HUBUNGAN TERPAAN SINETRON REMAJA DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP PERGAULAN BEBAS REMAJA DI SURABAYA (Studi Korelasional Hubungan Terpaan Sinetron Remaja Dengan Sikap Remaja Terhadap Pergaulan Bebas Remaja di Surabaya).

HUBUNGAN TERPAAN SINETRON REMAJ A DENGAN SIKAP REMAJ A
TERHADAP PERGAULAN BEBAS REMAJ A DI SURABAYA
(Studi Korelasional Hubungan Terpaan Sinetron Remaja Dengan Sikap Remaja
Ter hadap Pergaulan Bebas Remaja di Surabaya)

SKRIPSI

OLEH :
MARIA ULFAH HANAFI
0743010291

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “ HUBUNGAN
TERPAAN

SINETRON

REMAJ A

DENGAN

SIKAP

REMAJ A

TERHADAP PERGAULAN BEBAS REMAJ A DI SURABAYA” (Studi
Korelasi Kuantitatif Hubungan Ter paan Sinetr on Remaja dengan Sikap
Per gaulan Bebas Remaja di Surabaya) dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Sumardjijati, M.Si
selaku Dosen Pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan penulis juga
banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa moril, spiritual
maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terimah kasih kepada :
1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito, S.sos, Msi, selaku Ketua Program Ilmu Studi Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si selaku Sekretaris Program Ilmu Studi
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Para dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan
motivasi yang berguna bagi penulis.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Serta tak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih secara khusus kepada :
1. Allah SWT yang telah merestui langkah penulis sampai terselesainya skripsi
ini dengan lancar dan sukses.
2. Orang tua tersayang H. Imam Hanafi dan Hj. Shochibah terima kasih karena

selalu memberi dukungan doa, moril, dan materiil, I LOVE YOU…!!!
3. Adik penulis M. Fikri Hanifuddin yang terkadang membantu begadang dalam
menulis skripsi. Fajar, Dicky, Akbar dan Roy yang selalu meramaikan dan
mengganggu penulis.
4. Para sahabat penulis Tjong Eva dan Rizka Rahmawati yang selalu mendukung
dan memberikan semangat tiada henti. Teman-teman Ilmu Komunikasi
angkatan 2007 terima kasih atas sarannya. Serta Pihak-pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini akan ditemukan banyak
kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala keterbatasan
yang penulis miliki semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
umumnya dan penulis khususnya.
Surabaya, Juni 2011

Penulis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..i
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI….……ii
KATA PENGANTAR …..……………………………………………………....iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….xii
ABSTRAKS……………………………………………………………………..xii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………………1
1.2 Perumusan Masalah ……………………………………………….10
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………….10
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………...10
BAB II KAJ IAN PUSTAKA …...……………………………………………...11
2.1 Landasan Teori …………………………………………………….11
2.1.1 Teori Kultivasi (Cultivation Theory) ………………………..11
2.1.2 Televisi ………………………………………………………12


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.1.3 Remaja Sebagai Khalayak Media …………………………...14
2.1.4 Konsep Sikap…………………………………………………15
2.1.5 Sinetron Remaja …………………………………………….19
2.1.6 Terpaan Media ………………………………………………21
2.1.7 Efek Media Massa …………………………………………..23
2.1.8 Teori Kebutuhan Terhadap Media Massa …………………..25
2.2 Kerangka Berfikir ………………………………………………....27
2.3 Skema Kerangka Berfikir ………………………………………….28
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………29
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ………………….29
3.1.1 Variabel Bebas atau Variabel X…………………………….29
3.1.2 Variabel Terikat atau Variabel Y …………………………..30
3.1.3 Pengukuran Variabel……………………………………….32
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ………………..35
3.2.1 Populasi …………………………………………………….35
3.2.2 Sampel dan Teknik Penarikan Sampel …………………….36


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.3 Teknik Pengumpulan Data ……………………………………….39
3.4 Metode Analisis Data …………………………………………….40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………....44
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ……………………………...44
4.2 Penyajian Data ……………………………………………………45
4.2.1 Identitas Responden…………………………………………45
4.2.2 Rekapitulasi Hasil Penyebaran Kuisioner ………………….48
4.2.2.1 Variabel Terpaan Sinetron Remaja di Televisi (X)…...48
4.2.2.2 Variabel Sikap Remaja Terhadap Pergaulan Bebas
Remaja (Y)…………………………………………….51
A. Sikap Remaja Terhadap Pergaulan Bebas Remaja
Kategori Kognitif (Y) …………………………….......51
B. Sikap Remaja Terhadap Pergaulan Bebas Remaja
Kategori Afektif (Y) ………………………………….56
C. Sikap Remaja Terhadap Pergaulan Bebas Remaja
Kategori Konatif (Y) ………………………………….59
4.3 Analisis dan Pengujian Hipotesis ………………………………...63

4.3.1 Analisis Data…………………………………………………...64

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.3.2 Pengujian Hipotesis……………………………………………65
4.3.3 Interpretasi Hasil………………………………………………67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….....68
5.1 Kesimpulan……………………………………………………….68
5.2 Saran………………………………………………………………69
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………70
LAMPIRAN – LAMPIRAN……………………………………………………..72

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAKS
MARIA ULFAH HANAFI, HUBUNGAN TERPAAN SINETRON REMAJ A
DENGAN SIKAP REMAJ A TERHADAP PERGAULAN BEBAS REMAJ A
DI SURABAYA (Studi Kor elasional Hubungan Terpaan Sinetron Remaja

Dengan Sikap Remaja Ter hadap Pergaulan Bebas Remaja Di Surabaya)
Penelitian ini didasarkan pada fenomena maraknya sinetron-sinetron
remaja maupun program acara televisi lainnya menampilkan cerita-cerita ataupun
adegan-adegan yang kurang mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma budaya
ketimuran seperti perempuan merokok, pergi ke klab malam, narkoba, kehamilan
yang terjadi di luar nikah dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
sikap remaja terhadap pergaulan bebas remaja di Surabaya sesuai dengan
pendekatan Cultivation Theory atau Teori Kultivasi.
Metode yang digunakan adalah analisis koefisien korelasi Rank Spearman
yang termasuk dalam penelitian kuantitatif. Disini metode kuantitatif
menggunakan teori Kultivasi atau Cultivation Theory.
Hasil penelitian ini berdasarkan analisis data yang memiliki kesimpulan
bahwa tidak ada hubungan dari terpaan sinetron dengan sikap pergaulan bebas
remaja. Dalam penelitian ini merasa bahwa sikap pergaulan bebas tidak hanya
timbul dari kegemaran mereka menonton sinetron remaja yang ditayangkan di
televisi, akan tetapi juga dapat timbul dari lingkungan sekitar, keluarga, serta
pengaruh dari teman.

Kata kunci : Sikap, Remaja, Tayangan Sinetron remaja, pergaulan bebas.


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehadiran media massa saat ini sangat berperan dalam menyampaikan
informasi yang akurat kepada masyarakat sesuai dengan fungsinya sebagai kontrol
sosial. Dimana setiap isu yang berkembang di masyarakat sangat erat dengan cara
media mengkonstruksi dan menyampaikan informasi tersebut kepada khalayak.
Disisi lain media merupakan sarana informasi yang memungkinkan masyarakat
untuk mengetahui realitas yang terjadi disekitarnya.
Masyarakat

dalam

kehidupannya


membutuhkan

informasi

untuk

memenuhi segala kebutuhan yang semakin beragam. Informasi selalu berkembang
seiring dengan perkembangan jaman. Dapat dikatakan masyarakat tidak hanya
butuh melainkan masyarakat sangat dituntut untuk mengetahui informasiinformasi yang selalu berkembang. Dalam penyampaian informasi tidak lepas dari
proses komunikasi dimana dalam proses komunikasi selalu membutuhkan sarana
atau media dalam menyampaikan informasinya, baik melalui media massa atau
melalui media komunikasi interpersonal.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam
memperoleh informasi tidak hanya komunikasi secara langsung (tatap muka),
tetapi juga dapat melalui media massa untuk membantu komunikator berhubungan
dengan

khalayaknya.

Media


massa

dapat

menjadi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

jembatan

untuk

2

menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu,
bahkan pelapisan sosial dalam suatu masyarakat. Media massa juga mempunyai
pengaruh yang besar dalam pembentukan respon dan kepercayaan. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokok media massa membawa pula pesanpesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan respon seseorang.
Kehadiran media massa merupakan gejala awal yang menandai kehidupan
masyarakat modern sekarang ini. Hal ini dapat dilihat melalui meningkatnya
tingkat konsumsi masyarakat terhadap berbagai bentuk media masssa dan
bermunculan media baru yang menawarkan banyak pilihan pada khalayaknya,
yang pada akhirnya akan menimbulkan ketergantungan pada media elektronik
tersebut. Pesan yang disampaikan oleh media massa melalui majalah, koran,
tabloid, buku, televisi, radio, internet, dan film dapat diterima secara serempak
oleh khalayak yang jumlahnya ribuan bahkan hingga puluhan juta. Berdasarkan
pengamatan beberapa ahli bidang pertelevisian menyebutkan bahwa informasi
yang diperoleh melalui siaran televisi dapat mengendap dalam daya ingatan
manusia lebih lama dibandingkan dengan perolehan informasi melalui membaca,
karena televisi menyajikan gambar yang merupakan pemindahan bentuk, warna,
ornament dan karakter yang sesungguhnya dari obyek yang divisualkan (Muda,
2004 : 21)
Dalam media eletronik, televisi merupakan salah satu media yang paling
efektif karena selain dapat mendengar, pemirsa juga dapat melihat. Penonton
televisi tak perlu susah-susah pergi ke gedung bioskop atau gedung sandiwara
karena pesawat televisi menyajikan kerumahnya (Effendi, 2002 : 60). Televisi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

adalah salah satu diantara sekian banyak media massa yang tengah berkembang.
Meskipun demikian, perkembangannya terus-menerus dan cepat. Hal ini terbukti
dari makin banyaknya stasiun televisi swasta bermunculan, ini dikarenakan media
televisi memiliki banyak keunggulan tersendiri dibandingkan media lain yang
lahir saat itu (Kuswandi, 2000 : 8). Televisi merupakan gabungan dari media
gambar dan dengar. Kekuatan gambar menjadi andalan media televisi, karena
gambar yang disajikan bukan gambar mati melainkan gambar hidup yang mampu
menimbulkan kesan pada penonton. Hal ini jelas menguntungkan televisi untuk
digunakan penonton karena sifatnya yang audio visual.
Selain itu televisi memiliki segi positif yaitu suatu pesan yang
disampaikan kepada penonton tidak mengalami proses yang berbelit (Effendi,
1993 : 178). Dengan demikian, sasarannya adalah untuk menjangkau massa yang
cukup besar. Penonton dapat melihat sendiri rangkaian kejadian dari awal hingga
akhir. Nilai aktualisasi terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangatlah cepat.
Penonton atau pemirsa adalah sasaran komunikasi melalui televisi siaran
yang karena heterogen masing-masing, mempunyai kerangka acuan (frame of
reference) yang berbeda satu sama lain. Mereka berbeda bukan saja dalam usia
dan jenis kelamin, tetapi juga dalam latar belakang sosial dan kebudayan,
sehingga pada gilirannya berbeda dalam pekerjaan, pandangan hidup, agama dan
kepercayaan, pendidikan dan cita-cita, keinginan, kesenangan, dan lain
sebagainya. Kegiatan pemirsa dalam menonton acara televisi merupakan kegiatan
yang bertujuan untuk memenuhi tujuan mereka, baik kebutuhan berupa informasi,
maupun hiburan (Effendi, 1993:8). Dibandingkan dengan media lainnya, televisi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

memiliki kemampuan lebih dalam menyajikan berbagai kebutuhan manusia, baik
dalam bidang informasi, pendidikan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah
dalam bidang hiburan.
Televisi mempunyai pengaruh, serta dapat memperkuat persepsi khalayak
terhadap realitas sosial. Televisi menjadi media atau alat utama dimana para
penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya.
Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu.
Gambar (visual) dan suara (audio) yang ada pada televisi mampu mempersuasi
khalayak untuk menirukan apa yang ditampilkan di layar televisi.
Berdasarkan penelitian sederhana tentang sinetron Indonesia, terungkap
bahwa proporsi penayangan sinetron setiap stasiun televisi umumnya berbedabeda. Dari hasil observasi dan analilis, diketahui bahwa Indosiar merupakan
stasiun televisi yang menyediakan waktu untuk sinetron yaitu 2100 menit
perminggu, disusul RCTI dan SCTV masing-masing 1890 dan 1680 menit
perminggu. Penelitian ini mengungkapkan stasiun televisi Indosiar, RCTI dan
SCTV merupakan tiga stasiun dengan waktu penayangan sinetron terbanyak, baik
secara kuantitas jam tayang maupun kualitas judul sinetron yang diputar.
Maraknya sinetron-sinetron remaja seperti Arti Sahabat, Nada Cinta, Cinta
Cenat Cenut maupun program acara televisi lainnya menampilkan cerita-cerita
ataupun adegan-adegan yang kurang mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma
budaya ketimuran seperti perempuan merokok, pergi ke klab malam, narkoba,
kehamilan yang terjadi di luar nikah dan lain-lain. Hal-hal demikianlah yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

sering disaksikan oleh remaja tiap kali menonton televisi. Di sisi lain, pergaulan
remaja saat ini pun juga tidak jauh berbeda dengan apa yang ditampilkan di
televisi.
Pergaulan bebas merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang,
Pergaulan bebas identik dengan yang namanya “dugem” (dunia gemerlap). Yang
sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalamnya marak sekali pemakaian
narkoba. “Bebas” yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma ketimuran
yang ada. Masalah pergaulan bebas ini sering didengar, baik di lingkungan
maupun dari media massa. Remaja adalah individu labil yang emosinya rentan
tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga,
kekecewaan, pengetahuan yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul
bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam
kemajuan bangsa. Penyebab tiap remaja mungkin berbeda tetapi semuanya
berakar dari penyebab utama yaitu kurangnya pegangan hidup remaja dalam hal
keyakinan atau agama dan ketidakstabilan emosi remaja. Hal tersebut
menyebabkan perilaku yang tidak terkendali, seperti pergaulan bebas &
penggunaan narkoba yang berujung kepada penyakit, seperti HIV & AIDS, yang
lebih parah dapat menyebabkan kematian.
Terdapat banyak faktor penyebab remaja terjerumus dalam pergaulan
bebas, seperti sikap mental yang tidak sehat, pelampiasan rasa kecewa, serta
kegagalan remaja menyerap norma. Ironisnya, kian hari fenomena pergaulan
bebas ini bukannya semakin berkurang namun malah kian menjadi-jadi. Terbukti
pada tahun 2008, BKKBN melakukan penelitan mengenai pergaulan bebas di
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

beberapa kota besar di Indonesia. Hasilnya sungguh mencengangkan. 63% remaja
di kota-kota besar Indonesia telah berhubungan seks sebelum menikah. Pakar seks
juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta
mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks
bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi
dua puluh persen pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, kata Boyke,
dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti
Jakarta,

Surabaya,

Palu

dan

Banjarmasin.

(http://karyaabdulrauf.blogspot.com/2008/09/dampak-pergaulan-bebas-bagiremaja.html)
Pergaulan bebas zaman sekarang menjadi semakin permisif. Para
pelakunya sudah tak malu-malu lagi mengumbar kebebasan mereka di muka
umum. Tingginya persentase pergaulan bebas zaman sekarang menimbulkan
banyak kekhawatiran. Apalagi, tak sedikit perilaku seks bebas ini yang membawa
dampak langsung berupa kehamilan yang tak diharapkan, aborsi, kematian ibu
belia, kanker serviks, dan penyakit menular seksual. Dampak ini masih bisa
diperpanjang dengan hilangnya kesempatan meraih cita-cita (tak ada SMP atau
SMA yang mau menerima siswi yang hamil) dan timbulnya penyakit sosial
(misalnya menjadi pekerja seks komersial sebagai pelampiasan rasa frustrasi dan
sakit hati). Dilihat dari kacamata agama, pergaulan bebas zaman sekarang yang
ditunjukkan kaum muda ini jelas tak dibenarkan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

Gambar 1.1. Cuplikan adegan pada sinetron remaja yang kurang mencerminkan
nilai budaya ketimuran
Salah satu dasar mengapa sinetron remaja menjadi pilihan peneliti yaitu
karena sinetron-sinetron remaja saat ini memberi dampak yang kurang baik bagi
para pemirsa khususnya remaja. Sinetron remaja yang bertemakan percintaan
berisi cerita-cerita yang terjadi dimasa remaja. Namun sungguh disayangkan
karena cerita cinta dalam sinetron lebih banyak berisikan perselingkuhan,
kebebasan hidup, seks bebas, narkoba, penindasan dan kekerasan remaja. Masalah
ini tentunya akan memiliki dampak negatif terhadap perkembangan kehidupan
remaja. Masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Jadi sangat mungkin
perbuatan-perbuatan tokoh dalam sinetron dapat ditiru. Bahkan bagi remaja yang
menjadi penggemar berat seorang artis sinetron tertentu bisa saja menirukan gaya
hidup dan tingkah laku artis tersebut. Jika tingkah laku artis tersebut baik, maka
tidak masalah. Namun akan menjadi masalah apabila tokoh-tokoh dalam sinetron
tersebut bertindak negatif. Sekarang ini banyak remaja bersikap cuek dan tidak
peduli dengan keadaan disekitarnya. Dengan adanya dampak-dampak negatif dari
penayangan sinetron yang tidak mendidik tentu akan mengganggu perkembangan
kehidupan remaja. Sikap moral dan mental remaja menjadi rusak.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

Sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan pada
suatu objek atau kelompok objek baik disenangi atau tidak disenangi secara
konsisten. Jika dianalogikan dengan sikap khalayak terhadap program acara
televisi berarti bahwa sikap terhadap program acara televisi yaitu mempelajari
kecenderungan khalayak untuk mengevaluasi program acara baik disenangi atau
tidak disenangi secara konsisten. Dengan demikian, khalayak mengevalusi
program acara tertentu secara keseluruhan dari yang paling buruk sampai yang
paling baik.
Tiga komponen sikap yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari
komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif
menunjukkan kepercayaan khalayak terhadap sinetron remaja yaitu melalui
tingkat pengetahuan remaja terhadap gaya bahasa, alur cerita, adegan, aktor dan
aktris, background atau setting cerita, dan soundeffect atau soundtrack, komponen
afektif atau perasaan menunjukkan evaluasi remaja terhadap sinetron remaja yaitu
apakah mereka menyukai atau tidak menyukai sinetron remaja tersebut serta
komponen konatif atau tindakan menunjukkan kecenderungan sikap pergaulan
bebas remaja.
Penelitian ini berkaitan erat dengan hubungan terpaan intensitas menonton
sinetron remaja dengan sikap remaja terhadap pergaulan bebas remaja di
Surabaya. Sesuai pendekatan Cultivation Theory atau Teori Kultivasi bahwa
terpaan media (khususnya televisi) mampu memperkuat persepsi khalayak
terhadap realitas sosial. Hal ini tampak pada hipotesis dasar analisis kultivasi yaitu
“ semakin banyak waktu seseorang dihabiskan untuk menonton televisi (artinya
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

semakin lama dia hidup dalam dunia yang dibuat televisi), maka seseorang
menganggap bahwa realitas sosial sama dengan yang digambarkan televisi. (
Rohim, 2009 : 192 )
Pada penelitian ini, terpaan sinetron remaja akan diukur dengan indikator
frekuensi dan durasi sedangkan sikap pergaulan bebas remaja pada penelitian ini
akandiukur dengan menggunakan indikator kognitif, afektif dan konatif. Pada
penelitian ini yang akan digunakan sebagai sampel adalah remaja yang berumur
12-21 tahun, karena pada usia ini seseorang telah memiliki kemampuan berfikir
yang lebih sempurna, ditunjang oleh sikap pandangan yang lebih realistis terhadap
lingkungannya (Mappiare, 1982 : 39). Asumsi bahwa khalayak pada dasarnya
aktif dalam menggunakan media massa maupun sumber-sumber lain (non media),
karena memiliki tujuan tertentu yaitu untuk memenuhi kebutuhan. Disini khalayak
juga terlihat selektif, maksudnya khalayak memiliki kebebasan memilih terhadap
jumlah dan jenis isi media yang dirasa berguna bagi dirinya.
Berkaitan dari uraian diatas membuat peneliti terdorong untuk meneliti
hubungan terpaan intensitas menonton televisi dengan sikap pergaulan bebas
remaja. Untuk itu diadakan satu penelitian yang melibatkan remaja Surabaya.
Kota Surabaya dipilih peneliti karena Surabaya adalah salah satu kota besar di
Indonesia. Selain itu pemilihan Surabaya sebagai objek penelitian disebabkan
karena karakteristik masyarakat yang heterogen dan dinamis. Dengan demikian
pemilihan Surabaya sebagai kota penelitian karena Surabaya cukup representative
untuk dijadikan tempat penelitian.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

1.2 Per umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : Bagaimana hubungan terpaan sinetron remaja dengan
sikap remaja terhadap pergaulan bebas remaja di Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan terpaan
sinetron remaja dengan sikap remaja terhadap pergaulan bebas remaja di
Surabaya.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :
1. Kegunaan Teoritis
Untuk mengaplikasikan Cultivation Theory (Teori Kultivasi) terhadap
pengaruh intensitas menonton televisi dengan pergaulan bebas remaja di
Surabaya sebagai dampak dari anggapan bahwa realitas sosial sama
dengan yang digambarkan di televisi.
2. Secara Praktis
Memberikan masukan dan evaluasi bagi pihak televisi, agar lebih
diperhatikan lagi dalam memproduksi acara ke arah yang lebih baik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

BAB II
KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teor i Kultivasi (Cultivation Theor y)
Teori kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh George
Gerbner ketika menjadi Dekan Annenberg School of Communication di
Universitas Pennylvania Amerika Serikat (AS).

Tulisan pertama yang

memperkenalkan teori ini adalah Living with Television : The Violence Profile,
Journal of Communication. Awalnya ia melakukan penelitian tentang “Indikator
Budaya” dipertengahan tahun 60-an untuk mempelajari pengaruh menonton
televisi. Penelitian kultivasi yang dilakukannya itu lebih menekankan pada
“dampak”.
“Cultivation” berarti penguatan, pengembang, perkembangan, penanaman
atau pereratan. Maksudnya bahwa terpaan media (khususnya TV) mampu
memperkuat persepsi khalayak terhadap realitas sosial. Menurut teori kultivasi,
televisi menjadi media atau alat utama dimana para penonton televisi belajar
tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya. Gerbner berpendapat bahwa
media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu.
Secara ringkas Gerbner memberikan proposisi tentang teori kultivasi
sebagai berikut :
- Televisi merupakan suatu media unik yang memerlukan pendekatan khusus
untuk diteliti.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

- Pesan-pesan televisi membentuk sebuah sistem yang koheren, mainstream dari
budaya kita.
- Sistem-sistem isi pesan tersebut memberikan tanda-tanda untuk kultivasi.
- Analisis kultivasi memfokuskan pada sumbangan televisi terhadap waktu untuk
berfikir dan bertindak dari golongan-golongan sosial yang besar dan heterogen.
- Analisis kultivasi memfokuskan pada penstabilan yang meluas dan penyamaan
akibat-akibat.
Hawkins dan Pingree (1982) menemukan proses kultivasi, yaitu bahwa
proses kultivasi dalam pikiran kita terbagi dua, yaitu Learning dan Constructing.
(J. Bryant and D. Zillman (End), 2002). Apa yang dilihat oleh audiens kemudian
akan melalui tahap belajar dan diikuti tahap mengkonstruksikan dalam pikiran
audiens tersebut.
Teori kultivasi ini diawal perkembangannya lebih memfokuskan
kajiannya pada studi televisi dan audience, khususnya memfokuskan pada tematema kekerasan di televisi. Akan tetapi dalam perkembangannya, teori tersebut
bisa digunakan untukkajian diluar kekerasan.

2.1.2 Televisi
Televisi adalah paduan radio (Broadcast) dan film (moving picture).
Televisi terdiri dari “tele” yang berarti jauh dan ”visi” (vision) yang berarti
penglihatan. Segi “jauh”-nya oleh gambar (Effendi, 2000 : 174). Televisi dapat
menyajikan berbagai program, bukan hanya film seperti yang dipertunjukkan di

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

bioskop, tetapi juga berita, musik, ceramah agama, pendidikan dan lain
sebagainya.
Menurut Effendi (2000 : 176-177), televisi memiliki sifat sebagai berikut :
1. Langsung
Televisi bersifat langsung, sehingga suatu pesan akan disampaikan kepada
penonton tidak mengalami proses berbelit-belit. Suatu berita dapat disampaikan
kepada publik dengan cepat, bahkan saat peristiwa tersebut sedang terjadi.
2. Tidak mengenal jarak
Televisi tidak mengenal jarak dan rintangan. Peristiwa di suatu kota dapat
ditonton dengan baik di Negara lainnya, tanpa mengenal rintangan berupa laut,
ataupun jurang. Kehadiran televisi dapat menembus ruang dan jarak geografis
pemirsa.
3. Memiliki daya tarik yang kuat
Televisi memiliki daya tarik yang kuat karena adanya unsur-unsur kata-kata,
musik, sound effect. Tetapi selain ketiga unsur tersebut, televisi juga memiliki
unsur visual berupa gambar hidup yang menimbulkan kesan mendalam pada
penonton. Daya tarik ini melebihi film bioskop, sebab segalanya dapat
dinikmati di rumah dengan aman dan nyaman.
Untuk tujuan komersial, televisi dipandang sebagai media yang efektif
untuk menyampaikan misinya. Televisi mempunyai kemampuan yang kaut untuk
mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Karena televisi dapat menjangkau
media massa yang lainnya, misalnya media cetak dan film. Pada intinya,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

munculnya televisi sebagai salah satu media komunikasi manusia yang
memberikan satu fenomena sosial dalam kehidupan manusia.

2.1.3 Remaja Sebagai Khalayak Media
Remaja yang dalam bahasa latin disebut adoloscene memiliki arti tumbuh
atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Dalam perkembangan lebih lanjut,
istilah adoloscene memiliki arti yang lebih luas, dimana mencakup kematangan
mental, emosional, sosial, dan fisik. Secara psikologis, remaja adalah suatu usia
dimana individu mulai terintegrasi kedalam masyarakat dewasa. Pada masa
remaja, perkembangan intelektual juga mengalami perkembangan yang pesat
dalam berbagai aspek. Transformasi intelektual dari cara berfikir remaja ini
memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya kedalam
masyarakat dewasa, tetapi juga karakteristik yang paling menonjol dari semua
periode perkembangan.
Seperti yang dikatakan Monks et.al (2002) dalam bukunya psikologi
perkembangan, bahwa remaja dibagi menjadi 2 fase yaitu : masa remaja awal(1115 tahun) dan masa remaja akhir (16-19 tahun). Kemudian menurut (Gunarsa,
2001) dalam bukunya psikologi praktis : anak, remaja, dan keluarga bahwa :
“Kalau pengertian dewasa mengandung berbagai arti antara lain
meliputi: kemampuan untuk berdiri sendiri, menentukan tindakan
sesuai dengan kedewasaannya dan melepaskan diri dari
ketergantungan dengan orang lain, maka tahap remaja lanjut dengan
demikian dianggap belum mencapai” .

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa
amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, dan fisik. Perkembangan
yang terus-menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berpikir operasional
formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berfikir secara lebih abstrak,
menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya
daripada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual ini yang
membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya. Karena itulah pada fase ini
dimana remaja sedang mengalami perkembangan intelektual menjadi haus akan
informasi dan mereka bisa mendapatkan informasi dari berbagai sumber yang
termasuk diantaranya adalah dari media massa.
Penonton atau pemirsa adalah sasaran komunikasi melalui televisi siaran
yang karena heterogen masing-masing, mempunyai kerangka acuan (frame of
reference) yang berbeda satu sama lain. Mereka berbeda bukan saja dalam usia
dan jenis kelamin, tetapi juga dalam latar belakang sosial dan kebudayan,
sehingga pada gilirannya berbeda dalam pekerjaan, pandangan hidup, agama dan
kepercayaan,

pendidikan

dan

cita-cita,

keinginan,

kesenangan,dan

lain

sebagainya. Kegiatan pemirsa dalam menonton acara televisi merupakan kegiatan
yang bertujuan untuk memenuhi tujuan mereka, baik kebutuhan berupa informasi,
maupun hiburan (Effendi, 1993:8).

2.1.4

Konsep Sikap
Secara historis istilah ‘sikap’ (attitude) digunakan pertama kali oleh

Herbert Spencer pada tahun 1862 yang sering dipakai dalam menilai status mental

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

seseorang dan juga pada saat itu istilah tersebut lebih ditunjukkan pada postur
fisik atau posisi tubuh manusia, sedangkan pada tahun 1888 Lange menggunakan
istilah sikap dalam bidang eksperimen mengenai respons untuk menggambarkan
kesiapan subjek dalam menghadapi stimulus yang datang tiba – tiba (Azwar, 2002
: 4). Sikap memang mempunyai beberapa defenisi yang berbeda – beda dari
beberapa pengamat. Ada 3 kerangka pemikiran dari beberapa ahli mengenai
definisi dari sikap yang dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu :
1) Kerangka pemikiran menurut para ahli psikologi yaitu adalah suatu bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan.
2) Kerangka pemikiran menurut para ahli psikologi social dan psikologi
kepribadian yang dimana konsep sikap lebih kompleks. Menurut
kelompok ini sikap mempunyai makna kesiapan untuk bereaksi terhadap
suatu objek dengan cara – cara tertentu. Kesiapan di sini terkait dengan
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
respon.
3) Kerangka pemikiran yang ketiga berfikir bahwa sikap merupakan
konstelasi komponen – komponen kognitif, afektif, dan konatif yang
saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap
suatu objek. (Azwar, 2002 : 4).
Definisi sikap yang lain adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi,
berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai (Rakhmat,
2005 : 39-40). Sikap manusia dapat terbentuk karena ada beberapa faktor yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

mempengaruhinya. Menurut Azwar (2002:30-37) ada enam faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukkan sikap yaitu :
a) Pengalaman pribadi : apa yang telah kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus social. Tanggapan
dapat menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk menjadi dasar
pembentukkan sikap pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang
kuat.
b) Orang lain yang dianggap penting : orang lain di sekitar kita merupakan
salah satu diantara komponen social yang ikut mempengaruhi sikap kita.
Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan
persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan pendapat kita, seseorang
yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi
kita akan banyak mempengaruhi pembentukkan sikap kita.
c) Kebudayaan : kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap pembentukkan sikap kita.
d) Media massa : adanya informasi baru dari media massa mengenai seseuatu
hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap
hal tersebut. Pesan – pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut
apabila cukup kuat akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu
hal sehingga terbentuklah arah sikap.
e) Lembaga pendidikan dan Lembaga agama : lembaga pendidikan dan
lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

pembentukkan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian
dan konsep moral dalam diri individu.
f) Faktor emosional dalam diri individu : sikap kadang – kadang terbentuk
karena didasari oleh emosi yang berfungsi semacam penyaluran frustasi
atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang paling menunjang yaitu
komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Di bawah ini akan
diuraikan lebih lanjut ketiga komponen sikap tersebut.
a) Komponen Kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Kepercayaan terbentuk oleh
apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui, kemudian
terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum
suatu objek. Bila kepercayaan sudah terbentuk, maka akan menjadi dasar
pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tersebut.
b) Komponen Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap. Komponen ini terbentuk oleh aspek perasaan
terhadap objek. Komponen ini berkaitan dengan aspek emosional terhadap
objek tersebut. Beban emosional inilah yang memberikan watak tertentu
terhadap sikap yaitu watak mantap, tergerak, dan termotivasi.
c) Komponen Konatif

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Komponen berperilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak
mempengaruhi berperilaku.
Fungsi sikap menurut Severi dan Tankard (2005:197) adalah :
1) Fungsi Instrumental, penyelarasan atau kebermanfaatan
Sejumlah sikap dipegang kuat karena manusia berjuang keras untuk
memaksimalkan

penghargaan

dalam

lingkungan

eksternal

dan

meminimalkan sanksi.
2) Fungsi Pertahanan Diri
Sejumlah sikap dipegang kuat karena manusia melindungi ego mereka dari
hasrat mereka sendiri yang tidak dapat diterima atau dari pengetahuan
tentang kekuatan –kekuatan yang mengancam dari luar.
3) Fungsi Ekspresi Diri
Sejumlah sikap

dipegang

kuat karena

memungkinkan seseorang

memberikan ekspresi positif pada nilai – nilai sentral dan pada jati diri.
4) Fungsi Pengetahuan
Sejumlah sikap dipegang kuat karena memuaskan kebutuhan atau member
struktur dan makna pada sesuatu yang jika tanpanya dunia akan kacau.
2.1.5 Sinetron Remaja
Sinetron remaja adalah sinema elektronik atau film televisi yang
bertemakan remaja dan ditujukan bagi remaja sebagai tandingan film teatrikal

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

atau akronim dari dua istilah sinema dan elektronik, berarti film cerita yang lazim
dipertunjukkan di gedung bioskop yang disiarkan melalui media elektronik yaitu
video. (Effendy, 1990 : 50).
Menurut Kuswandi (1996 : 130 ) ada beberapa faktor yang membuat
sinetron disukai, yaitu :
a. Isi pesannya sesuai dengan realitas sosial pemirsa.
b. Isi pesannya mengandung cerminan tradisi nilai luhur dan budaya
masyarakat (pemirsa).
c. Isi pesannya lebih banyak mengangkat permasalahan dan persoalan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Menjamurnya paket sinetron di televisi, bukan hal yang luar biasa,
kehadiran sinetron merupakan satu bentuk aktualitas komunikasi dan interaksi
manusia yang diolah berdasarkan alur cerita, untuk mengangkat permasalahan
hidup manusia sehari – hari. Paket sinetron remaja yang tampil di televisi
merupakan salah satu bentuk untuk membentuk masyarakat khususnya remaja
dalam bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan tatanan norma dan nilai
budaya setempat.
Bagian dari sinetron antara lain (Effendy, 2003 : 127-151) :
a. Gaya Bahasa
Adalah cara bertutur atau cara berbicara para pemain ketika beradegan.
b. Alur cerita
Adalah jalan cerita yang mengkisahkan tentang sesuatu permasalahan pada
tiap episode penayangan dengan tema yang berbeda.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

c. Adegan
Adalah keseluruhan atau perilaku aktor atau pelaku yang terlibat dalam
sebuah film atau sinetron.
d. Aktor dan Aktris
Adalah orang yang diperkerjakan untuk memunculkan karakter sesuai
dengan naskah yang telah dibuat.
e. Background atau Setting
Adalah latar belakang dalam sebuah alur cerita.
f. Sound Effect atau Soundtrack
Adalah semua suara, dialur suara manusia dan musik, yang dibutuhkan
dalam pembuatan film atau sinetron.

2.1.6 Terpaan Media
Terpaan merupakan kegiatan mendengar, melihat dan membaca pesanpesan media ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan
tersebut yang dapat terjadi pada individu maupun kelompok. Terpaan media
berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media baik jenis media,
frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau longevity. Penggunaan
jenis media audio, audiovisual, media cetak, kombinasi media audio, dan media
audiovisual, media audio dan media cetak, media audiovisual dan media cetak
(Ardianto dan Erdinaya, 2005).
Frekuensi penggunaan media mengumpulkan data khalayak tentang berapa
kali sehari seseorang menggunakan media dalam satu minggu (untuk meneliti

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

program harian). Sedangkan pengukuran variabel durasi penggunaan media
menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu media (berapa jam
sehari), atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program (audience’s
share on program) (Ardianto dan Erdinaya. 2005 : 164).
Dalam (Rakhmat, 2005) pengaruh antara khalayak dengan isi media
meliputi attention atau perhatian. Kenneth E.Andersen mendefinisikan perhatian
sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol
dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Adapun sifat yang menonjol
dari apa yang kita perhatikan, diantaranya :
1. Gerakan : seperti pada organism lain, manusia secara visual tertarik pada
objek-objek yang bergerak.
2. Intensitas Stimuli : manusia akan memperhatikan stimuli yang lebih
menonjol daripada stimuli yang lain.
3. Kebaruan : hal yang baru, luar biasa, yang unik, berbeda dan menarik
perhatian. Dalam suatu eksperimen menunjukkan bahwa stimuli yang luar
biasa lebih mudah dipelajari atau diingat.
4. Perulangan : hal yang disajikan berulang-ulang, bila disertai dengan
sedikit variasi, akan menarik perhatian. Pengaruh juga mengandung unsur
sugesti (mempengaruhi alam bawah sadar kita).
Dari teori terpaan media di atas, maka peneliti mengukur terpaan media
berdasarkan pada frekuensi, durasi dan atensi. Dalam penelitian ini frekuensi
dapat dilihat dari berapa kali dalam seminggu seseorang menonton sinetron
remaja di televisi, durasi penggunaan media dapat dilihat dari berapa lama

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

seseorang menonton sinetron remaja dan lama mengikuti sinetron remaja.
Sedangkan atensi dilihat dari perhatian yang diberikan ketika menonton sinetron
remaja.

2.1.7 Efek Media Massa
Di era modern seperti sekarang ini, media massa memiliki peran dalam
mempengaruhi pemikiran masyarakat. Dalam penyebaran pesannya pun media
massa tanpa disadari mampu memberikan efek untuk merubah perilaku
masyarakat.
Dennis McQuail menjelaskan bahwa efek media massa memiliki typology
yang terdiri dari empat bagian besar :
1. Efek media merupakan efek yang direncanakan, sebagai sebuah efek
yang diharapkan terjadi baik oleh media massa ataupun orang yang
menggunakan media massa untuk kepentingan penyebaran informasi.
2. Efek media massa yang tidak direncanakan atau tidak dapat
diperkirakan, sebagai efek yang benar-benar di luar control media, di
luar kemampuan media ataupun orang lain yang menggunakan media
untuk penyebaran informasi melalui media untuk mengontrol terjadinya
efek media massa.
3. Efek media massa terjadi dalam waktu pendek namun secara cepat,
instan, dan keras mempengaruhi seseorang atau masyarakat.
4. Efek media massa berlangsung dalam waktu lama, sehingga
mempengaruhi sikap-sikap adopsi inovasi, kontrol sosial sampai

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

dengan perubahan kelembagaan, dan persoalan-persoalan perubahan
budaya (McQuail, 2002 : 425-426).
Secara teoritis, media massa memiliki fungsi sebagai saluran informasi,
saluran pendidikan, dan saluran hiburan, namun kenyataanya media massa
memberikan efek lain di luar fungsinya itu. Efek media massa tidak hanya
mempengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa
dapat mempengaruhi sistem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat.
Hal tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga
dengan cepat dapat mempengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam
waktu yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam
waktu yang lama pula.
McQuail menjelaskan bahwa :
“Efek media massa memiliki andil dalam pembentukan sikap,
perilaku, dan keadaan masyarakat. Antara lain terjadinya perubahan
global yang menyebabkan masyarakat berubah dari tradisional ke
modern. Selain itu, media massa juga mampu mengubah masyarakat
dari kota sampai ke desa, sehingga menjadi masyarakat
konsumerisme.” (Bungin, 2006 : 320).

Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah prilaku khalayak
melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan, atau proses imitasi (belajar
sosial). DeFleur dan Ball – Rokeach dalam rahmat melihat pertemuan khalayak
dengan media berdasarkan tiga kerangka teoritis : perspektif perbedaan individual,
perspektif kategori sosial, dan perspektif hubungan sosial (Rahmat, 2003 : 203).
Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi
personal – psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut.
Perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompokkelompok sosial, yang reaksi stimulinya cenderung sama. Perspektif hubungan
sosial menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam
mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa.
Media massa merupakan sarana yang paling cepat untuk mempengaruhi
khalayaknya. Media massa melalui penyajiannya yang selektif dan menekankan
pada tema-tema tertentu mampu menciptakan kesan yang mendalam bagi
khalayaknya. Peran media massa dapat menumbuhkan kesan yang dapat
mempengaruhi dan membentuk khalayak terutama menyangkut materialism dan
konsumerisme (Suprapto, 2006 : 52). Sehingga, media massa khususnya televisi
merupakan media yang efektif untuk mempengaruhi khalayaknya dan begitu
berperan dalam penyebaran-penyebaran hal apapun, seperti berpakaian, berbicara,
atau berperilaku tertentu lainnya.

2.1.8 Teor i Kebutuhan Terhadap Media Massa
Kebutuhan terhadap media massa dipenuhi melalui surat kabar, majalah,
radio, televisi, dan film. Baik dalam isi maupun melalui daya terpaannya
(exposure) secara konteks sosial tempat dimana terpaan berlangsung.
Secara umum Katz Guenricth dan Haas berkeyakinan terhadap tipologi
kebutuhan manusia yang berhubungan dengan media yang diklasifikasikan dalam
5 (lima) kelompok, yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

1. Kebutuhan kognitif
Yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk
memperkuat informasi, pengetahuan, serta pengertian tentang lingkungan kita.
Kebutuhan ini didasarkan pada keinginan untuk mengerti dan menguasai
lingkungan. Kebutuhan kognitif juga dapat dipenuhi oleh adanya dorongandorongan seperti keingintahuan (curiosity) dan penjelajahan (exploratory)
pada diri kita.
2. Kebutuhan afektif
Yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk
memperkuat pengalaman-pengalaman yang bersifat keindahan, kesenangan,
dan emisioanal. Mencari kesenangan dan hiburan merupakan motivasi yang
pada umumnya dapat dipenuhi oleh media.
3. Kebutuhan intregatif personal
Yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk
memperkuat kepercayaan, kesetiaan, dan status pribadi. Kebutuhan seperti ini
dapat diperoleh dari adanya keinginan sikap individu untuk meningkatkan
harga diri.
4. Kebutuhan intregratif sosial
Yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk
memperkuat kontak dengan keluarga, teman-teman, dan dengan alam
sekelilingnya.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut didasarkan oleh

keinginan setiap individu untuk berafilasi.
5. Kebutuhan akan pelarian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

adanya

27

Yaitu kebutuhan yang berkait