HUBUNGAN ANTARA HARDINESS DENGAN OPTIMISME PADA MAHASISWA YANG MENYELESAIKAN SKRIPSI.
HUBUNGAN ANTARA
HARDINESS
DENGAN OPTIMISME PADA
MAHASISWA YANG MENYELESAIKAN SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
Psikologi (S.Psi)
Desy Rahmawati
B07212005
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016
(2)
(3)
EAI.AII{AN FERSETUJUAN
l;
,.1Shtp$i
HnbEEgffi afitaraflardimsss detgm Optfur;me
@
btahsi*un;rang ma5rclesikm dcrfp$ifi€to Deqy Rafunewati
807212€Xl5
(4)
SKRIPSI
HUBT]NGAN
AI\TARA
HARDINESS DENGAI\ OPTIMISME PADA MAHASISWA YANG MENYELESAIKAI{ SKRIPSIYang disusun oleh Desy Rahmawati
B,07212005
Yang dipertahankan di depan Tim Penguji Pada Tanggal 18 Agustus 2016
n Kesehatan
oleh, M.Pd
1 990021001
m Penguji nbing,
\
i, M.Si 1220050t2004
Rizma Fithri, S.Psi, M.Si Nip. 1 97403 121999032001
,(n,,,
r.r,
IIj.
Tatik Mukhoyyarohi S.Psi, iNip. 1 9760 5 | 12009 122002 Dr. Moh.
Nip.19591
Penguji
IlI,
ucky Abrorry, M.Psi Nip. 19791 0012006041005
(5)
KEMENTtrRIAI\I
AGAMA
UNTVERSITAS
ISLAM
NEGERI
SUNAN
AMPEL SURABAYA
PERPUSTAKAAN
Jl. Jend A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 03t-8431972Fax.031-8413300 E-Mail : perpus@uinsby.ac. id
LE,MBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
,
KARYA ILMIAH UNTUK KEPE,NTINGAN AKADEMISSebagai sivitas akadernika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertandatangan di bawah ini, saya: Nama
NIM
Fakultas/Jurusan E-mail address
:
DESY RAHMA\PATI :F,07212005:
Fakultas Psikologi dan Kesehatan/ Psikologi:
deasyr545@gmatT.comDemi pengembaflgan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel surabaya, Frak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :
ftriFsi
El Tesis l-]
Desertasi
E
Lain-tain(...
..
..
..
..) yang berjudul :HUBUNGAN ANTARA HAKDINESS DENGAN OPIIMISME PADA MAHASISNTA
Beserta perangkat yang dipedukan. Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif
ini Perpust*aan
UIN
Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanyadalam bentuk
pangkalan
data
(database),
mendistribusikannya,
dan rr,renamptlkan/mempublikasikannya di Intemet atau media lain secara fulttextunt-'tkkepentingan akadetnis tanpa pedu memintaiiin dari
saya selama tetap mencantumkann^*
,^y^ sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yaflg be$angkutan.Saya bersedia untuk menangguxg secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN
lulanAmpef
Sumbaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggamn Hak Cipta.lalam karya ilmiah saya ini.
Demikian pfftryataafiini yung saya buat dengan sebenamya.
Surabaya, 20 Agustus 2016 Penulis
Ur
DESYRAHMAITATI(6)
INTISARI
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara hardiness dengan optimisme pada mahasiswa yang menyelesaikan skripsi. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengmpulan data berupa skala hardiness dan skala optimisme. Teknik sampling yang digunakan yaitu non probability menggunakan accidental sampling. Subjek penelitian ini berjumlah 102 mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang berada di Fakultas Psikologi dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Subjek dipilih berdasarkan kemudahan atau kebetulan bertemu dengan peneliti. Pada penelitian ini didapatkan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27% dan perempuan sebanyak 73%. Pada usia 21 tahun sebanyak 9%, usia 22 sebanyak 87%, dan usia 23 sebanyak 4%.
Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment dengan menggunakan SPSS versi 16.00 for windows dengan taraf signifikansi sebesar 0.000< 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan adanya hubungan kedua variabel adalah searah atau berbanding lurus. Maka hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara hardiness dengan optimisme pada mahasiswa yang menyelesaikan skripsi.
(7)
Abstract
The purpose of this study was to determine the relationship between hardiness with optimism in students who complete the thesis. This research is a correlation using techniques pengmpulan hardiness scale data in the form and scale of optimism. The sampling technique used is non probability using accidental sampling. The subject of this research were 102 students at State Islamic University Sunan Ampel Surabaya is located in the Faculty of Psychology and Faculty of Economics and Business Islam. Subjects were selected based on ease or happened to meet with investigators. In this study, respondents gender male 27% and female 73%. At the age of 21 years as much as 9%, age 22, as many as 87%, and the age of 23 as much as 4%. Results of the study were analyzed using product moment correlation technique using SPSS version 16.00 for windows with a significance level of 0.000 <0.05, then Ho is rejected and Ha accepted. The correlation coefficient is positive indicate a relationship between the two variables is unidirectional or proportional. The results show the relationship between hardiness with optimism in students who complete the thesis.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman Judul... i
Halaman Pengesahan Tim Penguji ... ii
Pernyataan Keaslian Karya ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... v
Daftar Gambar ... vii
Daftar Tabel ... viii
Daftar Lampiran... ix
Abstrak... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Optimisme ... 14
1. Pengertian Optimisme ... 14
2. Ciri- Ciri Optimisme ... 22
3. Aspek-AspekOptimisme... 29
4. Manfaat Otimisme... 31
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Optimisme ... 33
B. Hardiness... 35
1. PengertianHardiness... 35
2. Aspek- AspekHardiness... 37
3. Faktor- Faktor yang MempengaruhiHardiness... 41
4. ManfaatHardiness... 43
C. Hubungan antaraHardinessdengan Optimisme ... 46
D. Kerangka Teoritis ... 48
E. Hipotesis... 52
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional... 53
1. Variabel Penelitian ... 53
2. Definisi Operasional... 53
B. Populasi ... 55
C. Teknik Pengumpulan Data ... 57
D. Validitas dan Reliabilitas ... 60
(9)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian... 68
1. Deskripsi Subjek ... 68
B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 71
1. Deskripsi Data... 71
2. Validitas dan Reliabilitas Data ... 72
1. Validitas Data... 72
2. Reliabilitas Data ... 73
C. Hasil ... 74
1. Uji Normalitas... 74
2. Uji Linieritas ... 76
3. Uji Hipotesis ... 77
D. Pembahasan ... 78
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 82
B. Saran... 82
DAFTAR PUTAKA ... 84
(10)
1
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang
Seiring dengan hal globalisasi yang tidak dapat diprediksi, peningkatan sumber daya mansia sangat dibutuhkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi di Indonesia saat ini adalah perguruan tinggi (UU RI No. 12/2012 pasal 3). Banyak perguruan tinggi yang menawarkan berbagai bidang studi dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat, meskipun dengan nominal tinggi. Setelah menyelesaikan keseluruhan beban satuan kredit semester (sks), mahasiswa diwajibkan untuk mengerjakan skripsi sebagai syarat kelulusan (Amalia, 2014).
Skripsi adalah karangan ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya (Yulianto 2008, dalam Dwi 2011). Skripsi tersebut adalah bukti kemampuan akademik mahasiswa yang bersangkutan dalam penelitian yang berhubungan dengan masalah pendidikan sesuai dengan bidang studinya (Djuharie, 2001).
Pada tahun 2014, ada sebanyak 680 mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang mengerjakan skripsi dan lulus di tahun ajaran ganjil. Sedangkan pada tahun ajaran genap ada sekitar 1.265 mahasiswa yang mengambil program skripsi dan lulus ditahun yang sama. Kemudian pada tahun 2015 di tahun ajaran ganjil, ada sebanyak 837 mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang mengerjakan skripsi dan
(11)
2
dinyatakan lulus, sedangkan pada tahun ajaran genap ada sekitar 1.520 mahasiswa yang mengerjakan skripsi dan dinyatakan lulus (http://www.uinsby.ac.id/). Data tersebut bisa dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Data Jumlah Mahasiswa yang Menyelesaikan Skripsi
UIN Sunan Ampel Surabaya
2014 2015
Tahun Ajaran Gasal
680 orang 837 orang
Tahun Ajaran Genap
1.265 orang 1.520 orang
Menurut hasil penelitian Dwi widya (2011) yaitu didapat bahwa mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah skripsi lebih dari 1 (satu) semester berada pada kategori rendah lebih besar sebanyak 100% bila dibandingkan dengan mahasiswa yang baru mengambil skripsi selama 1 (satu) semester sebesar 58,1%. Hal ini diketahui bahwa mahasiswa yang telah mengambil skripsi lebih dari 1 (satu) semester memiliki tingkat optimisme rendah (kurang optimis). Sedangkan mahasiswa yang baru mengambil skripsi selama 1 (satu) semester mereka berpeluang memiliki tingkat optimisme tinggi.
Skripsi sering ditinggalkan dengan masalah yang belum terselesaikan dan baru kembali mengerjakan skripsi apabila kondisi hati ata mood mereka
sudah membaik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan salah satu mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi. Subyek mengaku saat mengerjakan skripsi terasa sangat malas. Ia merasa tidak mood saat
(12)
3
mengerjakan skripsinya. Subyek merasa mood menurun saat mengalami
hambatan dalam mengerjakan skripsi. Salah satu contohnya saat ini ia menunggu kepastian ACC dari dosen pembimbing skripsinya (hasil wawancara pada 5 Mei 2016).
Peneliti mencoba menggali data lagi dengan wawancara dengan subyek yang lain. Hal serupa juga ditemukan jawaban yang sama. Bahwa individu yang bersangkutan merasa sangat malas dalam mengerjakan skripsi. Sehingga waktu mereka banyak terbuang dengan percuma saat meninggalkan skripsinya. Alasan tersebut diberikan karena mereka merasa tidak moodsaat
mencoba mngerjakan skripsi. Namun terkadang subyek harus memaksakan diri untuk mengerjakan skripsi mereka (hasil wawancara 9 Mei 2016).
Hal yang sama juga dirasakan pada mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Bahwa individu yang bersangkutan merasa sangat malas dalam mengerjakan skripsi. Selain itu ada faktor lingkungan yang kurang mendkung yang membuat mereka terkadang malas dalam meyelesaikan skripsi (hasil wawancara, 1 Agustus 2016).
Dalam penyelesaian skripsi biasanya terdapat banyak faktor yang menghambat mahasiswa dalam menyelesaikannya, diantaranya adalah keraguan dalam menentukan topik, kebingungan untuk memulai dari mana, lingkungan yang tidak mendukung seperti seringnya teman mengajak main ketika sedang mengerjakan skripsi, serta kerap dilanda rasa malas untuk terus mengejakan skripsi ketika dihadapkan dengan permasalahan (Amalia, 2014).
(13)
4
Menurut Maddi & Khosaba (2005) komitmen diperlukan agar mahasiswa melihat skripsi sebagai sesuatu yang cukup penting dan bermanfaat untuk memfokuskan perhatian, imajinasi dan usaha. Optimisme akan membawa individu menjadi lebih realistis untuk melihat suatu peristiwa dan masa depan, dapat membant dalam menghadapi kondisi sulit dalam kehidupan serta mampu mengerjakan sesuatu menjadi lebih baik dalam pekerjaan (Harlina & Ika, 2011).
Optimisme adalah kebiasaan berfikir positif (Shapiro, 2003). Optimisme merupakan kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi yang baik, serta mengharapkan hasil yang paling memuaskan. Optimisme menjadi sesuatu hal yang penting karena hal tersebut dapat memberikan harapan positif dalam menyelesaikan suatu pekerjaan (Saphiro 1997, dalam Harlina dan Ika, 2011). Scheiver & Carver (2002) menjelaskan bahwa individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan hal-hal baik terjadi pada mereka, sedangkan individu yang pesimis cenderung mengharapkan hal-hal buruk terjadi kepadanya.
Chang mendefinisikan optimisme sebagai pengharapan individu akan terjadinya hal- hal baik, dengan kata lain individu optimisme merupakan individu yang mengharapkan peristiwa baik akan terjadi dalam hidupnya dimasa depan (Chang, 2002). Menurut Seligman (2006) ciri individu yang optimis yaitu memiliki sikap yang khas, salah satu diantaranya menghentikan pemikiran yang negatif.
(14)
5
Scheier, Carver& Bridges (1994) menyatakan bahwa optimis dalam jangka panjang juga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kesehatan fisik dan mental, karena membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, mengurangi masalah-masalah psikologis dan lebih dapat menikmati kepuasan hidup serta merasa bahagia. Individu yang memiliki sikap optimisme memiliki harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupn ditimpa banyak masalah dan frustasi (Golman, dalam Harlina dan Ika, 2011).
Orang- orang yang memiliki pola pikir optimis dalam hidupnya akan memiliki kepercayaan diri dalam melaksanakan pekerjaannya sehari hari, mereka juga cenderung lebih berbahagia dalam menjalani kehidupan. Elemen optimisme bisa dilihat dari cara individu menjelaskan kejadian, baik kejadian buruk atau baik yang menimpa diri kita (Seligman, 2006 dalam Harlina dan Ika, 2011). Tipe penjelasan yang pertama adalah permanence.Orang yang
pesimis selalu menjelaskan peristiwa buruk yang menimpa mereka sebagai sesuatu yang cenderung permanen dan tidak dapat dirubah. Dan sebaliknya, orang yang optimis akan memandang kejadian buruk yang menimpa dirinya menjdi sesuatu yang bersifat temporer/sementara dan bisa dihindari di masa mendatang.
Penjelasan yang kedua adalah pervasiveness. Orang yang pesimis
cenderung memberikan penjelasan dan menggenalisir ( pervasive) atas
kejadian buruk yang menimpa diri individu. Pervasive artinya individu
(15)
6
yang optimis akan memberikan penjelasan yang bersifat spesifik membuat individ tersebut mampu melihat bahwa sesungguhnya tidak semua dimensi dalam suatu kejadian itu merugikan. Individu yang optimis mampu melihat bahwa pasti masih ada celah positif dibalik beragam dimensi lainnya.
Menurut Vinacle, 1988 (Shofia, 2009 dalam Ika & Harlina, 2011) ada dua faktor yang mempengaruhi pola pikir pesimis-optimis, yaitu faktor etnosentris, yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu kelompok atau orang lain yang menjadi ciri khas dari kelompok atau jenis lain, faktor etnosentris ini berupa keluarga, status social, jenis kelamin, agama dan kebudayaan. Sedangkan yang lainnya adalah faktor egosentris. Faktor egosentris adalah sifat sifat yang dimiliki tiap individu yang didasarkan pada fakta bahwa tiap pribadi adalah unik dan berbeda dengan pribadi yang lain. Faktor egosentris ini berupa aspek- aspek kepribadian yang memiliki keunikan sendiri dan berbeda antara pribadi satu dengan yang lain.
Kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola fikir yang bersifat optimisme. Salah satu kepribadian yang diidentifikasi dapat menetralkan streesor yang terkait dengan penyelesaian skripsi adalah
Hardiness( Kobasa 1979, dalam Kreitner & kinicki, 2005).Hardinessadalah
sikap berupa perasaan berkomitmen, respon positif, control diri yang membuat orang tahan dari stress (Kobasa 2005, dalam Shelley 2009).
Perilaku yang mudah beralih ketika menghadapi masalah merupakan indikasi kurangnya komitmen mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Komitmen diperlukan agar mahasiswa melihat skripsi sebagai sesuatu yang
(16)
7
cukup penting dan bermanfaat untuk memfokuskan perhatian, imajinasi dan usaha mereka (Maddi & Khobasa, 2005). Dibutuhkan hardiness sehingga
mahasiswa mampu menemukan jalan keluar terbaik darri masalahnya yang sesuai dengan harapan selama mengerjakan skripsi. Hardiness sebagai suatu
karakteristik kepribadian mempunyai dua faktor yang dapat mempengaruhi perkembangannya, yaitu faktor fisik faali dan faktor pengalaman (Irwanto, 2002).
Menurut Maddi (2013)Hardinessadalah ketegaran yakni pola sikap yang
berguna untuk mengubah keadaan stress menjadi suatu peluang tumbuh. Individu yang meiliki tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang
membuat mereka lebih mampu dalam melawan stress. Individu yang memilikihardinessyang rendah dalam kondisi memiliki ketidakyakinan akan
kemampan dalam mengendalikan situasi.
Individu yang memiliki keribadian hardinessakan tahan saat mengalami
tekanan, penderitaan dan kemalangan. Individu yang berpribadi tidak tahan banting lebih muda terkena tekanan daripada individu yang tahan banting. Hal ini terjadi karena pola pemikiran setiap individu berbeda terhadap suat peristiwa. Hal lain yang mempengaruhi yaitu kemampuan mengendalikan dan menguasai hal, peristiwa, orang atau keadaan berbeda (Hardjana, 1994).
Kobasa (1979) mengembangkan suatu konsep kepribadian yang didasarkan pada daya tahan seseorang terhadap masalah yang dialaminya, tipe kepribadian ini disebut dengan kepribadian hardiness. Menurut Kobasa
(17)
8
yang membuat individu menjadi lebih kuat, tahan, dan stabil dalam menghadapi stress dan mengurangi efek negatif yang dihadapi. Kobasa melihat kepribadianhardinesssebagai kecenderungan untuk mempersepsikan
atau memandang peristiwa-peristiwa hidup yang potensial mendatangkan stress sebagai sesuatu yang tidak terlalu mengancam.
Menurut Kobasa (1979), individu yang memiliki kepribadian hardiness
tinggi memiliki sikap serangkaian sikap yang membuat tahan terhadap stres. Individu dengan kepribadianhardinesssenang membuat suatu keputusan dan
melaksanakannya karena memandang hidup ini sebagai sesuatu yang harus dimanfaatkan dan diisi agar mempunyai makna, dan individu dengan kepribadian hardiness sangat antusias menyongsong masa depan karena
perubahan-perubahan dalam kehidupan dianggap sebagai suatu tantangan dan sangat berguna untuk perkembangan hidupnya.
Menurut Schult dan Schult (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki tingkat hardinees yang tinggi memiliki sikap yang membuat
individu lebih mampu dalam melawan stress. Individu yang memiliki
hardiness yang rendah dalam kondisi memiliki ketidakyakinan akan
kemampan dalam mengendalikan situasi. Individu dengan hardiness yang
rendah memandang kemampuannya rendah dan tidak berdaya serta diatur oleh nasib. Penilaian tersebut menyebabkan kurangnya pengharapan, membatasi usaha dan mudah menyerah ketika mengalami kesulitan sehingga mengakibatkan kegagalan.
(18)
9
Mahasiswa yang optimis dalam menyusun skripsi mau mencari pemecahan dari masalah, menghentikan pemikiran negative, merasa yakin bahwa memiliki kemampuan, dan lain- lain. Ketika menghadapi kesulitan atau kendala dalam menyusun skripsi akan berusaha menghadapi kesulitan atau kendala tersebut dan tidak membiarkan kesulitan berlarut larut. Lain halnya dengan mahasiswa yang kurang optimis dalam menyusun skripsi, ketika menghadapi kesulitan atau kendala, terdapat mahasiswa yang bereaksi menghindar, mengabaikan, dan lain- lain sehingga kesulitan atau kendala tersebut tidak dapat terselesaikan (Dwi, 2011).
Dalam penelitian Harlina dan Ika (2011) didapatkan hasil bahwa ada hubungan positif antara hardiness dengan optimisme pada Calon Tenaga
Kerja Indonesia (CTKI) di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) Disnaketrans Provinsi Jateng. Samakin tinggi hardiness maka akan semakin
tinggi optimisme dan semakin rendah hardiness maka akan semakin rendah
optimism CTKI wanita di BLKLN Disnakertrans Provinsi jawa tengah.
Hardinessmemberikan sumbangan efektif sebesar 44,1% terhadap optimism
para CTKI wanita di BLKLN Disnakertrans Provinsi Jateng.
Berdasarkan fenomena dari latar belakang yang dijelaskan, peneliti akan memfokuskan penelitian tentang hubungan antara hardiness dengan
(19)
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah
sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara hardiness dengan
optimisme pada mahasiswa yang menyelesaikan skripsi?”
C. Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan antara hardiness dengan optimisme pada mahasiswa
yang menyelesaikan skripsi.
D. Manfaat penelitian
Dengan penelitian ini peneliti berharap agar hasil penelitian yang ada dapat membawa banyak manfaat, baik itu dipandang dari secara teoritis maupun praktis bagi pengembangan ilmu masyarakat.
1. Secara teoritis
Penelitian ini menambah perbendaharaan khasanah ilmu psikologi pendidikan.
2. Secara praktis
Diharapkan dari penelitian ini baik psikolog pendidikan maupun praktisi yang lain mampu memahami dan dapat memanfaatkan hardiness untuk
(20)
11
E. Keaslian Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti akan menguraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan agar tidak terjadi kesamaan dengan penelitian yang hendak dilakukan diantaranya sebagai berikut:
Dalam penelitian Harlina dan Ika (2011) didapatkan hasil bahwa ada hubngan positif antara hardiness dengan optimism pada CTKI di BLKLN
Disnaketrans Provinsi Jateng. Samakin tinggi hardiness maka akan semakin
tinggi optimisme dan semakin rendah hardiness maka akan semakin rendah
optimism CTKI wanita di BLKLN Disnakertrans Provinsi jawa tengah.
Hardinessmemberikan sumbangan efektif sebesar 44,1% terhadap optimism
para CTKI wanita di BLKLN Disnakertrans Provinsi Jateng.
Amalia (2013) melakukan penelitian hardiness mahasiswa dalam
menyelesaikan skripsi ditinjau dari tingkat optimism. Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi rxy= 0,691 dengan p= 0, 000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan positif antara tingkat optimism dan hardiness mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Semakin tinggi tingkat optimism maka semakin tinggihardiness dan sebaliknya. Sumbangan efektif optimism
terhadaphardinessmahasiswa yang sedang menyelesaikan penelitian sebesar
47,8% dan selebihnya berasal dari factor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Selanjutnya Aulia ( 2015) melakukan penelitian tentang hubungan
hardinessdengan coping strategi pada siswa yang bekerja part timedi SMK
(21)
12
coping strategi pada siswa yang bekerja part time di SMK Al Falah kota
Bandung.
Melina (2011) melakkan penelitian tentang peran stressor harian, optimisme dan regulasi diri terhadap kualitas hidup individu dengan diabetes melitus tipe 2. Penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara stressor, optimism, regulasi diri dengan kualitas hidup individu dengan diabetes melitus tipe 2.
Penelitian Dwi (2011) tentang hubungan antara optimisme dan coping stress pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak mahasiswa yang memiliki optimism rendah (kurang optimis) dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki optimism tinggi (optimis) dalam menyusun skripsi. Artinya mahasiswa tersebut skripsi tidak dapat melihat dengan cara pandang yang positif dari masalah atau kesulitan yang mereka hadapi dalam menyusun skripsi seperti didominasi oleh perasaan yang negatif dan mahasiswa tersebut merasa tidak ada yang memberikan dukungan serta tidak mau bergerak atau memotivasi diri sehingga merasa tidak yakin bahwa mereka mempunyai kekuatan untuk mengendalikan dunia mereka. Jika mahasiswa tersebut menghadapi kendala dalam proses penyusunan skripsi mahasiswa tersebut akan mudah menyerah dan menghindar dari kendala tersebut.
Penelitian Jahangir, Leyla, Ali, Mehdi (2013) tentang pelatihan psikologi
hardinesspada mental kesehatan siswa. Hasil menunjukkan bahwa hardiness
(22)
13
penelitian tentang hubungan antara psikologi tahan banting ( hardiness) dan
gaya kedekatan dengan kreativitas mahasiswa universitas. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara psikologi tahan banting ( hardiness) dan gaya kedekatan dengan kreativitas mahasiswa
universitas.
Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai optimisme, peneliti lebih tertarik dengan hubungan antara hardiness dengan optimisme pada
mahasiswa yang menyelesaikan skripsi. Persamaan penelitian ini adalah variabel hardiness dan optimisme, perbedaannya terletak pada subjek
penelitiannya adalah mahasiswa semester akhir yang menyelesaikan skripsi. Dengan demikian penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya sehingga keaslian penelitian dapat dipertanggungjawabkan.
(23)
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Optimisme
1. Definisi Optimisme
Sikap optimis disebut dengan optimisme. Optimisme adalah kepercayaan bahwa kejadian di masa depan akan memiliki hasil yang positif (Scheier, Carver, & Bridges, 2000). Shapiro (2003) menjelaskan bahwa optimisme adalah kebiasaan berfikir positif. Konseptualisasi optimisme merupakan cakupan dari variabel- variabel biologis dimana optimism dianggap sebagai hasil dari gaya penjelasan tertentu (explonatory style) dan lebih pada pendekatan kognitif. (Franken 2002,
dalam Amilia 2013).
Chang (2002) mendefinisikan optimisme sebagai pengharapan individu akan terjadinya hal- hal baik, dengan kata lain individu optimis merupakan individu yang mengharapkan peristiwa baik akan terjadi dalam hidupnya dimasa depan. Optimisme mengharapkan hal baik akan terjadi dan masalah yang terjadi akan terselesaikan dengan hasil akhir yang baik. Individu optimis juga mempunyai area kepuasan hidup yang lebih luas (Srivasta, McGonigal, Richards, Butler & gross 2006 dalam Amilia 2014).
Optimisme adalah salah satu komponen psikologi positif yang dihubungkan dengan emosi positif dan perilaku positif yang menimbulkan kesehatan, hidup yang bebas stress, hubngan sosial dan
(24)
15
fungsi sosial yang baik (Daraei & Ghaderi, 2012). Terdapat dua
pandangan utama mengenai optimisme, “the explanatory style”dan “the
dispositional optimism view,” yang juga disebut sebagai “the direct
belief view”(Caver, 2002):
1. Explanatory Style
Explanatory Style merupakan pandangan yang melihat bahwa dalam
menentukan kepercayaan seseorang, ditentukan berdasarkan pengalaman masa lampau.Pandangan ini didasarkan pada person's attributional style
(Scheier dkk, 2000). Attributional style dibentuk oleh cara kita
mempersepsikan, menjelaskan pengalaman masa lampau. Jika persepsi atau penjelasan yang dipegang adalah negatif maka individu akan mengharapkan hasil yang negatif pada masa depan. Perasaan learned
helplessnessberlebihan dan kita percaya bahwa kita tidak dapat merubah
pandangan kita terhadap dunia. Attributional style secara khusus diukur
dengan dengan menggunakan Attributional Style Questionnaire (ASQ).
Dengan ASQ, individu merespon terhadap apa penyebab yang mereka yakini munculnya kejadian yang berbeda.
Respon individu dirating berdasarkan persepsi mereka terhadap penyebab (internal vs external, stable vs unstable, global vs specific)
(Seligman, 1988). Masalah dengan menggunakan attributional theory
dalam memahami optimisme adalah bahwa hal tersebut dapat menjadi sangat kompleks dan bersifat subjektif didasarkan pada self report
(25)
16
style, individu yang percaya pengalaman masa lampaunya positif dan
ingatan-ingatan negatif adalah di luar kontrol mereka (faktor eksternal) dikatakan bahwa mereka mereka memilikipositive explanatory styleatau
orang yang optimistic. Sedangkan orang yang menyalahkan diri sendiri
terhadap kemalangan (faktor internal) dan percaya bahwa mereka tidak akan pernah mendapat sesuatu dikatakan memiliki negative explanatory
styleatau orang yangpessimistic.
2. Dispositional Optimism or Direct Belief Model
Konstruk ini berusaha untuk mempelajari optimisme melalui kepercayaan langsung individu mengenai kejadian masa depan. Pendekatan ini lebih fokus pada kepercayaan optimistik mengenai masa depan, dibanding dengan attributional theory yang berusaha memahami
mengapa individu optimis atau pesimis dan bagaimana mereka bisa menjadi seperti itu Scheier & Carver (2002) menyatakan bahwa optimisme adalah kecenderungan disposisional individu untuk memiliki ekspektasi positif secara menyeluruh meskipun individu menghadapi kemalangan atau kesulitan dalam kehidupan.
Optimisme merupakan sikap selalu memiliki harapan baik dalam segala hal serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang menyenangkan. Dengan kata lain optimisme adalah cara berpikir atau paradigma berpikir positif (Carver & Scheier 1993). Orang yang optimis adalah orang yang memiliki ekspektasi yang baik pada masa depan dalam kehidupannya. Masa depan mencakup tujuan dan harapan-harapan
(26)
17
yang baik dan positif mencakup seluruh aspek kehidupannya (Scheier &Carver, dalam Snyder, 2002). Konsep optimisme dan pesimisme fokus kepada ekspektasi individu terhadap masa depan. Konsep ini memiliki ikatan dengan teori psikologi mengenai motivasi, yang disebut dengan
expectancy-value theories.Beberapa teori juga menyatakan optimisme
dan pesimisme mempengaruhi perilaku dan emosi seseorang.
Expectancy-value theories, yaitu teori yang dimulai dengan ide
bahwa perilaku ditujukan untuk pencapaian tujuan (goal) yang dinginkan
(Carver & Scheier, 1998).Goal adalah tindakan, state akhir, atau nilai
yang individu lihat sebagai sesuatu yang diinginkan atau tidak diinginkan. Individu akan akan mencoba mencocokkan perilaku, mencocokkan dengan diri mereka sendiri terhadap apa yang mereka lihat yang mereka inginkan, dan mereka akan mencoba untuk menghindari yang tidak mereka inginkan.
Konsep utama lainnya adalah expectancies: perasaan percaya diri
atau ragu-ragu mengenai kemampuan meraih tujuan (goal). Hanya
dengan kepercayaan diri yang cukup yang individu berusaha mencapai tujuan. Optimisme akan mengarahkan individu untuk selalu memiliki hasil yang baik dan menyenangkan akan masa depannya.
Dari prinsip ini, muncul beberapa prediksi mengenai orang yang optimis dan orang yang pesimis. Ketika berhadapan dengan sebuah tantangan, orang yang optimis lebih percaya diri dan persisten, meskipun progresnya sulit dan lambat. Orang yang pesimis lebih ragu-ragu dan
(27)
18
tidak percaya diri. Perbedaan juga jelas terlihat dalam menghadapi kesengsaraan.
Orang yang optimis percaya bahwa kesengsaraan dapat ditangani dengan berhasil. Orang yang pesimis menganggap sebagai bencana. Hal ini dapat mengarahkan pada perbedaan tingkah laku yang berhubungan dengan resiko kesehatan, mengambil pencegahan pada lingkungan yang beresiko, kegigihan dalam mencoba mengatasi ancaman kesehatan. Hal ini juga dapat mengarahkan pada perbedaan respon coping apa yang
individu lakukan ketika berhadapan dengan ancaman seperti diagnosa kanker (Carver et al., 1993; Stanton & Snider, 1993).
Selain respon perilaku, individu juga mengalami pengalaman emosi pada kejadian dalam kehidupan. Kesulitan-kesulitan merangsang beberapa perasaan yang merefleksikan baik distres dan tantangan. Keseimbangan antara perasaan-perasaan tersebut berbeda antara orang yang optimis dan pesimis. Karena orang yang optimis mengharapkan
good outcome, mereka cenderung mengalami perpaduan emosi yang
lebih positif. Karena orang yang pesimis mengharapkan bad outcome,
mereka mengalami perasaan-perasaan yang lebih negatif–kecemasan, kesedihan, keputusasaan (Scheier, 2001).
Penelitian juga menunjukkan optimisme memiliki efek moderasi terhadap bagaimana individu menghadapi situasi baru atau sulit. Ketika berhadapan dengan situasi sulit, orang yang optimis akan lebih memiliki reaksi emosi dan harapan yang positif, mereka berharap akan
(28)
19
memperoleh hasil yang positif meskipun hal tersebut sulit, mereka cenderung menunjukkan sikap percaya diri dan persisten. Orang yang optimis juga cenderung untuk menganggap kesulitan dapat ditangani dengan berhasil dengan suatu cara atau cara lain dan mereka lebih melakukan active dan problem-focused coping strategy dari pada
menghindar atau menarik diri (Carver & Scheier, 1985; Chemers, Hu, & Garcia, 2001; Scheier et al., 1986).
Optimisme hampir mirip dengan beberapa konstruk, tetapi sesungguhnya berbeda. Dua konstruk yang memiliki hubungan dekat adalahsense of control(Thompson, 2002) dansense of personal efficacy
(Bandura, 1997). Konsep-konsep ini memiliki nada yang sama kuat dalam mengharapkan hasil yang diinginkan, seperti optimisme. Tetapi perbedaannya terletak pada asumsi yang dibuat (atau tidak dibuat) mengenai bagaimana hasil yang diinginkan tersebut diekspektasikan terjadi. Self efficacy adalah konsep dimana self sebagai agen penyebab
adalah yang terpenting (Bandura, 1997). Jika individu memilikihigh
self-efficacy expectancies, mereka kiranya percaya usaha personal mereka
(atau personal skill) adalah yang menentukan hasil.
Sama halnya dengan konsep control. Ketika individu melihat diri
mereka sendiri terkontrol, mereka percaya bahwa hasil yang baik akan terjadi lewat usaha personal mereka. Sebaliknya, optimisme mengambil pandangan yang lebih luas atas penyebab potensial yang menjadi kekuatan. Individu dapat menjadi optimistis karena mereka berbakat
(29)
20
sekali, karena mereka pekerja keras, karena mereka diberkahi, karena mereka beruntung, karena mereka memiliki teman yang tepat, atau kombinasi yang lain atau faktor lain yang menghasilkan hasil yang baik (Murphy et al., 2000). Contohnya, seseorang dapat menjadi optimistis, dapat mengatasi efek samping chemotherapy salah satu karena
ketabahannya personalnya atau karena tim medisnya memiliki trik yang berguna mengatasi efek samping. Yang terakhir dapat menjadi optimistis, tetapi bukan karena peranselfsebagai agen hasil.
Konstruk yang lain yang mirip dengan optimism adalah hope
(Snyder, 1994, 2002). Hope dikatakan memiliki dua bagian. Bagian
pertama adalah persepsi individu pada kehadiran pathways yang
dibutuhkan individu untuk mencapai tujuannya. Kedua adalah tingkat percaya diri individu dalam kemampuannya menggunakan pathways
untuk mencapai tujuan. Jadi, hope memiliki karakterikstik keduanya
yaitu will (confidence) dan the ways (pathways). Dimensi percaya diri
(confidence) sama dengan yang di optimisme, dengan lebih dulu
menekankan pada agen personal. Komponen pathway adalah sebuah
kualitas dimana konsep optimisme tidak beralamat.
Dapat dilihat terlebih dahulu, bahwa seseorang yang melihat beberapa jalan untuk hasil spesifik yang diharapkan akan terus mencoba cara yang tersisa jika salah satu cara tidak bisa. Dicatat juga bahwa pesimisme juga mirip dengan konstruk neurotism (Smith, Pope,
(30)
21
didefinisikan sebagai kecenderungan untuk cemas, mengalami emosi yang tidak menyenangkan, dan pesimistik.
Dari penjelasan dua konsep mengenai optimisme tersebut, dalam penelitian ini, konsep optimisme yang digunakan adalah optimisme disposissional yaitu kecenderungan disposisional individu untuk memiliki ekspektasi positif secara menyeluruh meskipun individu menghadapi kemalangan atau kesulitan dalam kehidupan. Rasa optimis yang muncul dari dalam diri seseorang ditunjukkan dengan adanya sikap selalu memiliki harapan baik dalam segala hal serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang menyenangkan. Dengan kata lain optimisme adalah cara berpikir atau paradigma berpikir positif (Carver & Scheier 1993).
Orang yang optimis adalah orang yang memiliki ekspektasi yang baik pada masa depan dalam kehidupannya. Masa depan mencakup tujuan dan harapan-harapan yang baik dan positif mencakup seluruh aspek kehidupannya (Scheier & Carver, dalam Snyder, 2002). Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian untuk melihat optimisme individu terhadap masa depannya daripada menjelaskan penyebab individu menjadi optimis.
Seligman (2008) telah menguraikan optimisme sebagai gaya penjelasan yang berakar dari teori atribusi. Menurut pendekatan ini, gaya penjelasan optimis menghubungkan peristiwa baik yang terjadi pada dirinya bersifat pribadi, permanen dan pervasive, sedangkan kejadian
(31)
22
buruk yang terjadi pada dirinya bersifat eksternal (bersumber dari luar), sementara dan spesifik. Sebaliknya, gaya penjelasan pesimis peristiwa yang baik terjadi karena faktor internal, bersifat sementara dan spesifik. Sedangkan peristiwa buruk yang terjadi bersifat permanen danpervasive.
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli yang telah diuraikan diatas, maka didapatkan pengertian optimis adalah kepercayaan bahwa kejadian dimasa depan akan memiliki hasil yang positif, orang yang optimis memiliki ekspektasi yang baik pada masa depan dalam kehidupannya dan mempunyai cara berfikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah.
2. Ciri- Ciri Optimisme
Adapun ciri- ciri optimisme menurut pandangan para ahli. Seligman (2005) mengatakan bahwa orang yang optimis percaya bahwa kegagalan hanyalah suatu kemunduran yang bersifat sementara dan penyebabnya pun terbatas, mereka juga peraya bahwa hal tersebut muncul bukan diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya, melainkan diakibatkan oleh faktor luar.
Sedangkan menurut Ginnis, 1995 (Shofia, 2009 dalam Ika & Harlina, 2011) orang optimis mempunyai ciri-ciri khas, yaitu :
1. Jarang terkejut oleh kesulitan. Hal ini dikarenakan orang yang optimis berani menerima kenyataan dan mempunyai penghargaan yang besar pada hari esok.
(32)
23
2. Mencari pemecahan sebagian permasalahan. Orang optimis berpandangan bahwa tugas apa saja, tidak peduli sebesar apapun masalahnya bisa ditangani kalau kita memecahkan bagian-bagian dari yang cukup kecil. Mereka membagi pekerjaan menjadi kepingan-kepingan yang bisa ditangani.
3. Merasa yakin bahwa mampu mengendalikan atas masa depan mereka. Individu merasa yakin bahwa dirinya mempunyai kekuasaan yang besar sekali terhadap keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan bahwa individu menguasai keadaan ini membantu mereka bertahan lebih lama setelah lain-lainnya menyerah.
4. Memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur. Orang yang menjaga optimisnya dan merawat antusiasmenya dalam waktu bertahun-tahun adalah individu yang mengambil tindakan secara sadar dan tidak sadar untuk melawan entropy (dorongan atau keinginan) pribadi, untuk memastikan bahwa sistem tidak meninggalkan mereka.
5. Menghentikan pemikiran yang negatif. Optimis bukan hanya menyela arus pemikirannya yang negatif dan menggantikannya dengan pemikiran yang lebih logis, mereka juga berusaha melihat banyak hal sedapat mungkin dari segi pandangan yang menguntungkan.
(33)
24
6. Meningkatkan kekuatan apresiasi. Yang kita ketahui bahwa dunia ini, dengan semua kesalahannya adalah dunia besar yang penuh dengan hal-hal baik untuk dirasakan dan dinikmati.
7. Menggunakan imajinasi untuk melatih sukses. Optimis akan mengubah pandangannya hanya dengan mengubah penggunaan imajinasinya. Mereka belajar mengubah kekhawatiran menjadi bayangan yang positif.
8. Selalu gembira bahkan ketika tidak bisa merasa bahagia. Optimis berpandangan bahwa dengan perilaku ceria akan lebih merasa optimis.
9. Merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diukur. Optimis tidak peduli berapapun umurnya, individu mempunyai keyakinan yang sangat kokoh karena apa yang terbaik dari dirinya belum tercapai (Ginnis 1995).
10. Suka bertukar berita baik. Optimis berpandangan, apa yang kita bicarakan dengan orang lain mempunyai pengaruh yang penting terhadap suasana hati kita.
11. Membina cinta dalam kehidupan. Optimis saling mencintai sesama mereka. Individu mempunyai hubungan yang sangat erat. Individu memperhatikan orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan, dan menyentuh banyak arti kemampuan. Kemampuan untuk mengagumi dan menikmati banyak hal pada diri orang
(34)
25
lainmerupakan daya yang sangat kuat yang membantu mereka memperoleh optimisme.
12. Menerima apa yang tidak bisa diubah. Optimis berpandangan orang yang paling bahagia dan paling sukses adalah yang ringan kaki, yang berhasrat mempelajari cara baru, yang menyesuaikan diri dengan sistem baru setelah sistem lama tidak berjalan. Ketika orang lain membuat frustrasi dan mereka melihat orang-orang ini tidak akan berubah, mereka menerima orang-orang itu apa adanya dan bersikap
santai. Mereka berprinsip “Ubahlah apa yang bisa anda ubah dan
terimalah apa yang tidakbisa anda ubah” (Ginnis 1995).
Menurut Murdoko (2001) bahwa ciri-ciri orang optimis ada 6 (enam), yaitu :
1. Memiliki visi pribadi
Visi pribadi seseorang akan memiliki cita-cita ideal. Pasalnya, dengan mempunyai visi pribadi seseorang akan memiliki semangat untuk menjalani kehidupan tanpa harus banyak mengeluh ataupun merenungi apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi nanti. Dengan visi pribadi, individu akan mempunyai tenaga penggerak yang akan membuat kehidupan dinamis dan berusaha untuk mewujudkan keinginan-keinginan. Artinya, akan muncul harapan bahwa apa yang akan dilakukan itu membuahkan hasil. Dan yang lebih penting dengan visi pribadi, individu berpikir jauh ke depan (terutama mengenai tujuan hidup) (Murdoko, 2001).
(35)
26
2. Bertindak konkret
Orang yang optimis tidak akan pernah merasa puas jika yang diinginkan cuma sebatas kata-kata. Artinya, betul-betul mempunyai keinginan untuk melakukan suatu tindakan konkret.Sehingga secara riil menghadapi tantangan yang mungkin timbul.
3. Berpikir realistis
Seorang optimis akan selalu menggunakan pemikiran yang realistis dan rasional dalam menghadapi persoalan. Jika individu ingin menanamkan optimisme, maka harus membuang jauh-jauh perasaan dan emosi (feeling) yang tidak ada dasarnya. Dengan demikian,
segala tindakan apapun perilaku didasarkan pada kemampuan untuk menggunakan akal sehat secara rasional. Sehingga apapun yang akan terjadi betul-betul sudah diperhitungkan sebelumnya. Individu yang optimis tingkah lakunya selalu dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, berpikir realistis merupakan sarana untuk tidak mudah diombangambingkan oleh perasaan, karena dengan menggunakan perasaan, maka objektivitas akan berubah menjadi informantivitas (Murdoko, 2001).
4. Menjalin hubungan sosial
Kehidupan sosial pada dasarnya dapat dijadikan sebagai salah satu cara mengukur ataupun menilai sejauhmana seseorang mampu menjadikan orang disekitarnya sebagai partner di dalam menjalani hidup. Orang yang optimis tidak akan merasa terancam oleh
(36)
27
kehadiran orang-orang di sekitar. Seorang yang optimis akan menilai bahwa menjalin hubungan sosial akan membuat seseorang merasa dikuatkan, karena merasa punya banyak teman dan sahabat yang akan membantu.
5. Berpikir proaktif
Artinya seseorang harus berani melakukan antisipasi sebelum suatu persoalan muncul, sehingga dituntut memiliki analisa yang tinggi.Karena tanpa adanya analisa mengenai kemungkinan terjadinya sesuatu, maka yang muncul adalah perilaku menunggu, pasif dan baru bertindak saat itu terjadi.
6. Berani melakukantrial and error
Dengan optimisme, kegagalan yang terjadi akan dipahami sebagai hal yang wajar, bahkan tertantang dan menganggap kegagalan sebagai pemicu untuk kembali bangkit. Artinya memiliki kemampuan untuk mencoba dan mencoba lagi tanpa rasa bosan sampai mampu mencapai keberhasilan.
Orang yang mempunyai rasa optimis yang besar akan lebih siap dalam menghadapi masa depannya karena merasa lebih mampu dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan ketekunan dan kemampuan berpikir dan sikap tidak mudah menyerah maupun putus asa.Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola pikirnya dan sangat berpengaruh sebagai faktor penunjang kesuksesannya(Murdoko, 2001).
(37)
28
Menurut Carver dan Scheier 1993 (dalam Synder & Lopez, 2002) mengngkapkan ciri- ciri orang yang optimis sebagai berikut:
1. Percaya diri
Merasa percaya diri dan yakin bahwa mampu mengendalikan atas masa depannya, individu merasa yakin bahwa dirinya mempunyai kekuasaan yang besar sekali terhadap keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan bahwa individu menguasai keadaan ini membant dirinya lebih percay diri dalam melakukan sesuat karena merasa yakin smeua yang dikerjakan akan berjalan dengan baik.
2. Berharap sesuatu yang baik terjadi
Seseorang yang optimis yakin bahwa sesuuat yang baik yang akan terjadi pada dirinya. Meskipun sedang menghadapi situasi yang sulit, orang optimis akan tetap yakin bahwa dapat menyelesaikannya dan pada akhirnya akan mendapat sesuatu yang baik.
3. Mempunyai gaya penyelesaian yang fleksibel Carver dan Scheier 1993 (dalam Synder & Lopez, 2002)
Orang yang optimis mempunyai gaya penjelasan yang fleksibel dalam memandang kejadian yang menimpa dirinya, sedangkan orang yang pesimis mempunyai gaya penjelasan yang kaku.
4. Jarang terkena stress dalam menghadapi situasi yang sulit.
Hal ini mungkin disebabkan karena orang yang optimis akan selalu mempunyai pandangan yang positif terhadap situasi buruk yang sedang dihadapi. Orang yang optimis biasanya akan mencari jalan
(38)
29
keluar yang lain apabila sedang mengalami kesusahan dan usahanya gagl. Oleh karena itu orang yang optimis cenderung jarang terkena stress.
Menurut Seligman (2005), karakteristik orang yang pesimis adalah mereka cenderng meyakini peristiwa buruk akan bertahan lama dan akan menghancrkan segala yang mereka lakukan dan itu sema adalah kesalahan mereka sendiri. Sedangkan orang yang optimis jika berada dalam sitasi yang sama, akan berfikir sebaliknya mengenai ketidakberuntungannya. Mereka cenderng meyakini bahwa kekalahan hanyalah kegagalan yang sementara, dan itu karena terbatas pada suatu hal saja.
Orang yang optimis yakin kekalahan bukanlah karena kesalahan mereka melainkan keadaan, keberuntungan atau orang lain yang menyebabkannya. Mereka menganggap situasi yang buruk adalah sebagai suat tantangan dan mereka akan bersaha keras menghadapinya.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang mengerjakan skripsi dan memiliki optimisme yaitu mahasiswa yang memiliki keyakinan, mampu berubah kearah yang lebih baik ketika mendapati masalah. Tidak mudah putus asa atau menyerah ketika diterpa berbagai kesalahan. Dan memiliki pemikiran yang positif dalam menghadapi tantangan.
(39)
30
3. Aspek- Aspek Optimisme
Menurut Seligman (2006), terdapat beberapa aspek dalam individu memandang suatu peristiwa/masalah berhubungan erat dengan gaya penjelasan (explanatory style), yaitu:
1. Permanence
Gaya penjelasan peristiwa ini menggambarkan bagaimana individu melihat peristiwa berdasarkan waktu, yaitu bersifat sementara (temporary) dan menetap (permanence). Orang-orang yang mudah
menyerah (pesimis) percaya bahwa penyebab kejadian-kejadian buruk yang menimpa mereka bersifat permanen selalu hadir mempengaruhi hidup mereka. Orang- orang yang melawan ketidakberdayaan ( optimis) percaya bahwa penyebab kejadian buruk itu bersifat sementara.
Menurut Seligman (2005), gaya optimis terhadap peristiwa baik berlawanan dengan gaya optimis terhadap peristiwa buruk. Orang-orang yang percaya bahwa peristiwa baik memiliki penyebab yang permanen lebih optimis daripada mereka yang percaya bahwa penyebabnya temporer. Orang-orang yang optimis menerangkan peristiwa dengan mengaitkannya dengan penyebab permanen, contohnya watak dan kemampuan.
Orang-orang meyakini bahwa peristiwa baik memiliki penyebab permanen, ketika berhasil mereka berusaha lebih keras lagi pada kesempatan berikutnya. Orang yang mengangggap peristiwa baik disebabkan oleh alasan temporer mungkin menyerah bahkan ketika
(40)
31
berhasil, karena mereka percaya itu hanya suatu kebetulan. Orang yang paling bisa memanfaatkan keberhasilan dan terus bergerak maju begitu segala sesuatu mulai berjalan dengan baik adalah orang yang optimis (Seligman, 2005).
2. Pervasif (Universal- Spesific)
Permanen adalah masalah waktu, pervasive adalah masalah ruang.Individu yang pesimis, menyerah di segala area ketika kegagalan menimpa satu area. Individu yang optimis mungkin memang tidak berdaya pada satu bagian kehidupan, tapi ia melangkah dengan mantap pada bagian lain (Seligman, 2006).
3. Personalisasi
Personalisasi adalah bagaimana individu melihat asal masalah, dari dalam dirinya (internal) atau luar dirinya (eksternal).
Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari optimisme yaitu individu mempunyai sikap hidup kearah kemataangan dalam jangka waktu yang lama. Individu berpandangan secara umum terhadap suatu kejadian sehingga individu mampu menjelaskan penyebabnya baik dari dalam maupun dari luar.
4. Manfaat Optimisme
Whelen (1997) melaporkan bahwa optimisme memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan, penyesuaian diri setelah operasi kanker, operasi jantung koroner, penyesuaian di sekolah dan dapat menurunkan depresi serta ketergantungan alkohol. Optimisme dalam jangka panjang juga bermanfaat
(41)
32
bagi kesejahteraan dan kesehatan fisik dan mental, karena membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, pekerjaan, perkawinan, mengurangi depresi dan lebih dapat menikmati kepuasan hidup serta merasa bahagia (Weinstein, 1980 ; Marshall dan Lang, 1990 ; Scheier dkk, 1994).
Sementara itu Mc Clelland (1961) menunjukkan bukti bahwa optimisme akan lebih memberikan banyak keuntungan dari pada pesimisme. Keuntungan tersebut antara lain hidup lebih bertahan lama, kesehatan lebih baik, menggunakan waktu lebih bersemangat dan berenergi, berusaha keras mencapai tujuan, lebih berprestasi dalam potensinya, mengerjakan sesuatu menjadi lebih baik seperti dalam hubungan sosial, pendidikan, pekerjaan dan olah raga. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh ahli-ahli tersebut di atas dapat dikatakan bahwa optimisme sangat diperlukan oleh individu dalam berbagai bidang kehidupan.
Menurut Segerstrom, Taylor, Kemeny, dan Fahey (1998), ada 3 pathway
optimisme yaitu:
1. Mood.
Optimisme dapat mengurangi moodnegative yang dapat merubah imun
ketika stress.
2. Coping
Dispositional optimism dapat menghindari penggunaan coping
menghindar, pasif, dan menyerah, yang berhubungan dengan memberikannya status imun dan kesehatan.
(42)
33
3. Perilaku sehat.
Optimisme dapat meningkatkan fungsi adaptif pada perilaku sehat. Dalam bidang kesehatan optimisme mampu meningkatkan kesehatan tubuh, sistem kekebalan, kebiasaan hidup sehat, membuat hidup lebih lama, serta dapat mengurangi depresi, infeksi dalam tubuh dan mempengaruhi terhadap penyakit.Dalam bidang sosial, optimisme dapat meningkatkan kepercayaan diri, harga diri, mengurangi sikap pesimis, membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial serta dapat menikmati kepuasan hidup dan merasa bahagia. Disamping itu dengan adanya optimisme akan membuat orang lebih sukses di sekolah, pekerjaan, manggunakan waktu lebih bersemangat, lebih berprestasi dalam potensinya (Segerstrom, 1998).
Dari beberapa penjelasan yang ada dapat ditarik kesimpulan, bahwa optimisme mempunyai banyak manfaat diantaranya membuat individu selalu berfikir positif, memberikan dampak yang baik terhadap kesehatan dan banyak lagi manfaat lainnya.
5. Faktor- Faktor Optimisme
Menurut para ahli ada beberapa faktor yang mempengaruhi optimis, yaitu (Idham, 2011):
1. Pesimis, banyak orang yang menyatakan mereka ingin bisa lebihpositif. Tanpa berfikir mereka terkutuk dengan sifat pesimistik, dan untuk dapat mengubah dirinya dari peesimis menjadi optimis dapat rencan tindakan yag ditetapkan sendiri.
(43)
34
3. Prasangka, prasangka hanyalah prasangkaan, bisa merupakan fakta bisa pula tidak (Seligman, 2005).
Terciptanya optimisme tidak lepas dari karakter kepribadian yang dimiliki seseorang. Ada beberapa hal yang mempengaruhi cara berfikir optimis dalam diri seseorang, diantaranya dari dalam dirinya sendiri dan dari luar dirinya. Vinacle 1988 (Shofia, 2009 dalam Ika & Harlina, 2011) menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi pola pikir optimis-pesimis, yaitu:
1. Faktor Etnosentris
Faktor etnosentris yaitu sifat- sifat yang dimiliki oleh suatu kelompok atau orang lain yang menjadi ciri khas dari kelompok atau jenis lain. Faktor etnosentris ini berupa keluarga, status sosial, jenis kelamin, agama dan kebudayaan.
2. Faktor Egosentris
Faktor egosentris yaitu sifat- sifat yang dimiliki tiap individu yang didasarkan pada fakta bahwa tiap pribadi adalah unik dan berbeda dengan pribadi lain. Faktor egosentris ini berupa aspek-aspek kepribadian yang memiliki keunikan sendiri dan berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lain.
Amalia (2014) melakukan penelitian tentanghardiness mahasiswa dalam
menyelesaikan skripsi ditinjau dari tingkat optimisme. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif antara tingkat optimisme dan hardiness mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Semakin tinggi tingkat optimisme
(44)
35
maka semakin tinggi hardiness dan jika tingkat optimisme rendah maka
hardinessmahasiswa tersebut rendah.
B. Hardiness
1. DefinisiHardiness
Kobasa (1979) mengembangkan suatu konsep kepribadian yang didasarkan pada daya tahan seseorang terhadap masalah yang dialaminya, tipe kepribadian ini disebut dengan kepribadian hardiness. Menurut Kobasa
(1979) kepribadianhardiness adalah suatu susunan karakteristik kepribadian
yang membuat individu menjadi lebih kuat, tahan, dan stabil dalam menghadapi stress dan mengurangi efek negatif yang dihadapi. Kobasa melihat kepribadianhardinesssebagai kecenderungan untuk mempersepsikan
atau memandang peristiwa-peristiwa hidup yang potensial mendatangkan stress sebagai sesuatu yang tidak terlalu mengancam.
Menurut Maddi (2013):
Hardiness emerged as a pattern of attitude and strategies that together facilitate turning stressful circumtances from potential disarters into growth opportunities.
“Ketegaran muncul sebagai pola sikap dan strategi yang bersama-sama
memfasilitasi mengubah keadaan stress dari potensi bencana kedalam
pertumbuhan peluang”
Berdasarkan pendapat Maddi ketegaran merupakan pola sikap yang berguna untuk mengubah keadaan stress menjadi sebuah peluang tumbuh.
Menurut Kobasa (1979), individu yang memiliki kepribadian hardiness
(45)
36
Individu dengan kepribadianhardinesssenang membuat suatu keputusan dan
melaksanakannya karena memandang hidup ini sebagai sesuatu yang harus dimanfaatkan dan diisi agar mempunyai makna, dan individu dengan kepribadian hardiness sangat antusias menyongsong masa depan karena
perubahan-perubahan dalam kehidupan dianggap sebagai suatu tantangan dan sangat berguna untuk perkembangan hidupnya.
Ketangguhan (hardiness) adalah gaya kepribadian yang dikarakteristikkan
oleh suatu komitmen (daripada ketreasingan), pengendalian (daripada ketidakberdayaan) dan persepsi terhadap masalah-masalah sebagai tantangan (daripada ancaman) (Santrock,2002).
Schultz & Schultz (2006) mengatakan bahwa hardiness merpakan suatu
variabel kepribadian yang dapat menjelaskan perbedaan individual dalam kerentanan stress. Individu dengan kepribadian hardiness yangtinggi
mempunyai perilaku-perilaku yang membuat mereka lebih kat dalam pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain yang mereka senangi serta mengubah pandangan bahwa sesuat yang mengancam dapat menjadi sebuah tantangan.
Hardiness mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi adalah sebuah
karakteristik kepribadian mahasiswa yang tahan bahkan dapat menetralkan stress dalam penyelesaian skripsi, percaya masalah yang muncl dalam penyelesaian skripsi dapat dikontrol, dan berkomitmen kuat untuk meyelesaikan skripsi serta mengubah pandangan bahwa skripsi adalah sebuah tantangan (Amilia, 2014).
(46)
37
Berdasarkan penjelasan diatas, kepribadian hardiness merupakan sikap
kepribadian yang melibatkan kemampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan dan memberikan makna positif terhadap kejadian tersebut, komitmen terhadap pekerjaan yang tinggi, pengendalian perasaan yang besar dan lebih terbuka terhadap perubahan juga terhadap tantangan hidup.
2. Aspek-aspek KepribadianHardiness
Kobasa (1979) menyatakan, bahwa kepribadian hardiness ini
menunjukkan adanya kontrol, komitmen, dan tantangan. 1. Kontrol
Kontrol sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai hasil-hasil yang diinginkan melalui tindakannya sendiri. Individu merasa memiliki kontrol pribadi ketika dirinya mampu mengenal apa yang dapat dan tidak dapat dipengaruhi lewat tindakan pribadi dalam sebuah situasi. Individu dapat mengontrol atau mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang dialami dengan pengalaman. Individu yang memiliki kontrol kuat akan selalu optimis dalam menghadapi hal-hal diluar individu. Individu akan cenderung berhasil dalam menghadapi masalah.
Aspek kontrol muncul dalam bentuk kemampuan untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan pribadi atau kemampuan untuk memilih dengan bebas diantara beragam tindakan yang dapat diambil. Individu yang memiliki aspek kontrol tinggi juga memiliki kendali kognitif atau kemampuan untuk menginterpretasikan, menilai,
(47)
38
menyatukan berbagai peristiwa kedalam rencana kehidupan selanjutnya. Lawan dari kontrol adalahpowerlessness,yaitu perasaan pasif dan merasa
akan selalu ditakuti akan hal-hal yang tidak dapat dikendalikan oleh individu. Kurang inisiatif dan kurang merasakan adanya sumber dari diri individu, sehingga merasa tidak berdaya jika berhadapan dengan hal yang menimbulkan ketegangan (Kobasa, 1979).
2. Komitmen
Kemampuan untuk dapat terlibat mendalam terhadap aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan individu dalam kehidupan individu tersebut.Keterlibatan ini menjadi sumber penangkal stres. Individu yang memiliki komitmen mempunyai alasan dan kemampuan untuk meminta bantuan orang lain ketika kondisi menuntut suatu penyesuaian baru atau berada dibawah tekanan yang berat.
Individu yang memiliki komitmen mempunyai kepercayaan yang dapat dirasakan dari peristiwa-peristiwa yang menimbulkan stres.Situasi yang merugikan pada akhirnya dilihat sebagai sesuatu yang bermakna dan menarik (Maddi & Kobasa, dalam Bissonette, 1998). Individu yang memiliki komitmen kuat tidak akan mudah menyerah pada tekanan. Pada saat menghadapi stres individu ini akan melakukan strategi coping yang
sesuai dengan nilai, tujuan dan kemampuan yang ada dalam dirinya. Komitmen ditunjukkan dengan tidak adanya keterasingan (Bigbee, dalam Bissonette, 1998), komitmen tercermin dalam kapasitas individu untuk terlibat, bukannya merasa terasing.Lawan dari komitmen adalah
(48)
39
terasing (alienation), individu ini biasanya mudah bosan terhadap
tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh individu tersebut. Individu merasa tidak berarti dan selanjutnya akan menarik diri. Individu yang memiliki komitmen yang tinggi akan lebih komit dalam beberapa aspek dalam hidupnya seperti hubungan interpersonal, keluarga, juga dirinya sendiri. 3. Tantangan
Kecenderungan untuk memandang suatu perubahan yang terjadi dalam hidup individu sebagai sesuatu yang wajar. Perubahan tersebut dapat diantisipasi sebagai suatu stimulasi yang berguna bagi perkembangan diri individu.Individu yang mempunyai karakter ini cenderung merasa bahwa hidup sebagai suatu tantangan yang menyenangkan dan dinamis, serta mempunyai kemauan untuk maju. Ditunjukkan dengan tidak adanya kebutuhan untuk keamanan, itu merupakan sikap positif individu terhadap perubahan dan keyakinan bahwa akan mendapat keuntungan dari kegagalan serta keberhasilan (Brooks, dalam Bissonette, 1998).
Lawan dari tantangan adalah threatned, individu yang mempunyai
perasaan terancam (threatened)menganggap bahwa itu harus stabil karena
individu itu merasa khawatir dengan adanya perubahan. Perubahan dianggap merusak dan menimbulkan rasa tidak aman.Selain itu individu yang threatned tidak bisa menyambut dengan baik perubahan atau
memandang perubahan sebagai suatu ancaman daripada sebagai tantangan dan selalu mengaitkan dengan penekanan dan penghindaran.
(49)
40
Komitmen, kontrol dan tantangan akan memelihara kesehatan seseorang walaupun berhadapan dengan kejadian-kejadian yang umumnya dianggap penuh tekanan. Lebih khusus lagi, pentingnya kepribadian
hardiness adalah bahwa individu yang memiliki komitmen, kontrol dan
tantangan yang kuat cenderung mereaksi peristiwa yang menimbulkan ketegangan dengan cara yang positif.
Pada saat menghadapi kejadian-kejadian yang penuh tekanan individu yang berkepribadian hardiness juga akan mengalami stres. Namun hal
tersebut dilihat sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan (kontrol) dan sebagai nilai-nilai yang potensial bagi perkembangan pribadinya (tantangan). Reaksi-reaksi ini akan membentuk tindakan yang mengubah kejadian-kejadian yang penuh stres tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.
Dan sebaliknya orang-orang yang memiliki kecenderungan berkepribadian hardiness lemah cenderung memandang kejadian yang
penuh stres sebagai sesuatu yang mengerikan daripada sebagai sesuatu yang menarik (alienated) dipengaruhi oleh kekuatan dari luar
(powerlessness) dan sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan dan
mengancam rasa amannya (threatned). Penilaian yang pesimistis ini akan
meningkatkan kemungkinan tindakan-tindakan penghindaran (Brooks, dalam Bissonette, 1998).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi hardiness
(50)
41
kegiatan di lingkungan sekitar, komitmen yaitu kecenderungan untuk menerima dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol dan mempengaruhi satu kejadian dengan pengalamannya, danchallenge yaitu
kecenderungan untuk memandang sat perubahan dalam hidupnya sebagai suatu yang wajar dan menganggapnya sebagai sebuah tantangan yang menyenangkan. Pada penelitian kali ini, ketiga aspek kepribadian
hardinessberupa kontrol, komitmen, dan tantangan akan dijadikan acuan
pembuatan skala psikologi yang diharapkan dapat mengungkap kepribadianhardinessresponden.
3. Faktor- Faktor yang mempengaruhi Hardiness
Menurut Warner 1997 (dalam Heriyanto 2011) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi hardiness seperti memiliki hubungan yang
menyediakan perawatan dan dukungan, cinta dan kepercayaan, dan memberikan dorongan, baik di dalam maupun di luar keluarga. Faktor tambahan lain yang juga terkait denganhardiness, seperti :
a. Kemampuan untuk membuat rencana yang realistis, dengan kemampuan individu merencanakan hal yang realistis maka saat individu menemukan satu masalah maka individu akan mengetahi apa cara terbaik yang dilakukan individu dalam keadaan tersebut (Warner, 1997dalam Heriyanto, 2011).
b. Memiliki rasa percaya diri dan positif terhadap citra diri, individu akan lebih tenang dan optimis, jika individu meiliki rasa percaya diri yang tinggi dan citra diri yang positif maka individu akan terhindar dari stress.
(51)
42
c. Mengembangkan ketrampilan komunikasi, dan kapasitas untuk mengelola perasaan yang kuat.
Menurut Bissonete (1998), faktor yang dapat menumbuhkan kepribadian
hardinessadalah :
1. Penguasaan pengalaman
Struktur lingkungan memungkinkan untuk menumbuhkan rasa kendali yang ada dalam diri individu. Persepsi kontrol atas lingkungan mengarah ke perasaan penguasaan menjadi pengalaman. Penguasaan pengalaman menunjukkan, bahwa individu memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk berhasil yang akibatnya dapat meningkatkan kepribadian
hardiness.
2. Pola asuh orang tua
Orang tua dan orang dewasa memiliki dampak yang signifikan pada anak, cara orang tua menujukkan sikap optimis dan pesimis dikaitkan dengan tingkat optimisme pada anak-anaknya. Hubungan yang hangat, positif, dan peduli yang ditunjukkan untuk kesejahteraan anak dan selaras dengan kebutuhan anak memberikan kontribusi bagi pengembangan profil tangguh atauhardiness(Bissonete, 1998).
Selain faktor diatas juga ditemukan bahwa menrut Sweettman (dalam Hersen, 2006) disisi lain, optimisme adalah faktor pelindung yang berfungsi untuk meningkatkan dan sebagai sumber dasar bagi hardinessyang dimiliki
individu yang merupakan kapasitas untuk bertahan dan bangkit dalam menghadapi tantangan.
(52)
43
Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor hardiness yaitu kemampuan untuk membuat rancana yang realistis,
memiliki rasa percaya diri dan positif terhadap citra diri, mengembangkan ketrampilan komunikasi dan optimis.
3. Manfaat KepribadianHardiness
Kepribadian hardiness dalam diri seseorang individu berfungsi sebagai
(Khobasha dan Maddi 2002):
1. Membantu dalam proses adaptasi individu.
Memiliki kepribadian hardiness yang tinggi akan sangat terbantu dalam
melakukan proses adaptasi terhadap hal-hal baru, sehingga stres yang ditimbulkan tidak banyak.
2. Toleransi terhadap frustasi
Sebuah penelitian terhadap dua kelompok mahasiswa, yait kelompok yang memiliki ketabahan tinggi dan yang rendah, menunjukkan bahwa mereka yang mempunyai ketabahan hati yang tinggi menunjukkan tingkat frustasi yang lebih baik rendah dibanding mereka yang ketabahan hatinya rendah. Senada dengan hasil penelitian itu, penelitian lain menyimpulkan bahwa ketabahan hati dapat membantu mahasiswa untuk tidak berfikir akan melakukan bunuh diri ketika sedang stress dan putus asa.
3. Mengurangi akibat buruk dari stress
Kobasa banyak meneliti tentanghardinessmenyebutkan bahwa, ketabahan
hati sangat efektif berperan ketika terjadi periode stress dalam kehidupan seseorang. Demikian pula pernyataan beberapa tokoh lain. Hal ini dapat
(53)
44
terjadi karena mereka tidak terlalu menganggap stress sebagai suatu ancaman.
4. Mengurangi kemungkinan terjadinyaburnout.
Burnout adalah situasi kehilangan kontrol pribadi karena terlalu besar
tekanan pekerjaan terhadap diri, sangat rentan dialami oleh pekerja-pekerja
emergency seperti perawat yang memiliki beban kerja tinggi, begitu pula
pada mahasiswa yang menyelesaikan skripsi mereka memiliki beban yang tinggi dan dituntut untuk segera menyelesaikan pekerjaannya.
Untuk individu yang memiliki beban kerja tinggi, hardiness sangat
dibutuhkan untuk mengurangi burnout yang sangat mungkin timbul
(Khobasha dan Maddi 2002). Menurut Shultz dan Schultz (2002) juga menyatakan bahwa mahasiswa yang mempunyai optimisme yang tinggi juga mempunyai hardiness yang tinggi sehingga mereka mampu
menyelesaikan semua beban tugasnya.
5. Mengurangi penilaian negatif terhadap suatu kejadian atau keadaan yang dirasa mengancam dan meningkatkan pengharapan untuk melakukan
copingyang berhasil.
Coping adalah penyesuaian secara kognitif dan perilaku menuju keadaan
yang lebih baik, bertoleransi terhadap tuntutan internal dan eksternal yang terdapat dalam situasi stres. Kepribadian hardiness yang dimiliki dapat membuat individu melakukan coping yang cocok dengan masalah yang
sedang dihadapi. Individu dengan kepribadianhardinesstinggi cenderung
(54)
45
karena itu dirinya dapat lebih jernih dalam menentukancopingyang sesuai
(Khobasha dan Maddi 2002).
6. Meningkatkan ketahanan diri terhadap stress
Kepribadianhardinessdapat menjaga individu untuk tetap sehat walaupun
mengalami kejadian-kejadian yang penuh stres. Karena lebih tahan terhadap stres, individu juga akan lebh sehat dan tidak mudah jatuh sakit karena caranya menghadapi stres lebih baik dibandingkan individu dengan
hardinessrendah (Smet, 1994).
7. Membantu individu untuk melatih kesempatan lebih jernih sebagai suatu latihan untuk mengambil keputusan.
Kobasa dan Purcett (2005) menyatakan bahwa hardinessdapat membantu
individu untk melihat kesempatan lebih jernih sebagai suat latihan untuk mengambil keputusan, baik dalam keadaan stress atapun tidak.
Berdasarkan raian diatas, dapat disimpulkan bahwa hardiness yang ada
dalam diri seorang individu lebih memiliki toleransi terhadap frustasi, mengurangi akibat buruk dari stress, mengurangi adanya burnout,
mengurangi penilaian negative tehadap satu kejadian ata keadaan yang dirasa mengancam dan meningkatkan pengharapan untuk melakukan koping yang berhasil, lebih sulit untuk jatuh sakit yang biasanya disebabkan oleh stress, membantu individu untuk melihat kesempatan lebih jernih sebagai suatu latihan untuk mengambil keputusan.
(55)
46
C. Hubungan antara Hardiness dengan Optimisme pada Mahasiswa yang
Menyelesaikan Skripsi
Individu yang memiliki optimisme cenderung memiliki gambaran tentang tujuan- tujuan atau target yang ingin diraih sehingga menyebabkan individu tersebut terdorong untuk melakukan usaha- usaha nyata dalam meraih tujuan yang dimaksud. Optimisme dapat berperan sebagai faktor penggerak untuk memunculkan usaha- usaha nyata meraih hasil yang diinginkan dalam kinerja (Seligman, 2008).
Penelitian memperlihatkan bukti yang kuat bahwa optimisme meningkatkan baik kesehatan mental dan kesehatan fisik khususnya dalam menghadapi situasi yang stresful (Scheier, Carver, & Bridges, 2001). Dua
cara utama dari optimisme terhadap kesehatan dinamakan adaptive coping
dansocial support(Peterson & Bossio, 2001; Scheier & Carver, 1987).
Mahasiswa yang optimis dalam menyusun skripsi mau mencari pemecahan dari masalah, menghentikan pemikiran negative, merasa yakin bahwa memiliki kemampuan, dan lain- lain. Ketika menghadapi kesulitan atau kendala dalam menyusun skripsi akan berusaha menghadapi kesulitan atau kendala tersebut dan tidak membiarkan kesulitan berlarut larut. Lain halnya dengan mahasiswa yang kurang optimis dalam menyusun skripsi, ketika menghadapi kesulitan atau kendala, terdapat mahasiswa yang bereaksi menghindar, mengabaikan, dan lain- lain sehingga kesulitan atau kendala tersebut tidak dapat terselesaikan (Dwi, 2011).
(56)
47
Selanjutnya Aulia ( 2015) melakukan penelitian tentang hubungan
hardinessdengan coping strategi pada siswa yang bekerja part timedi SMK
Al- Falah kota Bandung. Hasil menunjukkan ada hubunganhardinessdengan
coping strategi pada siswa yang bekerja part time di SMK Al Falah kota
Bandung.
Penelitian Jahangir, dkk (2013) tentang pelatihan psikologi hardiness
pada mental kesehatan siswa. Hasil menunjukkan bahwa hardiness mampu
mempengaruhi kesehatan mental siswa.Amalia (2013) melakukan penelitian
hardiness mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi ditinjau dari tingkat
optimism. Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi rxy= 0,691 dengan p= 0, 000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan positif antara tingkat optimism dan hardiness mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Semakin tinggi tingkat optimism maka semakin tinggi hardiness dan sebaliknya.
Sumbangan efektif optimism terhadap hardiness mahasiswa yang sedang
menyelesaikan penelitian sebesar 47,8% dan selebihnya berasal dari factor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Selanjutnya Aulia (2015) melakukan penelitian tentang hubungan
hardinessdengan coping strategi pada siswa yang bekerja part timedi SMK
Al- Falah kota Bandung. Hasil menunjukkan ada hubunganhardinessdengan
coping strategi pada siswa yang bekerja part time di SMK Al-Falah kota
Bandung.
Melina (2011) melakukan penelitian tentang peran stressor harian, optimisme dan regulasi diri terhadap kualitas hidup individu dengan diabetes
(57)
48
melitus tipe 2. Penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara stressor, optimisme, regulasi diri dengan kualitas hidup individu dengan diabetes melitus tipe 2.
Dari hasil penelitian Harlina dan Ika (2011) didapatkan hasil bahwa ada hubungan positif antara hardiness dengan optimisme pada Calon Tenaga
Kerja Indonesia (CTKI) di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) Disnaketrans Provinsi Jateng. Samakin tinggi hardiness maka akan semakin
tinggi optimisme dan semakin rendah hardiness maka akan semakin rendah
optimism CTKI wanita di BLKLN Disnakertrans Provinsi jawa tengah.
Hardinessmemberikan sumbangan efektif sebesar 44,1% terhadap optimisme
para CTKI wanita di BLKLN Disnakertrans Provinsi Jateng.
D. Kerangka Teoritis
Menurut Schult dan Schult (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang membuat
individu lebih mampu dalam melawan stress. Individu yang memiliki
hardiness yang rendah dalam kondisi memiliki ketidakyakinan akan
kemampuan dalam mengendalikan situasi. Individu dengan hardiness yang
rendah memandang kemampuannya rendah dan tidak berdaya serta diatur oleh nasib. Penilaian tersebut menyebabkan kurangnya pengharapan, membatasi usaha dan mudah menyerah ketika mengalami kesulitan sehingga mengakibatkan kegagalan.
(1)
82
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara hardiness dengan optimisme pada mahasiswa yang menyelesaikan skripsi. Artinya semakin tinggi hardinessmaka akan semakin tinggi optimisme pada mahasiswa yang menyelesaikan skripsi. Sedangkan semakin rendahhardiness maka optimismenya juga rendah.
B. Saran
Dari hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan, maka saran- saran yang diajukan antara lain:
1. Bagi subjek penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa hardiness mampu meningkatkan optimisme. Untuk itu, bagi mahasiswa yang menyelesaikan skripsi diharapkan mampu meningkatkan hardiness pada dirinya baik di lingkungan universitas maupun di rumah saat menyelesaikan skripsi. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah terus berusaha memperbaiki kesalahan dalam skripsi dan membuang rasa malas.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Agar penelitian menjadi lebih baik, maka peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperhatikan faktor- faktor lain yang mempengaruhi
(2)
83
optimisme selain faktor hardiness. Faktor- faktor tersebut diantaranya faktor keluarga, dukungan sosial, dan lingkungan.
(3)
84
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi & Urbina. (1997).Tes psikologi.Jakarta: Prenhalindo.
Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Azwar, Syaifudin. (1996).Tes Prestasi.Yogyakarta: Putaka Pelajar Azwar, Syaifudin. (1998).Metode Penelitian.Yogyakarta: Putaka Pelajar
Azwar, Syaifudin. (2007). Sikap Manusia. Teori dan Pengukurannya. Edisi ke 2 Yogyakarta: Putaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (2010). Penyusnan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (2013). Penyusnan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bissonnette, M. (1998). Optimism, Hardiness, and Resiliency:A Review of the Literature. Prepared for the Child and Family Partnership Project.
B Sandjaja dan Albertus Heriyanto. (2011).Panduan Penelitian, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher, Edisi revisi,
Bandura, Albert. (1997). Self Efficacy: The exercise of control. New York: Freeman.
Carver, C. S., & Scheier, M. F. (2001). Optimism, Pessimism, and Self-Regulation. In E. C. Chang, Optimism & pessimism: Implications for theory, research, and practice (pp. 31-51). Washington, DC: American Psychological Association.
Carver, C. S., & Scheier, M. F. (2002). Optimism. In C. R. Snyder & S.J. Lopez (Eds), Handbook of Positif Psychology (231- 243). New York: Oxford University Press.
Carver, C. S., & Scheier, M. F. (1993). On the Power of Positive Thinking: The Benefits of Being Optimistic. American Psychology Society.
Carver, C. S., Pozo, C., Harris, S. D., Noriega, V., Scheier, M. F., Robinson, D. S., Ketchan, A. S., Moffat, F. L., & Clark, K. C. (1993). How Coping mediates the effect optimism on distress: A stdy of women with early stage breast cancer.Journal of Personality and Social Psychology, 65,375-390.
(4)
85
Carver,C.S dan Scheier,M.F. (1998). On the Self-Regulation of Behavior. Cambridge,UK: Cambridge University Press.
Chang, E. C. (2002). Optimism & Pessimism:Implications For Theory, Research, and Practice.Washington, DC: American Psychologycal Association.
Djuharie, O. Setiawan. (2001). Pedoman Penulisan Skripsi Tesis Disertasi. Bandung : Yrama Widya.
Daraei, M., Ghaderi, AR. (2012). Impact of Education on Optimism/Pessimism. Journal of Indian Academy of Apllied Psychology.Vol. 38, No. 2 339-343. Hardjana. (1994). Stress tana Distres : Seni mengolah Stress. Yogyakarta.
Penerbit Kanisius.
Hadi, Sutrisno. (2000). Metodologi penelitian, Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.Irwanto. (2002).Psikologi Umum.Jakarta: Prehallindo.
Kobasa S.C. (1979). Stressful life events, personality, and health- Inquiry into hardiness.Journal of Personality and Social Psychology37 (01): 1-11. Kreitner, R. & Kinicki, A. (2005). Perilaku organisasi. Buku 2. Edisi 5. Alih
Bahasa: Erly Suandy. Jakarta: Salemba Empat.
Kerlinger, F. N. (1990). Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kusumadewi, Melina Dian. (2011).Peran Stresor Harian, Optimisme dan Reglasi Diri terhadap Kualitas Hidup Individu dengan Diabetes Melits Tipe 2. Jrnal Psikologi Islam. Vol. 8 No. 1.
Kalantar, Jahangir. (2013). Effect of psychological Hardiness Training on Mental Health of Students. International Journal Of Academic Research in Business and Social Science. Vol. 3, No. 3.
Maddi, S., R., & Khosaba. D., M. (2005). Risilience at Work. New York : American Managemen Association.
Maddi, S. R. (2013). Hardiness: Turning Stressful Circumstances into Resilient Growth. New York: Springer Dordrecht Heidelberg.
Murdoko, E. (2001). Road to Independent Worker. Jakarta: Elex Media Komputindo.
(5)
86
Nurtjahjanti, Herlina & Ratnaningsih, Ika Zenita. (2011).Hubungan Kepribadian Hardiness Dengan Optimisme Pada Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) Wanita di BLKLN Disnaketrans Jawa Tengah. Semarang: Jrnal psikologi Undip, Vol. 10 No. 2.
Rachman, Amilia Mayang Putri. (2013). Hardiness Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Skripsi Ditinjau dari Tingkat Optimisme. Jurnal Fakultas Psikologi Vol 2 No. 4.
Santrock. J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.(edisi kelima) Jakarta: Erlangga
Seligman, M. (1998).Learned Optimism.New York: Pocket books.
Seligman, M. E. P. & Steen, T. (2005). Making People Happier: a randomized controlled study of exercise that built positive emotion, engagement, and meaning.AMm. Psychol. (Submitted).
Seligman, Martin E.P. (2006).Learned Optimism: How To Change Yor Mind And Your Life. New York: Pocket Books.
Scheier, M. F., Carver, C. S. & Bridges, M. W. (1994). Distinguishing optimism from neuroticism (and trait anxiety, self-mastery, and self-esteem): A reevalution of the life orientation test. Journal of Personality an Social Psychology, 67,(6) 1063-1078.
Scheier, M. F., carver, C. S. & Bridges, M. W. (2000). Optimism, Pessimism, and Psychological Well-Being. In E.C Chang (Eds.), Optimism and Pessimism. Washington, DC: American Psychological Association.
Scheier, M. F., Weintraub, J. K & Carver, C. S. (1986). Coping with stress: Divergent strategies of optimism and pessimists. Journal of Personality and Social Psychology,51, (6) 1257-1264.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Scheier, M.F., Carver, C.S. (2002). Optimism. In C. R. S. Snyder & S. J. Lopez: Handbook of Positive Psychology.New York: Oxford University Press. Schultz, D. dan Schltz, S. E. (2002).Psychology and Work Today. Eight Editions.
New Jersey: Prentice Hall.
Schultz, D. dan Schltz, S. E. (2006). Psychology & Work Today Ninth Edition. New Jersey: Pearson Education. Inc.
(6)
87
Shapiro, E.L. (2003). Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Seligman, M.E.P. (2006).Learned optimism: How To Change Yor Mind and Your Life.Vintage Books. New York.
Seligman, M.E.P. (2008).Menginstal optimisme. Bandung : Momentum Shelley, E.T. (2009).Psikologi Sosial.Jakarta: Kencana predana Media.
Suryana, Lelywati Idham. (2011). Psikologi Umm II (sensasi dan persepsi). Bandung: Universitas Islam Bandung Fakultas Psikologi.
Sari, Aulia Puspita. (2015). Hubungan Hardiness Dengan Coping Strategi Pada Siswa Yang Bekerja Part Time di SMK Al Falah Kota Bandung.Jurnal Sosial dan Humaniora.
Widya, Dwi.Ningrum. (2011). Hubungan Antara Optimisme dan Coping Stress pada Mahasiswa UEU yang sedang Menyusun Skripsi.Jurnal Psikologi, Vol. 9 No. 1.