MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SISWA SMA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

(1)

ii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Penjelasan Istilah………... 9

BAB II. MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERBIMBING, PENGUASAAN KONSEP, KETERAMPILAN GENERIK SAINS, MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN... 11

A. Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Terbimbing ... 11

B. Penguasaan Konsep ... 19

C. Keterampilan Generik Sains ... 20

D. Deskripsi Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Metode dan Desain Penelitian ... 40

B. Subyek Penelitian ... 41

C. Prosedur Penelitian ... 42

D. Instrumen Penelitian ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

F. Teknik Analisis Data ... 48

G. Hasil Uji Coba Instrumen ... 57

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Terbimbing Pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... … 59


(2)

iii

B. Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains Siswa ... 68

1. Penguasaan Siswa ... 68

2. Keterampilan Generik Sains ... 84

C. Tanggapan siswa dan guru terhadap model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing ... 92

1. Tanggapan siswa ... 92

2. Tanggapan guru ... 95

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... ……… 101


(3)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Harga kelarutan beberapa garam atau basa mudah larut

maupun sukar larut dalam air pada suhu tertentu ... 27

Tabel 2.2.Harga kelarutan garam atau basa mudah larut dan sukar larut dalam air pada suhu tertentu ... 30

Tabel 2.3. Hubungan antara Ksp dan kelarutan ... 32

Tabel 3.1. Desain Eksperimen ... 41

Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data ... 48

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal ... 50

Tabel 3.4. Kategori Reliabilitas Tes ... 51

Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kesukaran ... 52

Tabel 3.6. Kategori Daya Pembeda ... 51

Tabel 3.7. Kategori Tingkat %Gain yang Dinormalisasi ... 53

Tabel 3.8. Hasil Ujicoba Soal ... 58

Tabel 4.1. Data Persentase Hasil Observasi. ... 62

Tabel 4.2. Rekapitulasi data hasil perolehan keterlaksanaan LKS ... 66

Tabel 4.3. Kriteria soal pretes dan postes berdasarkan subkonsep dan dimensi proses kognitif ... 68

Tabel 4.4. Hasil rata-rata %pretes, %postes, dan %N-gain penguasaan konsep 69 Tabel 4.5. Hasil rata-rata %pretes, postes dan N-gain Penguasaan konsep pada setiap subkonsep ... 73

Tabel 4.6. Hasil perhitungan statistic penguasaan subkonsep pada setiap subkonsep ... 77

Tabel 4.7 Hasil rata-rata %pretes, postes dan N-gain penguasaan konsep pada setiap dimensi proses kognitif ... 79

Tabel 4.8 Hasil perhitungan statistik penguasaan konsep pada setiap dimensi proses kognitif ... 82

Tabel 4.9 Hasil persentase pemberian alas an ... 83

Tabel 4.10 Kriteria aspek keterampilan generik sains pada soal ... 85

Tabel 4.11Hasil rata-rata %pretes, postes dan N-gain pada aspek keterampilan generik sains ... 86

Tabel 4.12 Hasil perhitungan statistik keterampilan generik sains ... 88


(4)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Learning cycle dalam model pembelajaran inkuiri

laboratorium terbimbing. ... 14

Gambar 3.1. Alur penelitian ... 44 Gambar 4.1. Hasil persentase rata-rata skor pretes, postes dan N-gain... 70 Gambar 4.2. Distribusi rata-rata persentase skor pretes, skor

postes dan N-gain penguasaan konsep pada setiap subkonsep... 76 Gambar 4.3. Perbandingan hasil rata-rata persentase skor pretes, skor

postes dan N-gain penguasaan konsep pada setiap dimensi

proses kognitif... 79 Gambar 4.4. Peningkatan persentase secara umum pada

kemampuan siswa dalam memberikan alasan…... 83 Gambar 4.5. Penguasaan keterampilan generik sains


(5)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A : Perangkat Pembelajaran……… 105

Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 153

Lampiran C : Hasil Uji Coba Instrumen ... 176

Lampiran D : Data Pretest, Posttest, N-Gain dan Angket ... 178

Lampiran E : Uji Statistik Data ... 213


(6)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan kenyataan di sekolah, masih banyak permasalahan yang ditemukan di dalam proses belajar mengajar tersebut. Beberapa masalah pokok dalam pembelajaran yang dapat terindentifikasi, pada pendidikan formal saat ini adalah: (1) kondisi pembelajaran yang kurang menyentuh ranah dimensi siswa, seperti dominasi guru yang kurang memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikir serta memotivasi diri sendiri (Trianto, 2007), (2) materi pelajaran kimia sering tidak dikaitkan dengan kehidupan nyata, padahal siswa dituntut untuk dapat menghubungkan antara pengalaman belajar mereka dengan kehidupan nyata agar diperoleh pembelajaran bermakna yang utuh, dan (3) guru lebih berperan sebagai pemberi pengetahuan kepada siswa, sehingga siswa tidak terlatih menemukan pengetahuan dan membangun konsep sendiri (Sanjaya, 2009).

Menurut Gallagher (2007), seharusnya pembelajaran sains memberikan pengalaman nyata agar siswa dapat menggunakan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran sains diperlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi, tetapi kenyataannya aspek pola pikir sains


(7)

ini jarang sekali diperhatikan oleh guru. Belajar sains sering diartikan sebagai suatu kegiatan sepenting menghafal suatu konsep atau melakukan operasi hitung. Hal ini terlihat dari cara guru membelajarkan materi sains di sekolah dengan memfokuskan pembelajaran pada pelatihan rumus-rumus, pelatihan hitungan, dan menghafal konsep (Sunyono, 2009). Selain itu, Liliasari (2007) mengungkapkan, bahwa dalam pembelajaran sains di Indonesia umumnya masih menggunakan pendekatan tradisional, yaitu siswa dituntut lebih banyak mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip secara verbalistis.

Mengingat pentingnya proses pembelajaran, maka dalam mengembangkan kompetensi siswa perlu diperhatikan keterampilan dasar siswa, selain siswa harus memiliki kemampuan dalam pemahaman konsep, mereka juga harus mampu mengintegrasikan keterampilan dasar yang dimilikinya dengan pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup siswa di berbagai situasi hidupnya (Sunyono, 2009). Berdasarkan kurikulum, tujuan yang harus dicapai oleh siswa dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap serta direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seorang siswa yang telah memiliki kompetensi di bidang tertentu, bukan hanya sekedar mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan menghayati bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari. Kurikulum dengan kompetensi bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kecakapan (skill), nilai, sikap dan minat siswa agar mereka dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran disertai rasa tanggung jawab. Tujuan yang


(8)

ingin dicapai dalam kompetensi bukan sekedar pemahaman akan materi pelajaran, akan tetapi bagaimana pemahaman dan penguasaan materi itu dapat mempengaruhi cara bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari (Sanjaya, 2009). Demikian pula yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas Nomor 22 tahun 2007 mengenai latar belakang standar kompetensi dan kompetensi dasar kimia SMA, bahwa mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu membekali peserta didik dengan pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Berdasarkan beberapa hal tersebut, maka pembelajaran sains seharusnya berdampak pada kompetensi yang lebih mendasar, diantaranya kompetensi dalam mengembangkan keterampilan generik sains (KGS) yang perlu dimiliki oleh siswa untuk dapat membantu siswa dalam menguasai konsep dan memperoleh sikap ilmiah serta kecakapan hidup. Sebagaimana Brotosiswoyo (2001) yang mengungkapkan, bahwa keterampilan generik sains (KGS) merupakan kemampuan berpikir dan bertindak siswa berdasarkan pengetahuan sains yang dimilikinya dan diperoleh dari hasil belajar sains. Setiap kompetensi generik sains mengandung cara berpikir dan berbuat

Sesuai berkembang pesatnya pengetahuan sains, maka pertambahan konsep-konsep sains yang perlu dipelajari siswa juga meningkat dan dirasakan penting untuk kehidupan siswa serta dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa dalam memperoleh bekal KGS yang


(9)

memadai (Sunyono, 2009). Berdasarkan alasan tersebut, guru juga sebaiknya memahami karakteristik materi ajar, peserta didik, dan metodologi dalam proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran (Trianto, 2007).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kimia adalah melalui pemilihan desain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan teori konstruktivis, satu prinsip paling penting dalam pembelajaran adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswanya ke pemahaman lebih tinggi, dengan syarat siswa itu sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Nur, 1998). Salah satu desain pembelajaran yang dapat membangun pengetahuan siswa adalah pembelajaran inkuiri. Pada pembelajaran inkuiri terdapat suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan rasa percaya diri (Trianto, 2007). National Research Council (1999), menyatakan inkuiri sebagai penggunaan dan pengembangan higher order thinking pada kegiatan kerja ilmiah. Inkuiri juga merupakan aktivitas eksperimental untuk menguji suatu hipotesis (Joyce et al., 2000).

Berdasarkan National Research Council (NRC, 2000), inkuiri terbimbing dapat memfasilitasi pembelajaran dengan mengembangkan


(10)

konsep ilmiah selama siswa fokus terhadap konten yang dipandu oleh guru hingga mereka dapat menemukan proses berpikir ilmiah dan mendapatkan pengalaman. Menurut Hofstein, et al (2005) telah dikemukakan, bahwa inkuiri laboratorium merupakan pusat dalam pembelajaran sains, karena siswa terlibat dalam proses memahami masalah, merancang hipotesis, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data serta menggambarkan kesimpulan terhadap masalah ilmiah atau fenomena sains. Pembelajaran inkuiri ini disarankan untuk diintegrasikan dengan pengembangan konsep ilmiah, keterampilan ilmiah dan pengalaman.

Pembelajaran inkuiri merupakan pusat dalam pembelajaran sains, karena siswa dilibatkan dalam proses memahami masalah, merancang hipotesis, mendesain eksperimen, mengamati, menganalisis data dan memberikan kesimpulan mengenai masalah sains atau fenomena sains. Kemampuan inkuiri dalam aktivitasnya dapat berperan dalam pengembangan konsep sains, keterampilan berpikir dan pengalaman. Melalui inkuiri, siswa dapat melakukan penyelidikan dalam penemuan konsep kimia dan pengembangannya, serta menjelaskan konsep dan data. Pengembangan dan peningkatan kemampuan dasar siswa bergantung pada pengalamannya. Proses pembelajaran melalui pengalaman belajar dapat diperoleh melalui inkuiri laboratorium dengan harapan siswa dapat menguasai konsep, menyelesaikan masalah, dan kegiatan ilmiah lainnya, serta mampu belajar mandiri dengan efektif dan efisien (Hofstein, 2005).


(11)

Pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium terbimbing yang diimplementasikan dalam penelitian ini disesuaikan dengan materi ajar yang dibutuhkan. Pokok bahasan yang dipilih dalam penelitian ini adalah kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp). Berdasarkan karakteristiknya, pokok bahasan ini memiliki jenis konsep abstrak dengan contoh konkret dan konsep berdasarkan prinsip. Materi ini sangat penting untuk dipelajari dan dipahami oleh siswa, karena dapat dijumpai dalam fenomena alam, selain itu juga berkaitan dan berguna bagi kehidupan nyata. Pada pokok bahasan ini juga tidak menutup kemungkinan adanya kesulitan dalam penguasaan konsep oleh siswa. Kesulitan penguasaan konsep dapat dilihat pada saat proses pembelajaran atau pada hasil evaluasi pembelajaran (Rumansyah, 2002).

Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti menganggap perlu dilakukan suatu penelitian mengenai model pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa melalui pengalaman belajar. Siswa diharapkan terbiasa mempertanyakan sesuatu, membentuk pengetahuan, berargumentasi, memecahkan masalah, dan membuat kesimpulan. Selain itu juga, siswa diharapkan dapat mengembangkan penguasaan KGS, yang meliputi pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung, pemahaman tentang skala, konsistensi logis, kerangka logika taat- asas, inferensi logika, hukum sebab akibat, pemodelan matematika, bahasa simbolik, membangun konsep dan abstraksi. Sesuai dengan materi dalam penelitian ini, aspek KGS yang akan dikembangkan adalah pengamatan langsung, pemahaman tentang


(12)

skala, bahasa simbolik, pemodelan matematika, konsistensi logis, kerangka logika taat asas, inferensi logika, hukum sebab akibat dan abstraksi. Melalui kegiatan inkuiri laboratorium terbimbing, siswa akan lebih termotivasi, karena siswa terlibat langsung dalam penemuan konsep dan prinsip (Mulyasa, 2009).

Bertitik tolak dari latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah apakah model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan KGS siswa dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan?.

B. Rumusan Masalah

Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kelarutan?”

Selanjutnya untuk menentukan langkah-langkah penelitian, permasalahan tersebut diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana implementasi model pembelajaran inkuiri laboratorium

terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kelarutan?

2. Bagaimana model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan?

3. Bagaimana model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat meningkatkan keterampilan generik sains (KGS) siswa pada pokok


(13)

bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan?

4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru mengenai penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kelarutan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan, serta untuk menghasilkan informasi tentang pengaruh penerapan model pembelajaran tersebut terhadap penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Memberikan kontribusi pemikiran terhadap guru sebagai tenaga pendidik dalam memperbaiki proses belajar mengajar.

2. Memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa dalam proses pembelajaran kimia

3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain untuk dijadikan acuan dalam melakukan penelitian sejenis maupun pengembangannya.


(14)

E. Penjelasan Istilah

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang digunakan, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dianggap perlu pada penelitian. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

Model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing merupakan model pembelajaran dengan melibatkan siswa secara langsung dalam proses memahami masalah dan pertanyaan ilmiah, hipotesis, desain eksperimen, pengumpulan dan analisis data, serta memberikan kesimpulan berdasarkan permasalahan atau fenomena, tetapi guru membimbing siswa dalam membangun konsep (Hofstein et al, 2005). Model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing yang diimplementasikan menggunakan rangkaian kegiatan belajar dengan melibatkan seluruh kemampuan siswa melalui lima tahapan pembelajaran, yaitu orientasi, eksplorasi, penemuan konsep, aplikasi dan penutup. Eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi berproses dalam bentuk learning cycle (Straumanis A, 2010).

2. Penguasaan konsep

Penguasaan konsep merupakan ukuran kemampuan siswa dalam mengenal dan memaknai suatu konsep yang dipengaruhi oleh kemampuan berpikir. Pada penelitian ini penguasaan konsep diindikasikan oleh dimensi proses kognitif: memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5) (Anderson and Krathwohl, 2001).


(15)

3. Keterampilan generik sains (KGS)

Keterampilan generik sains adalah kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan kemampuan sains yang dimilikinya. Pada penelitian ini keterampilan generik sains yang diukur mencakup indikator-indikator pengamatan langsung, pemahaman tentang skala, bahasa simbolik, kerangka logika taat-asas, konsistensi logis, hukum sebab akibat, pemodelan matematika, inferensi logika dan abstraksi (Brotosiswoyo dan Moerwani, 2001).


(16)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dan metode deskriptif. Metode quasi experiment digunakan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pada penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tanggapan guru dan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing serta hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

2. Desain Penelitian

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Pretest-Postest Control Group Design”.


(17)

Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.1. Desain Eksperimen

Kelas Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 Y O2

Keterangan:

O1 = Pretes untuk mengukur kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan

O2 = Postes untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberi perlakuan

X = Pembelajaran dengan diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

Y = Pembelajaran dengan metode yang biasa dilakukan di sekolah tempat penelitian

(Fraenkel and Wallen, 2007)

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di salah satu SMA swasta di Bandung. Subjek penelitian ini terdiri atas dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas yang diberi perlakuan implementasi model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing. Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian adalah purposive sampling.


(18)

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan mengikuti alur yang dapat dilihat pada diagram alur penelitian. Berdasarkan diagram tersebut pada dasarnya penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Tahap Perencanaan

Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain: a. Studi pendahuluan berupa studi literatur mengenai kajian standar isi

pelajaran kimia SMA/MA, studi penguasaan konsep dan keterampilan generik sains, dan studi model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing.

b. Analisis konsep dan bahan ajar, analisis indikator penguasaan konsep dan keterampilan generik sains dan analisis kegiatan inkuiri laboratorium terbimbing

c. Penyusunan skenario model pembelajaran inkuiri laboratorium melalui perumusan perangkat pembelajaran

d. Membuat instrumen penelitian

e. Melakukan validasi terhadap instrumen penelitian f. Melakukan ujicoba instrumen dan revisi instrumen g. Menentukan subjek penelitian

h. Memberikan pelatihan kepada guru yang akan menerapkan model pembelajaran inkuiri


(19)

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan antara lain:

a. Pelaksanaan pretest bagi kedua kelas untuk mengetahui penguasaan konsep dan keterampilan generik sains awal siswa tentang materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

b. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh satu orang guru kimia yang menerapkan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing di kelas eksperimen. Pelaksanaan pembelajaran siswa dibimbing dengan menggunakan LKS dengan bimbingan guru.

c. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh dua orang, yaitu peneliti dan guru kimia untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama kegiatan belajar mengajar dan mengamati keterlaksanaan penggunaan model pembelajaran inkuiri inkuiri laboratorium terbimbing.

d. Pelaksanaan posttest bagi kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa.

e. Pengisian angket siswa untuk menjaring tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

f. Wawancara dengan guru untuk mengetahui tanggapan secara langsung terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan


(20)

2. Tahap akhir

Kegiatan yang dilakukan pada tahap akhir antara lain: a. Pengumpulan data hasil penelitian

b. Pengolahan dan analisis data hasil penelitian c. Pembahasan hasil temuan penelitian

d. Pembuatan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian e. Pembuatan laporan hasil penelitian

Tahapan prosedur penelitian ini dapat dilihat secara lebih ringkas pada Gambar 3.1.

Studi Inkuiri Berbasis Laboratorium Terbimbing

Analisis Kegiatan Inkuiri Laboratorium Terbimbing Studi

Pendahuluan

Kajian standar isi mata pelajaran kimia SMA/MA

Studi Penguasaan konsep dan Keterampilan Generik Sains

Analisis Konsep dan Bahan Ajar

Analisis Indikator Penguasaan Konsep dan Keterampilan

Generik Sains

Perumusan Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri Laboratorium Terbimbing Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains RPP, LKS Angket, pedoman wawancara dan observasi

Validasi, Uji coba dan Revisi Instrumen

PreTest Implementasi Pembelajaran Inkuiri

•Observasi

•Tanggapan guru dan siswa Post Test

Analisis Data Temuan danPembahasan Kesimpulan dan Saran


(21)

D. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains sebagai instrumen utama, angket, pedoman wawancara dan lembar observasi sebagai instrumen pelengkap. Berikut ini uraian secara rinci masing-masing instrumen:

1. Tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains (KGS)

Tes ini berisi butir soal untuk mengukur penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa pada topik kelarutan dan hasil kali kelarutan sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran. Tes tertulis yang digunakan adalah tes berbentuk pilihan ganda dengan lima opsi pilihan yang disertai alasan berbentuk uraian. Sebelum tes ini dilakukan di sekolah yang diteliti, soal terlebih dahulu diujicobakan di sekolah yang dijadikan penelitian, yaitu siswa kelompok XII yang telah mempelajari pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Untuk mengetahui kualitas soal dilakukan analisis butir soal yang meliputi validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Butir soal yang tidak memenuhi salah satu kriteria (kualitasnya rendah), maka soal tersebut perlu direvisi atau dibuang. Sebuah tes dikatakan baik sebagai alat ukur, harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki validitas dan reliabilitas yang baik.


(22)

Pertanyaan tes berhubungan dengan penguasaan konsep melalui penguasaan konsep pada setiap subkonsep dan dimensi proses kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom revisi yang dibatasi dari C2 sampai C5, diperjelas dengan indikator pembelajaran. Pertanyaan tes juga meliputi keterampilan generik sains, yang dibatasi pada indikator bahasa simbolik, pemahaman tentang skala, inferensi logis, kerangka logika taat asas, konsistensi logis, hukum sebab akibat, pemodelan matematika dan abstraksi

2. Angket Tanggapan siswa

Angket tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam bentuk skala likert. Angket ini bertujuan untuk mengungkap persepsi siswa tentang pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Skala pengukuran sikap siswa yang digunakan adalah skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk jawaban yang jelas dan konsisten terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Setiap siswa diminta untuk menjawab setiap pernyataan dengan pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pernyataan yang dibuat dalam skala Likert dalam penelitian ini adalah pernyataan positif. Jawaban pernyataan sangat setuju hingga sangat tidak setuju diberi skala 4 hingga skor 1. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui sikap siswa (positif atau negatif) terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri


(23)

laboratorium terbimbing pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI SMA. Pemberian angket dilakukan setelah proses pembahasan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan selesai dilakukan. 3. Pedoman Wawancara

Tanggapan guru terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai tanggapan guru terhadap model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan pada kelas XI SMA. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui sikap guru terhadap model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.

4. Lembar Observasi

Kegiatan observasi bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama kegiatan belajar mengajar dan mengamati keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing menggunakan learning cycle sesuai dengan tahapan pembelajarannya yang terdiri atas lima tahapan yaitu: tahap orientasi, tahap eksplorasi, tahap penemuan konsep, tahap aplikasi, dan tahap penutup. Bertindak sebagai observer yaitu peneliti dan dibantu oleh satu orang guru kimia pada sekolah yang dijadikan tempat penelitian.


(24)

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan empat cara pengumpulan data, yaitu melalui tes tertulis, angket, wawancara dan lembar observasi. Pengumpulan data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Berikut ini merupakan gambaran secara ringkas mengenai teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian.

Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data

No Sumber

Data

Jenis Data Teknik

Pengumpulan

Instumen

1. Siswa Penguasaan konsep dan

keterampilan generik sains siswa sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan

Pretest dan posttest

Butir soal pilihan ganda beralasan yang memuat indikator penguasaan konsep dan keterampilan generik sains

3. Siswa Tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

Kuesioner Angket Skala Likert

4 Guru Tanggapan guru terhadap

penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

Wawancara Pedoman wawancara

4. Siswa dan Guru

Aktivitas siswa dan guru selama KBM dan keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing

Observasi Pedoman observasi

aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran

F. Teknik Analisis Data

1. Penskoran hasil tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains

Penskoran hasil tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains berpedoman pada standar penskoran yang telah ditetapkan. Pengujian kesahihan alat tes dilakukan dengan cara uji coba instrumen.


(25)

Data hasil uji coba instrumen dianalisis melalui:

a. Validitas butir soal

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk kesejajaran (korelasi), sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi.

Perhitungan korelasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson, sebagai berikut:

{

2 2

}{

2 2

}

) ( ) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =

Keterangan: r = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y xy

X = skor tiap butir soal yang akan dicari validitasnya Y = skor tes total

N = jumlah sampel

(Arikunto, 2009).

Untuk mengklasifikasi koefisien korelasi dapat digunakan pedoman

kategori seperti pada Tabel 3.3.


(26)

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)

0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi (baik)

0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup (sedang) 0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah (kurang) 0,00 ≤ rxy≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)

Soal yang paling baik adalah soal yang memiliki validitas dengan kategori sangat tinggi dengan batasan 0,80 < rxy≤ 1,00.

b. Reliabilitas tes

Reliabilitas suatu alat ukur (tes) dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (ajeg, konsisten) setiap kali dipakai. Hasil pengukuran itu harus tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama (identik) meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda. Tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi. Perhitungan koefisien reliabilitas tes dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua menggunakan persamaan:

Keterangan: r11 = koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan

2 1 2 1

r = koefisien antara skor-skor setiap belahan tes       + = 2 1 2 1 2 1 2 1 11 1 2 r r r


(27)

Harga

2 1 2 1

r adalah nilai koefisien korelasi antara dua belahan tes,

yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson. Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas (r11), digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J. P. Guilford, seperti pada Tabel 3.4

Tabel 3.4. Kategori Reliabilitas Tes

Koefisien reliabilitas Kategori

r11 ≤ 0,20 Sangat rendah 0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah 0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup (sedang) 0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi 0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi

Soal yang paling baik adalah soal yang memiliki reliabilitas dengan kategori sangat tinggi dengan batasan 0,80 < r11 ≤ 1,00.

(Arikunto, 2009)

c. Tingkat kesukaran butir soal

Bilangan yang menunjukkan sukar mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran menunjukkan tingkat kesukaran soal. Tingkat kesukaran (P) butir soal dihitung berdasarkan rumus.

P =

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes


(28)

Kriteria indeks kesukaran yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kesukaran

Indeks kesukaran Kategori soal

0,00 ≤ P < 0,30 Sukar

0,30 ≤ P < 0,70 Sedang

0,70 ≤ P ≤ 1,00 Mudah

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.

(Arikunto, 2009)

d. Daya pembeda butir soal

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Untuk menghitung indeks diskriminasi suatu tes dapat digunakan persamaan:

A B B

B A A

P P J B J B

D= − = −

Keterangan: J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya kelompok atas yang menjawab benar BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar


(29)

Untuk mengklasifikasi indeks daya pembeda dapat digunakan pedoman kategori daya pembeda seperti pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kategori Daya Pembeda

Indeks daya pembeda Kategori

D ≤ 0,20 Kurang

0,20 < D ≤ 0,40 Cukup 0,40 < D ≤ 0,70 Baik 0,70 < D ≤ 1,00 Baik sekali

Soal yang paling baik adalah soal yang memiliki indeks daya pembeda 0,70 < D ≤ 1,00.

(Arikunto, 2009)

2. Pengukuran kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa

Untuk mengukur kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa dapat ditinjau dari perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (normalized gain) yang diperoleh dari penggunaannya. Perhitungan persentase nilai gain ternormalisasi dan pengklasifikasiannya menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Hake dalam Meltzer, D.E, (2002):

% 100

Keterangan: Spost = skor tes akhir Spre = skor tes awal

Smaks =skor maksimum ideal

Tinggi rendahnya gain yang dinormalisasi diklasifikasikan seperti pada Tabel 3.7.


(30)

Tabel 3.7. Kategori Tingkat Persentase Gain yang Dinormalisasi

3. Uji statistik untuk mengetahui perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 18.0. Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data sebagai berikut:

a. Uji normalitas data

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran skor data penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa dari kedua kelompok. Uji normalitas data menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS 18.0. Pada uji ini akan diketahui suatu data normal atau tidak. Jika suatu data normal maka uji dilanjutkan dengan uji homogenitas Levene dan uji t, sedangkan suatu data diungkapkan tidak normal maka uji dilakukan dengan uji homogenitas dan uji Mann Whitney. Pada uji normalitas dengan menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS 18.0, jika tertera taraf signifikansi (sig.) > 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal, tetapi jika taraf signifikansi (sig.) < 0,05 maka data tersebut terdistribusi tidak normal (Landan and Brian 2003).

Persentase Gain yang dinormalisasi Klasifikasi

g > 70 Tinggi

30 < g < 70 Sedang


(31)

b. Uji homogenitas data

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan varians kedua kelompok. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene Test pada program SPSS 18.0. Uji dengan Levene Test ditujukan untuk data yang telah terdistribusi normal, sedangkan uji yang digunakan untuk data yang tidak terdistribusi normal adalah Mann Whitney U test yang biasanya dikenal dengan Wilcoxon test. Jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari taraf signifkansi 0,05 maka data terdistribusi homogen (Landan and Brian 2003).

Uji tersebut jika didasarkan pada rumus statistik yaitu:

Keterangan: F = nilai hitung

2 1

s = varians terbesar 2

2

s = varians terkecil (Ruseffendi, 1998)

c. Uji kesamaan dua rerata

Uji kesamaan dua rata-rata dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu uji kesamaan rata-rata untuk nilai gain yang dinormalisasi siswa pada kelas eksperimen dengan siswa pada kelas kontrol. Uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows 18.0, yaitu uji-t dua sampel independen (Independent-Samples T Test). Jika nilai signifikansi yang

2 2 2 1 s s


(32)

dihasilkan lebih kecil dari taraf signifkansi 0,05 maka pada data terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen (Landan and Brian 2003).

Berdasarkan perhitungan statistik terdapat dua rumus untuk uji-t dua sampel independen, yaitu:

1) Dengan asumsi kedua variance sama besar (equal variances assumed):       + − = 2 1 2 1 1 1 n n S x x t dengan 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 − + − + − = n n S n S n S

Keterangan: x = rata-rata N-gain kelompok eksperimen 1

2

x = rata-rata N-gain kelompok kontrol

n1 = jumlah sampel kelompok eksperimen

n2 = jumlah sampel kelompok kontrol

S = jumlah subyek penelitian

(Sudjana, 2002)

2) Dengan asumsi kedua variance tidak sama besar (equal variances not

assumed):

Berdasarkan perhitungan statistik dapat diperoleh rumus berikut ini.

!"# " $ %

!&# &'

(Sudjana, 2002).

Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal maka digunakan

uji statistik nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney U-test melalui


(33)

hipotesis tentang kesamaan parameter-parameter populasi dengan ukuran sampel berbeda. Jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari taraf signifkansi 0,05 maka pada data terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen

4. Pengolahan data skala likert

Data yang diperoleh melalui angket dilakukan secara kuantitatif melalui perhitungan persentase jumlah siswa atas tanggapan terhadap pernyataan-pernyataan yang terkait dengan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing yang digunakan. Untuk penskoran data yang diperoleh digunakan skala Likert

G. Hasil Uji Coba Instrumen

Uji coba soal dilakukan pada siswa kelompok XII IPA di SMA yang menjadi tempat penelitian. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 11 April 2011. Tes penguasaan konsep dan keterampilan generik sains (KGS) yang diujicobakan berjumlah 31 butir soal masing-masing berbentuk jenis pilihan ganda beralasan. Analisis instrumen dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel Windows 2007 untuk menguji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal. Hasil uji coba secara lengkap tertera pada Lampiran C.1

Hasil uji coba soal penguasaan konsep dan KGS siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(34)

Tabel 3.8. Data Hasil Ujicoba Soal Pada Tes Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains

Ujicoba Soal Tes

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran

Validitas Reliabilitas

Kategori Jumlah Kategori Jumlah Kategori Jumlah Nilai Kriteria

Penguasaan konsep dan keterampilan generik sains

Sangat baik

8 Sukar 2 Tinggi 5 0,79 Sangat

tinggi

Baik 14 Sedang 16 Cukup 10

Cukup 3 Mudah 12 Rendah 10

Kurang 6 sangat

mudah

1 Sangat

Rendah 6

Pada uji coba soal, terhadap tes penguasaan konsep serta KGS pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan terdiri atas 31 soal berbentuk pilihan ganda beralasan. Berdasarkan hasil uji coba soal, terdapat 25 soal yang memiliki daya pembeda cukup hingga sangat baik dan 6 soal yang memiliki daya pembeda kurang sehingga soal tersebut perlu direvisi atau dihilangkan, sehingga dari 31 soal yang digunakan untuk pretes dan postes berjumlah 25 soal.


(35)

98

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan dapat disimpulkan bahwa:

1. Implementasi model pembelajaran inkuiri laboratorium pada kelas ekperimen telah dapat dilaksanakan dengan baik. Keterlaksanaan alur pembelajaran secara keseluruhan sebesar 100% berdasarkan hasil data observasi terhadap aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran dan 98,61% keterlaksanaan LKS selama pembelajaran berlangsung. 2. Peningkatan penguasaan konsep pada materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Setelah dilakukan analisis penelitian, diketahui bahwa model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 57,3 dalam kategori sedang. Secara lebih rinci, melalui model pembelajaran ini siswa dapat mengalami peningkatan penguasaan konsep tertinggi pada subkonsep kelarutan dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 69,50; sedangkan peningkatan terendah siswa terdapat pada subkonsep pengaruh pH terhadap kelarutan dan hasil kali


(36)

kelarutan dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 42,91 dalam kategori sedang. Selain itu, dengan model pembelajaran ini siswa juga mengalami peningkatan penguasaan konsep tertinggi pada dimensi proses kognitif C3 (menerapkan) dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 58,33 dan terendah pada C4 (menganalisis) dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 54,69

3. Keterampilan generik sains (KGS) siswa pada kelas eksperimen mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan kelas kontrol. Pada model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing diketahui telah dapat meningkatkan KGS siswa secara signifikan, yaitu pada penguasaan terhadap pemahaman tentang skala, inferensi logika, konsistensi logis, hukum sebab akibat, dan abstraksi dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siswa mengalami peningkatan penguasaan KGS tertinggi pada konsistensi logis dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 73,3 melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dan terendah dengan persentase gain ternormalisasi pada pemodelan matematika sebesar 32,5 dalam kategori sedang. Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan untuk penguasaan bahasa simbolik, kerangka logika taat asas dan pemodelan matematika pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

4. Berdasarkan keterlaksanaan pembelajaran secara keseluruhan, baik guru dan siswa telah memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan


(37)

model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Alokasi waktu untuk setiap tahap dalam pembelajaran hendaknya benar-benar diperhatikan agar setiap tahap pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

2. Kendala-kendala yang mungkin terjadi selama pembelajaran berlangsung terkait dengan penggunaan multimedia, seperti terjadinya malfungsi alat hendaknya dapat diantisipasi sebelum pembelajaran dimulai.

3. Berdasarkan penelitian ini, penguasaan keterampilan generik sains dengan pemodelan matematika menunjukkan hasil peningkatan terendah, sehingga sebaiknya pada pengembangan penelitian selanjutnya perlu adanya model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan siswa dalam pemodelan matematika siswa

4. Sebaiknya dilakukan pengembangan penelitian mengenai keterampilan generik sains siswa yang disesuaikan dengan karakteristik kimia secara khusus serta dilengkapi dengan indikator pembelajaran.


(38)

101

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. and Shariff, A. (2008). “The Effects of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientific Thinking and Conceptual Understanding of Gas Law”. Eurasia Journal of Mathematics, Science, and Technology Education. volume 4. No.4. pp 387-398.

Anderson, L.W. and Krathwohl, D.R. (Ed). (2001). Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Blom’s Taxonomy of Educational Objectivies. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan: Edisi Revisi. Cetakan ke-10. Jakarta: Bumi Aksara.

Bilgin Ibrahim. (2009). The Effect of Guided inquiry Instruction Incorporating a Cooperative learning Approach an University Student Achievement of Acid and Bases Concepts and Attitude toward Guided inquiry Instruction, Scientific Reasearch and Essay. volume 4. No.10. pp 1038-1046. Turki. Blonder R., et al. (2008). Analyzing Inquiry Question of High-School Students in

a Gas Chromatography Open-Ended Laboratory Experiment. Chemistry Education Research and Practice The Royal Society of Chemistry (RSC). volume 9. pp 250-258.

Brady, James E. (1998). General Chemistry Principles and Structure. New York: John Wiley and Sons.

Brotosiswoyo, B.S. (2001). Hakikat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi, Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdiknas.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: Depdiknas.

Chang, R. (2003). Kimia Dasar. Konsep-Konsep Inti. Jilid dua. Edisi ketiga. Penerjemah: Suminar S. Jakarta: Erlangga.

Cheung D., (2007). Facilitating Chemistry Teachers to Implement Inquiry-Based Laboratory Work. International Journal of Science and Mathematics Education. volume 6. pp 107-130. Hongkong.

Dahar, R.W. (1978). Metodologi Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika. Makalah IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.


(39)

Fay, et al. (2007). A Rubric to Characterize Inquiry in The Undergraduate Chemistry Laboratory. Chemistry Education Research and Practice The Royal Society of Chemistry (RSC). volume 8. pp 212-219.

Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E. (2007). How to Design and Evaluate Research in Education (Sixth ed). New York: McGraw-Hill Book Co.

Gallagher, J.J. (2007). Teaching Science for Understanding: A Practical Guide for School Teacher. New jersey: Pearson merill Prentice.

Hanson D.M. (2006). Instructor´s Guide to Process Oriented Guided inquiry Learning. Faculty Guidebook. Stony Brook University.

Hofstein, et al. (2001). Assessment of The Learning Environment of Inquiry-Type Laboratories in High School Chemistry. Learning Environment Research. volume 4, pp193-207. Israel.

Hofstein, et al. (2005). Developing Students Ability to Ask More and Better Questions Resulting from Inquiry Type Chemistry Laboratories. Journal of Research in Science Teaching. volume 42. No.7. pp791-806, DOI 10.1002/tea.20072. Israel.

Hofstein, et al. (2008). Evidence for Teachers’Change While Participating in a Continuous Professional Development Programme and Implementing the Inquiry Approach in the Chemistry Laboratory. International Journal of Science Education. volume 30. pp593-617. Israel.

Hofstein, Ari and Lunetta. Vincent N. (1982). “The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research”. Review of Educational Research.

Joyce et al. (2000). Models of Teaching, Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon. Kaberman, Z. (2007). Question Posing, Inquiry, And Modeling Skills of

Chemistry Students In The Case-Based Computerized Laboratory Environment. International Journal of Science and Mathematics Education. voume 7. pp593-617.

Liliasari. (2007). Scientific Concept and generic Science Skills Relationship in the 21th century Science Education. Bandung: Science Education Facing Againts Challenges of the 21th Century. Paper.

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”. American Journal of Physics. volume 70. No.12. pp1259-1258.


(40)

Moerwani et al. (2001). Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Kimia di Perguruan Tinggi. PAU-PPAI. Jakarta: Depdiknas.

Mulyasa, E.(2009). Menjadi guru Profesional: menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Cetakan ke-8. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. NRC (National Research Council). (1999). Inquiry and The National Science

Education Standar: Guide for Teaching and Learning. Washington: National Academic Press.

Nur M. (1998). Psikologi Pendidikan: Fondasi untuk Pengajaran, Surabaya: IKIP. NCVER. (2003). Defining Generic Skills. Australian National Training Authority. Ramsey,J. (1993). Developing Conceptual Story Lines With The Learning Cycle.

Jounal of Elementary Science Education. volume 5. No 2. pp1-20.

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Rumansyah dan Yudha Irhasyuarna. (2002). Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 035. Tahun ke-8. hal. 172.

Rustaman, (2005). Pembelajaran Berbasis Inkuiri.Makalah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Sadeh, I., M. Zion. (2009). The Development of Dynamic Inquiry Performances within an Open Inquiry Setting: A Comparison to Guided Inquiry Setting. Journal of Research in Science Teaching. Volume 46. No.10. pp1137-1160.DOI: 10.1002/tea. Israel.

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard dan Proses Pendidikan. edisi ke-6. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Stasz Chatleen, et al. (2001). Classroom at Work: Teaching Generic Skills in

Academic and Vocational Setting, on-line tersedia

http://www.rand.org/pubsh.

Straumanis Andrei. (2010). Process Oriented Guided Learning, A Practical Guide for Instructor. Organic Chemistry Guided Inquiry. 2ndedition. United Stated.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Edisi ke-6, Bandung: IKAPI.

Sukmadinata, N.S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan ke-5. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(41)

Sund, R.B, dan Trowbridge, Leslie W. (1973). Teaching Science By Inquiry In The Secondary School. Second Edition. Columbus: Charles E.Merill Publishing Company.

Sunyono. (2009). Keterampilan Generik. FK-IP Unila

Trianto,S.,(2007).Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. cetakan ke-1. Jakarta: Prestasi Pustaka.

.


(1)

kelarutan dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 42,91 dalam kategori sedang. Selain itu, dengan model pembelajaran ini siswa juga mengalami peningkatan penguasaan konsep tertinggi pada dimensi proses kognitif C3 (menerapkan) dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 58,33 dan terendah pada C4 (menganalisis) dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 54,69

3. Keterampilan generik sains (KGS) siswa pada kelas eksperimen mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan kelas kontrol. Pada model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing diketahui telah dapat meningkatkan KGS siswa secara signifikan, yaitu pada penguasaan terhadap pemahaman tentang skala, inferensi logika, konsistensi logis, hukum sebab akibat, dan abstraksi dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siswa mengalami peningkatan penguasaan KGS tertinggi pada konsistensi logis dengan persentase gain ternormalisasi sebesar 73,3 melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dan terendah dengan persentase gain ternormalisasi pada pemodelan matematika sebesar 32,5 dalam kategori sedang. Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan untuk penguasaan bahasa simbolik, kerangka logika taat asas dan pemodelan matematika pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

4. Berdasarkan keterlaksanaan pembelajaran secara keseluruhan, baik guru dan siswa telah memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan


(2)

100

model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing terhadap penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Alokasi waktu untuk setiap tahap dalam pembelajaran hendaknya benar-benar diperhatikan agar setiap tahap pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

2. Kendala-kendala yang mungkin terjadi selama pembelajaran berlangsung terkait dengan penggunaan multimedia, seperti terjadinya malfungsi alat hendaknya dapat diantisipasi sebelum pembelajaran dimulai.

3. Berdasarkan penelitian ini, penguasaan keterampilan generik sains dengan pemodelan matematika menunjukkan hasil peningkatan terendah, sehingga sebaiknya pada pengembangan penelitian selanjutnya perlu adanya model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan siswa dalam pemodelan matematika siswa

4. Sebaiknya dilakukan pengembangan penelitian mengenai keterampilan generik sains siswa yang disesuaikan dengan karakteristik kimia secara khusus serta dilengkapi dengan indikator pembelajaran.


(3)

101

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. and Shariff, A. (2008). “The Effects of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientific Thinking and Conceptual Understanding of Gas Law”. Eurasia Journal of Mathematics, Science, and Technology Education. volume 4. No.4. pp 387-398.

Anderson, L.W. and Krathwohl, D.R. (Ed). (2001). Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Blom’s Taxonomy of Educational Objectivies. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan: Edisi Revisi. Cetakan ke-10. Jakarta: Bumi Aksara.

Bilgin Ibrahim. (2009). The Effect of Guided inquiry Instruction Incorporating a Cooperative learning Approach an University Student Achievement of Acid and Bases Concepts and Attitude toward Guided inquiry Instruction, Scientific Reasearch and Essay. volume 4. No.10. pp 1038-1046. Turki. Blonder R., et al. (2008). Analyzing Inquiry Question of High-School Students in

a Gas Chromatography Open-Ended Laboratory Experiment. Chemistry Education Research and Practice The Royal Society of Chemistry (RSC). volume 9. pp 250-258.

Brady, James E. (1998). General Chemistry Principles and Structure. New York: John Wiley and Sons.

Brotosiswoyo, B.S. (2001). Hakikat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi, Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdiknas.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: Depdiknas.

Chang, R. (2003). Kimia Dasar. Konsep-Konsep Inti. Jilid dua. Edisi ketiga. Penerjemah: Suminar S. Jakarta: Erlangga.

Cheung D., (2007). Facilitating Chemistry Teachers to Implement Inquiry-Based Laboratory Work. International Journal of Science and Mathematics Education. volume 6. pp 107-130. Hongkong.

Dahar, R.W. (1978). Metodologi Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika. Makalah IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.


(4)

102

Fay, et al. (2007). A Rubric to Characterize Inquiry in The Undergraduate Chemistry Laboratory. Chemistry Education Research and Practice The Royal Society of Chemistry (RSC). volume 8. pp 212-219.

Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E. (2007). How to Design and Evaluate Research in Education (Sixth ed). New York: McGraw-Hill Book Co.

Gallagher, J.J. (2007). Teaching Science for Understanding: A Practical Guide for School Teacher. New jersey: Pearson merill Prentice.

Hanson D.M. (2006). Instructor´s Guide to Process Oriented Guided inquiry Learning. Faculty Guidebook. Stony Brook University.

Hofstein, et al. (2001). Assessment of The Learning Environment of Inquiry-Type Laboratories in High School Chemistry. Learning Environment Research. volume 4, pp193-207. Israel.

Hofstein, et al. (2005). Developing Students Ability to Ask More and Better Questions Resulting from Inquiry Type Chemistry Laboratories. Journal of Research in Science Teaching. volume 42. No.7. pp791-806, DOI 10.1002/tea.20072. Israel.

Hofstein, et al. (2008). Evidence for Teachers’Change While Participating in a Continuous Professional Development Programme and Implementing the Inquiry Approach in the Chemistry Laboratory. International Journal of Science Education. volume 30. pp593-617. Israel.

Hofstein, Ari and Lunetta. Vincent N. (1982). “The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research”. Review of Educational Research.

Joyce et al. (2000). Models of Teaching, Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon. Kaberman, Z. (2007). Question Posing, Inquiry, And Modeling Skills of

Chemistry Students In The Case-Based Computerized Laboratory Environment. International Journal of Science and Mathematics Education. voume 7. pp593-617.

Liliasari. (2007). Scientific Concept and generic Science Skills Relationship in the 21th century Science Education. Bandung: Science Education Facing Againts Challenges of the 21th Century. Paper.

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”. American Journal of Physics. volume 70. No.12. pp1259-1258.


(5)

Moerwani et al. (2001). Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Kimia di Perguruan Tinggi. PAU-PPAI. Jakarta: Depdiknas.

Mulyasa, E.(2009). Menjadi guru Profesional: menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Cetakan ke-8. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. NRC (National Research Council). (1999). Inquiry and The National Science

Education Standar: Guide for Teaching and Learning. Washington: National Academic Press.

Nur M. (1998). Psikologi Pendidikan: Fondasi untuk Pengajaran, Surabaya: IKIP. NCVER. (2003). Defining Generic Skills. Australian National Training Authority. Ramsey,J. (1993). Developing Conceptual Story Lines With The Learning Cycle.

Jounal of Elementary Science Education. volume 5. No 2. pp1-20.

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Rumansyah dan Yudha Irhasyuarna. (2002). Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 035. Tahun ke-8. hal. 172.

Rustaman, (2005). Pembelajaran Berbasis Inkuiri.Makalah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Sadeh, I., M. Zion. (2009). The Development of Dynamic Inquiry Performances within an Open Inquiry Setting: A Comparison to Guided Inquiry Setting. Journal of Research in Science Teaching. Volume 46. No.10. pp1137-1160.DOI: 10.1002/tea. Israel.

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard dan Proses Pendidikan. edisi ke-6. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Stasz Chatleen, et al. (2001). Classroom at Work: Teaching Generic Skills in Academic and Vocational Setting, on-line tersedia

http://www.rand.org/pubsh.

Straumanis Andrei. (2010). Process Oriented Guided Learning, A Practical Guide for Instructor. Organic Chemistry Guided Inquiry. 2ndedition. United Stated.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Edisi ke-6, Bandung: IKAPI.

Sukmadinata, N.S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan ke-5. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(6)

104

Sund, R.B, dan Trowbridge, Leslie W. (1973). Teaching Science By Inquiry In The Secondary School. Second Edition. Columbus: Charles E.Merill Publishing Company.

Sunyono. (2009). Keterampilan Generik. FK-IP Unila

Trianto,S.,(2007).Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. cetakan ke-1. Jakarta: Prestasi Pustaka.

.


Dokumen yang terkait

Analisis Keterampilan Memprediksi dan Mengkomunikasikan Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

0 7 52

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CORE DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

11 101 131

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP

0 5 45

PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN UNTUK MENINGKATKAN METAKOGNISI SISWA SMA

1 48 270

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 2 22

PEMBELAJARAN PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 12 47

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERINKUIRI SISWA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 0 36

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERINKUIRI SISWA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 0 36

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMK PADA KONSEP HASIL KALI KELARUTAN.

0 0 40

Pengembangan Modul Multimedia Pembelajaran Berbasis Inkuiri Terbimbing Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI SMA/MA.

0 0 17