Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Interpersonal Anak Remaja Pasca Perceraian Orang Tua T1 362007701 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Komunikasi

Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin ‘communicare’, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya memberi batasan komunikasi merupakan suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau informasi dari orang lain. Sementara itu Effendy (1993) menyebutkan bahwa istilah komunikasi berasal dari perkataan latin ‘communicatio’ yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Istilah communication tersebut berdasar pada kata ‘communis’ yang berarti sama. Yang dimaksud sama disini adalah sama makna. Jadi harus terdapat kesamaan makna diantara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi.

Menurut Supratiknya (1995) komunikasi diartikan secara luas dan sempit. Komunikasi secara luas adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh pihak lain. Komunikasi secara sempit diartikan sebagai pesan yang dikirim oleh seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima. Theodorson (dalam Ana 2004) menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian atau pengalihan informasi dari satu orang atau sekelompok orang dengan menggunakan simbol-simbol tertentu kepada satu orang atau satu kelompok lain. Proses pengalihan informasi tersebut mengandung pengaruh tertentu. Menurut Suhartin (1982), komunikasi adalah penyampaian pengertian dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang dan penyampaiannya tersebut merupakan suatu proses. Sementara itu Lunandi (2000), komunikasi adalah usaha manusia dalam pergaulannya untuk menyampaikan kepada orang lain, isi hati, pikiran serta kebutuhan orang lain yang bersangkutan dengan diri kita.


(2)

Dalam situasi tertentu, komunikasi menggunakan media tertentu untuk mencapai sasaran yang jauh tempatnya dan atau banyak jumlahnya. Dalam situasi tertentu pula komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap, pendapat, tingkah laku seseorang atau sejumlah orang, sehingga ada efek tertentu yang diharapkan. Proses penyampaian lambang berlangsung dengan menggunakan bahasa sebagai lambang yang mewakili sesuatu, baik yang berwujud maupun yang tidak. Kadang-kadang digunakan lambang lain, diantaranya gerak isyarat anggota tubuh seperti mata, bibir, tangan, gambar, warna (Fisher dalam Umami, 2002).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah usaha untuk menyampaikan pesan atau informasi, baik secara verbal atau non verbal kepada satu atau lebih penerima dengan tujuan untuk mempengaruhi penerima pesan.

2.2. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, interpersonal adalah hubungan antar pribadi. Komunikasi interpersonal disebut juga komunikasi antarpribadi, yang berarti komunikasi yang berlangsung antara dua orang. Komunikasi ini dianggap sebagai yang paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap jika dibandingkan dengan bentuk komunikasi yang lain, alasannya karena komunikasi ini berlangsung secara tatap muka, atau interaksi secara langsung sehingga jika akan merujuk pada konsep feedback, maka feedback akan langsung terjadi (Deddy, 2007).

Menurut Effendy (1990), komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung pada umumnya antara dua orang secara dialogis. Sarwono (1999), komunikasi interpersonal merupakan hal yang membentuk hubungan antar pribadi, dimana ada pihak yang menyampaikan pesan atau transmitter dan ada yang menerima pesan atau receiver. Sedangkan menurut Rogers


(3)

dalam interaksi tatap muka antar beberapa pribadi dan senada dengan pendapat itu, Pace mengatakan bahwa komunikasi antar pribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih (Liliwery, 1999).

Purwanto (1998) menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang melibatkan dua orang atau lebih dalam dialog yang terbuka, jujur dan hangat, keduanya menganggap sebagai teman bicara yang setara, saling menghargai sebagai pribadi sehingga tidak akan terjadi yang satu mendikte yang lain.

Jenis komunikasi ini dianggap paling efektif untuk mengubah sikap pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis. Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikator untuk bertanya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan yang melibatkan dua orang atau lebih terhadap dialog yang terbuka, jujur dan hangat.

2.2.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal Rakhmat (1992), menyebutkan tiga hal yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, yaitu :

a. Percaya

Adanya rasa percaya membuat seseorang akan terbuka dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan kepada orang lain sehingga meningkatkan komunikasi interpersonal.


(4)

b. Sikap suportif

Ciri sikap suportif adalah deskriptif, yaitu menyampaikan perasaan dan persepsi tanpa menilai, mengkomunikasikan keinginan bentuk bekerja sama dalam mencari pemecahan masalah, bersikap jujur dan spontan, memiliki empati, menghormati perbedaan pandangan dan keyakinan yang ada, dan bersedia mengakui kesalahan.

c. Sikap terbuka

Sikap terbuka berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.

2.2.2. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal

Laswell (1987) mengemukakan bahwa ada beberapa aspek komunikasi interpersonal, yaitu :

a. Keterbukaan. Ini merupakan aspek penting dalam kualitas komunikasi, yaitu tingkat keterbukaan antara dua pasangan. Keterbukaan membuka kesempatan bagi individu untuk berusaha memahami orang lain.

b. Kejujuran. Yang perlu diperhatikan adalah agar komunikasi yang baik tetap terpelihara, kita tidak harus mengetahui apa yang dirasakan dan dipikirkan orang lain, tapi yang lebih penting lagi adalah informasi yang kita sampaikan bisa dipercaya orang lain.

c. Percaya. Untuk memudahkan kepercayaan dalam berkomunikasi, pendengar harus merespon pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan tulus hati, bukan mementingkan diri sendiri tetapi berusaha menciptakan kepentingan bersama antara dua belah pihak.

d. Empati. Adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaan emosi yang sama seperti yang dirasakan oleh orang lain meskipun ketika tidak benar-benar berbagi perasaan yang sama itu.

e. Kemampuan mendengarkan. Mendengarkan juga memerlukan suatu kemampuan untuk dapat memberi umpan balik pada apa yang telah


(5)

Devito (1997) menyatakan bahwa agar komunikasi berlangsung dengan efektif, maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh para pelaku komunikasi tersebut, yaitu :

a. Keterbukaan, yaitu adanya keinginan dan kemauan untuk menyampaikan informasi yang dimiliki kepada orang lain.

b. Empati, yaitu adanya pemahaman yang sama mengenai perasaan masing-masing pihak.

c. Dukungan, dukungan yang tidak diucapkan dengan kata-kata bukan berarti dukungan yang bernilai negatif, tetapi jauh dari itu dapat mengandung nilai-nilai positif.

d. Kepositifan, diwujudkan dengan bersikap positif dan menghargai orang lain.

e. Kesamaan, berarti menerima dan menyetujui orang lain atau memberi orang lain penerimaan yang positif tanpa harus dikondisikan.

2.3. Definisi Anak Usia Remaja

Istilah remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin yaitu

adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Remaja atau adolescence

memiliki arti yang sangat luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1999).

Piaget (dalam Gunarso, 1989) mengatakan bahwa masa remaja adalah suatu fase hidup dengan perubahan-perubahan yang tercakup dalam perkembangan aspek-aspek kognitifnya. Masa remaja adalah usia pada saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, individu mempunyai hak-hak dengan orang dewasa dan individu mengalami perubahan intelektual yang menonjol.


(6)

Conger (1994) membagi masa remaja menjadi tiga periode, yaitu : a.Remaja Awal

Usia 13-15 tahun untuk perempuan. Usia 15-17 tahun untuk laki-laki. b.Remaja Tengah atau Madya

Usia 15-18 tahun untuk perempuan. Usia 17-19 tahun untuk laki-laki. c.Remaja Akhir

Usia 18-21 tahun untuk perempuan. Usia 19-21 tahun untuk laki-laki.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah salah satu fase atau perkembangan, dimana individu mengalami masa transisi dari tahap anak-anak yang mencakup perkembangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Remaja yang digunakan sebagai subjek penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 18-21 tahun.

2.4. Definisi Pasca Perceraian Orang Tua 2.4.1. Pengertian Pasca Perceraian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasca berarti sesudah atau setelah. Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu


(7)

Perceraian sering menimbulkan tekanan batin bagi tiap pasangan tersebut. Anak-anak yang terlahir dari pernikahan mereka juga bisa merasakan sedih bila orangtua mereka bercerai. Namun, banyak sumber daya yang bisa membantu orang yang bercerai, seperti keluarga besar, teman-teman, terapi, konsultan, buku, dan DVD.

Faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut : 1) Ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Alasan tersebut adalah alasan

yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami-istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.

2) Krisis moral dan akhlak. Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan oleh suami ataupun istri, misalnya mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.

3) Perzinahan. Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan oleh suami maupun istri.

4) Pernikahan tanpa cinta. Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.


(8)

5) Adanya masalah-masalah dalam perkawinan. Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang.

Jadi pasca perceraian adalah sesudah berakhirnya suatu pernikahan antara suami istri karena suatu masalah.

2.4.2. Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun, umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu ibu dan bapak. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah memperkenalkan anaknya ke dalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak. Maka pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah dari orang tuanya. Karena orang tua adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalnya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan


(9)

pemikirannya di kemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu.

Orang tua (ibu dan bapak) memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anak. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh kasih saying. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak yang menjadi teman dan yang pertama untuk dipercayainya.

Jadi orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Dapat disimpulkan pasca perceraian orang tua adalah sesudah berakhirnya suatu pernikahan antara ayah dan ibu dalam keluarga.

2.5. Kerangka Pikir Penelitian

Keluarga Yang Memiliki Anak Remaja ↓

Masalah Keluarga ↓

Perceraian ↓


(1)

b. Sikap suportif

Ciri sikap suportif adalah deskriptif, yaitu menyampaikan perasaan dan persepsi tanpa menilai, mengkomunikasikan keinginan bentuk bekerja sama dalam mencari pemecahan masalah, bersikap jujur dan spontan, memiliki empati, menghormati perbedaan pandangan dan keyakinan yang ada, dan bersedia mengakui kesalahan.

c. Sikap terbuka

Sikap terbuka berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.

2.2.2. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal

Laswell (1987) mengemukakan bahwa ada beberapa aspek komunikasi interpersonal, yaitu :

a. Keterbukaan. Ini merupakan aspek penting dalam kualitas komunikasi, yaitu tingkat keterbukaan antara dua pasangan. Keterbukaan membuka kesempatan bagi individu untuk berusaha memahami orang lain.

b. Kejujuran. Yang perlu diperhatikan adalah agar komunikasi yang baik tetap terpelihara, kita tidak harus mengetahui apa yang dirasakan dan dipikirkan orang lain, tapi yang lebih penting lagi adalah informasi yang kita sampaikan bisa dipercaya orang lain.

c. Percaya. Untuk memudahkan kepercayaan dalam berkomunikasi, pendengar harus merespon pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan tulus hati, bukan mementingkan diri sendiri tetapi berusaha menciptakan kepentingan bersama antara dua belah pihak.

d. Empati. Adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaan emosi yang sama seperti yang dirasakan oleh orang lain meskipun ketika tidak benar-benar berbagi perasaan yang sama itu.

e. Kemampuan mendengarkan. Mendengarkan juga memerlukan suatu kemampuan untuk dapat memberi umpan balik pada apa yang telah


(2)

Devito (1997) menyatakan bahwa agar komunikasi berlangsung dengan efektif, maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh para pelaku komunikasi tersebut, yaitu :

a. Keterbukaan, yaitu adanya keinginan dan kemauan untuk menyampaikan informasi yang dimiliki kepada orang lain.

b. Empati, yaitu adanya pemahaman yang sama mengenai perasaan masing-masing pihak.

c. Dukungan, dukungan yang tidak diucapkan dengan kata-kata bukan berarti dukungan yang bernilai negatif, tetapi jauh dari itu dapat mengandung nilai-nilai positif.

d. Kepositifan, diwujudkan dengan bersikap positif dan menghargai orang lain.

e. Kesamaan, berarti menerima dan menyetujui orang lain atau memberi orang lain penerimaan yang positif tanpa harus dikondisikan.

2.3. Definisi Anak Usia Remaja

Istilah remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Remaja atau adolescence memiliki arti yang sangat luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1999).

Piaget (dalam Gunarso, 1989) mengatakan bahwa masa remaja adalah suatu fase hidup dengan perubahan-perubahan yang tercakup dalam perkembangan aspek-aspek kognitifnya. Masa remaja adalah usia pada saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, individu mempunyai hak-hak dengan orang dewasa dan individu mengalami perubahan intelektual yang menonjol.


(3)

Conger (1994) membagi masa remaja menjadi tiga periode, yaitu :

a.Remaja Awal

Usia 13-15 tahun untuk perempuan.

Usia 15-17 tahun untuk laki-laki.

b.Remaja Tengah atau Madya

Usia 15-18 tahun untuk perempuan.

Usia 17-19 tahun untuk laki-laki.

c.Remaja Akhir

Usia 18-21 tahun untuk perempuan.

Usia 19-21 tahun untuk laki-laki.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah salah satu fase atau perkembangan, dimana individu mengalami masa transisi dari tahap anak-anak yang mencakup perkembangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Remaja yang digunakan sebagai subjek penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 18-21 tahun.

2.4. Definisi Pasca Perceraian Orang Tua 2.4.1. Pengertian Pasca Perceraian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasca berarti sesudah atau setelah. Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu


(4)

Perceraian sering menimbulkan tekanan batin bagi tiap pasangan tersebut. Anak-anak yang terlahir dari pernikahan mereka juga bisa merasakan sedih bila orangtua mereka bercerai. Namun, banyak sumber daya yang bisa membantu orang yang bercerai, seperti keluarga besar, teman-teman, terapi, konsultan, buku, dan DVD.

Faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut :

1) Ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Alasan tersebut adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami-istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.

2) Krisis moral dan akhlak. Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan oleh suami ataupun istri, misalnya mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.

3) Perzinahan. Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan oleh suami maupun istri.

4) Pernikahan tanpa cinta. Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.


(5)

5) Adanya masalah-masalah dalam perkawinan. Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang.

Jadi pasca perceraian adalah sesudah berakhirnya suatu pernikahan antara suami istri karena suatu masalah.

2.4.2. Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun, umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu ibu dan bapak. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah memperkenalkan anaknya ke dalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak. Maka pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah dari orang tuanya. Karena orang tua adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalnya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan


(6)

pemikirannya di kemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu.

Orang tua (ibu dan bapak) memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anak. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh kasih saying. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak yang menjadi teman dan yang pertama untuk dipercayainya.

Jadi orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Dapat disimpulkan pasca perceraian orang tua adalah sesudah berakhirnya suatu pernikahan antara ayah dan ibu dalam keluarga.

2.5. Kerangka Pikir Penelitian

Keluarga Yang Memiliki Anak Remaja ↓

Masalah Keluarga ↓

Perceraian ↓


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Remaja yang Orang Tuanya Perceraian Terhadap Penikahan T1 132008015 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Remaja yang Orang Tuanya Perceraian Terhadap Penikahan T1 132008015 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Remaja yang Orang Tuanya Perceraian Terhadap Penikahan T1 132008015 BAB IV

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Remaja yang Orang Tuanya Perceraian Terhadap Penikahan T1 132008015 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Interpersonal Anak Remaja Pasca Perceraian Orang Tua

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Interpersonal Anak Remaja Pasca Perceraian Orang Tua T1 362007701 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Interpersonal Anak Remaja Pasca Perceraian Orang Tua T1 362007701 BAB IV

0 1 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Interpersonal Anak Remaja Pasca Perceraian Orang Tua T1 362007701 BAB V

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Interpersonal Anak Remaja Pasca Perceraian Orang Tua T1 362007701 BAB VI

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Interpersonal Anak Remaja Pasca Perceraian Orang Tua

0 0 12