkawinan pada pasangan yang melakukan perkawinan
campuran antarbangsa, seperti derajat kesepahaman atau kesepakatan antarpasangan,
komunikasi yang intim antar pasangan, dan kualitas dalam hubungan perkawinan
antarpasangan.

Terdapat bermacam-macam variasi untuk menguraikan faktor pendorong
penyesuaian individu pasangan perkawinan campuran. Antara lain yang dapat
ditemukan dalam penelitian ini meliputi: 1) Sikap terbuka 2) Komitmen 3)
Kesamaan, hal ini berkaitan dengan prinsip kesamaan yang dapat menimbulkan satu
kesepakatan untuk memutuskan jalan keluar dari satu persoalan; 4) Dominasi ฀ositif,
hal ini berkaitan dengan peran masing-masing individu dalam mengatasi konflik
dalam hubungan perkawinan.
5.3.2. Sikap terbuka
Sikap terbuka merupakan landasan utama dan penting dalam membina
hubungan keluarga yang harmonis. Joseph A. Devito (dalam Liliweri 1994:46)
mengatakan keterbukaan pribadi (self d฀sclosure) dan keluwesan pribadi (self
flex฀b฀l฀ty) merupakan faktor penting untuk menciptakan relasi hubungan antarpribadi
yang maksimum. Sikap terbuka ini ditandai dengan adanya kejujuran atau tidak
berkata bohong. Bersikap terbuka terhadap perbedaan yang ada, terutama perbedaan
nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku. Dalam penelitian ini tampak seperti yang
diungkapkan oleh informan penelitian sebagai berikut:
Informan 3:
(Istri) “Hal yang paling penting dalam membina hubungan keluarga yang
harmonis menurut saya harus saling percaya, saling jujur terbuka, dan
terus berkomunikasi dalam mengkomunikasikan apa yang menjadi
masalah masing-masing” (Wawancara 19 Januari 2016 pukul 11.13
WITA).
Ditambahkan pula oleh informan 1 dan 2
Informan 1:
(Istri) “Menurut saya hal yang penting dalam membina hubungan rumah
tangga yang harmonis kita harus saling terbuka. Harus bisa lebih sabar
hadapi orang yang beda budaya dengan kita karena kita punya budaya,
pola pikir juga kebiasaan hidup pasti jelas beda dengan mereka jadi kita
perlu menyesuaikan diri. Kadang memang saya kita punya pola pikir
dengan kebiasaan hidupnya mereka tidak sesuia tapi saya coba untuk
belajar pahami mereka punya pola pikir proses itu memang butuh
kesabaran” (Wawancara Senin, 4 Januari 2016 ฀ukul 16:30 WITA).

Informan 2:
(Istri) “Kalau menurut saya pribadi hal yang paling penting dalam
hubungan perkawinan, saling terbuka juga jujur satu sama lain. Saling
terbuka kalau ada sikap atau kata kami yang tidak sesuai kami saling
omong jujur satu sama lain. Hal penting lain juga kita harus bisa samasama saling menyesuaikan diri dengan budaya masing-masing”
(Wawancara 18 Januari 2016 pukul 10:44 WITA).
5.3.3. Komitmen
Komitmen

adalah

elemen

kognitif,

berupa

keputusan

untuk

secara

berkesinambungan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama. Komitmen yang
sejati ada komitmen yang berasal dari dalam diri, yang tidak akan luntur walaupun
menghadapi berbagai rintangan dan ujian yang berat dalam perjalanan kehidupan
cintanya. Adanya rintangan dan godaan justru menjadi pemicu bagi masing-masing
individu untuk membuktikan ketulusan cintanya. Komitmen yang akan terlihat
dengan adanya upaya-upaya tindakan cinta (love behav฀or) yang cenderung
meningkatkan rasa percaya, rasa diterima, merasa berharga dan merasa dicintai.
Dengan demikian, komitmen akan mempererat dan melanggengkan kehidupan cinta
sampai akhir hayat. Kematianlah yang memisahkan hubungan tersebut (Sternberg
dalam Daldiyono, 2009: 277).
Informan 3:
“Karena memang saling mencintai dengan kita membangun rumah tangga
kami secara serius sampai pada akhirnya kita mau menerima perbedaan.
Saat itu saya dan dia punya komitmen untuk hidup bersama. Dia juga
bersedia untuk mengurus, pernikahan itu lebih dihargai kalau kita
berjuang juga begitu kalau kita hanya harus mencari hal atau jalan yang
gampang-gampang saja kadang-kadang kita tidak menghargai bahwa
pernikahan itu butuh perjuangan bukan hanya perjuangan hati tapi juga
ada

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB I

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB II

0 0 22

T1 362011069 BAB III

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB IV

0 4 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB VI

0 0 2

T1 362011069 Daftar Pustaka

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, dan Alor terhadap Etnis Rote di Kota Kupang

0 0 2

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Stereotip Etnis Ambon dalam Film Red Cobex T1 BAB V

0 0 2