ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL (1)

Lumpur Lapindo
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo, merupakan peristiwa menyemburnya
lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa
Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 29 Mei 2006. Tragedi
‘Lumpur Lapindo’ dimulai pada tanggal 27 Mei 2006.Peristiwa ini menjadi suatu tragedi ketika
banjir lumpur panas mulai menggenangi areal persawahan, pemukiman penduduk dan kawasan
industri. Hal ini wajar mengingat volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 hingga 50 ribu meter
kubik perhari (setara dengan muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran besar). Akibatnya,
semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi
aktivitas perekonomian di Jawa Timur: genangan hingga setinggi 6 meter pada pemukiman; total
warga yang dievakuasi lebih dari 8.200 jiwa; rumah/tempat tinggal yang rusak sebanyak 1.683 unit;
areal pertanian dan perkebunan rusak hingga lebih dari 200 ha; lebih dari 15 pabrik yang tergenang
menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan lebih dari 1.873 orang; tidak berfungsinya sarana
pendidikan; kerusakan lingkungan wilayah yang tergenangi; rusaknya sarana dan prasarana
infrastruktur (jaringan listrik dan telepon); terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang
berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang
selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
Kesimpulan
Dari Uraian kasus diatas diketahui bahwa kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo Brantas
merupakan penyabab utama meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi pihak Lapindo malah
berdalih dan enggan untuk bertanggung jawab. Jika dilihat dari sisi etika bisnis, apa yang dilakukan

oleh PT. Lapindo Berantas jelas telah melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT. Lapindo
Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan
terjadinya bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan
sosial.Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT. Lapindo untuk
bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi aset-aset
mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang
mereka timbulkan.Hal yang dilakukan oleh PT. Lapindo telah melanggar prinsip – prinsip etika
yang ada, baik dari prinsip hak dan deontologi, utilitarisme, prinsip keadilan distributif, dan prinsip
kepedulian dan kebajikan.
Pengertian Etika Bisnis
1

Etka Bisnis merupakan penerapan etika secara umum terhadap perlaku bisnis. Secara lebih khusus
lagi makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan manajer dan
karyawan dari suatu organisasi perusahaan. (Griffin and Ebert, 1999: 82). Sedangkan Epstein (1989:
584-585) menyatakan etika bisnis menunjukkan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis
secara perorangan maupun secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai suatu isu, di mana
penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat. Melalui
pilihan nilai tersebut, individu atau organisasi akan memberikan penilaian apakah sesuatu yang

dilakukan itu benar atau salah, adil atau tidak adil serta memiliki kegunaan (utilitas) atau tidak.
Menurut Post et.al., (2002: 104) setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan untuk
menjalankan bisnisnya secara etis, yaitu:
1. Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis.
Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami
sorotan, kritik, bahkan hukuman.
2. Agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan stakeholders
lainnya.
3. Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
4. Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat
meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan hubungan
bisnis. Hal ini disebabkan oleh meningkatya kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat
hubungan bisnis terhadap pihak lainnya.
5. Agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun
kompetitor yang bertindak tidak etis.
6. Penerapan etika perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat menghindarkan
terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja.
7. Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah
agar perusahaan (yang diwakili para pimpinannya) tidak memperoleh sanksi hukum karena
telah menjalankan bisnis secara tidak etis.

Faktor-faktor yang Mendorong Timbulnya Masalah Etika Bisnis
Post et.al., (2002: 112-113) menguraikan empat faktor yang pada umumnya menjadi penyebab
timbulnya masalah etika bisnis di perusahaan, yaitu:
1. Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest) Ambisi
mengejar keuntungan untuk diri sendiri, bahkan sikap serakah dapat mengakibatkan masalah
etika.
2. Tekanan Persaingan terhadap Laba Perusahaan (Competitive Pressure on Profits) Ketika
perusahaan berada dalam situasi persaingan yang sangat keras, perusahaan sering kali
2

terlibat dalam berbagai aktivitas bisnis yang tidak etis untuk melindungi tingkat probabilitas
mereka.
3. Pertentangan antara Nilai-Nilai Perusahaan dengan Perorangan (Business Goals versus
Personal Values) Masalah etika dapat pula muncul pada saat perusahaan hendak mencapai
tujuan-tujuan tertentu atau menggunakan metode-metode baru yang tidak dapat diterima
oleh para pekerjanya.
4. Pertentangan Etika Lintas Budaya (Cross-Cultural Contradiction)
Etika Bisnis pada Berbagai Fungsi Perusahaan
1. Etika di Bidang Akuntansi dan Keuangan (Accounting and Financial Ethics) Fungsi
akuntansi merupakan komponen yang sangat penting bagi perusahaan. Para manajer

perusahaan, investor luar, pemerintah, instansi pajak dan serikat pekerja membutuhkan datadata akuntansi untuk membuat berbagai keputusan penting. Dengan demikian kejujuran,
integritas, dan akurasi dalam melakukan kegiatan akuntansi merupakan syarat mutlak yang
harus diterapkan oleh funsi akuntansi.
2. Etika di Bidang Keuangan (Financial Ethics) Skandal keuangan yang bersal dari
pelaksanaan fungsi keuangan secara tidak etis telah menimbulkan berbagai kerugian bagi
para investor. Pelanggaran etika dalam bidang keuangan dapat terjadi misalnya melalui
praktik window dressing terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan mengajukan
pinjaman ke bank.
3. Etika di Bidang Produksi dan Pemasaran (Production and Marketing Ethics) Untuk
melindungi konsumen dari perlakuan yang tidak etis yang mungkin dilakukan oleh
perusahaan, pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang Nomor Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Bab IV undang-undang ini dijelaskan
berbagai perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha, antara lain, pelaku usaha
dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan atandar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan,
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlaj dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut,
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah hitungan menurut ukuran
yang sebenarnya.

4. Etika di Bidang Teknologi Informasi (Information Technology Ethics) Hal-hal yang dapat
memunculkan permasalahan etika dalam bidang ini meliputi:
a. Serangan terhadap wilayah privasi seseorang
b. Pengumpulan, penyimpanan, dan akses terhadap informasi usaha terutama melalui
transaksi e-commerce

3

c. Perlindungan hak cipta yang menyangkut pembuatan software, musik dan hak kekayaan
intelektual (Spinello, 1997)
Richard T.de George menyebut bahwa etika bisnis menyangkut empat kegiatan sebagai berikut:
1. Penerapan prinsip-prinsip umum dalam praktik bisnis. Berdasarkan prinsi-prinsip etika
bisnis itu kita dapat menyoroti dan menilai apakah suatu keputusan atau tindakan yang
diambil dalam dunia bisnis secara moral dapat dibenarkan atau tidak. Dengan demikian
etik bisnis membantu para pelaku bisnis untuk mencari cara guna mencegah tindakan
yang dinilai tidak etis.
2. Etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada dunia bisnis,
tetapi juga metaetika. Dalam hubungan ini, etika bisnis mengkaji apakah perilaku yang
dinilai etis pada individu juga dapat berlaku pada organisasi atau perusahaan bisnis.
Selanjutnya etika bisnis menyoroti apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab

sosial atau tidak.
3. Bidang telaah etika bisnis menyangkut pandangan-pandangan mengenai bisnis. Dalam
hal ini, etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi pada umumnya dan sistem
ekonomi publik pada khususnya, misalnya masalah keadilan sosial, hak milik, dan
persaingan.
4. Etika bisnis juga menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi perusahaan
multinasional, jaringan konglomerat internasional, dan lain- lain.
4 pandangan dalam etika yaitu :


Pandangan utilitarian : keputusan etika dibuat semata-mata berdasarkan hasil atau akibat
keputusan itu. Seperti mendorong efisiensi dan produktifitas untuk memaksimalkan laba.



Pandangan hak : fokus pada penghormatan dan perlindungan hak kebebasan pribadi



Pandangan teori keadilan : para manajer memaksakan dan mendorong peraturan secara adil

dan tidak memihak. Itu dilakukan dengan mengikuti seluruh peraturan dan perundangundangan dibidang hukum.



Pandangan kontrak sosial terpadu : keputusan etika harus berdasarkan norma etika yang ada,
yang menyatakan benar atau salah.

PERBEDAAN ANTARA ETIKET DAN ETIKA
1. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Etiket menunjukkan cara
yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
Contoh : Seseorang yang bertamu ke rumah orang lain, harus mengetuk pintu dulu sebelum
4

masuk atau memberi salam. Dianggap melanggar etiket jika tamu langsung masuk dan
duduk tanpa dipersilahkan terlebih dahulu. Atau langsung masuk rumah dan berkata
“Dimana si A?” atau “Saya mencari si A”
Etika tidak terbatas pada cara yang dilakukannya suatu perbuatan; etika memberi norma
tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh
dilakukan, ya atau tidak.
Contoh :

’Berbicara kotor’ tidak pernah diperbolehkan. ’Jangan berbicara kotor’ merupakan suatu
norma etika. Tidak peduli orang berbicara kotor pada orang yang dikenal maupun orang tak
dikenal.
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Apabila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada
saksi mata, maka etiket tidak berlaku.
Contoh :
Jika di restoran mewah atau perjamuan para pejabat, orang tidak diperkenankan makan
dengan tangan. Dianggap melanggar etiket jika makan tidak pakai sendok dan garpu.
Etika selalu berlaku, juga kalau tidak ada saksi mata. Etika tidak tergantung pada hadir
tidaknya orang lain.
Contoh :
Perintah untuk mengembalikan barang orang lain atau barang yang dipinjam dari orang lain
selalu berlaku. Tidak peduli orang tersebut lupa atau tidak.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan bisa saja dianggap
sopan dalam kebudayaan lain.
Contoh :
Memakai pakaian terbuka bagi budaya timur tengah tidak diperbolehkan tetapi bagi budaya
barat itu hal yang biasa.
Etika bersifat / jauh lebih absolut.
Contoh :

’Jangan berzina’, ’Jangan selingkuh’, ’Jangan memfitnah’ merupakan prinsip-prinsip etika
yang tidak bisa ditawar-tawar atau mudah diberi ’dispensasi’
4. Jika berbicara tentang etiket, hanya memandang manusia dari lahiriahnya saja.
Contoh :
Anggota DPR yang membuat undang-undang dan menjadi wakil rakyat, namun dibelakang
bermain wanita, korupsi, bertindak anarkis saat rapat dan sebagainya.
Etika menyangkut manusia dari segi lahiriah dan batiniah.
Contoh :
5

Polisi yang benar-benar membela kebenaran, atau hakim yang memutuskan secara adil, atau
pengacara yang benar-benar berkata jujur tanpa dipengaruhi uang suap.
PERSAMAAN ETIKA DAN ETIKET


Menyangkut obyek yang sama yaitu manusia, istilah-istilah ini dan aplikasinya hanya



mengenai manusia.

Keduanya mengatur perilaku manusia secara normative, menyatakan apa yang harus
dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Pengertian Tanggung Jawab Sosial Manajer
Tanggung jawab sosial dalam perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) adalah
mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap
lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stockholders, yang melebihi
tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin dalam Saputri, 2011).

Dua Pandangan Tentang Tanggung Jawab Sosial:


Pandangan Klasik. Pandangan bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah



memaksimalkan laba.
Pandangan Sosial Ekonomi. Pandangan bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan
sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan sosial. (Robbins, 2003)


CED (Committee for Economic Development) membagi tanggung jawab sosial perusahaan ke
dalam tiga lingkaran tanggung jawab, yakni:
1. Lingkaran tanggung jawab terdalam (inner circle responsibilities) mencakup tanggung
jawab perusahaan untuk melaksanakan fungsi ekonomi yang berkaitan dengan produksi
barang dan pelaksanaan pekerjaan secara efisien serta pertumbuhan ekonomi.
2. Lingkaran tanggung jawab pertengahan (intermediate circle of responsibilities)
menunjukkan tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi, sementara pada saat
yang sama memiliki kepekaan kesadaran terhadap perubahan nilai-nilai dan prioritasprioritas sosial.
3. Lingkaran tanggung jawab terluar (intermediate circle of responsibilities) mencakup
kewajiban perusahaan untuk lebih aktif dalam meningkatkan kualitas lingkungan sosial.
Dimensi-dimensi tanggung jawab sosial perusahaan menurut Caroll (1979)
6

1. Economic responsibilities. Tanggung jawab sosial utama perusahaan adalah tanggung jawab
ekonimi karena lembaga bisnis terdiri dari aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang dan
jasa bagi masyarakat secara menguntungkan
2. Legal responsibilities. Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan menaati hukum dan
peraturan yang berlaku di mana hukum dan peraturan tersebut pada hakikatnya dibuat oleh
masyarakat melalui lembaga legislatif.
3. Ethical responsibilities. Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis
4. Discretionary responsibilities. Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat
memberikan manfaat bagi mereka. Ismail (2009: 184-185)

DAFTAR PUSTAKA

Griffin, Ricky W., dan Ebert, Ronald J., 1996. Business, Fifth Edition, Mc Graw Hill
Solihin, Ismail, 2009, Pengantar Manajemen, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Robbins, Stephen P., and Coulter, Mary, 2003. Management, Seventh Edition, Prentice Hall
Post, James E., and Lawrence, Anne T., and Weber, James, 2002. Business and Society: Corporate
Strategy, Public Policy, Ethics, Tenth Editions, McGraW-Hill.

7

Epstein, Edwin M. 1989, Business Ethics, Corporate Good Citizenship and the Corporate Social
Policy Process: A View from the United States, Journal of Business Ethics, Vol. 8, No. 8,
August.
Geolog Yakin Lumpur Lapindo adalah Mud Volcano 4,9 Juta Tahun, www.detik.com.25/9/2006
Lapindo Dinilai Berbohong Soal Dana Penanggulangan Lumpur, ,www.tempointeraktif.com,
9/03/2007
Studi

Kasus

Lumpur

Lapindo,http://www.slideshare.net/ChandraWijaya1/studi-kasus-lumpur-

lapindo
Etika dan etiket, http://andimaipadeapati.blogspot.com/2012/06/etika-etiket-profesi.html

TEORI
“ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
MANAJER”

8

Disusun oleh:
Anjar Saputra

142214028

Andi Setiawan

142214073

Wendita Lastrina

142214113

Sr. Kresentiana Yati, SMFA

142214119

Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta

9