MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL.

(1)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN

BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA

MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

(Studi Pendidikan IPS di SD di Kabupaten Sleman)

DISERTASI

Oleh:

ANWAR SENEN, M.Pd NIM: 1101141

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

(Studi Pendidkan IPS di SD di Kabupaten Sleman) DISERTASI

Oleh: Anwar Senen, M.Pd. NIM. 1101141

TELAH DISETUJUI DAN DISAHKAN

PROMOTOR/KETUA PENGUJI

Prof. Dr. Idrus Affandi, SH. NIP. 19540404 198101 1 002

KO PROMOTOR/SEKRETARIS PENGUJI

Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriatmadja, MA.

ANGGOTA PROMOTOR/ANGGOTA PENGUJI

Dr. Nana Supriatna, M.Ed. NIP. 19611014 198601 1 001


(3)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGUJI

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd., MA. NIP. 19620702 198601 1 002

PENGUJI

Prof. Dr. Djoko Soerjo, MA.

Mengetahui, Kaprodi P IPS

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd., MA. NIP. 19620702 198601 1 002


(4)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Model Pengembangan Karakter Toleran Berbasis Kearifan Lokal Jawa Melalui Pendekatan Kontekstual (Studi Pendidikan IPS di SD di Kabupaten

Sleman)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri.

Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2015

Anwar Senen NIM. 1101141


(5)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Anwar Senen. This research is titled, “A Model of Tolerant Character Development Based on Javanese Local Wisdom through Contextual Approach”

(A Study of Social Studies Education in PrimarySchools in Sleman Regency). The background to the research is the phenomena of social conflicts in various regions, especially in Sleman Regency, Yogyakarta Special Region, due to intolerance between one individual and another individual, or a group and another group. The problem is formulated in the question of how a model of tolerant character development in the teaching and learning of social studies based on Javanese local wisdom through contextual approach can improve the awareness of tolerance among primary school students in Sleman Regency. The present research aims to produce a model of tolerant character development in the teaching and learning of social studies based on Javanese local wisdom through contextual approach. It was conducted in primary schools in Sleman Regency, Yogyakarta. The research itself was conducted using Research and Development (R&D) method. Research results prove that: 1) The teaching and learning using the model of tolerant character development in social studies based on Javanese local wisdom through contextual approach could improve the awareness of tolerance among primary school students in Sleman Regency; 2) The model of tolerant character development in social studies teaching and learning based on Javanese local wisdom through contextual approach could improve students’ learning results; 3) There were differences in learning results, where students in the suburban area improved better than those in the city and urban areas; and 4) Teachers in general had the competence of using the model of tolerant character development in social studies teaching and learning based on Javanese local wisdom through contextual approach. From these results, the research recommends the following: 1) The model can be used as a reference for teaching and learning based on local wisdom, adjusted to the local culture in the whole Archipelago; 2) Practical books on Javanese local wisdom values should be made

fo teachers’ and students’ reference; and 3) For the policy makers, the

professionalism of teachers should be improved in using this developed model. Keywords: Tolerant character education, Javanese local wisdom, Contextual


(6)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Anwar Senen. Penelitian ini berjudul, “Model Pengembangan Karakter Toleran Berbasis Kearifan Lokal Jawa Melalui Pendekatan Kontekstual (Studi Pendidikan IPS di SD di Kabupaten Sleman)”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena konflik sosial diberbagai daerah khususnya di Kabupaten Sleman DIY karena saling memaksakan kehendak (intoleransi) antara satu individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain. Rumusan masalah penelitian adalah bagaimana mengembangkan model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kesadaran bertoleransi pada siswa tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Sleman. Kajian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual. Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar di Kabupaten Sleman DIY. Studi ini, dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Research and Develepment (R&D). Hasil penelitian ini, membuktikan bahwa: 1) Pembelajaran menggunakan model pengembangan karakter toleran dalam pendidikan IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kesadaran bertoleransi siswa SD di Kabupaten Sleman; 2) Model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa; 3) Ada perbedaan, di mana siswa di sekolah daerah pinggiran meningkat lebih baik daripada siswa di sekolah daerah perkotaan dan di sekolah daerah urban; 4) Para guru pada umumnya memiliki kompetensi menggunakan model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual. Dari hasil penelitian ini dapat diberikan rekomendasi seperti berikut: 1) Model ini dapat dijadikan rujukan pada pembelajaran yang berbasis kearifan lokal disesuaikan dengan budaya setempat di seluruh Nusantara; 2) Perlu pembuatan buku-buku praktis tentang nilai-nilai kearifan lokal Jawa guna referensi guru dan siswa; 3) Bagi pengambil kebijakan, SDM guru perlu ditingkatkan profesionalitasnya menggunakan model yang dikembangkan ini.

Kata kunci: Pendidikan karakter toleran, Pendidikan IPS, kearifan lokal Jawa,


(7)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa. Atas karunia-Nya, penelitian ini dapat diselesaikan. Terimakasih peneliti ucapkan kepada Ibu, istri, dan anak-anak yang selama ini telah memberikan dukungan untuk dapat menyelesaikan studi ini. Ucapan terimakasih juga peneliti sampaikan kepada:

1. Direktur Pascasarjana UPI Bandung dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menimba ilmu pada kampus kebanggan tercinta ini.

2. Prof. Dr. H. Idrus Affandi, SH. sebagai Promotor yang telah memberikan dua buku dan sejumlah artikel tulisan beliau yang diperlukan sebagai referensi, memberikan koreksi di tengah kesibukan akademis, dan rekomendasi pada pelaksanaan penelitian hingga selesainya dalam bentuk tulisan disertasi ini.

3. Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriaatmadja, MA. sebagai Ko-Promotor yang telah meminjamkan buku dan memberikan Buku Ajar Filsafat yang diperlukan sebagai referensi, memberikan koreksi dengan cermat dan tajam sehingga banyak solusi yang diperlukan pada pelaksanaan penelitian di lapangan dan dalam penulisan disertasi ini.

4. Dr. Nana Supriatna, M.Ed. sebagai Anggota Promotor yang telah meminjamkan buku yang diperlukan sebagai referensi, memberikan koreksi, memberikan motivasi, dan memberikan solusi pada ketajaman tema-fokus penelitian hingga selesainya penulisan disertasi ini.

5. Prof. Dr. Suwarno, M.Pd. sebagai expert yang telah memberikan koreksi, revisi, arahan dan meminjamkan buku beliau yang dibutuhkan guna referensi kearifan lokal Jawa.

6. Prof. Dr. Djoko Soerjo, MA. Ahli Sejarah Sosial Budaya Indonesia yang telah memberikan penjelasan mendalam terkait pemahaman toleransi pada


(8)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masyarakat Jawa melalui wawancara sehingga peneliti menemukan pemahaman yang cukup memadai untuk kesempurnaan penulisan disertasi ini. Dan, memberikan arah ketajaman kajian dalam membahas hasil penelitian.

7. Prof. Dr. Dadang Supardan, MPd. dan Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, MSi selaku Komisi Disertasi yang telah memberikan koreksi untuk kesempurnaan disertasi ini.

8. Kepala Bapeda Pemda Kabupaten Sleman DIY dan jajarannya, yaitu Kepala UPT Pendidikan Godean, Kepala UPT Pendidikan Minggir, Kepala UPT Pendidikan Depok, dan para Pengawas sekolah, para Kepala Sekolah beserta para Guru dan staf sekolah yang terlibat penelitian, yang telah memberikan bantuan serta dukungan sebagai mitra peneliti hingga penelitian dapat diselesaikan dengan lancar.

9. Kaprodi Pendidikan IPS beserta para Dosen yang telah memberikan pengalaman akademis yang sangat berguna dalam meningkatkan pengetahuan serta wawasan bagi peneliti untuk meningkatkan profesi akademik, dan Civitas Akademika UPI Bandung yang telah memberikan akses kemudahan untuk memperlancar penelitian hingga selesainya penulisan disertasi ini.

10.Teman-teman mahasiswa Pendidikan IPS Pascasarjana UPI Bandung dan berbagai pihak yang belum disebutkan dalam tulisan ini, yang telah berkontribusi baik langsung atau tidak langsung guna kelancaran penelitian hingga selesainya dalam bentuk penulisan disertasi ini.

Suatu kehormatan bagi peneliti bisa mendapatkan arahan, bimbingan, koreksi, dan dukungan dari berbagai pihak yang disebutkan di atas. Teriring do’a kepada berbagai pihak tersebut, “Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa

memberikan balasan yang barokah dan dijadikan amal jariyah, setimpal dengan budi baik yang telah diberikan kepada peneliti”. Terimakasih.

Peneliti,


(9)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

NIM. 1101141 DAFTAR ISI

PERNYATAAN--- i

ABSTRACT --- ii

ABSTRAK --- iii

KATA PENGANTAR--- iv

DAFTAR ISI --- vi

DAFTAR GAMBAR --- xi

DAFTAR TABEL --- xii

DAFTAR GAMBAR DIAGRAM--- xiv

DAFTAR LAMPIRAN--- Xv BAB I : PENDAHULUAN--- 1

A. Latar Belakang Penelitian --- 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian--- 11

C. Perumusan Masalah Penelitian--- 11

D. Tujuan Penelitian --- E. Manfaat Penelitian--- F. Partisipasi Studi--- G. Struktur Organisasi--- 12 13 14 15 BAB II : KAJIAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN--- 17

A. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial--- 17

1. Hakekat Pendidikan IPS --- 2.Tujuan Pendidikan IPS--- 18 23

3.Nilai-Nilai dalam Pendidikan IPS --- 29

4. Kedudukan Kearifan Lokal Jawa dalam Pendidikan IPS --- 32


(10)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Pendekatan/Metode/Struktur Pendidikan IPS Guna Mengembangkan Karakter Toleran.--- 6. Paradigma Pengembangan Karakter Toleran dalam

Pendidikan IPS---

33

36

B. Membangun Keharmonisan Bermasyarakat Berbangsa Indonesia dengan spirit Bhinneka Tunggal Ika Berdasarkan Pancasila Melalui

Pendidikan IPS--- 38 1. Kearifal Lokal Sebagai Sumber Nilai dalam

Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Indonesia--- 2. Bhinneka Tunggal Ika sebagai Pemersatu Bangsa Indonesia---

3. Membangun Keharmonisan Berbangsa dan

Bernegara Melalui Toleransi--- 4. Bahasa Ibu sebagai Bahasa Pengantar Pendidikan

(Moralitas) dalam Proses Pembelajaran IPS--- 5. Apresiasi Budaya Lokal di Tengah Keberagaman--

6. Mengembangkan Pendidikan IPS Melalui

Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Jawa dengan Spirit Bhinneka Tunggal Ika---

40

42

46

48 54

56 C. Makna Kearifan Lokal Jawa dalam Pendidikan

IPS---

59 1. Kajian Teoritik Kontak Kebudayaan---

2. Kearifan Lokal Jawa sebagai Sumber

Pembelajaran IPS---

61

67 3. Budaya Jawa Relevansinya dengan Pendidikan IPS

4. Nilai-Nilai Keharmonisan dalam Masyarakat Jawa 5. Pandangan Hidup Masyarakat Jawa---

80 91 111


(11)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6. Sikap Hidup Orang Jawa--- 114

D. Pendidikan Karkater Toleran melalui

Pembelajaran IPS--- 117 1. Pendidikan Karakter---

2. Penanaman Nilai (Value) Melalui Pendidikan Karakter menggunakan Metode Diskusi dan Bermain Peran---

3. Pendidikan Karakter menggunakan Model

Konsiderasi dalam Pembelajaran IPS --- 4. Pengertian Toleransi---

5. Toleransi dalam Perspektif Budaya Jawa---

117

126

131 136 138

E. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran IPS 147 1. Tinjauan Filosofis --- 147 2. Belajar dalam Kajian Teoritis---

3. Paradigma Konstruktivistik dalam Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual---

4. Pembelajaran IPS dengan Pendekatan

Kontekstual --- 5. Evaluasi dan Penilaian dalam Pembelajaran

dengan Pendekatan Kontekstual---

154

165

169

175

F. Penelitian yang Relevan--- 180 G. Asumsi Penelitian ---

H. Kerangka Berpikir--- I. Hipotesis Penelitian ---

186 187 189

BAB III : METODE PENELITIAN --- 190 A. Metode dan Desain Penelitian --- 190


(12)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Populasi dan Sampel Penelitian --- 193 C. Definisi Operasional---

D. Instrumen Penelitian--- E. Prosedur Penelitian--- F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ---

197 212 213

222

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN--- 225 A.Hasil Penelitian--- 225

1. Deskripsi Lapangan--- 225

2. Model (Hipotetik) Pengembangan Karakter

Toleran--- 244 3. Efektivitas Model (Hipotetik) melalui Uji

Keterterapan--- 266 4. Perbedaan Hasil Belajar Siswa pada Sekolah di

Daerah Pinggiran, Sub Urban dan Perkotaan--- 295

5. Kompetensi Guru di dalam Meningkatkan

Kesadaran Bertoleransi menggunakan model yang dikembangkan--- 6. Kendala Implementatif dan Faktor Pendukung

Keterlaksanaan Pembelajaran IPS Menggunakan Model Pengembangan Karakter Toleran--- 7. Deskripsi Hasil Uji Validasi Melalui Quasi

Experiment pada Pembelajaran IPS Berbasis

Kearifan Lokal Jawa Menggunakan Model

Pengembangan Karakter Toleran--- 299

327

330

B. Pembahasan Hasil Penelitian--- 331 1. Fenomena Modernisasi dan Memudarnya

Nilai-nilai Kearifan Lokal Jawa di Kabupaten Sleman---- 2. Model Pengembangan Karakter Toleran---

332 336


(13)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Pendekatan Kontekstual Menggunakan Metode Diskusi dan Bermain Peran pada Model Pengembangan Karakter Toleran --- 4. Efektifitas Model Pengembangan Karakter Toleran 5. Perangkat Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan

Lokal Jawa Model Pengembangan Karakter Toleran--- 6. Aktivitas Kelas pada Pembelajaran IPS Model

Pengembangan Karakter Toleran--- 7. Eksistensi Kearifan Lokal Jawa ---

8. Faktor Pendukung dan Kendala dalam

Melaksanakan Pembelajaran IPS Model

Pengembangan Karakter Toleran--- 9. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran IPS

menggunakan Model Pengembangan karakter Toleran --- 10. Proses Belajar Mengajar IPS Berbasis Kearifan

Lokal Jawa Guna Mengembangkan Karakter Toleran--- 11. Perbedaan Model Pengembangan Karakter Toleran

dalam Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan Lokal Jawa dengan Sejumlah Penelitian Sebelumnya--- 12.Padanan (Perbedaan dan Persamaan) Kearifan Lokal Jawa pada Formulasi “RASA” dalam Ilmu

Keguruan dan Formulasi “TRISNA” dalam Ilmu

Kedokteran --- 13.Pedoman Model Pengembangan Karakter Toleran

dalam Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan Lokal (Jawa)---

349 353

358

359

360

361

362

368

370

374


(14)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V SIMPULAN DAN SARAN--- 398 A. Simpulan ---

B. Implikasi--- C. Saran---

398

401

405 DAFTAR PUSTAKA--- 407 LAMPIRAN-LAMPIRAN--- 420

Daftar Gambar Halaman

Gambar 2.1 Pendekatan/metode/struktur pendidikan karakter yang digunakan dalam pendidikan IPS.

35 Gambar 2.2 Paradigma model pengembangan karakter toleran

dalam pembelajaran IPS 38

Gambar 2.3 Skema Perkembangan (epistimologis) bahasa Indonesia

dan huruf berdasarkan penjelasan Rosidi dan makna (aksiologis) bahasa menurut Perda Propinsi DIY No.4 Tahun 2011.

52 Gambar 2.4 Komponen-komponen pembelajaran karakter yang

baik diadaptasi dari Thomas Lickona (1991: hlm. 53).

124 Gambar 2.5 Pendidikan karakter berbasis budaya berdasarkan

Perda Propinsi DIY No 5 Tahun 2011 disandingkan dengan pendidikan karakter Thomas Lickona.

126 Gambar 2.6 Dampak instruksional dan pengiring dari model

berpikir induktif dari Joyce 135

Gambar 2.7 Kerangka pemikiran penelitian 188

Gambar 3.8 PenelitianTindakan Kelas Model Ebbut 208

Gambar 3.9 Langkah-langkah penyusunan perangkat pembelajaran Dick & Carey

217 Gambar 3.10 Hypotetik Model Pengembangan Karakter Toleran

pada Pembelajaran IPS

219 Gambar 3.11 Prosedur penelitian model pendidikan nilai untuk

mengembangkan karakter toleran siswa

220

Gambar 4.12 Peta Kabupaten Sleman 230

Gambar 4.13 Peta lokasi SD N 1 Godean 240

Gambar 4.14 Alur penyusunan model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal

Jawa 248

Gambar 4.15 Model pengembangan karakter toleran dalam

pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui

pendekatan kontekstual 263


(15)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

karakter toleran siswa dalam pembelajaran IPS melalui pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal jawa

265 Gambar 4.17 Padanan formulasi “RASA/TRISNA” kearifan lokal

Jawa dalam keguruan (toleransi siswa) dan atau dalam

kedokteran (kesembuhan penyakit). 381

Daftar Tabel Halaman

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS kelas V SD Semester I

27 Tabel 2.2 Fungsi pinjaman huruf Arab atau huruf Latin dalam

berbahasa Indonesia berdasarkan penjelasan Rosidi dan makna bahas menurut Perda Propinsi DIY No.4 Tahun 2011.

53

Tabel 2.3 Karakter positif dan negatif dari budaya global dan

kearifan lokal (Jawa) dalam bertoleransi. 80

Tabel 2.4 Klasifikasi simbolik nilai budaya orang Jawa. 89 Tabel 2.5 Butir-butir budaya Jawa disarikan dari Rukmana 107 Tabel 2.6 Stratifikasi pengembangan karakter toleran berbasis

kearifan lokal Jawa 140

Tabel 2.7 Padanan (konsep) keperawatan dan kependidikan

berbasis budaya (kearifan lokal) Jawa. 145

Tabel 2.8 Paradigma pembelajaran menurut NETST (USA) 167

Tabel 2.9 Perbedaan pembelajaran yang berpusat pada guru dan

siswa 168

Tabel 3.10 Sekolah tempat penelitian 195

Tabel 4.11 Perbandingan nilai Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) Kabupaten Sleman. 228

Tabel 4.12 Usaha jasa di kabupaten Sleman 238

Tabel 4.13 Pekerjaan orang tua dan daerah asal siswa kelas PTK 239

Tabel 4.14 Validasi pada uji model melalui PTK 250

Tabel 4.15 Deskripsi komponen aktivitas pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa untuk mengembangkan

karakter toleran siswa. 259

Tabel 4.16 Kode sekolah untuk kelas kontrol 268

Tabel 4.17 Kode sekolah untuk kelas eksperimen 269

Tabel 4.18 Data jumlah siswa pada sekolah Sub Urban/UPT


(16)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 4.19 Rata-rata hasil belajar pada sekolah Sub Urban 270 Tabel 4.20 Data jumlah siswa pada sekolah perkotaan dan

pinggiran 277

Tabel 4.21 Nilai rata-rata pre-test dan post-test pada sekolah kota

dan pinggiran. 278

Tabel 4.22 Nilai rata-rata kelas eksperimen sekolah perkotaan

dan sekolah pinggiran 282

Tabel 4.23 Nilai rata-rata pre-test dan post-test pada 12 kelas

kontrol uji keterterapan 287

Tabel 4.24 Nilai rata-rata pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen pada sekolah urban, perkotaan, dan

pinggiran 289

Tabel 4.25 Nilai rata-rata pre-test dan post-test kelas eksperimen pada sekolah sub urban, perkotaan, dan pinggiran 291 Tabel 4.26 Nilai rata-rata post-test pada kelas kontrol dan kelas

eksperimen pada sekolah urban, perkotaan, dan

pinggiran 293

Tabel 4.27 Kenaikan hasil belajar pada kelas kontrol dan kelas eksperimen pada sekolah sub urban, perkotaan, dan pinggiran

295 Tabel 4.28 Penilaian terhadap guru selama PBM berlangsung 300 Tabel 4.29 Implementasi pelaksanaan model pengembangan

karakter toleran siswa pada pembelajaran IPS berbasis

kearifan lokal Jawa 306

Tabel 4.30 Keterlaksanaan model pengembangan karakter toleran

pada pembelajaran IPS dengan pendekatan

pengajaran induktif.

310 Tabel 4.31 Respon siswa terhadap model yang dikembangkan 314 Tabel 4.32 Respon siswa sekolah di daerah urban, perkotaan, dan

pinggiran terhadap model yang dikembangkan 317

Tabel 4.33 Penilaian pengawas terhadap perangkat pembelajaran 319

Tabel 4.34 Kemanfaatan perangkat pembelajaran bagi guru 321

Tabel 4.35 Penilaian guru terhadap perangkat pembelajaran 322 Tabel 4.36 Perbedaan model pengembangan karakter toleran

dengan penelitian pendidikan IPS sebelumnya

371 Tabel 4.37 Indikator “RASA” dalam pengembangan karakter

toleran siswa.


(17)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Daftar Gambar Diagram Halaman

Diagram 4.1 Perbandingan hasil nilai rata-rata pre-test pada sekolah sub urban

270 Diagram 4.2 Perbandingan hasil rata-rata nilai post-test pada

sekolah sub urban

271 Diagram 4.3 Perbandingan rata-rata kenaikan hasil belajar pada

sekolah sub urban

271 Diagram 4.4 Perbandingan nilai rata-rata pre-test sekolah perkotaan

dan pinggiran 279

Diagram 4.5 Perbandingan nilai post-test sekolah perkotaan dan

pinggiran 281

Diagram 4.6 Perbandingan nilai pre-test kelas eksperimen pada

sekolah pinggiran dan sekolah perkotaan 283

Diagram 4.7 Perbandingan nilai post-test kelas eksperimen pada

sekolah pinggiran dan sekolah perkotaan 284

Diagram 4.8 Perbandingan rata-rata kenaikan kelas eksperimen

pada sekolah pinggiran dan sekolah perkotaan 285

Diagram 4.9 Perbandingan rata-rata kenaikan hasil belajar kelas

perkotaan dan pinggiran 286

Diagram 4.10 Perbandingan nilai rata-rata pre-test dan post-test pada

12 kelas kontrol uji keterterapan 288

Diagram 4.11 Perbandingan nilai rata-rata pre-test pada kelas kontrol

dan kelas eksperimen 290

Diagram 4.12 Perbandingan nilai rata-rata pre-test dan post-test pada

12 kelas eksperimen uji keterterapan 292

Diagram 4.13 Perbandingan nilai rata-rata post-test pada kelas

kontrol dan kelas eksperimen 294

Diagram 4.14 Perbandingan kenaikan hasil belajar pada kelas kontrol


(18)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Daftar Lampiran: Halaman

Lampiran 1 RPP--- 420

Lampiran 2 Materi Pembelajaran--- 438

Lampiran 3 Kisi-kisi soal evaluasi --- 448

Lampiran 4 Soal tes--- 450

Lampiran 5 Keterlaksanaan model--- 456

Lampiran 6 Pengelolaan pembelajaran--- 459

Lampiran 7 Penilaian guru terhadap perangkat pembelajaran--- 462

Lampiran 8 Penilaian pengawas--- 464

Lampiran 9 Respon siswa--- 466

Lampiran 10 Profilm sekolsh SD N 1 Godean (tempat PTK) --- 468

Lampiran 11 Jadwal kegiatan penelitian --- 479

Lampiran 12 Silabus--- 484

Lampiran 13 Catatan pelaksanaan PTK --- 486

Lampiran 14 Naskah bermain peran --- 520 Lampiran 15 Surat ijin penelitian dan pernyataan telah selesai penelitian


(19)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ii

ABSTRAK

Anwar senen. Penelitian ini berjudul, “Model Pengembangan Karakter Toleran Berbasis Kearifan Lokal Jawa Melalui Pendekatan Kontekstual (Studi Pendidikan IPS di SD di Kabupaten Sleman)”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena konflik sosial diberbagai daerah khususnya di Kabupaten Sleman DIY karena saling memaksakan kehendak (intoleransi) antara satu individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain. Rumusan masalah penelitian adalah bagaimana mengembangkan model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kesadaran bertoleransi pada siswa tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Sleman. Kajian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual. Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar di Kabupaten Sleman DIY. Studi ini, dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Research and Develepment (R&D). Hasil penelitian ini, membuktikan bahwa: 1) Pembelajaran menggunakan model pengembangan karakter toleran dalam pendidikan IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kesadaran bertoleransi siswa SD di Kabupaten Sleman; 2) Model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa; 3) Ada perbedaan, di mana siswa di sekolah daerah pinggiran meningkat lebih baik daripada siswa di sekolah daerah perkotaan dan di sekolah daerah urban; 4) Para guru pada umumnya memiliki kompetensi menggunakan model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual. Dari hasil penelitian ini dapat diberikan rekomendasi seperti berikut: 1) Model ini dapat dijadikan rujukan pada pembelajaran yang berbasis kearifan lokal disesuaikan dengan budaya setempat di seluruh Nusantara; 2) Perlu pembuatan buku-buku praktis tentang nilai-nilai kearifan lokal Jawa guna referensi guru dan siswa; 3) Bagi pengambil kebijakan, SDM guru perlu ditingkatkan profesionalitasnya menggunakan model yang dikembangkan ini.


(20)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh karena maraknya situasi krusial dalam berbangsa dan bernegara Indonesia yang sungguh memprihatinkan pada dekade terakhir ini. Banyak kerusuhan dan bentrokan antar warga di tengah masyarakat yang apabila tidak ada solusi pencegahan akan membahayakan kesatuan bangsa Indonesia. Pada umumnya, kerusuhan dan bentrokan ini terjadi diakibatkan oleh saling memaksakan kehendak antara individu terhadap individu lain atau satu kelompok terhadap kelompok lainnya.

Banyak kasus bentrokan antar warga yang berujung menjadi konflik sosial yang membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia dengan latar belakang politik, ekonomi, etnis, agama, dan lain-lain. Kerusuhan dan bentrokan yang pernah terjadi di Papua, Ambon, Poso, Aceh, Talangsari (Lampung), Sampit (Kalimantan), Sampang (Madura), dan di Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta/DIY) adalah beberapa contoh peristiwa pemaksaan kehendak antara individu satu kepada individu lain atau satu kelompok masyarakat kepada kelompok masyarakat lain sehingga berujung pada konflik sosial yang memprihatinkan. Bentrokan dan kerusuhan di DIY yang melibatkan isu etnisitas dan agama pada satu tahun terakhir ini cukup mengusik ketenangan dan kedamaian masyarakat Yogyakarta.

Pada pertengahan tahun 2014 keharmonisan masyarakat di DIY terusik oleh berbagai peristiwa kekerasan dan bentrokan karena persoalan intoleransi. Menurut aktivis Makaryo (Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta) ada 8 kasus kekerasan yang terjadi di Yogyakarta. Delapan kasus kekerasan dan bentrokan antarwarga tersebut terkait intoleransi dengan latar belakang agama. Belakangan ini, sejumlah aksi kekerasan tersebut memunculkan kekhawatiran bahwa identitas Yogyakarta sebagai kota penuh toleransi akan sirna.


(21)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2 Ahli Sosiologi dari UGM Muhammad Nadjib Azca, melihat semangat dan jiwa toleransi di Yogyakarta saat ini semakin hilang. Saat ini, Yogyakarta jauh berbeda dibandingkan beberapa tahun silam ketika nuansa budaya santun benar-benar masih tersemat. Yogyakarta, sebagai kota yang kental dengan nuansa toleransi sempat diakui oleh UNESCO karena dapat memberikan rasa nyaman kepada setiap insan yang berada di kota ini. “Tapi saat ini kami melihat, banyaknya kekerasan yang terjadi telah menggeser budaya santun yang terbangun. Semuanya serba berakhir dengan kekerasan”, Muhammad Nadjib Azca dalam paparan diskusi di Ruang Fortagama UGM pada Selasa 3 Juni 2014 mengenai konflik-konflik intoleransi.

Seharusnya permasalahan (konflik sosial) bisa dihindari apabila antara individu atau kelompok satu dengan lainnya memiliki rasa toleransi dan empati sehingga bisa saling menghormati dan menghargai adanya perbedaan yang mereka miliki. Kenyataannya, untuk sebagian warga negara masih perlu diperjuangkan agar dapat memahami atau memiliki kesadaran tolernsi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Di pemerintahan Orde Baru pendidikan yang terkait langsung dengan nilai (value) telah diberikan melalui pembelajaran Agama, PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa), dan Pendidikan Moral Pancasila atau PKn dari jenjang sekolah dasar sampai di jenjang sekolah menengah atas. Tiga matapelajaran tersebut menekankan tentang moral pada pembelajarannya agar siswa dapat menjalani hidup harmonis di tengah masyarakat yang memiliki banyak perbedaan latar belakang sosial.

Kenyataannya, dari beberapa fakta konflik sosial yang terjadi seperti telah disebutkan di atas seolah-olah pelajaran moral-nasionalisme yang diajarkan di sekolah seperti Pendidikan Agama, PSPB, dan Pendidikan Moral Pancasila atau PKn belum bisa berdampak secara optimal meningkatkan kesadaran dan sikap siswa untuk bisa hidup harmonis di tengah masyarakatnya. Hal tersebut kemungkinannya disebabkan pembelajaran disajikan oleh guru ditekankan pada ranah kognitif saja, sementara pada aspek ranah afektif yang menekankan pada kesadaran moral-sikap-berperilaku dan keterampilan siswa belum optimal dilaksanakan. Demikian


(22)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3 pula, nilai-nilai kearifan budaya lokal setempat yang menghargai humanitas, demokrasi, dan toleransi nampaknya belum dapat dijadikan sumber pembelajaran oleh guru. Oleh sebab itulah pendidikan IPS perlu ikut berkontribusi di dalam menumbuhkan kesadaran moral dan sikap saling menghormati kepada siswa melalui pengembangan karakter toleran. Pembelajaran dilaksanakan dengan penekanan pada ranah afektif melalui pendekatan kontekstual.

Sekolah adalah salah satu tempat untuk memperjuangkan kesadaran moral bertoleransi bagi generasi muda guna menjaga persatuan dan keutuhan bangsa Indonesia. Melalui pelajaran IPS, khususnya yang bertema materi budaya dimungkinkan generasi muda (siswa) mendapatkan pendidikan moral bertoleransi di tengah-tengah keanekaragaman etnik-budaya di Indonesia. Terkait dengan tema budaya tersebut, pendekatan kearifan lokal suatu masyarakat dapat dijadikan sebagai upaya memahami bagaimana memaknai toleransi guna menciptakan kerukunan dalam berbangsa dan bernegara Indonesia.

Dalam Perda Propinsi DIY No. 5/2011 (dibaca nomor 5 tahun 2011) Tentang Ketentuan Umum; Penyelenggaraan Pendidikan, dikatakan bahwa:

“Penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya, yang selanjutnya

disebut penyelenggaraan pendidikan, adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan berbasis Budaya pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional untuk mewujudkan karakter bangsa Indonesia yang berbudaya pluralistik, tangguh, unggul dalam kancah dunia, guna mencapai kesejahteraan

bangsa” (Perda Propinsi DIY No. 5/2011: hlm. 4).

Sementara, pada BAB I pasal 2 ayat 2 dikatakan bahwa: “Nilai-nilai luhur budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diantaranya meliputi: a) kejujuran; b) kerendahan hati; c) ketertiban/kedisiplinan; d) kesusilaan; e) kesopanan/kesantunan; f) kesabaran; g) ketjasama; h) toleransi; i) tanggungjawab; j) keadilan; k) kepedulian; l) percaya diri; m) pengendalian diri; n) integritas; o) kerja keras/keuletan/ketekunan; p) ketelitian; q)


(23)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

kepemimpinan; dan/atau r) ketangguhan” (Perda Propinsi DIY No. 5/2011: hlm. 6).

Perlu disadari, bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia memiliki beraneka ragam etnik, adat istiadat, agama, dan bahasa. Dari aneka ragam latar belakang sosial-budaya tersebut menjadikan bangsa kita dikenal dengan kehidupan yang multikultur. Dalam kehidupan bermasyarakat yang multikultur akan dapat berjalan harmonis dan kuat apabila setiap warga masyarakat saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang diyakini oleh masing-masing komponen masyarakat tersebut.

Antara komponen masyarakat yang satu tidak boleh merasa lebih tinggi atau merasa superior dari komponen masyarakat lain yang akhirnya dapat memunculkan sikap memaksakan kehendak terhadap kelompok yang dianggap inferior. Paham primordialisme yang menjadikan suatu kelompok masyarakat tertentu merasa memiliki kelebihan dan yang lain merasa terpinggirkan harus dihilangkan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang kuat dan harmonis. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila dalam hal ini perlu diingatkan kembali kepada generasi muda (siswa) untuk dijadikan spirit dan pedoman dalam hidup sehari-hari dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dikatakan oleh Sri Sultan HB X (Sabdatama, 19 Agustus 2013) bahwa:

“Filosofi yang baik adalah tidak merasa inferior tetapi juga tidak

merasa superior dengan budaya sendiri. Filosofi ini penting bagi masa depan kebudayaan Indonesia di dunia yang global dan multikultural ini. Alangkah besarnya manfaat jika pluralitas budaya menjadi serat-serat yang saling memperkuat. Dengan demikian suatu resiprokalitas budaya yang sangat kaya akan tercipta. Sehingga kita bukan hanya hidup bersama secara lebih rukun dengan kepekaan akan hak dan kewajiban individual-sosial yang lebih tinggi. Tetapi lebih dari itu, kita juga akan sanggup melaksanakan rencana-rencana pembangunan dengan sedikit

mungkin distorsi, saling curiga dan kesalahmengertian”.

Sejarah telah membuktikan, bahwa kemerdekaan Indonesia dimulai dengan bersatunya para pemuda di seluruh nusantara berlatar belakang etnik,


(24)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5 bahasa dan agama yang berbeda. Ternyata, aneka pluralitas tersebut dapat dijalin menyatu dan menjadi kekuatan para pemuda untuk bangkit melawan

penjajah dengan diwujudkan melalui jalinan “Sumpah Pemuda” 28 Oktober

1928 yang akhirnya lahirlah negara Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945. Bersatunya para pemuda sebagai tulang punggung bangsa dan negara dari berbagai latar belakang sosial-budaya, golongan, dan agama yang berbeda tentu tidak lepas dari adanya kesadaran untuk saling menghormati dan menghargai (toleransi) antara satu dengan yang lain.

Semangat toleransi inilah yang perlu dipupuk kembali kepada generasi muda. Sekolah memiliki peluang sangat strategis untuk memupuk semangat toleransi dalam berbangsa dan bernegara guna menciptakan kehidupan yang kuat dan harmonis. Dalam hal ini, guru IPS berperan cukup besar dapat membangun sikap toleransi pada generasi muda (siswa) karena materi yang terkandung di dalamnya memungkinkan guru berpeluang ikut andil melalui materi yang bertema budaya.

Guru IPS memiliki andil ikut membentengi generasi muda (siswa) dari pengaruh budaya dari luar yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat berbangsa dan bernegara dengan bersumber pada nilai-nilai budaya lokal. Guru harus dapat menjunjung tinggi sifat-sifat dasar kemanusiaan. Prinsip-prinsip dasar kemanusian tersebut meliputi keadilan, kesetaraan, kearifan, dan keragaman. Dalam keragaman tercakup berbagai bentuk kemajemukan seperti agama, etnik, bahasa, adat istiadat, dan sebagainya. Keadilan dan kesetaraan berlaku untuk berbagai bentuk pluralitas ini. Pendidikan IPS adalah wadah yang tepat untuk membahasnya, karena di dalam pendidikan IPS –lah pembinaan kesadaran diri, identitas diri, bahasa, budaya, dibelajarkan dan ditransformasikan pada siswa. Siswa dalam meraih kesadaran diri, secara berjenjang akan mampu mengidentifikasi kelompoknya, etnisitasnya, bahasa ibunya, budaya etniknya dalam menuju kepada peraihan kesadaran nasional (kebangsaannya) yang menjadi tujuan IPS. Guru IPS harus mampu membangun jati diri bangsa, antara lain melalui pendekatan kearifan lokal untuk menuju pada masa depan yang harmonis dan tangguh.


(25)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6 Masyarakat yang akan dibentuk oleh guru melalui proses pembelajaran IPS adalah masyarakat yang mendunia yang tetap berpijak pada kearifan lokal. Dalam kearifan lokal, tumbuh adanya kesadaran keruangan dan kesadaran waktu. Melalui kesadaran ruang, siswa dapat menyadari dimana mereka tinggal, sedangkan kesadaran waktu yaitu memahami bahwa mereka hidup dalam suatu masyarakat yang selalu berubah. Sehingga, pengaruh globalisasi tidak mencerabut akar budaya yang ada dimasyarakat (Depdiknas: 2007).

Fungsi kearifan lokal, selain sebagai penyaring bagi budaya global yang berujud nilai-nilai yang berasal dari luar, juga dapat digunakan untuk meredam gejolak-gejolak yang timbul dari dalam lingkungan sendiri. Penerapan kembali nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh masyarakat berarti akan memberikan apresiasi pada kearifan lokal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Diharapkan kearifan lokal dalam bentuk nilai-nilai luhur bangsa akan menjadi semangat yang kuat untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari norma sosial untuk menjalin keharmonisan bermasyarakat dan bernegara.

Dapat dimaknai bahwa budaya lokal (nilai-nilai kearifan lokal Jawa) termasuk salah satu kekayaan budaya nasional yang dapat berkontribusi memperkuat jiwa dan identitas bangsa Indonesia. Pituduh atau wewaler yang

terkandung dalam kearifan lokal Jawa yang mengatakan, “rukun agawe santosa, crah agawe bubrah” dapat dimaknai, masyarakat Jawa sejak dahulu

kala sudah memiliki pedoman hidup yang konstruktif, visioner, antisipatif, progresif, kritis, dan berkelanjutan dalam konteks keharmonisan hidup di tengah keberagaman perbedaan bermasyarakat berbangsa dan bernegara

Indonesia. “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah” artinya,

Keharmonisan (bersatu) membuat (membawa) kekuatan, Bercerai-berai membuat (membawa) kerusakan (kehancuran).

Di dalam kearifan lokal Jawa, tentu saja ada hal yang sudah tidak sesuai lagi di samping banyak yang masih relevan dengan semangat zaman di era


(26)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

kemakmuran), atau ”alon-alon waton kelakon” (pelan-pelan berpedoman sampai tujuan), atau “manungsa sadrema nglakoni, kadya wayang upamane

(manusia sekedar menjalani, diibaratkan laksana wayang). Pada konteks globalisasi yang disemangati oleh nuansa kompetitif dalam mencapai kemajuan, maka ketiga contoh kearifan lokal Jawa tersebut sudah perlu untuk dipertimbangkan penggunaannya.

Pituduh atau wewaler atau petatah-petitih Jawa dalam bahasa ibu yang masih relefan dengan semangat zaman tetap perlu dipertahankan dan dijaga

agar tetap bisa menjadi motor roda pembangunan bangsa. Contohnya, “Tepa

slira” (bisa menghargai orang lain seperti menghargai diri sendiri), atau “Ajining diri seka lathi, ajining raga seka busana” (harga diri/kualitas diri

seseorang dilihat dari ucapan/budi-bahasa/intelektualnya, kegagahan/kekuatan

sesorang dilihat dari apa yang dipakai/hasil karyanya), atau “Desa mawa cara, negara mawa tata” (setiap masyarakat memakai aturannya, Negara memiliki aturan pemerintahannya), dan lain-lain. Ketiga contoh tersebut, dan banyak lainnya masih perlu dilestarikan dan dijaga untuk dapat dillaksanakan dengan baik. Tambunan di Harian KOMPAS, 28 Februari 2015 mengatakan, bahwa:

“Banyak kearifan lokal dan nilai luhur tradisional yang hanya tepat ditransformasikan lewat bahasa ibu. Karena itu pula, banyak kearifan lokal yang sirna bersamaan dengan pudarnya minat bertutur dalam bahasa daerah. Modernisasi memang melukai tradisi. Kita tidak perlu menuding siapa-siapa. Hanya kita, penganut tradisi itu, yang

harus melestarikannya”.

Terkait kearifan lokal yang berujud bahasa daerah atau bahasa ibu, Tambunan mengkhawatirkan kepedulian masyarakat sudah mulai luntur terhadap bahasa ibunya. Hal ini didasarkan pada pernyataan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2011 bahwa ada 746 bahasa daerah yang bertahan dan diperkirakan pada akhir abad ke 21 tinggal 75 bahasa daerah (di Indonesia) yang bertahan. Juga, tidak banyak yang tahu bahwa tgl. 21 Februari telah ditetapkan oleh UNESCO per 17 November 1999 sebagai Hari Internasional Bahasa Ibu. Selanjutnya, Tambunan mengatakan bahwa


(27)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8

“Sesungguhnya ini peringatan bagi setiap pemangku kepentingan budaya sebab pelajaran bahasa daerah terpinggirkan dari kurikulum sekolah”.

Sebenarnya, pemerhati dan peneliti ke-bahasa-an yang lebih dikenal

sebagai Sasterawan Indonesia, Ajip Rosidi, telah memberikan kajian cukup mendalam tentang bahasa ibu sebagai bagian dari kearifan lokal budaya daerah (bisa dilestarikan melalui pembelajaran di sekolah) yaitu dengan cara

“dijadikan” sebagai bahasa pengantar di sekolah. Rosidi (2012: hlm. 21) berkata,

“Kalau bahasa ibu dijadikan bahasa pengantar di sekolah-sekolah, niscaya timbul pertanyaan: Bahasa Ibu yang mana? Di Indonesia ada ratusan bahasa ibu, apakah semuanya akan dijadikan bahasa pengantar di sekolah? Dari segi kepraktekan saja, mustahil menjadikan semua bahasa ibu yang ada di Indonesia (konon lebih dari 700 macam!) sebagai bahasa pengantar. Lagi pula tidak semua bahasa ibu mampu dijadikan bahasa pengantar.”

Jadi, perlu ada kriteria untuk menentukan bahasa ibu (kearifan lokal) mana

yang bisa masuk kategori dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah di Indonesia kalau akan digunakan sebagai bagian dari proses pendidikan (budi pekerti/pendidikan nilai) guna membangun karakter toleran siswa (generasi muda). Atas dasar keperluan, bahasa ibu yang akan digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, maka, Rosidi (2012: hlm. 21) memberikan solusi dengan pertimbangan: 1) apakah para pemakai bahasa itu menghendaki bahasanya dijadikan bahasa pengantar di sekolah-sekolah di daerahnya; 2) apakah bahasa ibu itu siap untuk dijadikan bahasa pengantar; 3) harus telah tersedia buku-buku yang dapat digunakan sebagai buku pegangan dalam pelajaran dan juga sebagai buku bacaan; dan tentu 4) mempunyai guru yang siap (berpendidikan) untuk memberikan pelajaran dengan bahasa pengantar ibunya.

Di Kabupaten Sleman, untuk mencapai standard (karena belum mencapai ideal) seperti yang disarankan Ajip Rosidi di atas, berdasarkan keempat pertimbangan penggunaan bahasa ibu di sekolah sudah bisa diterapkan. Kendala yang mungkin dialami guru, ada pada referensi praktis pembelajaran untuk guru dan siswa.


(28)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

9 Permasalahannya, dari hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada sekolah dasar di Kabupaten Sleman di tiga wilayah UPT Pendidikan sebagai sampel penelitian ini yaitu UPT Pendidikan Kecamatan Minggir, UPT Pendidikan Kecamatan Godean, dan UPT Pendidikan Kecamatan Depok dari responden diketahui bahwa: a) Para guru belum ada yang menyajikan materi IPS dengan berbasis kearifan lokal Jawa khususnya untuk mengembangkan sikap toleransi, b) Pada umumnya, pembelajaran yang disajikan masih menekankan pada tujuan bersifat kognitif dan keterampilan analisis dalam memecahkan permasalahan pembelajaran, c) Pengembangan aspek afektif yang berujud pada pengembangan kesadaran moral dan perilaku siswa masih sangat kurang, d) Pada umumnya, guru tidak memahami strategi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual khususnya pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal Jawa, e) Pada umumnya para guru belum memanfaatkan lingkungan sosial siswa sebagai sumber belajar dalam pendekatan kontekstual, f) Metode pembelajaran yang digunakan masih standard, yaitu ceramah, diskusi dan tugas rumah, g) Metode pembelajaran belum mengembangkan pada eksplorasi moral-nilai-sikap siswa yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, h) Evaluasi yang dikembangkan kurang mengukur pada nilai-sikap, i) Belum mengembangkan kearifan lokal Jawa khususnya dalam pembelajaran, dan j) Pemanfaatan media pembelajaran pada umumnya masih menggunakan gambar-gambar yang ada pada buku pegangan.

Dari temuan pada studi pendahuluan di atas dapat dikatakan bahwa kearifan lokal Jawa belum pernah dijadikan referensi oleh guru dalam menyampaikan pembelajaran IPS di sekolah dasar. Seorang Kepala Sekolah

SD dari UPT Depok Sleman mengatakan, “Anak-anak sekarang sudah tidak

tahu dan tidak kenal bahasa Jawa apalagi petatah-petitih Jawa. Para guru mengajar berdasarkan RPP yang disusun melalui forum KKG masih menekankan pada aspek kognitif. Referensi hanya dengan buku pegangan

guru atau pegangan siswa.” Padahal, kearifan lokal apabila dapat dijadikan rujukan dalam mengembangkan materi pelajaran IPS secara kontekstual


(29)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

10 memungkinkan siswa akan lebih mudah memahami makna materi yang disampaikan oleh guru.

Selain ditemukan beberapa kelemahan pada para guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS seperti telah disebutkan di atas, yang menggembirakan pada studi pendahuluan juga telah diketahui terdapat potensi professional guna mendukung perlunya kreativitas-inovasi dalam proses pembelajaran. Potensi professional guru yang dimaksud antara lain: a) Para guru telah dapat menyusun RPP dan tujuan pembelajaran yang ingin dikembangkan berdasarkan pada kurikulum yang sedang berlaku, b) Para guru telah mengenal dan menggunakan beberapa metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan tujuan pembelajaran, c) Para guru telah dapat memilih materi yang dikembangkan berdasar pada buku pegangan, d) Para guru bersifat terbuka untuk mendapatkan informasi guna kemajuan pendidikan sebagai kebutuhan profesional, e) Para guru telah memiliki wadah profesi dalam KKG guna peningkatan profesionalisme, f) Para guru telah memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun, dan g) Para guru merasa perlu kearifan lokal Jawa dijadikan bagian dari pendekatan pembelajaran IPS.

Hasil temuan pada studi pendahuluan ini diketahui bahwa kearifan lokal Jawa belum pernah dilaksanakan oleh guru. Ditemukan pula, ada beberapa kelemahan serta beberapa potensi professional dimiliki oleh guru dalam mengembangkan pembelajaran IPS. Berdasarkan temuan tersebut maka

peneliti ingin mengembangkan suatu model pembelajaran untuk

meningkatkan nilai toleransi siswa melalui pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal Jawa. Kearifan lokal Jawa secara kontekstual akan dapat membantu siswa memahami konsep IPS karena materi pelajaran dikembangkan dari nilai-nilai budaya yang ada di lingkungan siswa sendiri. Proses pembelajaran IPS oleh guru dengan menggunakan pendekatan kontekstual yang bersumber pada kearifan lokal Jawa dimungkinkan akan membangkitkan motivasi belajar siswa karena konteksnya relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari di masyarakat di mana siswa hidup dan bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Sleman DIY.


(30)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

11 B. Identifikasi Masalah Penelitian

Dari uraian latar belakang penelitian di atas, diperoleh gambaran permasalahan yang ditemukan di lapangan terkait dengan model pembelajaran yang akan dikembangkan ini. Berbagai permasalahan tersebut dapat disusun dalam bentuk identifikasi masalah penelitian seperti berikut.

1. Para guru belum ada yang menyajikan materi IPS dengan berbasis kearifan lokal Jawa untuk pengembangan nilai-sikap- toleransi. 2. Pada umumnya, pembelajaran IPS disajikan masih menekankan

pada ranah kognitif dan psikomotor dengan metode konvensional. 3. Pengembangan ranah afektif yang berujud pada pengembangan

kesadaran moral dan perilaku siswa belum dapat dilaksanakan secara optimal.

4. Pada umumnya, guru tidak memahami strategi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual khususnya pada pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa.

5. Metode pembelajaran yang digunakan masih standard, yaitu ceramah, diskusi dan tugas rumah. Metode pembelajaran belum mengembangkan pada eksplorasi nilai-moral-sikap siswa yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

C. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas, maka masalah umum penelitian ini adalah “Bagaimana mengembangkan karakter dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kesadaran bertoleransi pada siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sleman DIY?” Masalah umum tersebut peneliti kembangkan lebih spesifik dalam rumusan masalah secara khusus agar penelitian ini lebih jelas dan tajam arah pelaksanaannya.

Untuk kepentingan arahan dan fokus penelitian maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:


(31)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

12 1. Desain model pengembangan karakter seperti apakah yang efektif dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual yang dapat meningkatkan kesadaran bertoleransi pada siswa tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Sleman DIY?

2. Apakah model pengembangan karakter toleran yang dikembangkan dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kesadaran bertoleransi siswa SD kelas V di Kabupaten Sleman DIY?

3. Seberapa tinggi efektivitas model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS melalui pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal Jawa dapat meningkatkan kesadaran bertoleransi pada siswa SD kelas V di Kabupaten Sleman D I Y?

4. Adakah perbedaan hasil belajar pada siswa SD kelas V antara sekolah di daerah pinggiran, daerah sub urban, dan daerah perkotaan di Kabupaten Sleman dengan menggunakan model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS melalui pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal Jawa?

5. Sejauh mana kompetensi guru SD kelas V di Kabupaten Sleman dapat meningkatkan kesadaran bertoleransi siswa dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual menggunakan model yang dikembangkan?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menemukan suatu model pengembangan pendidikan nilai melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa sebagai upaya menanamkan nilai-sikap toleransi siswa SD kelas V di Kabupaten Sleman DIY. Sedangkan tujuan khususnya sebagai berikut:


(32)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

13 1. Menghasilkan desain model pengembangan karakter toleran melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa pada siswa SD kelas V di Kabupaten Sleman D I Y.

2. Menggambarkan peningkatan hasil belajar melalui pembelajaran IPS menggunakan model pengembangan karakter toleran dengan pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal Jawa pada siswa SD kelas V di Kabupaten Sleman DIY.

3. Menggambarkan tinggi-rendah efektivitas model pembelajaran IPS melalui pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal Jawa guna meningkatkan kesadaran bertoleransi pada siswa SD kelas V di Kabupaten Sleman D I Y.

4. Menggambarkan perbedaan hasil belajar pada siswa kelas V SD antara sekolah di daerah pinggiran, daerah sub urban, dan daerah perkotaan di Kabupaten Sleman menggunakan model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS melalui pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal Jawa.

5. Menggambarkan kompetensi guru kelas V SD di Kabupaten Sleman dapat menyajikan pembelajaran IPS melalui pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal jawa menggunakan model yang dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran bertoleran siswa.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis:

1. Manfaat teoritis :

- Temuan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) berbasis kearifan lokal (Jawa) melalui pendekatan penelitian R&D.


(33)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

14 - Karakter toleran dapat dikembangkan melalui pendekatan kontekstual untuk menstransformasikan nilai kearifan lokal (Jawa) dalam proses pembelajaran IPS.

2. Manfaat praktis :

- Secara praktis temuan model pengembangan karakter toleran melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa dapat dijadikan alternatif pembelajaran di sekolah dasar pada umumnya.

- Model pengembangan karakarter toleran melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa dapat meningkatkan daya kreativitas guru dalam mengembangkan materi pembelajaran pada umumnya di kelas.

- Model pengembangan karakarter toleran melalui pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal Jawa dapat dijadikan model untuk pembelajaran IPS di wilayah lain dengan berbasis kearifan lokal etnik lain di SD-SD yang berada di seluruh Nusantara.

- Model pengembangan karakarter toleran melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa dapat meningkatkan kesadaran siswa untuk hidup saling menghormati dan menghargai di tengah masyarakat yang banyak perbedaan latar belakang sosial.

- Model pengembangan karakarter toleran melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

F. Partisipasi Studi

Kajian pendidikan IPS melalui penelitian ini, diharapkan dapat ikut berkontribusi pada pembelajaran yang mengedepankan pengembangan karakter moral (bertoleransi) yang bertema budaya (kearifan lokal) guna memperkuat kepribadian siswa (generasi bangsa) sehingga bisa ikut


(34)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

15 berpartisipasi dalam pembangunan nasional menuju kesejahteraan bermasyarakat berbangsa Indonesia di tengah arus besar globalisasi yang kompetitif dengan semangat yang di-jiwa-i oleh moral Pancasila.

G. Struktur Organisasi Disertasi

Struktur organisasi disertasi ini ditulis secara berurutan mulai dari: BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri dari Sub Bab: A. Latar Belakang Penelitian; B. Identifikasi Penelitian; C. Perumusan Masalah Penelitian; D. Tujuan Penelitian; E. Manfaat Penelitian; F. Partisipasi Studi; dan G. Struktur Organisasi Disertasi.

BAB II tentang KAJIAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN yang terdiri dari Sub Bab: A. Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS); B. Membangun Keharmonisan

Bermasyarakat Berbangsa Indonesia dengan Spirit Bhinneka Tunggal Ika Berdasarkan Pancasila Melalui Pendidikan IPS; C. Makna Kearifan Lokal Jawa dalam Pendidikan IPS; D. Pendidikan Karakter Toleran melalui Pembelajaran IPS; E. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran IPS; F. Penelitian yang Relevan; G. Asumsi Penelitian; H. Kerangka Berpikir; dan H. Hipotesis Penelitian.

BAB III tentang METODE PENELITIAN yang terdiri dari Sub Bab: A. Metode dan Desain Penelitian; B. Populasi dan Sampel Penelitian; C. Definisi Operasional; D. Instrumen Penelitian; E. Prosedur Penelitian; dan F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data.

BAB IV tentang HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN yang terdiri dari Sub Bab: A. Hasil Penelitian, berisi uraian tentang: 1. Deskripsi Lapangan; 2. Model (Hipotetik) Pengembangan Karakter Toleran; 3. Efektivitas Model (Hipotetik) melalui Uji Keterterapan; 4. Perbedaan Hasil Belajar Siswa pada sekolah di Daerah Pinggiran, Sub Urban, dan Perkotaan; 5. Kompetensi Guru di dalam Meningkatkan Kesadaran Bertoleransi Menggunakan Model yang Dikembangkan; 6. Kendala Implementatif dan Faktor Pendukung Keterlaksanaan Pembelajaran IPS menggunakan Model


(35)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

16 Pengembangan Karakter Toleran; dan 7. Deskripsi Hasil Uji Validasi melalui

Quasi Experiment pada Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan Lokal Jawa

Menggunakan Model Pengembangan Karakter Toleran.

Sub Bab B. Pembahasan Hasil Penelitian, berisi tentang: 1. Fenomena Modernisasi dan Memudarnya Nilai-nilai Kearifan Lokal Jawa di Kabupaten Sleman; 2. Model Pengembangan Karakter Toleran; 3. Pendekatan Kontekstual Menggunakan Metode Diskusi dan Bermain Peran pada Model Pengembangan Karakter Toleran; 4. Efektifitas Model Pengembangan Karakter Toleran; 5. Perangkat Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan Lokal Jawa Model Pengembangan Karakter Toleran: 6. Aktivitas Kelas pada Pembelajaran IPS Model Pengembangan Karakter Toleran; 7. Eksistensi Kearifan Lokal Jawa; 8. Faktor Pendukung dan Kendala dalam Melaksanakan Pembelajaran IPS Model Pengembangan Karakter Toleran; 9. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran IPS Menggunakan Model Pengembangan Karakter Toleran; 10. Proses Belajar Mengajar IPS Berbasis Kearifan Lokal Jawa Guna Mengembangkan Karakter Toleran; 11. Perbedaan Model Pengembangan Karakter Toleran dalam Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan Lokal Jawa dengan Sejumlah Penelitian sebelumnya; 12. Padanan (Perbedaan dan Persamaan) Kearifan Lokal Jawa pada Formulasi “RASA” dalam Ilmu

Keguruan dan Formulasi “TRISNA” dalam Ilmu Kedokteran; dan 13.

Pedoman Model Pengembangan Karakter Toleran dalam Pembelajaran IPS. BAB V tentang SIMPULAN DAN SARAN yaitu terdiri dari Sub Bab: A. Simpulan; B. Implikasi; dan C. Saran.

DAFTAR PUSTAKA berisi sejumlah daftar referensi buku, jurnal, hasil penelitian, artikel ilmiah, surat kabar dan sejumlah referensi yang diambil dari internet.

DAFTAR LAMPIRAN terdiri dari sejumlah instrumen penelitian terkait pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa; dokumen photo penelitian; surat ijin penelitian; surat permohonan wawancara kepada Ahli Sejarah Sosial Indonesia; pernyataan telah melaksanakan penelitian; dan pernyataan expert tentang validitas instrumen.


(36)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

190 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan ingin menemukan sebuah model pembelajaran guna mengembangkan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual sebagai upaya menanamkan nilai-moral agar menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku di masyarakat dalam berbangsa dan bernegara pada siswa SD di Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development (R&D). Produk penelitian ini adalah sebuah desain model pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual.

Gall & Borg (2003: hlm. 624) berpendapat, bahwa penelitian dan pengembangan adalah a process used to develop and validate educational

product. Pendekatan penelitian ini mempunyai keunggulan, terutama bila

dilihat dari prosedur kerjanya yang sangat memperhatikan pada kebutuhan dan kondisi nyata di sekolah, sitematis dan bersifat siklus.

Gall & Borg (2003: hlm. 775) mengemukakan bahwa terdapat 10 langkah yang harus ditempuh dalam proses penelitian dan pengembangan, yaitu: (1) research and information collecting, (2) planning, (3) develop

preliminary form of product, (4) preliminary field testing, (5) main product revision, (6) main field testing, (7) operation product revision, (8) operational field testing, (9) final product revision, and (10) dissemination and implementation. Berdasarkan tahapan Research and Development (R&D)

tersebut di atas maka desain penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap studi pendahuluan.

Pada tahap studi pendahuluan ini, ialah melakukan telaah dan kajian

literature terkait pengembangan karakter toleran dalam pembelajaran IPS

yang meliputi: kurikulum pendidikan IPS SD, kearifan lokal Jawa, pendidikan nilai dan pendidikan karakter, strategi pembelajaran, dan


(37)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

191 evaluasi pembelajaran. Selanjutnya, melakukan observasi lapangan di SD di Kabupaten Sleman terkait PBM IPS oleh guru di kelas V yang meliputi persiapan guru (RPP) untuk melaksanakan PBM IPS, media pembelajaran PBM IPS, dan SDM guru di sekolah. Dari hasil observasi lapangan ditemukan bahwa persiapan pembelajaran (RPP) pada umumnya disusun oleh guru atas dasar hasil dari KKG, masih texs book, guru sentris, ceramah, dan tujuan pembelajaran menekankan pada ranah kognitif. Guru dalam PBM IPS belum mengembangkan sikap toleran berbasis kearifan lokal Jawa dengan pendekatan kontekstual untuk mengoptimalkan tujuan pembelajaran pada ranah afektif.

2. Mengembangkan produk awal berujud desain model.

Model ini dirancang menggunakan cara berpikir induktif pada teori pembelajaran yang dikembangkan oleh Joice (2009: hlm. 104-107) dimulai dari menyusun syntax, sistem sosial dalam pembelajaran, peran guru, sistem pendukung, dan dampak pembelajaran. Selanjutnya,

menyusun perangkat pembelajaran sebagai instrumen model

pengembangan karakter toleran yang dirancang.

Tahap selanjutnya menentukan kelas untuk uji model melalui action

research atau PTK dengan pertimbangan bahwa siswa pada kelas PTK ini

memiliki latar belakang sosial yang cukup beragam serta guru yang memiliki kompetensi profesional cukup memadai. SD N 1 Godean Sleman dipilih untuk dapat melaksanakan uji model pengembangan karakter toleran. Peneliti berkolaborasi dengan Guru SD N 1 Godean Kelas V A sebagai guru mitra untuk uji model yang telah dirancang.

Tahap berikutnya, merencanakan sejumlah kelas/sekolah eksperimen dan kelas/sekolah kontrol sebagai sampel uji keterterapan model yang akan dikembangkan secara lebih luas.

3. Validasi ahli.

Sebelum PTK dilaksanakan untuk uji model yang dirancang, peneliti berkonsultasi dengan ahli pendidikan dan sastra budaya Jawa sebagai


(38)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

192 keterlaksanaan model saat PBM IPS berlangsung. Setelah dinyatakan valid maka model hasil rancangan dan instrumen terkait keterlaksanaan model yang akan dikembangkan siap untuk diuji pada kelas PTK.

4. Uji keterterapan model.

Uji keterterapan model dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Quasi Experiment. Ada dua tahapan uji keterterapan model.

Pertama, uji keterterapan model secara terbatas tahap I yaitu dilaksanakan

setelah model diuji melalui PTK. Guru mitra dan pengawas menerima sejumlah perangkat pembelajaran dan diberi pembekalan melalui diseminasi bagaimana proses belajar mengajar (PBM) melalui model yang dikembangkan dilaksanakan di kelas eksperimen.

Pada tahap uji keterterapan model tahap I melibatkan empat guru mitra pada empat kelas eksperimen dan empat guru mitra untuk empat kelas kontrol. Validasi keterterapan model ini dilakukan oleh pengawas sekolah dasar (sebagai validator). Uji keterterapan model pada tahap I ini dilaksanakan di UPT Pendidikan Kecamatan Godean Kabupaten Sleman dengan melibatkan dua pengawas sebagai validator keterlaksanaan model. Dari hasil uji keterterapan secara terbatas tahap I dilakukan perbaikan secukupnya untuk uji keterterapan model secara terbatas tahap II.

Sebelum pelaksanaan uji keterterapan model tahap II para guru mitra kelas eksperimen dan para pengawas menerima sejumlah perangkat pembelajaran dan diberi pembekalan melalui diseminasi bagaimana melaksanakan PBM IPS menggunakan model yang dikembangkan. Pada tahap ini ada 8 guru mitra kelas eksperimen dan tiga pengawas sebagai

validator keterlaksanaan model yang dikembangkan, serta melibatkan 8

guru untuk kelas kontrol. Uji keterterapan model pada tahap II ini dilaksanakan di UPT Pendidikan Kecamatan Minggir dan UPT Pendidikan Kecamatan Depok di Kabupaten Sleman. Mengingat pertimbangan alokasi waktu dan kalender pendidikan SD di Kabupten Sleman maka uji keterterapan model yang dikembangkan tidak sampai pada tahap uji keterterapan secara luas.


(39)

ANWAR SENEN, 2015

MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

193 5. Model final (produk model).

Model final yang dimaksud adalah desain model sebagai produk penelitian ini, setelah melewati revisi sesuai hasil temuan lapangan selama dilakukannya tahapan penelitian yang dimulai dari uji model dalam PTK, uji keterterapan model tahap I, dan uji keterterapan model tahap II. Desain model yang dimaksud ialah sebuah rancangan pembelajaran IPS berbasis

kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual untuk

mengembangkan karakter toleran siswa. B. Populasi dan Sampel Penelitian

Setiap sekolah dasar di UPT Pendidikan yang ada di Kabupaten Sleman memiliki kesempatan sama sebagai sampel penelitian. Di Kabupaten Sleman ada 17 UPT Pendidikan tingkat Kecamatan. Dari 17 UPT Pendidikan tersebut diambil tiga UPT Pendidikan sebagai sampel penelitian yang dapat mewakili sekolah yang berlokasi di daerah pinggiran, sekolah yang berlokasi di daerah sub-urban, dan sekolah yang berlokasi di daerah perkotaan.

Struktur masyarakat di Indonesia terbagi atas lapisan-lapisan kelas sosial yang terbentuk dengan sendirinya dan sudah seharusnya ada dalam struktur sosial masyarakat. Sebagai negara yang memiliki masyarakat yang bersifat majemuk dalam kehidupan berbangsa Indonesia maka memunculkan lapisan-lapisan sosial masyarakat yang beragam dari berbagai aspek kehidupan. Lapisan/struktur masyarakat dapat digolongkan menjadi yang bersifat horizontal dan bersifat vertikal. Struktur masyarakat yang bersifat horizontal didasarkan atas perbedaan adat, agama, suku-bangsa, dan perbedaan kedaerahan. Sementara, struktur masyarakat yang bersifat vertikal didasarkan atas stratifikasi sosial masyarakat yaitu antara lapisan masyarakat berstatus lapisan atas dan masyarakat pada lapisan berstatus bawah (Nasikun, 1995: hlm. 27-28).

Lokasi daerah pinggiran adalah lokasi tempat sekolah yang secara

“geografis” berada di lingkungan jauh dari perkotaan di mana lingkungan


(1)

berbasis kearifan lokal Jawa diduga dapat dilaksanakan menggunakan

formulasi/pendekatan “RASA” padanan dari formulasi/pendekatan “TRISNA”

yang telah dibuktikan dalam memberikan layanan perawatan pada pasien di rumah sakit di bidang ilmu kedokteran.

B. Implikasi

1. Secara teoritis,

Pelaksanaan model pengembangan karakter toleran dalam pendidikan IPS berbasis kearifan lokal Jawa dengan pendekatan kontekstual menuntut konskuensi pada penguasaan pemahaman pada teori pendidikan karakter-toleransi, teori belajar, teori yang berkaitan dengan pendidikan IPS, dan teori kebudayaan terkait nilai-nilai kearifan lokal Jawa. Secara akademis, diperlukan bekal referensi yang cukup komprehensip tentang budaya masyarakat Jawa melalui pendekatan

Etnopedagogi. Hal tersebut diperlukan, guna bisa mentransformasikan

nilai-nilai kearifan lokal Jawa ke dalam proses pendidikan IPS melalui PBM menggunakan model pengembangan karakter toleran ini.

Terkait dengan proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual sebagai strategi utama dalam meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan sikap-perilaku bertoleransi siswa maka diperlukan penguasaan dan pemahaman mendalam tentang pengajaran berlandaskan pada paradigma konstruktivistik. Hal ini penting dilakukan karena konstruktivistik bisa memberikan solusi bagaimana menyampaikan materi ajar menggunakan pendekatan kontekstual untuk dapat mengembangkan aktivitas belajar siswa. Dengan konstruktivisktik potensi siswa dapat digali secara maksimal melalui aktivitas kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Konsekuensinya, guru harus berani melakukan inovasi terhadap pendidikan konvensional secara professional melalui kajian yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.


(2)

2. Secara praktis.

Guru dituntut dapat membuat RPP yang inovatif dan kreatif sebagai pedoman dalam PBM. RPP yang dibuat, juga dapat digunakan sebagai pedoman menyusun materi ajar dan LKS guna mendukung tercapainya pembelajaran menggunakan model pengembangan karakter toleran ini. Hal lainnya ialah, bahwa model ini dapat digunakan untuk menjadi rujukan (referensi) pada mata pelajaran lain yang mengandung tema budaya disesuaikan dengan etnis daerah setempat, sesuai tujuan pembelajarannya. Keberhasilan model yang dikembangkan ini, berimplikasi pada:

a. Pembuatan RPP. Persiapan pembelajaran yang dirancang dalam RPP

harus disiapkan dengan matang berbekal pengetahuan secara akademis yang cukup dan memerlukan upaya kreatif sehingga dapat menggambarkan bagaimana PBM bena-benar dapat memberdayakan dan mengembangkan potensi/kompetensi siswa sesuai tujuan pembelajaran yaitu untuk meningkatkan kesadaran toleransi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia melalui pendidikan IPS.

b. Materi pembelajaran. Materi pelajaran dikembangkan berdasarkan

pada nilai-nilai kearifan lokal Jawa. Buku pegangan guru atau siswa

“sebatas” menjadi acuan berdasar pada kurikulum yang berlaku

dengan tidak mengurangi esensi materi yang dikembangkan. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa materi pelajaran yang dibahas pada buku pegangan belum tentu sesuai dengan budaya lokal setempat (Jawa) guna mengembangkan karakter toleran siswa. Guna kepentingan tercapainya tujuan pembelajaran menggunakan model yang dikembangkan ini maka diperlukan upaya kreatif guru untuk memilah dan memilih materi pelajaran. Ketepatan menentukan materi ajar disesuaikan dengan tujuan pelajaran menjadi kata kunci keberhasilan mengembangkan pembelajaran sehingga siswa memiliki kesadaran-sikap bertoleransi.


(3)

c. Media pembelajaran. Keberhasilan model pengembangan karakter

toleran dalam pendidikan IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual ditentukan pula oleh penggunaan media pembelajaran. Dinamisasi persmasalahan sosial yang sedang berkembang di masyarakat pada lingkungan kehidupan siswa pada tingkat lokal atau nasional berkontribusi positif pada kemudahan pemahaman siswa menerima pembelajaran. Ketepatan menentukan media pembelajaran bernuansa persoalan sosial yang dipicu adanya pemaksaan kehendak oleh individu atau kelompok menjadi kata kunci untuk memudahkan siswa memahami pembelajaran, di mana sikap toleransi perlu dimiliki setiap individu agar tidak terjadi konflik sosial dan dapat hidup harmonis.

d. Strategi pembelajaran. Bisa dikatakan, bahwa strategi pembelajaran

dengan pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang dianggap paling tepat untuk mengembangkan karakter moral-toleransi siswa berbasis kearifan lokal Jawa dalam pelajaran IPS. Permasalahannya, kebanyakan guru SD belum mampu menerapkan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajarannya. Pada tahap memilih strategi pembelajaran dan melaksanakannya dalam bentuk aktivitas kelas dapat dilihat sejauh mana kualitas guru bisa mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan baik. Strategi pembelajaran yang digunakan guru juga harus bisa mencerminkan pembelajaran yang inovatif tidak konfensional.

e. Pengembangan nilai-sikap-toleransi. Tujuan pembelajaran dengan

menggunakan model ini menekankan pada ranah afektif atau pengembangan sikap-perilaku sehingga memerlukan keteladanan guru pada tataran implemtatif baik di lingkungan sekolah atau pada kehidupan yang lebih luas di masyarakat. Kesadaran moral yang ditekankan melalui proses pembelajaran secara verbal perlu didukung dengan contoh-contoh nyata yang “diperankan” guru melalui aktivitas kelas dan aktivitas keseharian. Pada tahap ini, keterlaksanaannya


(4)

dimungkinkan paling sulit. Guru pada umumnya telah terbiasa

“berpola pikir” sebagai instruktur, fasilitator, dinamisator, dan motivator selama proses pembelajaran berlangsung dan dimungkinkan lupa, bahwa pada diri seorang guru melekat secara inheren sebagai teladan dalam bersikap-berperilaku bagi siswanya. Harus diingat

kembali, bahwa “kehormatan” seorang guru selain kemampuan

akademisnya perlu mendapat dukungan dari tataran aplikasinya dalam bentuk keteladanan bersikap-perilaku sehari-hari.

3. Secara metodologis.

Luasnya wilayah Kabupaten Sleman dengan jumlah subyek penelitian yang banyak dan sejumlah perangkat instrument yang harus disiapkan untuk sampai tahap verifikasi dari pakar, memerlukan konsentrasi dan pengelolaan waktu yang tidak mudah dilalui. Beruntung, semua subyek penelitian yang terlibat di lapangan memberikan respon sangat posistif sehingga dapat memperlancar dan menambah energi untuk menyelesaikan penelitian ini. Guna memperoleh keberhasilan penelitian model pengembangan karakter toleran ini memerlukan energi, waktu, dan biaya tidak sedikit.

Kekuatan secara metodologis pada penelitian ini adalah menggunakan dua pendekatan penelitian yaitu penelitian kualitatif menggunakan Action Research dan pendekatan penelitian kuantitatif menggunakan Quasi Experiment. Penelitian kualitatif berguna untuk menemukan model pengembangan karakter toleran yang dikembangkan. Sementara, penelitian kuantitatif berguna untuk menguji keberhasilan model pengembangan karakter toleran yang telah diperoleh melalui penelitian kualitatif. Pendekatan kuantitatif tepat untuk memberikan gambaran seberapa jauh model pengembangan karakter toleran efektif meningkatkan prestasi keberhasilan belajar siswa melalui uji keterterapan. Efektifitas model, dapat diketahui hanya dengan pendekatan kuantitatif melalui perbandingan prestasi hasil belajar siswa dari uji keterterapan model antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.


(5)

Keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini terletak pada waktu

pelaksanaan uji keterterapan model dilaksanakan di lapangan. Hal ini, terkait pada tema pembelajaran atau indikator pembelajaran yang sesuai dengan model pengembangan karakter toleran ini. Pengembangan karakter toleran berbasis kearifan lokal Jawa dalam pembelajaran IPS pada kelas V SD hanya ada pada semester ganjil saja., sehingga pelaksanaannya harus bisa mengelola waktu dengan tepat di samping menjalin kerjasama yang baik secara professional dengan guru mitra dan pengawas SD agar model pengembangan karakter toleran dapat dilaksanakan dengan tidak mengganggu jadwal pelajaran lainnya sesuai dengan kalender sekolah yang sedang berjalan. Keterbatasan biaya yang ada dan keterbatasan waktu terkait dengan masa studi (sebagai mahasiswa) menyebabkan penelitian ini dilaksanakan sampai uji keterterapan secara terbatas tahap II. Uji keterterapan sampai pada tahap II telah memberikan gambaran keberhasilan pendidikan IPS berbasis kearifan lokal Jawa melalui pendekatan kontekstual.

C. Saran

Berdasarkan pada hasil penelitian melalui pembahasan dapat disarankan dan direkomendasikan bahwa:

1. Model ini dapat dijadikan rujukan pada mata pelajaran yang berbasis budaya lokal khususnya untuk mengembangkan nilai-moral-toleransi disesuaikan dengan budaya etnis daerah setempat di seluruh Nusantara di mana sekolah berada.

2. Masih diperlukan adanya kajian-kajian akademis-praktis tentang nilai-nilai kearifan lokal Jawa untuk dapat dijadikan referensi guna memudahkan para guru mengaplikasikan dalam pembelajaran di sekolah. Diharapkan ada penelitian lanjutan atau kajian-kajian ilmiah tentang nilai-nilai kearifan lokal Jawa di samping pituduh atau


(6)

dalam lelagon, dolanan bocah, dan lain-lain dalam pendidikan IPS guna menyempurnakan hasil penelitian ini.

3. Pembuatan RPP secara kolektif tidak disarankan. RPP yang dibuat sama (secara kolektif) digunakan oleh guru pada sekolah yang berbeda akan mengurangi esensi pendekatan kontekstual karena lingkungan siswa atau lingkungan sekolah dimungkinkan ada perbedaan antara satu dengan yang lain.

4. Bagi pengambil kebijakan: a) model pembelajaran hasil pengembangan ini berkontribusi sebagai referensi untuk pengambilan kebijakan terkait dengan upaya peningkatan kualitas SDM guru ditataran teknis pembelajaran dan b) dalam upaya penambahan referensi pembelajaran praktis berbasis kearifan lokal Jawa untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran di kelas.