PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI MELALUI PENYULUHAN UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KRITIS DI DESA MEKRJAYA KECAMATAN ARJASARI KABUPATEN BANDUNG.

(1)

ABSTRAK.………. KATA PENGANTAR……… DAFTAR ISI……….…. DAFTAR BAGAN………. DAFTAR TABEL ……… DAFTAR LAMPIRAN……….…. BAB I PENDAHULUAN ………...

A. Latar Belakang Masalah……… B. Identifikasi Masalah……….. C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian……… D. Definisi Operasional………. E. Tujuan Penelitian……….…. F. Kegunaan Penelitian………. G. Kerangka Pemikiran……….. BAB II LANDASAN TEORITIS ………

A. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa……… 1. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Orang Dewasa…… 2. Karakteristik Pembelajaran Orang Dewasa Pada Program

Penyuluhan Pemanfaatan Lahan Kritis ... B. Prinsip Pembelajaran dan Konsep Empowering Proses (Proses

Pemberdayaan)………... 1. Pengertian dan Strategi Pendekatan Proses Pemberdayaan 2. Karakteristik Proses Pemberdayaan……… 3. Pendidikan Non Formal Sebagai Suatu Proses

Pemberdayaan……….………. 4. Makna Pemberdayaan dalam Pendidikan Non Formal ….. 5. Strategi Pendekatan Proses Pemberdayaan……… 6. Beberapa Karakteristik Proses Pemberdayaan….………... 7. Karakteristik Pendidikan Non Formal Sebagai Suatu

Proses Pemberdayaan……….. -- i iv vii vii ix 1 1 7 9 10 12 13 14 19 19 19 22 25 25 28 31 34 35 36


(2)

2. Prinsip – Prinsip Penyuluhan ………... 3. Teknik dan Metode Penyuluhan………... 4. Perencanaan Penyuluhan...……….. 5. Evaluasi Proses Penyuluhan………. 6. Fungsi dan Peran Penyuluh... 7. Langkah-langkah Penyuluhan... 8. Penyuluhan Sebagai Upaya Pemecahan Masalah... D. Program Penyuluhan Pemanfaatan Lahan Kritis………...

1. Pengertian dan Tujuan Program Penyuluhan Pemanfaatan Lahan Kritis ... 2. Komponen – Komponen Program Penyuluhan ... 3. Proses Penyelenggaraan Penyuluhan ………. 4. Evaluasi Keterlaksanaan Program Penyuluhan Lahan

Kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung... BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….

A. Metode penelitian………. B. Subjek penelitian……….. C. Instrumen Penelitian………. D. Teknik Pengumpulan Data……… E. Teknik Analisis Data………. F. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian………. G. Cara Memperoleh Kepercayaan Hasil Penelitian…….……….. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian……….. 1. Keadaan Alam Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari

Kabupaten Bandung……….. 2. Keadaan Penduduk ……….. 3. Profil Pokja (Kelompok Kerja) Pemberdayaan Masyarakat

Petani Lahan Kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari ……… 40 43 47 53 55 61 63 67 69 69 69 75 78 79 79 83 86 87 90 92 95 98 100 100 101


(3)

Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari... 3. Model Pemberdayaan Masyarakat Petani Melalui

Penyuluhan Dalam Pengelolaan Lahan Kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari...

C. Pembahasan ……….……….

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……….

A. Kesimpulan ……….. B. Rekomendasi ………... DAFTAR PUSTAKA ……….….. LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….

131

134 150 176 176 178 184 188


(4)

Bandung tahun 2008 ... 7

Tabel 2 Penggunaan Lahan di Desa Mekarjaya tahun 2008 ... 101

Tabel 3 Komposisi Penduduk Menurut Usia ... 102

Tabel 4 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian tahun 2008 ... . 102


(5)

Bagan 2 Proses Pemberdayaan Masyarakat Petani pada Fase Pembekalan

(Pelatihan ) ... 139 Bagan 3 Proses Pemberdayaan Masyarakat Petani pada Fase Swakarsa ... 141 Bagan 4 Proses Pemberdayaan PPMP Fase Swadaya atau Pemandirian... 143 Bagan 5 Model Proses Pemberdayaan PPMP Melalui Penyuluhan /


(6)

Lampiran 3 Photo-Photo Kegiatan Penelitian... Lampiran 4 SK Bimbingan Tesis ... Lampiran 5 Catatan Bimbingan Tesis ...


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lahan atau kawasan yang terdiri dari air dan udara, merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia sebab setiap orang memerlukan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) untuk kehidupannya. Luas lahan atau kawasan yang tersedia dan bisa dimanfaatkan manusia sangat terbatas, sedangkan jumlah manusia yang memerlukan lahan atau kawasan semakin bertambah untuk berbagai keperluan. Terkait pemanfaatan lahan atau kawasan sebagian akhli mengatakan di dunia ini lahan yang dapat dihuni manusia sekita 1/3 dari luas dunia, dan hanya sekitar 1/3 dari luas tersebut yang dapat dihuni. Oleh karena itu semakin lama terasa seolah-olah lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) itu menjadi semakin sempit. Ketidakseimbangan antara persediaan lahan atau kawasan dengan kebutuhan, maka banyak menimbulkan berbagai persoalan yang semakin komplek.

Dewasa ini persoalan yang berkenaan dengan lahan atau kawasan sedang hangat diperbincangkan terutama oleh para ilmuwan dibidangnya, karena lahan atau kawasan sudah banyak yang kurang produktif. Di Indoensia lahan atau kawasan sudah banyak menurun kualitasnya, sehingga lahan atau kawasan itu tidak atau kurang produktif. Hal ini tentu saja akan jadi penghambat pembangunan terutama pembangunan dalam bidang pertanian, ditambah dengan kecepatan pertumbuhan penduduk yang masih sulit untuk dikendalikan sehingga makin sempitnya lahan untuk pertanian karena


(8)

kebutuhan lahan untuk pemukiman terus meningkat. Permasalahan berkenaan dengan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) harus menjadi perhatian dan pertimbangan semua pihak terutama para pakar kependudukan dan lingkungan hidup, agar pemanfaatan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) dapat efektif dan efesien. Di Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung dimana penelitian ini dilakukan persoalan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) khususnya berkenaan lahan kritis menjadi persolanan tersendiri yang penanganannya sedang terus diupayakan.

Beberapa referensi mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) menjadi kritis (1) faktor alam dan (2) faktor manusia. Faktor alam meliputi (a) pencucian, yang dimaksud pencucian pada lahan atau kawasan adalah peristiwa hilangnya humus atau bunga tanah karena pengangkutan secara berangsur-angsur oleh rembesan air dari lapisan permukaan ke lapisan tanah di bawahnya. Sehingga lapisan permukaan lahan kurang atau tidak produktif karena kehilangan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, (b) erosi adalah peristiwa lepasnya butiran-butiran lahan atau kawasan akibat terkikis oleh air atau angin. Erosi dapat dibedakan atas tiga macam, erosi permukaan, yaitu pengikisan lahan atau kawasan bagian permukaan yang berlangsung secara menyeluruh dan selanjutnya terhanyutlah secara merata ke kaki, lereng dan dataran yang lebih rendah. Erosi alur yaitu erosi pada lahan atau kawasan yang mempunyai kemiringan, walaupun kemiringan itu sedikit. Sewaktu hujan turun dan airnya mengalir kebawah, pada tempat-tempat tertentu sering terkonsentrasi


(9)

(genangan) air. Pada tempat-tempat konsentrasi itu timbul daya lajunya air. (c) erosi parit yaitu kelanjutan dari erosi alur, dimana bagian-bagian lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) yang terkikis terjadi dengan hebat, sehingga alur-alur berubah menjadi parit-parit yang lebar serta dalam.(2) faktor budaya manusia, kerusakan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) atau lingkungan sebagian besar diakibatkan oleh budaya manusia, karena manusia selalu ingin meningkatkan taraf hidupnya baik kuantitas maupun kualitasnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, manusia berusaha menggali sumber daya alam semaksimal mungkin, tanpa menghiraukan pelestariannya, ditambah pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, sehingga akhirnya lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) dengan sumber daya alamnya menjadi kritis. Adapun kegiatan manusia yang dapat merusak lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) menjadi kritis yaitu; (a) sistem penanaman, sistem penanaman yang salah yaitu yang tidak memperhatikan vegetasi dan rotasi jenis tanaman. Vegetasi tanaman yang baik berupa rumput-rumput, tanaman legum, semak-semak ataupun berbagai pohon-pohon yang dapat menutup seluruh permukaan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara), sehingga kondisi lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) stabil ketahannya terhadap pengingkisan dan penghayutan oleh aliran air permukaan serta sangat baik dalam absorbsinya bagi tata air di dalam lahan atau kawasan (tanah, air dan udara). Rotasi tanaman yang tidak teratur juga mempercepat kerusakan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) terutama lapisan atas lahan atau kawasan (tanah, air dan udara). Hal tersebut dapat dilakukan dengan penanaman bergilir. (b)


(10)

pengolahan lahan atau kawasan yaitu menciptakan keadaan lahan atau kawasan yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan lahan atau kawasan yang dilakukan kurang baik pada waktu sekarang akan berakibat tidak baiknya kualitas lahan atau kawasan selanjutnya, (c) penggundulan hutan, hutan dengan pohon-pohonnya yang berdaun lebat dapat membentuk tirai pelindung bagi permukaan lahan atau kawasan serta tanaman kecil, semak-semak dan tanaman lain yang tumbuh dibawahnya. Selanjutnya hutan yang lebat akan menghasilkan dedaunan dan ranting yang lapuk sehingga menyuburkan lahan dan akibat tebalnya permukaan tanah dengan dedaunan yang lapuk menyebabkan air hujan tidak langsung ke lahan dan kalaupun ada menyerap ke dalam lahan tersebut. Tetapi sebaliknya bila hutan gundul air hujan akan langsung jatuh ke tanah atau lahan. Akibat derasnya hujan, lahan tidak dapat menyerap air, akibatnya air hujan mengalir ketempat yang miring dan membawa material lahan, akhirnya lahan menjadi terkikis dan terjadilah banjir.

Persoalan mendasar terkait lahan kiritis sesungguhnya bersumber dari manusia itu sendiri yang dapat berperan sebagai pemelihara sumber daya alam dan sebagai pemanfaat atau pengguna. Kondisi masyarakat atau penduduk yang terbelakang dan miskin pada umumnya berada pada kawasan hutan/lahan kritis, dimana hutan/lahan tidak terpelihara secara maksimal, sehingga hutan menjadi kritis dan tidak produktif. Hutan, lahan yang tidak produktif menyebabkan lingkungan akan rusak sehingga muncul bencana alam,


(11)

masyarakat sekitar hutan tidak memperoleh sumber penghidupan yang layak sehingga jatuh miskin.

Kemiskinan menurut Selo Sumardjan, (dalam Depdikbud 1999;3) Diistilahkan dengan kemiskinan struktural yaitu sebagai kemiskinan yang diderita oleh golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Yang termasuk golongan ini diantaranya para petani yang tidak memiliki lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) sendiri, petani pemilik lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) yang terlalu sempit sehingga hasilnya tidak mencukupi kebutuhan makan sendiri dan keluarganya, kaum buruh yang tidak terpelajar dan terlatih, pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas pemerintah. Pada sisi lain dikenal juga istilah kemiskinan absolut yaitu situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makan, pakaian, dan perumahan, yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kehidupan minimal.

Pada sisi lain, Parwoto, (1998), melihatnya bahwa kemiskinan juga dapat dilihat dari segi pendapatan dan pengeluaran belanja, tingkat kesejahteraan sosial, dan proses pembangunan yang dilakukan pemerintah.

Kemiskinan ditanggapi tidak hanya sekedar sebagai kondisi ketidakadaan harta. Malik Fajar (1998) memberikan gambaran kemiskinan dapat dilukiskan sebagai suatu sistem jaringan (poverty web) dan dalam jaringan itu terangkai kondisi-kondisi atau kualitas yang serba tidak menguntungkan bagi kehidupan manusia yang bermartabat, yang terangkai dalam jaringan kemiskinan adalah :

1. Tidak memiliki peluang untuk mendapatkan modal dan kredit, tidak memiliki inprastruktur dan peluang untuk mendapatkan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.

2. Tekanan penduduk, degradasi lingkungan sebagai akibat eksploitasi secara berlebihan.

3. Rendah penghasilan, tingkat konsumsi, indikator-indikator sosial, rendah kedudukan sosialnya, dan mengalami marginalisasi, bentuk dan kondisi perumahannya, serta tidak memiliki sanitasi, tidak bisa


(12)

mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan.

4. Rendah daya kemampuannya untuk menjadi tenaga kerja, rendah

produktivitasnya, kurang daya tanggapnya, kurang bisa memanfaatkan pelayanan-pelayanan (kebutuhan) dasar yang tersedia, dan tenaga kerja

anak-anak.

5. Rendah rasa harga diri, fatalisme, diselimuti tahyul-tahyul, masa bodoh, kurang percaya diri, dan hidup tidak teratur.

6. Mengidap kemelaratan, mengalami keterampasan (sosial, kultur, politik, ekonomi, dan sebagainya). Diskriminasi, pengucilan, kurang mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan tambahan penghasilan.

7. Tidak sehat, kurang nutrisi, mengidap berbagai penyakit, harapan hidup rendah, kematian bayi tinggi, dan jumlah anggota keluarga besar. 8. Buta aksara (fungsional) tingkat pendidikan rendah, kurang memiliki

akses terhadap informasi dan kesehatan, keluarga berencana dan ekonomi pasar.

Majalah Diklusepora, (Nomor 2 th. 1998;23-27)

Upaya penanganannya memerlukan pemikiran dan kerangka konseptual serta aksi-aksi yang nyata dan menyentuh akar permasalahan. Philip H. Coombs dan Manzoor Akhmed (1989) berkeyakinan bahwa program-program Pendidikan Nonformal memiliki peran yang strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan. Ruwiyanto, (1994;1) mengemukakan bahwa

”Pendidikan masyarakat merupakan salah satu penemuan paling menentukan dalam abad ini yang lebih hebat dari pendidikan formal, belum dihargai sebagaimana seharusnya. Pendidikan Nonformal dapat digunakan dengan lebih efisien dan efektif untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk segala strata ekonomi, strata sosial, dan strata pendidikan disamping dapat pula untuk ikut memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang mendesak atau meresahkan. ”

Melihat kutipan di atas, jelaslah bahwa Pendidikan Nonformal memiliki peranan yang sangat penting dalam memecahkan permasalahan yang terjadi di masyarakat, seperti kemiskinan.


(13)

B. Identifikasi masalah

Persoalan mendasar terkait lahan kiritis sesungguhnya bersumber dari manusia yang dapat berperan sebagai pemelihara sumber daya alam dan sebagai pemanfaat atau pelestari. Kondisi masyarakat atau penduduk yang terbelakang dan miskin pada umumnya berada pada kawasan hutan/lahan kritis, dimana hutan/lahan tidak terpelihara secara maksimal, sehingga hutan menjadi tidak produktif. Hal ini menyebabkan lingkungan akan rusak sehingga muncul bencana alam, dan masyarakat sekitar hutan tidak memperoleh sumber penghidupan yang layak sehingga jatuh miskin. Kemiskinan dan lahan kritis menjadi permasalahan yang dihadapi masyarakat Desa Mekarjaya khsusunya masyarakat yang tergabung pada kelompok tani Mekarsari. Di sisi lain program-program penyuluhan dan penanganan lahan kritis telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Seperti di bawah ini adalah data lahan reboisasi yang dilakukan pemerintah daeran Kabupaten Bandung.

Tabel I (satu)

Daftar Lokasi kegiatan “Gerhan” Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung tahun 2008

No (1) Desa (2) Kelompok Tani (3) Ketua KT (4) Jumlah Anggota (5) Jenis Kegiatan (6)

1 Lebakwangi (blok Pasir

luhur/Gn Korang) Girimukti

Acep

Karyat 34 Hr:25 ha 2 Mekarjaya (Pasir Jati) Mekarahayu Otas

Wahpuda 70 Hr:25 ha 3 Baros Karyabhakti

Tani

Mohamad

Yahya 40 Hr:25 ha 4 Mangunjaya(pair

luhur/Situjaya Mekarsari

Adang

Marta 60 Hr:25 ha 5 Wargaluyu (sodadap) Saluyu Rukanda 32 Hr:25 ha 6 Arjasari (Pasirjampana) Guruminda III UU


(14)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

7 Pinggir sari Gn. Sela Pasir

Laja Sukamaju

Aman

Sukandi 30 Hr:25 ha 8 Ancol Mekar (pasir sereh) Wargi Tani Enje 50 Hr:25 ha 9 Patrol Sari (cijati) Riksa Tani E. Sutisna 50 Hr:25 ha Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung tahun 2008

Penanganan lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2003. Upaya kearah sana melalui penyuluhan-penyuluhan sudah dilaksanakan, namun upaya-upaya tersebut belum dapat membuahkan hasil yang optimal. Lahan kritis semakin bertambah dan kemiskinanpun semakin meningkat. Ada beberapa kemungkinan ketidakberhasilan program-program penyuluhan tersebut, misalnya keadaan cuaca, kurangnya antusiasme masyarakat petani dalam mengikuti penyuluhan atau kurang seriusnya pemerintah dan unsur-unsur terkait dalam menyelenggarakan penyuluhan.

Mencermati uraian tentang kondisi masyaralat Desa Mekarjaya khususnya dan Kecamatan Arjasari umumnya, dan upaya-upaya penyuluhan dan penanganan lahan kritis yang telah dilakukan, menarik untuk ditelaah dan dikaji lebih dalam lagi. Untuk itu penelitian ini menjadi penting untuk mengungkap aspek-aspek yang termuat pada rumusan dan pertanyaan penelitian, sehingga dapat diketahui proses dan hasil yang dicapai dari program penyuluhan dimaksud.


(15)

C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan terdahulu maka dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut :

Bagaimana Proses Pemberdayaan Masyarakat Petani melalui Penyuluhan dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Lahan Kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan terdahulu maka pertanyaan penelitian meliputi :

a. Bagaimana proses perencanaan kegiatan atau program penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung ?

b. Bagaimana proses penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung tersebut berlangsung ?

c. Bagaimana hasil kegiatan penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung?

d. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung ?


(16)

D. Definisi Operasional

1. Pemberdayaan

Dalam penelitian ini yang dimaksud pemberdayaan / empowering adalah proses peningkatan kemampuan seseorang, baik dalam arti pengetahuan, keterampilan maupun sikap agar dapat memahami kekuatan-kekuatan sosial ekonomi dan atau politik sehingga dapat memperbaiki kedudukannya di masyarakat. Dalam arti luas pemberdayaan / empowering tidak hanya terbatas pada individu atau perorangan, tetapi dapat pula pada kelompok, bahkan juga berlaku untuk lembaga .

2. Penyuluhan

Secara etimologi penyuluhan berasal dari kata counseling yang artinya nasihat yang diberikan oleh seorang ahli disamping itu penyuluhan juga berasal dari kata suluh yang berarti penerangan. Rochman Natawidjaja (1987 : 32) mengemukakan definisi penyuluhan sebagai berikut :

"Penyuluhan adalah hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seorang (yaitu penyuluh) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang".

Prayitno (1983 : 38) mendefinisikan penyuluhan sebagai "pertemuan empat mata antara klien dan penyuluh yang berisi usaha yang laras, unik, dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku". Dari dua pengertian di atas dapat dikatakan bahwa penyuluhan adalah suatu kegiatan pemberian bantuan dalam bentuk pertemuan (langsung atau tidak langsung) dari penyuluh


(17)

kepada sasaran (individu/kelompok) yang dilakukan secara terencana dan sistematis, dan didasarkan atas norma-norma yang berlaku. Penyuluhan dalam penelitian ini difokuskan pada penyuluhan petanian yang dimaknai sebagai upaya pemberdayaan petani dengan sistem pendidikan non formal di bidang pertanian agar memiliki kompetensi di bidang ilmu dan teknologi, wirausaha, managerial, bekerja dalam tim, berorganisasi, bermitra usaha, dan memiliki integritas moral yang tinggi sebagai pengusaha pertanian yang meliputi usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan Melalui penyelenggaraan penyuluhan pertanian, sosok petani, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian mandiri dan bermoral yang diharapkan adalah

3. Pengelolaan

Adalah kegiatan pengaturan atau pengurusan (Depdikbud,1997;2), yang dimaksud dengan pengelolaan disini adalah upaya menggerakkan kegiatan atau upaya mengurus dan melaksanakan mencakup; (1) mengatur pekerjaan atau kerjasama yang baik untuk mencapai sasaran, (2) berwenang dan bertanggungjawab membuat rencana, mengatur, memimpin, mengawasi pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sasaran. Jadi yang dimaksud pengelolaan di sini adalah kegiatan atau upaya dalam mengolah lahan kritis untuk menjdi lebih produktif, khususnya lahan kritis yang ada di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.


(18)

4. Lahan kritis

Adalah lahan atau kawasan yang ada diambang tidak produktif, akibat pencucian, erosi alam dan budaya manusia, (2) makin kirtis suatu lahan, makin rendah kemampuan lahan tersebut untuk digunakan lahan pertanian, (3) penyengkedan, pemupukan, sistem drainase dan sistem penanaman, merupakan usaha manusia untuk mengatasi lahan kritis.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi secara empiris tentang pemberdayaan masyarakat petani melalui penyuluhan. Dengan tercapainya tujuan ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam memperkaya serta mengembangkan teori yang berhubungan dengan kegiatan pembinaan petani melalui penyuluhan pada khususnya, dan kegiatan pendidikan luar sekolah pada umumnya.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mendeskripsikan proses perencanaan kegiatan program penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung

b. Mendeskripsikan proses penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung tersebut berlangsung


(19)

c. Mendeskripsikan hasil kegiatan penyuluhan dalam upaya peningkatan Produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung

d. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.

F. Kegunaan Penelitian

Temuan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memperkaya pengetahuan yang berhubungan dengan penyuluhan, sehingga berdasarkan temuan empiris ini kegiatan penyuluhan dapat dikembangkan pada satuan-satuan pendidikan Nonformal lainnya secara baik dalam prinsip adaptabilitas (penyesuaian). Di sisi lain temuan hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan upya pengembangan sumber daya manusia, khususnya melalui penyuluhan.

Secara lebih rinci dapat dikemukan bahwa temuan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dilihat dari aspek teoritis maupun praktis.

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hasil kajian lapangan tentang pengembangan program Pendidikan Nonformal, khususnya tentang model penyuluhan dan pemberdayaan masyaryakat.


(20)

b. Mengembangkan konsep atau teori-teori yang telah ada dalam Pendidikan Nonformal, khususnya teori pembelajaran, penyuluhan dan pemberdayaan.

c. Memberikan sumbangan pemikiran untuk mendukung hasil-hasil penelitian tentang Pendidikan Nonformal dalam objek dan kondisi yang berbeda.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

a. Penentu kebijakan di Tingkat kelompok, Desa, kecamatan dan Dinas pertanian terkait dengan penyelenggaraan kegaitan penyuluhan pemanfaatan lahan kritis.

b. Sebagai masukan bagi penyuluh dan tenaga kependidikan lainnya dalam melaksanakan peran dan pemerannya masing-masing, sehingga kegiatan penyuluhan khususnya penyuluhan pemanfaatan lahan kritis dapat mencapai hasil optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan pada gilirannya nanti dapat meningkatkan sumber manusia itu sendiri, khususnya para petani lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.

G. Kerangka Pemikiran

Lahan atau kawasan yang terdiri dari air dan udara, merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia sebab setiap orang memerlukan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) untuk kehidupannya. Luas lahan atau


(21)

kawasan yang tersedia dan bisa dimanfaatkan manusia sangat terbatas, sedangkan jumlah manusia yang memerlukan lahan atau kawasan semakin bertambah untuk berbagai keperluan.

Di Indoensia lahan atau kawasan sudah banyak menurun kualitasnya, sehingga lahan atau kawasan itu tidak atau kurang produktif. Hal ini tentu saja akan jadi penghambat pembangunan terutama pembangunan dalam bidang pertanian, ditambah dengan kecepatan pertubuhan penduduk yang masih sulit untuk dikendalikan yang makin sempitnya lahan untuk untuk pertanian dan pemukiman.Oleh karena itu masalah lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) harus menjadi perhatian dan pertimbangan semua pihak terutama para pakar kependudukan dan lingkungan hidup, agar pemanfaatan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) dapat efektif dan efesien.

Di Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung dimana penelitian ini dilakukan persoalan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) khususnya berkenaan lahan kritis menjadi persolanan tersendiri yang penanganannya masih terus di upayakan. Lahan kritis banyak menimbulkan dampak negative bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Adapun dampak negative tersebut adalah sebagai berikut: (1) kemunduran dalam bidang pertanian, sektor pertanian merupakan titik berat pembangunan ekonomi nasional. Akibat lingkungan yang rusak, lahan atau kawasan tidak subur, dimusin kemarau air sangat sulit dan dimusim hujan terjadi banjir, akan berpengaruh bersar terhadap produktivitas lahan pertanian. (2) kemunduran bidang perindustrian, industri juga memerlukan bahan baku yang berasal dari


(22)

alam dan hutan, sehingga kalau lingkungan baik (hutan) terpelihara dengan baik maka bahan baku untuk keperluan industri dapat tersedia dalam jumlah yang cukup dan ada setiap saat. (3) mendatangkan bencara alam, adanya lahan kritis akan menimbulkan bencana alam, berupa banjir, longsong, dan erosi lahan atau kawasan (tanah, air dan udara). Lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 45‘ seharusnya tidak dijadikan lahan pertanian, melainkan harus dijadikan hutan-utan rakyat untuk mencegah terjadinya bencana alam, sebagaimana kebijakan yang di keluarkan pemerintah.

Kegiatan Penyuluhan masyarakat tentang produktivitas pemanfaatan lahan kritis, sesungguhnya adalah proses pemberdayaan. (Empowering Process), Kindervatter (1979) yakni proses peningkatan kemampuan pada diri seseorang, kelompok atau lembaga agar dapat memahami dan mengontrol kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi, dan atau politik sehingga dapat memperbaiki kedudukannya di dalam masyarakat. Dalam hal ini pengertian kemampuan tersebut mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Dalam Pembelajaran proses pemberian kekuatan tersebut mempunyai delapan pokok, yaitu : (1) belajar dilakukan dalam kelompok–kelompok kecil, (2) pemberian tanggungjawab yang besar terhadap warga belajar selama kegiatan pembelajaran berlangsung, (3) kepemimpinan kelompok diperankan oleh warga belajar, (4) sumber belajar bertindak sebagai fasilitator, (5) proses belajar berlangsung secara demokratis, (6) adanya kesatuan pandangan dan langkah (dalam mencapai tujuan), (7) menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang dapat menimbulkan rasa percaya diri dari warga belajar,


(23)

dan (8) bertujuan akhir meningkatkan status sosial, ekonomi, dan atau politik warga belajar dalam masyarakat.

Pembelajaran menurut konsep Andragogi, pembelajaran bagi orang dewasa harus disadari sepenuhnya bahwa orang dewasa belajar bukan dengan cara digurui atau diajar. Orang dewasa lebih tepat dikatakan “dibimbing” untuk belajar. Adanya proses bimbingan yang dilakukan kepada orang dewasa diharapkan adanya perubahan perilaku. “Perubahan perilaku bergantung dari perubahan sikap dan penambahan pengetahuan serta keterampilan”. AG. Lunandi, (1993;15). Dengan demikian fungsi pembimbing adalah; (1) penyebar pengetahuan, (2) pelatih keterampilan, (3) perancang pengalaman belajar kreatif.

Belajar sebagai hasil dan proses, para pakar pendidikan dan psikologi masih belum seragam dalam memberikan pengertian tentang belajar. Pengertian yang dikemukakan oleh para pakar tersebut dilatar belakangi oleh empat faktor, yaitu: (1) latar belakang keluarga, (2) latar belakang pendidikan, (3) latar belakang lingkungan, (4) latar belakang pengalaman hidup Mozes. (1992). Seperti Gagne dalam D. Sudjana, (1993) mengemukakan bahwa belajar adalah “ perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui usaha orang lain, dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah“. Apa yang dikemukakan Gagne pada dasarnya merupakan usaha yang disengaja oleh seseorang yang bertujuan untuk mencapai sesuatu perubahan yang ingin dicapai. Menurut Travers belajar adalah suatu proses yang


(24)

menghasilkan penyesuaian tingkahlaku. Dari pengertian tersebut ada dua hal yang ditekankan (1) belajar sebagai proses dan (2) belajar sebagai hasil. Maknanya dari proses pembelajaran diharapkan ada hasil yang diperoleh.

Philip H. Coombs dan Manzoor Akhmed (1989) berkenyakinan bahwa program-program Pendidikan Nonformal memiliki peran yang strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan. Ruwiyanto, (1994;1) mengemukakan bahwa “pendidikan masyarakat merupakan salah satu penemuan paling menentukan dalam abad ini yang lebih hebat dari pendidikan formal, belum dihargai sebagaimana seharusnya. Pendidikan nonformal (Pendidikan Nonformal) dapat digunakan dengan lebih efesien dan efektif untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk segala strata ekonomi, strata sosial, dan strata pendidikan, disamping dapat pula untuk ikut memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang mendesak atau meresahkan “.

Program Pendidikan Nonformal yang inovatif baik dilihat dari isi, proses pembelajaran adalah merupakan suatu tuntutan yang mutlak dalam upaya ikut menyehatkan bangsa ini agar kita dapat kembali membangun dan mengejar ketertinggalan dengan negara lain. Inovasi program atau gagasan baru program adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan program-program baru yang lebih efektif, efesien dan produktif untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. Inovasi program perlu dilakukan sebagai upaya proaktif untuk menanggapi secara arif dan bijaksana terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat.


(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran tentang “proses pemberdayaan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung”. Sesuai dengan maksud penelitian ini, maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Penggunaan pendekatan kualitatif ini dengan alasan peneliti ingin mengkaji secara lebih mendalam proses pemberdayaan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis.

Berkenaan dengan pendekatan kualitatif, Lexy J. Moleong (1996;3) mengemukakan bahwa ; “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh)”. Sejalan dengan itu S. Nasution (1996;5) mengemukakan “Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berintegrasi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya”. Dengan demikian metode kualitatif lebih mengutamakan kemampuan peneliti untuk mengakrabi fokus permasalahan yang diteliti.


(26)

Dalam penelitian ini digunakan metode studi kasus. Studi kasus ini adalah “mempelajari secara intensif tentang suatu latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial; individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat” Suryabrata Sumardi, (1985 :23). Dalam penelitian ini peneliti ingin memperoleh gambaran yang rinci dan mendalam tentang proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis, disini akan melihat perilaku tenaga kependidikan yang meliputi penyuluh, nara sumber teknis, pemantau, pengelola, dan peserta penyuluhan proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis .

Berkenaan dengan penggunaan metode penelitian kualitatif Mohammad Ali (1993;160-162) menjelaskan bahwa ada lima ciri penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu :

1. Tatanan alami merupakan sumber data yang bersifat langsung dan peneliti itu sendiri menjadi instrumen kunci. Dalam melaksanakan penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan waktu yang cukup lama untuk langsung berbaur dengan situasi yang sebenarnya sebagai sumber data. Meskipun peneliti sendiri menggunakan alat, seperti tape recorder, catatan lapangan, namun semua itu bermakna bila peneliti memahami konteks terjadinya atau munculnya suatu peristiwa. Kunci keberhasilan penelitian ini terletak pada pemahaman peneliti pada kontek suatu peristiwa atau gejala.


(27)

2. Penelitian bersifat deskriptif, penelitian kualitatif hanya bersifat mendeskripsikan, maka data atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti, dengan menunjukkan bukti-buktinya. Pemaknaan terhadap fenomena itu banyak bergantung pada kemampuan dan ketajaman peneliti dalam menganalisisnya. Dalam melakukan analisis peneliti mengajukan berbagai pertanyaan yang bersifat radikal, sehingga pemaknaan terhadap suatu gejala saja, dalam deskripsi bersifat luas, dan tajam.

3. Penelitian kualitatif memerdulikan (mementingkan) proses, bukan hasil atau produk. Berbeda dengan umumnya penelitian, terutama penelitian kuantitatif yang memerdulikan produk atau hasil, dalam penelitian kualitatif keperduliannya adalah proses, seperti interaksi tertentu. Oleh sebab itu, dalam penelitian kualitatif pertanyaan yang diajukan lebih bersifat radikal, seperti mengapa menggunakan model pembelajaran melalui penyuluhandalam . Untuk itu diperlukan jawaban melalui penelitian dan analisis yang luas, kompleks, dan mendalam.

4. Analisis datanya bersifat induktif. penelitian kualitatif tidak berupaya mencari bukti-bukti untuk pengujian hipotetis yang diturunkan dari teori, seperti halnya dalam pendekatan kuantitatif. Akan tetapi, peneliti berangkat kelapangan untuk mengumpulkan berbagai bukti melalaui penelaahan terhadap fenomena, dan berdasarkan hasil penelaahan itu dirumuskan teori. Penelitian kualitatif bersifat dari bawah keatas sedangkan peneliti kuantitatif sebaliknya dari atas kebawah. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif teori yang dirumuskan diikuti teori yang diangkat dari dasar atau grounded theory.


(28)

Walaupun demikian bukan berarti peneliti berangkat kelapangan tanpa pegangan atau perencaranaan. Demikian juga dalam penelitian ini peneliti dalam mengumpulkan data dari lapangan telah mempersiapkan kerangka atau acuan yang bersifat asumsi teoritis sebagai pengorganisasian kegiatan pengumpulan data.

5. Keperdulian penelitian kualitatif adalah pada “makna” dalam Penelitian kualitatif, keikutsertaan peneliti dalam suatu proses atau interaksi dengan tatanan (setting) yang menjadi objek penelitiannya merupakan salah satu kunci keberhasilan. Dalam keikutsertaan itu peneliti tidak menangkap makna sesuatu dari sudut pandangannya sendiri sebagai orang luar, tetapi dari pandangan peneliti sebagai subjek yang ikut serta dalam proses dan interaksi.

Pada penelitian kualitatif, angka dan tabel bisa saja ditemukan hanya formulasi statistik tidak digunakan ketika menganalisa datanya. Data penelitian berbentuk deskriptif dari ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) seperti nara sumber teknis, penyuluh, fasilitator, pemantau, pengelola, dan peserta program (auden) proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di desa Mekarjaya kecamatan Arjasari kebupaten Bandung. Menurut Noeng Muhadjir, (1996;149-150) walau hasil penelitiannya disajikan dalam bentuk narasi, tetapi kebenarannya memenuhi metodologi ilmiah jika telah memenuhi prosedur penelitian kualitatif yang dianjurkan. Selanjutnya Noeng Muhadjir mengemukakan pendekatan kualitatif adalah bercirikan: “ (1) berfokus penemuan yang berkonteks kerangka kerja sosial, budaya, dan sejarah, (2) dilakukan


(29)

didalam suatu kerangka teori, ada sedikit pertanyaan untuk mengarahkan penelitian dan pertanyaan muncul selama investigasi, (3) peneliti terlibat secara intensif didalam situasi sosial pada saat penelitian, (4) instrumen utama penelitian adalah peneliti, untuk mendapatkan setting sosial yang terjadi, (5) interview informal didalam bentuk obrolan bisa juga digunakan untuk melengkapi observasi, (6) dokumen pribadi juga dapat memberikan kedalaman dalam latar belakang keadaan yang ada, (7) metode dan pertanyaan yang beragam juga digunakan untuk melengkapi metode kualitatif dan hasilnya bisa diintergrasikan oleh peneliti, (8) pengumpulan dan analisis data dilakukan pada saat penelitian berlangsung yang merupakan hasil dari inquiri, (9) peneliti berupaya tidak mempengaruhi proses kehidupan sosial subjek penelitian, (10) peneliti harus mempertimbangkan audien kepada siapa ia memberikan laporan dan perhatian utama yang dilaporkan, (11) laporan penelitian didesiminasikan, dengan memasukan masalah etik yang terjadi dan dirasa bertentangan oleh peneliti pada saat penelitian, (12) peneliti memonitor materi desiminasi dan melengkapinya berdasarkan feed back terhadap apa yang telah diteliti”.

B. Subjek Penelitian

Subjek kajian dalam penelitian ini adalah penyuluh, peserta program (audien) proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung. Agar penelitian ini lebih mendalam maka fokus dalam penelitian ini adalah penyuluh pertanian sebanyak 2 (dua) orang dan peserta program (anggota masyarakat kelompok tani) di Desa Mekarjaya Kecamatan


(30)

Arjasari Kabupaten Bandung sebanyak 10 (sepuluh) orang. Untuk keperluan triangulasi dan sebagai pelengkap informasi peneliti akan memanfaatkan beberapa informan yang dipandang dapat memberikan informasi penting atau informasi tambahan tentang subyek penelitian yang diteliti. Adapun para informan tersebut adalah pengelola sebanyak 1 (satu) orang, pemantau (pengendali program) dari unsur Dinas Pertanian Kabupaten Bandung 1 (satu) orang, Tokoh masyarakat pemerhati lingkungan di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari, dan anggota masyarakat yang telah mengikuti penyuluhan pada angkatan terdahulu sebanyak 2 orang. Informan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi tentang proses pembelajaran dan informasi lain dalam proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di desa Mekarjaya kecamatan Arjasari kebupaten Bandung.

Alasan hanya dipilihnya 2 (dua) orang penyuluh dan 10 (sepuluh) orang anggota masyarakat (anggota kelompok tani) yang dijadikan subjek penelitiannya adalah : bahwa penyuluh pada program proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung memang lebih dari dua tetapi yang intensif melakukan penyuluhan adalah dua orang, sehingga peneliti menetapkan pilihan tersebut. Sedangkan 10 (sepuluh) warga masyarakat (anggota kelompok tani) yang dipilih merupakan anggota kelompok tani yang aktif dan dianggap telah sukses dari dua puluh anggota kelompok tani yang aktif atau dari 35 anggota kelompok yang tercatat, walaupun kesepuluh anggota kelompok


(31)

bervariasi aktivitasnya dalam kelompok. Anggota kelompok tani ini telah cukup lama mengikuti kegiatan .

Sumber data yang dipilih juga mempertimbangkan beberapa persyaratan, sebagai mana dikemukakan oleh Sanafiah Faisal (1994;151) kriteria yang perlu dipertimbangkan didalam menentukan sumber data penelitian kualitatif, yaitu (1) subjek sudah cukup lama dan intensif, menyatu didalam kegiatan atau bidang yang menjadi bagian penelitian, (2) subjek masih aktif, atau terlibat penuh didalam kegiatan atau bidang tersebut, (3) subjek memiliki waktu yang cukup untuk dimintai informasi, (4) subjek di dalam memberi informasi tidak cenderung atau dikemas terlebih dahulu, (5) objek masih asing bagi peneliti sehingga lebih tertantang untuk belajar sebanyak mungkin tentang objek tersebut. Untuk memvalidasi data dengan cara triangulasi, data juga diambil dari subjek penelitian yang lain, yaitu dari beberapa informan yang dipandang dapat memberikan informasi penting atau informasi tambahan tentang subjek yang diteliti. Adapun para informan tersebut adalah pengelola sebanyak 1 (satu) orang, pemantau (pengendali program) dari unsur Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 1 (satu) orang, Tokoh masyarakat pemerhati lingkungan di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari, dan anggota masyarakat yang telah mengikuti penyuluhan pada angkatan terdahulu sebanyak 2 orang. Pemilihan subjek penelitian inipun didasarkan pada persyaratan yang telah dikemukakan di muka, serta peran serta mereka sebagai pemberdaya dalam memberdayakan para petani lahan kritis.


(32)

C. Instrumen Penelitian

Sesuai prinsip penelitian kualitatif, instrumen yang digunakan adalah peneliti sendiri. Agar dapat mengungkap makna suatu fenomena sosial yang terjadi. Oleh karena itu di dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen penelitian. Peneliti sebagai instrumen penelitian sangat menentukan kelancaran, keberhasilan, hambatan, atau kegagalan di dalam pengumpulan data yang diperlukan. Keadaan ini sangat erat kaitannya dengan sikap dan perilaku serta pengetahuan dasar peneliti, tentang penelitian kualitatif. Karena itu peneliti sebagai instrumen penelitian berupaya semaksimal mungkin bersikap dan berprilaku seperti yang dikemukakan oleh S Tylor dan R Bogdan (dalam Moleong, 1996;153) yaitu “(1) peneliti harus dapat mengkoordinir pengendalian subjek penelitian, (2) peneliti harus dapat menghindari perilaku dan pembicaraan yang tidak pasti tentang kepribadiannya, (3) peneliti harus dapat menghindari kompetisi dengan respondennya, (4) peneliti harus bersikap jujur, dan (5) peneliti harus dapat menjaga kerahasiaan data yang disampaikan responden”.

Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah

1. Profil kelompok tani penggarap lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung; sejarah pembentukan, tujuan, struktur organisasi, program-program pembelajaran yang diselenggarakan dan hasil yang telah dicapai, rencana dan tujuan penyuluhan.

2. Latar belakang adanya kegiatan penyuluhan terhadap anggota masyarakat pemilik dan penggarap lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.


(33)

3. Proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung

4. Hasil penyuluhan bersifat pengetahuan, keterampilan dan sikap keseharian anggota kelompok dalam menggarap lahan kritis

5. Faktor pendukung dan penghambat proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung .

Kegiatan pengumpulan data tersebut dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut.

a. Persiapan terdiri dari : (1) penyiapan instrumen (pokok-pokok) data apa yang akan dikumpulkan, (2) pengenalan latar penelitian (penyuluh, warga belajar, lulusan , nara sumber teknis, pemantau, pengelola, dan sumber data lainnya). b. Memasuki lapangan penelitian (1) menjalin keakraban dengan subjek,

pengenalan, mengenali bahasa dan kebiasaan subjek, (2) peran peneliti sebagai observer, penemu dokumentasi, (3) tahap berperan, pengumpulan data, melibatkan diri dalam aktivitas subjek, (4) melakukan pengulangan untuk informasi yang kurang lengkap atau kurang jelas.

D. Teknik Pengumpulan Data

Karakteristik penelitian dengan metode kualitatif adalah melihat, mengkaji, menganalisis suatu fenomena sedalam-dalamnya dan menemukan makna yang ada didalamnya. Agar karakteristik yang ada dan makna yang diharapkan dapat ditemukan, maka teknik observasi, wawancara, dan studi


(34)

dokumentasi merupakan cara yang dianggap tepat dan dapat digunakan untuk pengumpulan data sebagaimana yang diharapkan dalam penelitian disini. Untuk itu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara , dan studi dokumentasi.

1. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengetahui dari dekat kegiatan dan peristiwa tertentu yang dilakukan oleh kasus sehingga dapat memberikan informasi yang berguna sesuai fokus penelitian. Dalam penelitian ini observasi dilakukan terhadap kegiatan proses penyuluhan yang dilakukan penyuluh, anggota kelompok tani, pemantau atau engendali kegiatan, dan lainnya dalam kegiatan penyluhan.

Observasi adalah upaya aktif peneliti mengumpulkan data dengan berbuat sesuatu, memilih apa yang diamati dan terlibat secara aktif didalamnya. Sedikitnya ada sembilan pertimbangan mengapa menggunakan teknik observasi untuk pengumpulan data penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu ;

(a) didasari pengalaman langsung di lapangan, (b) dapat mengamati, mencatat, perilaku dan kejadian sebagaimana adanya, (c) dapat mengungkap suatu peristiwa dengan segala keterkaitannya, (d) dapat memperkecil atau menghilangkan keraguan tentang data yang diperolehnya, (e) memungkinkan untuk memahami situasi yang rumit dan berbagai perilaku di dalam suatu peristiwa kompleks, (f) dapat mengungkap suatu kasus tertentu yang mungkin saja tidak terungkap dengan teknik lain, (g) mengoptimalkan motif, perubahan dan prilaku kebiasaan tak sadar peneliti, (h) memungkinkan pengamat melihat dunia, merasa hidup pada saat itu menangkap arti fenomena kehidupan budaya dari responden, (i) memungkinkan pembentukan pengetahuan berdasarkan apa yang diketahui peneliti dan subjek penelitian. Moleong, (1996;125-126)


(35)

2. Wawancara

Wawancara dapat dipandang sebagai teknik pengumpulan data dengan tanya jawab, yang dilakukan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. S. Nasution (1996;12) mengemukakan dalam wawancara kita dihadapkan pada dua hal ; pertama kita harus secara nyata mengadakan interaksi dengan responden, kedua, kita menghadapi kenyataan adanya pandangan orang lain yang mungkin berbeda dengan pandangan kita sendiri.

Dalam penelitian ini peneliti juga melakukan wawancara dengan penyuluh, pemantau, pengelola, anggota kelompok tani, tokoh masyarakat, berkenaan dengan dasar atau latar belakang kegiatan penyuluhan, proses penyuluhan, hasil penyuluhan, dan faktor pendukung dan penghambat dalam proses penyuluhan

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat administratif dan data kegiatan-kegiatan yang terdokumentasi baik ditingkat kelompok tani maupun dilembaga penyelegaraan (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung). Menurut S. Nasution, (1996;30) “dalam penelitian kualitatif, dokumen termasuk sumber non human resources yang dapat dimanfaatkan karena memberikan beberapa keuntungan, yaitu bahannya telah ada, tersedia, siap pakai dan menggunakan bahan tidak memakan biaya”.

Dalam penelitian ini dipergunakan data: keadaan jumlah warga belajar dan karakteristiknya, keadaan nara sumber teknis, penyuluh, pengelola, pemantau, lembaga penyelenggara, riwayat pendirian dan perkembangan , administrasi


(36)

kegiatan pembelajaran kelompok, pengelolaan kegiatan usaha, dan data lain yang relevan dan memperkaya informasi dalam penelitian ini.

Di samping dokumen, dipergunakan pula caatatan lapangan atau fieldnotes yang sangat diperlukan dalam menjaring data kualitatif. Sekaitan dengan fieldnotes ini, Mohammad Ali, (1993;43) mengemukakan bahwa “cacatatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data kualitatif”.

Studi kepustakaan, dipergunakan untuk mendapatkan konsep-konsep sebagai pedoman dan dasar dalam pengumpulan data. Selanjutnya S. Nasution (1996) mengemukakan “penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk menguji atau membuktikan kebenaran teori, bahkan teori itu dkebangkan berdasarkan data yang dikumpulkan. Dalam penelitina kualitatif studi kepustakaan bukan digunakan untuk pengujian hipotesis, oleh karena pada penelitian kualitatif tidak memakai hipotesis”.

E. Teknik Analisa Data

Kegiatan menganalisis data dalam penelitian merupakan suatu pekerjaan penting untuk dilakukan, karena melalui kegiatan tersebut peneliti akan mendapatkan makna terhadap data yang dikumpulkan.

Menurut Moleong (1996;182 ), analisis data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan


(37)

diantara dimensi-dimensi uraian”. Sementara Bogdan dan Tylor (dalam Moleong,1996;187) mengartikan analisis data sebagai “proses yang rinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu”.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Pada penelitia kualitatif data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, poto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini adalah mengartikan, mengurutkan, mengelompokan, memberikan kode, dan mengkategorikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja akhirnya diangkat menjadi teori subtantif.

Perlu juga dikemukaan bahwa analisis data sudah mulai dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah dimulai sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah meningggalkan lapangan. Dalam penelitian kualitatif sangat dianjurkan agar analisis data dan penafsirannya secepatnya dilakukan oleh peneliti, tidak menunggu sampai data itu menjadi dianggap memadai karena data sifatnya dinamis atau berkembangan, hanya yang terpenting kesesuaiannya data tersebut dengan tujuan penelitian .


(38)

Dalam penelitian ini penulis menganalisis data sesuai dengan cara yang dikemukan oleh S. Nasution, (1996) yaitu: “reduksi data, display data, dan mengambil kesimpulan (verifikasi)”

Reduksi data adalah membuat abstraksi atau merangkum data dalam suatu laporan yang lebih sistematis yang difokuskan pada hal-hal yang inti atau penting. Data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, dan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperlukan.

Display data dilakukan untuk mempermudah melihat gambaran penelitian secara menyeluruh atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian. Display data disajikan dalam berbagai macam matriks, grafik, alur, chart atau dalam bentuk gambar.

Kesimpulan atau verifikasi merupakan upaya untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan. Upaya ini sebagaimana yang dikemukan oleh S. Nastution, (1996;130), “dilakukan dengan cara mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya. Kesimpulan ini mula-mula masih sangat tentatif dan kabur. Agar diperoleh kesimpulan yang lebih mantap, kesimpulan senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung”.

F. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan melalui empat tahapan penelitian yaitu; tahap pralapangan, tahap pelaksanaan penelitian, tahap analisa data, dan tahap pelaporan hasil penelitian. Keempat tahapan tersebut adalah seperti terurai di bawah ini.


(39)

1. Tahap pralapangan, pada tahap ini dilakukan studi pendahuluan untuk melihat kemungkinan peneliti dapat melakukan penelitian. Dari hasil observasi, wawancara dan mempelajari dokumen-dokumen yang ada pada penyuluh dan anggota kelompok tani di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung, penulis tertarik untuk mengetahui kegiatannya lebih lanjut. Ketertarikan peneliti terhadap tersebut terfokus pada proses dan hasil penyuluhan yang dilaksanakan, cukup unik. Diharapkan melalui penelitian lebih lanjut akan tergambarkan secara jelas, bagaimana latar belakang kegiatan penyuluhan, proses, hasil, dan faktor pendukung dan penghambat proses penyuluhan masyarakat petani dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung. Berangkat dari ketertarikan dan harapan dari kegunaan penelitian yang akan dilakukan tersebut di atas, maka dirancanglah proposal penelitian dengan ruang lingkup isi adalah sebagai berikut : (1) Bagian kesatu problematika, berisi; latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah dan pertanyaan penelitian, definisi operasional, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan kerangka penelitian. (2) Bagian kedua tinjauan pustaka. (3) Bagian ketiga adalah metodologi penelitian meliputi, metode penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, cara memperoleh kepercayaan hasil penelitian, dan tahap-tahap penelitian. Kemudian proposal diseminarkan dengan TIM penguji seminar penelitian tesis, dan setelah itu ditentukan pembimbing penulisan tesis. Setelah proposal (desain) penelitian dilakukan perbaikan sesuai masukan dari


(40)

hasil seminar, dan mendapatkan persetujuan pembimbing, peneliti langsung terjun kelapangan. Sebelum terjun kelapangan tentunya peneliti mempersiapkan bahan-bahan baik yang bekenaan dengan teknis penelitian seperti instrumen penelitian, maupun administratif penelitian seperti surat izin penelitian, pemberitahuan kelokasi penelitian.

2. Tahap pelaksanaan penelitian, pada tahap ini menurut Moleong (1996), ada

tiga tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian, pertama mengenal latar penelitian dan mempersiapkan diri. Latar penelitian ini adalah penyuluh, anggota kelompok tani, pemantau dan tokoh masyarakat. Kedua, adalah tahap memasuki lapangan, dalam tahap ini ada tiga hal yang dilakukan, yakni menjalin keakraban, mempelajari bahasa dan menentukan peranan peneliti. Menjalin keakraban peneliti lakukan dengan penyuluh, pemantau, anggota kelompok tani, dan tokoh masyarakat lainnya yaitu dengan cara memperkenalkan diri baik pihak peneliti maupun yang lainnya, penyuluh, pemantau, anggota kelompok tani dan anggota masyarakat lainnya terutama tokoh masyarakat. Bahasa yang digunakan peneliti dalam dialog dengan para informan yaitu menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda dimana kedua bahasa tersebut baik oleh peneliti maupun oleh para informan dipahami secara baik. Sedangkan peran yang dipilih oleh peneliti selama penelitian adalah sebagai observer (observasi partisipatif), pewawancara, penemu dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini. Ketiga adalah tahap berperan, sambil mengumpulkan data, pada tahap ini peneliti ikut serta dalam kegiatan


(41)

proses pembelajaran, produksi, pemasaran, bila dianggap perlu dan tidak melampaui peran yang dimainkan masing-masing.

3. Tahap analisis data, sebagaimana yang dikemukakan pada bagian terdahulu

bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan selama dan sekembali dari lapangan, baik sebelum penulisan laporan, maupun selama penulisannya. Proses dan analisinya telah dikemukakan pada bagian terdahulu.

4. Tahap pelaporan hasil penelitian, penulisan draft tesis dilakukan secara bertahap setelah tahapan pralapangan, lapangan, dan analisis data dilakukan. Penulisan ini merupakan tahapan yang bergulir terus selama penelitian dilakukan. Setelah penulisan draft tesis selesai dilakukan, peneliti mengkonsultasikan kepada pembimbing. Di dalam proses konsultasi, dosen pembimbing terus memberikan masukan, saran perbaikan yang sangat bermanfaat untuk menyempurnakan draft tesis. Setelah draft tesis dianggap layak, dilakukan progres raport (laporan kemajuan penelitian), dan draft tesis diberikan masukan dan perbaikan sehingga peneliti diperbolehkan mengikuti ujian tahap satu, dan seterusnya ujian tahap dua. Alhamdulillah.

G. Cara Memperoleh Kepercayaan Hasil Penelitian.

Beberapa tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang bersignifikan tinggi, memenuhi persyaratan ilmiah. Menurut Mohammad Ali, (1993;154) ada empat hal yaitu (1) kredibilitas, (2) transferabilitas, (3) dependabilitas, (4) konfirmabilitas.

Berkenaan dengan kredibilitas usaha yang dilakukan peneliti adalah memperpanjang masa observasi dilapangan, yaitu 3 s.d 4 bulan. Perpanjangan


(42)

waktu observasi ini bertujuan mengungkap, menggali dan mengadaptasi makna sesungguhnya yang terkandung data. Upaya lain adalah meningkatkan frekuensi pertemuan dengan responden, dan memperpanjang waktu dilapangan, diupayakan waktu yang tersedia dimanfaatkan secara optimal. Mengamati aktivitas yang dilakukan responden dengan cermat, dan tekun. Peneliti melakukan pengamatan yang terus menerus kepada responden, sehingga data yang terkumpul terdokumentasikan secara baik dan teratur, sehingga memudahkan dalam menganalisis dan menafsirkannya. Pengamatan terus menerus tersebut dilakukan sambil melibatkan diri dengan aktivitas responden.

Peneliti melakukan triangulasi data, yaitu pengumpulan data dengan membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber ke sumber lainnya pada saat yang lain, atau membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber dengan pendekatan yang berbeda. Triangulasi data dilakukan untuk memeriksa keabsahan data. Hal ini dilakukan dengan cara mendapatkan data yang sama digunakan pola pertanyaan yang berbeda menggunakan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, atau untuk mendapatkan data yang sama tapi sumber yang berbeda.

Peneliti mendiskusikan data yang telah dikumpulkan kepada orang lain, hal ini dilakukan dengan mengkonsultasikan data kepada responden, para ahli, mereka yang telah terlibat di dalam penelitian yang sejenis.

Peneliti melakukan”member chek” data yang telah dikumpulkan, hal ini dilakukan dengan memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan kepada responden sumber data, untuk mendapatkan keyakinan akan kebenaran data yang diperoleh sebelumnya.


(43)

Berkenaan transperabilitas data, adalah pengumpulan data dengan memilih objek kajian yang esensial dan responden yang representatif terhadap objek kajian yang dipilih. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang absah agar hasil penelitian dapat diterapkan pada situasi lain yang lebih luas.

Sedangkan berkenaan dengan dependabilitas dan konfirmabilitas, dilakukan oleh peneliti dengan menelusuri dan memeriksa kembali secara cermat seluruh proses, aktivitas, dan langkah penelitian, mulai dari awal sampai akhir.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Proses perencanaan kegiatan penyuluhan dalam pengelolaan lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari mencakup aspek-aspek isi/substansi, waktu penyusunan, proses penyusunan, dan wujud hasil perencanaan, pelaksanaannya melibatkan beberapa elemen atau unsur antara lain penyuluh pertanian, penyelenggara kegiatan penyuluhan dan peserta penyuluhan, serta LSM sebagai peninjau.

2. Proses pemberdayaan masyarakat petani lahan kritis melalui penyuluhan pada petani lahan kritis di Desa Mekarjaya terbagi pada tiga fase pembelajaran yaitu; (1) fase pembekalan, yang dilakukan melalui latihan singkat selama enam hari, diharapkan dapat menghasilkan warga masyarakat petani siap mengikuti fase-fase berikutnya; (2) fase swakarsa atau pemagangan, dilakukan melalui pemagangan, artinya warga masyarakat disamping belajar juga sambil bekerja pada lahan masing-masing atau pada lahan petani yang telah maju; dan fase (3) yaitu fase swadaya atau pemandirian, tujuannya adalah mengupayakan implementasi hasil belajar .


(45)

3. Hasil pemberdayaan melalui penyuluhan/pendampingan pada masyarakat petani lahan kritis, selain menunjukan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan kritis, juga adanya peningkatan produktivitas lahan dan peningkatan pendapatan masyarakat, yang pada gilirannya nanti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. a. Faktor pendukung dan penghambat penerapan model pembelajaran Kelompok

melalui penyuluhan pada Kelompok masyarakat petani lahan kritis di desa Mekarjaya adalah sebagai berikut :

a. Faktor pendukung meliputi : minat yang tinggi dari para peserta penyuluhan,

tersedianya manusia sumber yang memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan model pembelajaran Kelompok, tersedianya sarana dan prasarana belajar dan berusaha seperti: ruang belajar, lahan pertanian, bibit tanaman dan pupuk, kesesuaian dengan keterampilan dan usaha yang sedang diselenggarkan kelopmpok masyarakat petani lahan kritis, tersedianya dana belajar dan berusaha yang dikucurkan dinas pertanian walaupun belum memadai, keseriusan warga masyarakat dengan program, dan adanya bantuan dari pemerintah.

b. Faktor penghambat meliputi : konsep pemberdayaan melalui penyuluhan

belum begitu banyak yang mengimplementasikan, dana pemandirian membutuhkan jumlah yang cukup besar dan ini belum tersedia, belum ada sponsor yang mau membantu baik dalam bentuk pemberian kredit maupun kemudahan mendapatkan bahan baku,terbatasnya bahan-bahan belajar,masih


(46)

ada tanggapan warga masyarakat pada kegiatan Kelompok ini yang terkesan waktunya terlalu lama dan warga masyarakat belum memperoleh pendapatan yang memadai,pemberdayaan yang dirancang belum sistemati, masih bersifat garis-garis besar belum menjadi panduan yang operasional sehingga penyuluhan dan penyelenggara menemukan kesulitan dalam penafsirannya.

B. Rekomendasi

Rekomendasi itu diajukan sebagai konsep pemikiran alternativ untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi, perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan pembelajaran Kelompok petani lahan kritis melalui pendampingan dalam pengelolaan usaha kecil khususnya pada Petani Lahan Kritis di PPMP (Pokja Pemberdayaan Masyarakat Petani). PPMP (Pokja Pemberdayaan Masyarakat Petani) berdiri dan berkembang atas upaya dan inisiatif masyarakat Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari, oleh karena tumbuh dan berkembang atas inisiatif masyarakat. Lembaga Pemerintah yang masih tetap setia hanya Dinas Pertanian Kabupaten Bandung yang walaupun dengan dana dan tenaga yang terbatas masih tetap memberikan perhatian. Padahal PPMP (Pokja Pemberdayaan Masyarakat Petani) bukan milik institusi Dinas/Instansi saja, ini milik masyarakat dan merupakan media bagi pemberdayaan masyarakat. Layak dan tepat apabila insyansi yang berada di Kecamatan Arjasari memanfaatkannya dengan memberikan penguatan baik dalam bentuk program, pembinaan teknis dan financial. Kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini


(47)

Dep.Pertanian bahwa sejalan dengan perhatiannya kepada PPMP-PPMP yang cukup “besar”, PPMP (Pokja Pemberdayaan Masyarakat Petani) yang tumbuh atas inisiatif masyarakat dan lebih dahulu lahir layak mendapatkan perhatian yang sama dengan peluang mendapatkan kesempatan promosi program dan kegiatan, dukungan financial dan kunjungan-kunjungan studi lapangan dalam skala yang lebih luas..

1. Kelompok Petani Lahan Kritis yang diselenggarakan PPMP (Pokja Pemberdayaan Masyarakat Petani) merupakan upaya pemberdayaan, pemberian penguatan, dan upaya perluasan sentra pertanian yang berada di Kabupaten Bandung, dengan melakukan proses pembelajaran melalui fase pembekalan (latihan). swakars (pemagangan). dan swadaya (pemandirian) dalam berusaha (produksi dan pemasaran) bagi masyarakat berusia 17-30 tahun sehingga memiliki peran di masyarakat (berdaya) baik dalam bidang sosial, ekonomi dan atau politik. Aktivitasnya akan optimum apabila komponen, dan sector terkait dalam pembinaan dan pengelolaan usaha kecil dapat memberikan penguatan seperti; perlu ada kemitraan dengan industri kecil yang telah berkembang dalam bentuk bantuan pemasaran dan pengadaan bahan baku limbah, karena kedua masalah inilah yang akan merintangi perkembangan usaha kecil yang dikelola PPMP instansi terkait dengan pembinaan usaha kecil seperti. Kantor Koperasi dan PUKM Kabupaten Bandung dapat berperan lebih banyak dalam kemitraan ini.

2. Pada lembaga pengembang program pendidikan luar sekolah perlu dijalin “hubungan erat” antara lembaga pengembang, dan pengguna serta masyarakat sebagai sasarannya agar dampak dari peluncuran suatu model merupakan input


(48)

berharga bagi upaya pengembangan berikutnya, hal ini lebih ampuh disbanding mendapatkan informasi hanya dari beberapa pihak saja. Kenyataan yang ditemukan di PPMP Lahan Kritis pembelajaran dilakukan dengan pendampingan yang awalnya belum mendapat rujukan yang jelas hanya sekedar kreatifitas penyelenggara PPMP, dan pengalaman institusi lain, dapat terselenggarakan. Untuk itu lembaga pengembang PLS dapat mengadakan pengembangan dan ujicoba model pendampingan, dan melakukan kerjasama dengan institusi yang telah menyelenggarakan kegiatan sejenis seperti PPMP (Pokja Pemberdayaan Masyarakat Petani) ini. Hal yang perlu mendapat perhatian antara lain peran dan pemeran diantara tenaga kependidikan, model pendampingan yang lebih aplikatif..

3. Pada fase pembekalan (latihan) hendaknya penyelenggara merancang dan melaksanakan latihan sudah harus berada pada nuansa konveksi limbah kulit artinya (a) materi kewirausahaan tidak bersifat umum tetapi aplikatif pada kewirausahaan pengelolaan usaha, (b) lakukan praktek kerja, melihat berproduksi, melihat sentra pemasaran dan sumber bahan baku, upaya Ini intuk memberikan dan menumbuhkan minat, motivasi belajar, dan berusaha bagi warga belajar PPMP, (c) untuk tutor alangkah baiknya melibatkan dari para petani (pengelola Kegiatan) yang kemungkinan akan dijadikan tempat magang peserta PPMP hal ini dalam upaya menjalin ikatan kerja sama antara warga belajar dengan manusia sumber, (d) lakukan dinamika kelompok sebagai upaya mempererat ikatan saling kepercayaan, hal ini penting karena bukan hanya belajar kelompok saja tetapi


(49)

kelompok usaha yang memerlukan saling percaya dan pemahaman terhadap karakteristik setiap warga belajar secara permanent.

4. Pada fase swakarsa (pemagangan). pada fase ini perlu ada kesinambungan dalam berproduksi dan pemasaran. berproduksi berkenaan dengan hasil pertanian, sedangkan pemasaran berkenaan dengan distribusi mekanisme hasil panen. Hal ini perlu mendapat perhatian penyelenggara termasuk pendamping karena PPMP bukan membelajarkan warga belajar untuk tidak hanya siap bekerja (menjadi buruh) tetapi juga menjadi pengelola hasil pertanian.

5. Pada fase swadaya (pemandirian) peran pendamping akan sangat efektif dilihat bahwa warga belajar baik secara perorangan maupun kelompok telah berada pada dunia “nyata” dimana aktivitas usaha berada ditangannya. Warga belajar pada fase ini tidak boleh lagi memiliki sikap mental seperti pada fase latihan atau magang. Pendamping sebagai fasilitator, motivator, dan katalisator belumlah optimal, terlihat dari berbagai permasalahan yang dihadapi warga belajar baik secara kualitas maupun kuantitas jumlah yang terpecahkan sangat rendah. Untuk itu pendamping perlu meningkatkan atau menyegarkan lagi tentang pentingnya ; (a) kemampuan mendengarkan secara diagnostic serta memahami pemikiran dan motivasi dampingan (b) menumbuhkan sifat empati, (c) berprilaku luwes, (d) bertindak objective, (e) senang bekerja sama, saling mendukung, (f) senang dan mampu bereksperimen, (g) mampu mencari saat yang tepat dalam memecahkan masalah dan, (h) berorientasi masa depan.


(50)

6. Pendamping perlu mengusahakan peningkatan kemampuan dan kecakapan untuk kepentingan pendampingan, mengadakan refleksi tentang kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan dan selalu mencari cara-cara pendampingan yang lebih efektif. Dipersyaratkan juga pendamping memiliki kegiatan pengelolaan lahan kritis atau paling tidak memiliki pengalaman yang memadai dalam pengelolaan tersebut.

7. Untuk kepentingan penelitian yang akan datang perlu kiranya dilakukan penelitian tentang efektifitas model pembelajaran melalui penyuluhan/pendampingan dalam pemandirian pemuda, perlu juga diteliti seberapa besar kontribusi setiap fase pembelajaran (fase pembekalan, swakarsa, dan swadaya) terhadap keberhasilan PPMP, perlu diteliti secara mendalam tentang aktivitas penyuluh/pendamping dalam melakukan penyuluhan/pendampingan pada PPMP.


(51)

MODEL PROSES PEMBERDAYAAN PPMP MELALUI PENYULUHAN DAN PENDAMPINGAN PADA PETANI LAHAN KRITIS DI PPMP

Environmental input :

Raw Input masyarakat usia 17-30 th,belum menikah,DO SLTP sederajat.belum bekerja sehat jasmani dan rohani telah mengikuti Orientasi NST,Pendamping pemantau dan pengelola Evaluasi/kenda Fase pembekalan (latihan) 6 hari

Fase swakarsa (pemagangan) 4 bulan Fase swadaya Pemandirian 5-6 bulan Kontrak Belajar

Out put Out put

Out put

Pendampinganseb agai fasilitator, motivator, dan katalisator

FASE I FASE FASE

Pemahaman/penerampilan Penerampilan/penerapan Penerapan/pengembangan

Masukan lain: Modal, kebijakan,lapang an kerja, informasi Outcome : pengaruh perubahan taraf hidup peningkatan pendapatan Output pemuda mandiri Instrumental input

Kurikulum, metode, media, yempat, fasilitator, pendamping. pengelola


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (1995). Metodelogi Pembelajaran Pada POD, Bandung : Cipta Intelektual.

______ (1996). Strategi Membangun Motivasi dalam POD, Bandung: AGTA Manunggal Utama.

Adiwikarta, S. (1988). Sosiologi Pendidikan Isu dan Hipotesis Tentang Hubungan Pendidikan dan Masyarakat, Jakarta : Depdikbud., Dikti. P2LPTK.

Ali, M. (1993). Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa. Arif, Z. (1986). Andragogi, Bandung : Angkasa.

Binaswadaya. (1999). Pendampingan KPSM, Badan Pengembangan Swadaya Masyarakat, Jakarta.

Botkin, JW. (1984). No Limit to Learning: Bridging the Human Gap, New York : Pergammon Press.

BPKB Jayagiri dan IKIP Bandung, (1995). Studi Evaluatif Dampak Pelatihan, BPKB Jayagiri, Bandung (tidak diterbitkan).

______ (1998). Model Penyelenggaraan Program Penyuluhan, Bandung : BPKB Jayagiri. (tidak diterbitkan)

______ (1993). Teknik-teknik Dasar Pembangunan Masyarakat, Bandung: BPKB Jayagiri, (tidak diterbitkan)

______ (1999). Model Pendampingan Usaha Kecil, Bandung: BPKB Jayagiri, (tidak diterbitkan)

Coombs, Philip. H & Ahmed Manzoor. (1984). Memerangi Kemiskinan

Dipedesaan Melalui Pendidikan Nonformal, (terjemahan), Jakarta:

Rajawali Press.

Depdikbud. (1985). Pedoman dan Pelaksana Teknis Pembinaan Generasi Muda, Jakarta: Proyek Pembinaan dan Pengendalian Kebijakan Sistem Diklusepora.

______(1994). Evaluasi Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Dit. Dikmas.

______(1994). Metode dan Teknik Belajar Orang Dewasa, Jakarta: Dit. Dikmas. 184


(53)

Pembinaan Generasi Muda.

______ (1997). Pengelolaan Usaha Kecil terpadu dengan Pendidikan DasarPola, Jakarta: Dit. Diktentis.

______ (1999). Pembentukan dan Pembinaan PKBM dan Kelompok Pemuda Produkstif, Jakarta : Dit. Dikentis.

______(1999). Petunjuk Teknis Pendampingan KPSM, Jakarta : Dit. Dikentis. ______(2000). Istilah-istilah Teknis Diklusepora., Jakarta : Balitbang.

Dahlan, M. D. (1984). Model-model Mengajar, Bandung : CV. Diponegoro. Faisal, S. (1992). Format-format Penelitian Sosial, Jakarta : Rajawali Press. Freire, P. (1972). Pedagogy of Oppresed, New York : Heder and Heder.

Hadi, S. (1986). Metode Research, Jilid I, II, dan III, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Hanseker, P. Dkk. (1999). Teknik Pendampingan, (Terjemahan) Jakarta : Grasindo.

Kindervatter, S. (1979). Non Formal Education; As An Empowering Process, USA : Printers in The United Stated of America.

Koencaraningrat. (1982). Masalah-masalah Pembangunan (Bunga Rampai), Jakarta : LP3ES.

Lunandi, A. G. (1989). Pendidikan Orang Dewasa, Jakarta : PT. Gramedia. Mahmud. Dkk. (1997). Penilaian Produktivitas Kerja, Bandung : BPKB Jayagiri,

(tidak diterbitkan)

Moleong, J. L. (1996). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Karya. Mubyarto. (1996). Strategi Pembangunan Desa di Indonesia, Yogyakarta: Aditya

Media.

Muhadjir, N. (1996). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rakesarasin. Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung : Tarsito. Nasution, S. (1988). Pengantar Research, Bandung : Tarsito.


(54)

Pemda Jabar. (1991). Keputusan Gubernur KDH. TK. I Jawa Barat Nomor 33

Tahun 1991, Tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kepemudaan,

Bandung : Pemda Jabar.

______ (1999). Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Jawa Barat, Bandung : Pemda Jabar.

Ruwiyanto, W. (1994). Peranan Pendidikan Dalam Pengentasan Masyarakat Miskin, Jakarta : PT. Grafindo Persada.

Schoorl, J. W. (1981). Modernisasi Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Berkembang, Jakarta : Gramedia.

Singarimbun, M. & Sofian, E. (1989). Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES. Soedijarto. (1994). Kebijakan dan Strategi Diklusepora. Dalam Meningkatkan

Kualitas SDM, Jakarta : Ditjen. Diklusepora.

Suherman, M. (1992). Prinsip Belajar Orang Dewasa, Bandung : BPKB Jayagiri (tidak diterbitkan).

Sudjana, D. (1993). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah dan Faktor Pendukung, Bandung : Yayasan Pendidikan Terpadu Krida Nusantara.

______ (1993). Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah, Bandung : Nusantara Press.

Sumaatmadja, N. (1988). Geografi Pembangunan, Jakarta : Depdikbud., Dikti., P2LPTK.

______ (1989). Studi Geografi ; Suatu Pendidikan dan Analisis Keruangan, Bandung : Alumni.

Suryabrata, S. (1985). Metodelogi Penelitian, Jakarta : CV. Rajawali. Suryadi, A. (1983). Membuat Siswa Aktif Belajar, Bandung : Bina Cipta.

Trisnamansyah, S. (1986). Perubahan Sikap dan Perilaku Sosial Dalam Konteks

Pembangunan dan Modernisasi, Bandung : FIP IKIP.

______ (1986). Pengantar Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta : Karunika, UT. ______ (1992). Pendidikan Kemasyarakatan (Pendidikan Luar Sekolah).


(55)

Vredenbreght, J. (1980). Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta : PT. Gramedia.

Wahyu, M. S. (1987). Petunjuk Praktis Membuat Skripsi, Surabaya : Usaha Nasional


(1)

6. Pendamping perlu mengusahakan peningkatan kemampuan dan kecakapan untuk kepentingan pendampingan, mengadakan refleksi tentang kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan dan selalu mencari cara-cara pendampingan yang lebih efektif. Dipersyaratkan juga pendamping memiliki kegiatan pengelolaan lahan kritis atau paling tidak memiliki pengalaman yang memadai dalam pengelolaan tersebut.

7. Untuk kepentingan penelitian yang akan datang perlu kiranya dilakukan penelitian tentang efektifitas model pembelajaran melalui penyuluhan/pendampingan dalam pemandirian pemuda, perlu juga diteliti seberapa besar kontribusi setiap fase pembelajaran (fase pembekalan, swakarsa, dan swadaya) terhadap keberhasilan PPMP, perlu diteliti secara mendalam tentang aktivitas penyuluh/pendamping dalam melakukan penyuluhan/pendampingan pada PPMP.


(2)

183

MODEL PROSES PEMBERDAYAAN PPMP MELALUI PENYULUHAN DAN PENDAMPINGAN PADA PETANI LAHAN KRITIS DI PPMP

Environmental input :

Raw Input masyarakat usia 17-30 th,belum menikah,DO SLTP sederajat.belum bekerja sehat jasmani dan rohani telah mengikuti Orientasi NST,Pendamping pemantau dan pengelola Evaluasi/kenda Fase pembekalan (latihan) 6 hari

Fase swakarsa (pemagangan) 4 bulan Fase swadaya Pemandirian 5-6 bulan Kontrak Belajar

Out put Out put

Out put Pendampinganseb

agai fasilitator, motivator, dan katalisator

FASE I FASE FASE

Pemahaman/penerampilan Penerampilan/penerapan Penerapan/pengembangan

Masukan lain: Modal, kebijakan,lapang an kerja, informasi Outcome : pengaruh perubahan taraf hidup peningkatan pendapatan Output pemuda mandiri Instrumental input

Kurikulum, metode, media, yempat, fasilitator, pendamping. pengelola


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (1995). Metodelogi Pembelajaran Pada POD, Bandung : Cipta

Intelektual.

______ (1996). Strategi Membangun Motivasi dalam POD, Bandung: AGTA

Manunggal Utama.

Adiwikarta, S. (1988). Sosiologi Pendidikan Isu dan Hipotesis Tentang Hubungan

Pendidikan dan Masyarakat, Jakarta : Depdikbud., Dikti. P2LPTK.

Ali, M. (1993). Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa.

Arif, Z. (1986). Andragogi, Bandung : Angkasa.

Binaswadaya. (1999). Pendampingan KPSM, Badan Pengembangan Swadaya

Masyarakat, Jakarta.

Botkin, JW. (1984). No Limit to Learning: Bridging the Human Gap, New York :

Pergammon Press.

BPKB Jayagiri dan IKIP Bandung, (1995). Studi Evaluatif Dampak Pelatihan,

BPKB Jayagiri, Bandung (tidak diterbitkan).

______ (1998). Model Penyelenggaraan Program Penyuluhan, Bandung : BPKB

Jayagiri. (tidak diterbitkan)

______ (1993). Teknik-teknik Dasar Pembangunan Masyarakat, Bandung: BPKB

Jayagiri, (tidak diterbitkan)

______ (1999). Model Pendampingan Usaha Kecil, Bandung: BPKB Jayagiri,

(tidak diterbitkan)

Coombs, Philip. H & Ahmed Manzoor. (1984). Memerangi Kemiskinan

Dipedesaan Melalui Pendidikan Nonformal, (terjemahan), Jakarta:

Rajawali Press.

Depdikbud. (1985). Pedoman dan Pelaksana Teknis Pembinaan Generasi Muda,

Jakarta: Proyek Pembinaan dan Pengendalian Kebijakan Sistem Diklusepora.

______(1994). Evaluasi Proses Belajar Mengajar,Jakarta : Dit. Dikmas.

______(1994). Metode dan Teknik Belajar Orang Dewasa, Jakarta:Dit. Dikmas.


(4)

185

Depdikbud. (1994). Pola Umum dan Pengembangan Pemuda, Jakarta : Dit.

Pembinaan Generasi Muda.

______ (1997). Pengelolaan Usaha Kecil terpadu dengan Pendidikan DasarPola,

Jakarta: Dit. Diktentis.

______ (1999). Pembentukan dan Pembinaan PKBM dan Kelompok Pemuda

Produkstif, Jakarta : Dit. Dikentis.

______(1999). Petunjuk Teknis Pendampingan KPSM, Jakarta : Dit. Dikentis.

______(2000). Istilah-istilah Teknis Diklusepora., Jakarta : Balitbang.

Dahlan, M. D. (1984). Model-model Mengajar, Bandung : CV. Diponegoro.

Faisal, S. (1992). Format-format Penelitian Sosial, Jakarta : Rajawali Press.

Freire, P. (1972). Pedagogy of Oppresed, New York : Heder and Heder.

Hadi, S. (1986). Metode Research, Jilid I, II, dan III, Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Hanseker, P. Dkk. (1999). Teknik Pendampingan, (Terjemahan) Jakarta :

Grasindo.

Kindervatter, S. (1979). Non Formal Education; As An Empowering Process,

USA : Printers in The United Stated of America.

Koencaraningrat. (1982). Masalah-masalah Pembangunan (Bunga Rampai),

Jakarta : LP3ES.

Lunandi, A. G. (1989). Pendidikan Orang Dewasa, Jakarta : PT. Gramedia.

Mahmud. Dkk. (1997). Penilaian Produktivitas Kerja, Bandung : BPKB Jayagiri,

(tidak diterbitkan)

Moleong, J. L. (1996). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Karya.

Mubyarto. (1996). Strategi Pembangunan Desa di Indonesia, Yogyakarta: Aditya

Media.

Muhadjir, N. (1996). Metodelogi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rakesarasin.

Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung : Tarsito.


(5)

Pemda Jabar. (1991). Keputusan Gubernur KDH. TK. I Jawa Barat Nomor 33

Tahun 1991, Tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kepemudaan,

Bandung : Pemda Jabar.

______ (1999). Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Jawa Barat, Bandung :

Pemda Jabar.

Ruwiyanto, W. (1994). Peranan Pendidikan Dalam Pengentasan Masyarakat

Miskin,Jakarta : PT. Grafindo Persada.

Schoorl, J. W. (1981). Modernisasi Pengantar Sosiologi Pembangunan

Negara-negara Berkembang, Jakarta : Gramedia.

Singarimbun, M. & Sofian, E. (1989). Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES.

Soedijarto. (1994). Kebijakan dan Strategi Diklusepora. Dalam Meningkatkan

Kualitas SDM, Jakarta : Ditjen. Diklusepora.

Suherman, M. (1992). Prinsip Belajar Orang Dewasa, Bandung : BPKB Jayagiri

(tidak diterbitkan).

Sudjana, D. (1993). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah

Perkembangan, Falsafah dan Faktor Pendukung, Bandung : Yayasan Pendidikan Terpadu Krida Nusantara.

______ (1993). Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah, Bandung

: Nusantara Press.

Sumaatmadja, N. (1988). Geografi Pembangunan, Jakarta : Depdikbud., Dikti.,

P2LPTK.

______ (1989). Studi Geografi ; Suatu Pendidikan dan Analisis Keruangan,

Bandung : Alumni.

Suryabrata, S. (1985). Metodelogi Penelitian, Jakarta : CV. Rajawali.

Suryadi, A. (1983). Membuat Siswa Aktif Belajar, Bandung : Bina Cipta.

Trisnamansyah, S. (1986). Perubahan Sikap dan Perilaku Sosial Dalam Konteks

Pembangunan dan Modernisasi, Bandung : FIP IKIP.

______ (1986). Pengantar Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta : Karunika, UT.

______ (1992). Pendidikan Kemasyarakatan (Pendidikan Luar Sekolah).


(6)

187

Vredenbreght, J. (1980). Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta : PT.

Gramedia.

Wahyu, M. S. (1987). Petunjuk Praktis Membuat Skripsi, Surabaya : Usaha

Nasional


Dokumen yang terkait

Kehidupan Petani Salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)

10 134 104

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

Pengaruh Pemberdayaan Masyarakat terhadap Produktivitas Karang Taruna Desa Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung

0 14 1

Pengaruh Pemberdayaan Masyarakat terhadap Produktivitas Karang Taruna Desa Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung

1 4 33

Program Pemberdayaan Masyarakat Petani Melalui Peningkatan Usaha Tanaman Cabe (Kasus Desa Air Putih, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis)

0 5 110

Pengembangan Kapasitas Petani Miskin Melalui Program Pemberdayaan Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Merbasis Komunitas : Kasus Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin Melalui Inovasi di Desa Langaleso, Kecamatan Dolo, Kecamatan Donggala, Provins

1 14 132

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) : Studi Kasus Tentang Proses SPP Di Desa Lebakwangi Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.

0 1 39

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI MELALUI PENYULUHAN UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KRITIS DI DESA MEKRJAYA KECAMATAN ARJASARI KABUPATEN BANDUNG.

0 0 55

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA WISATA CIBURIAL KECAMATAN CIMENYAN KABUPATEN BANDUNG.

0 1 9

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI TAMBAK DI DESA KEMUDI KECAMATAN DUDUK SAMPEYAN KABUPATEN GRESIK.

2 6 102