Perancangan Interior Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik.

(1)

ABSTRACT

Disabled people have weakness compared to normal people, but it doesn’t mean that without the complete organ function someone can’t reach success. Many disabled people become success all over the world of their magnificent works. Success can be reached by them by using other organs that they have, like doing rehabilitation.

In this final assignment report with title “Social Rehabilitation for Physical Disability”, explained about interior planning of social rehabilitation place as a place for disabled people doing preventif, kuratif, promotif, rehabilitatif with their body parts functions. Beside of doing medical and social rehabilitation, they also get the basics of doing art works. Art is people’s activity that give happiness for themselves. Through art, disabled people indirectly can do art theraphy which phsychologicaly can help their mental curing.

This social rehabilitation of physical disabilities located in Bumi Bandhawa Hotel at Konstitusi I no.16 street, Cigadung, Dago, Bandung. This social rehabilitation of physical disabilities with art works is designed as a social facility for disabled people to develop their art works starts from age 15 to 30. Based on the function and the user, this rehabilitation is designed with theme “Maslow’s Hierarchy of Needs”. Human’s basic needs theory, where people are motivated to fulfill their needs starts from the lowest (basic) to the highest. Disabled people who are also humans are also motivated to fulfill their needs but because of their physical disability, they can’t get their physical needs by their own. Based on that, this social rehabilitation of physical disabilities will help disabled people to fulfill their basic needs independently so that they can have self-actualisation.

Keywords: social rehabilitation, physical disability, art, interior design, accessibility


(2)

ii

ABSTRAK

Disabilitas fisik memiliki kekurangan dibandingkan dengan orang biasa, namun bukan berarti tanpa fungsi organ tubuh yang lengkap seseorang tidak dapat mencapai kesuksesan. Banyak disabilitas fisik menjadi orang yang berhasil hingga dikenal oleh dunia melalui hasil karyanya yang menakjubkan. Kesuksesan dapat dicapai oleh disabilitas fisik dengan mengasah kemampuan organ lain yang dimilikinya, seperti melakukan rehabilitasi.

Dalam penulisan laporan perancangan tugas akhir yang berjudul “Rehabilitas Sosial Disabilitas Fisik”, dibahas mengenai perancangan interior tempat rehabilitasi sosial sebagai tempat bagi para disabilitas fisik melakukan pencegahan, penyembuhan, atau pemulihan / pengembalian dan pemeliharaan / penjagaan terhadap fungsi tubuhnya. Selain melakukan rehabilitasi medik dan sosial, mereka juga memperoleh dasar-dasar keterampilan kerja dibidang seni. Seni sendiri merupakan kegiatan manusia yang memberi kesenangan jiwa bagi pelakunya. Melalui seni para disabilitas fisik secara tidak langsung dapat melakukan terapi seni yang secara psikologis dapat membantu penyembuhan mental mereka.

Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik ini dirancang di Hotel Bumi Bandhawa, Jalan Konstitusi I no 16, Cigadung, Dago Bandung. Perancangan tempat rehabilitasi sosial dengan bidang keahlian seni ini berfungsi sebagai sarana sosial bagi para disabilitas fisik untuk mengembangkan bakat dibidang seni, dengan usia mulai dari 15 sampai 30 tahun. Sesuai dengan fungsi dan usernya, maka tempat rehabilitasi ini dirancang dengan tema “Maslow’s Hierarchy of Needs”. Teori dasar kebutuhan manusia, dimana manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya mulai yang paling rendah (bersifat dasar) sampai yang paling tinggi. Disabilitas fisik sebagai manusia juga termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Namun, dikarenakan kekurangan fisiknya, kerap kali kebutuhan fisiologinya pun tidak dapat diperolehnya sendiri. Berdasarkan hal tersebut, Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik ini akan membantu disabilitas fisik memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri, hingga mereka dapat mengatualisasikan diri mereka sendiri.


(3)

iii DAFTAR ISI

COVER ... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL . ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Ide / Gagasan Perancangan ... 3

1.4 Rumusan Masalah ... 4

1.5 Tujuan Perancangan ... 5

1.6 Manfaat Perancangan ... 5

1.7 Batasan Perancangan ... 5

1.8 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II REHABILITASI SOSIAL DISABILITAS FISIK DAN PENDEKATAN USER ... 7

2.1 Pengertian Rehabilitasi ... 7

2.1.1 Tujuan Rehabilitasi ... 8

2.1.2 Fungsi Rehabilitasi ... 9

2.1.3 Bidang atau Aspek Pelayanan Rehabilitasi ... 10

2.2 Pengertian Physical Disabled atau Disabilitas Fisik ... 12

2.2.1 Klasifikasi Disabilitas Fisik ... 13

2.2.1.1 Kelainan Pada Sistem Serebral ... 13

2.2.1.2 Kelainan Pada Sistem Otot dan Rangka (Musculus Scelatel System) ... 18

2.3 Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik... 20


(4)

iv

2.3.2 Fasilitas Rehabilitas Sosial Disabilitas Fisik... 22

2.3.2.1 Fasilitas Utama ... 23

2.3.2.2 Fasilitas Pendukung ... 23

2.3.3 Pengelola Rehabilitasi Sosial... 23

2.3.4 Proses Pelayanan ... 24

2.4 Standar Ergonomi Disabilitas Fisik ... 25

2.5 Pengertian Seni Rupa ... 37

2.5.1 Penggolongan Seni Rupa ... 37

2.5.2 Peralatan Seni Rupa... 39

2.5.3 Penyaluran Bakat Seni Bagi Kaum Difabel ... 40

2.6 Pengertian Galeri ... 41

2.6.1 Fungsi Galeri Seni Secara Umum ... 42

2.6.2 Karakteristik Galeri Seni ... 42

2.6.3 Pengguna Galeri Seni Lukis ... 42

2.6.4 Standar Ergonomi Galeri Seni ... 43

2.7 Studi Fungsi Sejenis ... 46

2.7.1 Studi Banding Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Cibabat, Cimahi... 46

2.7.2 Studi Banding Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa ... 50

2.7.3 Society for The Physically Disabled Office, Singapore ... 60

BAB III ANALISA PUSAT REHABILITASI SOSIAL DAN SENI DISABILITAS FISIK ... 62

3.1 Deskripsi Fungsi ... 62

3.2 Deskripsi Objek Studi ... 63

3.2.1 Deskripsi Lokasi ... 66

3.2.2 Analisa Site... 67

3.2.3 Analisa Building ... 70

3.3 Identifikasi User dan Flow Activity ... 71

3.4 Analisis Fungsional ... 74

3.4.1 Kegiatan Operasional ... 76


(5)

v

3.4.2.1 Tabel Kebutuhan Ruang ... 77

3.4.2.2 Tabel Kriteria Ruang ... 82

3.5 Tema Maslow’s Hierarchy of Needs Dalam Perancangan Pusat Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik... 86

3.5.1 Ide Implementasi Konsep Pada Objek Studi ... 86

3.5.1.1 Konsep Bentuk ... 86

3.5.1.2 Konsep Warna ... 87

3.5.1.3 Konsep Furniture ... 89

3.5.1.4 Konsep Pencahayaan ... 89

3.5.1.5 Konsep Penghawaan ... 91

3.5.1.6 Konsep Tekstur ... 91

3.5.1.7 Konsep Material ... 91

3.5.1.8 Konsep Sirkulasi... 92

3.5.1.9 Konsep Keamanan... 92

3.5.1.10 Konsep Ruang... ... 92

3.5.2 Hubungan Kedekatan Ruang ( Bubble Diagram ) ... 93

3.5.3 Hubungan Kedekatan Ruang (Zoning Blocking) ... 95

BAB IV PERANCANGAN REHABILITASI SOSIAL DISABILITAS FISIK... 97

4.1 Perancangan Desain Interior Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik... 97

4.1.1 Main Building... 97

4.1.2 Galeri...104

4.1.3 Asrama... 108

4.1.4 Ruang Makan... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 112

5.1 Kesimpulan... 112

5.2 Saran... 114

DAFTAR PUSTAKA... 115


(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Alat Terapi ... 30

Tabel 2.2 Peralatan Seni Rupa... 54

Tabel 3.1 Analisis Site ... 67

Tabel 3.2 Analisis Building ... 70

Tabel 3.3 User Activity ... 71

Tabel 3.4 Jam Operasional Rehabilitasi ...76

Tabel 3.5 Jam Operasional Galeri, Workshop dan Art Therapy ...76

Tabel 3.6 Jam Operasional Kantor ...76

Tabel 3.7 Kebutuhan Ruang ... 77

Tabel 3.8 Kriteria Ruang ... 82


(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Aktivitas Rehabilitasi Medik ... 10

Gambar 2.2 Aktivitas Rehabilitasi Sosial ... 11

Gambar 2.3 Aktivitas Rehabilitasi Vokasional ...11

Gambar 2.4 Derajat Kecacatan, Golongan Ringan ... 14

Gambar 2.5 Derajat Kecacatan, Golongan Sedang ... 14

Gambar 2.6 Derajat Kecacatan, Golongan Berat ... 15

Gambar 2.7 Penggolongan Tipografi ... 16

Gambar 2.8 Spatistik ... 16

Gambar 2.9 Athetoid... 17

Gambar 2.10 Ataxia... 17

Gambar 2.11 Tremor ... 18

Gambar 2.12 Polio ... 19

Gambar 2.13 Muscle Dystrophy...19

Gambar 2.14 Dimensi Kursi Roda... 26

Gambar 2.15 Pengguna Kruk ... 27

Gambar 2.16 Ergonomi Kabinet ... 27

Gambar 2.17 Ergonomi Storage ... 28

Gambar 2.18 Handle Pintu yang Disarankan untuk Tunanetra ... 29

Gambar 2.19 Sirkulasi Kursi Roda ... 29

Gambar 2.20 Sirkulasi Perputaran Kursi Roda ... 30

Gambar 2.21 Tangga ... 31

Gambar 2.22 Ramp ... 33

Gambar 2.23 Ergonomi Kamar Mandi ... 33

Gambar 2.24 Ergonomi Toilet ... 34

Gambar 2.25 Ergonomi Wastafel ... 34

Gambar 2.26 Sirkulasi Kamar Tidur ... 35

Gambar 2.27 Tinggi Jendela ... 35

Gambar 2.28 Ergonomi Meja Kerja ... 36

Gambar 2.29 Meja Pengguna Kursi Roda ... 36


(8)

viii

Gambar 2.31 Lukisan Seni Murni ...38

Gambar 2.32 Hasil Seni Terapan ...38

Gambar 2.33 Hasil Seni Kriya ...39

Gambar 2.34 Esel... 39

Gambar 2.35 Craft Desk... 39

Gambar 2.36 Meja...40

Gambar 2.37 Meja Modeling Tanah Liat...40

Gambar 2.38 Hasil Seni Kriya ...41

Gambar 2.39 Hasil Seni Kriya...41

Gambar 2.40 Art Gallery ...42

Gambar 2.41 Ergonomi Sirkulasi Galeri ...43

Gambar 2.42 Ergonomi Jarak Pandang ...44

Gambar 2.43 Ergonomi Sudut Pandang ...44

Gambar 2.44 Ergonomi Sudut Pandang ...45

Gambar 2.45 Ergonomi Sudut Pandang ...45

Gambar 2.46 BRSPC ...46

Gambar 2.47 Asrama BRSPC ...47

Gambar 2.48 Workshop ...48

Gambar 2.49 Perkiraan Layout ...49

Gambar 2.50 Aksebilitas ...50

Gambar 2.51 Ruang Kelas ...50

Gambar 2.52 BBRVBD ...51

Gambar 2.53 BBRVBD...54

Gambar 2.54 Workshop Jahit ...55

Gambar 2.55 Lobby ...55

Gambar 2.56 Koridor ...56

Gambar 2.57 Sistem Keamanan ...57

Gambar 2.58 Ruang Assement ...57

Gambar 2.59 Workshop ...58

Gambar 2.60 Toilet ...58

Gambar 2.61 Perpustakaan ...59


(9)

ix

Gambar 2.63 Asrama Putri ...60

Gambar 2.64 Kamar Mandi ... 60

Gambar 2.65 Kamar Tidur ... 61

Gambar 2.66 Alat Terapi Society for The Physically Disabled... 62

Gambar 3.1 Letak Hotel Bumi Bandhawa ... 64

Gambar 3.2 Main Building... 65

Gambar 3.3 Bangunan Hotel... ... 65

Gambar 3.4 Lingkungan Hotel Bumi Bandhawa ... 66

Gambar 3.5 Denah Hotel Bumi Bandhawa... 67

Gambar 3.6 Maslow’s Hierarchy of HumaN Needs... 83

Gambar 3.7 Studi Image Konsep Bentuk ... 86

Gambar 3.8 Lingkaran Warna...87

Gambar 3.9 Warna Orange Monokromatis... 87

Gambar 3.10 Warna Analog Orange... 88

Gambar 3.11 Warna Kontemporer Orange... 88

Gambar 3.12 WarnaTriad Komplementer Orange... 88

Gambar 3.13 Studi Image Konsep Warna ... 89

Gambar 3.14 Studi Image Konsep Furniture ... 89

Gambar 3.15 Studi Image Konsep Pencahayaan Alami ... 90

Gambar 3.16 Studi Image Konsep Pencahayaan Buatan ... 90

Gambar 3.17 Konsep Transformasi Tekstur... 91

Gambar 3.18 Jenis Faktor Penunjang Keamanan... 92

Gambar 3.19 Zoning Blocking Lantai 1 ... 95

Gambar 3.20 Zoning Blocking Lantai 2 ... 96

Gambar 4.1 Zoning Blocking Lantai 1... 98

Gambar 4.2 Denah Lantai 1 Main Building...99

Gambar 4.3 Denah Lantai 2 Main Building...100

Gambar 4.4 Ceiling Plan Lantai 1...100

Gambar 4.5 Potongan A-A’... 101

Gambar 4.6 Storage Mini for Painting... 102

Gambar 4.7 Detail Storage Mini... 103


(10)

x

Gambar 4.9 Craft Desk for Disabel...104

Gambar 4.10 Detail Craft Desk... 104

Gambar 4.11 Denah Galeri Lantai 1 dan Lantai 2... 105

Gambar 4.12 Perspektif Galeri... 105

Gambar 4.13 Galeri Lantai 1 dan Lantai 2... 106

Gambar 4.14 Potongan C-C’ Galeri...107

Gambar 4.15 Cermin Galeri... 107

Gambar 4.16 Denah Asrama... 108

Gambar 4.17 Potongan Asrama... 108

Gambar 4.18 Wardrobe Asrama... 109

Gambar 4.19 Wardrobe Asrama ... 109

Gambar 4.20 Perspektif Asrama... 110


(11)

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Tahap Difabel Menurut WHO...13

Bagan 2.2 Struktur Organisasi BRSPC... 47

Bagan 2.3 Struktur Organisasi BBRVBD... 52

Bagan 3.1 Konsep dan Tema...93


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap orang menginginkan kehidupan yang sempurna, tapi jika kenyataan berbeda dengan harapan, bukan berarti tak ada jalan kesempurnaan. Tuhan menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, untuk saling melengkapi satu sama lain.

Anggapan difabel hanya menjadi beban harus dibuang jauh-jauh, karena sebagai individu pada hakikatnya mereka memiliki potensi yang terkadang melebihi kapasitas dan kemampuan orang yang sempurna secara fisik dan mental. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan sehingga para difabel dapat mengembangkan kemampuan diri secara aktif untuk mampu bersaing di tengah masyarakat.


(14)

2

Selain keluarga, dibutuhkan juga balai rehabilitasi sosial difabel yang bertugas mewujudkan kemandirian dan fungsi sosial bagi para difabel, yang mengalami masalah dalam hubungan sosial dengan masyarakat, keluarganya maupun dirinya sendiri. Para difabel, khususnya disabilitas fisik sangat membutuhkan bimbingan sosial untuk memulihkan keadaanya baik jasmani maupun rohani, untuk menduduki kembali tempat di masyarakat sebagai anggota penuh yang swasembada, produktif dan berguna bagi masyarakat dan negara.

Berdasarkan sensus Dinas Sosial provinsi Jawa Barat, provinsi Jawa Barat mempunyai 153.026 orang disabilitas fisik dengan dua balai rehabilitasi, yaitu Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Tuna Daksa di Cibinong, Bogor dan Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat di Cibabat, Cimahi. Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Cibabat-Cimahi sendiri untuk saat ini hanya mampu menampung 100 orang diabilitas fisik dan disabilitas pendengaran per-angkatan. Jumlah tersebut didapat berdasarkan kemampuan pemerintah Dinas Sosial provinsi Jawa Barat dalam memberikan bantuan biaya operasional. Ketidakseimbangan jumlah pusat rehabilitasi sosial disabilitas fisik dengan jumlah disabilitas fisik menyebabkan banyak disabilitas fisik mengalami masalah dalam hubungan sosial dengan masyarakat, keluarganya maupun dirinya sendiri.

Sementara di era globalisasi saat ini untuk merebutkan pasar kerja dibutuhkan tenaga kerja yang benar-benar terampil, disiplin dan produktif. Sikap mental sosial psikologis yang kerap kali mengisolir diri dengan kondisi mobilitas yang rendah dan aspek kelemahan lain yang dimilikinya tentu akan menyulitkan penempatan kerja di perusahaan-perusahaan yang membutuhkan. Belum lagi sulitnya pemenuhan aksesibilitas di perusahaan yang hanya akan digunakan beberapa orang disabilitas fisik saja.

Dengan banyaknya jumlah disabilitas fisik yang menjadi wiraswastawan dibidang seni, pelatihan dibidang seni lah yang dinilai mampu menjawab masalah diatas. Hal ini didukung dengan industri pariwisata di provinsi Jawa Barat yang semakin berkembang cepat dan dinamis, selain itu seni merupakan kegiatan manusia yang memberi kesenangan jiwa bagi pelakunya. Melalui seni para disabilitas fisik secara tidak langsung dapat melakukan art therapy yang secara psikologis dapat membantu penyembuhan mental mereka. Namun kurangnya


(15)

3

pelatihan dan tempat untuk menjual hasil karya para disabilitas fisik, membuat hasil karya mereka kurang mampu bersaing untuk diakui di dalam masyarakat.

Sudah saatnya menciptakan kondisi yang membuat kaum disabilitas fisik nyaman dengan kekurangannya. Oleh karena itu perancangan “Pusat Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik” dirasa perlu. Diharapkan para disabilitas fisik dapat mewujudkan kemandirian dan fungsi sosialnya di masyarakat, serta mampu meningkatkan kreativitas, inovasi dan kualitas produk seni dan kriya daerah, hingga mampu bersaing sampai pasar internasional.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, berikut ini akan diidentifikasikan masalah yang muncul dari fenomena atau cuplikan data di lapangan yaitu sebagai berikut.

1) Kurangnya wadah bagi para difabel untuk mengembangkan diri.

2) Masalah hubungan sosial difabel dengan masyarakat, keluarganya maupun dirinya sendiri.

3) Minimnya keterampilan kaum difabel untuk bersaing dalam masyarakat. 4) Sulitnya kaum difabel memperoleh pekerjaan.

5) Paradigma negatif terhadap kaum difabel di dalam masyarakat Indonesia. 6) Kebutuhan sarana dan prasarana difabel dianggap sebagai sesuatu yang eksklusif.

1.3 Ide / Gagasan Perancangan

Kurangnya wadah bagi para disabilitas fisik untuk mengembangkan diri, membuat minimnya keterampilan kaum disabilitas fisik untuk bersaing dalam dunia pekerjaan. Hal ini diikuti dengan perkembangan provinsi Jawa Barat sebagai industri pariwisata yang berkembang cepat. Dibutuhkan sebuah pusat rehabilitasi sosial disabilitas fisik yang mampu memfasilitasi disabilitas fisik mengasah diri dalam bidang seni dengan menciptakan kondisi yang membuat disabilitas fisik nyaman dengan kekurangannya. Melalui tema ”Maslow’s Hierarchy of Needs”, diharapkan mampu menjawab kebutuhan dasar, psikologis


(16)

4

dan pemuasan diri, dimana disabilitas fisik dapat menjadi seseorang yang mandiri serta produktif dalam keluarga dan masyarakat.

Perancangan Pusat Rehabilitasi Disabilitas Fisik ini, menyediakan fasilitas yang mendukung proses rehabilitasi, keterampilan dan aktualisasi diri. Fasilitas-fasilitas yang disediakan berupa pusat rehabilitasi sosial, ruang konsultasi, poliklinik, perpustakaan, ruang kelas teori, ruang kelas praktik dan galeri yang menampung hasil karya difabel.

Pusat Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik yang akan dirancang pada proyek tugas akhir ini memiliki nilai sosial dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan semangat para penyandang disabilitas fisik untuk mandiri dan produktif di tengah masyarakat. Hal ini juga merupakan salah satu peran swasta dalam mendukung program pemerintah yang terdapat dalam UU 4 tahun 1997, Peraturan Kota Bandung no.26 Tahun 2009 tentang penyandang cacat, serta merubah paradigma negatif terhadap kaum difabel, khususnya disabilitas fisik yang muncul di masyarakat.

1.4 Rumusan Masalah

Sesuai dengan permasalahan yang telah diidentifikasikan di atas, berikut ini akan dirumuskan pokok-pokok masalah yang akan dibahas, ditelaah dan dipecahkan dalam perancangan yaitu sebagai berikut.

1) Bagaimana merancang fasilitas pusat rehabilitasi sosial disabilitas fisik yang mendukung tahap rehabilitasi sosial dan keterampilan di bidang seni?

2) Bagaimana merancang interior yang fungsional, efektif dan efisien tanpa mengurangi aksesibilitas disabilitas fisik dalam melakukan aktivitasnya?

1.5 Tujuan Perancangan

Berdasarkan pokok-pokok persoalan yang telah dikemukakan dan dirumuskan di atas, berikut ini akan dipaparkan garis-garis besar hasil yang ingin dicapai setelah dipecahkan dan dijawab, yaitu sebagai berikut:

1) Menggelompokkan berbagai fasilitas pendukung bagi disabilitas fisik sesuai dengan tahap rehabilitasinya.


(17)

5

2) Merancang interior dan sarana aksesibilitasi yang menjawab kebutuhan dasar disabilitas fisik dengan mengutamakan standar ergonomi.

1.6 Manfaat Perancangan

Perancangan balai rehabilitiasi sosial difabel di Kota Bandung memiliki manfaat :

a. Bagi penulis membuka wawasan mengenai standar perancangan balai rehabilitasi, khususnya yang berhubungan dengan disabilitas fisik, dikarenakan difabel membutuhkan perhatian cermat terhadap standar keselamatan dan kemudahan aksesibilitas.

b. Bagi Fakultas Seni Rupa dan Desain menambah koleksi literatur mengenai data balai rehabilitasi sosial khususnya yang berkaitan dengan disabilitas fisik.

c. Bagi pemerintah, membantu melaksanankan program-program pemerintah tentang kesetaraan hak dan kewajiban difabel, serta memperkenalkan standar yang tepat bagi aksesibiltas difabel.

d. Bagi masyarakat awam, sebagai media edukasi nonformal yang rekreatif dengan mengangkat pesan bahwa dibalik kekurangan pasti terdapat kelebihan, dimana para difabel mampu menghasilkan karya dengan kreativitas, inovasi dan kualitas produk yang tinggi.

1.7 Batasan Perancangan

Dalam perancangan balai rehabilitasi sosial disabilitas fisik ini yang akan didesain merupakan area utama, seperti area rehabilitasi, asrama, area kelas teori, kelas praktik dan galeri. User disabilitas fisik golongan ringan dan sedang, berusia 15-30 tahun serta mampu berkarya dalam bentuk lukisan, patung dan kriya.

1.8 Sistematika Penulisan

Dalam Bab I yang merupakan bab pendahuluan akan dipaparkan latar belakang, identifikasi masalah, ide / gagasan perancangan, tujuan perancangan, manfaat, batasan dan sistematika penyajian.


(18)

6

Dalam Bab II yang merupakkan bab kajian teori akan dijabarkan mengenai pengertian rehabilitasi, pengertian dan pengelompokkan disabilitas fisik, penjabaran rehabilitasi sosial, seni rupa dan galeri.

Dalam Bab III yaitu deskripsi objek studi yang akan mendeskripsikan proyek, site, analisis fungsi, analisis site, identifikasi user, flow activity, kebutuhan ruang, zoning-blocking, dan ide implementasi konsep pada objek studi.

Dalam Bab IV yaitu deskripsi perancangan Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik yang menjabarkan konsep dasar, implementasi dalam konsep dan perancangannya.

Dalam Bab V yang merupakan bab kesimpulan, akan dijelaskan hasil dari tujuan perancangan melalui penerapan design interior.


(19)

112

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Saran

Disabilitas fisik merupakan manusia dengan kekurangan pada fisiknya, namun sebagai individu pada hakikatnya mereka memiliki potensi yang terkadang melebihi kapasitas dan kemampuan orang yang sempurna secara fisik dan mental. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan sehingga para difabel dapat mengembangkan kemampuan diri secara aktif untuk mampu bersaing di tengah masyarakat.

Perancangan Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik ini diharapkan mampu, menjadi wadah untuk membantu para disabilitas fisik memperoleh physiological, safety, love, esteem need, hingga mereka mampu mencapai self-actualization secara maksimal.


(20)

113

Maka dari itu desain interior yang dirancang berdasarkan tema “Maslow’s hierarchy of Needs” ini memiliki tujuan memaksimalkan kinerja fungsi tubuh, serta mental dan sosialnya. Oleh karena itu terdapat fasilitas-fasilitas pendukung sesuai kebutuhan disabilitas fisik yang digolongkan kedalam lima hirarki, mulai dari asrama dan ruang makan, area olah raga, area berkumpul, kelas praktik dan galeri bagi disabilitas fisik. Untuk memaksimalkan kinerja fungsi tubuh yang dimiliki disabilitas fisik, maka desain interior yang dirancang difokuskan pada fungsi, standar ergonomi, aksesibilitas dan kenyamanan user. Standar ergonomi dan aksesibilitasi tersebut diterapkan pada:

a. Lantai

Lantai menggunakan material yang rata namun tetap mempunyai tekstur sehingga tidak terlalu licin bagi pengguna kursi roda, kruk dan disabilitas fisik lainnya. Pada lantai kamar mandi, digunakan karet berpola dengan tekstur yang kasar, untuk menggurangi tingkat kelicinan pada lantai yang basah.

b. Dinding

Seluruh dinding dilengkapi handrail dengan dua jenis ketinggian untuk kebutuhan user yang berbeda. Aiphone door station sebagai sistem keamanan bagi disabilitas fisik yang tersambung langsung pada ruang guru. Sedangkan Folding chair didesain karena minimnya jalur sirkulasi untuk menjawab kebutuhan user akan tempat peristirahatan darurat.

c. Furnitur

Furnitur merupakan salah satu element interior yang selalu berhubungan langsung dalam banyak aktivitas harian disabilitas fisik. Pada perancangan furnitur perlu diperhatikan fungsi dan detail-detail khusus yang akan sangat berpengaruh pada kenyamanan dan keamanan disabilitas fisik.

Disamping kemampuan dalam seni, disabilitas fisik perlu didukung dengan rasa percaya diri yang tinggi. Maka dari itu, disediakan fasilitas area galeri untuk menjual hasil karya para difabel. Sebagai tempat rehabilitasi sosial, selain mental secara individu, kegiatan kelompok pun harus diperhatikan, untuk itu pada perancangan ini terdapat area-area untuk kumpul santai, diskusi, bermain, dll.

Dari segi ergonomis, kenyamanan bagi para disabilitas fisik perlu diutamakan karena disabilitas fisik cenderung berhati- hati dengan benda yang ada


(21)

114

disekelilingnya. Maka dari itu, desain yang dirancang pada tempat rehabilitasi sosial ini menggunakan bentuk- bentuk yang aman dan tidak tajam, sehingga memberikan kenyamanan bagi disabilitas fisik.

5.2 Saran

Desain yang dirancang untuk user disabilitas fisik sebaiknya sangat memperhatikan fungsi dan keamanan, karena melalui desain yang tepat disabilitas fisik dapat menjadi pribadi mandiri dan dapat mempunyai fungsi sosial dalam masyarakat. Selain itu desain interior yang tidak dirancang seperti rumah sakit, tentu akan menimbulkan rasa dihargai dan dapat menaikkan rasa percaya diri mereka.

Berdasarkan survey lapangan terhadap pusat rehabilitasi yang telah dilakukan, perhatian terhadap standar ergonomi disabilitas sangat perlu ditingkatkan. Selain itu, perlu adanya galeri yang menjual atau sekedar memaparkan karya difabel dapat mengoptimalkan self-actualization mereka. Kiranya perancangan Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik ini dapat meningkatkan fungsi sosial disabilitas fisik, serta mampu mengubah paradigma negative yang timbul dalam masyarakat, sebagai manusia yang mampu berkarya dan berprestasi dalam kondisi fisiknya yang kurang sempurna.


(22)

115

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Toha Muslim. 1996. Peranan Rehabilitasi Medis dalam Pelayanan Kesehatan. Bandung: FK UNPAD

Book. London: McGraw- hill Company, Inc.Frick, Heinz et. All. 2007. Ilmu Fisika Bangunan. Yogyakarta: Kanisius

Dudley Hut William. 1960. Hospital, Clinics, adn Health Centers: an Architectural

D. Mills Edward. 1976. Planning: Building for Health Welfare and Reigion. London: Newnes- Butterworths.

Efendi Muhammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Harrison, Hazel.2003.Art School how to Paint and Draw, London: Hermes House. Hayes, Colin.1978.The Complete Guide to Painting and Drawing Techniques and Materials, New York: Quantum Books.

John V.Basmajian dan Kirby R.Lee. 1984. Medical Rehabilitation. USA: William and Wilkins.

Lacey, Marie Louise. (1996). (The power of colour to heal environment)

Leibrock Chynthia A. 2000. Design Detail for Health. Canada: John Wilet $ Sons, Inc.

Neufert, Ernst. 1980. Architects’ Data, 2nd International English Edition. New York: Granada

Olds, Anita Rui. 2001. Child Care Design Guide. New York: McGraw-Hill Co. Panero, J. & Zelnik, M. 1979. Human Dimension and Interior Sapces. United States: Library of Design.

Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 1980, Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penderita Cacat. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdikbud.

Ruth, Linda Cain. 2000. Design Standarts for Children’s Environments. New York: McGraw-Hill Co.

Satwiko. Prasasto. 2004. Fisika Bangunan 2, Edisi 1, Andi, Yogyakarta

Suptandar, J. Pamudji. 2004. Faktor Akustik dalam Perancangan Disain Interior, Jakarta: Djambatan


(23)

116

Sutjihati, T. Somantri. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: PT. Refika Aditama

Wenasti, Sherly.2006. Desain ruang Terapi sebagi salah satu penanganan perkembangan Anak autis pada yayasan kasih bunda di Surabaya: Fakultas seni dan desain, Universitas Kristen Petra.


(1)

6

Dalam Bab II yang merupakkan bab kajian teori akan dijabarkan mengenai pengertian rehabilitasi, pengertian dan pengelompokkan disabilitas fisik, penjabaran rehabilitasi sosial, seni rupa dan galeri.

Dalam Bab III yaitu deskripsi objek studi yang akan mendeskripsikan proyek, site, analisis fungsi, analisis site, identifikasi user, flow activity, kebutuhan ruang, zoning-blocking, dan ide implementasi konsep pada objek studi.

Dalam Bab IV yaitu deskripsi perancangan Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik yang menjabarkan konsep dasar, implementasi dalam konsep dan perancangannya.

Dalam Bab V yang merupakan bab kesimpulan, akan dijelaskan hasil dari tujuan perancangan melalui penerapan design interior.


(2)

112

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Saran

Disabilitas fisik merupakan manusia dengan kekurangan pada fisiknya, namun sebagai individu pada hakikatnya mereka memiliki potensi yang terkadang melebihi kapasitas dan kemampuan orang yang sempurna secara fisik dan mental. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan sehingga para difabel dapat mengembangkan kemampuan diri secara aktif untuk mampu bersaing di tengah masyarakat.

Perancangan Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik ini diharapkan mampu, menjadi wadah untuk membantu para disabilitas fisik memperoleh physiological, safety, love, esteem need, hingga mereka mampu mencapai self-actualization


(3)

113

Maka dari itu desain interior yang dirancang berdasarkan tema “Maslow’s hierarchy of Needs” ini memiliki tujuan memaksimalkan kinerja fungsi tubuh, serta mental dan sosialnya. Oleh karena itu terdapat fasilitas-fasilitas pendukung sesuai kebutuhan disabilitas fisik yang digolongkan kedalam lima hirarki, mulai dari asrama dan ruang makan, area olah raga, area berkumpul, kelas praktik dan galeri bagi disabilitas fisik. Untuk memaksimalkan kinerja fungsi tubuh yang dimiliki disabilitas fisik, maka desain interior yang dirancang difokuskan pada fungsi, standar ergonomi, aksesibilitas dan kenyamanan user. Standar ergonomi dan aksesibilitasi tersebut diterapkan pada:

a. Lantai

Lantai menggunakan material yang rata namun tetap mempunyai tekstur sehingga tidak terlalu licin bagi pengguna kursi roda, kruk dan disabilitas fisik lainnya. Pada lantai kamar mandi, digunakan karet berpola dengan tekstur yang kasar, untuk menggurangi tingkat kelicinan pada lantai yang basah.

b. Dinding

Seluruh dinding dilengkapi handrail dengan dua jenis ketinggian untuk kebutuhan user yang berbeda. Aiphone door station sebagai sistem keamanan bagi disabilitas fisik yang tersambung langsung pada ruang guru. Sedangkan Folding chair didesain karena minimnya jalur sirkulasi untuk menjawab kebutuhan user akan tempat peristirahatan darurat.

c. Furnitur

Furnitur merupakan salah satu element interior yang selalu berhubungan langsung dalam banyak aktivitas harian disabilitas fisik. Pada perancangan furnitur perlu diperhatikan fungsi dan detail-detail khusus yang akan sangat berpengaruh pada kenyamanan dan keamanan disabilitas fisik.

Disamping kemampuan dalam seni, disabilitas fisik perlu didukung dengan rasa percaya diri yang tinggi. Maka dari itu, disediakan fasilitas area galeri untuk menjual hasil karya para difabel. Sebagai tempat rehabilitasi sosial, selain mental secara individu, kegiatan kelompok pun harus diperhatikan, untuk itu pada perancangan ini terdapat area-area untuk kumpul santai, diskusi, bermain, dll.

Dari segi ergonomis, kenyamanan bagi para disabilitas fisik perlu diutamakan karena disabilitas fisik cenderung berhati- hati dengan benda yang ada


(4)

114

disekelilingnya. Maka dari itu, desain yang dirancang pada tempat rehabilitasi sosial ini menggunakan bentuk- bentuk yang aman dan tidak tajam, sehingga memberikan kenyamanan bagi disabilitas fisik.

5.2 Saran

Desain yang dirancang untuk user disabilitas fisik sebaiknya sangat memperhatikan fungsi dan keamanan, karena melalui desain yang tepat disabilitas fisik dapat menjadi pribadi mandiri dan dapat mempunyai fungsi sosial dalam masyarakat. Selain itu desain interior yang tidak dirancang seperti rumah sakit, tentu akan menimbulkan rasa dihargai dan dapat menaikkan rasa percaya diri mereka.

Berdasarkan survey lapangan terhadap pusat rehabilitasi yang telah dilakukan, perhatian terhadap standar ergonomi disabilitas sangat perlu ditingkatkan. Selain itu, perlu adanya galeri yang menjual atau sekedar memaparkan karya difabel dapat mengoptimalkan self-actualization mereka. Kiranya perancangan Rehabilitasi Sosial Disabilitas Fisik ini dapat meningkatkan fungsi sosial disabilitas fisik, serta mampu mengubah paradigma negative yang timbul dalam masyarakat, sebagai manusia yang mampu berkarya dan berprestasi dalam kondisi fisiknya yang kurang sempurna.


(5)

115

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Toha Muslim. 1996. Peranan Rehabilitasi Medis dalam Pelayanan Kesehatan. Bandung: FK UNPAD

Book. London: McGraw- hill Company, Inc.Frick, Heinz et. All. 2007. Ilmu Fisika Bangunan. Yogyakarta: Kanisius

Dudley Hut William. 1960. Hospital, Clinics, adn Health Centers: an Architectural

D. Mills Edward. 1976. Planning: Building for Health Welfare and Reigion.

London: Newnes- Butterworths.

Efendi Muhammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Harrison, Hazel.2003.Art School how to Paint and Draw, London: Hermes House. Hayes, Colin.1978.The Complete Guide to Painting and Drawing Techniques and

Materials, New York: Quantum Books.

John V.Basmajian dan Kirby R.Lee. 1984. Medical Rehabilitation. USA: William and Wilkins.

Lacey, Marie Louise. (1996). (The power of colour to heal environment)

Leibrock Chynthia A. 2000. Design Detail for Health. Canada: John Wilet $ Sons, Inc.

Neufert, Ernst. 1980. Architects’ Data, 2nd International English Edition. New York: Granada

Olds, Anita Rui. 2001. Child Care Design Guide. New York: McGraw-Hill Co. Panero, J. & Zelnik, M. 1979. Human Dimension and Interior Sapces. United States: Library of Design.

Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 1980, Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penderita Cacat. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdikbud.

Ruth, Linda Cain. 2000. Design Standarts for Children’s Environments. New York: McGraw-Hill Co.

Satwiko. Prasasto. 2004. Fisika Bangunan 2, Edisi 1, Andi, Yogyakarta

Suptandar, J. Pamudji. 2004. Faktor Akustik dalam Perancangan Disain Interior, Jakarta: Djambatan


(6)

116

Sutjihati, T. Somantri. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: PT. Refika Aditama

Wenasti, Sherly.2006. Desain ruang Terapi sebagi salah satu penanganan perkembangan Anak autis pada yayasan kasih bunda di Surabaya: Fakultas seni dan desain, Universitas Kristen Petra.