PENGARUH PERAN ORANG TUA TERHADAP PENINGKATAN MOTIVASI SEKOLAH PADA REMAJA DI DESA NGINGASREMBYONG KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO : TINJAUAN TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL ROBERT K. MERTON.

(1)

PENGARUH PERAN ORANG TUA TERHADAP PENINGKATAN MOTIVASI SEKOLAH PADA REMAJA DI DESA NGINGASREMBYONG KECAMATAN SOOKO

KABUPATEN MOJOKERTO

(Tinjauan Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton) SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial (S.Sos) Dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

SOFIE DINA ROZALINA B05212041

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Sofie Dina Rozalina, 2016, Pengaruh Peran Orang Tua Terhadap Peningkatan Motivasi Sekolah Pada Remaja Di Desa Ngingasrembyong Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto

(Tinjauan Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton), Skripsi Program Studi Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Orang Tua dan Motivasi

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu tentang pengaruh peran orang tua terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto. Namun di dalam rumusan masalah tidak hanya tentang pengaruh orang tua saja tetapi juga bagaiamana orang tua dalam memotivasi sekolah pada remaja.

Metode yang digunakan adalah Mixed Methods (metode kombinasi) yaitu

penggabungan anatara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan teknik pengumpulan data melalui angket sedangkan kualitatif dilakukan dengan teknik pengumpula data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton untuk melihat fungsi dari orang tua.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa; (1) diporeleh rxy hitung (0,362) hasil tersebut di konsultasikan dengan r table 0,207 dengan tingkat kepercayaan 90% maka 0,362 > 0,207, berarti Ho diterima yang artinya terdapat pengaruh peran orang tua terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto. Kemudian peran orang tua menyumbang 13,06% terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto. (2) Orang tua memotivasi remaja dengan cara menasehati, mendukung, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekolah seperti seragam, buku, memberikan pelajaran di luar sekolah dan lain-lain.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI .. vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan penulisan ... 5

D. Manfaaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

1. Pendekatan dan jenis penelitian ... 7

2. Populasi, Sampel dan teknik sampling ... 11

3. Variabel dan Indikator penelitian ... 14

4. Definisi Operasional ... 15

5. Hipotesis Penelitian ... 17

6. Teknik Pengumpulan Data ... 18


(7)

BAB II: PERAN ORANG TUA DAN PENINGKATAN MOTIVASI

SEKOLAH PADA REMAJA ... 30

A. Peran Orang Tua ... 30

1. Pengertian Peran ... 30

2. Pengertian Orang Tua ... 30

3. Pengertian Peran Orang Tua ... 31

4. Macam-macam Pola Asuh Orang Tua ... 32

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi pola asuh orang tua ... 39

6. Peranan-peranan Yang Harus Dilakukan Oleh Orang Tua ... 40

B. Peningkatan Motivasi... 43

1. Pengertian Motivasi ... 43

2. Tujuan Motivasi ... 47

3. Jenis-jenis Motivasi ... 48

4. Fungsi Motivasi ... 48

5. Remaja ... 50

6. Fase-fase Perkembangan Anak ... 51

C. Peran Orang Tua dan peningkatan Motivasi Sekolah dalam Tinjauan Teori Fungsionalisme Struktural ... 52

D. Penelitian Terdahulu ... 61

BAB III: PERAN ORANG TUA DAN PENINGKATAN MOTIVASI SEKOLAH PADA REMAJA DI DESA NGINGAS REMBYONG KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO ... 64

A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian ... 64


(8)

BAB IV: PERAN ORANG TUA DAN PENINGKATAN MOTIVASI SEKOLAH PADA REMAJA DALAM ANALISIS TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL ROBERT K. MERTON ... 75

A. Analisis Deskriptif ... 75 B. Analisis Statistik Inferensial ... 90

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 103 B. Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Angket dan Pedoman Wawancara

2. Jadwal Penelitian 3. Biodata Peneliti


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Batas Wilayah ... 65

Tabel 3.2 Orbitasi Desa... 65

Tabel 3.3 Luas Wilayah Desa ... 65

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pembagian Dusun ... 66

Tabel 3.5 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin ... 66

Tabel 3.6 Jumlah kepala keluarga menurut jenis kelamin ... 66

Tabel 3.7 Jumlah penduduk berdasarkan agama ... 67

Tabel 3.8 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ... 68

Tabel 3.9 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian ... 68

Tabel 3.10 Jumlah organisasi social ... 69

Tabel 3.11 Jumlah sarana ibadah yang ada di desaNgingasrembyong ... 70

Tabel 3.12 Jumlah sarana pendidikan ... 70

Table 3.13 Jenis kelamin responden ... 71

Tabel 3.14 Pendidikan terakhir responden... 71

Tabel 3.15 Tabel kerja Product Moment dan Regresi ... 72

Tabel 4.1 Prosentase Jawaban Angket ... 75

Tabel 4.2 Interpretasi angka korelasi menurut Prof. Sugiyono ... 90

Tabel 4.3Worksheet untuk menghitung beberapa komponen untuk mencari variance ... 96


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat secara keseluruhan, yakni hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis. Sosiologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Sosiologi merupakan ilmu umum artinya sosiologi mempelajari gejala umum yang ada pada setiap interaksi manusia, bukan mempelajari ilmu dengan gejala khusus. Maka dari itu sosiologi mencakup segala aspek dalam kehidupan manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat dan selalu melakukan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam penelitian ini peneliti melihat dari sudut pandang sosiologi pendidikan.

Menurut Dr. Ellwood, “sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang proses belajar dan mempelajari antara orang yang satu dengan

orang yang lain”1

Manusia dalam kehidupannya selalu mengalami proses belajar dan mempelajari sesuatu. Di dalam proses tersebut setiap orang mempelajari orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu sosiologi pendidikan tidak lepas dari hubungan antara individu sebagai aktor yang mempelajari lingkungan sosialnya.

Dalam studi sosiologi pendidikan yang memadai mencakup pengertian individu dan lingkungan sosialnya, dimana individu dan lingkungan sosialnya tadi tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi terjalinlah hubungan timbal balik antara keduanya. Tingkah laku individu dari semenjak lahir sampai meninggal dunia adalah terus-menerus dikondisikan oleh kebudayaan masyarakat, maka sosiologi pendidikan tidak hanya bersasaran khusus kepada lembaga-lembaga atau medan pendidikan yang formal


(11)

seperti sekolah tetapi harus meliputi juga lembaga-lembaga yang lain misalnya keluarga, kelompok permainan, lembaga-lembaga agama dan media-media lain.2 Sasaran utama di dalam sosiologi pendidikan adalah peserta didik dan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam proses belajar. Tidak hanya itu sosiologi pendidikan juga bersasaran pada lembaga-lembaga, baik lembaga formal seperti sekolah atau lembaga non formal seperti keluarga dan lain-lain.

Sosiologi pendidikan lebih mengutamakan pembahasan pendidikan karakter dari sisi sosialisasi peserta didik sebagai individu (self) dalam hubungannya dengan masyarakat (society), termasuk nilai-nilai bersama yang dibangun dalam hubungan itu.3

Ahli-ahli pendidikan mengatakan bahwa sosiologi pendidikan tidak hanya berhubungan dengan tujuan-tujuan pendidikan, kurikulum, metode dan pengukuran, tetapi juga berhubungan dengan sekolah dan seluruh masyarakat. Salah satu lingkungan sosial dari pada individu si anak ini berhubungan dengan sikap orang tuanya, berhubungan dengan keluarga perbedaan bahasa dan cita-cita. Misalnya orang tua mengingankan agar anaknya melebihi dari pada orang tuanya.4

Terdapat beberapa tujuan sosiologi pendidikan, salah satunya yaitu sosiologi pendidikan sebagai analisis proses sosialisasi. Di antara para ahli sosiologi pendidikan ada yang beranggapan bahwa seluruh proses sosiologi anak-anak merupakan pusat perhatian bidang studi ini. Mereka ini mengutamakan proses bagaimana kelompok-kelompok sosial mempengaruhi kelakuan individu.

Pendidikan sudah dimulai semenjak seorang individu pertama kali berinteraksi dengan lingkungan eksternal di luar dirinya, yakni keluarga. Keluarga mempunyai fungsi utama dalam pembentukan pribadi seseorang, keluarga memiliki fungsi pengantar pada masyarakat besar. Sebagai penghubung pribadi dengan struktur sosial yang lebih besar.5

2Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982), 16.

3 Akh. Muzakki, Instrumen Nilai Dalam Pembelajaran (Surabaya: Pustaka Idea, 2015),50 4Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982), 16.


(12)

Keluarga sebagai pengantar pada masyarakat besar berperan untuk mempersiapkan anak agar siap hidup di lingkungan sosial bermasyarakat. Untuk itu setiap keluarga perlu memberikan pendidikan baik pendidikan formal melalui sekolah maupun pendidikan agama. Keluarga sebagai salah satu dari tri pusat pendidikan bertugas membentuk kebiasaan-kebiasaan (habit formations) yang positif sebagai fondasi yang kuat dalam pendidikan informal. Dengan pembiasaan tersebut anak-anak akan menngikuti/menyesuaikan diri bersama keteladanan orang tuanya. Orang tua yang tidak otoriter, akan dapat mentoleransi kemauan anak-anaknya. Dengan demikian akan terjadi sosialisasi yang positif dalam keluarga/rumah.6

Keluarga sebagai salah satu pusat pendidikan maka keluarga bertugas dalam membentuk karakter yang baik bagi anak. Lingkungan keluarga yang baik maka akan membentuk karakter anak yang baik pula, namun keluarga yang buruk maka akan membentuk karakter yang buruk pula. Orang tua yang berprofesi sebagai pencuri maka tidak menuntut kemungkinan anak tersebut akan menjadi pencuri, karena anak akan melihat segala sesuatu yang dilakukan oleh orang tua. Sedangkan orang tua yang jujur dan peduli dengan pendidikan maka akan mengajarkan kejujuran serta peduli terhadap pendidikan bagi anak.

Di dalam dunia pendidikan peran orang tua sangat penting untuk mendukung minat belajar dan sekolah setiap anak. Karena orang tua adalah agen sosialisasi pertama dan paling penting bagi seorang anak. Dan keluargalah sudah barang tentu yang pertama-tama pula menjadi tempat untuk mengadakan sosialisasi kehidupan anak-anak. Ibu, ayah dan saudara-saudaranya serta keluarga-keluarga yang lain adalah orang-orang yang pertama dimana anak mengadakan kontak dan yang pertama dimana anak-anak itu sebagaimana dia hidup dengan orang lain.7

Orang tua memiliki peran sebagai orang yang membimbing dan mendidik anak ketika dia berada dirumah. Ketika berada disekolah anak akan dididik oleh guru. Ketika berada disekolah anak akan diajari dan dimotivasi bagaimana mendapat nilai bagus. Sedangkan ketika berada di rumah maka orang tua selain mendidik dan membimbing mereka juga harus memotivasi anak agar tetap semangat untuk sekolah. Pendidikan karakter akan terbentuk

6Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), 49 7Ahmadi Abu, Sosiologi Pendidikan ( Jakarta: PT Rineka Cipta. 1991), 08


(13)

didalam sebuah keluarga, cara mendidik orang tua akan berpengaruh kepada pola hidup dan cara berfikir anak.

Secara umum factor yang mempengaruhi kurangnya minat untuk bersekolah adalah karena masalah ekonomi keluarga yang kurang mampu. Namun disini peneliti bukan menekankan pada segi ekonomi keluarga, namun dari segi pendidikan, pengetahuan dan pengalaman orang tua tentang pendidikan dan sekolah, serta dorongan dari orang tua untuk mendukung anaknya untuk terus sekolah. Penelitian dilakukan di desa Ngingasrembyong karena jika diilihat dari segi pendidikan masyarakat desa Ngigasrembyong pada tahun 2015 yang tecatat sebagai sarjana ada 60 orang dari 3765 penduduk.8 Ini membuktikan bahwa masyarakat kurang berminat untuk sekolah khususnya pada tingkat perguruan tinggi. Maka dari sini perlu dilakukan penelitian terkait tentang peran orang tua dalam memberikan motivasi sekolah pada remaja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan adanya latar belakang di atas, dapat digambarkan beberapa permasalahan yang dapat ditemukan peneliti dan dianggap penting untuk dilakukan penelitian yaitu:

1. Apakah peran orang tua berpengaruh terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto?

2. Bagaimana peran orang tua dalam memotivasi remaja untuk bersekolah di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto?

C. Tujuan Penelitian


(14)

Tujuan penelitian ini dibuat adalah untuk menjawab pertanyaan sebagaiman rumusan masalah di atas sehingga nantinya dapat diketahui secara jelas dan terperinci tujuan diadakannya penelitian ini. Adapun tujuan tersebut adalah:

1. Ingin mengetahui apakah peran orang tua berpengaruh terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

2. Ingin mengetahui bagaimana peran orang tua dalam memotivasi remaja untuk bersekolah

di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti berharap hasil penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat, baik itu secara teoritis maupun secara bagi para pembacanya.

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan pengetahuan serta wawasan bagi peneliti lain khususnya tentang peran orang tua dalam memotivasi sekolah anak di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

b. Sebagai sumber referensi bagi para mahasiswa khususnya tentang peran orang tua dalam memotivasi anak untuk bersekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Agar masyarakat desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto

mengetahui pentingnya pendidikan formal bagi remaja.

b. Agar masyarakat desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto


(15)

E. Metode Penelitian

Metode penelitian teknik merupakan cara utama yang dipakai untuk mencapai tujuan semisal menguji sebuah hipotesa dengan menggunakan atau alat tertentu.

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian mixed methode (penelitian kombinasi). Menurut Sugiyono, “metode penelitian kombinasi adalah metode penelitian yang menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode kualitatif”9

Menurut Creswell penelitian campuran merupakan pendekatan penelitian yang mengkombinasikan antara penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.10

Fokus penggabungan dua metode (kualitatif dan kuantitatif) lebih pada teknik pengumpulan data dan analisis data, sehingga peneliti dapat membandingkan seluruh data temuan dari kedua metode tersebut, yang selanjutnya diperoleh kesimpulan dan saran apakah kedua data saling memperkuat, memperlemah atau bertentangan.

Menurut Creswell, strategi-strategi dalam mixed methods, yaitu 11

a. Strategi metode campuran sekuensial/bertahap (sequential mixed methods)

merupakan strategi bagi peneliti untuk menggabungkan data yang ditemukan dari satu metode dengan metode lainnya. Strategi ini dapat dilakukan dengan interview terlebih dahulu untuk mendapatkan data kualitatif, lalu diikuti dengan data kuantitatif dalam hal ini menggunakan survey. Strategi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1) Strategi eksplanatoris sekuensial. Dalam strategi ini tahap pertama adalah

mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif kemudian diikuti oleh

9Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) (Bandung, CV. Alfabeta, 2011), 397

10John W. Creswell, Research Design:Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif dan Mixed (Yogyakarta: Pusaka

Pelajar.2010), 5

11 John W. Creswell, Research Design:Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif dan Mixed (Yogyakarta: Pusaka


(16)

pengumpulan dan menganalisis data kualitatif yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif. Bobot atau prioritas ini diberikan pada data kuantitatif.

2) Strategi eksploratoris sekuensial. Strategi ini kebalikan dari strategi eksplanatoris

sekuensial, pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisis data

kualitatif kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif pada tahap kedua yang didasarkan pada hasil dari tahap pertama.

3) Strategi transformative sekuensial. Pada strategi ini peneliti menggunakan

perspektif teori untuk membentuk prosedur-prosedur tertentu dalam penelitian. Dalam model ini, peneliti boleh memilih untuk menggunakan salah satu dari dua metode dalam tahap pertama, dan bobotnya dapat diberikan pada salah satu dari keduanya atau dibagikan secara merata pada masing-masing tahap penelitian.12 b. Strategi metode campuran konkuren/sewaktu waktu (concurren mixed method)

merupakan penelitian yang menggabungkan antara data kuantitatif dan data kualitatif dalam satu waktu. Terdapat tiga strategi pada strategi metode campuran konkuren ini, yaitu:

1) Strategi triangulasi konkuren. Dalam strategi ini, peneliti mengumpulkan data kuantitatif dan data kualitatif dalam waktu bersamaan pada tahap penelitian, kemudian membandingkan antara data kualitatif dengan data kuantitatif untuk mengetahui perbedaan atau kombinasi.

2) Strategi embedded konkuren. Strategi ini hampir sama dengan model triangulasi

konkuren, karena sama-sama mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif dalam waktu bersamaan. Membedakannya adalah model ini memiliki metode primer

12 John W. Creswell, Research Design:Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif dan Mixed (Yogyakarta: Pusaka


(17)

yang memadu proyek dan data sekunder yang memiliki peran pendukung dalam setiap prosedur penelitian. Metode sekunder yang begitu dominan/berperan (baik itu kualitatif atau kuantitatif) ditancapkan (embedded) kedalam metode yang lebih

dominan (kualitatif atau kuantitatif).

3) Strategi transformative konkuren. Seperti model transformative sequential yaitu

dapat diterapkan dengan mengumpulkan data kualitatif dan data kuantitatif secara bersamaan serta didasarkan pada perspektif teoritis tertentu.

c. Prosedur metode campuran transformative (transformative mixed methods)

merupakan prosedur penelitian dimana peneliti menggunakan kacamata teoritis sebagai perspektif overaching yang didalamnya terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif. Perspektif inilah yang nantinya akan memberikan kerangka kerja untuk topic penelitian, teknik pengumpulan data, dan hasil yang diharapkan dari penelitian.13

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan strategi metode campuran

konkuren/sewaktu waktu (concurren mixed method). Khususnya menggunakan

strategi triangulasi konkuren. Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara bersamaan untuk menjawab rumusan masalah apakah peran orang tua berpengaruh terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto serta menjawab rumusan masalah bagaimana peran orang tua dalam memotivasi remaja untuk bersekolah didesa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

13John W. Creswell, Research Design:Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed (Yogyakarta: Pusaka


(18)

Jenis desain penelitian pada penelitian mixed methods dibagi menjadi tiga yaitu sequential explanatory design, sequential explaratory design dan concurrent

triangulation design.

1) Sequential explanatory designs, pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif

dilaksanakan dalam dua tahap, dengan penekanan utama pada metode kuantitatif.

2) Sequential exploratory design yaitu pengumpulan data kualitatif dilakukan

pertama kali dan dianalisis, kemudian data kuantitatif dikumpulkan dan dianalisis. Jenis sequential exploratory lebih menekankan pada kualitatif.

3) Concurrent triangulation designs (juga disebut desain intergrantive atau

konvergen) di mana peneliti secara bersamaan mengumpulkan data kuantitatif dan kualitataif, menggabungkan dalam analisis metode analisis data kuantitatif dan kualitatif, dan kemudian menafsirkan hasilnya bersama-sama untuk memberikan pemahaman yang lebih baik dari fenomena yang menarik.

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian concurrent triangulation

designs, karena pada penelitian ini penggalian data kuantitatif dan kualitatif dilakukan

secara bersamaan, kemudian di analisis dengan menggunakan teori yang sama.

2. Populasi, sampel dan teknik sampling

a. Populasi

Populasi penelitian merupakan keseluruhan objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.14

Populasi adalah “Keseluruhan subyek penelitian”15 atau “semua individu yang akan dijadikan objek penelitian”16 populasi bisa juga diartikan wilayah generalisasi


(19)

yang terdiri atas objek, subjek, yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.17

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat desa

Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

b. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri keadaan tertentu yang akan diteliti, atau sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi.18 Menurut Iskandar “sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara representati atau mewakili populasi yang bersangkutan atau bagian kecil yang

diamati”19

Dengan kata lain sampel merupakan contoh atau cermin dari keseluruhan objek yang diteliti. Dalam penelitian sosial, dikenal hukum kemungkinan hukum

probabilitas yaitu kesimpulan yang ditarik dari populasi dapat digeneralisasikan

kepada seluruh populasi. Kesimpulan ini dapat dilakukan karena pengambilan sampel dimaksud adalah untuk mewakili seluruh populasi.20

Cara yang digunakan untuk menentukan sampel adalah dengan pengambilan sampel sistematis.

Rumus pengambilan sampel yaitu n = N N.d2+1

15Suahrsimi arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 108 16Sutrisno Hadi, Statistik II (Yogyakarta: Ansdi Ofset, 1996), 220

17Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2006), 55

18Nanang Martono. Statistik Sosial Teori dan Aplikasi Program SPSS (Yogyakarta: Gava Media.2010),15 19Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitati dan Kualitati) (Jakarta: Gaung Persada

Press, 2008), 69


(20)

Keterangan: n : Jumlah Sampel N : Jumlah Populasi d : Presisi yang di tetapkan

jika populasi sebanyak orang dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90 % maka besar sampelnya adalah:

n = 3765 = 97,41

3765.(0,1)2 + 1

Dari hasil penghitungan sampel dibulatkan menjadi 97 sampel yang di ambil oleh peneliti. Namun ditemukan 92 orang tua yang memiliki anak usia remaja. Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 92 responden.


(21)

c. Teknik Sampling

Teknik Sampling merupakan sebuah teknik untuk pengambilan sampel. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti yaitu non probability sampling yang

merupakan teknik sampling yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.21

Peneliti menggunakan proposive sampling, dimana penelitian ini tidak

dilakukan pada seluruh populasi, tapi terfokus pada target. Proposive sampling

artinya bahwa teknik penentuan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu.22 Pada penelitian ini juga menggunakan teknik simple random sampling

yaitu pengambilan sampel dari populasi secara acak berdasarkan frekuensi probabilitas semua anggota populasi. Sehingga sampel pada penelitian ini hanya orang tua yang memiliki anak usia remaja, selain kategori tersebut tidak termasuk sampel dalam penelitian ini.

3. Variabel dan indikator penelitian

Penelitian ini terdapat variabel yang menjadi pokok permasalahannya. Menurut suharsimi variable adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.23

Adapun variable penelitian kali ini adalah variable hubungan multifariat yang artinya untuk mendapatkan jalur yang paling kuat mempengaruhi motivasi sekolah anak. a. Variabel bebas (X) adalah variabel penyebab atau variable operasional yang

mempengaruhi variable lain. Adapun variable bebas pada penelitian ini adalah:

21 Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis (Jakarta: Alfabeta, 2005), 122

22 Awal Isgiyanto. Tehnik Pengambilan Sampel Pada Penelitian Non-Eksperimental (Jogjakarta: Mitra

Cendekia Press, 2009), 75


(22)

Variabel X Peran Orang Tua Indikator Mendidik

Merawat atau Membesarkan Sebagai pengawas

b. Variabel terikat (Y) adalah variabel akibat atau yang ditimbulkan variable bebas. Adapun variable erikat pada penelitian ini adalah:

Variabel Y Peningkatan Motivasi

Indikator Fisik (membelikan perlengkapan sekolah seperti seragam, buku dll) Non Fisik (memberi nasehat dan mengarahkan)

4. Definisi Operasional

a. Peran Orang Tua

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Dapat juga diartikan bahwa peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut menjalankan peranan.24

Peran orang tua adalah suatu upaya atau kegiatan yang harus dilakukan oleh kedua orang tua (ayah dan ibu). Peran orang tua adalah suatu keharusan yang wajib dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya demi keselamatan hidup mereka, baik di dunia maupun di akhirat.

b. Peningkatan Motivasi


(23)

Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. 25

Ada dua jenis motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai baik.

Motivasi Intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid mungkin senang menghadapi ujian karea dia senang dengan mata pelajaran yang akan diujiakan.26

Peningkatan berarti kemajuan, secara umum peningkatan merupakan upaya untuk menambah derajat, tingkat, dan kualitas maupun kuantitas. Peningkatan juga dapat berarti penambahan keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih baik. Selain itu, peningkatan juga berarti pencapaian dalam proses, ukuran, sifat, hubungan dan sebagainya.

Peningkatan motivasi berarti kemajuan untuk mencapai keinginan yang besar yang tumbuh dalam diri seseorang untuk mencapai apa yang menjadi tujuannya.

c. Remaja

Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencaharian jati diri (ego identity).27

25Tri Wibowo B. S, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 510 26Tri Wibowo B. S, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 514


(24)

5. Hipotesis Penelitian

Hipotesa berasal dari kata hypo yang berarti dibawah dan thesa berarti kebenaran. Hipotesa akan ditolak jika datanya palsu dan penolakan dan penerimaan hipotesa dengan begitu sangat tergantung pada fakta-fakta yang dikumpulkan.

Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang penting kedudukannya dalam penelitian. Berdasarkan berbagai macam teori tentang hipotesis, maka hipotesis yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah:

a. Hipotesis Nihil (Ho)

Variabel peran orang tua tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

b. Hipotesis Alternatif ( Ha ) / (H1)

Variabel peran orang tua berpengaruh signifikan terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menentukan data yang dipelukan, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, agar bukti-bukti data fakta yang diperoleh sebagai data yang obyektif, valid serta tidak teruju penyimpangan– penyimpangan dari keadaan yang sebenarnya. Dalam pengumpulan data penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Metode Observasi


(25)

Menurut Sutrisno Hadi observasi yaitu proses dimana peneliti turun kelapangan untuk mengamati lingkungan yang akan ditelitinya. Dua diantara yang paling penting adalah proses - proses pengamatan dan ingatan.28

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Observasi dilakukan untuk memperoleh keterangan tentang masalah yang akan diselidiki, dan mendapatkan petunjuk tentang cara mendapatkannya, jadi dengan metode observasi ini hasil yang diperoleh akan jelas dan terarah.

b. Metode Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewancara dengan responden atau orang yang diwawancarai.

Peneliti dalam hal ini berkedudukan sebagai interviewer, mengajukan pertanyaan, menilai jawaban, meminta penjelasan, mencatatat dan menggali pertanyaan lebih dalam. Di pihak lain, sumber informasi (informan) menjawab pertanyaan, memberi penjelasan dan kadang-kadang juga membalas pertanyaan.29 c. Metode angket atau Kuesioner

Kuesioner pada dasarnya merupakan cara pengumpulan data keterangan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang didistribusikan kepada seseorang atau respon den untuk diisi atau dijawab tentang suatu fakta atau pendapat yang diketahui oleh responden.

d. Metode Dokumentasi

28 Sugiyono.Metode Penelitian Kuantitatif Kulitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta.2012), 145 29 Sutrisno Hadi. Metodologi Research. (Yogyakarta: CV. Andi Offset.2004),218


(26)

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis, metode dokumentasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data yang benar dengan mengambil dokumen-dokumen yang ada. Menurut Suharsimi Arikunto, sebagai objek yang diperhatikan atau (di tatap) dalam memeperoleh informasi, kita memperhatikan tiga macam sumber, yaitu tulisan (paper), tempat (list), dan kertas atau orang (people). Dalam mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan ilmiah telah menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi juga berarti cara mengumpulkan data dengan mencatatat data-data yang sudah ada.

Penilaian angket atau questioner dalam penelitian ini smenggunakan pedoman skala likers, cara ini dengan menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yang ditetapkan.

Cara pemberian nilai dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik angket yang berpedoman skala likers, skala likers memiliki lima alternative jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).30


(27)

7. Teknik Analisa Data

Analisis merupakan bagian penelitian yang amat penting karena analisis dapat menyampaikan dan membatasi penemuan-penemuan, sehingga suatu data yang diperoleh dalam suatu penelitian akan terjadi teratur dan tersusun rapi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua analisa yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif.

a. Analisis Data Kuantitaif

Data kuantitatif diperoleh dari pengujian menggunakan kuesioner yang disebar pada seluruh masyarakat untuk mengungkap permasalahan. Selanjutnya data hasil kuesioner diolah dengan menggunakan penghitungan statistik.

Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah: 1) Teknik Data Statistik

Yaitu suatu teknik analisis yang bertujuan untuk mencari kesimpulan dari data-data yang berbentuk angka. Teknik yang digunakan adalah teknik analisa regresi dan teknik analisa Variance.

Pada tahap pertama peneliti menggunakan produk momen untuk melihat

sejauh mana korelasi atau pengaruh variabel X (Peran Orang Tua) terhadap

variabel Y (Peningkatan Motivasi). rumus product moment yang umum

digunakan dalam analisis korelasi sederhana, yaitu:31 rxy= n . ∑XY – ∑X ∑Y

[n. ∑X − ∑X ] [n. ∑Y − ∑Y ]

Keterangan :

rxy : Koefisien Korelasi Product Moment


(28)

n : jumlah individu dalam sampel

X : angka mentah untuk variabel X

Y : angka mentah untuk variabel Y

Setelah menganalisis dengan product momen peneliti menganalisis dengan

mengunakan analisa regresi, karena untuk melihat berapa % sumbangan variabel X terhadap variabel Y, dengan rumus:

x.y = ∑ XY – (∑ X) (∑ Y) n

x2 = ∑ X2 − (∑ X)2 n

y2 = ∑ Y2 − (∑ Y)2

n

α1 = ∑x.yx2

αο = ∑ Y –α1 ∑ X

n

Y = αο+ α1 X

Y = subyek dalam variabel dependen yang dipredisikan (Variabel terikat)

αο= harga atau nilai konstanta

α1 = koefisien regresi X = variabel independen n = jumlah observasi R2 = α12( ∑x2 )


(29)

y2

JX= (∑y2) –α12 ∑x2

n

Sαο = √ �� ( ∑X2)

n. ∑x2

Sα1 = √ �x2) ( 1 ) ∑x2

Dengan hipotesa

Hο (Hipotesa Nihil) = Variabel pengaruh peran orang tua tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

Ha (Hipotesa Alternatif) = Variabel pengaruh peran orang tua berpengaruh

signifikan terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

Uju Signifikan estimasi,

Hο= αο: 0 Ha = αο≠ 0 α1 : 0 α1 ≠ 0 Untuk αο: tο= αο

Sαο

Untuk α1 : tο= α1

Sα1

t1/2 ( 0.05) df = n − 2 tο< tt = Hο: diterima


(30)

Ha : diterima

tο > tt = Hο : ditolak

Ha : ditolak

Pada tahap kedua peneliti menggunakan Analisis variance untuk mengetahui

apakah terdapat perbedaan latar belakang pendidikan orang tua dalam memberi motivasi remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.

Pada dasarnya analisis Variance tidak lain dari teknik matematik untuk

memisahkan komponen-komponen variasi dalam suatu set hasil penelitian. Dalam keterangan-keterangan lebih lanjut, analisa variance yang diterangkan dihubungkan dengan desain percobaan yang dipilih. Dalam analisis variance, kita menggunakan uji


(31)

F = MSP

MSE

Di mana:

MSp = mean square antarperlakuan

MSE = mean square error (dalam perlakuan)

Untuk mencari mean square, diperlukan sumsquare. Dalam desain randomisasi

lengkap, sumsquare total (SST) dipecahkan atas 55 perlakuan (55p) dan sumsquare

error atau sumsquare dalam perlakuan (SSE).

Dalam analisis variance desain percobaan dengan randomisasi lengkap, prosedurnya adalah sebagai di bawah ini:

1) Rumuskan Hipotesa:

Ho : tidak ada beda antara mean-mean dari populasi.

Ha : terdapat perbedaan antara populasi.

2) Tentukan jumlah pengamatan dari sampel, yaitu: n1 = besar sampel 1

n2 = besar sampel 2

n3 = besar sampel j

n4 = total pengamatan

3) Tentukan level significance:

4) Buat table Analisa Variance (ANAVA): Untuk ini perlu dihitung. a) Hitung correction factor:

CF = (∑Tj)2 n


(32)

CF = correction factor

∑Tj = total nilai pengamatan (nilai variabel) n = total anggota sampel (besar sampel) b) Hitung sumsquare total:

SST = ∑ (Xij)2– CF Di mana:

SST = sumsquare total:

Xij = nilai pengamatan I dari sampel j

c) Hitung sumsquare antarperlakuan:

SSP = (T1)2 + (T2)2+ ….. (Tj)2+ ….. (Tk)2– CF n1 n2 nj nk =

(Tj)2– CF

nj Tj = total nilai sampel j

nj = besar sampel j

SSP = sumsquare antarperlakuan

d) Hitung sumsquare error:

SSE = SST −SSP

Di mana:

SSE = sumsquare error

SSP = sumsquare antarperlakuan


(33)

e) Tentukan degree of freedom:

DFp = k −

DFT = n −

DFE = DFT − DFp

Di mana:

DFp = degree of freedom antarperlakuan

DFT = degree of freedom total

DFE = degree of freedom error

n = jumlah anggota total sampel k = jumlah perlakuan

f) Hitung Mean square:

MSP = SSP

DFP

MSE = SSE

DFE Di mana:

MSP = Mean square antarperlakuan

MSE = Mean square error

DFP = degree of freedom antarperlakuan

DFE = degree of freedom error32


(34)

b. Analisis data Kualitatif

Menurut Miles dan Huberman data kualitaif diperoleh dari data relaction, data display dan conclusion drawing/verification.33 Analisa data kualitatif ini

dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah bagaiamana peran orang tua dalam memotivasi anak untuk bersekolah di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto. Setelah menganalisis data kuantitatif dengan metode penghitungan statistik analisis regresi dan analisis variance (ANAVA) kemudian

dilanjutkan dengan analisis data kualitatif dari hasil wawancara.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memudahkan dalam memahami dan membahas isi yang dikehendaki, maka sistematika penulisan penelitian ini disusun sebagai berikut:

BAB I: merupakan bab pendahuluan meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, kegunaan penelitian, deinisi operasional, metode penelitian, sistematika pembahasan.

BAB II: merupakan bab kajian teoritik yang membahas tentang peran orang tua yang meliputi pengertian peran orang tua dan pola asuh orang, kemudian tentang pengertian motivasi dan tujuan motivasi, serta membahas tentang teori Fungsionalisme Struktural.

BAB III: merupakan bab penyajian data meliputi deskripsi umum obyek penelitian dan table kerja product moment dan regresi.

BAB IV: merupakan bab analisis data, peneliti menggunakan analisis dekriptif dengan hasil wawancara, kemudian analisis regresi dan variance (ANAVA)


(35)

BAB V: merupakan bab terakhir yaitu penutup yang membahas tentang kesimpulan dan saran.


(36)

BAB II

PERAN ORANG TUA DAN PENINGKATAN MOTIVASI SEKOLAH PADA REMAJA A. Peran Orang Tua

1. Pengertian Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Dapat juga di artikan bahwa peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut menjalankan peranan.1

Setiap manusia memiliki peran masing-masing dalam menjalani sebuah kehidupan. Peran setiap manusia tentu berbeda-beda namun juga memiliki kesamaan tergantung kebutuhan dan kewajiban masing-masing. Ketika seseorang telah melakukan hak dan kewajibannya maka seseorang tersebut telah menjalankan perannya dengan baik.

2. Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah asasyah ibu kandung; orang yang dianggap tua (pandai, cerdik).2 Orang tua yaitu orang yang menjaga, merawat, mendidik, membimbing seseorang, memiliki ikatan batin atau kekeluargaan dan dihormati oleh orang yang lebih muda.

3. Pengertian Peran Orang Tua

Menurut A. Tafsir, dalam islam orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan adalah orang tua anak didik. Tanggung jawab itu sekurang-kurangnya disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena adanya kodrati. Kedua, karena adanya

1 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 212.

2Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

2005), 802


(37)

kepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya. Karena sukses anak adalah sukses orang tua.3

Peran orang tua adalah suatu upaya atau kegiatan yang harus dilakukan oleh ayah dan ibu. Peran orang tua adalah suatu keharusan yang wajib dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya demi keselamatan hidup mereka, baik di dunia maupun diakhirat.

Pada umumnya dalam sebuah kelurga terdapat dua orang yang memiliki peran sebagai penanggung jawab dalam segala hal yang berkaitan dengan masalah rumah tangga atau masalah anak. Seorang ayah yang berperan sebagai kepala rumah tangga dan Ibu sebagai pendamping dan menjalankan peranannya dalam rumah atau sebagai pelaksana dari segala delegasi yang ditinggalkan kepala rumah tangga. Peranan yang ada tersebut biasanya di bagi misalnya, ayah berperan sebagai pencari nafkah sedangkan ibu berperan sebagai pengasuh dan mendidik anak dan mengurus kebutuhan rumah tangga

Keluarga adalah tempat yang pertama kalinya seorang anak memperoleh pendidikan dan mengenal niai-nilai maupun peraturan-peraturan yang harus diikutinya yang mana mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Namun dengan adanya perbedaan latar belakang, pengalaman, pendidikan dan kepentingan dari orang tua maka terjadilah cara yang berbeda pula mendidik anak.

Di dalam pendidikan anak keluarga perlu memperhatikan dalam pemberikan kasih sayang, jangan berlebih-lebihan dan jangan pula kurang. Oleh karena itu keluarga harus pandai dan tepat dalam memberikan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anaknya. Pendidikan keluarga yang baik adalah: pendidikan yang memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan-pendidikan formal maupun agama.


(38)

Pendidikan keluarga mempunyai pengaruh yang penting untuk mendidik anak. Hal tersebut mempunyai pengaruh yang positif dimana lingkungan keluarga memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan untuk menerima, memahami, meyakini, serta mengamalkannya.

4. Macam-macam pola asuh orang tua

Pola asuh berasal dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Partono “pola”

adalah model, contoh, pedoman (rancangan), dasar kerja.4 Sedangkan menurut yasyin asuh” adalah menjaga dan memelihara anak kecil, membimbing agar bisa berdiri sendiri.5

Pola asuh berarti system, cara atau pola yang digunakan atau ditetapkan dalam kehidupan sehari-hari terhadap anak. Orang tua adalah orang yang bertanggung jawab dalam keluarga atau rumah tangga. Dalam arti sempit, maka orang tua adalah ibu bapak yaitu yang memilki andil langsung atas keberadaan kelahiran sang anak.6

Setiap orang tua memiliki cara tersendiri dalam mengasuh anak. Cara tersebut akan membentuk karakter anak, karena orang tua adalah orang yang pertama kali menjadi contoh bagi seorang anak, sehingga kepribadian anak tergantung bagaimana cara orang tua mendidik anak.

Pola asuh orang tua sangat berperan dalam proses pendidikan baik dalam keluarga maupun di sekolah, karena hal ini mencerminkan sejauh mana keterlibatan pendidik secara emosional terhadap anak didik. Orang tua selalu dituntut untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya, termasuk dalam pendidikan. Tetapi banyak orang tua yang kurang memahami betapa pentingnya aspek pendekatan dalam mengasuh dan membimbing anak-anaknya. Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak di wujudkan dengan cara tersendiri yang dimiliki orang tua dalam mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak yang disebut sebagai pola asuh.7

4 Pius A Partono, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 605

5Sulchan Yasyin, Kamus Pintar Bahasa Indonesia (Surabaya: Amanah, 1995), 26

6W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakrta: Balai Pustaka, 1985) hal.688

7Rani Razak Noeman, Amezing Paranting: Menjadi Orang tua Asyik Memebntuk Anak Hebat (Jakarta:


(39)

Pola asuh atau cara didik orang tua tidak hanya mempengaruhi karakter dan kepribadian anak didik di dalam keluarga, namun juga berpengaruh terhadap sekolah. Ikatan emosional yang terjadi antara orang tua dan anak didik akan memberikan dampak bagi perkembangan belajar anak didik. Orang tua yang kurang memahami aspek pendekatan tersebut akan menjadikan perbedaan cara pandang dengan anak didik.

Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.8

Orang tua yang memahami pendekatan dalam membimbing dan mengasuh anak-anaknya akan menggunakan cara yang paling baik dalam mendidik anak. Hal ini bertujuan agar anak menjadi anak yang baik, sopan serta patuh terhadap orang tua. Setiap orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam memberikan pola asuh, berikut ini merupakan macam-macam pola asuh orang tua dalam mendidik dan mengembangkan anaknya, antara lain:

a. Pola asuh otoriter

Menurut Barus, orang tua otoriter menuntut kepatuhan dan konformitas yang tinggi dari anak-anaknya. Mereka cenderung lebih suka menghukum, bersikap dictator, dan disiplin kaku. Tidak mengenal take and give, karena keyakinan mereka adalah bahwa anak harus menerima sesuatu tanpa mempersoalkan aturan-aturan dan standart yang dibangun oleh orang tua. Mereka cenderung tidak mendukung perilaku bebas anak dan melarang otonomi anak.9

Orang tua dengan pola asuh otoriter adalah orang tua yang selalu menuntut anak untuk mengikuti keinginan orang tua. Orang tua tidak memberi kesempatan bagi

8Rani Razak Noeman, Amezing Paranting: Menjadi Orang tua Asyik Memebntuk Anak Hebat (Jakarta:

Noura Book, 2012),

9Gendon Barus, Memaknai Pola Pengasuhan Orang Tua Pada Remaja, dalam Jurnal Intelektual (No 2,


(40)

anak untuk mengeluarkan pendapat atau mengatakan kemauannya. Orang tua dengan pola asuh seprti ini mengakibatkan anak menjadi takut kepada orang tua.

Remaja dipaksa untuk mengikuti atau mentaati tuntutan-tuntutan dan

keputusan-keputusan yang dibuat oleh orang tua mereka tanpa

mempertanyakan dan tidak membiasakan remajanya untuk mencoba membuat keputusannya sendiri. Orang tua lebih banyak menekankan larangan-larangan, pembatasan-pembatasan, dan memaksa usaha keras sambil melakukan pengawasan yang sangat ketat.10

Orang tua tidak hanya menuntut anak namun juga tidak membiasakan anak untuk membuat keputusan sendiri. Orang tua yang otoriter adalah orang tua yang semaunya sendiri tanpa bertanya dan tanpa tau keinginan anak dengan sepihak membuat keputusan yang belum tentu bisa diterima oleh anak.

Pola asuh ini cenderung tidak memikirkan apa yang terjadi dikemudian hari, lebih fokus pada masa kini atau yang sedang dijalani. Dijalankan untuk kemudahan orang tua dalam pengasuhan, akan tetapi orang tua tidak memperhatikan apakah pengasuhan ini juga mudah untuk anaknya. Selain itu pola asuh ini bersifat menilai dan menuntut anak untuk mematuhi standar mutlak yang ditentukan sepihak oleh orang tua.11

Ada beberapa akibat atau efek yang didapatkan dari pola asuh otoriter terhadap perilaku belajar anak, antara lain:

1) Anak menjadi tidak percaya diri, kurang spontan, ragu-ragu dan pasif serta masalah konsentrasi dalam belajar.

2) Ia menjalankan tugas-tugasnya lebih disebabkan oleh takut hbukuman.

3) Disekolah memiliki kecenderungan berperilaku antisosial, agresif, impulsive dan perilaku negatif lainnya.

4) Anak perempuan cenderung menjadi pendiam.

10Gendon Barus, Memaknai Pola Pengasuhan Orang Tua Pada Remaja, dalam Jurnal Intelektual (No 2,

Vol. 1, September 2003), 157

11Gendon Barus, Memaknai Pola Pengasuhan Orang Tua Pada Remaja, dalam Jurnal Intelektual (No 2,


(41)

b. Pola Asuh Demokratis

Barus berpendapat bahwa orang tua yang demokratis berprilaku hangat tetapi tegas. Mereka mengenakan seperangkat standart untuk mengatur anak-anaknya tetapi membangun harapan-harapan yang disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan kebutuhan anak-anaknya. Mereka menunjukkan kasih sayang, mendengarkan dengan sabar pandangan anak-anaknya, dan mendukung keterlibatan anak dalam membuat keputusan keluarga.12

Berbeda dengan pola asuh otoriter, pola asuh demokratis lebih hangat dan lebih tegas. Pola asuh otoriter cenderung menuntut anak didik, sedangkan pola asuh demokratis memberi peluang bagi anak untuk mengungkapkan sesuatu. Terdapat take

and give antara orang tua dan anak.

Orang tua yang demokratis menempatkan nilai yang tinggi pada perkembangan kemandirian dan pengendalian diri, tetapi bertanggung jawab penuh terhadap perilaku anak. Kualitas pengasuhan ini dapat lebih menstimulir keberanian, motivasi, dan kemandirian, mau bekerja sama, rasa remaja, serta mendorong tumbuhnya kemampuan social, meningkatkan rasa percaya diri dan tanggung jawab social pada remaja.13

Orang tua dengan pola asuh demokratis akan terbuka kepada anak. Orang tua selalu menganggap keinginan anak sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan sehingga anak menjadi nyaman dan terbuka kepada orang tua. Orang tua akan bertanggung jawab atas apa yang menjadi pilihan atau keinginan anak hal ini dilakukan agar anak menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab.

Pola asuh demokratis menimbulkan perilaku anak yang bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri, bersikap sopan ingin tahunya tinggi, mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas dan berorientasi terhadap prestasi.14

12Gendon Barus, Memaknai Pola Pengasuhan Orang Tua Pada Remaja, dalam Jurnal Intelektual (No 2,

Vol. 1, September 2003), 156

13Gendon Barus, Memaknai Pola Pengasuhan Orang Tua Pada Remaja, dalam Jurnal Intelektual (No 2,

Vol. 1, September 2003), 156


(42)

Anak dengan pola asuh demokratis akan memiliki sikap bersahabat kepada orang tua. Anak tidak lagi menganggap orang tua sebagai orang yang di takuti namun lebih pada di hormati. Anak akan merasa senang ketika orang tua mengerti, memahami dan mendukung keinginan anak sehingga menjadikan anak lebih percaya diri serta mempunyai tujuan hidup yang baik dan berprestasi.

Orang tua menerima anak dengan sepenuh hati, memilki wawasan kehidupan masa depan yang dipengaruhi oleh tindakan-tindakan masa kini. Orang tua memprioritaskan kepentingan anak tapi tidak ragu-ragu mengendalikan anak. Membimbing anak ke arah kemandirian, lebih menghargai anak yang memiliki emosi dan pendapat atau pikirannya sendiri, membebaskan anak berkreasi dan orang tua terbuka dalam komunikasi.15

Efek atau akibat dari pola asuh demokratis terhadap perilaku belajar anak, antara lain:

1) Anak lebih mandiri, tegas terhadap diri sendiri dan memilki kemampuan intropeksi serta penegendalian diri.

2) Mudah bekerja sama dengan orang laindan kooperatif terhadap aturan. 3) Lebih percaya diri akan kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas.

4) Mantab merasa aman dan menyukai serta semangat dalam tugas-tugas belajar.

5) Memilki keterampilan sosial yang baik dan terampil

menyelesaikanpermaslahanTanpak lebih kreatif dan memilki motivasi

berprestasi.16

15Syamsul Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2000), 49 16Rani Razak Noeman, Amazing Parenting: Menjadi Orang tua Asyik Membentuk Anak Hebat, (Jakarta:


(43)

c. Pola asuh permisif

Menurut Muryantinah, orang tua dengan pola asuh permisif ini menempatkan kebutuhan anak dan keinginan anak sebagai prioritas utama, orang tua jarang meminta anak untuk mengikuti apa yang harus dilakukan atau mengikuti aturan yang telah di buatnya.17

Orang tua dengan pola asuh permisif adalah orang tua yang cenderung memanjakan anak. Keinginan anak menjadi prioritas utama bagi orang tua, orang tua tidak memaksa anak untuk mengikuti aturan yang telah dibuat oleh orang tua. Berbeda dengan pola asuh demokratis orang tua lebih terbuka dan memberi kesempatan anak untuk melakukakan sesuatu yang anak inginkan namun tidak menghilangkan aturan-aturan yang dilarang oleh orang tua.

Pola asuh ini berpendapat bahwa segala sesuatu berpusat dalam kepentingan anak dan orang tua tidak berani menegur takut menangis dan takut anak kecewa.18

Orang tua sangat menyayangi anaknya sehingga orang tua takut untuk membuat anak kecewa sehingga ketika anak melakukan sesuatu yang orang tua sesungguhnya tidak menyukai hal tersebut orang tua cenderung diam dan tidak memarahi anak. Akibat dari pola asuh anak ini terhadap perilaku anak belajar, antara lain:

Anak memang menjadi tampak reponsive dalam belajar, akan tetapi masih tampak kurang matang atau manja masih impulsive, dan mementingkan diri sendiri, kurang percaya diri, cengeng dan mudah menyerah dalam menghadapi hambatan atau kesulitan dalam tugas-tugasnya. Dan perilaku anak disekolah menjadi agresif.

5. Factor - faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua

17Elizabeth Hurlock, Perkembangan Anak Jilid II (Jakarta: Airlangga, 1992), 69 18Elizabeth Hurlock, Perkembangan Anak Jilid II (Jakarta: Airlangga, 1992), 69


(44)

Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi pola asuh orang tua diantaranya sebagai berikut:

a. Pengalaman masa lalu

Orang tua pasti memiliki pengalaman di masa lalu, dari pengalaman tersebut akan berpengaruh terhadap pola asuh kepada anak. Hal ini berhubungan erat dengan pola asuh ataupun sikap orang tua mereka. Biasanya dalam mendidik anaknya, orang tua cenderung untuk mengulangi sikap atau pola asuh orang tua mereka dahulu apabila hal tersebut dirasakan manfaatnya, sebaliknya mereka cenderung pula untuk tidak mengulangi sikap atau pola asuh orang tua mereka bila tidak dirasakan manfaatnya.

b. Nilai-nilai yang dianut oleh orang tua, misalnya, orang tua yang mengutamakan segi intelektual dalam kehidupan mereka, atau segi rohani dan lain-lain. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula dalam usaha mendidik anak-anaknya.

c. Tipe kepribadian dari orang tua, misalnya, orang tua yang selalu cemas dapat mengakibatkan sikap yang terlalu melindungi terhadap anak.

d. Kehidupan perkawinan orang tua.

e. Alasan orang tua mempunyai anak.19

6. Peranan-peranan yang harus dilakukan oleh orang tua

Orang tua mempunyai peranan penuh terhadap semua kebutuhan keluarganya, baik berupa kebutuhan jasmani maupun rohani. Peranan-peranan yang harus dilakukan orang tua adalah:

a. Sebagai orang tua

19Singgih D. Gunarsa&YuliaSinggih D. Gunarasa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta:


(45)

Mereka membesarkan, merawat, memlihara dan memberikan anak kesempatan berkembang. Peranan ini adalah bentuk yang paling sederhana karena merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.

Anak adalah rahmat dan karunia dari Allah SWT, dan juga merupakan amanat kepada kedua orang tuanya supaya anak mereka dipelihara, diasuh dan dididik sebaik-baiknya.

b. Sebagai Guru

1) Mengajarkan ketangkasan motorik.

Dalam kehidupan sekarang ini, perhatian terhadap kesehatan dan kebugaran tubuh semakin menjadi perhatian. Adapun tujuan mengajarkan ketangkasan motorik adalah:

a) Untuk membangun dan membina manusia yang kuat, sehat dan mampu

melaksanakan tugasnya.

b) Agar anak dari awal kehidupannya mendapatkan pengalaman yang

bermacam-macam, yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang sehat, seperti olah raga lari, lompat jauh, renang naik kuda dan sebagainya.

2) Mengajarkan anak tentang akhlak

Akhlak merupakan perbuatan yang timbul dari dalam diri seseorang yang berasal dari hati nurani, pikiran, perasaan dan kebiasaan seseorang. Dengan mengajarkan akhlak kepada anak diharapkan anak akan mempunyai etika dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari.


(46)

Selain etika dan sopan santun, mengajarkan akhlak juga berguna dalam kehidupan sehari-hari karena anak dapat membedakanantara akhlak yang baik dan akhlak yang buruk sehingga diharapkan anak tidak salah dalam melangkah.

3) Menanamkan pedoman hidup bermasyarakat

Karena kita hidup didunia ini sebagai makhluk social, yaitu makhluk yang tidak bias hidup sendiri. Dengan menanamkan pedoman hidup bermasyarakat diharapkan dapat menghilangkan sifat egoisme dalam diri anak, jadi anak tidak hanya mementingkan dirinya sendiri tetapi juga bias memperhatikan dan menghargai orang lain.

Orang yang hidup menyendiri, jauh dari orang lain akan tenggelam dalam khayal dan angan-angan yang tidak ada habisnya. Akibatnya ia mungkin akan mengalami penderitaan batin dan penyakt atau gangguan kejiwaan.

4) Sebagai tokoh teladan

Orang tua menjadi tokoh yang ditiru pola tingkah lakuknya, cara berekspresi, cara berbicara dan sebagainya. Oleh karena itu maka orang tua harus berprilaku yang baik, jangan memberi contoh yang buruk kepada anak.

Keteladanan orang tua lebih dikenal istilah “uswatun hasanah”. Cara orang

tua baik dalam bersikap, berbicara, maupun dalam berbuat untuk anak-anaknya akan menjadi teladan bagi anak-anaknya, karena itu uswatun hasanah orang tua harus mencontoh hasanah Rasulullah.

Bentuk dan cara belajarnya adalah dengan cara mencontoh dari segala perilaku orang tuanya melalui pendengaran, pengamatan, dan kebiasaan yang diterima. Hal ini tidak saja berlaku ketika anak masih kecil, akan tetapi sampai


(47)

akan memasuki masa lembaga formal, sikap meniru orang tua masih tetap berjalan. Hal ini terjadi karena waktu anak di lingkungan keluarga lebih panjang dan lebih lama di bandingkan waktu anak ketika berada disekolah atau di lingkungan masyarakat.

Hal ini sesuai dengan pendapat Prof. H. Mahmud Yunus yang mengatakan

“Sifat kanak-kanak suka mencontoh dan meniru, ditirunya apa yang

dilihat, contohnya kelakuan orang tuanya atau teman sejawatnya.”20


(48)

5) Sebagai pengawas

Orang tua memperhatikan, mengamati kelakuan dan tingkah laku anak, orang tua harus mengawasi agar anak tidak melanggar peraturan-peraturan dirumah maupun diluar rumah. Orang tua harus lebih sering mengawasi perkembangan anak mereka.

Zakiyah Darajat mengatakan, “bahwa pengawasan harus dilakukan serentak oleh orang yang berwenang, masyarakat, sekolah, orang tua”.21

B. Peningkatan Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Motivasi memiliki akar kata dari bahasa latin movere, yang berarti gerak atau dorongan untuk bergerak. Dengan begitu, memberikan motivasi bisa diartikan dengan memberikan daya dorong sehingga sesuatu yang dimotivasi tersebut dapat bergerak.22

Motivasi sama dengan memberi dukungan kepada orang lain. Hal ini biasanya berupa pemberian semangat dan memberikan nasihat kepada orang yang akan dimotivasi

Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. 23

Dukungan yang diberikan seseorang dengan niat memotivasi biasanya memiliki tujuan tertentu. Tujuan tersebut yang bersifat positif dan baik bagi orang yang dimotivasi.

Motivasi merupakan perilaku konatif sebagai sumber dinamika yang menentukan kualitas kekuatan perilaku. Sebagai makhluk hidup, kelahiran manusia ke alam dunia membawa amanat untuk senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup. Untuk itu, semua makhluk hidup (termasuk manusia) dibekali satu sumber dinamika hidup yang berupa prinsip mekanisme homoestatis yaitu prinsip

21 Zakiyah Darajat, Membina nilai-nilai moral di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), 97

22 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),

319


(49)

menjaga keseimbangan. Prinsip ini merupakan sumber terjadinya satu dinamika yang mendorong individu berprilaku.24

Motivasi berhubungan dengan perubahan perilaku seseorang. Orang yang termotivasi dengan baik maka akan mempengaruhi pola perilakunya.

Untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai motivasi, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli.

Menurut Atkinson, “motivasi dijelaskan sebagai suatu tendensi seseorang untuk berbuat yang meningkat guna menghasilkan satu hasil atau lebih pengaruh”.25 Menurut Atkinson motivasi adalah ketika seseorang berbuat sesuatu yang perbuatan tersebut memiliki guna untuk menghasilkan atau mencapai sesuatu. Perbuatan tersebut memiliki pengaruh terhadap orang yang termotivasi.

Menurut A.W Bernard memberikan pengertian, “motivasi sebagai fenomena yang dilibatkan dalam perangsangan tindakan ke arah tujuan-tujuan tertentu yang sebelumnya kecil atau tidak ada gerakan sama sekali ke arah tujuan-tujuan tertentu. Motivasi merupakan usaha memperbesar atau mengadakan gerakan untuk mencapai tujuan tertentu”.26

Menurut Bernard motivasi merupakan suatu bentuk fenomena. Motivasi memiliki tujuan-tujuan tertentu yang tujuan tersebut semula tidak ada kemudian menjadi ada.

Menurut James O. Whittaker, “motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut”.27

Sedangkan menurut James motivasi adalah suatu keadaan dimana keadaan tersebut dapat memberi dorongan kepada seseorang untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan.

24 Mohammad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi (Bandung: Alfabeta, 2014), 50

25 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),

319

26 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),

319


(50)

Menurut Abraham Maslow mendefinisikan, “motivasi adalah sesuatu yang bersifat konstan (tetap), tidak pernah berakhir, berfluktuasi dan bersifat kompleks, dan hal itu kebanyakan merupakan karakteristik universal pada setiap kegiatan

organism”.28

Berbeda dengan Bernard, Atkinson dan James yang mendefinisikan motivasi sebagai pencapaian sebuah tujuan. Sedangkan Abraham Maslow mendefinisika motivasi sebagai sesuatu yang terus terjadi di dalam diri manusia, karena motivasi bersifat konstan (tetap).

McDonald memberikan sebuah definisi tentang motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan. Definisi ini berisi tiga hal:

a. Motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang. Kita berasumsi, bahwa setiap perubahan motivasi mengakibatkan beberapa perubahan tenaga di dalam system neurofisiologis dari pada organisme manusia.

b. Motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif. Banyak istilah yang dipakai untuk menerangkan keadaan “perasaan” ini. Secara subjektif keadaan ini dapat dicirikan

sebagai “emosi”.

c. Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan, orang yang termotivasi, membaut reaksi-reaksi yang mengarahkan dirinya kepada usaha mencapai tujuan, untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh perubahan tenaga di dalam dirinya. Dengan kata lain motivasi memimpin kea rah reaksi-reaksi mencapai tujuan, misalnya untuk dapat di hargai dan di akui oleh orang lain.29

28 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),

319


(51)

Dari beberapa pengertian motivasi seperti telah dikemukakan tersebut, secara lebih ringkas dapat dikemukakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah suatu usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk didalamnya kegiatan belajar.

Motivasi dapat timbul dari luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Motivasi yang berasal dari luar diri individu diberikan oleh motivator seperti orang tuanya, guru, konselor, ustadz/ustadzah, orang dekat/teman dekat, dan lain-lain. Sedangkan motivasi yang berasal atau timbul dalam diri seseorang dapat disebabkan seseorang mempunyai keinginan untuk dapat menggapai sesuatu (cita-cita) dan lain sebagainya.30

2. Tujuan Motivasi

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu siswanya agar timbul keinginan dan kemauan untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah.

Contoh, seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa yang maju ke depan kelas dan dapat mengerjakan hitungan matematika di papan tulis. Dengan pujian itu, dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya pada diri sendiri, di samping itu timbul keberaniannya sehingga ia tidak takut dan malu lagi jika diuruh maju ke depan kelas.

Dari contoh tersebut diatas, jelas bahwa setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan. Maka jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, makin jelas pula


(52)

bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan didasari oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi. 31

3. Jenis-jenis Motivasi

Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai baik.

Motivasi Intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid mungkin senang menghadapi ujian karea dia senang dengan mata pelajaran yang akan diujiakan.32

4. Fungsi Motivasi

Fudyartanto menuliskan fungsi-fungsi motivasi sebagai berikut:

Pertama, motif bersifat mengarahkan dan mengatur tingkah laku individu. Motif dalam kehidupan nyata sering digambarkan sebagai pembimbing, pengarah, dan pengorientasi suatu tujuan tertentu dari individu. Tingkah laku individu dikatakan bermotif jika bergerak menuju kea arah tertentu. Dengan demikian, suatu motif dipastikan memiliki tujuan tertentu, mengandung ketekunan dan kegigihan dalam bertindak. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu tingkah laku yang bermotif itu bersifat kompleks karena struktur keadaan yang ada dan sekuen-sekuen tindakan yang menentukan tingkah laku individu yang bersangkutan.

31 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 74 32Tri Wibowo B. S, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 514


(53)

Kompleksnya suatu motif dipengaruhi oleh berbagai macam variable yang berlangsung dalam organisme dan dalam lingkungan di sekitarnya. Lashley menguraikan beberapa variable motivasi yang penting untuk diketahui; factor kebiasaan individu, meskipun tidak semua kebiasaan bertindak sebagai motivator, kesiapan mental; nilai-nilai dan sikap-sikap individu yang berpengaruh pada proses motivasi; factor fisiologis dalam organism atau individu; faktor emosi yang biasanya sering disebut sebagai kondisi yang memotivasi keadaan.

Kedua, motif sebagai penyeleksi tingkah laku individu. Motif yang dipunyai atau terdapat pada diri individu membuat individu yang bersangkutan bertindak secara terarah kepada suatu tujuan yang terpilih yang telah diniatkan oleh individu tersebut. Dengan pernyataan lain, adanya motif menghindari individu menjadi buyar dan tanpa arah dalam bertingkah laku guna mencapai tujuan tertentu yang telah diniatkan sebelumnya

Ketiga, motif memberi energy dan menahan tingkah laku individu. Motif diketahui sebagai daya dorong dan peningkatan tenaga sehingga terjadi perbuatan yang tampak pada organism. Motif juga mempunyai fungsi untuk mempertahankan agar perbuatan atau minat dapat berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu lama. Tetapi, energy psikis ini tetap tergantung kepada besar kecilnya motifpada individu yang bersangkutan. Jelasnya, jika motif yang ada pada individu besar atau kuat, ia akan memiliki energi psikis yang besar. Sebaliknya, jika motif yang ada dalam diri individu yang bersangkutan juga lemah.

Menurut Hebb, semakin besar motif pada individu, semakin efisien dan sempurna tingkah lakunya.33

5. Remaja

33 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),


(54)

Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencaharian jati diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik

penting, yaitu:

a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.

b. Dapat menerima dan belajar peran social sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

c. Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

e. Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya.

f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.

g. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan

sebagai warga Negara.

h. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara social.

i. Memperoleh seperangkat nilai dan system etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

j. Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.34

6. Fase-Fase Perkembangan Anak

Fase perkembangan maksudnya adalah penahapan atau periodesasi tentang kehidupan manusia yang ditandai oleh ciri-ciri atau pola-pola tingkah laku tertentu. Meskipun masing-masing anak mempunyai masa perkembangan yang berlainan satu


(55)

sama lain, apabila dipandang secara umum, ternyata terdapat tanda-tanda atau cirri-ciri perkembangan yang hampir sama antara anak yang satu dengan yang lain.

Atas dasar kesamaan-kesamaan dalam suatu periode inilah maka para ahli mengadakan fase-fase perkembangan anak. Salah satunya yaitu:

Fase perkembangan berdasarkan konsep didaktif.

Dasar yang digunakan untuk menentukan pembagian fase-fase perkembangan adalah materi dan cara bagaimana mendidik anak pada masa-masa tertentu. Pembagian seperti ini antara lain diberikan oleh Johann Amos Comenius, eorang ahli didik Moravia. Ia membagi fase-fase perkembangan berdasarkan tingkat sekolah yang diduduki anak sesuai dengan tingkat usia dan menurut bahasa yang dipelajarinya di sekolah. Pembagian fase perkembangan tersebut adalah:

a. 0-6 tahun = sekolah ibu, merupakan masa mengembangkan alat-alat indra dan memperoleh pengetahuan dasar di bawah asuhan ibunya di lingkungan rumah tangga. b. 6-12 tahun = sekolah bahasa ibu, merupakan masa anak mengembangkan daya

ingatanya di bawah pendidikan sekolah rendah. Pada masa in, mulai di ajarkan bahasa ibu (vernacular).

c. 12-18 tahun = sekolah bahasa latin, merupakan masa mengembangkan daya

pikirannya di bawah pendidikan sekolah menengah (gymnasium). Pada masa ini

mulai diajarkan bahasa latin sebagai bahasa asing.

d. 18-24 tahun = sekolah tinggi dan pengembaraan, merupakan masa mengembangkan kemampuannya dan memilih suatu lapangan hidup yang berlangsung di bawah perguruan tinggi.35


(56)

C. Peran Orang Tua dan Penigkatan Motivasi Sekolah dalam Tinjaun Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton

Keluarga adalah kelompok terkecil di dalam masyarakat besar. Di dalam masyarakat terdapat struktur, aturan, norma, adat istiadat yang telah di sepakati bersama. Hal tersebut tentu memiliki fungsi masing-masing. Sedangkan keluarga sebagai unit terkeci di dalam kelompok masyarakat tentu memiliki fungsi tersendiri untuk menghantar ke masyarakat yang lebih besar. Maka dari itu di dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Fungsionalisme Struktural

Teori Fungsionalisme Struktural menekankan kepada keteraturan (orde) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. konsep-konsep utamanya adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibrium).

Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam system social, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada akan hilang dengan sendirinya.

Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan satu system atau peristiwa terhadap system yang lain karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu system dapat beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam satu system social. Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur fungsional bagi suatu masyarakat.36

36 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


(1)

Jika dianalisis menggunakan teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton tentang fungsi manifest dan fungsi laten, maka fungsi manifest (fungsi nyata) dari orang tua yaitu orang tua membelikan perlengkapan, memberikan pelajaran di luar sekolah dan lain-lain yang mendukung kelancaran anak untuk sekolah. Sedangkan fungsi laten dari orang tua yaitu orang tua tersebut memiliki keinginan dan harapan terhadap anak agar bisa terus sekolah namun anak masih belum mengetahui apa yang diinginkan orang tua tersebut. Dari keingininan orang tua yang berharap anaknya bisa semangat dalam sekolah maka orang tua melakukan hal-hal yang dirasa dapat mendukung dan memotivasi anak.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pengaruh peran orang tua terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto adalah.

Dari hasil perolehan menggunakan analisis product moment

didapatkan hasil bahwa peran orang tua berpengaruh signifikan sebesar 0,362 terhadap peningkatan motivasi sekolah pada remaja di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto, yang berarti terdapat hubungan antara orang tua dengan motivasi sekolah pada remaja.

Dari hasil penghitungan regresi memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0, 1306 atau (13, 06%). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh peran

orang tua terhadap peningkatan motivasi sekolah menyumbang 13, 06%.

Sedangkan sisanya sebesar 63, 94% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain

yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

Kemudian dari hasil uji F menunjukkan bahwa hipotesa Ho diterima

yang berbunyi “tidak ada pengaruh secara signifikan antara latar belakang

pendidikan orang tua terhadap pemberian motivasi sekolah pada remaja di

desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto”. Terbukti

dengan f hitung < f tabel yaitu 0,827 < 8, 57.


(3)

2

pendidikannya rendah juga mampu memberi motivasi sekolah, sehingga anak mempunyai keinginan untuk sekolah sampai tingkat perguruan tinggi, sama halnya dengan orang tua yang pendidikannya tinggi (sarjana). Sehingga tidak ada beda latar belakang pendidikan orang tua baik yang pendidikannya hanya sekolah dasar atau sampai diploma/sarjana.

Kemudian dari hasil penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendukung hasil penelitian kuantitatif bahwa orang tua memang memiliki peran dalam pemberian motivasi sekolah pada remaja. Pemberian motivasi tersebut berupa nasehat, memenuhi kebutuhan dan perlengkapan sekolah remaja.

B. Saran dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dan kesimpulan yang diperoleh, dapat dikembangkan beberapa saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat memberi masukan kepada para orang tua khususnya di desa Ngingasrembyong kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto agar tetap terus memotivasi dan mendukung anak untuk sekolah.

2. Kemudian untuk peneliti lain semoga bisa menjadi rujukan dalam penelitian yang berkaitan tentang orang tua dan pendidikan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu.Sosiologi Pendidikan. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982.

Arikunto, Suahrsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: rineka cipta, 2002.

Barus, Gendon.Memaknai Pola Pengasuhan Orang Tua Pada Remaja, dalam Jurnal Intelektual. No 2, Vol. 1, September 2003.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif, cet. 4. Jakarta: Kencana, 2009.

Creswell.W John.Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.

Yogyakarta: Pusaka Pelajar.2010.

Darajat, Zakiyah, Membina nilai-nilai moral di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 2003.

Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.

Goode J. William.Sosiologi Keluarga. Jakarta:Bumi Aksara Jawa, 1991. Gunawan H. Ary.Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research.Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2004. ---. Statistik II. Yogyakarta: Ansdi Ofset, 1996.

Hurlock, Elizabeth, Perkembangan Anak Jilid II. Jakarta: Airlangga, 1992.

Isgiyanto, Awal.Tehnik Pengambilan Sampel Pada Penelitian

Non-Eksperimental. Jogjakarta: Mitra Cendekia Press, 2009.

Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitati dan Kualitati). Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.

Martono, Nanang. Statistik Sosial Teori dan Aplikasi Program SPSS. Yogyakarta: Gava Media.2010.

Muzakki, Akh. Instrumen Nilai Dalam Pembelajaran. Surabaya: Pustaka Idea, 2015.


(5)

Nazir, Moh.MetodePenelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.

Noeman, Razak Rani.Amezing Paranting: Menjadi Orang tua Asyik Memebentuk Anak Hebat. Jakarta: Noura Book, 2012.

Partono, APius. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994. Paul, B Horton, Chester L. Hunt. Sosiologi. Jakarta :Erlangga.

Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakrta: Balai Pustaka, 1985. Prawira, Atmaja Purwa.Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru. Jakarta:

Ar-Ruzz Media, 2014.

Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Singgih D. Gunarsa. Dkk.Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Soekanto, Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Soemanto, Wasty.Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Alfabeta, 2005.

--- Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung, CV. Alfabeta, 2011.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kulitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012.

Sugiyono.Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2006.

Surya, Mohammad.Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta, 2014.

Wibowo, Tri.Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.


(6)

Yasyin, Sulchan, Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya: Amanah, 1995. Yunus, Muhammad. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: Al-Hidayah,

2000.

Yusri. Statistik Sosial Aplikasi dan Interpretasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yusuf, Syamsu.Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.