PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL INKUIRI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII SMP

(1)

ABSTRAK

PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL INKUIRI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA

KELAS VII SMP

Oleh:

FAUZIYAH

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus, setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dengan model Inkuiri Sosial yang diterapkan dalam proses pembelajaran IPS yang menekankan pada proses mencari dan menemukan sendiri jawaban atas suatu masalah yang dipertanyakan sebagai upaya memahami materi pelajaran serta meningkatkan kreativitas dan berpikir kritis. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik angket dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif dengan teknik persentase, kemudian dilakukan pemaknaan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada : (1) kreatifitas siswa, yaitu sebesar 63% pada siklus I, 77% pada siklus II, dan 80% pada siklus III, kreatifitas belajar siswa, indikator tercapai pada siklus kedua begitupun pada siklus tiga hasilnya semakin baik. (2) berfikir kritis 65% pada siklus I, 76% pada siklus II, dan 80% pada siklus III, cara berfikir kritis peserta didik pada siklus kedua indikatornya juga sudah tercapai selanjutnya siklus tiga semakin meningkat. Implikasi, berdasarkan hasil temuan adalah penggunaan model inkuiri sosial dapat meningkatkan kreatifitas dan peningkatan berpikir kritis siswa.


(2)

ABSTRACT

IMPROVING CREATIVITY AND CRITICAL THINKING THROUGH INQUIRY MODEL IN SOCIAL STUDIES LEARNING

AT SEVENTH GRADE OF JUNIOR HIGH SCHOOL By

FAUZIYAH

This research aims to improve creativity and students’ critical thinking in social studies learning through inquiry social learning model. Method of this research is Classroom Action Research (CAR) which is consists of three cycles, every cycle includes planning, implementation, observation and reflection. Through social inquiry model which is focused on searching and finding own answers towards problems in understanding lesson and improving creativity and critical thinking. Data collecting technique used questionnaires and observation. Data was analyzed descriptive by percentage techniques, and then was done qualitative. Result of research shown there are improvement at: 1) students’ creativity is about 63% at cycle 1, at cycle II is 77%, and 80 % at cycle III, students’ study creativity

Indicator has been achieved at second cycle at third cycle the result is better. (2) critical thinking is 65% at cycle I, 76% at cycle II, and 80% at cycle III, students critical thinking at second cycle, the indicators has been reached and at third cycle better. According to the result is using of social inquiry model can improve creativity and students’ critical thinking.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Metro, Lampung Tengah pada tanggal 30 Desember 1970, merupakan anak ke-delapan dari sembilan bersaudara, pasangan dari Bapak Hi. Mardjan (almarhum) dan Ibu Hj. Supiyatun (almarhum).

Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 6 Metro pada tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama di SMP Muhammadiyah 1 Metro pada tahun 1986, Pendidikan Menengah Atas di SMA Muhammadiyah 1 Metro pada tahun 1989, selanjutnya peneliti kuliah S1 FKIP/IPS/SEJARAH di Universitas Muhammadiyah Metro selesai pada tahun 1994.

Peneliti diangkat menjadi PNS pada bulan Desember tahun 1995 di SMA Negeri 1 Bumi Agung Marga, Lampung Utara Propinsi Lampung, Pada tahun 1999/2000 pindah mengajar di SMP Negeri 12 Bandar Lampung, pada tahun 2014/2015 pindah mengajar di SMK Negeri 1 Bandar Lampung hingga saat ini. Menikah dengan Riyuzen Praja Tuala, S.Pd, M.Pd pada tanggal 8 Agustus 1998 dan dikaruniai dua orang anak laki-laki yang bernama M. Farhan Gibran dan M. Dzaky Ikrom. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan S2 di Universitas Lampung pada program studi Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan bahagia atas segala rahmat yang diberikan oleh Allah SWT, dan rasa terimakasih yang sangat besar kepada keluarga yang selalu memberikan semangat serta dukungan, dan dengan penuh rasa bahagia peneliti persembahkan tesis ini kepada orang – orang terkasih berikut ini .

1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Hi. Mardjan (almarhum) dan Ibunda Hj. Supiyatun (almarhum) yang telah mendidikku untuk selalu bekerja keras, sabar, ikhlas dan selalu bersyukur atas segala rahmat yang Allah SWT limpahkan sehingga peneliti bisa seperti sekarang ini.

2. Kedua mertuaku Bapak Ruslani Djalil (almarhum) dan Ibu Husna.

3. Suamiku tercinta Riyuzen Praja Tuala., S.Pd., M.Pd. yang selalu memberikan motivasi, perhatian, pengertian, pengorbanan dan kesabaran sampai peneliti menyelesaikan tesis ini.

4. Anak-anakku tersayang : M. Farhan Gibran dan M. Dzaky Ikrom yang sering terlupakan dan terabaikan karena kesibukan peneliti dalam menyelesaikan studi, terimakasih anak-anakku tercinta.

5. Terimakasih adik dan kakak-kakakku yang telah banyak membantu dan mendo’akan peneliti hingga selesainya tesis ini.


(9)

MOTO

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai

pengetahuan tentangnya, karena sesungguhnyaa pendengaran,

penglihatan dan hati, semuanya itu akan ditanya”

(QS. Al Isra (17):36)

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”

(Alhadis)

Dengan ikhlas semua amal ibadah dan perbuatan akan menjadi

bermakna dalam hidup kita (kata mutiara)


(10)

SANWACANA

Puji Syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti memiliki kekuatan lahir batin dan akhirnya dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Peneliti menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti berterima kasih kepada semua pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan tesis ini. Secara khusus pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Herianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Lampung, dan sekaligus sebagai Pembimbing 1.

3. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.S., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., Selaku Ketua Program Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.


(11)

memberikan masukan, saran dan sabar membimbing, memberi motivasi, saran serta ide sehingga tesis ini bisa diselesaikan.

6. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., selaku Pembimbing II yang bersedia memberikan masukan, saran dan kritik membangun demi kesempurnaan tesis ini.

7. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Pembahas I yang bersedia untuk membimbing dan menyumbangkan pemikirannya hingga tesis ini semakin baik.

8. Ibu Dr. Pujiati, M.Pd., selaku Pembahas II yang bersedia memberi saran dan masukan yang positif.

9. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmu dan pengalamannya kepada peneliti.

10. Bapak Drs. Hi. Zaid Jaya, selaku Kepala SMP Ngeri 12 Bandar Lampung yang telah memberi motivasi, memberikan izin penelitian, dan juga mendoakan peneliti hingga selesainya tesis ini.

11. Pendamping setiaku Riyuzen Praja Tuala., S.Pd., M.Pd., dan anak-anakku yang penuh pengertian, kesabaran, keikhlasan dan juga sering terabaikan dalam peneliti menyelesaikan tesis ini.

12. Sahabat-sahabatku magister Pascasarjana Pendidikan IPS Angkatan 2012, Merita Sagita, M. Pd., Ibu Fatma M.Pd., Ibu Sumarti, M.Pd., Siti Handayani S. Pd., Rahmi Fitrina, M. Pd., Fitri Indriani, M.Pd., Rita Yusneli, M.Pd., Meri Susanti, M. Pd., Dewi Srileni Indah, M. Pd., Apriliyani, M. Pd.,


(12)

Arlen, M.Pd., Iceu Maya Sari, M. Pd., Aprilia Tri Aristina, S. Pd., Desi Susanti, M.Pd., Yoswinda, S.Pd., dan teman-teman seperjuangan Magister Pendidikan IPS 2012 yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada peneliti.

13. Seluruh peserta didikku SMP Negeri 12 Bandar Lampung yang telah banyak membantu peneliti selama penelitian berlangsung.

14. Semua pihak yang telah memotivasi peneliti yang tak bisa disebutkan satu persatu atas kerjasama, bantuannya, dan doanya hingga tesis ini selesai.

Akhirnya peneliti berharap tesis ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan yang terus berkembang dalam menghadapi tantangan dan rintangan seiring dengan tuntutan zaman.

Bandar Lampung, Maret 2015

Fauziyah


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTARLAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Manfaat Penelitian ... 14

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran... 18

2.1.1 Pengertian Belajar ... 18

2.1.2 Pengertian Pembelajaran ... 32

2.1.3 Perbedaan Pengertian, Model, Pendekatan, Strategi, Metode dan Teknik Pembelajaran ... 37

2.2 Konsep Model Pembelajaran ... 38

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran ... 38

2.2.2 Ciri Khusus Model Pembelajaran ... 39

2.2.3 Jenis-Jenis Model Pembelajaran ... 42

2.2.4 Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran ... 43

2.3 Model Pembelajaran Inkuiri ... 43

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri ... 43

2.3.2 Komponen-Komponen Model Inkuiri ... 51

2.3.3 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Inkuiri ... 51 2.3.4 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Inkuiri 54


(14)

Halaman

2.4 Model Pembelajaran Inkuiri Sosial ... 56

2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri Sosial ... 56

2.4.2 Tahapan Pembelajaran Inkuiri Sosial ... 61

2.5 Konsep Kreativitas ... 67

2.5.1 Pengertian Kreativitas ... 67

2.5.2 Ciri-Ciri Kreativitas ... 70

2.5.3 Teori-Teori Kreativitas ... 72

2.5.3.1 Teori Psikoanalisis ... 72

2.5.3.2 Teori Humanistik ... 73

2.6 Konsep Berpikir Kritis ... 74

2.6.1 Pengertian Berpikir Kritis ... 74

2.6.2 Langkah-Langkah Berpikir Kritis ... 83

2.7 Pembelajaran Pendidikan IPS ... 88

2.7.1 Pembelajaran ... 89

2.7.2 Hakekat dan Kajian IPS Terpadu ... 92

2.7.3 Tujuan Pendidikan IPS ... 94

2.8 Kerangka Pikir Penelitian ... 96

2.9 Hipotesis Tindakan ... 97

2.10 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 98

III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 100

3.2 Prosedur Penelitian ... 102

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 106

3.4 Subjek dan Objek Penelitian ... 106

3.5 Definisi Operasional Tindakan ... 106

3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 115

3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 117

3.8 Kisi-Kisi Instrumen ... 118

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 125

4.2 Deskripsi Pembelajaran IPS Pra Penelitian ... 128


(15)

Halaman

4.3.1 Hasil Siklus I ... 131

4.3.2 Hasil Siklus II ... 153

4.3.3 Hasil Siklus III ... 179

4.4 Pembahasan ... 199

4.4.1 Siklus I ... 199

4.4.2 Siklus II ... 202

4.4.3 Siklus III ... 203

4.4.4 Perbandingan Siklus I, II dan III ... 204

4.5 Keterbatasan Penelitian ... 215

V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 216

5.2 Saran ... 219

DAFTAR PUSTAKA ... 221


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Penggunaan Metode Pembelajaran Pendidik SMP Negeri 12

Bandar Lampung TP 2013/2014. ... 5

1.2 Hasil Observasi Awal Tentang Tingkat Kreativitas Peserta Didik Kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung Dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran IPS Tahun Pelajaran 2013/2014. ... 7

1.3 Hasil Observasi Awal Tentang Tingkat Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung Dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran IPS Tahun Pelajaran 2013/2014. ... 8

1.4 Hasil Belajar IPS Berdasarkan Nilai UTS Pada Peserta Didik Kelas VII Semester Ganjil di SMP Negeri 12 Bandar Lampung TP 2013-2014. ... 9

2.1 Hubungan Antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran. ... 20

2.2 Sintak Model Pembelajaran Inkuiri Sosial. ... 66

2.3 Indikator Kemampuan berpikir kritis. ... 82

3.1 Rencana tindakan langkah-langkah inkuiri sosial. ... 112

3.2 Indikator Keberhasilan Kreativitas Peserta Didik ... 114

3.3 Indikator Keberhasilan Berpikir Kritis Peserta Didik ... 115

3.4 Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Kemampuan Guru/ Pendidik dalam Model Pembelajaran (IPKG). ... 118

3.5 Kisi-Kisi Instrumen Kreativitas. ... 121

3.6 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis. ... 122

4.1 Data Pendidik SMPN 12 Bandar Lampung. ... 126

4.2 Data Peserta Didik 5 (lima tahun terakhir) ... 127

4.3 Daftar Sarana Prasarana SMP Negeri 12 Bandar Lampung ... 127


(17)

Tabel Halaman 4.5 Deskripsi Hasil Kemampuan Pendidik (IPKG) dalam

Model Pembelajaran Inkuiri Sosial Siklus 1. ... 142

4.6 Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta Didik Siklus I. ... 146

4.7 Hasil Observasi Berpikir Kritis Peserta didik Siklus I. ... 148

4.8 Persentase Prestasi Belajar Peserta Didik Siklus I. ... 150

4.9 Rekap Siklus 1I Pengamatan Kinerja Pendidik (IPKG) ... 165

4.10 Deskripsi Data Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta didik Siklus II. ... 168

4.11 Hasil Observasi Berpikir Kritis Peserta Didik Siklus II. ... 171

4.12 Persentase Prestasi Belajar Peserta Didik Siklus II. ... 172

4.13 Hasil Rekap Siklus III Pengamatan Kinerja Guru (IPKG). ... 191

4.14 Deskripsi Data Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta didik Siklus III. ... 194

4.15 Hasil Observasi Berpikir Kritis Peserta didik Siklus III. ... 196

4.16 Persentase Prestasi Belajar Peserta didik Siklus III. ... 198

4.17 Kemampuan Pendidik dalam Proses Pembelajaran IPS Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Sosial Setiap Siklus. ... 204

4.18 Deskripsi Data Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta Didik Siklus I, II dan III. ... 207 4.19 Persentase Pertumbuhan Indikator Berpikir Kritis Setiap Siklus 208


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 kerangka pikir penelitian ... 97

3.1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ... 103

3.2 Kerangka Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri sosial dalam Pembelajaran IPS di SMP ... 108

3.3 Deskripsi Proses pembelajaran Inkuiri Sosial dalam Pembelajaran IPS di SMP ... 109

4.1 Diskusi Kelompok Pertemuan I Siklus I ... 136

4.2 Diskusi Kelompok Pertemuan II Siklus I ... 140

4.3 Ketercapaian Hasil Belajar Siklus I ... 150

4.4 Diskusi Kelompok Pertemuan I Siklus II ... 159

4.5 Diskusi Kelompok Pertemuan II Siklus II ... 163

4.6 Ketercapaian Hasil Belajar Siklus II ... 173

4.7 Diskusi kelompok peserta didik Pertemuan I siklus III ... 185

4.8 Diskusi kelompok peserta didik Pertemuan II siklus III ... 188

4.9 Ketercapaian Hasil Belajar Siklus II ... 198

4.10 Peningkatan Kemampuan Pendidik Setiap Siklus ... 206


(19)

BAB I. PENDAHULUAN

Pembahasan pada bagian pendahuluan ini mencakup beberapa hal pokok yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan secara rinci masing-masing kajian tersebut dikemukakan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang Masalah

SMP Negeri 12 Bandar Lampung terletak di Jalan Prof. Muh. Yamin No. 39 Rawa Laut Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung Propinsi Lampung, merupakan satuan pendidikan yang memiliki tujuan secara umum yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut yang ingin dicapai. Seperti yang terdapat dalam visi SMP Negeri 12 Bandar Lampung yaitu Mewujudkan peserta didik, guru, dan karyawan SMP Negeri 12 Bandar Lampung dalam IPTEK yang berlandaskan IMTAQ, budi pekerti luhur dan berwawasan lingkungan.

Visi tersebut selanjutnya diperjelas lagi dalam penjabaran misi SMP Negeri 12 Bandar Lampung sebagai berikut.


(20)

1. Meningkatkan wawasan pengetahuan keagamaan yang didasari keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Melaksanaan pembelajaran secara intensif terjadwal, efektif, dan bagi guru dan peserta didik.

3. Menumbuhkan semangat keunggulan pada warga sekolah dan membudayakan sikap perduli terhadap lingkungan hidup.

4. Melengkapi dan memberdayakan media pembelajaran secara maksimal untuk meningkatkan prestasi akademis peserta didik.

5. Menyelenggarakan program kegiatan kompetensi dan kompetisi bagi pengembangan profesi guru dan prestasi peserta didik.

6. Menjalin kerjasama antarsekolah, orang tua peserta didik, komite sekolah, dan

stake holder secara rutin.

7. Melengkapi sarana kesenian dan olah raga guna meningkatkan prestasi dalam bidang kesenian dan olahraga.

8. Meningkatkan kualitas dan kegiatan ilmiah tim PIR/KIR ke tingkat nasional dan internasional.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, diharapkan SMP Negeri 12 Bandar Lampung dapat menghasilkan peserta didik yang unggul dan berdaya guna dan tenaga pendidik yang profesional dalam bidangnya. Sekolah merupakan satuan pendidikan yang bersifat formal, karena sekolah mempunyai bentuk yang jelas, dalam arti memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan ditetapkan dengan resmi. Di sekolah peserta didik memperoleh kecakapan membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain yang bersifat


(21)

kognitif. Selain itu sekolah juga memberikan pembelajaran afektif yang menyangkut sikap menghargai, saling hormat menghormati, membedakan benar dan salah, budi pekerti dan pendidikan karakter, pendidikan moral, dan juga bagaimana pelaksanaan pembelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat yang merupakan penerapan dari ranah psikomotor.

Proses pembelajaran seharusnya lebih banyak melibatkan dan mengaktifkan peserta didik, karena interaksi yang aktif antara pendidik dan peserta didik dapat menghasilkan perbaikan pemahaman peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan oleh pendidik. Interaksi dua arah tersebut biasanya ditandai adanya aktivitas diskusi yang dinamis saling bertanya dan menjelaskan sehingga anak belajar aktif dan melatih kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran IPS merupakan pembelajaran yang kompleks. Ditingkat SMP tujuan pembelajaran IPS adalah memberikan bekal kemampuan akademik pada siswa agar mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Di samping itu bertujuan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang mampu berpikir kritis sehingga dapat menganalisis dan memecahkan masalah sosial yang dihadapinya.

Menurut Pargito, (2010: 2) “Melalui pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah diharapkan dapat membekali pengetahuan dan wawasan tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannya serta mampu memecahkan masalah sosial dengan baik, yang pada akhirnya peserta didik yang belajar IPS dapat terbina menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab”. Pembelajaran


(22)

IPS bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang baik, artinya dengan belajar IPS anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan ide-ide, konsep-konsep baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk masa yang akan datang.

SMP Negeri 12 Bandar Lampung yang berdiri sejak tahun 1984 dan kini memiliki kurang lebih 834 peserta didik serta diasuh oleh 67 orang pendidik, ternyata saat ini belum sepenuhnya mampu menjawab kondisi ideal tersebut. Realita yang terjadi di SMP Negeri 12 Bandar Lampung, terutama dalam pembelajaran IPS belum dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan dan tujuannya. Pembelajaran IPS yang dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang penting dan merupakan mata pelajaran hapalan berupa konsep-konsep semata, terlebih dalam penyampaian oleh pendidik juga kurang menarik dan tidak memberikan stimulus yang dapat memancing peserta didik untuk kreatif dan berpikir kritis. Berdasarkan hasil pemantauan peneliti, sebagian besar mengatakan bahwa dalam pelajaran IPS di sekolah secara umum masih didominasi dengan metode ceramah atau ceramah bervariasi dengan tanya jawab. Apabila dicermati lebih jauh tujuan pembelajaran IPS yang mengarah kepada kemampuan kreatifitas dan berpikir kritis, tentu metode ceramah dan tanya jawab belum cukup untuk mencapai tujuan itu.

Penggunaan metode ceramah atau konvensional ini, pembelajaran hanya berjalan satu arah, siswa cenderung pasif serta tidak memberikan peluang yang cukup bagi peserta didik untuk belajar mengemukakan pendapat, memberikan berbagai alternatif jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Metode pembelajaran yang


(23)

kurang inovatif tersebut seringkali menyebabkan peserta didik kurang tertarik dan cenderung pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan pra-penelitian yang telah dilakukan terhadap pendidik-pendidik di SMP Negeri 12 Bandar Lampung, ternyata lebih dari setengah jumlah pendidik masih menggunakan metode ceramah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran seperti pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Penggunaan Metode Pembelajaran Pendidik SMP Negeri 12 Bandar Lampung semester Ganjil TP 2013/2014

No Metode/Pendekatan/Strategi

Jumlah

pendidik Persentase (%) L P Jml

1. Ceramah 11 26 37 53,62

2. Diskusi 0 8 8 11,59

3. Demonstrasi 3 2 5 7,25

4. Laboratorium 3 2 5 5,80

5. Kooperatif 0 5 5 7,25

6. Tanya jawab 0 2 2 8,70

7. Simulasi 0 6 6 5,80

Jumlah 68 100

Sumber: Data primer

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, diketahui bahwa pendidik yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif masih sedikit. Secara keseluruhan jumlah pendidik 68 orang hanya sebanyak 5 orang atau sebesar 7,25% yang menggunakan pembelajaran secara kooperatif. Mayoritas pendidik masih beranggapan bahwa guru sebagai satu-satunya sumber belajar (teacher centre) dan belum ada yang menerapkan model pembelajaran khususnya model pembelajaran inkuiri.

Metode pembelajaran konvensional seperti ceramah tersebut ternyata berdampak pada rendahnya kreatifitas belajar peserta didik dalam mengikuti proses


(24)

pembelajaran. Padahal kreatifitas belajar merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan untuk meraih prestasi belajar yang maksimal. Latuconsina, (2014: 9) mengatakan bahwa sekreatif apapun muatan kurikulum dibuat, bila gurunya masih punya persoalan dengan rendahnya kreatifitas, maka hasilnya tidak optimal. Hanya guru kreatif yang bisa menjalankan proses pembelajaran kreatif. Hanya pembelajaran kreatif yang melahirkan peserta didik kreatif. Sementara itu jika bicara tentang fakta di lapangan, sebagian besar guru atau pendidik kita masih punya masalah ditingkat content knowledge dan pedagogical knowledge.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 12 Kota Bandar Lampung yang berjumlah 35 orang, diperoleh informasi bahwa secara umum peserta didik memiliki tingkat kreatifitas belajar yang sangat rendah. Indikatornya ditunjukkan oleh rendahnya motivasi atau dorongan ingin tahu peserta didik terhadap suatu topik bahasan yang disampaikan oleh pendidik. Peserta didik jarang sekali mengajukan pertanyaan dan kurang berani mengemukakan pendapat apalagi mengemukakan gagasan-gagasan kreatif. Secara umum kondisi peserta didik sangat pasif dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Hal itu dapat terlihat dari pengamatan pendidik pada saat proses pembelajaran bahwa ada sebagian peserta didik yang tidak fokus pada materi yang disampaikan oleh pendidik dan ada juga peserta didik yang bermain-main pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Kondisi riil tersebut dapat dilihat dalam data hasil observasi pada Tabel 1.2 berikut ini.


(25)

Tabel 1.2 Hasil observasi awal tentang tingkat kreatifitas peserta didik kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014

Tingkat kreatifitas Skor Persentase (%)

Sangat Tinggi 2 5,7

Tinggi 3 8,6

Sedang 5 14,3

Rendah 11 31,4

Rendah sekali 14 40

Jumlah 35 100

Sumber: Data primer dan pengamatan peneliti

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas diketahui bahwa kreatifitas peserta didik masih rendah sekali, dari 35 peserta didik, 14 orang peserta didik atau sebesar 40% memiliki kreatifitas yang sangat rendah dan 11 orang peserta didik atau sebesar 31,4% memiliki kreatifitas dengan kategori rendah. Secara umum tingkat kreatifitas peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPS disekolah masih sangat rendah. Hal tersebut terjadi sebagai salah satu akibat dari metode atau model pembelajaran yang diterapkan oleh pendidik yang masih didominasi oleh metode ceramah tersebut.

Proses pembelajaran yang baik seharusnya pendidik juga dapat membimbing peserta didik untuk mampu berfikir secara kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Wright yang dikutip dalam Ngalimun, (2012: 40) bahwa “Sesungguhnya dalam hal ini seorang guru mempunyai peranan penting untuk menjadikan siswa-siswinya menjadi pemikir kritis”. Hal ini berarti pembelajaran berpikir kritis pada taraf pendidikan SMP sangat penting dalam membentuk sikap kritis bagi siswa dalam menghadapi masalah-masalah sosial sehingga mampu memecahkan masalah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


(26)

Namun kenyataannya berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan terhadap 35 peserta didik kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014 menunjukkan secara umum peserta didik belum mampu berfikir secara kritis. Data hasil observasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut.

Tabel 1.3 Hasil observasi awal tentang tingkat berfikir kritis peserta didik kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014

Tingkat berfikir kritis Skor Persentase (%)

Sangat Tinggi 1 2,9

Tinggi 3 8,6

Sedang 6 17,1

Rendah 10 28,6

Rendah sekali 16 45,7

Jumlah 35 100

Sumber: Data primer dan pengamatan peneliti

Data pada Tabel 1.3 dapat diinterprestasikan bahwa kondisi pembelajaran yang ada belum sepenuhnya berorientasi pada proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis peserta didik. Hal ini dapat dilihat bahwa sebesar 45,7% siswa mempunyai tingkat berpikir kritis yang sangat rendah sekali dan hanya sebesar 2,9% yang memiliki tingkat berpikir kritis yang sangat tinggi. Kenyataan lain yang ditemukan adalah nilai rata-rata ulangan harian peserta didik pada mata pelajaran IPS kelas VII di SMP Negeri 12 Bandar Lampung masih rendah, hal ini terlihat dari nilai peserta didik dan persentase nilai pada mata pelajaran IPS masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau Standar Ketuntasan yaitu sebesar 70. Nilai KKM sebesar 70 merupakan nilai yang telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh pendidik yang mengajar mata pelajaran IPS di kelas VII.


(27)

Tabel 1.4 Hasil belajar IPS berdasarkan nilai UTS pada peserta didik kelas VII Semester Ganjil di SMP Negeri 12 Bandar Lampung TP 2013-2014

NO Kelas Interval Frekuensi Persentase (%)

1 40 – 50 34 13

2 51 – 60 67 25

3 61 – 69 80 30

4 70 – 85 46 17

5 81 – 90 25 10

6 91 – 100 13 5

Jumlah 265 100

Sumber: Arsip Nilai SMP Negeri 12 Bandar Lampung

Berdasarkan data Tabel 1.4 terdapat 181 peserta didik atau sebesar 68% yang belum mencapai ketuntasan belajar dengan kriteria KKM 70. Sedangkan 84 orang peserta didik atau sebesar 32% yang mendapatkan nilai di atas KKM. Menurut Djamarah, (2006: 107) bahwa ”Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai oleh peserta didik maka persentase keberhasilan peserta didik pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah”.

Berdasarkan pengamatan, rendahnya hasil belajar peserta didik tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu (1) pola atau cara mengajar pendidik yang masih konvensional atau cara lama; (2) belum ada hasrat atau keinginan menggunakan model-model pembelajaran yang ada; (3) tidak adanya media atau alat peraga yang menunjang dalam penyampaian materi; (4) penyampaian materi pembelajaran yang hanya berupa konsep-konsep atau berupa inforrmasi yang di sajikan dalam bentuk ceramah; dan (5) kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik rendah karena pembelajaran hanya berpusat pada pendidik. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pola yang inovatif dalam pembelajaran IPS, sehingga peserta


(28)

didik memiliki kreatifitas dan kemampuan berpikir kritis yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan pembelajaran IPS yang ada di SMP N 12 Bandar Lampung meliputi hal- hal sebagai berikut. 1. Rencana pembelajaran IPS yang dibuat pendidik belum sepenuhnya mengarah

kepada pembelajaran berpikir kritis, lebih banyak kepada menghafal. Metode dan model pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah .

2. Peserta didik kurang diberi latihan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Pendidik lebih banyak bertanya mengenai sub-sub yang sifatnya hafalan, bukan analisis.

3. Karena model pembelajaran didominasi ceramah, sehingga tidak menumbuhkan kreatifitas dan berfikir kritis peserta didik.

Keadaan ini apabila tidak segera diperbaiki tentu akan mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, selain itu juga pencapaian tujuan pembelajaran IPS yang sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak akan dapat tercapai dengan baik. Salah satu solusi alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan penerapan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreatifitas dan berfikir kritis peserta didik. Ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan dalam setiap pembelajaran, seperti model pembelajaran Porfolio, Jigsaw, Mind

Mapping, Numberhead Together, STAD, dan Inkuiry/social inquiry. Dari

sejumlah model pembelajaran yang ada, pembelajaran inkuiri sosial menurut peneliti merupakan model pembelajaran yang tepat dalam upaya meningkatkan kreatifitas dan berfikir kritis peserta didik, karena model pembelajaran inkuiri


(29)

sosial pada mata pelajaran IPS dapat membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan mudah memahami pelajaran IPS serta tidak membosankan sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik yang merupakan tujuan akhir proses pembelajaran.

Suyadi (2013: 116) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan yang menekankan pada proses berfikir secara kritis, analisis, dan dialeksis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Hal ini dikembangkan melalui strategi bertanya, sehingga kemampuan berpikir kritis sudah mulai dikembangkan sejak pendidikan dasar. Melalui pembelajaran inkuiri sosial ini, peserta didik sudah dilatih sejak dini untuk menjadi seorang ilmuwan. Sebagai suatu pendekatan mengajar membantu melatih peserta didik mengembangkan kemampuan untuk menemukan dan merefleksikan sifat kehidupan sosial melalui pengembangan kemampuan inkuiri peserta didik.

Metode inkuiri merupakan salah satu metode mengajar, istilah metode penemuan atau inkuiri difinisikan sebagai suatu prosedur yang menemukan belajar secara individual manipulasi objek atau pengaturan atau pengkondisian suatu objek, dan eksperimentasi lain oleh siswa sebelum generalisasi atau penarikan suatu kesimpulan dibuat. Selanjutnya menurut Gafur (2003: 13) mengemukakan inkuiri juga merupakan salah satu bagian dari tujuh komponen pembelajaran kontekstual. Pada proses pembelajaran, siswa perlu memperoleh pengalaman langsung melalui kegiatan mencari, menemukan, menyelidiki, dan penelitian.


(30)

Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berfikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Selain itu, inkuiri juga dapat mengembangkan nilai dan sikap yang sangat dibutuhkan peserta didik agar mampu berfikir ilmiah, seperti : 1. keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian

data, termasuk merumuskan hipotesis serta menjelaskan fenomena; 2. kemandirian belajar, baik individu maupun kolektif;

3. kemampuan mengekspresikan rasa ingin tahu secara verbal; 4. kemampuan berfikir kritis, logis dan analitis dan;

5. kesadaran ilmiah bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif (sementara).

Strategi pembelajaran inkuiri dapat diimplementasikan secara maksimal dengan memperhatikan beberapa hal yaitu (1) aspek sosial di lingkungan kelas dan suasana terbuka yang mengundang peserta didik berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana bebas di dalam kelas, peserta didik tidak merasakan adanya tekanan/hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. (2) inkuiri berfokus pada pengajuan hipotesis. Peserta didik perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua pembelajaran yang hanya menekankan pada hafalan mempunyai sifat yang sementara (tentative). Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak, kebenaran selalu bersifat sementara.

Trowbridge dan Bybee (1973: 210-212) menyatakan bahwa, dalam pendekatan inkuiri pembelajaran menjadi lebih berpusat pada anak, proses belajar melalui inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri pada diri siswa,


(31)

tingkat pengharapan bertambah, pendekatan inkuiri dapat mengembangkan bakat, pendekatan inkuiri dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan menghafal, dan pendekatan inkuiri memberikan waktu pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Menyadari akan pentingnya pembelajaran yang dapat meningkatkan kreatifitas belajar dan berpikir kritis bagi peserta didik, maka masalah yang perlu diatasi oleh pendidik dalam mengimplementasikan metode inkuiri sosial adalah sebagai berikut.

1. Mengembangkan dan memperbaiki rencana pembelajaran IPS dengan membuat strategi yang mengarah kepada peningkatan kemampuan kreatifitas peserta didik aktif terutama yang sesuai dengan pengembangan kemampuan berpikir peserta didik menggunakan pendekatan inkuiri sosial.

2. Menetapkan dan melatih penggunaan metode pembelajaran yang mengarah kepada kemampuan berpikir peserta didik guna memperbaiki kemampuan pendidik dalam mengembangkan dan menguasai model pembelajaran, terutama dengan pendekatan inkuiri sosial.

3. Meningkatkan pemberian latihan memecahkan soal-soal yang berbentuk uraian atau essay.

4. Melatih peserta didik untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan sehari-hari serta memperbaiki kemampuan pendidik dalam melatih peserta didik untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial.

Terkait dengan hal tersebut dapat diterapkan pembelajaran inkuiri sosial. Melalui penelitian ini akan dikaji bagaimana pembelajaran inkuiri sosial dapat


(32)

meningkatkan kreatifitas dan berpikir kritis pada mata pelajaran IPS peserta didik kelas VII di SMP, khususnya di SMP N 12 Bandar Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah Model Pembelajaran Inkuiri Sosial dalam pembelajaran Pendidikan IPS yang dapat meningkatkan kreatifitas peserta didik kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimanakah Model Pembelajaran Inkuiri Sosial dalam pembelajaran Pendidikan IPS yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui.

1. Pembelajaran inkuiri sosial yang dapat meningkatkan kreatifitas peserta didik kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung.

2. Pembelajaran inkuiri sosial yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peserta didik, pendidik, peneliti, maupun sekolah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan penelitian ini.


(33)

1. Bagi peserta didik, dapat membantu terciptanya pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna dan dapat meningkatkan kreatifitas belajar dan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS.

2. Membantu pendidik mengatasi kesulitan dalam mengembangkan dan menguasai metode atau model pembelajaran,yang mampu membentuk anak kreatif dan berpikir kritis, terutama dalam pembelajaran IPS. Membantu pendidik dalam mengembangkan pendekatan inkuiri sosial untuk mencapai ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran IPS pada tingkat SMP.

3. Bagi sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas sekolah didalam penyusunan program pembelajaran secara berkesinambungan dan memberi landasan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan dan citra sekolah di masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup subyek, obyek, tempat dan kajian ilmu yang sesuai dengan penelitian.

1. Subyek penelitian. Subyek dan waktu penelitian ini adalah pendidik, pendidik mitra (observer) dan seluruh peserta didik kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2013-2014.

2. Obyek Penelitian. Obyek penelitian adalah pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri Sosial untuk meningkatkan kreatifitas belajar dan berpikir kritis peserta didik.


(34)

3. Tempat Penelitian

Tempat penelitian, adalah SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013-2014.

4. Kajian ilmu. Ruang lingkup kajian ilmu IPS yaitu kajian terpadu tentang ilmu sosial yang dikemas secara sosial, psikologi untuk tujuan pendidikan, bidang kajian penelitian ini berkonsentrasi pada penelitian pendidikan IPS di tingkat SMP. Kajian IPS di tingkat SMP sebagai mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dan memperhatikan keterkaitan pendidikan ilmu sosial lainnya yang dipahami sebagai ilmu pengetahuan sosial secara utuh. Kajian IPS yang sesuai dengan penelitian ini yaitu IPS sebagai pendidikan reflektif (sosial studies as reflektif inquiri), yang khususnya mengkaji kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran pendidikan IPS.

Penelitian tindakan ini utamanya ditujukan kepada usaha meningkatkan kemampuan pendidik dalam menggunakan model pembelajaran untuk meningkatkan kreatifitas dan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah sosial. Lingkup penelitian ini dibatasi pada kemampuan pendidik untuk menguasai dan menggunakan model pembelajaran IPS yang mengarah kepada peningkatan kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik.

Kemampuan berpikir kritis diartikan sebagai suatu kemampuan peserta didik untuk dapat memecahkan soal-soal berbentuk uraian atau essay. Dalam hal ini berarti terkandung makna sebagai berikut.


(35)

1. Urutan kegiatan yang direncanakan pendidik yang sesuai dengan metode dan model yang digunakan.

2. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan oleh pendidik maupun peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

3. Penetapan masalah-masalah yang harus diselesaikan oleh peserta didik.

Kemampuan menguasai dan menggunakan metode pembelajaran untuk keperluan penelitian ini, metode pembelajaran yang dikembangkan dalam mencapai tujuan pembelajaran berpikir kritis peserta didik difokuskan pada pengembangan metode tanya jawab dan diskusi kelompok.


(36)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan pada tinjauan pustaka meliputi beberapa hal pokok berupa tinjauan tentang belajar dan pembelajaran, konsep model pembelajaran, model pembelajaran inkuiri, model pembelajaran inkuiri sosial, konsep kreatifitas,

konsep berpikir kritis, pembelajaran pendidikan IPS. Untuk lebih jelasnya pembahasan tiap sub bab akan diuraikan sebagai berikut.

2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan berdasarkan kehidupan manusia. Setiap orang baik dia sadar maupun tidak selalu melaksanakan aktivitas belajar. Di dalam proses belajar, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawanya sejak lahir. Aktualisasi potensi ini sangat berguna bagi manusia untuk dapat menyesuaikan diri demi pemenuhan kebutuhannya. Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh peserta didik sendiri. Dimyati dan Mudjiono (1996: 7) mengemukakan peserta didik adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat tergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami


(37)

peserta didik dan pendidik baik ketika para peserta didik itu di sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri.

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diperoleh oleh peserta didik kemudian bagaimana informasi itu diproses dalam pikiran peserta didik. Berlandaskan suatu teori belajar diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan pemahaman peserta didik sebagai hasil belajar. Gagne (1997: 67) menyatakan untuk terjadi belajar pada diri peserta didik diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan (arising) memori peserta didik sebagai hasil belajar terdahulu. Memori peserta didik yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru, dan ditempatkannya bersama-sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran. Ini bertujuan antara lain merangsang ingatan peserta didik menginformasikan tujuan pembelajaran, membimbing peserta didik belajar materi yang baru, memberikan kesempatan pada peserta didik menghubungkan pengetahuan yang telah ada dengan informasi yang baru.

Ada tiga tahap dalam belajar menurut Gagne sebagai berikut.

1. Persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi.

2. Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi) digunakan untuk persepsi sandi semantik, pembangkitan kembali, respon, dan penguatan.

3. Alih belajar yaitu pengisyaratan untuk membangkitkan dan memberlakukan secara umum (Gagne, 1997: 12).


(38)

Tabel 2.1 Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran Pemberian Aspek

Belajar

Fase Belajar Acara Pembelajaran Persiapan untuk

belajar

1. Mengarahkan perhatian 2. Ekspektasi

3. Retrival (informasi dan ketrampilan yang relevan untuk memori kerja)

1. Menarik perhatian peserta didik dengan kejadian yang tidak seperti

biasanya, pertanyaan atau perubahan stimulus. 2. Memberitahu peserta

didik mengenai tujuan belajar

3. Merangsang peserta didik agar mengingat kembali hasil belajar (apa yang telah dipelajari) sebelumnya Pemerolehan dan

unjuk perbuatan

1. Persepsi selektifitas sifat stimulus 2. Sandi Simantik 3. Retrival dan Respon 4. Penguatan

1. Menyiapkan stimulus yang jelas sifatnya 2. Memberikan bimbingan

belajar

3. Memunculkan perbuatan peserta didik

4. Memberikan balikan informative

Retrival dan alih belajar

1. Pengisyaratan

2. Pemberlakuan secara umum

1. Menilai perbuatan peserta didik

2. Meningkatkan retensi dan alih belajar

Sumber : (Gagne, 1997: 12).

Sebagai hasil belajar (learnig outcomes), Gagne (1997: 78) menyatakannya dalam lima kelompok yaitu Intelektual Skill, Coqnitive Strategy, Verbal Information, Motor Skill, dan Attitude.

1. Intelektual Skill (keterampilan intelektual), yaitu pengetahuan prosedural

yang mencakup belajar konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui penyajian materi di sekolah.

2. Cognitive strategi (strategi kognitif), yaitu kemampuan untuk

memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan belajar, mengingat dan berpikir.


(39)

3. Verbal information (informasi verbal), yaitu kemampuan untuk mendiskripsikan Standar Kompetensi (SK) sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.

4. Motor Skill, (keterampilan motorik), yaitu kemampuan untuk

melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.

5. Attitude (sikap), yaitu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah

laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor intelektual.

Selanjutnya untuk memungkinkan mengaktifkan memori peserta didik yang sesuai, Gagne menekankan pentingnya kondisi internal dan kondisi eksternal dalam suatu pembelajaran, agar peserta didik memperoleh hasil belajar yang diharapkan, sebaiknya memperhatikan atau menata pembelajaran agar informasi yang baru dapat dipahami.

Menurut Cronbach dalam Sardiman (2006: 200) memberikan definisi “Learning

is shown by change in behavior as a result of experience,” artinya bahwa belajar

ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai suatu pengalaman. Haroldl Spears dalam Sardiman (2006: 20) memberikan batasan “Learning is to

imiate, to try something themselves, to listen, to follow direction” artinya bahwa belajar adalah meniru, mencoba sesuatu secara mandiri, mendengar dan mengikuti arahan. Goch dalam Sardiman (2006: 20) menyatakan “Learning change performance as a result practice” artinya bahwa belajar adalah perubahan dalam kemampuan sebagai suatu hasil berdasarkan latihan. Oleh karena itu, maka seorang pengajar harus dapat memberikan pengertian kepada peserta didik, menurut Sardiman (2006: 3) bahwa belajar memiliki beberapa maksud yaitu mengetahui suatu kepandaian, kecakapan atau konsep yang sebelumnya tidak pernah diketahui, dapat mengerjakan suatu yang sebelumnya tidak dapat berbuat,


(40)

baik tingkah laku maupun keterampilan. Mampu mengkombinasikan dua pengetahuan baru baik keterampilan, pengetahuan konsep maupun sikap/tingkah laku. Dapat memahami dan/atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh. Pengertian belajar juga dikemukakan Bruner dalam Uno, (2008:18) bahwa: proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan sendiri aturannya (termasuk konsep, teori, dan definisi). Menurut Bruner inti belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif. Pendekatannya terhadap belajar ada dua asumsi yaitu sebagai berikut. 1. Perolehan, pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya orang

yang belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif.

2. Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya.

Gagne (1997: 28) mengemukakan bahwa dalam suatu tindakan belajar terdapat fase belajar yaitu fase motivasi, fase pengenalan, fase perolehan, fase retensi, fase pemanggilan, fase generalisasi, fase penampilan, dan fase umpan balik. Berdasarkan beragam pengertian atau teori belajar diatas pada intinya adalah sama, yaitu adanya proses perubahan perilaku terhadap seseorang, perubahan itu dilakukan melalui suatu proses yang beragam pula. Proses belajar merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang peserta didik, pelajar atau para peserta didik untuk mengerti tentang suatu hal yang sebelumnya tidak diketahuinya atau diketahuinya tetapi belum menyeluruh tentang sesuatu hal. Melalui belajar


(41)

seseorang dapat meningkatkan kualitas dan kemampuannya seperti yang dikemukakan diatas. Apabila dalam proses belajar seseorang tidak memperoleh peningkatan kualitas dan kuantitas tentang kemampuannya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar, atau orang tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar.

Belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif peserta didik dalam membangun makna atau pemahaman, maka peserta didik perlu diberi waktu yang memadai untuk melakukan proses itu. Artinya memberikan waktu yang cukup untuk berpikir ketika peserta didik menghadapi masalah sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk membangun sendiri gagasannya. Tidak membantu peserta didik terlalu dini, akan menghargai usaha peserta didik walaupun hasilnya belum begitu memuaskan, dan menantang peserta didik sehingga berbuat dan berpikir merupakan strategi pendidik yang membuat peserta didik menjadi orang yang belajar seumur hidup. Tanggung jawab belajar terletak pada diri peserta didik, tetapi pendidik bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan perubahan dalam dirinya secara keseluruhan baik berupa pengalaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku sebagai akibat berdasarkan latihan serta interaksi dengan lingkungannya.

Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai belajar. Gagne dalam Sagala (2005: 17) menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan yang terjadi


(42)

setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja, didalam proses belajar terjadi stimulus bersama dengan isi ingatan yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah berdasarkan waktu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Marsell dalam Sagala (2005: 13) mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Sedangkan menurut Gage dalam Sagala (2005: 13) belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat berdasarkan pengalaman.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan, yang berupa kegiatan pembelajaran Slameto (2003: 2). Seseorang dikatakan telah mengalami peristiwa belajar, jika ia mengalami perubahan berdasarkan tidak tahu menjadi tahu, berdasarkan tidak kompeten menjadi kompeten. Perubahan yang hanya disebabkan oleh kematangan seperti bertambah tinggi, berubah menjadi abu-abu bukanlah diklasifikasikan sebagai bentuk belajar. Perubahan sementara akibat berdasarkan sakit, kelelahan, atau kelaparan juga bukan merupakan akibat berdasarkan hasil belajar.

Proses belajar dalam konteks pendidikan formal, merupakan proses yang dialami secara langsung dan aktif oleh pelajar pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik yang terjadi di kelas maupun di luar kelas. Proses belajar yang berkulitas dan relevan tidak dapat


(43)

terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan. Belajar merupakan kegiatan aktif pelajar dalam membangun makna atau pemahaman, sehingga diperlukan dorongan kepada peserta didik dalam membangun gagasan. Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan satu indera saja. Hal ini akan memunculkan kreatifitas untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara saja.

Proses yang terjadi selama peserta didik melakukan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku. Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati. Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut kecenderungan perilaku (behavioral tendency). Penampilan yang dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan melakukan sesuatu perbuatan.

Terdapat perbedaan yang mendasar antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukkannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama. Gagne (1997: 20) berpendapat


(44)

bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal berdasarkan peristiwa eksternal dilingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).

Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks, dimana melibatkan setiap kata, pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Dalam pembelajaran seorang pendidik diharapkan dapat mengarahkan perhatian peserta didik ke dalam nuansa proses belajar seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini, sesuai dengan empat pilar pendidikan seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO dalam Munir (2008: 2), yaitu (1) to learn to know (belajar untuk berpengetahuan), (2) to learn

to do (belajar untuk berbuat), (3) to learn to live together (belajar untuk dapat

hidup bersama), dan (4) to learn to be (belajar untuk jati diri). Untuk itu diperlukan membangun ikatan emosional dengan peserta didik, yaitu dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan ancaman. Hal ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peserta didik lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah.

Kondisi seperti itu, peserta didik lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena belajar dan pembelajaran, sehingga dalam implementasinya dapat lebih efektif dan efesien.


(45)

Pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Perkembangan merupakan hasil komulatif berdasarkan pembelajaran. Menurut Gagne (1997: 19) bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi-kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan yang berasal berdasarkan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan yang berasal berdasarkan lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Teori belajar lebih difokuskan kepada bagaimana peserta didik belajar, sehingga berhubungan dengan variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Dalam teori belajar, kondisi dan metode pembelajaran merupakan variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel terikat. Dalam pengembangan teori belajar, variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai efek berdasarkan interaksi antara metode dan kondisi.

Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak, dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.


(46)

2.1.1.1Teori Belajar Kognitif

Belajar dalam pandangan kognitivisme adalah memandang para peserta didik sebagai sumber rencana, maksud, tujuan, pemikiran, ingatan, dan emosi yang secara aktif digunakan untuk mengadakan, memilih, dan membangun makna terhadap prangsangan dan pengetahuan berdasarkan pengalaman (Wittrock dalam Woolfolk, 2004: 235). Hasil perubahan berdasarkan belajar mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hasil belajar merupakan perolehan yang dicapai seseorang melalui kegiatan belajar. Jika sesuatu yang bersifat pengetahuan perolehannya tentang pengetahuan atau kognitif dan jika belajarnya sesuatu yang bersifat keterampilan gerak, maka perolehannya penguasaan mengenai keterampilan gerak (Sagala, 2008: 33).

Bloom, (1985: 6) mengelompokkan hasil belajar menjadi 3 (tiga) ranah yang dikenal dengan Taxonomy Bloom (Taksonomi Bloom). Adapun Taksonomi Bloom tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah inilah sekaligus menjadi tujuan belajar dan merupakan pedoman pada proses pendidikan dan kriteria untuk mengevaluasi keberhasilan belajar. Ranah kognitif direvisi oleh Anderson. Menurut Anderson (2001: 31) hasil belajar ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri berdasarkan enam aspek, yaitu (1) pengetahuan atau ingatan; (2) pemahaman; (3) aplikasi; (4) analisis; (5) evaluasi; dan (6) mencipta. Ranah psikomotor atau keterampilan dibagi dalam lima jenjang, yaitu (1) menirukan gerakan; (2) memanipulasi kata-kata menjadi gerak; (3) melakukan gerak dengan tepat; (4) merangkai berbagai gerakan; dan (5)


(47)

melakukan gerak dengan wajar dan efisien. Ranah afektif: (1) menerima (bertanya, memilih, mengikuti, memberikan, menguraikan); (2) tanggapan (menjawab, membantu, mendiskusikan, melaporkan); dan (3) penilaian (melengkapi, mendemonstrasikan, bekerjasama).

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Piaget mengemukakan, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan berdasarkan pendidik. Pendidik hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal berdasarkan lingkungan.

Aspek-aspek perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Winataputra (2001: 22) yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational; dan (4) formal operational. Menurut Piaget dalam Winataputra (2001: 22) bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan berdasarkan pendidik. Pendidik hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau


(48)

berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal berdasarkan lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam Winataputra (2001: 22) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu pendidik mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Pendidik harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

2.1.1.2 Teori Belajar Konstruktivisme

Teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning) yang dikembangkan oleh Piaget (1896-1980), Vigotsky (1896-1934), dan teori psikologi kognitif lainnya seperti Jerome S. Bruner menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi secara kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi (Slavin, 2000: 8). Teori perkembangan kognitif piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan ini sangat penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.

Pengetahuan datang berdasarkan tindakan. Sementara itu interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas


(49)

pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Bagi peserta didik agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Trianto, 2007: 13). Dijelaskan dalam tahap perkembangan kognitif piaget bahwa dalam tahap operasi formal dimulai berdasarkan usia 11 tahun sampai dewasa. Kemampuan-kemampuan utama dalam perkembangan kognitif itu adalah pemikiran abstrak dan murni simbolis dapat dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi (Woolfolk, 2004: 37).

Pembelajaran konstrukstivisme menekankan kepada peserta didik untuk berperan aktif dalam membangun pemahaman dan menalar informasi. Pembelajaran membangun makna ketika mereka mencoba menalar lingkungan mereka (Cruickshank, 2006: 255). Lebih jauh Cruickshank menyampaikan agar kegiatan pembelajaran bermanfaat dan sebagian besar dapat dimengerti oleh peserta didik maka beberapa ahli konstruktivis telah mengumpulkan beberapa pemikiran meliputi : (1) pembelajaran aktif, ketika peserta didik terlibat secara langsung di dalam menemukan sesuatu untuk mereka sendiri; (2) para peserta didik harus berhubungan dengan kegiatan yang autentik dan dikondisikan, yaitu bahwa tugas-tugas yang mereka hadapi harus lebih nyata dan bukan abstrak; (3) kegiatan belajar harus menarik dan menantang; (4) para peserta didik-peserta didik harus berhubungan dengan informasi baru yang dapat menjembatani pengetahuan berikutnya; (5) para peserta didik harus merefleksikan atau berpikir tentang apa yang sedang dipelajari; (6) belajar terbaik terjadi pada komunitas pembelajaran


(50)

yaitu kelompok atau situasi sosial; dan (7) para pendidik harus membantu peserta didik dengan memberikan bantuan yang mungkin diperlukan bagi mereka untuk maju.

Pengalaman belajar yang paling berkesan adalah ketika pembelajaran terjadi dalam kondisi dan situasi belajar yang berasal berdasarkan pengalaman pribadi. Para ahli konstruktivis yakin bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang diperlukan peserta didik sangat berhubungan dengan kumpulan pengalaman yang peserta didik pelajari melalui keterlibatan aktif mereka dengan mengerjakan suatu pekerjaan.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran

Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003:

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai suatu proses belajar yang dibangun oleh pendidik untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.

Berdasarkan pernyataan tersebut agar pembelajaran dikatakan berhasil, harus ada interaksi antara peserta didik sebagai peserta didik dengan pendidik sebagai pendidik maupun dengan sumber belajar. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono dalam Sagala (2005: 62) memberikan pengertian pembelajaran adalah “kegiatan pendidik secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat peserta didik belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar “. Berdasarkan pengertian tersebut, agar pembelajaran berjalan dengan baik pendidik


(51)

harus mempersiapkan bahan belajar sebelum proses pembelajaran dimulai. Pembelajaran merupakan jantung berdasarkan proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis , dapat dipandang berdasarkan berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pencapaian kualitas pembelajaran dalam tingkat mikro, merupakan tanggung jawab profesional seorang pendidik, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik dan fasilitas yang didapat peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, pada tingkat makro lembaga pendidikan bertanggung jawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral berdasarkan setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.

Menurut Depdiknas (2004: 3) mengajar atau “teaching” adalah membantu peserta

didik memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Sedangkan pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik. Secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan inti berdasarkan perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan peserta didik. Itulah sebabnya dalam belajar peserta didik tidak hanya berinteraksi


(52)

dengan pendidik sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi juga dengan keseluruhan sumber belajar yang lain. Oleh karena itu, pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana ia membelajarkan peserta didik,dan bukan pada “apa yang dipelajari peserta didik”. Dengan demikian, pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai subyek bukan sebagai obyek.

Sardiman (2006: 4) proses pembelajaran pendidik diharapkan dapat menciptakan kondisi yang kondusif serta memberi motivasi dan bimbingan agar peserta didik dapat mengembangkan aktivitas dan kreatifitasnya. Untuk membina membimbing dan memberikan motivasi kearah yang dicita-citakan, maka hubungan pendidik dengan peserta didik harus bersifat edukatif. Interaksi edukatif ini adalah sebagai suatu proses timbal balik yang memiliki tujuan tertentu, yaitu untuk mendewasakan peserta didik agar bisa berdiri sendiri, dapat menemukan dirinya secara utuh. Pendidik harus dapat mengembangkan motivasi dan aktivitas dalam kegiatan interaksi dengan peserta didiknya. Proses belajar dan pembelajaran dalam suatu kegiatan mempunyai tujuan dasar motivasi dan aktivitas belajar diri peserta didik, kedudukan pendidik dan usaha mengelola interaksi belajar mengajar harus dipahami. Seorang pendidik pada saat akan melaksanakan pembelajaran harus menyiapkan bahan pegajaran mengenai setiap pokok/satuan bahasan kepada peserta didiknya. Artinya seorang pendidik harus mengadakan persiapan terlebih dahulu sebelum melakukan proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini dimaksudkan agar proses pembelajaran dapat terlaksana dengan lancar, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.


(53)

Proses pembelajaran yang dimaksudkan disini merupakan interaksi semua komponen/unsur yang terdapat dalam upaya pembelajaran yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Komponen-komponen pembelajaran ini meliputi antara lain tujuan pengajaran yang hendak dicapai, materi dan kegiatan pembelajaran, media dan alat pengajaran, serta evaluasi sebagai alat ukur tercapai tidaknya tujuan. Menurut Piaget dalam Depdiknas (2004: 4), sejak lahir peserta didik megalami tahapan-tahapan perkembangan kognitif. Setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Perkembangan kemampuan peserta didik sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya baik dalam aspek kognitif maupun aspek non-kognitif melaui tahapan-tahapan sebagai berikut.

1. Perkembangan kemampuan peserta didik usia sampai 5 tahun (TK). Usia anak (peserta didik berada dalam periode “praoperasional” yang dalam menyelesaikan persoalan ditempuh melalui tindakan nyata dengan jalan memanipulasi benda atau obyek yang bersangkutan. Peserta didik belum mampu menyelesaikan persoalan melalui cara berpikir logik sistematik. Kemampuan mengolah informasi berdasarkan lingkungan belum cukup tinggi untuk dapat menghasilkan transformasi yang tepat. Demikian juga perkembangan moral peserta didik masih berada pada tingkatan moralitas yang baku.

2. Perkembangan kemampuan peserta didik usia 6-12 tahun (SD). Usia peserta didik dalam periode “operasional kongkrit” yang dalam menyelesaikan masalah sudah mulai ditempuh dengan berpikir, tidak lagi terlalu terikat pada keadaan nyata. Kemampuan mengolah informasi yang dihasilkan sudah lebih sesuai dengan kenyataan. Demikian juga perkembangan moral anak sudah mulai beralih pada tingkatan moralitas yang fleksibel dalam rangka menuju kearah pemilihan kaidah moral sendiri secara nalar.


(54)

3. Perkembangan kemampuan peserta didik usia 13-15 tahun (SMP). Usia peserta didik memasuki masa remaja, periode “formal operasional” yang dalam perkembangan cara berpikir mulai meningkat ke taraf yang lebih tinggi, abstrak dan rumit. Cara berpikir yang bersifat rasional.sistematik dan eksploratif mulai berkembang pada tahap ini. Kecenderungan berpikir mereka mulai terarah pada hal-hal yang bersifat hipotesis, pada masa yang akan datang dan pada hal-hal yang bersifat abstrak. Kemampuan mengolah informasi berdasarkan lingkungan sudah semakin berkembang.

Peserta didik pada tingkat SMP berada pada tahap perkembangan usia remaja yang umumnya berusia 13 sampai dengan 15 tahun. Usia SMP peserta didik memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif. Indikator individu yang kreatif antara lain memiliki rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, memiliki imajinasi yang tinggi minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi risiko, bebas berpikir, senang akan hal-hal yang baru dan sebagainya.

Perkembangannya, setiap individu memiliki tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuan dan tugas itu harus diselesaikan berdasarkan situasi dan kondisi masing-masing individu. Setiap individu akan melakukan atau melalui suatu proses dalam hidupnya dan akan dijalani sesuai dengan perkembangan usia, semakin bertambah usia seorang individu semakin banyak pula pembelajaran yang akan dia peroleh atau yang akan dia hadapi, tetapi semakin bertambah usia seseorang akan semakin bertambah pula kematangan fisik dan mentalnya dalam menghadapi situasi dan kondisi hidupnya.


(55)

2.1.3 Perbedaan pengertian Model, Pendekatan, Strategi, Metode dan Teknik Pembelajaran

Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya, sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas berdasarkan pada pendekatan, strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce, 2000: 120). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran menurut Sanjaya, (2006: 113) memiliki kemiripan dengan strategi. Sebenarnya pendekatan berbeda dengan strategi dan metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber berdasarkan pendekatan tertentu.

Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran terdapat istilah lain yang kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran berdasarkan metode pembelajaran. Teknik


(56)

adalah cara yang dilakukan orang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, yaitu cara yang harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien. Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Misalnya ada dua orang yang menggunakan metode ceramah dalam situasi yang sama maka bisa dipastikan mereka akan melakukannya secara berbeda.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dikatakan bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan oleh pendidik akan tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat diterapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran, pendidik dapat menentukan teknik yang dianggap relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap pendidik memiliki taktik yang mungkin berbeda antara pendidik yang satu dengan yang lain.

2.2Konsep Model Pembelajaran 2.2.1 Pengertian Model pembelajaran

Secara etimologi, istilah model berasal dari bahasa latin yaitu Modulus atau modul yang mempunyai pengertian kecil, sesuatu dengan istilah yang digunakan dalam penelitian pengembangan, model merujuk kepada dua hal yaitu (1) contoh atau sesuatu yang ditiru; (2) bentuk, pola atau rancangan. Menurut Aunurrahman, (2009: 146) “model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk tujuan belajar tertentu”. Aunurrahman, (2009: 146) juga berpendapat bahwa “model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi


(1)

220 Sehingga dapat meningkatkan kualitas peserta didik sekaligus akan meningkatkan kualitas sekolah tersebut.

5. Memberikan dorongan kepada para pendidik untuk meningkatkan kualitas serta kemampuan khususnya dalam bidang informasi dan teknologi sehingga dapat menggunakan inkuiri sosial dalam proses pembelajaran. 6. Melengkapi fasilitas yang dibutuhkan para pendidik khususnya sarana dan

prasarana pembelajaran. Selain itu, menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan kekeluargaan.

7. Mengadakan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kualitas serta kemampuan pendidik dalam pembelajaran, atau mengirimkan para pendidik sebagai peserta bila ada pendidikan dan latihan dari pemerintah dan swasta.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Ninda Nur. 2007. Peran Seni Dalam Mengembangkan Kreativitas Siswa. http:/Media diknas.go.id/media/document/5465pdf.

Agung. 2009. Model Pembelajaran Inkuiri. (http:///agung prudent –

wordpress.com/2009/05/07 model_pembelajaran_inkuiri-2, diakses 8 Agustus 2012).

Amir, Aryulina. 2012. Peningkatan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Problem Based Learning Kelas X Akselerasi di SMAN 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011-2012.

Ambarjaya, S Beni. 2012. Psikologi Pendidikan dan Pengajaran. Teori dan Praktik. CAPS. Jogyakarta.

Anderson. 2001. Blooms Taxonomy. University of Chicago Press. Chichago. Aunurrahman. 2009. Model Pembelajaran.

(http://elnicovingeance,wordpress.com/2012/09/02/model pembelajaran.html) (online) (diakses tanggal 4 Juli 2013)

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Tidak diterbitkan.

Banks, James A. and Ambrose A. Clegg, Jr. 1985. Teaching Strategies for the Social Studies: Inquiry, Valuing, and Decision Making. Longman. Toronto. Basuki, Heru. 2010. Teori-teori Mengenai Kreativitas. (

http//v-class.Gunadarma,ac.id/mod/resource/view.php?id=15524) (online) (diakses tanggal 4 Juli 2013)

Bloom, B.S et.al. 1985. Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student Learning, Mc. Graw Hill, New York.

Bloom, Benjamin S. 1983. Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals. David McKay Company, Inc. London.


(3)

222 Bruce, W.C. & J.K. Bruce. 1992. Teaching with Inquiry. Alpha Publishing

Company, Inc. Maryland.

B. Uno, Hamzah, dkk. 2012. Belajar Dengan Pendekatan Paikem. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Renika Cipta. Jakarta. Burton, W.H. dan H.C. Witherington. 1986. Teknik-Teknik Belajar dan Mengajar.

Jammars. Bandung.

Carolina, Hifni Seftina. (2010). Pengaruh Penerapan Model Inkuiri Terpimpin pada materi pokok ekosistem terhadap kemampuan berfikir kritis siswa. FKIP MIPA. UNILA.

Clarck, Leonard. H. 1973. Teaching Social Studies in Secondary School. A Hand Book. Macmillen London.

Cruickshank, Donal R. Jenkins, Deborah Bainer. Metcalf, Kim K. 2006. The Act of Teaching. Fourth edition. USA Mc Graw-Hill Company, Inc. New York.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang SIKDIKNAS No 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Depdiknas. 2004. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Djahiri, Kosasih. 1990. Teori Keterampilan Belajar dan Mengajar Menuju Guru

Inkuiri yang Kreatif. Bandung; Lab. Peng. PMP IKIP.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Assan Zein, 2006, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta. Jakarta.

Gagne, N.L. & Berliner, David, C. 2005. Educational Psychology. Ed. Houghton Mifflin Company. Boston.

Gagne, Ellen, D. 1997. The Cognitive Psychology of School Learning. Little, Brown and Company. Boston.

Gay. G. 1991. Culturally Diverse Student and Social Studies. dalam Shaver, J.P. (ed). Handbook of Research on Social Studies Teaching and Learning. Macmillan Publishing. New York.


(4)

Hamalik, Oemar. (2009), Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Jarolimek, John. 1986. Social Studies and Elementary Education Seventh Edition. New York Mac Millan Publishing Company.

Joyce, Bruce and Marsha Weil. 2000. Model Of Teaching. Prentise Hall, Inc. New Jersey.

Kusnandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Latuconsina, Hudaya. 2014. Pendidikan Kreatif. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Liliasari, Alo. 2002. Prasangka dan konflik; Komunikasi lintas Budaya Masyarakat Multikultural. LKIS. Yogyakarta.

Miarso, Yusuf hadi. 1999. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Mulyasa E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, karakteristik dan Implementasi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak sekolah. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Renika Cipta. Jakarta.

Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Alfabeta. Bandung.

National Council For the Social Studies. 1994. Curriculum Standars for Social Studies, Expectations of Excellence. United Stated of America.

Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Aswaja Pressindo. Yogyakarta.

Nursiah, Siti. (2010) Tesis Pasca Sarjana UNILA, mengambil judul “Perbedaan prestasi dengan menggunakan strategi Inquiry the control and Guided Discussion dan Inquiry Problem Solving pada siswa kelas XII IPS di SMA YP. UNILA”.

Nuryani, (2012). Efektifitas penggunaan Inkuiri dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Siswa kelas IV SD Tegal Panggung Danurejan


(5)

224 Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012. Tersedia (online) :

http://eprint.uny.ac.id/5510/1/nuryani.pdf.

Pargito. 2010. Dasar-Dasar IPS. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Pargito. 2011. Penelitian Tindakan Bagi Guru dan Dosen. Anugrah Utama

Raharja. Bandar Lampung.

Rahmawati, Yeni dan Euis Kurnia. 2005. Melatih Anak Berpikir Analisis, Kritis dan Kreatif. Erlangga. Jakarta.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sagala , Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Prenada Media Group. Jakarta.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sanjaya, Wina. 1998. Pengembangan Model Inkuiri Sosial dalam Pelajaran IPS di SD”. Tesis Pasca Sarjana IKIP Bandung.

Sardiman AM. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali

Savage Tom V. & Armstrong David G. (1996). Effective Teaching in Elementary Social Studies (third edition). Englewood Cliffs, New Jersey Columbus, Ohio: Merrill, an imprint of Prentice Corporation.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.

Slavin, Robert. 2000. Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. (Second Edition). Allyn and Bacon Publishers. Massachusetts.

Soemantri, Nu’man. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. PT. Remadja Rosda Karya. PPS-FPIPS UPI.

Sudjana, Djudju. 2000. Strategi Pembelajaran. Falah. Bandung.

Sunaryo, Wowo. 2011. Taksonomi Berfikir. PT. Remadja Rosda Karya. Bandung Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran kompetensi


(6)

Talajan, Guntur. 2012. Menumbuhkan Kretivitas dan Prestasi Guru. Laks Bang Pressindo. Yogyakarta.

Trianto. 2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Penerbit Kencana Pranada Media Group. Jakarta.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.

Wadsworth, Barry. 1981. Piaget’s Theory Of Cognitive And Affective Development. Longman. Mount Holyoke College.

Wahab, Abdul Aziz. 2009. Metode dan Model-model Mengajar IPS. Alfabeta. Bandung.

Winataputra, Udin. S, dkk. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Pusat Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta.

Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Gramedia. Jakarta.

Woolfolk, Anita. 2004. Educational Psychology. 9 th Edition. Englewood Cliffs. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.


Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PICTORIAL RIDDLE MELALUI GAMECRITICAL ZATHURA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

0 18 185

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN METODE PICTORIAL RIDDLE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMP

1 17 183

Upaya Meningkatkan Berpikir kritis dan Hasil Belajar IPS Sejarah Dengan Menerapkan Strategi Inkuiri Sosial di Kelas VII D SMP Negeri 1 Bawen Tahun Ajaran 2010 2011

6 54 260

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU PADA SISWA SMP KELAS VIII.

0 4 34

Penerapan Accelerated Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Concept Matematis Siswa Kelas VII SMP.

0 0 5

PENGGUNAAN MEDIA SURAT KABAR DALAM MENGEMUKAKAN ISU-ISU SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VII A SMP Negeri 2 Lembang).

0 2 42

PENERAPAN METODE INKUIRI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA TERHADAP ISU KESENJANGAN SOSIAL-EKONOMI DALAM PEMBELAJARAN IPS: Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VII C SMPN 5 Kota Bandung.

0 4 62

Keefektivan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Doc1

0 0 1

PENERAPAN METODE INKUIRI SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VII D SMP Negeri 1 Jalancagak ) - repository UPI T IPS 1404569 Title

0 1 3

DEFRAGMENTING BERPIKIR PSEUDO SISWA DALA

0 0 21