UPAYA GURU DALAM MEMBINA TANGGUNG JAWAB SOSIAL SISWA DI LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH ATAS : Studi Deskriptif tentang Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa sebagai Upaya Mengembangkan Anak Didik Beakhlak Mulia di SMAN 1 Baleendah-Bandung.

(1)

KATA PENGANTAR ………..ii

DAFTAR ISI ………. iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah……..……… 12

C. Pertanyaan Penelitian………. 13

D. Tujuan Penelitian……… 14

E. Manfaat Penelitian………. 16

F. Anggapan Dasar……… 17

G. Metode Penelitian………. 18

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG UPAYA GURU DALAM MEMBINA TANGGUNG JAWAB SOSIAL SISWA DI LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH ATAS A. Konsep Guru 1. Definisi Guru………. 20

2. Tugas dan Peran Guru……….... 22

3. Sifat-Sifat yang Harus Dimiliki Guru………. 28

B. Konsep Pembinaan Tanggung Jawab Sosial 1. Definisi Pembinaan………. 31

2. Manfaat Pembinaan……… 32

3. Definisi Tanggung Jawab Sosial……… 34

4. Pembinaan Tanggung Jawab Sosial menurut Islam……... 39

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tanggung Jawab Sosial……….. 47

C. Konsep Anak Didik 1. Definisi Anak Didik……… 52


(2)

Umum………. 60

E. Temuan Penelitian Terdahulu……… 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian……… 69

B. Metode dan Pendekatan Penelitian………... 70

C. Definisi Operasional……….. 72

D. Instrumen Penelitian………. 74

E. Teknik Pengumpulan Data……… 75

F. Tahap-Tahap Penelitian………. 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian………. 83

B. Hasil Penelitian 1. Upaya-Upaya Guru dalam Membina Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas……….. 86

2. Pendekatan dan Metode Guru dalam Membina Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas………… 97

3. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas……….. 105

4. Upaya-Upaya Guru dalam Menghadapi Hambatan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa……… 110

5. Tingkat Keberhasilan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Baleendah…..113


(3)

Sekolah Menengah Atas………. 122

2. Pendekatan dan Metode Guru dalam Membina Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas………… 127

3. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas……….. 136

4. Upaya-Upaya Guru dalam Menghadapi Hambatan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa……… 140

5. Tingkat Keberhasilan Pembinaan Tanggung Jawab Sosial Siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Baleendah…. 144 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan……….. 148

B. Rekomendasi……… 151

DAFTAR PUSTAKA……… 155


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dianugerahi Allah dengan berbagai potensi diri untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik itu potensi rohaniah maupun jasmaniah, fisik ataupun psikis, jiwa maupun ragawi. Potensi-potensi tersebut, harus dipelihara dan dikembangkan agar bermakna bagi setiap individu yang memilikinya. Dalam teori taksonomi yang dikemukakan oleh Bloom, potensi-potensi yang dimiliki manusia diutarakan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang masing-masing memiliki struktur dan komponen serta taksonomi sendiri-sendiri (Djahiri, 1996: 5). Pendidikan – pengajaran adalah upaya pembermaknaan seluruh potensi tadi, dan bukan hanya untuk satu domain saja, apa lagi bila satu domain ini pun tidak meliputi keseluruhan strukturnya. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional di atas, mengandung makna bahwa ketiga potensi anak didik harus dikembangkan secara seimbang, bukan hanya potensi kognitif atau psikomotorik saja yang harus dibina dan dikembangkan,


(5)

melainkan upaya pengembangan potensi afektif pun harus terus dilakukan. Hal tersebut dilakukan agar tidak terbentuk anak didik yang ‘cacat’, yang hanya cerdas secara kognitif dan psikomotorik tetapi afektifnya ‘mandeg’. Salah satu tujuan pendidikan nasional sebagaimana tersurat, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab secara utuh, baik secara pribadi, maupun secara sosial.

Manusia sebagai makhluk individu, memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi makhluk yang sempurna. Manusia dibekali potensi berupa akal, hati dan jasad yang sempurna. Dengan semua potensi yang dimilikinya, manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, baik dalam menentukan pilihan dan jalan hidupnya, kebebasan berpikir dan mencapai kebutuhan hidupnya. Manusia sebagai makhluk religius, yang merupakan khalifah di muka bumi, mempunyai tanggung jawab terhadap Allah yang menciptakan dan memberikan kesempatan pada manusia untuk hidup di dunia ini. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial, bermakna bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan, pertolongan dan keterlibatan orang lain. Keberhasilan yang diraih seseorang, tidak terlepas dari bantuan atau keterlibatan orang lain. Karena itu, manusia juga memiliki tanggung jawab sosial dalam kehidupan sehari-harinya.

Tanggung jawab sosial sebagai suatu tuntutan normatif mempunyai aspek tanggung jawab pribadi dan sosial. Simorangkir (1987: 155), mengemukakan bahwa aspek tanggung jawab pribadi dan tangung jawab sosial adalah rasa percaya diri, mampu menolong diri sendiri sesuai dengan


(6)

kemampuannya, sesuai dengan kaidah moral, menyadari akan konsekuensi atas perbuatan yang dilakukannya, merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain pada saat dibutuhkan. Kemudian dengan memiliki rasa tanggung jawab sosial, setiap individu akan memelihara dan mengembangkan persaudaraan serta rasa kasih sayang, mampu memelihara hak-hak orang lain di sekitarnya dengan tidak selalu mementingkan dirinya, selalu berupaya untuk melaksanakan tata kesopanan sosial. Sebagaimana diungkapkan Ulwan (1990: 392), pendidikan tanggung jawab sosial yang dipergunakan melalui penanaman dasar-dasar psikis yang mulia, pemeliharaan hak-hak orang lain, pelaksanaan tata kesopanan sosial dan pengawasan serta kritik sosial, akan menciptakan anak didik yang beriman dan bertakwa, memiliki kasih sayang dan memelihara persaudaraan, menghargai dan menghormati orang-orang di sekitarnya, bertindak dan berbuat sesuai dengan adab sosial dan norma yang berlaku di masyarakat.

Fenomena yang terlihat saat ini, sebagian dari para pendidik lebih mengutamakan pada pencapaian target kurikulum (intended curriculum), sehingga tertangkap atau tidaknya, diterima atau tidaknya isi pesan (mean dan values) dari bahan materi pelajaran yang disampaikan kurang diperhatikan. Hasilnya, lahir anak didik yang cekatan dan berbakat dalam domain kognitif dan psikomotorik, namum afektifnya kurang berkembang karena jarang sekali disentuh oleh para pendidik. Proses pembelajaran parsial ini, disinyalir oleh Supriadi dalam Mulyana (2004: vii) bahwa “pendidikan dewasa ini cenderung lebih mengutamakan kemampuan akademik dengan mengabaikan pendidikan


(7)

afektif.” Dengan kata lain, secara akademik, anak didik mampu menguasai berbagai materi pelajaran yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial. Namun dalam kenyataannya, masih banyak anak didik tidak bertanggung jawab secara sosial. Seperti yang terjadi di SMAN 1 Baleendah, masih ada sebagian anak yang kurang/tidak memelihara kasih sayang dan persaudaraan terhadap sesama, misalnya melihat temannya yang tertimpa musibah atau tidak masuk sekolah selama berhari-hari, ada saja anak yang bersikap acuh, hanya karena tidak berteman dekat; sering ada anak didik yang tidak mengucapkan salam atau meminta izin ketika masuk/keluar kelas; sebagian besar anak didik masih suka membantah dan mengeluarkan kata-kata yang kurang baik di hadapan teman-teman, guru atau bahkan orang tuanya; jika bertemu dengan guru atau orang yang dikenal di tempat umum, banyak anak yang malah bersembunyi untuk menghindar atau bahkan bersikap acuh (berpura-pura tidak melihat); dan masih banyak lagi contoh lainnya akibat terlalu berkembangnya kecerdasan kognitif tanpa diimbangi berkembangnya afektif anak didik. Jika hal ini terus terjadi, maka kepekaan dan kepedulian sosial siswa makin lama akan semakin terkikis dan hal tersebut akan berakibat buruk bagi dirinya sendiri serta orang-orang di sekitarnya. Siswa tidak lagi menyadari keududukannya sebagai makhluk sosial, sehingga mereka hanya akan mengutamakan kepentingan dirinya sendiri dan mengabaikan kepentingan bersama. Oleh karena itu, sekolah melalui para guru harus berupaya untuk terus membina dan mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri


(8)

siswanya, baik melalui proses pembelajaran di kelas, maupun melalui berbagai kegiatan di luar jam pelajaran.

Elia mengemukakan bahwa kecerdasan akal atau kognitif tanpa dilandasi dan diimbangi nilai-nilai afektif berakibat negatif pada diri anak didik, sebagaimana yang dikemukakan bahwa hal tersebut menyebabkan hal-hal berikut ini.

1) Manusia menjadi lebih individualis (mementingkan diri sendiri). 2) Manusia mengandalkan kepandaian dan kekuatan diri sendiri. 3) Manusia kurang mengandalkan Tuhan.

4) Hubungan dengan sesama manusia diperhitungkan dari sudut untung- rugi.

5) Persaingan antara individu dan kelompok semakin kuat. (http:/www.bpkpenabur.or.id/kwiyata/80/bina/htm)

Pernyataan di atas, semakin mempertegas bahwa pembinaan nilai-nilai afektif dalam dunia pendidikan sangatlah penting dan sama sekali tidak boleh diabaikan. Pendidikan perlu memadukan pembinaan kemampuan kognitif dengan kemampuan afektif. Tidak terbinanya nilai-nilai afektif dalam mendidik anak disinyalir Djahiri (1996: iii) sebagai berikut: “IPTEK dan modernisasi dalam kehidupan globalistik tanpa nilai moral akan melahirkan erosi moral afektual, kultural dan spiritual serta menjadi penyebab demoralisasi.” Selain itu, akibat dari tidak terbinanya nilai-nilai afektif pada diri remaja, maka terjadi banyak penyimpangan perilaku atau amoral asosial di kalangan mereka. Sebagai contoh, siswi SMA mengaku frustasi karena keadaan ekonomi keluarga lemah, sehingga nekad minum racun serangga (Priangan, 2004). Yusuf (2001: 211) mengatakan peristiwa bunuh diri di lingkungan remaja berusia 15-21 tahun semakin meningkat.


(9)

Contoh empirik di atas yang tidak terpuji, menggambarkan akibat kurang mendasar dalam mempribadikan nilai-nilai afektif pada diri remaja melalui pendidikan formal yang cenderung ke arah kognitif, sehingga menimbulkan banyak penyimpangan akhlak atau moral di kalangan mereka. Hal itu juga membuktikan bahwa mereka tidak mempunyai rasa dan sikap tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, juga terhadap orang-orang di sekitarnya seperti orang tua dan keluarganya. Oleh karena itu, betapa pentingnya membina dunia afektif anak didik melalui pembinaan tanggung jawab sosial mereka, di samping terus mengembangkan dunia kognitif dan psikomotorik.

Beberapa pakar pendidikan berpendapat bahwa pembinaan keadaan dunia afektif ini berpengaruh terhadap keadaan kognitif dan psikomotorik anak didik. Ada pula yang berpendapat bahwa dunia afektif ini adalah dunia yang paling pertama harus dididik dalam potensi terdalam manusia (the inner potential) yang oleh Al-Ghazali (Islam) dinamakan qolbs (hati nurani/suara hati manusia). Al-Ghazali bahkan mengajarkan bahwa “orang jangan dahulu berfikir kalau hatinya belum iman dan jangan berbuat kalau hatinya belum iman dan otaknya nalar” (Djahiri, 1996: 54). Jadi, dunia kognitif maupun psikomotorik akan turut terguncang saat dibina dunia afektif. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang mereduksi nilai-nilai afektif, artinya hanya semata-mata mengembangkan salah satu kemampuan saja seperti pengembangan aspek intelektual saja, berakibat buruk terhadap mental, moral dan spiritual anak didik terutama pada diri anak remaja, di mana emosi dan moralnya sedang


(10)

dalam masa labil. Mereka perlu mendapatkan pendidikan nilai afektif agar perasaan, emosional dan penghayatan terhadap nilai-nilai keimanan dan ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa dan nilai-nilai akhlak mulia berkembang dengan baik.

Pendidikan nilai afektif mencakup bermacam-macam aspek, baik itu aspek spiritual, keagamaan, moral maupun sosial. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sumaatmadja (2002: 93), bahwa aspek-aspek afektif meliputi: beriman, bertakwa, budi pekerti, kepribadian, kedisiplinan, tanggung jawab, mandiri, cinta tanah air, semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, dan percaya diri. Salah satu aspek fundamental dalam mendidik afektif anak didik agar dapat menjadi manusia yang berakhlak mulia, yaitu dengan membina tanggung jawab sosial mereka. Memiliki sikap dan niat untuk menjadi insan yang bertanggungjawab merupakan hukum dari kodrat manusia, yaitu keharusan atau keniscayaan untuk selalu melaksanakan kewajiban sebagai seorang manusia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Driyakarya (2006: 555-556), sebagai berikut ini.

Melaksanakan kebaikan itu adalah tuntutan kodrat kita. Keharusan atau keniscayaan dari kewajiban adalah keharusan atau keniscayaan dari principium identitatis, artinya manusia itu adalah manusia, jadi harus berlaku sebagai manusia. Jika tidak, itu berarti bahwa dia tetap manusia, tetapi ia memungkiri kemanusiannya, sehingga perbuatannya itu menggila.

Dengan demikian, agar anak didik dapat memenuhi kodratnya itu, dia harus memiliki sikap dasar yang disebut siap sedia untuk semua kebaikan. Dia harus menghendaki kebaikan dan ingin melakukannya. Katakanlah bahwa dengan sikap ini, dia mulai menjadi manusia sebenarnya, manusia yang utuh,


(11)

manusia yang menyadari tanggung jawabnya sebagai seorang manusia, manusia yang seimbang antara perkembangan kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut tidak mudah. Perlu dukungan, bimbingan dan arahan yang sungguh-sungguh dari lingkungan sekitarnya terutama dari para pendidiknya, baik itu orang tua maupun guru di sekolah. Djahiri (1996: 21) mengemukakan bahwa pembinaan potensi afektif oleh diri yang besangkutan atau rekayasa orang lain (termasuk guru) menentukan arah dan kadar kuantitatif-kualitatif serta pasang surut potensi tersebut. Kemampuan afektual seperti halnya kemampuan potensi lainnya mutlak perlu pembinaan dengan jalan membelajarkannya atau mengaktifkan atau melibatkan untuk bertransaksi.

Pola pembelajaran atau kegiatan belajar siswa yang selalu kognitif atau psikomotorik akan menyebabkan potensi afektual pasif dan kian tumpul. Oleh karena itu, sekolah sebagai salah satu lingkungan pendidikan bagi anak didik setelah lingkungan keluarga, memiliki tugas dan tanggungjawab untuk mengarahkan dan membimbing mereka untuk melewati proses pembelajaran dengan tidak hanya memupuk potensi kognitif atau psikomotorik saja, melainkan memberikan pembelajaran nilai-nilai afektif pada anak didik, yang salah satunya melalui pembinaan tanggung jawab sosial mereka.

An-Nahlawi (1995: 176-185) mengemukakan bahwa membina tanggung jawab dalam proses pendidikan anak meliputi sebagai berikut.

1. Menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran.

2. Memperingatkan dengan tegas jika ada yang melakukan perbuatan maksiat.


(12)

3. Melakukan pemboikotan/pengisolasian terhadap orang yang melakukan perbuatan maksiat.

4. Melakukan pembinaan secara terpadu.

5. Melakukan pembinaan atas dasar kasih sayang.

6. Mengajak generasi muda untuk memilih teman yang baik dan bertaqwa pada Allah SWT.

Dari pernyataan yang dikemukaan An-Nahlawi, dapat dipahami bahwa pembinaan tanggung jawab –termasuk di dalamnya tanggung jawab sosial- yang diupayakan dengan sebaik-baiknya oleh para pendidik, dapat mendukung dan mengarahkan anak untuk selalu berbuat kebajikan dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tercela, sehingga proses pendidikan yang berlangsung dapat mengembangkan anak didik untuk berakhlak mulia dalam kehidupannya. Dengan memiliki akhlak mulia, diharapkan mental anak didik akan terlatih dan terbimbing untuk menjadi pribadi yang bermoral, berbudi pekerti luhur dan bersusila. Pembinaan, pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlak mulia merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap mental dan kepribadian sebaik yang ditunjukkan oleh Alquran dan hadits nabi Muhammad SAW. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sudarsono (1993: 66), bahwa “pembinaan, pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlaqul karimah sangat penting bagi setiap diri manusia, agar di dalam perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan-hambatan dan penyimpangan ke arah negatif…”

Pembinaan tanggung jawab sosial merupakan proses pembelajaran bagi anak didik, di mana mereka diarahkan dan dibimbing untuk memiliki kesadaran akan kewajiban yang ada di pundak mereka, kewajiban yang pada dasarnya merupakan kebaikan dengan keharusan yang dibebankan pada kehendak kita yang merdeka untuk dilaksanakan, yang tidak hanya


(13)

berpengaruh dan berdampak pada diri sendiri, tetapi juga pada orang-orang di sekitarnya. Pembinaan yang bertujuan untuk mengingatkan kembali akan kedudukan mereka sebagai manusia sosial yang akan selalu hidup dalam kebersamaan, di mana setiap sikap dan perbuatan yang dilakukan akan dan memerlukan pertanggungjawaban. Oleh karena itu, melakukan penelitan terhadap pembinaan tanggung jawab sosial merupakan suatu hal yang sangat penting.

Pembelajaran yang aktif dan efektif, bukan hanya menekankan pada pengembangan kognitif (mengetahui arti tanggung jawab sosial) atau psikomotorik (melaksanakan perbuatan tanpa pertimbangan) saja, tetapi berupaya untuk menyelaraskan dan menyeimbangkan kedua potensi tersebut dengan menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai afektif (membina dengan membuat anak didik untuk mampu memahami, menghayati dan menerapkan tanggung jawab sosial) pada diri anak didik agar dapat menjadi manusia yang utuh. Jadi, dengan adanya penelitian terhadap pembinaan tanggung jawab sosial, diharapkan dapat menjadi pedoman dan memberikan arah bagi para pendidik dalam membina anak didik agar mampu menyadari, memahami dan mau melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai makhluk sosial, sehingga mereka berbuat dan bertindak sebagaimana kodratnya sebagai seorang manusia dalam memperlakukan manusia lainnya.

Dengan mempelajari berbagai persoalan di atas, penulis ingin mencoba merumuskan masalah-masalah pokok dalam penelitian ini, terutama yang terkait dengan pembinaan tanggung jawab sosial peserta didik di sekolah.


(14)

Melalui pembahasan ini, diharapkan dapat diperoleh salah satu jalan pemecahan bagi setiap usaha pendidikan, utamanya pendidikan bagi kalangan remaja yang kondisi kejiwaannya labil sebagai persiapan menuju kedewasaannya, sehingga terwujudnya tujuan pendidikan nasional, yaitu terciptanya manusia yang beriman dan bertakwa pada Allah swt, cerdas dan berilmu, serta berakhlakul karimah.

Menurut pengamatan awal penulis, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Baleendah merupakan salah satu sekolah yang cukup menarik untuk dikaji, karena sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah terfavorit yang menampung sebagian generasi penerus bangsa yang cerdas secara intelektual. Selain itu, penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi di sekolah tersebut sangat maju dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang ada di sekitarnya, sehingga dapat dijadikan bahan kajian dalam menentukan keseimbangan pelaksanaan pendidikan antara ketiga potensi peserta didik. Sekolah ini juga merupakan sekolah berstandar internasional (SBI), sehingga membuat penulis semakin tertarik untuk mencari tahu, bagaimana proses pembinaan tanggung jawab sosial di sekolah yang telah mengalami kemajuan dalam mengikuti perkembangan zaman.


(15)

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana upaya yang akan dilakukan para pendidik dalam membina tanggung jawab sosial siswa melalui pembelajaran di lingkungan sekolah agar mereka menjadi manusia yang memiliki akhlak mulia?” Secara lebih tegas lagi, rumusan di atas dapat dinyatakan: “Bagaimana langkah-langkah atau proses yang diupayakan guru dalam membina tanggung jawab sosial anak didik mereka di sekolah, baik melalui proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas, maupun di luar kelas yang berkaitan dengan pembinaan tanggung jawab sosial ini? Apakah benar upaya yang telah dilaksanakan para pendidik, mengandung makna pembinaan tanggung jawab sosial terhadap siswa?

Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk mengukur masalah-masalah yang diajukan, melainkan suatu upaya penelusuran terhadap berbagai upaya yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Baleendah kabupaten Bandung, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang komprehensif tentang apa saja yang sudah, yang sedang dan yang belum terlaksana dalam membina tanggung jawab sosial siswa melalui proses pembelajaran. Atas dasar hal tersebut, maka dalam penelitian ini lebih tepat digunakan pendekatan kualitatif naturalistik.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran secara lengkap, akurat dan terperinci mengenai langkah, proses dan hasil dari pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru (termasuk perencanaan, kegiatan


(16)

pembelajaran dan penilaian maupun pembinaan keagamaan yang bersifat ekstrakurikuler) dalam membina dan mengembangkan tanggung jawab sosial pada diri siswa yang beranjak dewasa, dan diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara pengetahuan, sikap dan perbuatan (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang berlandaskan iman dan taqwa pada Allah swt. Dengan demikian, penelitian ini membatasi kajian tentang pembinaan tanggung jawab sosial pada masa transisi melalui pembelajaran di tingkat sekolah menengah atas, yang berkenaan dengan: “perencanaan, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan kegiatan ekstrakurikuler serta faktor-faktor pendukung dan penghambat terlaksananya proses pembinaan tanggung jawab sosial pada usia remaja di sekolah.”

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka berikut ini akan dikembangkan dalam bentuk pertanyaan penelitian. Adapun rincian pertanyaan penelitian dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi objektif sekolah yang menjadi lokasi penelitian? 2. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh guru dalam membina

tanggung jawab sosial siswa selama proses pembelajaran di sekolah? 3. Pendekatan dan metode apa yang digunakan guru dalam membina dan

mengembangkan tanggung jawab sosial anak didik selama proses pembelajaran di sekolah?


(17)

4. Faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat pelaksanaan proses pembinaan tanggung jawab sosial siswa melalui pembelajaran di sekolah?

5. Bagaimana solusi yang diupayakan guru dan peserta didik untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam membina tanggung jawab sosial anak didik di sekolah?

6. Bagaimana tingkat keberhasilan pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang pembinaan tangggung jawab sosial siswa dalam pembelajaran di sekolah sebagai upaya membentuk anak didik yang berakhlak mulia, secara umum bertujuan untuk memperoleh pamahaman yang komprehensif mengenai bagaimana peran dan langkah guru dalam membina tanggung jawab sosial anak didik mereka di sekolah. Dalam arti luas, ingin mengetahui berbagai upaya, pendekatan, metode yang digunakan oleh para pendidik dalam merencanakan, melaksanakan, menanamkan dan mengembangkan tanggung jawab sosial anak didik dalam rangka untuk mengarahkan dan mengembangkan potensi afektif yang terdapat pada diri mereka, sehingga dapat berkembang secara seimbang antara rohaniah dan jasmaniah, fisik material dan mental spiritual, atau selaras antara potensi kognitif, afektif dan psikomotorik yang berlandaskan pada iman dan taqwa pada Allah swt., serta untuk mengetahui sejauh mana kebermaknaan


(18)

pembelajaran yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial anak didik mereka.

Berdasarkan tujuan umum di atas, dapat dinyatakan beberapa tujuan yang lebih spesifik, yaitu untuk:

1. Mendeskripsikan kondisi objektif sekolah yang menjadi lokasi penelitian; 2. Mendeskripsikan secara komprehensif upaya-upaya yang dilakukan oleh

guru dalam membina tanggung jawab sosial siswa selama proses pembelajaran di sekolah;

3. Mendeskripsikan pendekatan dan metode yang digunakan guru dalam membina dan mengembangkan tanggung jawab sosial anak didik selama proses pembelajaran di sekolah;

4. Mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan proses pembinaan tanggung jawab sosial siswa melalui pembelajaran di sekolah;

5. Mendeskripsikan solusi yang diupayakan guru dan peserta didik untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam membina tanggung jawab sosial anak didik di sekolah;

6. Mendeskripsikan sejauh mana keberhasilan pembinaan tanggung jawab sosial siswa melalui proses pembelajaran di sekolah.


(19)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat, baik untuk keperluan teoritis maupun untuk keperluan praktis guna memahami persoalan-persoalan mengenai pembinaan moralitas bangsa yang menjadi tugas pokok bagi setiap orang yang terlibat dalam dunia pendidikan. Dengan kata lain, bahwa penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan pemikiran yang diharapkan berguna dalam menata sistem pendidikan nasional, khususnya pendidikan di tingkat sekolah menengah atas. Selain itu, penelitian ini juga merupakan rintisan bagi peneliti sendiri untuk lebih memantapkan wawasan dan pengalaman dalam meningkatkan kualitas dan kompetensi diri. Secara lebih spesifik, manfaat dari penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Kegunaan teoretis dari penelitian ini, diharapkan dapat memperoleh hasil tentang konsep pembinaan tanggung jawab sosial yang diharapkan mampu mengembangkan anak didik yang berakhlak mulia.

2. Kegunaan praktis dari penelitian ini, di antaranya:

a) Bagi para guru di sekolah yang bersangkutan, dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menentukan upaya yang tepat dalam membina dan mengembangkan tanggung jawab sosial siswa melalui pembelajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan yang relevan.

b) Bagi kepala sekolah dan dewan sekolah, dapat dijadikan dasar kerjasama untuk berupaya membina tanggung jawab sosial, tidak


(20)

hanya di kalangan siswa tetapi juga di kalangan para pendidik dan staf sekolah dalam berbagai kesempatan, baik di dalam maupun di luar kelas, dalam rangka menciptakan peserta didik dan pendidik yang berkualitas utuh.

c) Bagi institusi dan instansi terkait, dapat menjadi bahan masukan dalam membina dan meningkatkan kualitas tenaga pendidik guna menunjang pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

d) Bagi masyarakat, diharapkan dapat menjadi sumber aspirasi dan wawasan dalam membina dan mengembangkan tanggung jawab sosial pada generasi penerus bangsa.

e) Bagi para peneliti berikutnya, diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dan bahan masukan dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis yang berkaitan dengan pembinaan tanggung jawab sosial dan pengembangan akhlakul karimah.

F. Anggapan Dasar

Setiap manusia dalam kehidupannya, mengalami proses pendidikan yang tidak terbatas waktu. Selama manusia hidup, proses pendidikan berjalan sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman. Siswa SMA merupakan sekelompok manusia yang dalam kehidupannya mempunyai tugas dan tanggung jawab sesuai perkembangan untuk dapat hidup selaras dan seimbang dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar. Sehubungan dengan itu, penelitian ini didasari oleh beberapa anggapan dasar, sebagai berikut:


(21)

1. Pendidikan nilai afektif dapat menjadi salah satu fondasi dalam mengembangkan tanggung jawab sosial.

2. Pembinaan tanggung jawab sosial dalam dunia pendidikan, merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para pendidik untuk mendidik, melatih, mengarahkan dan membimbing semua potensi dan kecenderungan anak didik agar berkembang menuju ke arah yang positif yang dapat mendorong mereka untuk berakhlak mulia.

3. Internalisasi nilai-nilai afektif –pembinaan tanggung jawab sosial- dalam diri siswa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam diri (internal) dan di luar diri (external) mereka. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi pendorong atau pun penghambat dalam pelaksanaan pembinaan tanggung jawab sosial.

G. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif naturalistik (paradigma kualitatif), adapun metode yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik.

Lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Baleendah, yang beralamat di Jl. RAA. Wiranatakusumah, desa Baleendah, kecamatan Baleendah, kabupaten Bandung. Sedangkan subjek penelitiannya adalah guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama Islam, beberapa orang guru mata pelajaran umum, dan para siswa kelas XI. Penentuan subjek penelitian berdasarkan pada masalah yang


(22)

diangkat, di mana guru PAI dan PKn memiliki peran yang cukup besar dalam membina tanggung jawab sosial melalui mata pelajaran yang diajarkan. Kelas XI dijadikan populasi karena kelas tersebut dapat dikatakan sebagai ’kelas transisi’, di mana anak mulai meninggalkan kelas awalnya menuju pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga peneliti berpendapat jika kelas XI tepat untuk dijadikan subjek penelitian.

Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri, maksudnya bahwa peneliti langsung mengamati dan membaca situasi proses pendidikan serta pembinaan tanggung jawab sosial siswa yang berlangsung di SMAN 1 Baleendah-Bandung.

Peneliti menggunakan empat teknik dalam melakukan pengumpulan data yakni observasi, angket (kuesioner), wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Sedangkan sumber data yang diperlukan dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari subjek penelitian yaitu para guru PKn dan PAI, beberapa guru mata pelajaran lain dan para siswa. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen resmi maupun tidak resmi yang berhubungan dengan materi penelitian dan mendukung data primer.


(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Baleendah, yang terletak di Jl. RAA. Wiranatakusumah, desa Baleendah, kecamatan Baleendah, kabupaten Bandung. Adapun alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di SMAN 1 Baleendah, diantaranya berdasarkan kepada hasil studi pendahuluan bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah yang diminati, digemari dan ditempati oleh para siswa dengan prestasi akademik yang tinggi (sekolah favorit). Selain itu, SMAN 1 Baleendah merupakan sekolah yang menerapkan sistem sekolah berstandar internasional (SBI) dengan kelengkapan sekolah yang memenuhi kriteria ’mapan’ dalam bidang sarana prasarana terutama dalam bidang IT (information technology). Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana proses pembinaan tanggung jawab sosial di sekolah yang sudah begitu maju dalam bidang iptek, apakah turut mengalami kemajuan dan menjadi pedoman dalam mengembangkan dan menggunakan iptek tersebut? Ataukah justru sebaliknya?

Subjek penelitiannya adalah para guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama Islam, beberapa orang guru mata pelajaran umum, dan para siswa kelas XI. Peneliti menentukan sampel penelitian dengan menggunakan teknik purposeful sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang bertujuan agar manusia, latar, kejadian


(24)

tertentu (unik, khusus, tersendiri, aneh, nyeleneh) betul-betul diupayakan terpilih (tersertakan) untuk memberikan informasi penting yang tidak mungkin diperoleh melalui teknik lain (Alwasilah, 2008: 146). Peneliti menjadikan guru PAI dan PKn sebagai sampel penelitian (sumber data primer) karena mereka memiliki peran yang cukup besar dalam membina tanggung jawab sosial siswa melalui materi-materi pelajaran yang disampaikan, sedangkan beberapa guru mata pelajaran umum diikutsertakan dalam sampel penelitian karena secara tidak langsung, mereka pun memiliki peran dalam membina tanggung jawab sosial siswa selama di sekolah. Peneliti memilih kelas XI sebagai sampel penelitian karena siswa pada tingkat kelas tersebut dapat dikatakan sebagai ’siswa transisi’, di mana mereka telah cukup lama tinggal dan mengalami proses pembelajaran di sekolah dari sejak masuk (kelas X) dan mulai melakukan penyesuaian di tingkat yang lebih tinggi (XI) untuk dapat menempuh dan mencapai tingkat selanjutnya (XII). Jadi, siswa kelas XI merupakan siswa dalam masa penyesuaian menuju kemantapan diri terhadap berbagai komponen sekolah, baik itu terhadap guru, teman-teman, ataupun aturan-aturan yang berlaku.

B. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai upaya-upaya pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah menengah atas. Untuk mengungkap dan mengetahui upaya pembinaan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif


(25)

dengan pendekatan kualitatif naturalistik. Metode penelitian deskriptif dipilih peneliti karena peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan atau menggambarkan upaya-upaya pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah dengan apa adanya, tanpa mengubah atau merekayasa keadaan di lapangan penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syaodih (2005: 54), bahwa metode penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau mengadakan perubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.

Pendekatan kualitatif naturalistik dipilih peneliti karena penelitian ini lebih merupakan suatu upaya untuk menemukan pemahaman baru mengenai fenomena atau gejala yang bersifat alami. Selain itu, data yang akan diperoleh dari penelitian di lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan ungkapan kata-kata dari responden yang sedapat mungkin bersifat alami, tanpa adanya rekayasa atau pengaruh dari luar. Moleong (2006: 6), mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.


(26)

C. Definisi Operasional

Pembinaan merupakan suatu upaya untuk mendidik, membimbing, mengarahkan dan mengembangkan potensi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ada dalam diri seseorang secara seimbang dan utuh, serta mengarahkan segala kecenderungan mereka pada hal-hal yang baik, yang bersifat konstruktif dan produktif. Sebagaimana yang tercantum dalam Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda (SK Menteri P dan K No. 0323/U/1978), yang dikutip oleh Maolani (2003:11) bahwa pembinaan dapat diartikan sebagai berikut:

Pembinaan dan pengembangan pada dasarnya merupakan upaya pendidikan baik formal maupun nonformal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah dan bertanggungjawab dalam rangka menumbuhkan, membimbing dan mengembangkan dasar-dasar kepribadian yang seimbang, utuh, dan selaras pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri untuk menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi mandiri.

Pembinaan yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah upaya yang dilakukan para pendidik di sekolah yang bersangkutan dalam membimbing, mengarahkan dan mengembangkan tanggung jawab sosial para anak didiknya, melalui bimbingan dan pengarahan selama proses pembelajaran dalam rangka membentuk mereka agar menjadi anak didik yang berakhlak mulia.

Tangung jawab sosial dapat diartikan sebagai kewajiban yang dibebankan pada seseorang untuk dilaksanakan secara penuh kesadaran dan kebebasan, berkaitan dengan sikap dan perbuatan terhadap sesamanya serta


(27)

tuntutan kodratnya sebagai manusia. Hal tersebut, sejalan dengan yang dikemukakan Driyakarya (2006: 557-558), bahwa:

Bertanggungjawab berarti orang mengerti perbuatannya, yaitu mengerti apakah perbuatannya itu wajar atau tidak, semestinya atau tidak, boleh atau tidak; apakah perbuatan itu sesuai atau tidak dengan kodratnya. Tanggung jawab ialah kewajiban menanggung bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang adalah sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Jadi, bertanggungjawab berarti bahwa seseorang berani menentukan, berani memastikan bahwa perbuatan yang dilakukan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia dan bahwa hanya karena itulah perbuatan tadi dilakukan.

Yang dimaksud tanggung jawab sosial dalam penelitian ini yaitu kewajiban yang dibebankan pada anak didik sebagai seorang pelajar terhadap lingkungan sekitarnya dan keharusan melaksanakan tugasnya tersebut, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang-orang di sekitarnya.

Anak didik adalah manusia yang memiliki begitu banyak potensi, yang potensinya itu menyebabkan timbulnya banyak kecenderungan pada diri mereka. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu terbagi menjadi dua, yaitu kecenderungan untuk berbuat baik dan kecenderungan untuk berbuat buruk. Dalam hal ini, anak didik adalah manusia yang memerlukan didikan, arahan, bimbingan dan latihan dari para pendidik agar semua potensi yang dimilikinya bergerak menuju kecenderungan untuk berbuat baik. Selain itu, anak didik juga dipandang sebagai moscius, yaitu mahkluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau yang memiliki ghazirah (insting) untuk hidup bermasyarakat. Menurut Ihsan (2001: 115), sebagai makhluk sosial, manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responsibility) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik (interelasi) dan


(28)

saling mempengaruhi antara sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, maksudnya bahwa peneliti langsung mengamati dan membaca situasi proses pendidikan serta pembinaan tanggung jawab sosial siswa yang berlangsung di SMAN 1 Baleendah-Bandung. Nasution (1988: 6), menjelaskan bahwa peneliti merupakan ”key instrument” artinya peneliti sebagai instrumen penelitian yang utama, walaupun terkadang penggunaan instrumen-instrumen lainnya dibutuhkan, namun peranan utama tetap pada peneliti.

Kelebihan manusia sebagai instrumen dari alat-alat instrumen lainnya adalah manusia dapat memahami makna interaksi antara peneliti dengan responden, dan dapat pula memperbaiki serta meluruskan jika terjadi kekeliruan pemahaman responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Selain itu, semua rekayasa yang ingin ditutupi oleh pihak responden terhadap kejadian yang sebenarnya, relatif dapat dihindari atai diperkecil. Alwasilah (2006: 103), mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif diwarnai oleh adanya interaksi di antara realitas. Untuk memaknai kegiatan interaktif ini, peneliti seyogianya berinteraksi langsung dengan para responden agar memperoleh pemahaman emik (menurut persepsi mereka, bukan persepsi peneliti). Jadi, data diperoleh lewat wasilah (mediator) peneliti yang selalu responsif terhadap konteks.


(29)

E. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan empat teknik dalam melakukan pengumpulan data yakni observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Sedangkan sumber data yang diperlukan dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder.

Data primer diambil dari subjek penelitian yaitu para guru PKn dan PAI, beberapa guru mata pelajaran lain dan para siswa. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen resmi maupun tidak resmi yang berhubungan dengan materi penelitian dan mendukung data primer. Penulis mengumpulkan data melalui teknik-teknik berikut ini:

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan sistematis dan terencana yang dilakukan untuk memperoleh data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya (Alwasilah, 2006: 211). Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan, maksudnya peneliti mengamati sekaligus berperan serta dalam kegiatan yang dilakukan responden. Peneliti berpartisipasi dalam kegiatan responden tidak sepenuhnya artinya dalam batas tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara kedudukan peneliti sebagai orang luar (pengamat) dan sebagai orang yang ikut berpartisipasi dalam lingkungan pendidikan responden.

Peneliti mengadakan observasi terhadap kondisi objektif sekolah, sumber daya manusia, dan kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelas untuk mengetahui peran serta dari ketiga observee di atas dalam


(30)

pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah dalam mengembangkan akhlak mulia. Ketika melakukan observasi terhadap kondisi objektif sekolah, peneliti menggunakan kriteria memadai, kurang memadai dan tidak memadai, untuk mengetahui sejauh mana fasilitas sekolah menunjang terlaksananya pembinaan tanggung jawab sosial siswa. (Pedoman observasi terlampir)

Kriteria memadai dipilih oleh peneliti jika secara kualitas dan kuantitas kondisi objektif sekolah amat mendukung dalam upaya pembinaan tanggung jawab sosial, misalnya luas lahan dan luas bangunan memang cukup luas dan cocok untuk dijadikan tempat berdirinya sekolah, artinya lahan tersebut tidak terlalu sempit untuk membangun sekolah dan membangun berbagai sarana serta pra sarana yang menunjang berbagai kegiatan sekolah. Selain itu, lahan dan bangunan tersebut memang digunakan sesuai fungsinya, tidak hanya dibangun tetapi tidak pernah digunakan atau digunakan tetapi tidak seesuai fungsinya.

Kriteria kurang memadai dipilih peneliti, jika kondisi objektif sekolah secara kualitas memang mendukung tapi secara kuantitas kurang/tidak mendukung atau pun sebaliknya. Misalnya, meja dan kursi mungkin saja dalam kondisi bagus dan dapat digunakan dengan baik, tapi masih ada siswa yang kekurangan kursi atau meja, sehingga satu meja oleh tiga orang, ataupun sebaliknya jumlah meja dan kursi lebih banyak dari jumlah siswa tapi kondisinya kurang bagus sehingga siswa kurang nyaman dalam belajar.


(31)

Kriteria tidak memadai dipilih peneliti, jika secara kualitas maupun kuantitas, kondisi objektif sekolah memang tidak menunjang pelaksanaan berbagai kegiatan yang berlangsung di sekolah, sehingga menghambat hampir semua aktivitas siswa. Misalnya, mesjid/mushola dan ruangan kelas dalam keadaan rusak, sehingga kegiatan siswa untuk beribadah terhambat. Sekolah yang berada di tempat keramaian, sehingga mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar. Gerbang masuk yang tidak dijaga staf keamanan, sehingga siswa dengan mudah keluar masuk sekolah tanpa alasan yang jelas dan sebagainya.

Observasi terhadap sumber daya manusia dan kegiatan belajar mengajar, dilakukan pengamatan terhadap kepala sekolah dan para guru PKn dan PAI kelas XI yang dianggap mewakili dalam penelitian untuk mengetahui upaya yang mereka lakukan dalam membina tanggung jawab sosial siswa. Penelitian dilakukan dari minggu ke minggu, mengikuti jadwal/jam pelajaran kepala sekolah dan guru yang bersangkutan hadir di sekolah.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan dalam rangka melengkapi data-data hasil observasi, wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian yang dalam hal ini yaitu guru PKn dan PAI serta beberapa guru mata pelajaran lain.

Teknik wawancara yang dilaksanakan adalah wawancara terstruktur, yakni wawancara yang dilakukan untuk menanyakan


(32)

permasalahan-permasalahan seputar pertanyaan penelitian dalam rangka memperjelas data atau informasi yang tidak jelas pada saat observasi. Syaodih (2005: 217), mengungkapkan bahwa pertanyaan terstruktur merupakan suatu pertanyaan umum yang diikuti dengan pertanyaan yang lebih khusus atau lebih terurai, sehingga jawaban atau penjelasan dari responden menjadi lebih dibatasi dan diarahkan. (Pedoman wawancara terlampir)

3. Angket

Angket atau kuesioner merupakan salah satu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Angket yang disebarkan peneliti berisi sejumlah pertanyaan terbuka. Angket pertanyaan terbuka berisi pertanyaan-pertanyaan pokok yang bisa dijawab atau direspon oleh responden secara bebas. Tidak ada anak pertanyaan ataupun rincian yang memberikan arah dalam pemberian jawaban. Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban sesuai dengan persepsinya (Syaodih, 2005: 219).

Peneliti menyebarkan angket pada para siswa kelas XI. Hal ini dilakukan peneliti karena jika menggunakan teknik pengumpulan data yang lain, peneliti kemungkinan besar akan mengalami kesulitan dalam mengumpulkan dan menganalisis data dari responden yang berjumlah cukup banyak dalam waktu yang sangat lama. Selain itu, melalui angket, kemungkinan besar responden dapat memberikan respon secara bebas tanpa perasaan takut, malu ataupun keragu-raguan atas data yang mereka berikan. (Angket terlampir)


(33)

4. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui berbagai dokumen secara jelas yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dilakukan peneliti, misalnya dokumen tentang profil sekolah. Dokumen adalah setiap bahan tertulis, gambar, maupun elektronik. Dokumen-dokumen yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah (Syaodih: 2005: 222). Dalam penelitian ini dokumen yang menjadi sumber data adalah dokumen resmi milik SMAN 1 Baleendah.

5. Studi Pustaka

Studi pustaka dilaksanakan untuk mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan kajian-kajian pengembangan nilai-nilai afektif, pendidikan agama Islam, strategi belajar mengajar, metode penelitian pendidikan dan studi tentang remaja.

F. Tahap-Tahap Penelitian

Upaya pengumpulan data dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Orientasi (Maret 2010)

Pada tahap orientasi, awalnya peneliti mengadakan survey terhadap lokasi penelitian, terutama melalui acara dialog dengan kepala sekolah, wakil kepala, para guru dan beberapa siswa. Selanjutnya mengadakan wawancara sederhana tentang bagaimana proses pembinaan tanggung sosial terhadap siswa yang dilaksanakan di sekolah. Dari hasil pendekatan


(34)

ini, peneliti menentukan tiga unsur responden yakni para guru PAI dan PKn, beberapa guru mata pelajaran lain dan para siswa.

Setelah ditentukan responden penelitian, peneliti mengadakan observasi permulaan untuk memperoleh data tentang proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pada tahap ini peneliti juga tidak lupa mengurus surat izin penelitian dalam rangka menjaga keamanan dan stabilitas sosial di lokasi penelitian.

2. Tahap Eksplorasi (April 2010)

Pada tahap ini, peneliti mulai melakukan kunjungan ke sekolah dan melakukan pendekatan pada para responden. Mengadakan pengamatan lebih lanjut terhadap proses pembelajaran di lingkungan sekolah, selanjutnya meningkat tidak hanya mengamati, melainkan berpartisipasi bersama responden dan mengadakan wawancara pada para guru yang menjadi responden serta pada beberapa siswa dengan menyebarkan angket untuk mendukung kelengkapan data.

3. Tahap Pencatatan Data (April-Mei 2010)

Catatan merupakan rekaman hasil observasi dan wawancara, ketika melakukan penelitian di lapangan berupa catatan singkat atau catatan kunci maupun setelah selesai dari lapangan. Pencatatan data setelah dari lapangan segera dilakukan pada saat ingatan masih segar. Pencatatan data dapat dibedakan dalam dua bentuk yakni catatan deskriptif dan catatan reflektif. Catatan deskriptif terdiri dari catatan lapangan dan catatan laporan lapangan. Adapun catatan reflektif berisi catatan spontanitas


(35)

tentang hubungan berbagai data, menambahkan ide-ide, dan memberikan komentar, membuat kerangka fikir, menelaah desain dan metode, menuliskan hal-hal yang dapat memperjelas data yang rancu, mencatat kata-kata yang penting.

4. Tahap Analisa Data (April-Mei 2010)

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan ke dalam catatan lapangan, selanjutnya data diolah dan dianalisa. Al-wasilah (2008: 158) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak boleh menunggu dan membiarkan data menumpuk, untuk kemudian menganalisanya. Bila demikian halnya, ia akan mendapatkan berbagai kesulitan dalam menangani data. Semakin sedikit data, semakin mudah penanganannya.

Pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menata data secara sistematis. Maksudnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya. Analisis data yang digunakan adalah analisis data induktif. Selanjutnya dalam rangka menguji tingkat validitas dan reliabilitas, data pun diuji dengan melakukan triangulasi yaitu dengan cara membandingkan hasil observasi dengan hasil wawancara dan membandingkan informasi yang diperoleh dengan hasil wawancara dan membandingkan informasi yang diperoleh dari pihak guru dengan pihak siswa.

Peneliti menganalisis data terhadap data-data yang terkumpul dengan tahapan: 1) membaca kembali data yang terkumpul untuk mencari


(36)

tahu dan mengingat kembali, jika saja ada data yang kurang jelas tertulis atau sempat tidak tercatat dengan lengkap; 2) peneliti memberikan kode pada setiap pertanyaan dan jawaban yang diberikan oleh responden; 3) peneliti melakukan kategorisasi dengan mengumpulkan berbagai data atau jawaban yang sama untuk pertanyaan yang diajukan; 4) peneliti melakukan rekapitulasi terhadap data-data yang diperoleh dari para responden berdasarkan fokus pertanyaan yang diajukan; 5) peneliti menarik kesimpulan dari berbagai data yang telah dianalisis untuk selanjutnya mencari dan mempelajari kepustakaan yang berkaitan dan relevan dengan masalah penelitian.

5. Tahap Pelaporan (Mei 2010)

Berdasarkan tahap-tahap selanjutnya, data yang sudah dianalisa kemudian dipadukan dengan teori-teori yang relevan dan dengan konsepsi penulis tentang permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Jika peneliti telah selesai dalam menganalisis data dan menemukan teori-teori yang relevan, maka hasilnya dilaporkan pada pembimbing yang memantau hasil penelitian penulis.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab IV, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan. Secara umum, kesimpulan ini berkaitan dengan hasil temuan yang menunjukkan efektivitas pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah dan upaya-upaya yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial siswa. Kemudian dilanjutkan dengan uraian beberapa implikasi yang timbul dari adanya pembinaan tersebut, serta menyusun rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya-upaya perbaikan dan peningkatan mutu pembinaan.

A. Kesimpulan

Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial siswa di sekolah, secara umum dapat dikategorikan dalam tiga upaya yaitu (1) dengan memberikan motivasi pada para siswa untuk aktif dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, seperti Orbit, PMR dan Pramuka, karena kegiatan ekstrakurikuler mendukung siswa dalam mengembangkan tanggung jawab sosial mereka; (2) melalui penyusunan dan pemberlakuan tata tertib sekolah dengan tegas; dan (3) melalui pemberian sanksi secara tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan siswa. Upaya-upaya tersebut cukup efektif dalam membina tanggung jawab sosial siswa sebagai upaya mengembangkan anak didik berakhlak mulia.


(38)

Pendekatan yang digunakan guru dalam membina tangggung jawab sosial siswa di SMAN 1 Baleendah, secara umum ada dua yaitu (1) pendekatan pembelajaran berbuat, dengan melakukan studi lapangan seperti mengunjungi panti asuhan, melakukan kegiatan-kegiatan amal dan bakti sosial, serta mengadakan berbagai lomba yang bertujuan untuk meningkatkan tanggung jawab sosial siswa; (2) pendekatan sosio kultural, dengan diselenggarakannya program tutor sebaya dan kelompok kerja selama pembelajaran di kelas. Sedangkan metode yang digunakan yaitu (a) metode keteladanan, (b) pengulangan (pembiasaan), (c) larangan dan nasehat, serta (d) metode hukuman. Keberhasilan dalam penerapan pendekatan dan metode tersebut, dilakukan dengan teknik dan keterampilan para guru dalam membaca dan memahami karakteristik para siswanya serta dalam memilih dan menggunakan metode yang tepat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah dapat digolongkan pada dua faktor utama, yaitu (1) faktor eksternal (lingkungan), meliputi keadaan lokasi sekitar sekolah, dukungan keluarga, pengaruh teman, pengaruh budaya, keadaan SDM dan fasilitas; (2) faktor internal, meliputi kesadaran diri (niat dan kemauan), rasa percaya diri, ketelitian dalam bersikap dan berbuat. Kedua faktor tersebut merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembinaan yang dilakukan guru.

Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam menghadapi hambatan yang timbul selama proses pembinaan tanggung jawab sosial, di antaranya: (1)


(39)

menanamkan kesadaran yang tinggi pada para siswa akan pentingnya memiliki tanggung jawab sosial, (2) memberikan teguran dan nasehat secara langsung pada siswa yang sulit dibina, serta (3) menjalin kerja sama yang baik dengan siswa, melalui sikap keterbukaan untuk memberikan peluang pada siswa dalam menghadapi berbagai masalah yang menjadi penghambat untuk mewujudkan siswa yang bertanggung jawab sosial.

Upaya guru dan sekolah dalam membina tanggung jawab sosial siswa di sekolah menengah atas sebagai upaya mengembangkan anak didik berakhlak mulia menunjukkan hasil yang memuaskan. Dengan demikian, upaya pembinaan tanggung jawab sosial siswa tersebut telah berhasil mengembangkan anak didik untuk berakhlak mulia. Hal ini terbukti dari banyaknya siswa yang taat dan patuh terhadap aturan-aturan yang dibuat sekolah dan guru (tidak banyak siswa yang melakukan pelanggaran), meskipun ada beberapa siswa yang melakukan perlanggaran; banyak siswa yang termotivasi dan berminat untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan guru dan sekolah; banyak juga siswa yang memelihara sikap kekeluargaan dan rasa kebersamaan, sehingga sikap kepedulian dan kepekaan sosial mereka semakin terasah untuk mau saling memperhatikan, saling menghargai dan saling menolong satu sama lainnya.


(40)

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian di SMAN 1 Baleendah, boleh dikatakan bahwa para guru telah berhasil dalam melakukan pembinaan tanggung jawab sosial terhadap para siswanya sebagai upaya untuk mengembangkan akhlak mulia mereka. Meskipun begitu, nampaknya masih ada beberapa hal yang belum terlaksana secara maksimal dalam mewujudkan berbagai upaya pembinaan untuk mengembangkan pribadi siswa yang bertanggung jawab sosial. Oleh karena itu, peneliti akan mencoba menyampaikan rekomendasi berdasarkan pada hasil penelitian tentang:

Berbagai upaya yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial siswa, maka demi terlaksananya upaya pembinaan secara efektif dan tercapainya tujuan pembinaan tanggung jawab sosial sebagai upaya mengembangkan anak didik berakhlak mulia, maka kepala sekolah perlu lebih sering melakukan pengarahan, pengawasan, dan evaluasi terhadap para guru dalam melakukan pembinaan. Hal ini dilakukan agar kepala sekolah sebagai penanggung jawab sekolah, dapat mengetahui perkembangan berbagai upaya yang dilakukan guru dalam membina tanggung jawab sosial para siswa dan memiliki tolak ukur mengenai keberhasilan sekolah dalam menghasilkan anak didik yang tidak hanya kompeten secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia.

Pendekatan dan metode yang digunakan guru dalam membina tanggung jawab sosial siswa, maka para guru hendaknya terus meningkatkan kompetensi mereka dalam menelaah dan menemukan berbagai pendekatan


(41)

dan metode lain yang lebih baik dan lebih efektif untuk membina pribadi siswa agar menyadari kedudukannya sebagai makhluk sosial yang akan selalu hidup dalam kebersamaan, sehingga para siswa terus berupaya untuk mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada pribadi mereka.

Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembinaan tanggung jawab sosial siswa, maka kepala sekolah, para guru dan siswa sebaiknya menjalin kerja sama untuk terus mengembangkan berbagai upaya yang dapat mendukung terwujudnya tanggung jawab sosial siswa dan mengurangi serta menghadapi berbagai hambatan yang ada dengan menemukan dan menggunakan solusi yang lebih tepat dalam rangka mencapai hasil pembinaan yang lebih memuaskan lagi. Para guru hendaknya memiliki sikap keterbukaan dan kepedulian yang tinggi pada para siswanya, agar mereka dapat dengan mudah menyampaikan dan memecahkan berbagai kendala yang dihadapi dalam mewujudkan pribadi yang bertanggung jawab sosial.

Upaya-upaya guru dalam menghadapi hambatan pembinaan tanggung jawab sosial siswa, maka hendaknya para guru bersikap pro aktif dalam mengembangkan kompetensi sosial dan pedagogik mereka sebagai seorang pengajar, pendidik, pelatih sekaligus teman dan sahabat bagi anak didiknya. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat menghadapi dan menangani setiap anak didiknya tanpa mengalami kesulitan selama melakukan proses pembinaan. Setiap guru juga harus mampu menjalin kerjasama dengan baik, tanpa saling mengandalkan satu sama lainnya, sehingga setiap masalah yang


(42)

dihadapi dalam upaya pembinaan akan menjadi tanggung jawab bersama. Hal ini dapat menjadi contoh bagi siswa dalam memelihara dan mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadinya.

Tingkat keberhasilan pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah, selain terus berupaya melakukan pembinaan di sekolah, maka pihak sekolah hendaknya terus memelihara hubungan baik dengan orang tua siswa dan masyarakat sekitar. Lingkungan keluarga dan masyarakat diharapkan dapat memberikan dukungan yang sebesar-besarnya dalam proses pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah, karena kedua lingkungan tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari anak didik. Tanpa perhatian dan dengan sikap acuh tak acuh dari keluarga dan masyarakat, kepekaan dan kepedulian sosial siswa tidak akan berkembang dan anak didik akan menemui banyak kesulitan dalam mengembangkan tanggung jawab sosialnya, sehingga akhlak mereka dalam kesehariannya pun akan mengecewakan lingkungan sekitarnya.

Pentingnya pembinaan tanggung jawab sosial sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan afektif anak didik, maka para pembuat kebijakan pendidikan, hendaknya mau ikut memperhatikan segi perkembangan afektif anak didik, sehingga tidak hanya memfokuskan pada keberhasilan pencapaian akademik, tetapi dapat membuat berbagai kebijakan yang mampu menggugah dan membangkitkan afeksi anak didik dalam memahami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam setiap proses pembelajaran dan pembinaan yang dilakukan pihak sekolah terutama para guru.


(43)

Pentingnya melakukan penelitian yang lebih luas mengenai pembinaan tanggung jawab sosial siswa di kalangan remaja, maka hendaknya penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan penelitian berikutnya yang lebih komprehensif, baik kajian secara teoritis maupun praktis, sehingga berbagai upaya pembinaan tanggung jawab sosial yang dilakukan guru terhadap para siswanya dapat lebih terungkap lagi dengan jelas dan benar-benar dapat dijadikan sebagai suatu upaya yang manjur dalam mengembangkan anak didik yang berakhlak mulia.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam.Jakarta: Bumi Aksara. Alwasilah, C. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Amin, A. (1995). Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

An-Nahlawi, A. (1995). Pendidikan Islam di Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.

Baharuddin. (2009). Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Bertens, K. (2007). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Djahiri, K. (1996). Menelusuri Dunia Afektif. Bandung: Lab. Pengajaran PMP FKIP.

Djahiri, K. (2007). Kapita Selekta Pembelajaran. Bandung: Lab. PMPKN FPIPS. Djamarah, B. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Driyakarya. (2006). Karya Lengkap Driyakarya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Elia, P. (1997). Bagaimana Mempersiapkan Anak Memasuki Abad ke-21. [Online]. Tersedia: http://www.bpkpenabur.co.id. [20 Januari 2002]

Hall, S. & Lindzey, G. (1978). Theories Of Personality. New York: Chichester Brisbane.

Hartanto, R. (2007). Etika Terapan (Meneropong Masalah Kehidupan Manusia Dewasa Ini). Jakarta: Yayasan Kota Kita.

Ihsan, H. dan Ihsan Fuad, A. (2001). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Imron, A. (1995). Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.

Kurikulum SMAN 1 Baleendah. (2009). Pengembangan Penilaian Pendidikan. Bandung: tidak diterbitkan.


(45)

Mangunhardjana. (1996). Pembinaan Kemampuan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Maolani, L. (2003). Pembinaan Moral Remaja Sebagai Sumber Daya Manusia di

Lingkungan Masyarakat. Bandung: PPS UPI (Tesis: Tidak

Diperdagangkan).

Moekijat. (1991). Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju.

Moleong, J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Nata, A. (1996). Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Qardhawi, Y. (2001). Halal dan Haram. Bandung: Rabbani Press. Sadulloh, U. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta. Simorangkir. (1987). Tanggung Jawab Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudarsono. (1993). Etika Islam tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta Sumaatmadja, N. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi.

Bandung: Alfabeta.

Suparlan. (1993). Fungsi Pengawasan. Semarang: Aneka Ilmu.

Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Syaodih, N. (2005). Metode Penenlitian Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Tafsir, A. (1994). Ilmu Pendidikan dalam Persperktif Islam. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Tilaar, H.A.R. (2000). Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tirtarahardja. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Ulwan, A. (1990). Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Bandung: Asy Syifa. User, M. (1992). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya.


(46)

Wahana, P. (2007). Peranan Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Manusia. Yogyakarta: Yayasan Kota Kita.

Zuriah, N. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti. Jakarta: Bumi Aksara. ___________. (2003). UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Bandung: Citra Umbara.

___________. (2005). UU RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Bumi Aksara.


(1)

dan metode lain yang lebih baik dan lebih efektif untuk membina pribadi siswa agar menyadari kedudukannya sebagai makhluk sosial yang akan selalu hidup dalam kebersamaan, sehingga para siswa terus berupaya untuk mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada pribadi mereka.

Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembinaan tanggung jawab sosial siswa, maka kepala sekolah, para guru dan siswa sebaiknya menjalin kerja sama untuk terus mengembangkan berbagai upaya yang dapat mendukung terwujudnya tanggung jawab sosial siswa dan mengurangi serta menghadapi berbagai hambatan yang ada dengan menemukan dan menggunakan solusi yang lebih tepat dalam rangka mencapai hasil pembinaan yang lebih memuaskan lagi. Para guru hendaknya memiliki sikap keterbukaan dan kepedulian yang tinggi pada para siswanya, agar mereka dapat dengan mudah menyampaikan dan memecahkan berbagai kendala yang dihadapi dalam mewujudkan pribadi yang bertanggung jawab sosial.

Upaya-upaya guru dalam menghadapi hambatan pembinaan tanggung jawab sosial siswa, maka hendaknya para guru bersikap pro aktif dalam mengembangkan kompetensi sosial dan pedagogik mereka sebagai seorang pengajar, pendidik, pelatih sekaligus teman dan sahabat bagi anak didiknya. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat menghadapi dan menangani setiap anak didiknya tanpa mengalami kesulitan selama melakukan proses pembinaan. Setiap guru juga harus mampu menjalin kerjasama dengan baik, tanpa saling mengandalkan satu sama lainnya, sehingga setiap masalah yang


(2)

dihadapi dalam upaya pembinaan akan menjadi tanggung jawab bersama. Hal ini dapat menjadi contoh bagi siswa dalam memelihara dan mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadinya.

Tingkat keberhasilan pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah, selain terus berupaya melakukan pembinaan di sekolah, maka pihak sekolah hendaknya terus memelihara hubungan baik dengan orang tua siswa dan masyarakat sekitar. Lingkungan keluarga dan masyarakat diharapkan dapat memberikan dukungan yang sebesar-besarnya dalam proses pembinaan tanggung jawab sosial siswa di sekolah, karena kedua lingkungan tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari anak didik. Tanpa perhatian dan dengan sikap acuh tak acuh dari keluarga dan masyarakat, kepekaan dan kepedulian sosial siswa tidak akan berkembang dan anak didik akan menemui banyak kesulitan dalam mengembangkan tanggung jawab sosialnya, sehingga akhlak mereka dalam kesehariannya pun akan mengecewakan lingkungan sekitarnya.

Pentingnya pembinaan tanggung jawab sosial sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan afektif anak didik, maka para pembuat kebijakan pendidikan, hendaknya mau ikut memperhatikan segi perkembangan afektif anak didik, sehingga tidak hanya memfokuskan pada keberhasilan pencapaian akademik, tetapi dapat membuat berbagai kebijakan yang mampu menggugah dan membangkitkan afeksi anak didik dalam memahami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam setiap proses pembelajaran dan pembinaan yang dilakukan pihak sekolah terutama para guru.


(3)

Pentingnya melakukan penelitian yang lebih luas mengenai pembinaan tanggung jawab sosial siswa di kalangan remaja, maka hendaknya penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan penelitian berikutnya yang lebih komprehensif, baik kajian secara teoritis maupun praktis, sehingga berbagai upaya pembinaan tanggung jawab sosial yang dilakukan guru terhadap para siswanya dapat lebih terungkap lagi dengan jelas dan benar-benar dapat dijadikan sebagai suatu upaya yang manjur dalam mengembangkan anak didik yang berakhlak mulia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam.Jakarta: Bumi Aksara. Alwasilah, C. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Amin, A. (1995). Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

An-Nahlawi, A. (1995). Pendidikan Islam di Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.

Baharuddin. (2009). Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Bertens, K. (2007). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Djahiri, K. (1996). Menelusuri Dunia Afektif. Bandung: Lab. Pengajaran PMP FKIP.

Djahiri, K. (2007). Kapita Selekta Pembelajaran. Bandung: Lab. PMPKN FPIPS. Djamarah, B. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Driyakarya. (2006). Karya Lengkap Driyakarya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Elia, P. (1997). Bagaimana Mempersiapkan Anak Memasuki Abad ke-21. [Online]. Tersedia: http://www.bpkpenabur.co.id. [20 Januari 2002]

Hall, S. & Lindzey, G. (1978). Theories Of Personality. New York: Chichester Brisbane.

Hartanto, R. (2007). Etika Terapan (Meneropong Masalah Kehidupan Manusia Dewasa Ini). Jakarta: Yayasan Kota Kita.

Ihsan, H. dan Ihsan Fuad, A. (2001). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Imron, A. (1995). Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.

Kurikulum SMAN 1 Baleendah. (2009). Pengembangan Penilaian Pendidikan. Bandung: tidak diterbitkan.


(5)

Mangunhardjana. (1996). Pembinaan Kemampuan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Maolani, L. (2003). Pembinaan Moral Remaja Sebagai Sumber Daya Manusia di Lingkungan Masyarakat. Bandung: PPS UPI (Tesis: Tidak Diperdagangkan).

Moekijat. (1991). Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju.

Moleong, J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Nata, A. (1996). Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Qardhawi, Y. (2001). Halal dan Haram. Bandung: Rabbani Press. Sadulloh, U. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta. Simorangkir. (1987). Tanggung Jawab Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudarsono. (1993). Etika Islam tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta Sumaatmadja, N. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi.

Bandung: Alfabeta.

Suparlan. (1993). Fungsi Pengawasan. Semarang: Aneka Ilmu.

Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Syaodih, N. (2005). Metode Penenlitian Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Tafsir, A. (1994). Ilmu Pendidikan dalam Persperktif Islam. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Tilaar, H.A.R. (2000). Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tirtarahardja. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Ulwan, A. (1990). Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Bandung: Asy Syifa. User, M. (1992). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya.


(6)

Wahana, P. (2007). Peranan Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Manusia. Yogyakarta: Yayasan Kota Kita.

Zuriah, N. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti. Jakarta: Bumi Aksara. ___________. (2003). UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Bandung: Citra Umbara.

___________. (2005). UU RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Bumi Aksara.