IMPLEMENTASI NILAI – NILAI DEMOKRASI MELALUI KESENIAN BENJANG DALAM MEMBANGUN WARGA NEGARA YANG BAIK : Studi Kasus di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.

(1)

IMPLEMENTASI NILAI

NILAI DEMOKRASI MELALUI

KESENIAN BENJANG DALAM MEMBANGUN

WARGA NEGARA YANG BAIK

(Studi Kasus di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh :

Peni Nurviani Yunansyah 1005672

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

IMPLEMENTASI NILAI

NILAI DEMOKRASI MELALUI

KESENIAN BENJANG DALAM MEMBANGUN

WARGA NEGARA YANG BAIK

(Studi Kasus di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung)

Oleh :

Peni Nurviani Yunansyah 1005672

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial

© Peni Nurviani Yunansyah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang – undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, di fotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENI NURVIANI YUNANSYAH 1005672

IMPLEMENTASI NILAI – NILAI DEMOKRASI MELALUI KESENIAN BENJANG DALAM MEMBANGUN

WARGA NEGARA YANG BAIK

(Studi Kasus di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dra. Iim Siti Masyitoh, M.Si NIP. 19620102 198608 2 001

Pembimbing II

Dra. Hj. Dartim Nan Sati NIP. 13051477600

Mengetahui dan Menyetujui

Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Prof. Dr. H. Sapriya, M. Ed NIP. 19630820 198803 1 001


(4)

Skripsi ini telah diuji pada :

Hari, Tanggal : Senin, 30 Juni 2014

Tempat : Gedung FPIPS UPI Bandung

Panitia ujian terdiri dari :

1. Ketua :

Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si NIP. 19700814 199402 1 001

2. Sekertaris :

Prof. Dr. H. Sapriya, M. Ed NIP. 19630820 198803 1 001

3. Penguji : 3.1

Prof. Dr. H. Sapriya, M. Ed NIP. 19630820 198803 1 001 3.2

Drs. Muhammad Halimi, M.Pd NIP. 19580605 198803 1 001 3.3

Dra. Hj. Komala Nurmalina, M. Pd NIP. 13034502500


(5)

ABSTRAK

PENI NURVIANI YUNANSYAH (1005672). “IMPLEMENTASI NILAI – NILAI DEMOKRASI MELALUI KESENIAN BENJANG DALAM MEMBANGUN WARGA NEGARA YANG BAIK” (Studi Kasus di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung).

Penelitian ini bertolak dari keresahan penulis akan kelestarian kesenian daerah sebagai salah satu unsur kebudayaan yang harus dipertahankan. Dilihat dari kondisi masyarakat Indonesia yang menuju ke arah kehidupan yang lebih modern, kesenian benjang sebagai seni tradisional dianggap oleh sebagian orang sudah kuno dan tidak ingin berpartisipasi aktif dalam melestarikan warisan tradisi atau kebudayaan setempat. Pada saat ini, permasalahan yang terjadi diakibatkan karena Ujungberung sudah menjadi kota metropolis sehingga eksistensi benjang mulai redup, banyak anak muda yang terbawa arus, contohnya lebih menyukai

game online dan budaya – budaya barat. Penelitian ini berfokus nilai – nilai demokrasi yang terdapat dalam kesenian benjang tersebut dan bagaimana nilai – nilai tersebut dapat diimplementasikan dalam upaya membangun warga negara yang baik.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan mengungkapkan implementasi nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi, dan studi litelatur.

Hasil penelitian menunjukkan beberapa hal diantaranya: (1) bahwa nilai – nilai demokrasi yang terkandung dalam kesenian benjang adalah nilai kebersamaan, keterbukaan, kepercayaan, kedisiplinan, tanggung jawab, dan menyelesaikan pertikaian secara damai. (2) cara mentransformasikan nilai – nilai demokrasi dalam kesenian benjang dilakukan oleh pemain benjang, masyarakat, serta pemerintah setempat dengan cara membimbing pemain benjang agar memiliki sikap sportif, cinta damai, disiplin, tanggung jawab melalui gerakan dan aturan bermain dalam benjang. (3) hambatan dalam melestarikan nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang itu tidak hanya datang dari sumber daya manusianya yang kurang dalam melestarikan kesenian benjang tetapi pengaruh perkembangan zaman yang semakin canggih sehingga sebagian tokoh – tokoh benjang yang sudah hilang tidak mewariskan kepada keturunannya dan dari pihak pemerintah juga masih belum optimal koordinasi dengan walikota, dan dinas pariwisata kota bandung dalam memberi fasilitas dan pendanaan kepada pemain benjang. (4) solusi dalam menghadapi hambatan tersebut dengan mengadakan

roadshow dan berbagai event, melakukan pembinaan dan pelatihan kepada

pemain benjang dan memberikan fasilitas serta bantuan dana. Rekomendasi yang diberikan penulis bahwa semua pihak harus meningkatkan kerjasama dalam mengimplementasikan nilai demokrasi yang terdapat dalam kesenian benjang ini.


(6)

ABSTRACT

PENI NURVIANI YUNANSYAH (1005672). “IMPLEMENTATION OF VALUE - VALUE OF DEMOCRACY THROUGH ART benjang CITIZENS IN BUILDING GOOD "(Case Study in District Ujungberung Bandung).

This study was motivated by the observation’s results in the Ujungberung

who have some problems in the preservation of local arts as one of the cultural elements which are considered by some to be outdated and do not want to participate actively in preserving the arts. One problem is that at this time the city has become a metropolis, so that benjang existence began to fall, many young people who were swept away, for example, prefer play game online and culture western.

The purpose of this study was to obtain an overview and implementation of the value of democracy through art benjang in building good citizens. Data in this study were qualitatively, case study method and taken from interview, observation, and documentation study.

The results were shown by looking some value of democracy in art benjang that can be implemented is the value of togetherness, openness, confidence, discipline, responsibility, and resolve disputes peacefully. The value of democracy is implemented by means of guiding the player benjang to have sportsmanship, love of peace, discipline, responsibility through movement and play within the rules benjang. In the face of problems in preserving democratic values in the benjang art by organizing road shows and various events, provide guidance and training to players benjang and provide facilities and funding.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nilai – Nilai Demokrasi ... 9

1. Pengertian Nilai – Nilai Demokrasi... 9

2. Unsur Nilai Demokrasi ... 15

3. Prinsip Nilai Demokrasi ... 17

4. Fungsi Nilai Demokrasi... 20

B. Kesenian Benjang ... 21

1. Pengertian Kesenian Benjang ... 21

2. Sejarah Kesenian Benjang ... 23

3. Kesenian Benjang Sebagai Seni Budaya Tradisional ... 32

4. Fungsi dan Peran Kesenian Benjang ... 33

C. Warga Negara Yang Baik ... 34

1. Pengertian Warga Negara Yang Baik ... 34

2. Ciri – Ciri Warga Negara Yang Baik ... 37

3. Cara Membentuk Warga Negara Yang Baik ... 38

4. Hak dan Kewajiban Warga negara Yang Baik... 40

D. Penelitian Terdahulu yang Menunjukkan Nilai - Nilai Dominan (Civic Communities Based Learning) ... 42

1. “Transmisi Seni Benjang Kampung Cibolerang di Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung”oleh Rusmi Surtikanti (2013) ... 42

2. “Benjang dari Seni Terebangan ke Bentuk Seni Bela Diri dan Pertunjukkan” oleh A. Sumiarto Widjaya (2006) ... 45


(8)

3. “Sejarah Teknik Aturan Permainan dan Nilai – Nilai Luhur

Seni Benjang oleh Andang Segara (2003)” ... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 51

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 51

1. Lokasi Penelitian ... 51

2. Subjek Penelitian ... 51

B. Desain Penelitian ... 52

1. Tahap Pra Penelitian ... 52

2. Tahap Pelaksanaan Lapangan... 54

3. Tahap Analisis Data ... 55

C. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 55

1. Pendekatan Penelitian... 55

2. Metode Penelitian ... 56

D. Penjelasan Istilah ... 59

E. Instrumen Penelitian... 60

F. Pengujian Keabsahan Data... 60

1. Credibility (Validitas Internal) ... 60

2. Transferability (Validitas Eksternal) ... 62

3. Dependability (Reliabilitas)... 62

4. Confirmability (Obyektivitas) ... 63

G. Teknik Pengumpulan Data ... 63

1. Wawancara ... 64

2. Observasi... 67

3. Studi Dokumentasi... 70

4. Studi Kepustakaan (literature)... 70

H. Teknik Pengolahan dan Analisis ... 70

1. Reduksi Data... 70

2. Display Data (Penyajian Data) ... 71

3. Kesimpulan / Verifikasi ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... . 72

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian... 72

1. Sejarah Singkat Ujungberung ... 72

2. Profil Kecamatan Ujungberung ... 74

3. Potensi Wilyah Kecamatan Ujungberung... 76

4. Prestasi Kecamatan Ujungberung... 78

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 78

1. Nilai – Nilai Demokrasi yang Terkandung Melalui Kesenian Benjang dalam Membangun Warga Negara yang Baik... 78

2. Proses Transformasi Nilai – Nilai Demokrasi melalui Kesenian Benjang dalam Membangun Warga Negara yang Baik... 86

3. Hambatan Melestarikan Nilai – Nilai Demokrasi dalam Kesenian Benjang ... 90


(9)

4. Solusi dalam Mengimplementasikan Nilai – Nilai

Demokrasi Melalui Kesenian Benjang dalam Membangun

Warga Negara yang Baik ... 92

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 96

1. Nilai – Nilai Demokrasi yang Terkandung Melalui Kesenian Benjang dalam Membangun Warga Negara yang Baik ... 96

2. Proses Transformasi Nilai – Nilai Demokrasi melalui Kesenian Benjang dalam Membangun Warga Negara yang Baik ... 103

3. Hambatan Melestarikan Nilai – Nilai Demokrasi dalam Kesenian Benjang... 110

4. Solusi dalam Mengimplementasikan Nilai – Nilai Demokrasi Melalui Kesenian Benjang dalam Membangun Warga Negara yang Baik ... 116

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... ... 121

A. Simpulan ... 121

1. Simpulan Umum... 121

2. Simpulan Khusus ... 121

B. Saran ... 122

1. Paguyuban Benjang Jawa Barat... 122

2. Dinas Pariwisata Kota Bandung ... 123

3. Masyarakat ... 123

4. Peneliti Selanjutnya ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 125 LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidak ada manusia tanpa kebudayaan. Kebudayaan memiliki nilai- nilai yang harus tetap di pertahankan. Sebagai penerus bangsa seharusnya melestarikan kebudayaan kita sendiri. Oleh karena itu kebudayaan yang dimiliki sebagai warisan yang berharga dan menjadi identitas serta pandangan hidup suatu bangsa perlu dilestarikan. Dalam menghadapi tantangan zaman yang mengarah pada kemajuan yang modern, kita tidak boleh melupakan kebudayaan yang kita miliki. Kebudayaan yang kita miliki seyogyinya yang menjadi kebanggaan bagi masyarakat pemilik kebudayaan tersebut. Dengan demikian, masyarakat tersebut seharusnya tetap melestarikan nilai – nilai yang ada dalam kebudayaan agar tidak tergeser oleh perkembangan dan perubahan yang begitu cepat.

Menurut Sutrisno (2008, hlm. 17) bahwa kebudayaan merupakan kekayaan essensial yang tidak hanya berpengaruh pada individu itu sendiri, tetapi berpengaruh pula pada kelompok sosial, dan bangsa sebagai wujud kebudayaan berupa ide/gagasan. Kebudayaan merupakan jantung hidup masyarakat, pembentuk, pengembang, pematang, serta pemelihara hati manusia – manusia yang ada didalamnya. Kebudayaan sebagai struktur dasariyah manusia, harus mampu menyatukan warga – warganya agar tidak terjadi disintegrasi, serta dapat memberi ciri khas kumpulan anggota - anggotanya sebagai khas, unik, lain dari yang lain. Dalam hal ini jelas, bahwa setiap anggota masyarakat sangat berperan penting dalam membentuk dan mempertahankan budaya yang dimilikinya.

Kebudayaan dibentuk oleh individu dan masyarkat itu sendiri. Menurut Sutrisno (2008, hlm. 16) bahwa secara historik bisa ditelusuri bahwa setiap masyarakat, setiap bangsa selalu membangun kebudayaannya sebagai cita - cita kemanusiaan. Nilai - nilai yang terdapat dalam kebudayaan tersebut telah menjiwai


(11)

ini merupakan zaman tantangan, kita justru ditantang, dinomorduakan, kadang ditanyakan, dilawan atau malah ditolak. Sedangkan yang lebih dihidupi atau disuarakan adalah nilai- nilai material, nilai ekonomis, nilai tubuh, nilai pemilikan (having), sehingga muncul tanda tanya besar dan kesangsian bahwa masyarakat kini cenderung untuk tidak lagi dihidupi oleh rancang budaya kualitas sejati yang menjadi ruang atau tempat manusia mengolah dan memilih kompas perjalanan hidupnya sehingga kehidupannya lebih terarah. Untuk itu sebagai masyarakat yang berbudaya kita harus selalu berpijak pada nilai – nilai dasar sebagai pedoman hidup dan menciptakan budaya yang berkualitas.

Dalam kebudayaan terdapat unsur – unsur yang harus kita pertahankan. Menurut Koentjaraningrat (2009, hlm. 164) bahwa unsur – unsur ini disebut dengan unsur - unsur kebudayaan universal atau “cultural universal”. Dengan Istilah universal itu menunjukkan unsur - unsur yang bersifat umum serta ada dan bisa didapatkan didalam semua kebudayaan dari semua bangsa dimana pun di dunia. Karena pada hakikatnya setiap bangsa memiliki budaya yang menjadi identitasnya. Menurut C. Kluckhohn (Koentjaraningrat, 2009, hlm. 165) menyebutkan „ketujuh unsur sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan yang ada di dunia yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian‟.

Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang mewarnai kehidupan masyarakat masa lalu maupun masa sekarang. Permasalahan yang terjadi saat ini banyak kesenian yang menjadi warisan tradisi yang kita miliki sering dianggap tidak penting. Hal ini terjadi karena masyarakat sebagai pemilik kesenian itu sendiri kurang memaknai nilai – nilai yang ada dalam kesenian tersebut. Menurut Rosidi (2011, hlm. 9), menyebutkan :

Banyak orang yang mencintai kesenian dan kebudayaan daerahnya namun tak berani aktif dalam kegiatan kesenian atau kebudayaan daerahnya itu karena hatinya tidak tahu pasti, apakah dengan aktif dalam kesenian dan kebudayaan daerah ia tidak akan berkhianat terhadap kenasionalan dan keindonesiaannya. Sehingga masih kurangnya kesadaran tentang nasionalisme, tentang nilai –


(12)

nilai kebudayaan nasional dan nilai – nilai kearifan lokal yang terdapat dalam warisan kebudayaan leluhurnya.

Berdasarkan kutipan yang dikemukakan oleh Rosidi di atas seharusnya sebagai warga negara yang baik wajib memiliki kesadaran tentang nilai kebudayaan nasional yang dimiliki.

Berkaitan dengan hal tersebut jelas dalam UUD NRI 1945 sudah diatur mengenai kebudayaan nasional pada pasal 32 ayat (1) (2), yang berbunyi:

(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan

mengembangkan nilai-nilai budayanya.

(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Dari penjelasan tersebut jelas bahwa negara Indonesia memberikan jaminan kepada warga negaranya untuk memelihara dan mengembangkan nilai – nilai budaya yang dimiliki agar tetap dilestarikan. Salah satu kesenian yang hidup adalah seni tradisional benjang sebagai seni asli daerah yang merupakan tradisi masyarakat sunda yang telah mengakar dan berkembang di beberapa daerah di Jawa Barat.

Menurut Sariyun, dkk (1991/1992, hlm. 76) bahwa pada awal mula perkembangan kesenian benjang ini sebagai bentuk permainan tradisional (rakyat) dan merupakan warisan leluhur penduduk ujungberung. Menurut Widjaya (2006, hlm. 3), bahwa :

Seni tradisional Benjang ini berkembang dan diyakini oleh masyarakat Ujungberung sebagai hasil budaya daerah setempat. Seni tradisional benjang dari dulu sampai sekarang masih dapat dilihat dan berkembang di daerah Ujungberung Kota/ Kabupaten Bandung. Hasil dari beberapa penelitian yang berkaitan dengan Seni Tradisional Benjang ternyata ada beberapa versi yang menjelaskan tentang sejarah asal mula maupun penciptaan olahraga seni benjang, meskipun didalamnya terdapat perbedaan maupun kesamaan tokoh serta kronologis penciptaan. Seni tradisional benjang sudah ada dan berkembang sejak abad ke 18 ini dibuktikan dengan adanya cerita dan silsilah yang disampaikan beberapa tokoh benjang sebagai sejarah penciptaan dan perkembangan seni tradisional benjang.


(13)

Perkembangan seni benjang ini terjadi melalui proses panjang dan sebagai sebuah seni bela diri, yang tidak terlepas pula dari perkembangan ilmu beladiri tradisional Indonesia secara umum. Menurut Widjaya (2006, hlm. 12) bahwa saat menjelang abad ke 19, Pemerintah Hindia Belanda melarang semua jenis bela diri, sehubungan dengan lahirnya kelompok pemuda pergerakan yang menuntut kemerdekaan. Pemerintah Hindia Belanda hanya memperbolehkan pendidikan ilmu bela diri diberikan pada kalangan tertentu saja, yaitu pada sekolah pegawai pemerintah, sekolah polisi dan pegawai sipil. Untuk mengatasi larangan tersebut, para pecinta ilmu beladiri secara sembunyi-sembunyi membentuk perkumpulan yang berkedok olahraga dan kesenian maupun lewat jalur agama. Sejak itu, munculah surau dan pondok pesantren yang mengadakan ilmu bela diri sebagi bagian untuk melatih fisik dan mental para santri. Cara seperti itu dinilai sangat baik dan efektif bagi peningkatan keberanian dan semangat nasionalisme dalan upaya melawan penjajah.

Berdasarkan tinjauan umum kesenian benjang menurut Ensiklopedia Seni Sunda karangan Rosidi (dalam Widjaya, 2006, hlm. 15) lebih jauh dijelaskan bahwa :

olahraga dan kesenian lewat jalur agama (Islam) melahirkan seni rudat kemudian berkembang menjadi seni Kencring atau Genjring dan Gedut. Seni Gedut dibagi tiga kelompok : Ujungan ( saling memukul dengan seutas tali rotan), Seredan (saling mendorongkan badan), dan Gesekan (saling menggesekan badan). Seni ”Gedut” inilah dibeberapa daerah di Jawa Barat termasuk Ujungberung disebut ”seni terebangan”. Seni terebangan berkembang menjadi seni Benjang diperkirakan pada akhir abad 19 hingga awal abad ke 20-an. Kelak oleh beberapa tokoh silat dan ujungan seni Benjang awal ini dikembangkan ke bentuk seni Benjang Gulat, sedangkan oleh beberapa seniman Ubrug dan Doger dikembangkan ke bentuk seni

Benjang Helaran dan Topeng Benjang.

Upaya pelestarian nilai - nilai dalam kesenian benjang tidak terlepas dari kesadaran dan pembinaan moral di masyarakat agar memegang teguh nilai – nilai demokrasi yang dalam kesenian tersebut. Menurut Yoeti (1985, hlm. 51) bahwa


(14)

“tentu sudah menjadi kewajiban moral bagi kita untuk tidak bosan – bosannya mengemukakan pentingnya membenahi kesenian daerah”.

Selain itu menurut Desti Ilmianti Saleh dan Tri Susilawati (2012) dalam (http://destiilmi.blogspot.com/2012/03/kesenian-benjang. html) bahwa kepercayaan masyarakat kesenian benjang merupakan kesenian yang sarat dengan makna. Mulai dari awal pertandingan yang dibuka dengan ritual pembakaran kemenyan yang bertujuan untuk meminta keselamatan dari Sang Maha Kuasa. Kemudian ditutup dengan pemain yang berjabat tangan dan berpelukkan satu dengan yang lainnya, yang menandakan sikap sportivitas. Kesenian benjang ini memiliki motto yaitu “bersih hate handap asor”, bahwa yang menang tidak sombong dengan kemenangannya dan yang kalah harus menerima kekalahannya. Ini ditunjukkan oleh adegan dimana yang kalah nangkarak (terlentang) sehingga dapat melihat bintang yang bermakna kita dalam keadaan kalah dapat tetap mengingat bintang yang merupakan ciptaan Tuhan, sehingga meskipun kita berada pada keadaan terpuruk kita tetap ingat kepada-Nya.

Menurut Desti Ilmianti Saleh dan Tri Susilawati (2012) dalam (http://destiilmi. blogspot.com /2012/03/ kesenian - benjang.html) mengungkapkan bahwa dalam kesenian benjang setiap pemain harus menjunjung sportivitas yang tinggi. Bagi yang menang menimpa yang kalah dan melihat tanah, yang bermakna kita yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah sehingga kita tidak boleh sombong karena kemenangan dan menyadari bahwa kita akan kembali kepada-Nya. Untuk orang yang bertanding pun mengandung suatu makna, yaitu menunjukan keimanan kepada Tuhan dan minimal kejujuran kepada diri sendiri. Maka permainan bersifat sportif. Selanjutnya adalah arena permainan benjang yang berbentuk bulat menyimbolkan alam semesta, yang berisikan matahari, bulan, bintang, bumi, termasuk hiruk pikuk berada di alam semesta.

Dari kesenian benjang tersebut, peneliti akan mengkaji mengenai nilai – nilai demokrasi yang terdapat dalam kesenian benjang tersebut dan bagaimana nilai – nilai tersebut dapat diimplementasikan dalam upaya membangun warga negara yang baik.


(15)

Sebab dilihat dari kondisi masyarakat Indonesia yang menuju ke arah kehidupan yang lebih modern, kesenian benjang sebagai seni tradisional dianggap oleh sebagian orang sudah kuno dan tidak ingin berpartisipasi aktif dalam melestarikan warisan tradisi atau kebudayaan setempat. Menurut Abdul Gani sebagai ketua paguyuban benjang kota bandung, kesenian benjang menjadi perpaduan seni budaya dan olahraga. Dalam perkembangannya kesenian ini tidak terlepas dari masalah, sebelum tahun 2000, benjang hanya berdiri di kampung – kampung dan belum terorganisasi dalam sebuah paguyuban, sehingga terjadi bentrok yang dilakukan oknum diluar arena. Pada saat ini, permasalahan yang terjadi diakibatkan karena Ujungberung sudah menjadi kota metropolis sehingga eksistensi benjang mulai redup, banyak anak muda yang terbawa arus, contohnya lebih menyukai game online dan budaya – budaya barat.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi nilai - nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik”. Penelitian ini merupakan studi kasus di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka secara umum masalah dirumuskan sebagai berikut : “bagaimana implementasi nilai - nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik?”

Adapun masalah - masalah yang ada dalam penelitian ini, dirumuskan kedalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Nilai – nilai apa saja yang terkandung melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik ?

2. Bagaimana proses transformasi nilai- nilai melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik ?

3. Hambatan apa saja dalam mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik ?


(16)

4. Bagaimana solusi dalam mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan merupakan hal utama yang dijadikan pedoman dalam melakukan tindakan agar tidak kehilangan arah. Secara umum dimaksudkan sebagai berikut : “untuk memperoleh gambaran dan mengungkapkan implementasi nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik”. 2. Tujuan khusus

Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

a) Mengetahui nilai – nilai yang terkandung melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik.

b) Mengetahui proses transformasi nilai- nilai melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik dari generasi ke generasi.

c) Mengetahui hambatan dalam mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik.

d) Mengetahui solusi dalam mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam dunia pendidikan dibidang budaya yang tentunya berkaitan dengan implementasi nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada jurusan pendidikan kewarganegaraan dalam memupuk budaya demokrasi.


(17)

2. Secara praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan agar masyarakat terutama di daerah dan mahasiswa dapat mengimplementasikan nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang di dalam kehidupannya agar dapat menjadi warga negara yang baik.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini meliputi lima bab, yaitu :

Bab I : Pendahuluan menguraikan mengenai latar belakang masalah yaitu masalah - masalah yang terjadi di lapangan kemudian diangkat oleh peneliti sebagai bahan rujukan untuk skripsi. Pada bab I ini juga memuat identifikasi dan perumusan masalah mengenai pokok – pokok permasalahan. Tujuan penelitian sebagai tolak ukur peneliti dalam melakukan peneliti. Manfaat penelitian bagi penulis, pembaca dan sistematika penulisan.

Bab II : Kajian Pustaka atau kerangka teoritis yang akan dijadikan landasan dari penelitian ini.

Bab III : Metode Penelitian berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, termasuk beberapa komponen lainnya, yaitu : lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, penjelasan istilah, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, analisis data.

BAB IV : Pembahasan akan diuraikan tentang laporan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian. Peneliti akan menguraikan hasil penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah dengan didasari oleh teori - teori yang telah ada sebelumnya. Pembahasan hasil penelitian ini akan dijadikan rumusan untuk membuat kesimpulan daan rekomendasi.

BAB V : Kesimpulan dan Saran disesuaikan dengan jawaban dari rumusan masalah, kesimpulan berupa pointer - pointer yang dipaparkan secara


(18)

singkat, jelas, padat. Saran memuat kekurangan - kekurangan yang ditemui penulis dan pendapat penulis untuk memberi komentar mengenai hal - hal yang dianggap kurang.


(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Ujungberung daerah Bandung Timur, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini mudah dijangkau dan data yang diperlukan mudah didapat. lokasi ini pun dipilih karena fokus masalah yang sedang diangkat oleh peneliti, yaitu mengenai implementasi nilai – nilai demokrasi dalam kesenian benjang. Kesenian benjang ini merupakan kearifan lokal yang ada didaerah tersebut.

2. Subjek Penelitian

Penulis memperoleh informasi dari informan yang dapat menambah dan memperkuat data. Adapun yang menjadi subjek penelitian untuk memperoleh data dalam penelitian ini berjumlah 14 orang ,yaitu sebagai berikut :

a. Abdul Gani (AG) sebagai Ketua Paguyuban Benjang Jawa Barat. b. Andang Segara (AS) sebagai sesepuh benjang.

c. Agus Nurohman (AN) sebagai sesepuh benjang. d. Hendi (H) sebagai pelatih benjang gulat

e. Dea Jeng (DJ) sebagai pemain benjang gulat f. Aldi Rizki (AR) sebagai pemain benjang gulat.

g. Adin (A) sebagai pemain benjang (Grup Seni benjang Mekar Jaya).

h. Momo (M) sebagai pemain benjang (Grup Seni Benjang Sinar Yudha Pusaka). i. Dadang (D) sebagai pemain benjang (Grup Seni Benjang Mekar Kusuma Rajawali

Putih).

j. Ijah (I) sebagai pemain benjang (Grup Seni Benjang Gelar Pusaka Wangi Muda)

k. Eri Rohmat (ER) sebagai tokoh masyarakat (penonton kesenian benjang) l. Wawa (W) sebagai tokoh masyarakat (penonton kesenian benjang)


(20)

m. Ratna (R) sebagai tokoh masyarakat (penonton kesenian benjang) n. Taufik (T) sebagai Camat Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.

B. . Desain Penelitian

Tahap ini terdiri pula atas tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data. Untuk lebih jelasnya maka akan dirinci sebagai berikut :

1. Tahap Pra penelitian

Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan berikut ini :

a. Menyusun rancangan penelitian

Menurut Moleong (2012, hlm. 397) bahwa : “rancangan penelitian kualitatif dapat dimanfaatkan ketika membuat usulan penelitian (research proposal), baik untuk keperluan tesis, disertasi, ataupun usulan penelitian suatu proyek”.

b. Memilih Lapangan Penelitian

Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam menentukan lapangan penelitian harus mendalami fokus serta rumusan masalah. Sebagaimana yang dikemukakan Moleong, (2012, hlm. 127). Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam menentukan lapangan yaitu dengan cara mempertimbangkan teori substantif dan mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian. Maka peneliti memilih melakukan penelitian di Ujungberung karena peneliti sudah mendalami fokus dan masalah penelitian di lokasi tersebut.

c. Mengurus Perizinan

Pertama – tama yang perlu diketahui oleh peneliti ialah siapa saja yang berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian. Tentu saja peneliti tidak mengabaikan izin meninggalkan tugas yang pertama – tama perlu dimintakan dari atasan peneliti sendiri, dan lain – lain. Yang berwenang memberikan izin untuk mengadakan penelitian ialah kepala pemerintahan setempat dimana penelitian itu


(21)

akan diselenggarakan, seperti gubernur /kepala, daerah, bupati, camat sampai kepada RW/RT.

Kemudian mengurus prosedur administrasi yang peneliti tempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengajukan surat pengantar dari Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dalam bentuk surat permohonan izin mengadakan observasi penelitian dan selanjutnya diteruskan kesubag akademik Pembantu Dekan I FPIPS UPI.

2) Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Dekan FPIPS melalui Pembantu Dekan I untuk kemudian diteruskan kepada Rektor UPI melalui BAAK.

3) Selanjutnya Pembantu Rektor I atas nama Rektor UPI mengeluarkan surat permohonan surat izin penelitian untuk mengadakan penelitian

Selain mengetahui siapa yang berwenang, segi lain yang perlu diperhatikan oleh peneliti adalah persyaratan lain yang diperlukan. Menurut Moleong (2012, hlm. 129) bahwa persyaratan itu dapat berupa (1) surat tugas, (2) surat izin instansi diatasnya, (3) identitas diri seperti KTP, foto dan lain – lain, (4) perlengkapan penelitian barangkali perlu diperlihatkan juga seperti kamera foto, tape recorder, video

recorder, dan sebagainya, (5) barangkali dalam hal tertentu pemberi izin

mempersyaratkan agar peneliti memaparkan maksud, tujuan, hasil penelitian yang diharapkan, siapa – siapa yang harus dihubungi, bahkan mungkin ada yang memerlukan waktu untuk mempelajari rancangan penelitian, dan lain – lain

d. Menjajaki dan menilai lapangan

Tahap ini belum sampai pada titik yang menyingkapkan bagaimana penelitian masuk lapangan dalam arti mulai mengumpulkan data yang sebenernya.

Sebenernya, peneliti harus mempunyai gambaran mengenai lapangan. Sebagaimana yang dikemukakan Moleong (2012, hlm. 130) bahwa sebelum menjajaki lapangan, peneliti harus sudah mempunyai gambaran umum tentang geografi, demografi, sejarah, tokoh – tokoh, adat, istiadat, konteks kebudayaan,


(22)

kebiasaan – kebiasaan, agama, pendidikan, mata pencaharian, dan sebagaimana. Hal tersebut akan sangat membantu penjajakan lapangan. Selain itu, tujuan penjajakan lapangan itu dilakukan agar peneliti berusaha mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam seperti yang dikemukakan di atas.

e. Memilih dan memanfaatkan informan

Dalam penelitian, peneliti harus tepat memilih dan memanfaatkan informan sebagi sumber data yang berkaitan dengan fokus permasalahan yang dikaji. Menurut Lincoln dan Guba (1985, hlm. 258) (dalam Moleong, 2012, hlm. 132) bahwa :

Informan adalah orang dalam pada latar penelitian. Fungsinya jelas bukan sebagai informan polisi yang biasanya diambil dari bekas penjahat kemudian dimintakan mengawasi sambil melaporkan perbuatan kriminal bekas rekan – rekannya sehingga mereka secepatnya dapat ditangkap. Kegunaan informan bagi peneliti ialah membantu agar secepatnya dan tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat terutama bagi peneliti yang belum mengalami latihan etnografi.

f. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, yang harus disiapkan peneliti tidak hanya perlengkapan fisik saja, tetapi segala macam perlengkapan penelitian yang diperlukan. Menurut Moleong (2012, hlm. 133) bahwa pada tahap analisis data diperlukan perlengkapan berupa alat – alat seperti komputer (jika ada), kartu untuk kategorisasi, kertas manila, map, folder, kertas polio ganda, dan kertas bergaris.

g. Persoalan Etika Penelitian

Salah satu ciri utama penelitian kualitatif ialah orang sebagai alat atau sebagai instrumen yang mengumpulkan data. Menurut Moleong (2012, hlm. 134) bahwa orang yang menjadi alat dan instrumen dalam penelitian kualitatif ini hal dilakukan untuk pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, pengumpulan dokumen, foto, dan sebagainya.


(23)

Menurut Moleong (2012, hlm. 137) bahwa Tahap pelaksanaan lapangan ini dibagi atas tiga bagian, yaitu (1) memahami latar penelitian dan persiapan diri, (2) memasuki lapangan dan (3) berperan serta sambil mengumpulkan data

3. Tahap Analisis data

Tahap akhir dalam penelitian adalah menganalisis data. Menurut Bogdan dan Biklen (1982) (dalam Moleong, 2012, hlm, 248) bahwa :

analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah – milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian kualitatif ada tiga tahap yang harus dilakukan peneliti yaitu tahap pra penelitian, tahap pelaksanaan lapangan dan tahap analisis data.

C. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Kirk dan Miller (1986, hlm. 9) (dalam Moleong, 201, hlm. 2) bahwa : “penelitian kualitatif bersumber pada pengamatan kualitatif yang di pertentangkan dengan pengamatan kuantitatif”. Menurut Bogdan dan Biklen (1982, hlm. 3) (dalam Moleong , 2012, hlm. 3) bahwa : ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu “penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif kedalam, etnometologi, the chicago School, fenomenologis, studi kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif”.

Dalam hal ini, menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 60) bahwa “pendekatan kualitatif berdasarkan penomenologis menuntut pendekatan yang holistik, artinya menyeluruh, mendudukan suatu kajian dalam suatu konstruksi ganda”. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor (1986) (dalam Moleong, 2012, hlm. 4)


(24)

bahwa: “pendekatan kualitatif diarahkan pada latar dan individu tersebut secara

holistik (utuh)”. Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotes, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.

Dalam penelitian ini, peneliti harus mengumpulkan data dan menghubungkannya dengan teori. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Stuart A Schlegel (1986) (dalam Danial dan Wasriah, 2009, hlm. 60) bahwa : „teori yaitu penjelasan daripada penomena sebenarnya dikembangkan oleh peneliti selama ia mengadakan penelitian dari data yang dikumpulkan‟. Dalam penelitian ini juga penulis melakukan pendekatan kepada setiap orang yang menjadi subjek penelitian dan berinteraksi dengan masyarakat di sekitar lokasi penelitian tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan penelitian. Sehingga data yang diperoleh penulis lebih rinci dan menghilangkan subjektifitas hasil penelitian.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian menjadi alat yang digunakan dalam penelitian. Secara historis menurut Vidich dan Lyman (2000, hlm. 40) (dalam Ratna, 2010, hlm. 92) bahwa :

cara – cara sebagaimana dilakukan dalam metode kualitatif, sebagai ethnos (menunjuk pada manusia, ras, dan kelompok kebudayaan), sudah ada sejak zaman Yunani. Metode Kualitatif digunakan untuk menganalisis berbagai masalah ilmu sosial humaniora, seperti demokrasi, ras, gender, kelas, negara bangsa, globalisasi, kebebasan, dan masalah – masalah kemasyarakatan pada umumnya.

Menurut Ratna (2010, hlm. 95) bahwa metode kualitatif juga disebut naturalistik, alamiah, dengan pertimbangan melakukan penelitian dalam latar yang sesungguhnya sehingga objek tidak berubah, baik sebelum maupun sesudah diadakan penelitian. Berdasarkan kutipan tersebut maka dalam melakukan penelitian kualitatif sangat berkaitan dengan masalah – masalah yang terjadi dimasyarakat. Oleh sebab itu peneliti harus bisa mengungkapkan permasalahan yang dikaji secara alamiah sesuai


(25)

Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (1975, hlm. 5) (dalam Moleong, 2012, hlm. 4) mengemukakan bahwa : „metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata - kata tertulis atau lisan dari orang - orang dan perilaku dapat diamati‟. Sedangkan menurut Denzin dan Lincoln (1987) (dalam Moleong, 2012, hlm. 5), mengemukakan bahwa: „penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada‟.

Selain itu, menurut Basrowi dan Suwandi (2008:1) mengemukakan bahwa : Penelitian kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berpikir induktif. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek, merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari - hari. Dalam penelitian ini, peneliti terlibat dalam situasi dan setting fenomena yang diteliti. Peneliti diharapkan selalu memusatkan perhatian pada kenyataan atau kejadian dalam konteks yang diteliti. Setiap kejadian merupakan sesuatu yang unik, berbeda dengan yang lain, karena perbedaan konteks.

Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengunakan latar alamiah untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dan mendapatkan pemahaman tentang kenyataan. Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan Moleong (2012, hlm. 5) bahwa penelitian kualitatif masih mempersoalkan latar alamiah atau naturalistik dengan maksud agar hasilnya dapat dipergunakan untuk menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen yang akan mendukung analisis data .

Menurut Moleong (2012, hlm. 7) bahwa „metode kualitatif ini dipilih karena dimanfaatkan peneliti untuk mengkaji sesuatu latar belakang tentang motivasi, peran, nilai, sikap, dan persepsi suatu subjek tertentu‟. Adapun beberapa pertimbangan metode kualitatif dipilih menurut Moleong (2012, hlm. 10), yaitu :

Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka


(26)

dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola - pola nilai yang dihadapi.

Sedangkan menurut Sugiyono (2013, hlm. 10) bahwa :

Metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati - hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.

Berdasarkan pendapat Moleong dan Sugiyono di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif ini menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden berlangsung secara intensif dan lama sehingga harus menyesuaikan diri dan hati – hati dengan pola nilai yang dihadapi serta melakukan analisis reflektif dengan berbagai dokumen dan membuat laporan secara mendetail.

Dalam metode penelitian kualitatif ini, penulis menggunakan studi kasus. Menurut Stake (2009: 300-311) (dalam Ratna, 2010: 190) bahwa : „studi kasus adalah pilihan terhadap objek penelitian, bukan konsekuensi metodologis. Kasus – kasus yang dipilih mungkin bersifat sederhana, mungkin juga rumit dan kompleks‟. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Danial dan Wasriah (2009: 63-64) bahwa :

Metode kasus dan lapangan ini merupakan metode yang intensif dan teliti tentang pengungkapan latar belakang, status, dan interaksi lingkungan terhadap individu, kelompok, institusi dan komunitas masyarakat tertentu. Studi kasus yang dilakukan melahirkan prototipe atau karakteristik tertentu yang khas dari kajiannya. Studi ini dilakukan secara mendalam dan dilakukan berkali – kali dalam melakukan interview, dialog, observasi, sampai pada akhirnya tidak menemukan informasi baru lagi. Dalam studi ini tidak mengambil generalisasi, sebab kesimpulan yang diambil adalah kekhasan temuan kajian individu tertentu

„karakteristiknya‟ secara utuh menyeluruh yang menyangkut seluruh kehidupannya, mulai dari persepsi, gagasan, harapan, sikap, gaya hidup, dan proses kehidupan keseharian, dalam keluarga, pekerjaan, status dan lingkungan masyarakat. Sehingga produknya berupa deskripsi naratif yang banyak, bahkan diperkaya dengan berbagai ilustrasi untuk memperkuat sosok kajian yang ditampilkan, apakah poto, denah, peta, sketsa, rekaman, video, film, tape recorder, gambar grafik, tabel, dan sebagainya.


(27)

Berdasarkan kutipan yang dikemukakan Danial dan Wasriah di atas, metode kasus harus dilakukan secara intensif agar peneliti dapat memperoleh data secara lengkap dan menyeluruh sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Studi kasus ini digunakan penulis agar dapat meneliti mengenai latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui penelitian kuantitatif. Metode ini diharapkan agar penulis dapat memperoleh infomasi yang mendalam tentang implementasi nilai – nilai demokrasi dalam kesenian benjang ini dalam membangun warga negara yang baik.

D. Penjelasan Istilah

1. Nilai – Nilai Demokrasi

Menurut Darmadi (2006, hlm. 12) bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Dari pengertian tersebut, maka nilai merupakan kekayaan essensial yang dimiliki manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Dalam Nurmalina dan Syaifullah (2008, hlm. 92) bahwa nilai – nilai pokok demokrasi kiranya merupakan keharusan yang tak terbantahkan, lebih – lebih untuk mewujudkan warga negara yang baik, warga negara yang cerdas, warga negara yang pastisipatif, dan bertanggung jawab, sebagaimana tujuan yang diusung oleh civics atau Ilmu Kewarganegaraan (IKN).

2. Kesenian Benjang

Menurut Mutakin dan Gurniwan Kamil Pasya (2000, hlm. 57) bahwa kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang digunakan setiap masyarakat atau suku bangsa untuk menuangkan perasaan dalam bentuk benci, sedih gembira, jengkel, bahagia, marah, dan sebagainya. Menurut Yayasan Kebudayaan Jaya Loka Bandung (2003, hlm. 21) bahwa : “benjang adalah jenis kesenian Tradisional tatar sunda, hidup dan berkembang disekitar kecamatan Ujungberung Kabupaten Bandung hingga kini.


(28)

3. Warga Negara yang baik

Menurut Nurmalina dan Syaifullah (2008, hlm. 19) bahwa warga negara yang baik adalah yang memiliki kepedulian terhadap keadaan lain, memegang teguh prinsip etika dalam berhubungan dengan sesama, berkemampuan untuk mengajukan gagasan atau ide – ide kritis, dan berkemampuan membuat menentukan pilihan atas dasar pertimbangan- pertimbangan yang baik.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen. Menurut Moleong, (2012, hlm. 173) bahwa peneliti harus memiliki kemampuan dalam mengkonstruksi realitas yang didasarkan pada pengamatan dan pengalaman di lapangan. Selain itu, peneliti harus pergi ke situasi baru, dan selalu berusaha mencatat setiap apa yang terjadi dan mewawancarai beberapa orang dan apapun yang menjadi hasil pembicaraan.

F. Pengujian keabsahan data

Dalam Sugiyono (2013, hlm. 121) bahwa pengujian keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, uji keabsahan data meliputi uji credibility (vaditas internal),

transferbility (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability

(obyektivitas). Untuk lebih jelasnya maka akan diuraikan sebagai berikut : 1. Credibility (Vaditas Internal)

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitaif antara lain dilakukan dengan beberapa hal seperti berikut :

a. Memperpanjang pengamatan

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 123) bahwa dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara sumber akan semakin


(29)

terbentuk rapport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian ini, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau tidak. b. Peningkatan ketekunan dalam penelitian

Dalam Sugiyono (2013, hlm. 124) bahwa untuk meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

c. Triangulasi Data

Dengan triangulasi data ada 3 yaitu triangulasi sumber, teknik dan waktu Sebagaimana yang dikemukakan William Wiersma (1986) (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 125) bahwa „Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data sources or

multiple data collection procedures’. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Untuk menghilangkan subjektifitas, peneliti harus mengaitkan berbagai data sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ratna (2010, hlm. 242) bahwa dalam triangulasi data ini, misalnya data pertama tidak harus dianggap sebagai sudah bersifat valid, tetapi justru harus diragukan kebenerannya, sehingga perlu diuji melalui data lain dengan sumber yang berbeda, demikian seterusnya, sehingga data yang diperoleh benar – benar dapat dianggap objektif.

d. Analisis kasus Negatif

Dalam Sugiyono (2013, hlm. 128) bahwa kasus negatif ini merupakan kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Dalam melalukan analisis kasus negatif ini, berarti peneliti mencari data yang berbeda atau


(30)

bahkan bertentangan dengan data yang ditemukan. Jika tidak ada lagi data yang berbeda atau yang bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

e. Menggunakan Referensi yang cukup

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 128) bahwa dalam suatu penelitian, peneliti harus memiliki banyak referensi yang mendukung data. Bahan Referensi ini digunakan untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara.

f. Member Check

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 129) bahwa member check ini merupakan proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Dalam pelaksanaannya,

member check ini dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai, atau

setelah mendapat suatu temuan, atau kesimpulan. Peneliti menggunakan member

check kepada subjek penelitian diakhir kegiatan penelitian lapangan tentang fokus

yang diteliti yakni tentang implementasi nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik.

2. Transferability (Validitas Eksternal)

Dalam Sugiyono (2013, hlm. 130) bahwa transferability ini merupakan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Validitas eksternal ini menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Bagi peneliti naturalistik atau alamiah, nilai transfer tergantung pada pemakai, sehingga hasil penelitian tersebut dapat digunakan dalam konteks dan

situasi sosial lain. Peneliti sendiri tidak menjamin “validitas eksternal ini”. Oleh

karena itu, agar orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif, ada kemungkinan dalam penerapan hasil penelitian tersebut dan pembuatan laporannya, peneliti harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.


(31)

Dalam penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Menurut Sugiyono, (2013, hlm. 131) bahwa hal yang sering terjadi jika ada peneliti yang tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji

dependabilitynya. Untuk itu pengujian dependability dilakukan oleh auditor yang

independen, atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian, karena yang dilihat bukan hanya hasil tertapi proses juga.

4. Confirmability (Obyektivitas)

Dalam penelitian kualitatif, uji confirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Sugiyono (2013, hlm.131) bahwa menguji confirmability berarti menguji hasil penelitian dan dikaitkan dengan proses yang dilakukan oleh peneliti. Bila hasil penelitian menjadi fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar

confirmability. Dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada, tetapi hasilnya ada.

G. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 62) bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti harus memahami bagaimana cara mengumpulkan data yang benar. Adapun beberapa hal yang harus dilakukan oleh peneliti menurut Sugiyono (2012, hlm. 62), yaitu :

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan, dan lain - lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang


(32)

langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.

Berdasarkan kutipan yang dikemukakan Sugiyono di atas, peneliti harus mengumpulkan data dari berbagai sumber, baik sumber primer dan sekunder. Sumber primer ini adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data primer didasarkan pada subjek penelitian yang dinilai dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti secara menyeluruh. Adapun yang menjadi primer dalam penelitian ini adalah ketua paguyuban benjang jawa barat, sesepuh benjang, pemain benjang, tokoh masyarakat (penonton), dan pejabat yang bekaitan dengan masalah ini. Dan yang menjadi sumber sekunder, melalui orang lain atau lewat dokumen yang dapat memperkuat data lebih rinci.

Menurut Bungin (2010, hlm. 133-145) bahwa penggunaan teknik pengumpulan data digunakan oleh peneliti untuk mengeksplorasi interpretasi – interpretasi yang berbeda maupun yang berinteraksi, serta pandangan - pandangan yang beragam dan berlawanan atas suatu fakta. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara dan teknik. Secara umum terdapat empat macam teknik pengumpulan data, yaitu :

1. Wawancara

Ada beberapa pengertian mengenai wawancara menurut beberapa tokoh. Menurut esteberg (2002) (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 72) mendefinisikan interview sebagai berikut:

a meeting of two persons to exchhange information and idea through question annd responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic.

Berdasarkan pendapat Esteberg dalam Sugiyono di atas, maka wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga


(33)

dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Menurut Susan Stainback (1988) (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 72), mengemukakan bahwa :

interview provide the researcher a means to gain a deeper understanding o how the participant interpest a situation or phenomenon than can be gained through observation alon.

Berdasarkan pendapat Susan Stainback dalam Sugiyono di atas, maka dengan wawancara, peneliti akan mengetahui hal - hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Menurut Sugiyono (2013, hlm. 72) mengemukakan bahwa wawancara biasanya digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga jika peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self

report, atau setidak - tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi.

Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan interview kepada orang - orang ada didalamnya. Menurut Sugiyono (2013 , hlm. 72) bahwa :

a. macam - macam interview / wawancara

Esterberg (2002) (dalam sugiyono, 2012, hlm. 73 -74) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. Secara rinci di uraikan sebagai berikut :

1) Wawancara terstruktur (structured interview)

Wawancara terstruktur biasanya digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.

2) Wawancara Semiterstruktur (semistructure Interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara


(34)

terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. 3) Wawancara tak terstruktur (unstructured interview)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. pedoman wawancara yanng digunakan hanya berupa garis - garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang subyek yang diteliti.

b. Langkah - langkah wawancara

Menurut Lincoln dan Guba dikutip Sanapiah Faisal (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 76) mengemukakan ada tujuh langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitiaan kualitatif, yaitu :

1) menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2) menyiapkan pokok - pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan.

3) mengawali atau membuka alur wawancara 4) melangsungkan alur wawancara

5) mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya 6) menuliskan hasil wawancara kedalam catatan lapangan

7) mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh Berdasarkan pendapat Lincoln dan Lincoln dan Guba dikutip Sanapiah Faisal dalam Sugiyono, maka langkah dalam melakukan wawancara, peneliti harus menetapkan orang yang akan di wawancara, menyiapkan pokok masalah, membuka dan melangsungkan alur wawancara, mengkonfirmasikan hasil wawancara dan menulisnya dalam catatan lapangan, dan mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang diperoleh.


(35)

Patton dalam Moleong (2002) (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 76), menggolongkan enam jenis pertanyaan yang saling berkaitan yaitu :

1) Pertanyaaan yang berkaitan dengan pengalaman 2) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat 3) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan 4) Pertanyaan tentang pengetahuan

5) Pertanyaan yang berkenaan dengan indera

6) Pertanyaan berkaitan dengan Latar belakang atau Demografi

Berdasarkan kutipan yang dikemukan Moleong yang dikutip Sugiyono di atas, ada enam jenis pertanyaan yang berhubungan dengan pengalaman, pendapat, perasaan, pengetahuan, indera, dan latar belakang atau demografi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam pada subjek penelitian tentang implementasi nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik di Ujungberung yang terletak di daerah Bandung Timur. Wawancara mendalam ini dilakukan kepada :

a. ketua paguyuban benjang Jawa Barat b. sesepuh benjang

c. pemain benjang

d. tokoh masyarakat (penonton)

e. pejabat yang berkaitan dengan masalah ini.

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengetahui:

1. Nilai – nilai apa saja yang terkandung melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik ?

2. Bagaimana proses transformasi nilai- nilai melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik ?

3. Hambatan apa saja dalam mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik ?

4. Bagaimana solusi dalam mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik ?


(36)

Pada penelitian kualitatif, wawancara mendalam dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, wawancara sebagai strategi dalam mengumpulkan data. Kedua, wawancara sebagai teknik lain dalam mengumpulkan data, seperti analisis dokumen dan studi kepustakaan (literature). Dalam mewawancara, penulis mempersiapkan pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan masalah yang dikaji, dengan harapan responden merespon pertanyaan lebih terbuka sehingga tercipta suasana seperti percakapan di dalam kehidupan sehari – hari.

2. Observasi

Dalam penelitian ini juga menggunakan observasi atau pengamatan. Menurut Nasution (1998) (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 64) menyatakan bahwa :

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering digunakan dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda - benda yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas.

Menurut Marshall (1995) (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 64) menyatakan bahwa

through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior‟. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Berdasarkan kutipan tersebut, dalam melakukan observasi kita dapat mengamati subjek penelitian kita dengan jelas, baik belajar tentang perilaku dan maknanya.

Ada beberapa klasifikasi mengenai observasi, sebagaimana dikemukakan oleh Sanifah Faisal (1990) (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 64) bahwa :

mengklasifikasikan observasi menjadi observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang - terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation). Selanjutnya Spradley, dalam susan stainback (1988) membagi observasi berpartisipasi menjadi empat, yaitu pasive participation, moderate participation, active


(37)

Untuk lebih jelasnya maka akan diuraikan klasifikasi observasi sebagai berikut :

1) Observasi Partisipatif

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari - hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti juga ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya dalam proses penelitian. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak dari subjek yang dikaji.

Menurut Susan Stainback (1988) (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 65-67) menyatakan : „In participant observation, the researcher observes what people do, listent to what they say, and participates in their activities’. Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Seperti telah dikemukakan bahwa observasi ini dapat digolongkan menjadi empat, yaitu :

a) partisipasi pasif (passive participation) : means the research is present at

the scene of action but does not interact or participate. Jadi dalam hal ini

peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.

b) partisipasi moderat (moderate participation): means that the researcher

mantains a balance between being insider and being outsider. Dalam

observasi ini terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.

c) partisipatif aktif (Active Partisipation) : means that the researcher

generally does what others in the setting do. Dalam observasi ini peneliti

ikut melakukan apa yang dilakukan nara sumber tetapi belum sepenuhnya lengkap.

d) partisipasi lengkap (compllete participation) : means the researcher is a

natural participant. This is the highest level of involvement. Dalam

melakukan pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data


(38)

Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian.

3) Observasi tak berstruktur

Observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak berstruktur, karena fokus penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang selama kegiatan observasi berlangsung.

Berdasarkan uraian tersebut, melalui observasi ini, peneliti mempunyai kesempatan dalam mengumpulkan data secara mendalam dan lebih terperinci sehingga data yang diperlukan dapat mudah dipahami dan dikategorikan. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui implementasi nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik di Ujungberung yang terletak di daerah Bandung Timur.

3. Studi Dokumentasi

Dalam Sugiyono (2013, hlm. 82) bahwa studi dokumentasi ini digunakan sebagai data pendukunng dalam analisis data dan memberikan gambaran secara jelas mengenai subjek yang sedang diteliti. Studi dokumen menjadi pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya – karya monumental dari seseorang. Selain itu, dokumen yang berbentuk tulisan bisa berupa catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain – lain. Dokumen yang berbentuk karya berupa karya seni, gambar, patung, film, dan lain – lain.

4. Studi Kepustakaan (Literature)

Menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 80), studi kepustakaan (literature) adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku


(39)

tersebut dianggap sebagai sumber data yang akan diolah dan dianalisis seperti banyak dilakukan oleh ahli sejarah, sastra, dan bahasa.

H. Teknik Pengolahan dan Analisis 1. Reduksi Data

Setelah peneliti mengumpulkan data, data yang didapat oleh peneliti harus diolah secara jelas dan dirinci agar mudah dipahami. Menurut Sugiyono (2013, hlm. 92) bahwa tentu data yang diperoleh peneliti dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu peneliti harus mencatatnya secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan bahwa semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks, dan rumit. Peneliti harus segera melakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal – hal yang penting, dicari tema dan polanya. Peneliti harus pandai dalam memilah – milah data. Dalam mereduksi data juga, setiap peneliti harus merujuk pada tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif ini ada pada temuan yang ditemukan dilapangan. Maka reduksi data ini menjadi proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.

2. Display Data (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram, dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, data dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami dan terperinci. Menurut Miles dan Huberman (1984) (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 95) menyatakan “the most frequent form of displays data for qualitative research data in the past has been narrative tex”. Yang paling sering

digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif berupa teks naratif.


(40)

implementasi nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik, untuk menghasilkan suatu gambaran dan hasil penelitian secara tersusun.

3. Kesimpulan / Verifikasi

Menurut Sugiyono (2013: 99) bahwa kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan. Pengambilan kesimpulan dalam penelitian ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan sehingga dapat menyimpulkan apa yang terjadi dan bagaimana implementasi nilai – nilai demokrasi melalui kesenian benjang dalam membangun warga negara yang baik.


(41)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

1. Simpulan Umum

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik simpulan bahwa implementasi nilai – nilai demokrasi yang terdapat dalam kesenian benjang dapat membangun warga negara yang baik yang tunjukkan saat bermain benjang gulat terlihat bahwa dalam bermain yang lebih diutamakan adalah sportivitas dan nilai keterbukaan sehingga pemain harus jujur, tidak curang, mengakui kekalahan dan menjadi ajang mencari kawan bukan musuh. Sedangkan pada benjang helaran ditunjukkan dengan adanya arak – arakan atau berkeliling sebagai wujud dari nilai kebersamaan dan menjalin tali persaudaraan dalam keadaan konflik maupun damai. Lalu topeng benjang sebagai alat untuk mengumpulkan masyarakat untuk menonton.

2. Simpulan Khusus

Disamping simpulan umum di atas, diuraikan simpulan khusus, yakni:

a. Sejumlah nilai – nilai demokrasi yang terkandung dalam kesenian benjang tampak pada saat pertunjukan kesenian benjang, yaitu nilai kebersamaan, nilai keterbukaan, nilai kepercayaan, nilai tanggung jawab, nilai kedisiplinan, dan menyelesaikan pertikaian secara damai yang merupakan sarana dalam membangun warga negara yang baik.

b. Proses transformasi nilai kebersamaan melalui salaman terlebih dahulu sebelum bermain kemudian menunduk saat ibing. Nilai keterbukaan melalui wasit yang memberitahu pemain aturan main untuk tetap sportif jadi pemain kalah jika melakukan ngitung bentang (terlentang). Nilai kedisiplinan melalui latihan untuk disiplin waktu dan tidak lupa beribadah. Nilai tanggung jawab melalui wasit yang memberikan pengarahan kepada pemain jika melanggar aturan. Nilai kepercayaan melalui doa sebelum bermain dan pemain harus menyadari bahwa ada kekuatan yang paling besar datang dari Tuhan. Menyelesaikan pertikaian secara damai melalui benjang gulat, pemain akan mencari lawan ke dalam arena dan taat pada aturan bermain.


(42)

c. Hambatan yang ditimbulkan dalam melestarikan nilai – nilai demokrasi yang ada dalam kesenian benjang yaitu sebagian pemain benjang belum memiliki kesadaran dalam dirinya sendiri dalam menerapkan nilai dalam kesenian benjang, sumber daya manusia yang menjadi sebaiknya generasi penerus kesenian benjang ini masih kurang, ada sebagian tokoh – tokoh benjang yang sudah hilang tidak mewariskan kepada keturunannya, masalah pendanaan, kurangnya koordinasi dengan walikota, adanya pengaruh kepentingan politik dan belum ada padepokan, pengaruh perkembangan zaman yang semakin canggih sehingga kesenian ini dilestarikan oleh beberapa orang saja, proses mendidik para pemain benjang juga belum optimal karena jarang latihan dan pemain yang tidak konsisten dalam bergabung dalam sebuah grup benjang. d. Solusi dalam menghadapi berbagai hambatan dalam melestarikan nilai

demokrasi dalam kesenian benjang itu dengan cara mengadakan roadshow ke berbagai tempat sebagai wujud sosialisasi kepada masyarakat luas sampai internasional, memberikan pembinaan prestasi pada pelaku benjang dengan cara mengadakan pertandingan yang diakui ditingkat nasional, partisipasi masyarakat, mengadakan PORNAS di 14 provinsi dengan festival olahraga ditingkat nasional, dan FORMI, memberikan fasilitas dan bantuan dana, membangun padepokan seni benjang yang mudah di jangkau dan mengadakan ajang kesenian benjang disekolah – sekolah sebagai media anti tawuran bagi kalangan pelajar.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Paguyuban Benjang Jawa Barat

Ditemukan bahwa masih kurangnya koordinasi antara walikota, pemerintah setempat dan paguyuban benjang terutama masalah pendanaan yang belum optimal kepada pengurus benjang. Sebaiknya lebih meningkatkan koordinasi antara walikota, pemerintah setempat dan paguyuban benjang dengan cara memberi dukungan material, dan immaterial agar kesenian benjang ini menjadi


(1)

122

c. Hambatan yang ditimbulkan dalam melestarikan nilai – nilai demokrasi yang ada dalam kesenian benjang yaitu sebagian pemain benjang belum memiliki kesadaran dalam dirinya sendiri dalam menerapkan nilai dalam kesenian benjang, sumber daya manusia yang menjadi sebaiknya generasi penerus kesenian benjang ini masih kurang, ada sebagian tokoh – tokoh benjang yang sudah hilang tidak mewariskan kepada keturunannya, masalah pendanaan, kurangnya koordinasi dengan walikota, adanya pengaruh kepentingan politik dan belum ada padepokan, pengaruh perkembangan zaman yang semakin canggih sehingga kesenian ini dilestarikan oleh beberapa orang saja, proses mendidik para pemain benjang juga belum optimal karena jarang latihan dan pemain yang tidak konsisten dalam bergabung dalam sebuah grup benjang. d. Solusi dalam menghadapi berbagai hambatan dalam melestarikan nilai

demokrasi dalam kesenian benjang itu dengan cara mengadakan roadshow ke berbagai tempat sebagai wujud sosialisasi kepada masyarakat luas sampai internasional, memberikan pembinaan prestasi pada pelaku benjang dengan cara mengadakan pertandingan yang diakui ditingkat nasional, partisipasi masyarakat, mengadakan PORNAS di 14 provinsi dengan festival olahraga ditingkat nasional, dan FORMI, memberikan fasilitas dan bantuan dana, membangun padepokan seni benjang yang mudah di jangkau dan mengadakan ajang kesenian benjang disekolah – sekolah sebagai media anti tawuran bagi kalangan pelajar.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Paguyuban Benjang Jawa Barat

Ditemukan bahwa masih kurangnya koordinasi antara walikota, pemerintah setempat dan paguyuban benjang terutama masalah pendanaan yang belum optimal kepada pengurus benjang. Sebaiknya lebih meningkatkan koordinasi antara walikota, pemerintah setempat dan paguyuban benjang dengan cara memberi dukungan material, dan immaterial agar kesenian benjang ini menjadi


(2)

kesenian daerah yang tetap di jaga sebagai warisan kepada generasi berikutnya. Selain itu, dalam pembinaan juga ditemukan bahwa sebagian tokoh – tokoh benjang yang sudah hilang dan tidak mewariskan kepada keturunannya. Padahal, proses pewarisan sangat berperan penting agar kesenian ini tetap lestari. Sebaiknya, semua pihak lebih meningkatkan pembinaan dan pelatihan kepada pemain benjang agar tercipta regenerasi.

2. Dinas Pariwisata Kota Bandung

Ditemukan bahwa koordinasi antara dinas pariwisata Kota Bandung dengan paguyuban benjang Jawa Barat belum optimal dalam memberi fasilitas baik sarana dan prasarana kepada pemain benjang. Sebaiknya lebih meningkatkan koordinasi antara dinas pariwisata Kota bandung dengan paguyuban benjang Jawa Barat dalam memberi sarana dan prasarana untuk mempromosikan kesenian benjang di media massa dan event di tingkat nasional sampai internasional. Selain itu, ditemukan bahwa pemain benjang yang sebaiknya menjadi generasi penerus kesenian benjang ini masih kurang. Hal ini karena kurangnya minat pemain benjang untuk melestarikan kesenian benjang. Sebaiknya dinas pariwisata memberikan penghargaan yang dapat menarik minat pemain dan badan – badan pengurus benjang untuk tetap melestarikan kesenian benjang ini.

3. Masyarakat

Ditemukan bahwa perkembangan zaman yang semakin canggih membuat kesenian benjang ini dilestarikan oleh beberapa orang saja. Sebaiknya seluruh lapisan masyarakat memiliki kesadaran untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan kesenian benjang dan memaknai nilai – nilai demokrasi yang ada dalam kesenian benjang dengan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari.

4. Peneliti Selanjutnya

Karena pada penelitian ini lingkupnya terbatas pada subjek penelitian di kecamatan Ujungberung, maka bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai penyajian materi pengembangan pembelajaran demokrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan berbasis pembelajaran kontekstual yang


(3)

124

berintikan pendidikan nilai demokrasi yang terkandung dalam kesenian benjang yang menjadi kearifan lokal di Jawa Barat. Dalam hal ini, sudah sepantasnya sebagai calon pendidik mengarahkan pemahaman peserta didik sebagai warga negara yang memiliki kepribadian yang baik, yang didukung oleh nilai demokrasi yang berkembang di dalam masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Basrowi dan Suwandi. (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka Cipta.

Budiyono, Kabul. (2007). Nilai – Nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa Indonesia. Bandung : ALFABETA.

Bungin, Burhan. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers. Christriyati, dkk (1997/1998). Pembinan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat

daerah istimewa Yogyakarta. Yogyakarta : Depdikbud.

Danial, Endang dan Wasriah. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan.

Darmadi, Hamid. (2006). Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung : Alfabeta. Effendi, Ridwan, dan Elly Malihah. (2011). Panduan Kuliah Pendidikan

Lingkungan Sosial, Budaya dan Teknologi. Bandung : CV. Maulana

Media Grafika.

Fatah, Eep. S. (1999). Membangun Oposisi. Bandung : Rosda Karya

Hidayat, K. dan Azyumardi Azra. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic

Education). Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Koentjaraningrat (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA.

Moleong, J Lexy. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Muhsin, Mumuh. (2010). Bunga Rampai Sejarah dan Kebudayaan. Bandung : CV. Usaha Pandawa Karya Sejati.

Mutakin, Awan dan Gurniawan Kamil Pasya. (2000). Masyarakat Indonesia

dalam Dinamika. Bandung : BUANA NUSA.

Nurmalina, Komala dan Syaifullah. (2008). Memahami Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.


(5)

126

Ratna, Nyoman Kutha. (2010). Metododologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu

Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rosidi, Ajip. (2011). Kearifan Lokal dalam Prespektif Budaya Sunda. Bandung : PT. Kiblat Buku Utama.

Sachari, Agus dan Yan – Yan Sunarya. (1996). Desain dan Dunia Kesenirupaan

Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya. Bandung : ITB.

Sariyun,Yugo,dkk. (1991/1992). Nilai Budaya dalam Permainan Rakyat Jawa

Barat. Bandung : Depdikbud.

Segara, Andang. (2003). “Sejarah Teknik Aturan Permainan dan Nilai – Nilai Luhur Seni Benjang. Bandung : Tidak diterbitkan.

Soedjito (1986). Transformasi Sosial. Yogyakarta : CV. Bayu Grafika.

Soepandi, Atik, dkk. (1994). Ragam Cipta Mengenal Seni Pertunjukan Daerah

Jawa Barat. Bandung : CV. Sampurna.

Sugiyono (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta. Sumarsono.S,dkk. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia

Pusaka Utama.

Sutrisno, Mudji. (2008). Filsafat Kebudayaan. Jakarta : Hujan Kabisat.

Syarif, Ayi,dkk. (2005). Benjang Gulat Riwayatmu Kini. Bandung : Balai Kajian Sejarah dan Nilai tradisional Bandung.

Widjaya, A. Sumiarto. (2006). Benjang (dari seni Terebangan ke Bentuk Seni Bela

diri dan pertunjukan). Bandung : CV. Wahana IPTEK Bandung.

Winarmo (2012). Paradigma Baru : Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : PT. Bumi Aksara.

Yayasan Kebudayaan Jaya Loka Bandung. (2003). Khazanah Seni Pertunjukan

Daerah di Tatar Sunda. Bandung : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Propinsi Jawa Barat.

Yoeti, Oka A. (1985). Budaya Tradisional yang Nyaris Punah. Jakarta : Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan Umum dan Profesi.


(6)

Sumber Internet :

Desti Ilmianti Saleh dan Tri Susilawati. (2012). (Online). Kesenian Benjang. Tersedia : http://destiilmi.blogspot.com/2012/03/kesenian-benjang.html. (24 Januari 2013).

Kesenian benjang. (Online). Tersedia : http://bandungkab.go.id. (26 Januari 2013)

Sumber Skripsi /Thesis/ Jurnal :

Surtikanti, Rusmi. (2013). Transmisi Seni Benjang Kampung Cibolerang di Desa

Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Skripsi, Fakultas

Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia.

Yunus, Rasid. (2013). Transformasi Nilai-Nilai Budaya Lokal sebagai Upaya

Pembangunan Karakter Bangsa (Penelitian Studi Kasus Budaya Huyula di Kota Gorontalo). Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 14 No. 1, April 2013,

Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Dokumen :

UUD NRI 1945

UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Profil Kecamatan Ujungberung tahun 2012


Dokumen yang terkait

Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Benjang Helaran Di Ujungberung Kota Bandung

0 6 1

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA

3 20 127

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DAN DEMOKRASI PADA PERTEMUAN RUTIN WARGA Implementasi Nilai Persatuan dan Demokrasi pada Pertemuan Rutin Warga Studi Kasus di Dukuh Morodipan, Desa Gonilan Kartasura.

0 0 16

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DAN DEMOKRASI PADA PERTEMUAN RUTIN WARGA Implementasi Nilai Persatuan dan Demokrasi pada Pertemuan Rutin Warga Studi Kasus di Dukuh Morodipan, Desa Gonilan Kartasura.

0 0 18

STRATEGI PEMASARAN OLAHRAGA TRADISIONAL BENJANG: Studi Deskriptif Tentang Upaya Pemasaran Olahraga Tradisional Benjang Yang Ada di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung.

0 0 42

IMPLEMENTASI MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI DEMOKRASI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF BAGI UPAYA PENUMBUHAN SIKAP WARGA NEGARA YANG DEMOKRATIS : Studi Deskriptif Analitik dalam Pembelajaran PKn di SMAN 1 Pontianak.

0 1 131

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA SENI TARI TOPENG BENJANG DI SANGGAR SENI RENGKAK KATINEUNG KECAMATAN UJUNGBERUNG - repository UPI S SDT 1105197 Title

0 0 3

IMPLEMENTASI NILAI – NILAI DEMOKRASI MELALUI KESENIAN BENJANG DALAM MEMBANGUN WARGA NEGARA YANG BAIK : Studi Kasus di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung - repository UPI S PKN 1005672 Title

0 0 4

AKTUALISASI NILAI-NILAI KETUHANAN MELALUI ORGANISASI EKSTRA UNIVERSITER DALAM MEMBANGUN TANGGUNG JAWAB WARGA NEGARA - repository UPI S PKN 1205869 Title

0 0 1

Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila melalui Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Upaya Membangun Warga Negara yang Baik - Repository Universitas Ahmad Dahlan

0 0 6