PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA SMP N 35 MEDAN KELAS VII PADA MATERI HIMPUNAN TAHUN AJARAN 2014/2015.

(1)

HIMPUNAN TAHUN AJARAN 2014/2015

Oleh :

Dewi Rajagukguk NIM 4113311007

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh GelarSarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN 2015


(2)

(3)

RIWAYAT HIDUP

Dewi Rajagukguk dilahirkan di Onanrunggu, pada tanggal 15 Januari 1993. Ibu bernama Romaintan Samosir dan ayah bernama Menanti Rajagukguk, dan merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara. Pada tahun 1999 penulis masuk SD Santo Paulus Onanrunggu, dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan sekolah di SLTP Bakti Mulia Onanrunggu, dan lulus pada tahun 2008. Pada Tahun 2008, penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Onanrunggu, dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan, atas segala kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan yang direncanakan .

Skripsi ini berjudul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa SMP N 35 Medan Kelas VII Pada Materi Himpunan T.A 2014/2015”. Skripsi ini di susun untuk melengkapi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika Program Studi pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, selaku Rektor beserta staf-stafnya di Universitas Negeri Medan. Ucapan terima ksih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Drs. Motlan, M.Sc, Ph.D, selaku Dekan beserta staf-stafnya di FMIPA Universitas Negeri Medan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga diucapkan kepada Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, selaku Ketua Jurusan Matematika dan pegawai di Jurusan Matematika yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan berkas-berkas untuk wisuda.

Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr.W. Rajagukguk, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sejak awal sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Budi Halomoan Siregar, S.Pd. M.Sc, Bapak Drs. Zul Amry, M.Si, Ph.D, Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si selaku dosen pemberi saran dan penguji yang telah memberikan masukan dan saran mulai dari rencana penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini dan kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Pagawai Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan.


(5)

Teristimewa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayah tercinta M. Rajagukguk dan Ibu tercinta R. Samosir yang senantiasa memberi dukungan dan motivasi serta menyayangi saya hingga saya dapat menyelesaikan studi saya. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada kakak tercinta Sorta Rajagukguk beserta keluarganya, Rimsa Rajagukguk beserta keluarganya, Yanti Rajagukguk beserta keluarganya, Shanti Rajagukguk, Amd, Betti Rajagukguk, S.si dan juga kepada Abang tercinta Jefri Rajagukguk, ST dan Happy Yunelly Gultom Amd.Kep, Sahat Rajagukguk dan Angelina Samosir, Amd.Keb yang selalu mendukung dan membantu saya sampai sekarang I love You All.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Sekolah SMP N 35 Medan, Guru bidang studi matematika Ibu Rohani Samosir dan guru-guru yang telah memberikan izin, bantuan dan informasi bagi penulis selama melakukan penelitian.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat selama perkuliahan, (edak-edakku) Asmy, Dea, Dian, Dwi, Erna, Sri Melati, Komting Eks. Matematika M.Zulfacri, Jhonalwin, Desma,Yuni, Mud-mud, Rani, Cyntia dan kepada teman-teman satu kelas yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu dan juga buat teman-teman satu kost yang selalu senantiasa mendengar curahan saya setiap malamnya (Anita, D’Anggita, D’Fernando, D’Monalisa, D’ Renada, D’ Yuni) dan juga kepada Taho Mangapul Simanjuntak yang senantiasa bersama saya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam menyelesaikannya, namun penulis menyadari masih banyak terdapat kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah pendidikan.

Medan, Juni 2015 Penulis

Dewi Rajagukguk 4113311007


(6)

iii

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MATEMATIKA SISWA SMP N 35 MEDAN KELAS VII PADA MATERI HIMPUNAN.

TAHUN AJARAN 2014/2015 DEWI RAJAGUKGUK (4113311007)

ABSTRAK

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom Action Research). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk memaparkan proses dan hasil penggunaan pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi himpunan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa pada Materi himpunan di SMP N 35 Medan TA 2014/2015.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 35 Medan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-3 SMP Negeri 35 Medan yang berjumlah 38 orang. Objek dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa di kelas VII-3 SMP N 35 Medan khususnya pada pokok bahasan himpunan. Cara pengambilan data melalui tes, wawancara, dan observasi. Tes yang diberikan merupakan tes yang berbentuk uraian yang dilakukan sebanyak dua kali. Masing-masing tes terdiri dari 5 dan 4 butir soal.

Berdasarkan hasil penelitian dari tes diagnostik diperoleh 10 orang siswa ( 26,32%) yang mencapai tingkat ketuntasan belajar (yang mencapai nilai ≥75 ) sedangkan 28 orang siswa (73,68%) tidak mencapai ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 64,82. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi dan meningkatkannya adalah dengan memberikan tindakan pada siklus I melalui pembelajaran berbasis masalah. Hasil analisis setelah diberikan tindakan pada siklus I yaitu, maka diperoleh 20 orang siswa ( 52,63%) yang mencapai tingkat ketuntasan belajar, sedangkan 18 orang siswa (47,37%) tidak mencapai ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 64,81. Hal ini menunjukkan telah mengalami peningkatan dari hasil tes diagnostik tetapi ketuntasan belajar secara klaksikal belum tercapai. Kemudian setelah memberikan tindakan pada siklus II melalui pembelajaran berbasis masalah dengan memperbanyak sesi Tanya jawab pada tahap diskusi untuk menyelesaikan soal yang diberikan dan mengaktifkan siswa dalam menyampaikan ide-ide atau pendapat dan memperbanyak soal latihan dan tugas, diperoleh nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 84,63 dengan jumlah siswa yang mencapai nilai 75 ketuntasan belajar sebanyak 33 siswa atau sebesar 86,84% sedangkan 5 orang siswa (13,16) tidak mencapai ketuntasan belajar. Sehingga diperoleh bahwa ketuntasan belajar secara klaksikal tercapai.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa pada pokok bahasan Himpunan.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi vi

Daftar Lampiran viii

Daftar Gambar x

Daftar tabel xi BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Identifikasi Masalah 7

1.3. Pembatasan Masalah 7

1.4. Rumusan Masalah 7

1.5. Tujuan Penelitian 7

1.6. Manfaat Penelitian 8

1.7. Defenisi operasional 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis 9

2.1.1. Hakikat Belajar Mengajar 9 2.1.2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah 10 2.1.3. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah 11 2.1.4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah 13 2.1.5. Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah 14 2.1.6. Kemampuan Berfikir Kritis 16 2.1.7. Model PBM Dalam Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis 23 2.1.8. Materi Ajar (Himpunan) 25

2.2. Penelitian Relevan 33

2.3. Kerangka Konseptual 34

2.4. Hipotesis Tindakan 36

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 37 3.2. Subjek Penelitian dan Objek Penelitian 37

3.2.1. Subjek penelitian 37

3.2.2. Objek Penelitian 37

3.3. Jenis Penelitian 37

3.4. Alat Pengumpul Data 38

3.5. Prosedur Penelitian dan Rancangan Penelitian 41

3.5.1. Siklus I 42


(8)

vii

3.6. Reduksi data 49

3.7. Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis 50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian dan pembahasan 52

4.1.1. Permasalahan 52

4.1.2. Tahap Perencanaan Tindakan 52

4.1.3. Pelaksanaan tindakan I 53

4.1.4. Analisis Hasil Siklus I 55

4.1.4.1. Hasil Tes 55

4.1.4.2. Hasil Wawancara 62

4.1.4.3 Hasil Observasi 62

4.1.5. Refleksi I 66

4.2. Siklus II 68

4.2.1. Permasalahan 68

4.2.2. Tahap Perencanaan Tindakan II 68

4.2.3. Pelaksanaan Tindakan II 69

4.2.4. Analisis Data Hasil Siklus II 72

4.2.4.1. Hasil Tes 72

4.2.4.2. Hasil Wawancara Siklus II 75

4.2.4.3. Hasil Observasi 76

4.2.5. Refleksi II 79

4.3. Temuan Peneliti 80

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 89

5.2. Saran 89


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Langkah-langkah Model PBM 13 Tabel 3.1. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis I 39 Tabel 4.1. Deskripsi Kemampuan Menganalis Pada kategori I 55 Tabel 4.2. Deskripsi Kemampuan Mensintesis Pada kategori I 56 Tabel 4.3. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Pada kategori I 57 Tabel 4.4. Deskripsi Kemampuan Menyimpulkan Pada kategori I 57 Tabel 4.5. Deskripsi Kemampuan Mengevaluasi Pada kategori I 58 Tabel 4.6. Deskripsi Ketuntasan Berpikir Kritis Siswa Semua Kategori 58 Tabel 4.7. Proses Kesalahan Jawaban Siswa Pada Semua Indikator Siklus I 58 Tabel 4.8. Deskripsi Hasil Observasi Siswa Pada Siklus I 62 Tabel 4.9. Deskripsi Hasil Observasi Guru (Peneliti) Pada siklus I 64 Tabel 4.10. Deskripsi Kemampuan Menganalis Pada kategori II 72 Tabel 4.11. Deskripsi Kemampuan Mensintesis Pada kategori II 73 Tabel 4.12. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Pada kategori II 73 Tabel 4.13. Deskripsi Kemampuan Menyimpulkan Pada kategori II 74 Tabel 4.14. Deskripsi Kemampuan Mengevaluasi Pada kategori II 74 Tabel 4.15. Deskripsi Ketuntasan Berpikir Kritis Siswa Semua Kategori 75 Tabel 4.16. Deskripsi Hasil Observasi Siswa Pada Siklus II 76 Tabel 4.17. Deskripsi Hasil Observasi Guru (Peneliti) Pada siklus II 77 Tabel 4.18. Rekapitulasi Tindakan Siklus I, II 86


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Siklus I) 92 Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Siklus II) 101 Lampiran 3. Lembar Aktivitas Siswa 1 107 Lampiran 4. Lembar Aktivitas Siswa II 109 Lampiran 5. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa I 111 Lampiran 6. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa II 113 Lampiran 7. Kisi-kisi Tes Awal 115 Lampiran 8. Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis I 116 Lampiran 9. Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis II 117 Lampiran 10. Lembar Validitas Soal 118

Lampiran 11. Tes Kemampuan Awal 130

Lampiran 12. Tes Kemampuan Berpikir Kritis I 131 Lampiran 13. Tes Kemampuan Berpikir Kritis II 132 Lampran 14. Alternatif Penyelesaian Tes Kemampuan Awal 134 Lampiran 15. Alternatif Penyelesaian Tes Kemampuan Berpikir Kritis I 137 Lampiran 16. Alternatif Penyelesaian Tes Kemampuan Berpikir Kritis II 139 Lampiran 17. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Awal 141 Lampiran 18. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis I 142 Lampiran 19. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis II 143 Lampiran 20. Lembar Observasi Kegiatan Siswa, Guru Siklus I 144 Lampiran 21. Lembar Observasi Kegiatan Siswa, Guru Siklus II 149 Lampiran 22. Wawancara Siklus I 154 Lampiran 23. Wawancara Siklus II 156 Lampiran 24. Hasil Penelitian dengan Kriteria Ketuntasan 158 Lampiran 25. Hasil Tes Berpikir Kritis I Kriteria Ketuntasan 159 Lampiran 26. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator I 160 Lampiran 27. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator II 161 Lampiran 28. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator III 162 Lampiran 29. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator IV 163


(12)

ix

Lampiran 30. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator V 164 Lampiran 31. Hasil Tes Berpikir Kritis II Kriteria Ketuntasan 165 Lampiran 32. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator I 166 Lampiran 33. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator II 167 Lampiran 34. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator III 168 Lampiran 35. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator IV 169 Lampiran 36. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis I Indikator V 170

Lampiran 37. Daftar Nama Siswa 171


(13)

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah menuntut kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga kita harus mempersiapkan sumber daya manusia yang benar-benar unggul dan dapat diandalkan untuk menghadapi persaingan bebas di segala bidang kehidupan sebagai dampak dari globalisasi dunia. Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai sumber daya manusia yang handal untuk dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Pendidikan matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi yang modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dimulai dari sekolah dasar untuk membelakali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, amalitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Departemen Pendidikan Nasional).

Hal tersebut didukung oleh pernyataan Cokroft (dalam Abdurrahman 2003:253) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:

1. Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan

2. Semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai

3. Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas

4. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara


(14)

2

5. Meningkatkan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan

6. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang

menentang

Penguasaan terhadap bidang studi matematika merupakan suatu keharusan, sebab matematika sebagai pintu masuk menguasai sains dan teknologi yang berkembang pesat. Dengan belajar matematika orang dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara matematis, logis, kritis dan kreatif yang sungguh dibutuhkan dalam kehidupan. Oleh sebab itu matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang perlu diajarkan di sekolah karena penggunaannya yang luas pada aspek kehidupan.

Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran, seorang pendidik tidak hanya berkewajiban menyajikan materi pembelajaran dan mengevaluasi pekerjaan siswa, akan tetapi bertanggung jawab terhadap pendekatan bukan saja melalui pendekatan instruksional, akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal approach) dalam setiap proses belajar mengajar berlangsung. Guru dituntut untuk mendorong siswa belajar secara aktif dan dapat meningkatkan pemecahan masalah matematika yang merupakan faktor penting dalam matematika. Dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberikan kebebasan kepada siswa, untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, belajar sendiri, mencari pemecahan masalah sendiri. Hal ini akan menimbulkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa yang akan dikerjakannya, dan kepercayaan kepada diri sendiri, sehingga siswa tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain.

Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda, atau siswa akan bertanya, megajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, inti sari dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik.


(15)

Pembelajaran matematika selama ini masih dianggap sebagai pembelajaran yang sulit karena menggunakan simbol dan lambang yang dimaknai dengan penghapalan rumus. Pandangan ini mendorong guru bersikap cenderung memberitahu konsep/sifat/teorema dan cara menggunakannya. Sehingga sering dijumpai di sekolah siswa-siswa yang tidak tertarik belajar matematika. Hal ini terjadi karena pada kenyataannya dalam pelaksanaan pembelajaran matematika, metode pembelajaran yang ditetapkan masih konvensional yaitu masih terpusat pada guru.

Matematika disadari sangat penting peranannya. Namun tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar matematika siswa. Hasil belajar matematika siswa rendah salah satunya disebabkan kurangnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena adanya anggapan dari sebagian besar siswa bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang paling sulit. Sebagaimana yang diungkapkan Abdurrahman (2010:2002) bahwa : “Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar.”

Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk dapat mencari kebenaran dari suatu kejadian dan informasi yang datang setiap saat. Berpikir kritis adalah suatu proses yang sistematis yang digunakan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi apa yang dipercayainya dan diyakininya. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk dapat memahami secara total tentang suatu kenyataan, memahami suatu arti dibalik suatu kejadian.

Dari hasil wawancara peneliti dengan Ibu Rohani Samosir salah seorang guru matematika di SMP N 35 Medan pada tanggal 13 Januari 2015 menyatakan bahwa “Siswa SMP N 35 Medan belum mampu berpikir kritis dengan baik dalam pelajaran matematika, Siswa hanya mampu menyelesaikan soal apabila model penyelesaiannya sama persis dengan contoh yang sudah ada. Aktivitas siswa di dalam ruangan kelas masih kurang aktif sehingga pembelajaran masih didominasi


(16)

4

oleh guru. Pada saat mengerjakan soal siswa tidak mampu mengerjakan sendiri dan masih banyak yang bertanya atau melihat pekerjaan temannya”.

Selain itu peneliti juga mewawancarai beberapa siswa mengenai pelajaran matematika. Menurut kebanyakan siswa belajar matematika itu sangat sulit karena selalu dengan angka-angka dan hitungan selain wawancara peneliti juga melakukan tes studi pendahuluan kepada siswa kelas VII-3 pada materi pokok bahasan Himpunan dengan soal-soal yang menguji kekritisan siswa.

Berdasarkan tes pendahuluan diperoleh bahwa dari 38 orang siswa yang mengikuti tes. Siswa yang mampu menjawab soal keterampilan menganalisis 42,11%, keterampilan mensintesis 47,37%, keterampilan memecahkan masalah 47,37%, keterampilan menyimpulkan 47,37% dan keterampilan mengevaluasi 42,11% . Ini menunjukkan bahwa siswa SMP N 35 Medan belum memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik.

Tabel 1.1 Rekapitulasi Tindakan Setelah Tes Diagnostik

No Masalah Rencana Tindakan

1.

2.

3.

Siswa belum mampu berpikir kritis dengan baik dalam pelajaran matematika dapat dilihat pada hasil Tes Diagnostik.

Siswa hanya mampu menyelesaikan soal yang sama persis dengan contoh yang sudah ada.

Rendahnya kemampuan siswa pada pembelajaran matematika tidak terlepas dari pemilihan model pembelajaran yang sesuai pada materi yang diajarkan.

Peneliti meyesuaikan model

pembelajaran dan memilih model yang sesuai pada materi. Model yang digunakan peneliti yaitu model pembelajaran Berbasis Masalah . Peneliti menyusun RPP yang berisikan langkah-langkah kegiatan dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran

berbasis masalah untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan mempersiapkan

sarana pendukung proses

pembelajaran seperti LAS, buku mata pelajaran serta soal-soal yang


(17)

mendukung materi tersebut.

Guru juga memperbanyak soal latihan kepada siswa agar siswa dapat mengerjakan soal-soal yang bervariasi .

Rendahnya kemampuan siswa pada pelajaran matematika tidak terlepas dari kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan metode yang tepat dan melibatkan siswa, sehingga siswa lebih mudah untuk memahami dan tidak merasa bosan. Kebanyakan guru dalam mengajar dengan menggunakan metode yang tidak sesuai dengan materi yang diajarkan. Seperti yang dikatakan oleh Arends (dalam Trianto, 2010:66) bahwa :

“Dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah”.

Kemudian Nosich ( Kingstone, 2005:15) menyatakan :

Berpikir didefenisikan sebagai suatu kegiatan mental untuk memperoleh pengetahuan.Dalam proses belajar mengajar, kemampuan berpikir dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melalui persoalan pemecahan masalah. Kemampuan berpikir yang diajarkan terdiri dari kemampuan berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi. Berpikir kritis yang diharapkan adalah berpikir kritis tingkat tinggi dimana karakteristiknya sebagai berikut: (1) berpikir kritis adalah reflektif dan metakognitif, (2) Berpikir kritis mesti mengukur standar atau criteria tertentu, (3) berpikir kritis memuat persoalan autentik, dan (4) berpikir kritis melibatkan pemikiran, fleksibilitas, dan penalaran.

Kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal tersebut yaitu kesalahan panafsiran yang dilakukan siswa. Oleh karena itu pembelajaran harus sebanyak mungkin melibatkan peran aktif siswa dan memberikan kebebasan berpikir kepada siswa serta membawa siswa untuk berpikir kritis agar mereka mampu berekpresi untuk membentuk kompetisi dengan menggali berbagai potensi dan kebenaran secara ilmiah.Salah satunya dengan cara menerapkan Pembelajaran


(18)

6

Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Menurut Nurhadi, dkk (Perdede,200 7:8) bahwa:

“Model pembelajaran ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pembelajaran’’.

Ciri-ciri utama pembelajaran berbasis masalah meliputi pengajuan suatu pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, kerja sama, dan menghasilkan karya serta peragaan. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan ketrampilan dan memecahkan masalah, dengan kata lain pembelajaran berbasis masalah memprioritaskan suatu masalah dalam bahan ajar.

Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk dapat mencari kebenaran dari suatu kejadian dan informasi yang datang setiap saat. Berpikir kritis adalah suatu proses yang sistematis yang digunakan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi apa yang dipercayainya dan diyakininya . Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk dapat memahami secara total tentang suatu kenyataan , memahami ide dasar yang mengatur kehidupannya setiap hari dan memahami suatu arti dibalik suatu kejadian.

Berdasarkan uraian di atas, maka model Problem Based Learning sangat bagus untuk di terapkan dalam pembelajaran , maka peneliti tertarik memilih

judul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis matematika Siswa SMP Negeri 35 Medan Kelas VII Pada Materi Himpunan.


(19)

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit.

2. Peran siswa dalam melakukan aktivitas di kelas masih kurang aktif.

3. Proses pembelajaran yang kurang melibatkan siswa sehingga pembelajaran selalu didominasi oleh guru.

4. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam memecahkan masalah

matematika terutama untuk soal matematika yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari..

1.3.Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini dibatasi pada penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa SMP Negeri 35 Medan TA 2014/2015.

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Apakah penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dapat Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis matematika siswa SMP N 35 Medan dalam menyelesaikan soal-soal Himpunan?

1.5.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa pada Materi himpunan di SMP N 35 Medan TA 2014/2015.


(20)

8

1.6. Manfaat Penelitian

Setelah dilakukan penelitian diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang berarti yaitu:

1. Sebagai masukan bagi guru maupun calon guru agar dapat menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Sebagai sumber informasi bagi sekolah tentang keadaan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga dapat dirancang suatu pendekatan pembelajaran guna meningkatkan mutu pendidikan.

3. Siswa menemukan pembelajaran yang mampu membantu mereka untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya serta mencapai prestasi belajar yang lebih baik.

4. Sebagai bahan masukan dan bekal ilmu pengetahuan bagi penulis dalam mengajar matematika dimasa yang akan datang.

5. Sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi pembaca atau penulis lain yang berminat melakukan penelitian sejenis.

1.7. Defenisi Operasional

1. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pembelajaran.

2. Berpikir kritis sebagai proses merumuskan alas an yang tertib secara aktif dan terampil dari menyusun konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mengintegrasik an (sintesis), atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui proses pe-ngamatan, pengalaman reflek, pemberian alasan atau komunikasi sebagai dasar dalam menentukan tindakan.


(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil pelaksanaan penelitian, kesimpulan yang dapat ditarik dari penetitian ini bahwa setelah dilaksanakan Model pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir kritis matematika siswa meningkat dengan pengelompokan siswa yang terdiri dari 5 atau 6 orang secara heterogen dan memperbanyak kegiatan tanya jawab pada tahap diskusi khususnya pada pokok bahasan himpunan. Hal ini dilihat dari pertambahan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dan peningkatan nilai rata-rata pada setiap indikator berpikir kritis. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika siswa SMP N 35 Medan kelas VII-3 tahun ajaran 2014/2015 dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dari hasil tes diagnostik ke siklus I jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah sebanyak 10 orang (26,31%) dan dari hasil siklus I ke siklus II jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah sebanyak 13 orang ( 34,21%).

5.2. Saran

1. Kepada guru matematika khususnya guru matematika SMP N 35 Medan diharapkan menerapkan pembelajaran berbasis masalah sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran khususnya pada pokok bahasan lingkaran karena model ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, dapat memotivasi siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri dan dapat membantu siswa mengeluarkan ide-ide secara terbuka dengan memperbanyak memberi pertanyaan-pertanyaan serta dapat melibatkan peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar dan guru dapat membentuk kelompok siswa yang anggotanya terdiri dari siswa kemamampuan tinggi, sedang dan rendah agar disetiap kelompok semua anggota aktif berinteraksi dalam mendiskusikan soal-soal latihan. Dan berikan selalu tugas atau pekerjaan rumah (PR) yang soal-soalnya sesuai


(22)

90

dengan kemampuan siswa yang akan dicapai misalnya soal kemampuan berpikir kritis agar siswa semakin mengerti.

3. Kepada siswa SMP N 35 Medan disarankan lebih aktif dalam menemukan sendiri konsep matematika dan berani untuk menanyakan hal-hal yang kurang dipahami kepada guru untuk menemukan konsep itu.

4. Bagi peneliti lanjutan yang ingin melakukan penelitian sejenis disarankan untuk menyediakan alokasi waktu yang lebih karena pembelajaran ini menggunakan waktu yang lebih banyak dan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada peneliti, sehingga penelitian yang dilakukan semakin lebeh baik.


(1)

mendukung materi tersebut.

Guru juga memperbanyak soal latihan kepada siswa agar siswa dapat mengerjakan soal-soal yang bervariasi .

Rendahnya kemampuan siswa pada pelajaran matematika tidak terlepas dari kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan metode yang tepat dan melibatkan siswa, sehingga siswa lebih mudah untuk memahami dan tidak merasa bosan. Kebanyakan guru dalam mengajar dengan menggunakan metode yang tidak sesuai dengan materi yang diajarkan. Seperti yang dikatakan oleh Arends (dalam Trianto, 2010:66) bahwa :

“Dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah”.

Kemudian Nosich ( Kingstone, 2005:15) menyatakan :

Berpikir didefenisikan sebagai suatu kegiatan mental untuk memperoleh pengetahuan.Dalam proses belajar mengajar, kemampuan berpikir dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melalui persoalan pemecahan masalah. Kemampuan berpikir yang diajarkan terdiri dari kemampuan berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi. Berpikir kritis yang diharapkan adalah berpikir kritis tingkat tinggi dimana karakteristiknya sebagai berikut: (1) berpikir kritis adalah reflektif dan metakognitif, (2) Berpikir kritis mesti mengukur standar atau criteria tertentu, (3) berpikir kritis memuat persoalan autentik, dan (4) berpikir kritis melibatkan pemikiran, fleksibilitas, dan penalaran.

Kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal tersebut yaitu kesalahan panafsiran yang dilakukan siswa. Oleh karena itu pembelajaran harus sebanyak mungkin melibatkan peran aktif siswa dan memberikan kebebasan berpikir kepada siswa serta membawa siswa untuk berpikir kritis agar mereka mampu berekpresi untuk membentuk kompetisi dengan menggali berbagai potensi dan kebenaran secara ilmiah.Salah satunya dengan cara menerapkan Pembelajaran


(2)

6

Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Menurut Nurhadi, dkk (Perdede,200 7:8) bahwa:

“Model pembelajaran ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pembelajaran’’.

Ciri-ciri utama pembelajaran berbasis masalah meliputi pengajuan suatu pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, kerja sama, dan menghasilkan karya serta peragaan. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan ketrampilan dan memecahkan masalah, dengan kata lain pembelajaran berbasis masalah memprioritaskan suatu masalah dalam bahan ajar.

Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk dapat mencari kebenaran dari suatu kejadian dan informasi yang datang setiap saat. Berpikir kritis adalah suatu proses yang sistematis yang digunakan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi apa yang dipercayainya dan diyakininya . Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk dapat memahami secara total tentang suatu kenyataan , memahami ide dasar yang mengatur kehidupannya setiap hari dan memahami suatu arti dibalik suatu kejadian.

Berdasarkan uraian di atas, maka model Problem Based Learning sangat bagus untuk di terapkan dalam pembelajaran , maka peneliti tertarik memilih judul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis matematika Siswa SMP Negeri 35 Medan Kelas VII Pada Materi Himpunan.


(3)

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit.

2. Peran siswa dalam melakukan aktivitas di kelas masih kurang aktif.

3. Proses pembelajaran yang kurang melibatkan siswa sehingga pembelajaran selalu didominasi oleh guru.

4. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam memecahkan masalah matematika terutama untuk soal matematika yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari..

1.3.Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini dibatasi pada penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa SMP Negeri 35 Medan TA 2014/2015.

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Apakah penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dapat Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis matematika siswa SMP N 35 Medan dalam menyelesaikan soal-soal Himpunan?

1.5.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa pada Materi himpunan di SMP N 35 Medan TA 2014/2015.


(4)

8

1.6. Manfaat Penelitian

Setelah dilakukan penelitian diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang berarti yaitu:

1. Sebagai masukan bagi guru maupun calon guru agar dapat menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Sebagai sumber informasi bagi sekolah tentang keadaan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga dapat dirancang suatu pendekatan pembelajaran guna meningkatkan mutu pendidikan.

3. Siswa menemukan pembelajaran yang mampu membantu mereka untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya serta mencapai prestasi belajar yang lebih baik.

4. Sebagai bahan masukan dan bekal ilmu pengetahuan bagi penulis dalam mengajar matematika dimasa yang akan datang.

5. Sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi pembaca atau penulis lain yang berminat melakukan penelitian sejenis.

1.7. Defenisi Operasional

1. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pembelajaran.

2. Berpikir kritis sebagai proses merumuskan alas an yang tertib secara aktif dan terampil dari menyusun konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mengintegrasik an (sintesis), atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui proses pe-ngamatan, pengalaman reflek, pemberian alasan atau komunikasi sebagai dasar dalam menentukan tindakan.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil pelaksanaan penelitian, kesimpulan yang dapat ditarik dari penetitian ini bahwa setelah dilaksanakan Model pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir kritis matematika siswa meningkat dengan pengelompokan siswa yang terdiri dari 5 atau 6 orang secara heterogen dan memperbanyak kegiatan tanya jawab pada tahap diskusi khususnya pada pokok bahasan himpunan. Hal ini dilihat dari pertambahan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dan peningkatan nilai rata-rata pada setiap indikator berpikir kritis. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika siswa SMP N 35 Medan kelas VII-3 tahun ajaran 2014/2015 dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dari hasil tes diagnostik ke siklus I jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah sebanyak 10 orang (26,31%) dan dari hasil siklus I ke siklus II jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah sebanyak 13 orang ( 34,21%).

5.2. Saran

1. Kepada guru matematika khususnya guru matematika SMP N 35 Medan diharapkan menerapkan pembelajaran berbasis masalah sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran khususnya pada pokok bahasan lingkaran karena model ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, dapat memotivasi siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri dan dapat membantu siswa mengeluarkan ide-ide secara terbuka dengan memperbanyak memberi pertanyaan-pertanyaan serta dapat melibatkan peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar dan guru dapat membentuk kelompok siswa yang anggotanya terdiri dari siswa kemamampuan tinggi, sedang dan rendah agar disetiap kelompok semua anggota aktif berinteraksi dalam mendiskusikan soal-soal latihan. Dan berikan selalu tugas atau pekerjaan rumah (PR) yang soal-soalnya sesuai


(6)

90

dengan kemampuan siswa yang akan dicapai misalnya soal kemampuan berpikir kritis agar siswa semakin mengerti.

3. Kepada siswa SMP N 35 Medan disarankan lebih aktif dalam menemukan sendiri konsep matematika dan berani untuk menanyakan hal-hal yang kurang dipahami kepada guru untuk menemukan konsep itu.

4. Bagi peneliti lanjutan yang ingin melakukan penelitian sejenis disarankan untuk menyediakan alokasi waktu yang lebih karena pembelajaran ini menggunakan waktu yang lebih banyak dan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada peneliti, sehingga penelitian yang dilakukan semakin lebeh baik.