bab iv analisisisuisustrategis rpjmd

(1)

S

TRATREGIS

4.1. LANDASAN DASAR

Dalam penyusunan RPJMD 2010-2014 diperlukan identifikasi terhadap isu-isu strategis yang saat ini berkembang maupun isu-isu yang kemungkinan besar dalam kurun 5 (lima) tahun kedepan, akan tetap mewarnai dinamika perkembangan Kota Bogor. Hal ini untuk memberikan perhatian dan prioritas terhadap arahan pembangunan 5 (lima) tahun kedepan bagi Kota Bogor.

Analisis terhadap isu-isu strategis ini, dilandaskan kepada beberapa faktor yang akan mempengaruhi perkembangan Kota Bogor kedepan. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Gambaran umum kondisi Kota Bogor saat ini (eksisting) sebagaimana ditampilkan dalam BAB II Lampiran Peraturan Daerah ini. Gambaran umum ini tidak terlepas dari kondisi masalah dan potensi yang berkembang secara nyata di Kota Bogor.


(2)

b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014 menetapkan 11 prioritas nasional Kabinet Indonesia Bersatu II yakni reformasi birokrasi dan tata kelola, pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, infrastruktur, iklim investasi dan iklim usaha, energi, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik, kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi, serta 3 prioritas lainnya yakni bidang politik, hukum dan keamanan, perekonomian dan kesejahteraan rakyat c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Jawa

Barat Tahun 2008 – 2013 RPJM Daerah tahap kedua difokuskan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, pembangunan infrastruktur strategis, revitalisasi pertanian, perdagangan, jasa dan industri pengolahan yang berdaya saing, rehabilitasi dan konservasi lingkungan, serta penataan struktur pemerintahan daerah

d. Arahan dan tahapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Bogor. Sebagaimana Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 tahun 2009 tentang RPJP, bahwa tahun 2010 - 2014 merupakan tahapan kedua perjalanan pembangunan jangka panjang Kota Bogor, oleh karena itu untuk menjaga konsistensi pembangunan maka analisis isu-isu strategis akan


(3)

pelaksanaan, pencapaian dan sebagai keberkelanjutan RPJM ke-1 (Rencana Strategis-Renstra) Tahun 2005 - 2009, RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan transportasi, kebersihan, penanggulangan masalah kemiskinan dan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL).

e. Penyampaian Visi dan Misi Walikota dan Wakil Walikota terpilih, sebagai dokumen pembangunan, dalam menganalisis isu-isu strategis. Sekalipun visi dan misi tersebut nantinya tidak seluruhnya dapat direalisasikan sampai akhir tahun rencana, tetapi dasar-dasar dan arahan awal tetap dilakukan sebagai pijakan untuk dilanjutkan hingga tuntas pada tahapan pembangunan berikutnya.

f. Penanganan transportasi, pelayanan kebersihan, penataan PKL, dan pengentasan kemiskinan merupakan 4 (empat) prioritas penanganan pembangunan yang telah dicanangkan sejak RPJMD tahap 1 (Renstra tahun 2004-2009), namun beberapa peningkatan kinerja masih harus terus dilakukan pada periode RPJMD tahun 2010 - 2014 agar terdapat kesinambungan pembangunan.

g. Dalam penyusunan isu-isu strategis kota Bogor memperhatikan isu-isu strategis tingkat Pusat dan tingkat Provinsi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan Kota Bogor.


(4)

4.2. IDENTIFIKASI ISU-ISU

Berdasarkan beberapa tahapan yang telah dilakukan, baik dalam bentuk pra musrenbang RPJMD,

Focus Group Discusion (FGD) stakeholders, dan masukan Renstra SKPD dapat teridentifikasi beberapa isu-isu yang berkaitan dengan pembangunan Kota Bogor, antara lain : 1. Transportasi

Dalam sektor transportasi faktor-faktor yang menjadi isu antara lain tentang kemacetan lalu lintas, kondisi kuantitas dan kualitas angkutan umum, kurangnya pelayanan angkutan umum massal, terpusatnya trayek pada beberapa ruas jalan tertentu, keterbatasan fasilitas sarana dan prasarana perparkiran, kurangnya kapasitas terminal regional type A, belum adanya terminal pengendali di perbatasan kota.

2. Jaringan Jalan

Saat ini Kota Bogor dihadapkan pada kondisi keterbatasan sistem prasarana jaringan jalan, tingginya

delay faktor yang mengurangi kapasitas jalan, besarnya hambatan samping pada ruas-ruas jalan tertentu, terbatasnya lebar jalan dan simpang, serta kondisi kemantapan jalan yang belum optimal.


(5)

Peningkatan pengelolaan kebersihan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

a. volume atau laju timbulan sampah yang setiap tahun meningkat

b. pola pelayanan yang masih menggunakan pola lama yaitu kumpul, angkut, buang

c. regulasi dan penegakan hukum

d. peran serta masyarakat yang masih harus ditingkatkan

e. Ketersediaan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir (TPPA) Sampah

4. Penataan Ruang

Berakhirnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 1999-2009 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan belum selesainya penyusunan RTRW baru akan memberikan jeda waktu dalam proses pemanfaatan ruang. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan RTRW Kota harus disusun paling lambat bulan April 2010. Selain itu, konsistensi perencanaan dengan pemanfaatan ruang masih menjadi hal yang perlu terus dibenahi. Aspek-aspek pengendalian ruang, seperti sumber daya


(6)

manusia, perangkat hukum (sanksi), insentif disinsentif, perizinan, dan zoning regulation belum sepenuhnya dijalankan, kondisi ini semakin memicu tingginya alih fungsi lahan dan ketidaksesuaian peruntukan ruang. 5. Air Bersih

Luas cakupan layanan air bersih sampai saat ini baru mencapai 47% (Tahun 2007), kondisi ini masih sangat kurang dari kebutuhan seluruh masyarakat. Rendahnya cakupan pelayanan tersebut dipengaruhi oleh terbatasnya kapasitas produksi yang dimiliki oleh PDAM Tirta Pakuan dan pertumbuhan penduduk.

6. Penanggulangan Bencana

Berbagai potensi bencana hampir dapat dipastikan selalu mengancam Kota Bogor. Berbagai potensi bencana tersebut antara lain banjir, tanah longsor, pohon tumbang, kebakaran, dan angin ribut. Perlu upaya peningkatan mitigasi bencana khususnya bagi masyarakat untuk mengurangi resiko korban jiwa dan kerugian materi yang lebih besar.

7. Sanitasi Lingkungan

Saat ini kondisi sanitasi lingkungan semakin menurun karena terbatasnya sarana prasarana lingkungan permukiman seperti pada kawasan padat penduduk. Kondisi ini akan berimplikasi terhadap menurunnya derajat kesehatan masyarakat.


(7)

8. Kualitas Lingkungan Permukiman Sehat

Dari sisi prasarana penunjang permukiman sehat masih diperlukan peningkatan ketersediaannya seperti jalan lingkungan, saluran pembuangan air limbah dan air hujan, air bersih, dan minimya akses terhadap ruang publik. Selain itu, masih terdapat beberapa wilayah yang masuk dalam kategori kumuh.

9. Penataan dan Pengembangan Rumah Susun

Keterbatasan lahan dan tingginya nilai lahan menjadi faktor penyebab arahan pembangunan vertikal bagi perumahan. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah memfasilitasi dengan pembangunan rumah susun sederhana sewa. Pada saat mendatang perlu diusahakan alokasi ruang untuk pengembangan rusunawa.

10. Penataan Tempat Pemakaman Umum (TPU)

Perlu optimalisasi penataan TPU yang sudah ada di Kota Bogor. Saat ini alokasi TPU diarahkan ke beberapa wilayah, agar terdapat distribusi ruang untuk TPU.

11. Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan yang saat ini terjadi dan harus terus dikendalikan adalah pencemaran air (air tanah dan air permukaan), serta pencemaran udara dan


(8)

kebisingan. Untuk itu diperlukan usaha pencegahan berupa penerapan kajian terhadap dampak lingkungan pada tahap perencanaan pembangunan.

12. Pemberantasan penyakit menular dan penanganan penyakit tidak menular

Kesehatan masyarakat Kota Bogor masih dihadapkan pada kondisi masih tingginya angka kesakitan penyakit menular seperti DBD, pnemonia pada balita, dan penyakit TBC paru. Selain hal tersebut masih terdapat penyakit-penyakit lokal spesifik seperti filariasis dan chikungunya serta munculnya kembali penyakit polio di beberapa wilayah. Selain itu, ada penyakit-penyakit baru yang meresahkan warga yaitu flu burung, flu babi, dan penyakit sindrom sistem saluran pernafasan akut (SARS). Hal lain yang masih dihadapi adalah masalah penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung koroner yang disebabkan adanya perubahan gaya hidup.

13. Gizi buruk

Kondisi status gizi buruk di Kota Bogor berdasarkan data 3 tahun terakhir bersifat fluktuatif, hal ini berkorelasi dengan tingkat daya beli masyarakat dan kurangnya pengetahuan masyarakat akan konsumsi gizi seimbang.


(9)

14. Kesehatan Ibu dan Anak

Jumlah kematian ibu dan anak masih tinggi sehingga perlu upaya lebih keras khususnya dalam penanggulangan kegawatdaruratan. Upaya yang perlu dilakukan antara lain pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan neonatus.

15. Kesehatan Keluarga Miskin

Usaha menuju kondisi yang baik untuk kesehatan keluarga miskin saat ini terus diupayakan dengan berbagai upaya, antara lain perbaikan lingkungan melalui pembangunan sarana dasar. Selain itu, bagi keluarga miskin yang mangalami sakit dan membutuhkan biaya diberikan kartu bebas berobat (kartu Jamkesmas), juga penyediaan anggaran untuk kasus rujukan ke rumah sakit utama.

16. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Sebagai acuan dalam pelaksanaan PHBS adalah ditetapkannya 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga. Sasaran utamanya adalah permberdayaan masyarakat dalam menerapkan pola hidup sehat. Berdasarkan hasil survey, kondisi saat ini yang masih menjadi perhatian adalah perilaku anggota keluarga yang merokok. Oleh karena itu dbutuhkan usaha untuk dapat menurunkan prevelensi perokok serta meningkatkan lingkungan sehat bebas asap rokok di sekolah, tempat kerja, tempat umum, sarana kesehatan, sarana keagamaan dan sarana bermain


(10)

anak-anak. Selain itu masih besarnya kebutuhan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Tingkat partisipasi masyarakat terhadap pemberdayaan posyandu dan rumah tangga sehat masih perlu terus ditingkatkan.

17. Pembiayaan Kesehatan

Anggaran kesehatan saat ini masih berkisar di angka 5% dari APBD, angka ini masih kurang bila dibandingkan angka anjuran WHO yakni antara 15% dari APBD. Diperlukan inovasi atau usaha untuk pembiayaan kesehatan diluar anggaran APBD, yaitu dengan mengakses dana pemerintah pusat maupun swasta. 18. Manajemen Kesehatan

Dalam hal menajemen beberapa hal yang perlu terus dibenahi antara lain :

a. manajemen data informasi kesehatan yang akurat

b. administrasi kesehatan yang mencakup

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan pembangunan kesehatan

c. pengembangan SDM kesehatan

19. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan

Upaya yang dilakukan dengan mempertahankan dan meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) dijenjang pendidikan dasar dan menengah. Selain itu, perlu diusahakan perluasan akses pendidikan dengan pembinaan pendidikan luar


(11)

sekolah serta pembinaan kepemudaan dan olahraga pelajar.

20. Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan

Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan ditujukan untuk jenjang dasar dan menengah dengan cara

melakukan reorientasi pembelajaran dan

penyempurnaan kurikulum berbasis kompetensi dan kebutuhan riil masyarakat.

21. Tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik pada sektor pendidikan

Dalam hal ini, langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu :

a. penataan organisasi kelembagaan pendidikan b. peningkatan manajemen sumber daya manusia c. peningkatan citra dan layanan publik

d. pengembangan sistem informasi dan manajemen (SIM)

22. Perindustrian

Peningkatan investasi industri dan peningkatan daya saing khususnya Industri Kecil Menengah (IKM)

23. Perdagangan

Pengembangan jaringan dan promosi perdagangan dan jasa dalam dan luar negeri serta optimalisasi fungsi layanan pasar tradisonal.


(12)

24. Koperasi dan UMKM

Pembinaan kelembagaan terhadap koperasi dan UMKM yang mempunyai usaha berbasis potensi lokal.

25. Metrologi

Peningkatan pengawasan, ketertiban ukur, takar, timbang dan perlengkapannya.

26. Penataan PKL

PKL dipandang salah satu potensi ekonomi lokal yang riil. Namun saat ini, kondisinya menggunakan beberapa ruas jalan sehingga menimbulkan dampak kemacetan dan kekumuhan. Oleh karena itu diperlukan lanjutan penataan PKL dengan memberikan ruang-ruang alternatif yang layak untuk PKL berjualan.

27. Kependudukan

Perkembangan laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor dalam kurun waktu 10 tahun ini cukup tinggi yaitu rata-rata sekitar 2,8% pertahun. Sementara itu, jika mengacu kepada RPJP 2025 yang mentargetkan angka 1,5 juta penduduk pada akhir tahun perencanaan, maka angka pertumbuhan rata-rata harus dibawah 2,5% pertahunnya. Kondisi ini memerlukan pengendalian agar dapat disesuaikan dengan daya tampung ruang Kota Bogor. Selain itu diperlukan peningkatan administrasi kependudukan terutama bagi warga pendatang, hal ini karena Kota Bogor menjadi salah


(13)

satu kota yang menjadi tujuan migrasi penduduk di wilayah belakangnya (hinterland) seperti Cianjur, Sukabumi, dan Kabupaten Bogor.

28. Pengangguran

Permasalahan ini disebabkan kurangnya akses masyarakat terutama tenaga kerja produktif terhadap peluang kerja dan peluang modal untuk membuka usaha. Masih terdapat perbedaan antara pencari kerja dengan penempatan kerja. Perlu dibuka ruang investasi yang mampu membuka peluang kesempatan bekerja dan memberikan akses terhadap permodalan bagi tenaga produktif yang memilih untuk berwirausaha. 29. Pengemis dan anak jalanan

Selama kurun waktu berjalan, permasalahan ini sering kali muncul di Kota Bogor. Fenomenanya dapat dilihat di hampir setiap traffic light dijadikan tempat ‘berkumpulnya’ pengemis dan anak jalanan. Bahkan kecenderungannya kelompok ini terkoordinir. Perlu penyelesaian yang utuh dengan menyelesaikan akar permasalahannya.

30. Ruang Terbuka Hijau

Ketersediaan ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan oleh Kota Bogor. Regulasi yang mengatur batasan minimal sebesar 30% RTH harus dipenuhi secara


(14)

bertahap. Secara umum diperlukan terobosan untuk dapat membangun RTH publik di Kota Bogor dengan diiringi kualitas`dan sebarannya.

31. Kemiskinan

Fenomena kemiskinan masih menjadi tantangan kedepan bagi pemerintah Kota Bogor. Sifatnya yang sangat terpengaruh oleh kondisi regional membuat angka kemiskinan selalu berubah-ubah. Usaha-usaha yang telah dilakukan selama ini perlu dilanjutkan dengan mengadakan perbaikan-perbaikan disemua sektor yang terkait. Selain itu, diperlukan peningkatan terhadap daya beli masyarakat sebagai pengungkit utama pengentasan kemiskinan.

32. Pelayanan perizinan

Pembenahan perizinan dengan pembentukan badan layanan perizinan, perlu diikuti oleh kualitas layanannya. Tingkat kepastian waktu, prosedur, dan biaya banyak menjadi sorotan masyarakat dalam soal perizinan.

33. Profesionalisme aparatur

Peningkatan kualitas SDM aparatur perlu mendapatkan perhatian serius, karena hal ini berdampak pada kinerja aparatur, sejak tahap penerimaan CPNS sampai dengan penempatan pejabat harus dilakukan secara profesional. Kesesuaian latar belakang pendidikan dengan penempatan kerja aparatur masih perlu


(15)

dibenahi selain peningkatan kapasitas jenjang pendidikannya melalui kursus, pelatihan, maupun pendidikan formal.

34. Kinerja Pelayanan Pemerintahan

Tingkat pelayanan pemerintahan salah satunya dapat diukur dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Beberapa sektor masih memerlukan perbaikan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

35. Iklim mikro

Iklim mikro Kota Bogor dipengaruhi perubahan iklim global (climate change). Berdasarkan informasi BMKG, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi kenaikan suhu rata-rata di Kota Bogor sebesar 1 oC. Oleh karena

itu perlu antisipasi dampak perubahan iklim tersebut berupa antisipasi terhadap kondisi kekeringan dan banjir.

36. Penegakan hukum

Konsistensi pelaksanaan pembangunan diantaranya dikendalikan oleh aturan-aturan yang mengikat baik internal pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu, upaya tindakan tegas bagi pelanggar aturan harus diterapkan secara konsisten, baik bagi aparatur maupun masyarakat. Hal ini untuk memberikan jaminan atas kepastian hukum/aturan bagi siapa pun warga kota dalam aktivitas kesehariannya.


(16)

37. Penataan Menara Telekomunikasi

Dalam rangka pengendalian terhadap perkembangan pembangunan menara telekomunikasi perlu disusun kebijakan untuk mengatur dan mengendalikan menara telekomunikasi di Kota Bogor .

4.2. ANALISISA SWOT

Analisa SWOT merupakan instrument yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis beberapa faktor secara sistematis untuk merumuskan isu-isu strategis didalam mengelola penyelenggaraan pembangunan Kota Bogor. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Berikut ini adalah hasil identifikasi SWOT.

4.3.1. Kekuatan

1. Posisi strategis Kota Bogor sebagai mitra Ibukota Jakarta

2. Pusat orientasi pelayanan bagi wilayah belakang (hinterland)

3. Relatif lengkapnya fasilitas umum 4. Potensi penduduk produktif dan terdidik


(17)

5. Karakter penduduk yang religius 6. Nilai budaya dan sejarah kota

7. Hubungan bilateral yang harmonis dengan tetangga wilayah (Kabupaten Bogor)

8. Pusat pendidikan dan penelitian

9. Sering dijadikan tempat Pertemuan Nasional dan Internasional

10. Tempat pilihan untuk hunian 11. Struktur Birokrasi yang mapan 12. Suasana keamanan yang kondusif

13. Komitmen pimpinan daerah pada lingkungan hidup 14. Inisiasi pengembangan angkutan umum massal

15. Aksesibilitas jalan dan kereta api yang cukup baik menghubungkan dengan wilayah eksternal

16. Koordinasi yang baik ditingkat unsur pimpinan daerah (Muspida)

17. Suasana politik yang damai dan kedewasaan demokrasi masyarakat

18. Kerjasama yang baik antara eksekutif dan legislatif 19. Kebijakan-kebijakan yang mengakomodir kepentingan

masyarakat banyak

20. Sifat kritis dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan

21. Tuntutan yang tinggi dari masyarakat atas kualitas pelayanan

4.3.2. Kelemahan


(18)

2. Keterbatasan pembiayaan pembangunan yang berasal dari PAD

3. Pengendalian lingkungan 4. Etos kerja aparatur

5. Konsistensi dan ketegasan dalam penegakan hukum/aturan

6. Kondisi kemantapan jalan yang belum optimal

7. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan kapasitas jalan dengan jumlah kendaraan

8. Ketidaktersediaan infrastruktur Tempat Pembuangan Akhir sampah

9. Kurangnya kesadaran dan partispasi masyarakat dalam pengelolaan sampah

4.3.3. Peluang

1. Daerah yang menjadi salah satu tujuan investasi

2. Tujuan wisata belanja dan kuliner serta tempat persinggahan

3. Potensi Kebun Raya sebagai salah satu world heritage

4. Pendanaan pusat melalui Program-program yang selaras dengan program Kota Bogor

5. Sister City dan Kerjasama antar daerah

6. Peran kota Bogor dalam forum-forum Nasional dan Internasional

7. Menjadi salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dalam struktur tata ruang Nasional dan Jawa Barat.


(19)

4.3.4. Ancaman

1. Ledakan penduduk yang tidak terkendali baik dikarenakan faktor alamiah maupun migrasi

2. Bencana alam dan degradasi lingkungan 3. Meningkatnya jumlah penduduk miskin 4. Perubahan Iklim dan Pemanasan Global 5. Bertambahnya jumlah kendaraan bermotor

4.4. ISU-ISU STRATEGIS

1. Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Infrastruktur Wilayah

2. Peningkatan Pelayanan Persampahan 3. Peningkatan Kualitas Pendidikan

4. Peningkatan dan Pemerataan Kesehatan 5. Penanggulangan Kemiskinan

6. Pemantapan Penyelenggaraan Penataan Ruang 7. Penataan Pedagang Kaki Lima

8. Peningkatan Kualitas Lingkungan 9. Mitigasi Bencana

10. Peningkatan Pelayanan Publik dan Peningkatan Profesionalisme Aparatur

11. Pengembangan Ekonomi Potensial Kota Bogor dan UMKM


(1)

bertahap. Secara umum diperlukan terobosan untuk dapat membangun RTH publik di Kota Bogor dengan diiringi kualitas`dan sebarannya.

31. Kemiskinan

Fenomena kemiskinan masih menjadi tantangan kedepan bagi pemerintah Kota Bogor. Sifatnya yang sangat terpengaruh oleh kondisi regional membuat angka kemiskinan selalu berubah-ubah. Usaha-usaha yang telah dilakukan selama ini perlu dilanjutkan dengan mengadakan perbaikan-perbaikan disemua sektor yang terkait. Selain itu, diperlukan peningkatan terhadap daya beli masyarakat sebagai pengungkit utama pengentasan kemiskinan.

32. Pelayanan perizinan

Pembenahan perizinan dengan pembentukan badan layanan perizinan, perlu diikuti oleh kualitas layanannya. Tingkat kepastian waktu, prosedur, dan biaya banyak menjadi sorotan masyarakat dalam soal perizinan.

33. Profesionalisme aparatur

Peningkatan kualitas SDM aparatur perlu mendapatkan perhatian serius, karena hal ini berdampak pada kinerja aparatur, sejak tahap penerimaan CPNS sampai dengan penempatan pejabat harus dilakukan secara profesional. Kesesuaian latar belakang pendidikan dengan penempatan kerja aparatur masih perlu


(2)

dibenahi selain peningkatan kapasitas jenjang pendidikannya melalui kursus, pelatihan, maupun pendidikan formal.

34. Kinerja Pelayanan Pemerintahan

Tingkat pelayanan pemerintahan salah satunya dapat diukur dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Beberapa sektor masih memerlukan perbaikan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

35. Iklim mikro

Iklim mikro Kota Bogor dipengaruhi perubahan iklim global (climate change). Berdasarkan informasi BMKG, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi kenaikan suhu rata-rata di Kota Bogor sebesar 1 oC. Oleh karena

itu perlu antisipasi dampak perubahan iklim tersebut berupa antisipasi terhadap kondisi kekeringan dan banjir.

36. Penegakan hukum

Konsistensi pelaksanaan pembangunan diantaranya dikendalikan oleh aturan-aturan yang mengikat baik internal pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu, upaya tindakan tegas bagi pelanggar aturan harus diterapkan secara konsisten, baik bagi aparatur maupun masyarakat. Hal ini untuk memberikan jaminan atas kepastian hukum/aturan bagi siapa pun warga kota dalam aktivitas kesehariannya.


(3)

37. Penataan Menara Telekomunikasi

Dalam rangka pengendalian terhadap perkembangan pembangunan menara telekomunikasi perlu disusun kebijakan untuk mengatur dan mengendalikan menara telekomunikasi di Kota Bogor .

4.2. ANALISISA SWOT

Analisa SWOT merupakan instrument yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis beberapa faktor secara sistematis untuk merumuskan isu-isu strategis didalam mengelola penyelenggaraan pembangunan Kota Bogor. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan

dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman

(threats). Berikut ini adalah hasil identifikasi SWOT.

4.3.1. Kekuatan

1. Posisi strategis Kota Bogor sebagai mitra Ibukota Jakarta

2. Pusat orientasi pelayanan bagi wilayah belakang (hinterland)

3. Relatif lengkapnya fasilitas umum 4. Potensi penduduk produktif dan terdidik


(4)

5. Karakter penduduk yang religius 6. Nilai budaya dan sejarah kota

7. Hubungan bilateral yang harmonis dengan tetangga wilayah (Kabupaten Bogor)

8. Pusat pendidikan dan penelitian

9. Sering dijadikan tempat Pertemuan Nasional dan Internasional

10. Tempat pilihan untuk hunian 11. Struktur Birokrasi yang mapan 12. Suasana keamanan yang kondusif

13. Komitmen pimpinan daerah pada lingkungan hidup 14. Inisiasi pengembangan angkutan umum massal

15. Aksesibilitas jalan dan kereta api yang cukup baik menghubungkan dengan wilayah eksternal

16. Koordinasi yang baik ditingkat unsur pimpinan daerah (Muspida)

17. Suasana politik yang damai dan kedewasaan demokrasi masyarakat

18. Kerjasama yang baik antara eksekutif dan legislatif 19. Kebijakan-kebijakan yang mengakomodir kepentingan

masyarakat banyak

20. Sifat kritis dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan

21. Tuntutan yang tinggi dari masyarakat atas kualitas pelayanan

4.3.2. Kelemahan 1. Keterbatasan lahan


(5)

2. Keterbatasan pembiayaan pembangunan yang berasal dari PAD

3. Pengendalian lingkungan 4. Etos kerja aparatur

5. Konsistensi dan ketegasan dalam penegakan

hukum/aturan

6. Kondisi kemantapan jalan yang belum optimal

7. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan kapasitas jalan dengan jumlah kendaraan

8. Ketidaktersediaan infrastruktur Tempat Pembuangan Akhir sampah

9. Kurangnya kesadaran dan partispasi masyarakat dalam

pengelolaan sampah

4.3.3. Peluang

1. Daerah yang menjadi salah satu tujuan investasi

2. Tujuan wisata belanja dan kuliner serta tempat persinggahan

3. Potensi Kebun Raya sebagai salah satu world heritage

4. Pendanaan pusat melalui Program-program yang selaras dengan program Kota Bogor

5. Sister City dan Kerjasama antar daerah

6. Peran kota Bogor dalam forum-forum Nasional dan Internasional

7. Menjadi salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dalam struktur tata ruang Nasional dan Jawa Barat.


(6)

4.3.4. Ancaman

1. Ledakan penduduk yang tidak terkendali baik dikarenakan faktor alamiah maupun migrasi

2. Bencana alam dan degradasi lingkungan

3. Meningkatnya jumlah penduduk miskin

4. Perubahan Iklim dan Pemanasan Global

5. Bertambahnya jumlah kendaraan bermotor

4.4. ISU-ISU STRATEGIS

1. Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Infrastruktur Wilayah

2. Peningkatan Pelayanan Persampahan 3. Peningkatan Kualitas Pendidikan

4. Peningkatan dan Pemerataan Kesehatan 5. Penanggulangan Kemiskinan

6. Pemantapan Penyelenggaraan Penataan Ruang 7. Penataan Pedagang Kaki Lima

8. Peningkatan Kualitas Lingkungan 9. Mitigasi Bencana

10. Peningkatan Pelayanan Publik dan Peningkatan Profesionalisme Aparatur

11. Pengembangan Ekonomi Potensial Kota Bogor dan UMKM