BAB I PENDAHULUAN Peta Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotika Pada Pasien Faringitis Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penyakit infeksi merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas
dan morbiditas di dunia. Angka mortalitas yang terjadi pada negara berkembang
mencapai 39,5 juta dan lebih dari 25% disebabkan oleh penyakit infeksi
(Dwiprahasto, 2005). Secara umum, penyakit infeksi disebabkan oleh bakteri,
jamur, virus, dan parasit (Jawetz et al., 2005).
Angka kejadian penyakit infeksi saluran nafas di Indonesia mencapai 25
%. Infeksi saluran nafas ini mendominasi infeksi lainnya seperti infeksi saluran
cerna, infeksi saluran kemih, kulit bahkan infeksi sistemik (Kemenkes RI, 2013).
Faringitis merupakan salah satu infeksi saluran nafas atas yang paling banyak
terjadi (Depkes RI, 2005). Kasus faringitis disebabkan oleh infeksi langsung pada
faring akibat virus atau bakteri (Vincent et al., 2004). Agen penyebab dari infeksi
bakteri ini diantaranya Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci grup
A hemolitik (Wessels, 2011). Selain itu, beberapa kuman yang juga pernah
diisolasi dari hasil usap tenggorokan pada pasien faringitis diantaranya adalah
bakteri Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginusa,
Escherichia coli, Acinetobacter baumanniii (Isnawati et al., 2002).
Salah satu penatalaksanaan penderita infeksi karena bakteri adalah

pengobatan dengan antibiotik (Mardiastuti, 2007). Antibiotika merupakan
golongan obat yang paling banyak digunakan. Penggunaan antibiotik secara
rasional penting dilakukan karena mengakibatkan munculnya bakteri yang
resisten terhadap antibiotika (Sutrisna, 2012). Masa kejayaan antibiotika kini
mulai hilang setelah dilaporkan bahwa antibiotik tidak mampu mengatasi
beberapa bakteri patogen, karena bakteri mulai resisten terhadap antibiotik
(Kuswandi, 2011). Resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat disebabkan
karena secara alamiah bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik, penghentian
antibiotik sebelum penyakit sembuh, dan pemberian antibiotik tidak tepat dosis
(Jawetz et al., 2005).

1



Uji laboratorium dilakukan untuk memastikan bakteri penyebab infeksi
faringitis. Mesin Vitek merupakan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi
jenis bakteri dan menguji kepekaannya terhadap antibiotik dengan waktu yang
relatif cepat (Dubois, 2012). Interpretasi hasil data beberapa uji biokimia juga
dihasilkan dengan menggunakan alat vitek. Vitex 2 compact digunakan RSUD Dr.

Moewardi untuk mengetahui peta kuman dan resistensinya terhadap antibiotik
dari berbagai spesimen (Chudlori, 2013).
Berdasarkan pedoman penggunaan antibiotik RSUD Dr. Moewardi tahun
2011, organisme penyebab faringitis yaitu bakteri Streptococcus grup A.
Rekomendasi terapi antibiotik yaitu penicillin oral, clindamycin, makrolida, dan
aminopenicillin yang dikombinasi inhibitor β-laktamase, sedangkan alternatif
terapi yang digunakan yaitu antibiotika Cefalosporin oral, cefotaxime, dan
ciprofloxacin (RSUD Dr. Moewardi, 2011). Penggunaan antibiotik ini perlu suatu
program untuk pengawasan terhadap bakteri yang resisten, mengontrol infeksi,
mengawasi penggunaan antibiotik di rumah sakit, membuat suatu pedoman yang
baru secara berkesinambungan untuk pemakaian antibiotik dan profilaksis, serta
memonitor penggunaan antibiotik di rumah sakit sehingga dapat meningkatkan
penggunaan antibiotik yang rasional. Rumah sakit juga memonitor pola resistensi
dengan mencatat data laboratorium uji resistensi sehingga dapat digunakan untuk
mengetahui antibiotik yang masih poten, tepat, aman dan efektif serta
menghasilkan luaran klinik yang baik (Refdanita et al., 2004).
Oleh karena itu, maka perlu melakukan suatu usaha untuk mencegah atau
mengatasi munculnya resistensi bakteri dengan cara memonitor pemakaian
antibiotik sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui peta kuman dan
resistensinya terhadap antibiotika pada pasien faringitis di RSUD Dr. Moewardi

tahun 2014.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan,
bagaimana peta kuman dan resistensinya terhadap antibiotika pada pasien
faringitis di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014.

 



C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peta kuman dan resistensinya
terhadap antibiotika pada pasien faringitis di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014.

D. Tinjauan Pustaka
1. Faringitis
Faringitis merupakan salah satu ISPA (infeksi saluran nafas akut) bagian
atas (Isnawati, 2001). Faringitis adalah peradangan akut membran mukosa faring
dan struktur lain di sekitarnya (Naning, 2008).
a. Epidemiologi

Departemen kesehatan di Universitas Louisiana State New Orleans,
mendapati 92 orang yang menderita eksudatif faringitis akut (Marvez, 1998).
Di Turki, dijumpai 103 pasien yang menderita faringitis akut berumur antara 18
hingga 65 tahun (Tasar, 2008). Di Amerika Serikat, pada tahun 2007 terdapat
lebih dari 15 juta angka kejadian karena faringitis per tahun (Wessels, 2011).
b. Etiologi
Menurut Mokkapati & Yalamanchili (2010), terdapat beberapa penyebab
infeksi bakteri yang ditemukan pada usapan tenggorok pada pasien faringitis dan
infeksi faringitis juga dapat disebabkan oleh virus (Anjos et al., 2014). Virus pada
umumnya menjadi penyebab pada kasus faringitis sebesar 75% (Anjos et al.,
2014).
Tabel 1. Penyebab infeksi faringitis
Penyebab
Virus

Bakteri

Contoh
rhinovirus, influenza virus, herpes simplex virus, Epstein-Barr virus, human
immunodeficiency virus, adenovirus,coronavirus

(Anjos et al., 2014)
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, Streptococcus equisiilis,
Enterobacter cloacae, Acinetobacter baumannii
(Mokkapati & Yalamanchili, 2010)

 



c. Patofisiologi
Menurut Stoll (2001), infeksi faringitis diklasifikasikan secara klinis dan
patofisiologis menjadi dua, yaitu dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Klasifikasi infeksi faringitis secara klinis dan patofisiologis
Jenis

Faringitis akut

Faringitis kronis
Faringitis hipertrofi


Faringitis atrofi

Faringitis granular
kronik

Gejala dan Tanda
Mukosa dan tonsil
merah,
malaise,
nyeri tenggorok,
demam dan batuk

Patofisiologi
Terjadi infiltrasi pada lapisan epitel,yang
apabila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi, terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfnuklear


Gatal, kering, berlendir
yang sukar dikeluarkan
dari tenggorokan,
disertai batuk
Tenggorokan terasa
kering dan tebal, mulut
berbau

Terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring (granuler), tampak mukosa menebal
serta hipertrofi kelenjar limfe dibawahnya
dan dibelakang faring posterior

Pembengkakan folikel
limfe pada dinding
faring

2. Sekret Tenggorok
Spesimen sekret tenggorok diambil oleh dokter atau personel yang
terlatih. Pasien harus duduk menghadap sumber cahaya yang kemudian lidah

ditekan dengan spatula, sebuah lidi kapas steril diusapkan dengan kuat pada tiap
tonsil, melalui dinding belakang faring dan semua tempat yang meradang. Jika
spesimen tidak dapat diproses dalam 4 jam, usapan harus dimasukkan dalam
media transpor (misalnya, Amies atau Stuart) (Vandepitte, 2010). 
Pemeriksaan tenggorokan dengan cara asupan tenggorok dilakukan untuk
menentukan terapi antibiotik yang tepat. Pemeriksaan kultur ini memiliki
sensitivitas 90-95% untuk mendiagnosis, sehingga lebih diandalkan sebagai
penentu penyebab faringitis (Anjos et al., 2014).

3. Antibiotika
Antibiotika adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati
suatu infeksi karena bakteri (Mitrea, 2008). Menurut Neal (2006), antibiotik
mempunyai toksisitas selektif sebagai bakteriostatik (menghambat pertumbuhan
 



bakteri) dan bakterisid (membunuh bakteri) sehingga bakteri terhadap antibiotik
dapat menjadi sensitif dan resisten. Bakteri resisten jika organisme terus tumbuh
meskipun telah diberikan antibiotik, dan bakteri sensitif terhadap antibiotik

apabila organisme tersebut dapat dihambat atau dimusnahkan (Jawetz et al.,
2005).
Tabel 3. Antibiotika untuk pasien faringitis
Berdasarkan
Pedoman
penggunaan
antibiotik RSUD
Dr. Moewardi
tahun 2011

Organisme penyebab
Streptococcus grup A

Antibiotika
Alternatif terapi :
Rekomendasi terapi :
penicillin oral
Cefalosporin oral,
(amoxycillin, ampicillin)
cefotaxime, dan

clindamycin, makrolida,
ciprofloxacin.
dan aminopenicillin yang
dikombinasi inhibitor βlaktamase.

4. Resistensi bakteri
Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik yang berupa
resistensi alamiah. Kegagalan terapi antibiotik terjadi apabila bakteri telah resisten
terhadap antibiotik. Resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat dilihat pada tabel
4.
Menurut pedoman umum penggunaan antibiotik (Kemenkes RI, 2011)
resistensi bakteri terhadap antibiotik dibagi menjadi 5 yaitu :
a. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi
b. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik
c. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri
d. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel akibat perubahan sifat dinding sel
bakteri
e. Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam
sel melalui mekanisme transpor aktif ke luar sel.


5. Algoritme terapi faringitis
Infeksi faringitis yang disebabkan oleh virus atau bakteri dapat secara
langsung menginvasi mukosa pada rongga tenggorokan, menyebabkan suatu
respon inflamasi lokal. Streptococcus group A merupakan bakteri penyebab
faringitis akut yang paling sering, kira-kira 15 sampai 30 % kasus pada anak-anak,
 



dan 5 sampai 10 % pada orang dewasa. Gejala dapat berupa rasa sakit pada
tenggorokan, nyeri saat menelan, demam, pusing, nyeri perut, mual dan muntah
dan tanda-tanda yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat
pada faring dan tonsil, edema uvula, dan limfadenopati servikalis anterior. Tidak
semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak pasien datang
dengan gejala yang ringan dan tanpa eksudatif (Bisno, et al., 2002).
Tabel 4. Resistensi bakteri terhadap antibiotika
Antibiotika
Penicillin dan Cefalosporin

Vankomycin
Tetrasiklin
Aminoglikosida

Makrolida

Fluorokuinolon

Sulfonamid dan trimethoprim

Resistensi bakteri terhadap antibiotika
1.Bakteri resisten karena mutasi : menyebabkan
terbentuknya produksi protein pengikat penicillin yang
berbeda
2. Bakteri memiliki sistem transpor membran luar yang
terbatas, yang mencegah penicillin mencapai membran
sitoplasma.
3. Bakteri memiliki kemampuan untuk memproduksi beta
laktamase, yang akan menghidrolisis ikatan pada cincin beta
laktam molekul penicillin dan mengakibatkan inaktivasi
antimikroba.
Adanya enzim pada sel bakteri yang resisten, yang akan
membuang residu alanin dari bagian peptida peptidogikan.
1. Adanya bentuk perubahan pada membran sitoplasma.
2. Resistensi pompa eflux
Sel bakteri memproduksi enzim – enzim yang dapat
menambahkan fosfat, asetat, atau gugus adenil sehingga
terjadi modifikasi antibiotik yang menyebabkan tidak
mampu berikatan dengan subunit 30S ribosom untuk
menghambat sintesis protein
Bakteri mengalami mutasi pada target antibiotik, yang
didasarkan atas enzim RNA metilase yang menambahkan
gugus metil ke dalam gugus adenin spesifik pada subunit
50S rRNA.
Resistensi bakteri terhadap flurokuinolon disebabkan adanya
mutasi pada gen pengkode DNA girase yang menyebabkan
diproduksinya enzim yang aktif namun tidak dapat diikat
oleh flurokuinolon.
Bakteri mengalami mutasi pada gen pengkode enzim yang
terlibat dalam jalur metabolisme sintesis asam
tetrahidrofolat.

(Pratiwi, 2008)
Infeksi faringitis karena virus, gejala disertai dengan konjungtivitis,
coryza, malaise, fatigue, serak, dan demam yang tidak tidak terlalu tinggi
(Vincent, et al., 2004). Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar
limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 380 C maka
dapat dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS (Bisno, et al., 2002).
 



Kultur tenggorok merupakan suatu metode yang dilakukan untuk
menegaskan suatu diagnosis dari faringitis. Kultur tenggorok sangat penting bagi
penderita yang lebih dari 10 hari. Rapid antigen detection test merupakan suatu
metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Jika hasil yang
diperoleh adalah positif maka pengobatan antibiotik yang tepat (Bisno, et al.,
2002).
Apabila penyebabnya diduga infeksi virus, pasien cukup diberikan terapi
suportif seperti analgesik, antipiretik, kumur dengan larutan garam, gargarisma
khan, dan lozenges/ tablet hisap untuk nyeri tenggorokan. Antibiotika diberikan
untuk faringitis yang disebabkan oleh bakteri (Depkes RI, 2005).
Tabel 5. Algoritme terapi antibiotika pada pasien faringitis

Lini pertama

Antibiotika
Penicilin G (untuk pasien yang tidak
dapat menyelesaikan terapi oral selama
10 hari)

Dosis
1 x 1,2 juta U i.m. 1dosis

Penicilin VK

Anak: 2-3 x 250 mg
Dewasa 2-3 x 500 mg selama 10
hari
Anak: 2-3 x 250 mg
Dewasa 2-3 x 500 mg selama 10
hari
Anak: 4 x 250 mg
Dewasa:4x 500 mg selama 10 hari

Amoxycillin
(Clavulanat)
Lini kedua
kedua

Eritromycin
(untuk pasien alergi Penicilin)
Azitromycin
Claritromycin

Cefalosporin generasi
satu atau dua
Levofloxacin (hindari
untuk anak maupun wanita hamil)

1 x 500 mg, kemudian 1x250 mg
selama 4 hari berikutnya
Anak:15 mg/kg/hari terbagi dalam
2 dosis
Dewasa: 2 x 250 mg
Bervariasi
sesuai agen selama 10 hari
Dewasa: 1 x 250-500 mg selama
10 hari

(Depkes RI, 2005)
E. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data ilmiah tentang peta
kuman dan resistensinya terhadap antibiotika pada pasien faringitis di RSUD Dr.
Moewardi.

 

Dokumen yang terkait

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) Peta Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotika Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 13

PENDAHULUAN Peta Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotika Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 3 8

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) Peta Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotika Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

3 7 15

PENDAHULUAN Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 1 10

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD Peta Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotik Pada Penderita Gangren Diabetik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 4 16

PENDAHULUAN Peta Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotik Pada Penderita Gangren Diabetik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

1 5 8

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PASIEN FARINGITIS DI RSUD Dr. MOEWARDI Peta Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotika Pada Pasien Faringitis Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 8 18

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PASIEN FARINGITIS DI RSUD Dr. MOEWARDI Peta Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotika Pada Pasien Faringitis Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 13

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIKA DARI SPESIMEN PUS DI RSUD Pola Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotika Dari Spesimen Pus Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2012.

0 2 15

PENDAHULUAN Pola Kuman Dan Resistensinya Terhadap Antibiotika Dari Spesimen Pus Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2012.

0 2 7