PENGARUH LIKUIDITAS DAN PROFITABILITAS TERHADAP KECUKUPAN MODAL (CAR) PT. BANK MUAMALAT INDONNESIA, TBK.
Nomor Daftar FPEB: 93/UN.40.FPEB.I.PL/2013
PENGARUH LIKUIDITAS DAN PROFITABILITAS TERHADAP KECUKUPAN MODAL PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA,
TBK
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Ujian Sidang Sarjana Manajemen Pada Program Studi Manajemen Universitas Pendidikan Indonesia
Ima Fitri Rahmawati 0700926
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan skripsi yang berjudul “Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas Terhadap Kecukupan Modal Pada PT Bank Muamalat Indonessia, Tbk” sepenuhnya merupakan karya saya sendiri, tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko ataupun sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya.
Bandung, Februari 2013 Pembuat Pernyataan
Ima Fitri Rahmawati NIM. 0700926
(3)
ABSTRAK
Ima Fitri Rahmawati. 0700926. Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas Terhadap Kecukupan Modal (CAR) PT. Bank Muamalat Indonnesia, Tbk. Di bawah bimbingan Mayasari Lutan, SE. MM dan Budhi Pamungkas G, SE. Msc.
Lembaga keuangan khususnya bank telah semakin berkembang. Salah satu buktinya adalah dengan adanya bank yang berbasiskan Islam atau biasa disebut dengan bank syariah. Keberadaan bank syariah memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan industri perbankan di Indonesia termasuk sebagai alat dalam pembangunan nasional.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh menurunnya nilai kecukupan modal (CAR) PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Dan untuk mengetahui gambaran likuiditas yang diukur dengan Financing to Deposit Ratio (FDR), Profitabilitas yang diukur dengan Net Interest Margin (NIM) dan Kecukupan Modal (CAR) pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Serta menguji pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Net Interest Margin (NIM) terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder FDR, NIM dan CAR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang bersumber dari data laporan keuangan perusahaan periode 2003-2011. Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda, analisis uji asumsi klasik, analisis koefisien korelasi product moment, analisis koefisien determinasi dan uji hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji f.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan FDR, NIM dan CAR fluktuatif dan cenderung menurun. Secara parsial hasil uji t statistik menyatakan bahwa FDR memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap CAR, sedangkan NIM memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap CAR. Secara simultan, hasil uji F statisik menyatakan bahwa FDR dan NIM berpengaruh signifikan terhadap CAR. Nilai adjusted 0,223 menunjukkan kemampuan dari variabel FDR dan NIM terhadap CAR 22,3% sedangkan sisanya 77,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kata kunci : Financing to Deposit Ratio (FDR), Net Interest Margin (NIM), Capital
(4)
ABSTRAK
Ima Fitri Rahmawati . 0700926. Effect of Liquidity and Profitability Against Capital Adequacy Ratio (CAR) PT. Bank Muamalat Indonnesia, Tbk. Under the guidance of Mayasari Lutan, SE. MM and Budhi Pamungkas G, SE. Msc.
Financial institutions especially banks have been growing. One proof is the presence-based Islamic bank or commonly called the Islamic banks. The existence of Islamic banks contribute positively to the development of the banking industry in Indonesia, including as a tool in national development.
The research was motivated by the declining value of the CAR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. And to find a picture of liquidity as measured by the financing to deposit ratio (FDR), Profitability as measured by the net interest margin (NIM) and the Capital Adequacy Ratio (CAR) at PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. As well as testing the effect of the Financing to Deposit Ratio (FDR) and Net Interest Margin (NIM) of the Capital Adequacy Ratio (CAR).
The method used in this research is descriptive and verification methods. The data used in this study is a secondary data FDR, NIM and CAR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk is sourced from the company's financial statement data period 2003-2011. In analyzing the data, this study used multiple linear regression analysis, analysis of classical assumption test, analysis of the product moment correlation coefficient, coefficient of determination analysis and hypothesis testing using t-test and f-test.
The results of this study indicate that the development of FDR, NIM and CAR volatile and tends to decrease. In partial results of the t test statistic states that FDR has a significant negative effect on CAR, while the NIM has no significant positive effect on CAR. Simultaneously, the statistical F test results stating that the FDR and NIM significant effect on CAR. Adjusted value of 0.223 indicates the ability of the variable FDR and the NIM to the CAR while the remaining 22.3% 77.7% influenced by other variables not examined in this research.
Keywords: Financing to Deposit Ratio (FDR), Net Interest Margin (NIM), Capital
(5)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR GRAFIK ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 12
1.2.1 Identifikasi Masalah... 12
1.2.1 Rumusan Masalah ... 14
1.3 Tujuan Penelitian ... 14
1.4 Kegunaan Penelitian ... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... ..16
2.1 Kajian Pustaka ... 16
2.1.1Pengertian Bank Syariah... 16
2.1.1.1 Produk Bank Syariah ... 18
2.1.1.2 Kegiatan Bank Syariah ... 25
2.1.1.3 Karakteristik Dasar Bank Syariah ... 26
2.1.1.4 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Syariah ... 28
2.1.2 Likuiditas ... 33
2.1.2.1 Pengertian Likuiditas ... 33
2.1.2.2 Faktor-faktor Yang mempengaruhi Likuiditas ... 34
(6)
2.1.3 Financing to Deposit Ratio (FDR) ... 39
2.1.4 Profitabilitas ... 41
2.1.4.1 Pengertian Profitabilitas ... 41
2.1.4.2 Alat Ukur Tingkat Profitabilitas ... 42
2.1.5 Net Interest Margin (NIM) ... 45
2.1.6 Modal Bank ... 46
2.1.6.1 Pengertian Modal ... 46
2.1.5.2 Fungsi Modal ... 48
2.1.5.3 Kecukupan Modal ... 50
2.1.7 Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 51
2.1.8 Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas Terhadap Kecukupan Modal ... 53
2.1.9 Penelitian Terdahulu ... 54
2.2 Kerangka Pemikiran ... 56
2.3 Paradigma Penelitian ... 61
2.4 Hipotesis ... 62
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 63
3.1 Objek Penelitian ... 63
3.2 Metode Penelitian ... 63
3.3 Operasionalisasi Variabel ... 65
3.4 Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 66
3.4.1 Jenis dan Sumber Pengumpulan Data... 66
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 66
3.5 Populasi dan Sampel ... 67
3.5.1 Populasi ... 67
3.5.2 Sampel ... 67
3.6 Teknik Analisis Data dan Rancangan Pengujian Hipotesis ... 67
3.6.1 Teknik Analisis Data ... 67
3.6.2 Alat Analisis Statistik ... 68
3.6.2.1 Analisis Regresi Linier Berganda ... 69
(7)
3.6.3 Analisis Korelasi ... 71
3.6.3.1 Analisis Korelasi Product Moment ... 71
3.6.3.2 Koefisien Determinasi ... 73
3.6.4 Rancangan Uji Hipotesis ... 73
3.6.4.1 Uji F Statistik ... 73
3.6.4.2 Uji t ... 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 75
4.1 Objek Penelitian ... 75
4.1.1 Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 75
4.1.1.1 Profil Perusahaan ... 75
4.1.1.2 Visi dan Misi Perusahaan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 78
4.1.2 Data Variabel Yang Diteliti ... 78
4.1.2.1 Perkembangan Likuiditas PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 79
4.1.2.2 Perkembangan Profitabilitas PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 83
4.1.2.3 Perkembangan Kecukupan Modal PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 88
4.1.3 Statistik Deskriptif ... 92
4.1.4 Abalisis Statistik ... 93
4.1.4.1 Uji Asumsi Klasik ... 93
4.1.4.2 Analisis Regresi Berganda ... 98
4.1.4.3 Analisis Korelasi ... 100
4.1.4.3.1 Koefisien Korelasi Product Moment ... 100
4.1.4.3.2 Koefisien Determinasi ... 101
4.1.4.4 Uji Hipotesis ... 102
4.1.4.4.1 Uji Statistik F ... 102
4.1.4.4.2 Uji t Statistik... 103
(8)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
5.1 Kesimpulan ... 109
5.2 Saran … ... 111
DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional ... 17
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ... 55
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 65
Tabel 3.1 Pedoman Pearson Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi ... 72
Tabel 4.1 Perkembangan FDR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 80
Tabel 4.2 Perkembangan NIM PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 84
Tabel 4.3 Perkembangan CAR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 88
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif ... 92
Tabel 4.5 Uji Multikolonieritas ... 95
Tabel 4.6 Uji Autokorelasi ... 97
Tabel 4.7 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 99
Tabel 4.8 Koefisien Korelasi... 100
Tabel 4.9 Koefisien Determinasi... 102
Tabel 4.10 Uji Simultan (Uji F) ... 102
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 60
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian ... 61
Gambar 4.1 Uji Normalitas ... 94
(11)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia ... 3
Grafik 1.2 Perkembangan BUS di Indonesia Tahun 2010-2011... 6
Grafik 1.1 Perkembangan CAR Tahun 2008-2011 ... 7
Grafik 1.2 FDR Tahun 2008-2011 ... 9
Grafik 1.3 NIM Tahun 2008-2011 ... 10
Grafik 4.1 Grafik Perkembangan FDR ... 83
Grafik 4.2 Grafik Perkembangan NIM ... 87
(12)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Bank Syariah
Dalam UU No. 21 Tahun 2008 yang dimaksud bank syariah adalah “Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”. Dan yang dimaksud “Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”, sedangkan “Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Tujuan dari bank syariah diuraikan dalam Pasal 3, bahwa “perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat”. Pada bagian penjelasan tersebut dinyatakan “Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, perbankan syariah tetap berpegang teguh pada prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqomah). Untuk fungsi bank syariah diuraikan dalam pasal 4, yaitu:
(13)
1. Wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
2. Dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana dalam bentuk zakat, infak, sedekah, hibah, dan atau sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
3. Menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
Adapun perbedaan dari bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat dari tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1
Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
No Bank Islam Bank Konvensional
1 Melakukan investasi-investasi yang halal saja
Investasi yang halal dan haram 2 Berdasarkan prinsip bagi hasil,
jual-beli, atau sewa
Memakai perangkat bunga 3 Profit dan falah* oriented Profit oriented
4 Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk debitur-debitur 5 Penghimpunan dana penyaluran
dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
Tidak terdapat dewan sejenis
(14)
2.1.1.1 Produk Bank Syariah
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad. Bersumber dari kelima dasar konsep inilah dapat ditemukan produk-produk lenbaga bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah: (Muhammad, 2005:85)
1. Prinsip simpanan murni (Al Wadiah)
Merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadiah. Fasilitas al-wadiah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al-wadiah identik dengan giro.
2. Prinsip bagi hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah ini dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
(15)
3. Prinsip jual-beli (At Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual-beli, dimana bank akan membeli terlebih ddahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah seebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
4. Prinsip sewa (Al Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis; (1) Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu
equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu
dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. (2) bai al takjir atau
ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli,
dimana si penyewa memiliki hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).
5. Prinsip jasa/fee (Al Ajr Walumulloh)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain; bank garansi, kliring, inkaso, jasa, transfer dan lain-lain. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr walimulloh.
(16)
Dalam peraturan Bank Indonesia No.821/PBI/2006 Bank Indonesia mengelompokkan produk-produk bank syariah di Indonesia dengan menggunakan “Kodifikasi Produk Perbankan Syariah” yang terbagi menjadi:
1. Penghimpunan dana a. Giro syariah
Akad yang digunakan:
Wadiah, transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada
penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
Mudharabah, transaksi penanaman dana dari pemilik dana sahibul mal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu yang sesuai dengan syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
b. Tabungan syariah. Akad yang digunakan:
Wadiah, transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada
penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
(17)
Mudharabah, transaksi penanaman dana dari pemilik dana sahibul mal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu yang sesuai dengan syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
c. Deposito syariah. Akad yang digunakan:
Mudharabah, transaksi penanaman dana dari pemilik dana sahibul mal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu yang sesuai dengan syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
2. Penyaluran dana
a. Pembiayaan atas dasar akad mudharabah Akad yang digunakan:
Mudharabah, transaksi penanaman dana dari pemilik dana sahibul mal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu yang sesuai dengan syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
(18)
Mudharabah muthlaqah, mudharabah untuk kegiatan usaha yang
cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
Mudharabah muqayyadah, mudharabah untuk kegiatan usaha
yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
b. Pembiayaan atas dasar akad musyarakah Akad yang digunakan:
Musyarakah, transaksi penanaman dana dari dua atau lebih
pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.
c. Pembiayaan atas dasar akad murabahah Akad yang digunakan:
Murabahah, transaksi jual-beli suatu barang sebesar harga
perolehan barang ditambah margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
d. Pembiayaan atas dasar akad salam Akad yang digunakan:
(19)
Salam, transaksi jual-beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
e. Pembiayaan atas dasar akad istishna Akad yang digunakan:
Istishna, transaksi jual-beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
f. Pembiayaan atas dasar akad ijarah Akad yang digunakan:
Ijarah, transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa
antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
Ijarah muntahiya bittamlik, transaksi sewa menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa.
g. Pembiayaan atas dasar akad qardh Akad yang digunakan:
(20)
Qardh, transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan
kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
h. Pembiayaan multijasa Akad yang digunakan:
Ijarah, transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa
antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
Kafalah, transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu)
untuk memenuhi pihak kedua (makful ‘anhulashil). 3. Pelayanan jasa
a. Leteer of credit (L/C) impor syariah Akad yang digunakan:
Wakalah bil ujroh, adalah akad wakalah dengan memberikan
imbalan/fee/ujroh kepada wakil. Akad wakalah bil ujroh dapat dilakukan dengan atau tanpa disertai dengan qardh atau
(21)
Kafalah, transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu)
untuk memenuhi pihak kedua (makful ‘anhulashil). b. Bank garansi syariah
Akad yang digunakan:
Kafalah, transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu)
untuk memenuhi pihak kedua (makful ‘anhulashil). c. Penukaran valuta asing (sharf)
Akad yang digunakan:
Sharf, transaksi penukaran antar mata uang berlainan jenis. 2.1.1.2 Kegiatan Bank Syariah
Menurut Wiyono (2005:76) kegiatan bank syariah diuraikan sebagai berikut:
1. Manajer investasi, yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi.
2. Investor, yang menginvestasikan dana yang dimiliki maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana. 3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, seperti bank
(22)
4. Pengembang fungsi sosial, berupa pengelolaan dana zakat, infak, shadaqah seperti pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai ketentuan yang berlaku.
2.1.1.3 Karakteristik Dasar Bank Syariah
Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik sebagaimana menurut Wiyono (2005:75) adalah sebagai berikut:
a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
b. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money) c. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
d. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif e. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang f. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad
Pada dasarnya sistem bagi hasil (profit loss sharing) yang digunakan oleh bank syariah itu merupakan karakteristik umum yang dimiliki oleh bank syariah. Sedangkan menurut Direktorat Perbankan Syariah BI menguraikan ada tujuh karakteristik utama yang menjadi prinsip sistem perbankan syariah di Indonesia dan menjadi landasan pertimbangan bagi calon nasabah serta landasan kepercayaan bagi nasabah yang telah loyal. Tujuh karakteristik perbankan syariah tersebut adalah sebagai berikut:
(23)
1. Universal
Yaitu bahwa bank syariah berlaku untuk setiap orang tanpa memandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.
2. Adil
Yaitu memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta melakukan sesuatu sesuai dengan posisinya dan melarang adanya unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-untungan), gharar (ketidakjelasan), haram, dan riba. 3. Transparan.
Artinya, dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.
4. Seimbang
Yaitu mengembangkan sektor keuangan melalui aktivitas perbankan syariah yang mencangkup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
5. Kemaslahatan
Artinya, keberadaan bank syariah akan bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan.
6. Variatif
Artinya, produk-produk bank syariah cukup bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual beli dan sewa, sampai kepada produk jasa kustodian, jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card, syariah charge)
(24)
7. Fasilitas
Penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, wakaf, dana kebajikan (qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi antarbank syariah.
2.1.1.3 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Syariah
Penilaian tingkat kesehatan bank dapat dilihat dari laporan keuangan yang dibuat secara periodik oleh bank tersebut. Tingkat kesehatan Bank merupakan hasil penilaian kuntitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/24/DPbs tanggal 30 Oktober 2007 tentang Tingkat Kesehatan Bank Syariah terdiri dari:
1. Permodalan (capital)
Penilaian permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal Bank dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan mengantisipasi eksposur risiko yang akan muncul.
Penilaian kuantitatif faktor permodalan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), merupakan rasio utama;
(25)
b. Kemampuan modal inti dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dalam mengamankan risiko hapus buku (writeoff), merupakan rasio penunjang;
c. Kemampuan modal inti untuk menutup kerugian pada saat likuidasi, merupakan rasio penunjang;
d. Trend/pertumbuhan KPMM, merupakan rasio penunjang;
e. Kemampuan internal bank untuk menambah modal, merupakan rasio penunjang;
f. Intensitas fungsi keagenan bank syariah, merupakan rasio pengamatan
(observed);
g. Modal inti dibandingkan dengan dana mudharabah, merupakan rasio pengamatan (observed);
h. Deviden Pay Out Ratio, merupakan rasio pengamatan (observed);
i. Akses kepada sumber permodalan (eksternal support), merupakan rasio pengamatan (observed);
j. Kinerja keuangan pemegang saham (PS) untuk meningkatkan permodalan bank, merupakan rasio pengamatan (observed);
2. Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul.
(26)
Penilaian kuantitatif faktor kualitas asset yang dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kualitas aktiva produktif bank, merupakan rasio utama;
b. Risiko konsentrasi penyaluran dana kepada debitur inti, merupakan rasio penunjang;
c. Kualitas penyaluran dana kepada debitur inti, merupakan rasio penunjang; d. Kemampuan bank dalam menangani/mengembalikan asset yang telah
dihapusbuku, merupakan rasio penunjang;
e. Besarnya pembiayaan non performing, merupakan rasio penunjang; f. Tingkat Kecukupan Agunan, merupakan rasio pengamatan (observed); g. Proyeksi/Perkembangan kualitas asset produktif, merupakan rasio
pengamatan (observed);
h. Perkembangan/trend aktiva produktif bermasalah yang direstrukturisasi, merupakan rasio pengamatan (observed);
3. Manajemen (Management)
Penilaian manajemen dimaksudkan untuk menilai kemampuan manajerial pengurus bank dalam menjalankan usaha sesuai dengan prinsip manajemen umum, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan bank terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah dan komitmen bank kepada Bank Indonesia.
Penilaian kuantitatif faktor manajemen dilakukan dengan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
(27)
a. kualitas manajemen umum terkait dengan penerapan good corporate
govermence;
b. Kualitas penerapan manajemen risiko;
c. Kepatuhan terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah serta komitmen kepada Bank Indonesia;
4. Rentabilitas (Earnings)
Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam menghasilkan laba.
Penilaian kuantitatif faktor rentabilitas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Net Operating margin (NOM), merupakan rasio utama;
b. Return On Equity (ROE), merupakan rasio penunjang;
c. Rasio efisiensi kegiatan operasional (REO), merupakan rasio penunjang; d. Rasio Aktiva Yang Dapat Menghasilkan Pendapatan, merupakan rasio
penunjang;
e. Diversifikasi pendapatan, merupakan rasio penunjang;
f. Proyeksi Pendapatan Bersih Operasional Utama (PPBO), merupakan rasio penunjang;
g. Net structural operating margin, merupakan rasio pengamatan (observed);
(28)
i. Komposisi penempatan dana pada surat berharga/pasar keuangan, merupakan rasio pengamatan (observed);
j. Disparitas imbal jasa tertinggi dengan terendah, merupakan rasio pengamatan (observed);
k. Pelaksanaan fungsi edukasi, merupakan rasio pengamatan (observed); l. Pelaksanaan fungsi sosial, merupakan rasio pengamatan (observed); m. Korelasi antara tingkat bunga di pasar dengan return/bagi hasil yang
diberikan oleh bank syariah, merupakan rasio pengamatan (observed); n. Rasio bagi hasil dana investasi, merupakan rasio pengamatan (observed); o. Penyaluran dana yang di write-off dibandingkan dengan biaya operasional,
merupakan rasio pengamatan (observed);
5. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi atas risiko likuiditas yang akan muncul.
Penilaian kuantitatif faktor likuiditas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Besarnya Aset Jangka Pendek dibandingkan dengan kewajiban jangka pendek, merupakan rasio utama;
b. Kemampuan Aset Jangka Pendek, Kas dan Secondary Reserve dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, merupakan rasio penunjang;
(29)
d. Pertumbuhan dana deposan inti terhadap total dana pihak ketiga, merupakan rasio penunjang;
e. Kemampuan bank dalam memperoleh dana dari pihak lain apabila terjadi
mistmach, merupakan rasio pengamatan (observed);
f. Ketergantungan pada dana antar bank, merupakan rasio pengamatan
(observed);
6. Sensitivitas atas risiko pasar (sensitivity to market risk)
Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dimaksudkan untuk menilai kemampuan keuangan bank dalam mengantisipasi perubahan risiko pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar.
Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dilakukan dengan menilai besarnya kelebihan modal yang digunakan untuk menutup risiko bank dibandingkan dengan besarnya risiko kerugian yang timbul dari pengaruh perubahan risiko pasar.
2.1.2 Likuiditas
2.1.2.1 Pengertian Likuiditas
Pengelolaan likuisditas ditujukan untuk memperkecil risiko likuiditas yang disebabkan oleh adanya kekurangan dana sehingga dalam memenuhi kewajibannya bank tidak perlu harus mencari dana dengan kerugian yang relatif besar yang akan mempengaruhi pendapatan bank. Apabila keadaan ini terjadi dan terus berlanjut tidak akan menutup kemungkinan akan terjadi erosi kepercayaan masyarakat terhadap bank. Dalam mengelola likuiditas selalu akan terjadi benturan antara keputusan harus
(30)
menjaga likuiditas dan meningkatkan keuntungan. Bank yang terlalu berhati-hati dalam menjaga likuiditasnya akan cenderung memelihara alat likuid yang relatif besar dari yang diperlukan dengan maksud untuk menghindari risiko kesulitan likuiditas, namun di sisi lain bank tersebut juga harus dihadapkan kepada biaya yang besar berkaitan dengan pemeliharaan alat likuid yang berlebihan (Kuncoro dan Suhardjono, 2002:280).
Malayu Hasibuan (2004:71) menjelaskan bahwa “Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban keuangan jangka pendek.”
Untuk memenuhi kewajibannya bank harus dapat mengelola likuiditasnya untuk memperkecil risiko likuiditas yang disebabkan oleh terjadinya kekurangan dana, sehingga bank tidak perlu mencari dana dengan suku bunga yang relative tinggi di pasar uang ataupun harus menjual sebagian assetnya dengan kerugian yang relative besar yang akan mempengaruhi pendapatan bank.
2.1.2.2Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Likuiditas
Menurut Arifin (2003:145), likuiditas bank syariah dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu volatilitas (volatility) dari simpanan (deposit) nasabah, ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas, akses kepada pasar antar bank dan sumber dana lainnya, ternasuk fasilitas lender of the last resort (LLR) dari Bank Sentral serta faktor komitmen bank kepada nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi.
(31)
Adapun faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Dana Simpanan (deposit nasabah)
Dana simpanan nasabah adalah dana yang dihimpun bank dalam melakukan fungsi intermediasinya. Dana simpanan nasabah yang dihimpun bank syariah adalah:
a. Tabungan wadiah b. Giro wadiah
c. Tabungan mudharabah d. Deposito mudharabah
2. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas
Aset bank terdiri dari aset yang bersifat likuid atau mudah/dirubah menjadi uang dan aset yang bersifat tidak likuid (aset yang tidak mudah dicairkan). Aset yang bersifat likuid biasanya merupakan cadangan di samping primary reserve yang ditetapkan bank sentral. Aset-aset yang siap dikonversi menjadi kas terdiri dari:
a. Kas
b. Giro pada Bank Indonesia c. Giro pada bank lain
d. Surat berharga dan lain-lain
3. Akses kepada pasar antar bank dan sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender
of the resort dari bank sentral.
Dalam aktivitasnya, bank sering membutuhkan dana untuk memenuhi kewajibannya, yaitu mengembalikan dana yang diminta nasabah maupun ketika membutuhkan dana untuk keperluan investasi dan pembiayaan. Kebutuhan akan dana
(32)
yang cepat didapatkan ini diperoleh melalui akses pasar antar bank maupun fasilitas Bank Indonesia sebagagi lender of the last resort.
4. Komitmen bank dalam pembiayaan atau melakukan investasi
Komitmen bank kepada nasabah atau pihak lain dalam memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi menimbulkan konsekuensi kewajiban bagi bank untuk merealisasikannya. Kewajiban komitmen ini oleh bank dicatat dalam rekening administratif. Ketidakmampuan bank untuk merealisasikan komitmen tersebut tidak saja berdampak pada reputasi dan bonafiditas bank, tetapi juga berpotensi untuk menghadapi ganti rugi.
Teori lain yang mempunyai pendapat sejenis sebagaimana yang dikutip oleh Siamat adalah commercial loan theory. Teori ini lahir pada abad ke-18. Teori ini mengatakan bahwa kredit (pembiayaan) yang dilakukan bank, terutama pembiayaan jangka pendek (dalam kondisi normal) pada saat pembayaran cicilan oleh nasabah bank dapat menambah likuiditas bank yang bersangkutan. Berarti pembiayaan yang diberikan dapat mempengaruhi jumlah lukiditas.
2.1.2.3 Alat Ukur Tingkat Likuiditas
Tingkat likuiditas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio likuiditas yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja suatu bank. Beberapa rasio likuiditas yang sering digunakan dalam menilai suatu bank menurut Lukman Dendawijaya (2009:114) adalah sebagai berikut:
(33)
1. Cash ratio
Cash ratio adalah alat likuid yang terhadap dana pihak ketiga yang dihimpun
bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat likuid yang dimilikinya. Menurut ketentuan Bank Indonesia, alat likuid terdiri atas kas ditambah dengan rekening giro bank yang disimpan pada Bank Indonesia. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula likuiditas bank yang bersangkutan. Cash ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
Cash Ratio =
2. Reseve Requirement
Reseve requirement atau lebih dikenal juga dengan likuiditas wajib minimum
adalah suatu simpanan minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk giro di Bank Indonesia bagi semua bank untuk mengetahui besarnya reseve
requirement dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Reseve Requirement =
Pengertian alat likuid dalam rasio diatas terdiri atas dua hal yaitu: 1. Kas
2. Giro pada Bank
Komponen Dana pihak ketiga: 1. Giro
(34)
2. Deposito Berjangka 3. Sertifikat Deposito 4. Tabungan
5. Kewajiban jangka pendek lainnya 3. Loan to Deposit Ratio
Sesuai SE No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 “Loan to Deposit Ratio
merupakan perbandinganjumlah kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
LDR =
(SE No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) Rasio ini disajikan dalam bentuk persentase. Dengan penjelasan pada sebagai berikut:
Kredit merupakan total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar Bank)
Dana Pihak Ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar Bank)
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tingkat likuiditas bank dianggap sehat apabila LDR-nya antara 85%-110%.
Loan to Deposit tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam
(35)
kredit yang diberikan sebagai sumber likuidasinya. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikkasi semakin rendahnya likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kreddit menjadi semakin besar.
Menurut Mudrajat Kuncoro (2002:285) “Apabila hasil pengukuran jauh berada diatas target dan limit bank tersebut maka dapat dikatakan bank tersebut memiliki kesulitan likuiditas yang pada gilirannya akan menimbulkan beban biaya yang besar. Sebaliknya bila berada dibawah target dan limitnya, maka bank teersebut akan memelihara alat likuid yang berlebihan dan ini akan menimbulkan tekanan terhadap pendapatan bank berupa tingginya biaa kas yang menganggur (idle money).”
4. Loan to Asset Ratio
Loan to Asset Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
likuiditas bank yang menunjukan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
LAR =
2.1.3 Financing To Deposit Ratio (FDR)
Ali Norman (2005:21) mengemukakan bahwa: Seperti halnya perbankan konvensional, BI menggunakan FDR sebagai salah satu alat ukur tingkat kesehatan bank syariah. FDR dipakai untuk melihat kemampuan bank syariah untuk memenuhi
(36)
kewajiban yang harus dipenuhi dari dana yang telah dihimpunnya. Dalam dunia perbankan syariah tidak dikenal kredit (loan) dalam penyaluran dana yang dihimpunnya. Oleh karena itu, aktivitas penyaluran dana yang dilakukan bank syariah lebih mengarah kepada pembiayaan (financing). Hutang merupakan sesuatu yang harus dihindari dalam perbankan syariah. Rumus perhitungan likuiditas dikonversi karena masih dalam terminolgi yang sama yaitu fungsi intermediasi perbankan, terutama aspek penyaluran dana yang telah dihimpunnya untuk mendapat gain profit. Rumus LDR kedalam dunia syariah menjadi Financing to Deposit Ratio (FDR). Sehingga FDR dapat dirumuskan dengan:
Ketentuan Bank Indonesia tentang LDR, berdasarkan ketetapan Bank Indonesia No.6/23/DPNP, 31 Mei 2004 menyatakan bahwa suatu perbankan dikatakan keadaan likuiditasnya baik atau sehat adalah berada pada rasio 85% - 110%. Pemeliharaan kesehatan bank antara lain dengan tetap menjaga likuiditasnya sehingga bank dapat memenuhi kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau mencairkan uangnya.
Financing to Deposit tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank
dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuidasinya. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya likuiditas bank yang
(37)
bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai pembiayaan menjadi semakin besar.
Menurut Mudrajat Kuncoro (2002:285) “Apabila hasil pengukuran jauh berada diatas target dan limit bank tersebut maka dapat dikatakan bank tersebut memiliki kesulitan likuiditas yang pada gilirannya akan menimbulkan beban biaya yang besar. Sebaliknya bila berada dibawah target dan limitnya, maka bank tersebut akan memelihara alat likuid yang berlebihan dan ini akan menimbulkan tekanan terhadap pendapatan bank berupa tingginya kas yang menganggur (idle money).”
Bank dengan tingkat agresivitas tinggi (tercermin dari angka LDR diatas 110%) akan mengalami kesulitan likuiditas (Masyhud Ali, 2004). Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa loan/pinjaman dinilai sebagai earning asset bank yang kurang atau bahkan sangat tidak likuid. Dengan LDR yang tinggi dapat diduga cash inflow dari pelunasan pinjaman dan pembayaran bunga dari debitur pada bank menjadi tidak sebanding dengan kebutuhan untuk memenuhi cash outflow penarikan dana giro, tabungan dan deposito (wadiah dan mudharabah) yang jatuh tempo dari masyarakat. Dapat diduga dengan LDR yang tinggi, bank secara potensial dapat mengalami kesulitan likuiditas (Masyhud Ali, 2004).
2.1.4 Profitabilitas
2.1.4.1 Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kurun waktu tertentu. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi efisiensi perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan.
(38)
Menurut Munawir (2004:33) “Profitabilitas menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.”
Agus Sartono (2001:122): ”Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan suatu bank dalam menghasilkan laba dalam penjualan, total aktiva maupun modal sendiri yang dinyatakan dengan persentase.
Tingkat profitabilitas yang mencerminkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba akan tergantung pada kemampuan manajemen bank dalam mengelola asset dan liabilitas.
2.1.4.2 Alat Ukur Tingkat Profitabilitas
Rasio profitabilitas yang lazim digunakan dalam penilaian bank oleh Bank Indonesia adalah berdasarkan pada empat rasio, yaitu:
1. Return On Asset
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata aset bank yang bersangkutan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA =
x
100%(39)
Angka ROA diperolah dengan membandingkan laba tahun berjalan sebelum pajak dengan total asset atau volume neraca ROA dapat mencerminkan tingkat efisiensi pengelolaan bank. Bank yang memiliki ROA yang makin tinggi, dapat dikatakan efisien, karena tingkat pertambahan laba lebih tinggi dari tingkat pertambahan aset.
2. Return On Equity (ROE)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedian untuk menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROE =
x
100%(SE BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank. ROE lebih mencerminkan produktivitas dana yang diinvestasikan pemilik bank.
3. Net Interest Margin (NIM)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
(40)
Pendapatan bunga bersih didapat dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
NIM =
x
100%(SE BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) Semakin tinggi NIM dapat dikatakan bahwa bank semakin baik dan menguntungkan. Tetapi di sisi lain, jika selisih bunga semakin besar dapat diartikan perbankan kurang efisien. Kurang efisien dapat disebabkan skala usaha yang kecil, atau masalah internal perbankan, misalnya biaya operasional yang tinggi, yang memaksa bank menaikkan tingkat bunga pinjaman. Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6% keatas.
4. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO)
Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
BOPO =
x
100%(SE BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) Semakin tinggi BOPO maka semakin rendah efisiensi itu berarti kinerja bank kurang baik begitupun sebaliknya semakin tinggi efisiensi itu menandakan bahwa kinerja suatu bank baik.
(41)
2.1.5 Net Interest Margin (NIM)
Rasio Net Interest Margin digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih didapat dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga.
NIM merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih dengan rata-rata aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih merupakan selisih dari pendapatan bunga dengan beban bunga. Komponen NIM pada bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Dalam perbankan syariah pendapatan bunga sama dengan bagi hasil, jual beli dan sewa yang sifat pendapatannya berupa bagi hasil dan margin, sedangkan beban bunga terdiri dari wadiah dan mudharabah yang sifat bebannya berupa bagi hasil dan bonus. Dan rata aktiva produktif pada bank syariah sama dengan rata-rata pembiayaan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
NIM =
x
100%(SE BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh pendapatan operasionalnya dari dana yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman (kredit/pembiayaan). Semakin tinggi NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam penempatan aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan. Akan tetapi di sisi lain, jika selisih bunga semakin besar dapat diartikan perbankan kurang efisien. Kurang efisien dapat disebabkan skala usaha yang kecil, atau masalah internal perbankan, misalnya
(42)
biaya operasional yang tinggi, yang memaksa bank menaikkan tingkat bunga pinjaman. Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6% keatas.
2.1.6 Modal Bank
2.1.6.1 Pengertian Modal
Modal bank digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan guna menunjang kegiatan operasi bank. Jumlah modal yang dimiliki oleh bank digunakan untuk modal dalam penyaluran kredit dan pembiayaan operasional bank. Modal juga merupakan faktor penting dalam upaya mengembangkan usaha bank.
Menurut Munawir (2004:13) “Modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditunjukan dalam pos modal, surplus dan laba yang ditahan.
Menurut Lukman Dendawijaya (2005:28) “Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti atau primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital.” Rincian masing-masing komponen dari modal bank-bank diatas adalah sebagai berikut:
1. Modal inti pada prinsipnya terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dengan perincian sebagai berikut:
a. Modal Disetor
Merupakan modal yang telah disetor oleh pemilik bank, sesuai dengan preraturan yang berlaku
(43)
b. Agio Saham
Merupakan kelebihan harga saham atas nilai nominal saham yang bersangkutan
c. Modal Sumbangan
Merupakan modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk modal dari donasi luar bank
d. Cadangan Bank
Merupakan cadangan yang diperoleh dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak
e. Cadangan Tujuan
Merupakan bagian laba setelah dikurangi pajak yang telah disisihkan untuk tujuan tertentu
f. Laba Ditahan
Merupakan saldo laba bersih setelah diperhitungkan pajak dan telah diputuskan RUPS untuk tidak dibagikan
g. Laba Tahun Lalu
Merupakan seluruh laba bersih tahun lalu setelah diperhitungkan pajak h. Laba Tahun Berjalan
Merupakan laba yang telah diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak
2. Modal pelengkap terdiri atas cadangan yang tidak dibentuk dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat disamakan dengan modal.
(44)
Secara terperinci modal pelengkap dpat berupa sebagai berikut: a. Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap
Merupakan cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali dari aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Dirjend Pajak
b. Cadangan Penghapusan Aktiva Produktif
Merupakan cadangan yang dibentuk dengan cara membebankan laba rugi tahun berjalan dengan maksud menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterima seluruh atau sebagian aktiva produktif c. Modal Kuasi
Merupakan modal yang didukung oleh instrument atau warkat yang memiliki sifat seperti modal. Menurut Bank for Internasional Settlements disebut Capital Instrument
d. Pinjaman Subordinasi
Merupakan pinjaman yang telah memenuhi syarat seperti ada perjanjian tertulis antar bank dengan pemberi pinjaman, memperoleh persetujuan BI dan tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan perjanjian lainnya
2.1.6.3 Fungsi Modal
Menurut M. Faisal Abdullah (2005:59) modal mempunyai fungsi sebagai berikut:
(45)
1. Melindungi para kreditur
Kreditur dalam pengertian ini adalah mereka yang menyimpan dananya di bank baik berupa giro, tabungan dan deposito (dana jangka pendek). Bagi para kreditur yang mengharapkan adanya kepasstian kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan kreditur sewaktu-waktu dibutuhkan. Dengan demikian modal bank merupakan penyanggah pengembalian dana kreditur manakala bank kesulitan menarik kembali investasi jangka pendek ataupun bank kesulitan likuiditas.
2. Menjamin kelangsungan operasional
Fungsi lain modal bank untuk menjamin kelangsungan usaha bank. Menurut George H. Hampell (1986:53) bahwa menyanggah kelangsungan operasi bank merupakan fungsi terpenting modal sendiri. Dengan modal sendiri bank memulai kegiatan operasi mereka termasuk membangun atau membeli kantor dan peralatan. Dengan dana itu bank membiayai operasi mereka pada masa paceklik, yaitu jumlah pendapatan lebih kecil daripada biaya yang harus mereka keluarkan.
3. Memenuhi standar modal minimal
Standar kecukupan modal yang akan dibahas dalam pokok bahasan berikut ini yang sering disebut dengan standar CAR (capital adequacy ratio) merupakan hal penting yang harus diperhatikan atau dipenuhi bank.
Berdasarkan rasio CAR apabila bank akan menambah penyaluran kredit kepada masyarakat, maka dengan sendirinya bank harus menambah modal
(46)
yang dimiliki. Apabila bank tidak menambah jumlah kredit maka akan memperkecil CAR yang dicapai bank.
Kondisi permodalan suatu bank merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, tidak saja bagi nasabah yang ingin menyimpan uangnya tetapi juga oleh Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas bank untuk memastikan komunitas dan kelangsungan serta eksistensi operasionalisasi bank yang bersangkutan bila sewaktu-waktu mengalami kesulitan bank karena kesalahan pihak manajemen dalam mengelola likuiditas atau karena ekonomi dan moneter.
2.1.6.4 Kecukupan Modal
Menurut Peraturan Bank Indonesia No 10/15/PBI/2008, kecukupan modal dihitung dengan membandingkan modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) atau rasio ini biasa disebut dengan capital adequacy ratio (CAR). Oleh karena itu, perhitungan kecukupan modal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan CAR, yaitu sebagai berikut :
CAR =
(SE BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat-surat berharga) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana dari
(47)
sumber lain di luar bank seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain (Dendawijaya, 2005:12).
Besar kecilnya kecukupan modal suatu bank menurut Abdullah (2005:67) dipengaruhi oleh:
a. Tingkat kualitas manajemen bank, b. Tingkat likuiditas yang dimilikinya, c. Tingkat kualitas dari asset,
d. Struktur deposito, e. Laba ditahan,
f. Tingkat kualitas dari sistem dan prosedurnya, g. Tingkat kualitas dan karakter para pemilik saham,
h. Kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek maupun jangka panjang,
i. Riwayat pemupukan modal dan peraturan pembagian laba yang diperolehnya.
2.1.7 Capital Adequacy Ratio (CAR)
Salah satu indikator rasio kecukupan modal adalah Capital Adequacy Ratio. Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002:563) CAR adalah rasio kecukupan modal yang menunjukan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengotrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Dengan kata lain capital adequacy ratio adalah rasio kinerja bank yang mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang
(48)
mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
CAR =
(Kuncoro dan Suhardjono, 2002:563) CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva risiko. CAR berfungsi mengatasi risiko kerugian yang mungkin dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank untuk menanggung risiko dari setiap aktiva produktif yang mengandung risiko.jika nilai CAR suatu bank tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas bank.
Menurut Ali (2004:450) “perhitungan besaran ATMR dilakukan dengan menghitung jumlah nilai aktiva tertimbang dimana sebagai faktor penimbang digunakan perkiraan besarnya risiko yang melekat pada masing-masing unsur aktiva bank tersebut.”
Aktiva tertimbang menurut resiko adalah ukuran jumlah dari aset bank disesuaikan dengan risiko. Aktiva tertimbang menurut risiko mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga (Abdullah, 2005:60).
(49)
Disamping itu ketentuan Bank Indonesia juga menghitung cara perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko yang terdiri atas:
a. Aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko kredit yang melekat pada setiap pos aktiva
b. Beberapa pos dalam daftar kewajiban komitmen dan kontijensi (off-balanced
sheet account) yang diberikan bobot dan sesuai dengan kadar risiko kredit
yang melekat pada setiap pos, setelah terlebih dahulu diperhitungkan dengan bobot konversi.
2.1.8 Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas Terhadap Kecukupan Modal
Kecukupan modal merupakan faktor yang begitu penting dalam menjalankan dan mengembangkan usaha untuk menampung risiko kerugian. Tinggi rendahnya kecukupan modal dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik faktor eksternal maupun faktor internal. Dua faktor internal diantaranya yang mempengaruhi kecukupan modal adalah likuiditas dan profitabilitas.
Faktor likuiditas dapat mempengaruhi kecukupan modal seperti yang dijelaskan oleh Dahlan Siamat (2004:104) bahwa “Salah satu faktor yang di pertimbangkan dalam menilai kecukupan modal dapat dilihat dari Likuiditasnya. Rasio likuiditas tercermin dalam Financing to Deposit Ratio (FDR) yang merupakan rasio yang menggambarkan kesehatan bank terutama dalam posisi jangka pendek.
Apabila tingkat penyaluran kredit/pembiayaan tinggi maka bank akan memperoleh tingkat laba yang tinggi pula melalui pendapatan bunga dari penyaluran kredit/pembiayaan. Namun, jika tidak diikuti dengan perolehan pendapatan yang
(50)
sama, justru menimbulkan tingkat beban yang tinggi, termasuk untuk membiayai beban kredit bermasalah tersebut, sehingga modal menurun.
Faktor lain yang mempengaruhi kecukupan modal adalah profitabilitas. Widjanarto (2003:165) mengatakan bahwa “Posisi CAR suatu bank sangat tergantung pada: (a) jenis aktiva serta besarnya risiko yang melekat padanya, (b) kualitas aktiva atau tingkat kolektibilitasnya, (c) total aktiva suatu bank. Semakin besar aktiva maka semakin bertambah pula risikonya, (d) struktur posisi kualitas permodalan bank, dan (e) kemampuan bank untuk meningkatkan pendapatan dan laba.” Salah satu rasio yang digunakan dalam penilaian profitabilitas ini adalah menggunakan rasio Net
Interest Margin (NIM).
Jika NIM dari hasil pemberian kredit atau pembiayaan yang disalurkan oleh pihak bank meningkat diharapkan pendapatan laba pun terjadi peningkatan, karena dengan laba yang tinggi maka akan bisa meningkatkan modal yang dimiliki bank. Akan tetapi jika penyaluran kredit yang tinggi tidak diimbangi dengan pendapatan yang tinggi pula maka modal bank akan semakin berkurang karena modal yang tersedia akan dipakai untuk mebiayai risiko kredit atau kredit bermasalah yang ditimbulkan dari penyaluran kredit/pembiayaan.
2.1.9 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian menyangkut kecukupan modal (CAR), likuiditas dan profitabilitas telah dilakukan sebelumnya oleh para peneliti. Penelitian terdahulu digunakan oleh penulis sebagai bahan acuan untuk penelitian yang akan dilakukan
(51)
oleh penulis, sehingga penulis mengambil beberapa hasil penelitian antara lain sebagai berikut:
No Peneliti Judul Variabel Yang Diteliti Hasil Penelitian
1 Yensen Krisna (Tesis, UNDIP 2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi Capital Adequacy Ratio (CAR) Pada Bank Umum di Indonesia
X1 : Return On Investment X2 : Return On Equity X3 : BOPO
X4 : Net Interest Margin X5 : Loan to Deposit Ratio X6 : Non Performing Loan Y : Capital Adequacy Ratio
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 6 hipotesis yang diteliti terdapat tiga hipotesis yang diterima yaitu variable ROI, LDR dan NPL
berpengaruh signifikan positif terhadap variable CAR 2 Retno Tri
Setiyanings ih (Skripsi, UPN JATIM 2011) Analisis Rasio Likuiditas dan Kualitas Aktiva terhadap CAR pada Bank Swasta Nasional di Surabaya
X1 : Investing Policy Ratio X2 : Loan to Deposit Ratio X3 : Aktiva Produktif Bermasalah
X4 : Non Performing Loan Y :Capital Adequacy ratio
Secara simultan variable Investing Policy Ratio, LDR, Aktiva Produktif Bermasalah, dan NPL berpengaruh signifikan terhadap CAR. 3 Nissa
Ansyireza Utami (Skripsi, UPI 2012) Pengaruh Profitabilitas dan Likuiditas Terhadap Tingkat Kecukupan Modal
X1 = ROA X2 = LDR Y = CAR
Secara simultan rasio Likuiditas lebih berpengaruh terhadap Kecukupan Modal dibandingkan dengan Profitabilitas. 4 Farah
Margaretha & Diana
Pengaruh Resiko, Kualitas Manajemen,
X1 : Non Performing Loans X2 : Resiko Nilai Index X3 : Net Interest Margin
Hasil penelitian menunjukan bahwa ZRISK,
(52)
Setiyaingru m (Jurnal, Universitas Trisakti 2011) Ukuran dan Likuiditas Bank terhadap Capital Adequacy Ratio Bank-bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
X4 : Size
X5 : Liquid Asset to Total Deposit
X6 : Equity to Total Liabilities Y : Capital Adequacy Ratio
NIM, dan LACSF mempunyai pengaruh negative dan signifikan gerhadap CAR. Dan EQTL mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap CAR. Sedangkan NPL dan SIZE tidak mempunyai pegaruh signifikan terhadap CAR.
2.2 Kerangka Pemikiran
Salah satu tolak ukur nasabah untuk mau menginvestasikan hartanya pada suatu bank adalah dengan menilai tingkat kesehatannya. Semakin sehat suatu bank maka semaki besar kemampuan bank dalam menunaikan kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, tidak terkecuali pada bank syariah. Faktor-faktor penilaian tingkat kesehatan bank syariah meliputi aspek permodalan (Capital), kualitas aset (Asset
quality), manajemen (Management), rentabilitas (Earnings), likuiditas (Likuidity),
dan sensitivitas atas risiko pasar (sensitivity to market risk).
FDR merupakan salah satu indikator kesehatan likuiditas bank. Penilaian likuiditas merupakan penilaian terhadap kemampuan bank untuk memelihara tingkat likuiditas yang memadai dan kecukupan manajemen risiko likuiditas. FDR paling
(53)
sering digunakan oleh analisis keuangan dalam menilai kinerja bank terutama dari seluruh jumlah kredit yang diberikan oleh bank dengan dana yang diberikan oleh bank.
Rasio likuiditas merupakan salah satu indikator dalam penilaian kinerja keuangan bank. Financing to Deposit Ratio (FDR) menjadi salah satu rasio likuiditas yang sering digunakan untuk menggambarkan kesehatan bank terutama dalam posisi jangka pendek. Bank Indonesia selaku otoritas moneter menetapkan batas FDR berada pada tingkat 85%-110%. Semakin besar jumlah kredit yang diberikan oleh bank maka akan semakin rendah tingkat likuiditas bank yang bersangkutan, namun dilain pihak semakin besar jumlah kredit yang diberikan diharapkan bank akan mendapatkan return yang tinggi pula. Hal itu akan mempengaruhi penilaian investor dalam mengambil keputusan investasinya.
Dengan tingkat penyaluran kredit yang tinggi, bank akan memperoleh tingkat laba yang tinggi melalui pendapatan bunga dari penyaluran kredit. Namun, jika tidak diikuti dengan perolehan pendapatan yang sama, justru menimbulkan tingkat beban yang tinggi, termasuk untuk membiayai beban kredit bermasalah tersebut sehingga modal akan menurun. Dengan lambatnya pertumbuhan kredit yang terjadi, ini mengakibatkan pada pendapatan yang berkurang sehingga menyebabkan kredit bermasalah membengkak, menurunnya interest margin sehingga modal dan laba mengalami penurunan.
Nilai profitabilitas sebuah bank sangat penting dalam menilai kinerja keuangan selain likuiditas. Karena jika bank tidak mampu mendapatkan nilai
(54)
profitabilitas yang mencukupi maka akan berdampak buruk terhadap tingkat modal bank. Net Interest Margin (NIM) Merupakan salah satu indikator profitabilitas bank.
Net Interest Margin (NIM) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh pendapatan operasionalnya dari dana yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman (kredit/pembiayaan). Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6% keatas.
Semakin tinggi NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam penempatan aktiva produktif dalam bentuk kredit. Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6% keatas. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Modal merupakan dana yang diperoleh dari pemilik dan sumber-sumber lainnya untuk membiayai pengadaan aktiva ataupun operasi perusahaan lainnya. Kondisi permodalan suatu bank sangat penting untuk diperhatikan, bukan hanya bagi nasabah yang ingin menyimpan hartanya tetapi juga oleh Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas bank untuk memastikan kelangsungan serta eksistensi operasional bank yang bersangkutan bila sewaktu-waktu mengalami kesulitan. Kecukupan modal merupakan salah satu faktor penentu besarnya jumlah kredit yang disalurkan kepada masyarakat.
(55)
Kecukupan Modal (CAR) akan terpenuhi dengan baik apabila bank memiliki dana yang cukup dari kualitas aktiva produktif yang baik untuk dialokasikan. Capital
Adequacy Ratio adalah rasio kecukupan modal yang menunjukkan seberapa besar
seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana dari sumber luar bank. Jika modal terlalu besar maka akan berengaruh terhadap jumlah perolehan laba bagi bank. Sedangkan jika modal terlalu kecil akan membatasi kemampuan ekspansi bank serta tidak punya kesiapan jika terjadi risiko kerugian yang timbul dari penyaluran kredit yang disalurkan.
Gambaran hubungan tersebut terangkum dan terlihat pada bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:
(56)
(Sumber : Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/10/PBI/2004 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Dendawijaya (2005:119))
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran BANK
TINGKAT KESEHATAN BANK
PROFITABILITAS ASET MANAJEMEN LIKUIDITAS
ROA
NIM ROE
BOPO
FDR
MODAL
KECUKUPAN MODAL (CAR)
CR
RR
(57)
2.3 Paradigma Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh LDR dan NIM terhadap CAR, maka diperlukan suatu paradigma penelitian. Paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti. Dengan paradigma penelitian ini, maka akan dapat digunakan sebagai panduan dalam merumuskan masalah penelitian, merumuskan hipotesis dan menentukan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Berdasarkan uraian di atas, maka paradigma penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
(Sumber : Dahlan Siamat (2004:104), Widjanarto (2003:165))
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
Likuiditas (LDR)
Kecukupan Modal (CAR)
Profitabilitas (NIM)
(58)
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah perumusan sementara mengenai sesuatu hal yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Menurut Sugiyono (2007:51) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori-teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Berdasarka uraian diatas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: “Likuiditas dan Profitabilitas berpengaruh terhadap Kecukupan Modal.”
(59)
BAB 1V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk 4.1.1.1 Profil Perusahaan
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.
(60)
Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak
(61)
memotong hak Kru Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (iv) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya.
Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in
(62)
Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2009 oleh Global Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic Finance House in Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong).
4.1.1.2 Visi dan Misi Perusahaan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Sejalan dengan keberadaannya, PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk membentuk Visi dan Misi yang jelas untuk memberikan arah gerak yang jelas bagi perjalanan bank. Visi dan Misi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Visi Perusahaan
Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional.
2. Misi Perusahaan
Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi
stakeholder.
4.1.2 Data Variabel yang Diteliti
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel independen (bebas) dan satu variable dependen (terikat). Variabel independen dalam penelitian ini adalah likuiditas dan profitabilitas sedangkan variabel dependen adalah kecukupan modal. Indikator yang digunakan untuk mengukur likuiditas yaitu
(63)
Financing to Deposit Ratio (FDR), profitabilitas yaitu Net Interest Margin
(NIM),kecukupan modal yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR).
4.1.2.1 Perkembangan Likuiditas PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya maupun komitmen yang sudah dikeluarkan. Indicator yang digunakan dalam penelitian ini adalah Finaning to Deposit Ratio (FDR).
Financinf to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio perbandingan antara seluruh
jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank. Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
FDR =
Berikut ini adalah data perkembangan FDR diperoleh dari laporan keuangan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk periode 2003-2011 :
(64)
Tabel 4.1
Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Periode Tahun 2003-2011 Periode Financing to Deposit Ratio
(FDR) Perubahan Ket
2003
Triwulan I 85,10% - -
Triwulan II 81,76% 3,34 Turun
Triwulan III 73,22% 8,54 Turun
Triwulan IV 76,97% 3,75 Naik
2004
Triwulan I 81,70% 4,73 Naik
Triwulan II 115,95% 34,25 Naik
Triwulan III 110,19% 5,76 Turun
Triwulan IV 86,03% 24,16 Turun
2005
Triwulan I 87,33% 1,3 Naik
Triwulan II 87,73% 0,4 Naik
Triwulan III 92,29% 4,56 Naik
Triwulan IV 89,08% 3,21 Turun
2006
Triwulan I 92,00% 2,92 Naik
Triwulan II 91,24% 0,76 Turun
Triwulan III 87,29% 3,95 Turun
Triwulan IV 83,60% 3,69 Turun
2007
Triwulan I 90,51% 6.91 Naik
Triwulan II 97,06% 6,55 Naik
Triwulan III 102,87% 5,81 Naik
Triwulan IV 99,16% 3,71 Turun
2008
Triwulan I 95,73% 3,43 Turun
Triwulan II 102,94% 7,21 Naik
Triwulan III 106,39% 3,45 Naik
Triwulan IV 104,41% 1,98 Turun
2009
Triwulan I 98,44% 5,97 Turun
Triwulan II 90,27% 8,17 Turun
Triwulan III 92,93% 2,66 Naik
(65)
2010
Triwulan I 99,47% 13,65 Naik
Triwulan II 103,71% 4,24 Naik
Triwulan III 99,68% 4,03 Turun
Triwulan IV 91,52% 8,16 Turun
2011
Triwulan I 95,82% 4,3 Naik
Triwulan II 95,71% 0,11 Turun
Triwulan III 92,45% 3,26 Turun
Triwulan IV 85,18% 7,27 Turun
Sumber: Laporan Keuangan diolah kembali
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa perkembangan FDR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk mengalami tren menurun dari periode triwulan pertama tahun 2003 hingga triwulan keempat tahun 2011. Selama periode penelitian terlihat awal triwulan 2003 nilai FDR berada pada batas standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu kisaran 85%-110%.
Berdasarkan tabel 4.1 perolehan FDR pada awal tahun 2003 sebesar 85,10% terus menurun pada triwulan II menjadi 81,76%, kemudian pada triwulan III menjadi turun dengan besaran 73,22%, namun pada akhir tahun 2003 meningkat mencapai 76,97%. Pada tahun 2004 FDR mengalami peningkatan kembali, dapat dilihat mulai triwulan I mencapai 81,70% kemudian pada triwulan II menjadi 115,95%, namun triwulan III menurun menjadi 110,19% dan pada akhir tahun 2004 FDR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk mencapai 86,03%.
Pada tahun 2005 mengalami perkebangan FDR berfluktuatif, mulai pada triwulan I sebesar 87,33% lalu meningkat pada triwulan II menjadi 87,73% dan triwulan ke III menjadi 92,29% dan pada akhir triwulan IV akhirnya menurun menjadi 89,08%. Selanjutnya pada tahun 2006 triwulan I FDR mengalami
(1)
107
Penelitian ini menjelaskan bahwa Profitabilitas (NIM) memiliki hubungan yang positif dengan Kecukupan Modal (CAR). Hubungan yang positif ini sesuai dengan pendapat Widjanarto (2003:165) mengemukakan bahwa “Posisi CAR suatu bank sangat tergantung pada beberapa hal diantaranya adalah kemampuan bank untuk
meningkatkan pendapatan dan laba .”
Maka dengan demikian dalam penelitian ini, secara parsial rasio NIM bukan faktor yang mempengaruhi CAR pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi menurunnya CAR pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk tidak diteliti dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara simultan atau uji F nilai sig lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau nilai 0,000 < 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak artinya bahwa variabel likuiditas dan profitabilitas secara simultan dan bersama-sama mampu mempengaruhi Kecukupan Modal (CAR) pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Berdasarkan uji statistik, diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,223. Koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa likuiditas dan profitabilitas mempengaruhi kecukupan modal PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sebesar 22,3% dan sisanya 77,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Dan hasil penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yensen Krisna (2008) “Faktor-faktor yang mempengaruhi Capital
(2)
bahwa secara parsial variabel ROI, LDR dan NPL berpengaruh signifikan positif terhadap CAR, sedangkan ROE, BOPO dan NIM tidak berpengaruh terhadap CAR.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Nissa Ansyireza Utami (2012)
“Pengaruh Profitabilitas dan Likuiditas Terhadap Kecukupan Modal” yang
menunjukkan hasil bahwa secara simultan rasio likuiditas lebih berpengaruh terhadap kecukupan modal.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian-uraian teori, hasil penelitian, analisis data dan pembahasan serta dari hipotesis yang telah disusun pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan pengaruh likuiditas dan profitabilitas terhadap kecukupan modal berikut ini:
1. Perkembangan likuiditas yang diukur dengan menggunakan indikator
Financing to Deposit Ratio (FDR) pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
pada tahun 2003 hingga tahun 2011 mengalami pergerakan yang fluktuatif dan cenderung menurun. Dengan nilai FDR yang cenderung menurun dapat diartikan bahwa banyak dana yang menganggur di bank yang tidak dialokasikan ke dalam pembiayaan sehingga bank tidak produktif. Nilai FDR tertinggi terjadi pada tahun 2008 triwulan III yaitu sebesar 106,39%. Sedangkan nilai FDR terendah terjadi pada tahun 2003 triwulan III yaitu sebesar 73,22%. Nilai rata-rata FDR sebesar 93,0986% dan masih dalam posisi aman yaitu diantara 85%-110%.
2. Perkembangan profitabilitas yang diukur dengan menggunakan indikator Net
Interest Margin (NIM) pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk pada tahun
2007 hingga tahun 2011 mengalami pergerakan yang fluktuatif dan ceenderung menurun. Dengan nilai NIM yang cenderung menurun, bank harus lebih
(4)
selektif lagi dalam menempatkan dana ke dalam aktiva produktif/pembiayaan. Nilai NIM tertinggi terjadi pada tahun 2007 triwulan II yaitu sebsesar 13,87%. Sedangkan nilai NIM terendah terjadi pada tahun 2011 triwulan I yaitu sebesar 4,88%. Nilai rata-rata NIM sebesar 7,1186% dan masih dalam posisi aman yaitu diatas 6%.
3. Perkembangan kecukupan modal yang diukur dengan menggunakan indikator
Capital Adequacy Ratio (CAR) pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk pada
tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami pergerakan yang fluktuatif dan cenderung menurun. Nilai CAR tertinggi terjadi pada tahun 2003 triwulan III yaitu sebsesar 19,34%. Sedangkan nilai CAR terendah terjadi pada tahun 2008 triwulan II yaitu sebesar 9,57%. Nilai rata-rata CAR sebesar 13,0433% dan masih dalam posisi aman yaitu diatas 12%.
4. Secara parsial, likuiditas yang diukur dengan menggunakan indikator
Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh negatif signifikan terhadap
kecukupan modal yang diukur dengan menggunakan indikator Capital
Adequacy Ratio (CAR), sedangkan profitabilitas yang diukur dengan
menggunakan indikator Net Interest argin (NIM) positif tidak signifikan terhadap kecukupan modal yang diukur dengan menggunakan indikator
Capital Adequacy Ratio (CAR) PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Secara
simultan Likuiditas yang diukur dengan menggunakan indikator Financing to
Deposit Ratio (FDR) dan Profitabilitas yang diukur menggunakan indikator Net nterest Margin (NIM) mempunyai pengaruh terhadap kecukupan modal
(5)
111
pada PT. Bank Mumalat Indonesia, Tbk sebesar 22,3% dan sisanya 77,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi pihak bank disarankan untuk meningkatkan kembali jumlah pembiayaan yang disalurkan dengan cara menyesuaikan kebijakan perusahaan untuk meningkatkan jumlah penyaluran dana pihak ketiga yang telah dihimpun di bank ke dalam aktiva produktif/pembiayaan. Dengan meningkatnya jumlah pembiayaan maka bank jugadapat meningkatkan pendapatan dan laba sehingga nilai CAR pun akan bertambah.
2. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk disarankan untuk lebih selektif dalam mengalokasikan dana yang dihimpun ke dalam bentuk aktiva produktif/pembiayaan serta dapat meminimalisir beban bank sehingga dapat meningkatkan pendapatan bunga bersih
3. Para investor yang akan menanamkan modalnya disarankan untuk memperhatikan indikator kinerja keuangan perusahaan seperti likuiditas dan profitabilitas, karena kedua variabel tersebut dapat memberikan gambaran mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang.
4. Para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai likuiditas dan profitabilitas terhadap kecukupan modal, disarankan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan 77,7% indikator lainnya yaitu jenis aktiva
(6)
serta risiko yang melekat padanya, kualitas aktiva atau tingkat kolektibilitasnya, total aktiva dan struktur posisi kualitas permodalan bank.