SIAPAPUN PRESIDENNYA, TAK BISA BANGUN DE... 39KB Jun 13 2011 06:28:16 AM
SIAPAPUN PRESIDENNYA, TAK BISA BANGUN DEMOKRASI EKONOMI
Fenomena tumbuhnya kehidupan demokrasi di Indonesia ditandai dengan pelaksanaan pemilu
1999 dan pemilihan Presiden secara langsung 2004. Apakah pasca Pemilihan Presiden
mendatang kemandirian bangsa dalam berekonomi, berhukum dan berpolitik benar-benar bisa
diwujutkan? Untuk menjawabnya berikut kita ikuti wawancara Ton Martono dari SM dengan
Kwik Kian Gie, mantan Staf Atase Kebudayaan KBRI di Den Haag, Ketua Yayasan Witteveen
Dekker Indonessia Scholarship, Anggota Badan Pekerja MPR RI, Ketua Balitbang DPP PDIP
mantan Menko Ekuin RI, masa Pemerintahan Gus Dur, mantan Wakil Ketua MPR RI, sekarang
menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / kepala Bappenas.
Pemilu l999 menjadi pertanda hidupnya kembali demokrasi di Indonesia, apa bedanya dengan
Pemilu 2004 sekarang ini?
Sangat menggembirakan, karena pemilu 2004 suasananya jauh lebih tenang, sehingga ketika
pemilu itu dimulai ternyata masyarakat berpartisipasi aktif tanpa ada yang golput. Kalau hal itu
dibandingkan dengan pelaksanaan pemilu di negara-negara yang sangat majupun Indonessia
termasuk berhasil, karena pelaksanaan di negara-negara besar hanya sekitar 30-40 persen yang
memilih, sementara di Indonesia justru mencapai sekitar 80 persen. Jadi hal itu merupakan
sesuatu yang luarbiasa, padahal tidak ada yang menekan supaya mereka menggunakan hak
pilihnya dan itu dilakukan secara sekarela. Lalu kemudian sangat menggembirakan adalan
tenang dan tertib tidak ada bentrokan dan permusuhan antara Parpol yang satu dengan yang lain.
Bahkan disetiap TPS setelah masyarakat melakukan pencoblosan banyak yang tinggal disana
ikut menyaksikan penghitungan suara, bahkan ketika yang disebut namanya merupakan idolanya
mereka melakukan tepuk tangan serentak dan bergembira. Jadi saya kira ini merupakan satu
suasana yang sangat menggembirakan.
Bagaimana menurut anda hubungan yang ideal antara pemilu legislatif dengan eksekutif, apakah
ada dilema kesenjangan antara hasil pemilu legislatif dengan pemilu eksekutif?
Kedua-duanya sangat baik. Dan itu mencerminkan perkembangan demokrasi yang kadarnya
cukup besar walaupun beayanya juga sangat besar. Menurut saya sebenarnya tidak usah dipisah
antara pemilu legislatif dengan eksekutif. Pemilu itu dijadikan satu sosialisasinya jadi satu dan
memilihnya cukup sekali saja, sehingga tidak menghambur-hamburkan uang negara. Walaupun
dalam pemilu 2004 ini dipisah antara legislatif dengan eksekutif supaya perkembangan
demokrasinya lebih besar, tetapi dalam pelaksanaannya ternyata belum kesana. Karena itu setiap
presiden terpilih walaupun dipilih secara langsung oleh rakyat yang tidak ada hubungannya
dengan partai politik, tetapi kalau Presiden itu mau bekerja dengan baik dan benar, dia harus
tetap memperhitungkan kekuatan legislatif yang ada di DPR. Sebab kalau tidak, dengan kondisi
multi partai yang ada sekarang ini mau tidak mau dia harus melakukan koalisi. Koalisi itu
didasarkan atas kekuatan di dalam partai supaya tidak saling menjatuhkan. Memang tidak mudah
karena ada aturan konstitusi. Tetapi toh presiden itu bisa dijatuhkan kalau mau, tetapi kalau sulit
dijatuhkan setidaknya akan diganggu terus. Nah disini hakekat demokrasi sangat sulit
berkembang. Nah dengan memperhitungkan kekuatan politik yang ada di DPR itu cenderung
disikapi secara sinis dengan mengatakan dagang sapi lah atau apa. Tetapi dagang sapi itu
sebenarnya bagian dari demokrasi. Pedagang sapi yang tidak mau demokrasi itu merupakan
beaya besar yang harus dibayar. Sekarang yang perlu dijaga dalam menentukan koalisi itu jangan
sampai mengorbankan dua hal. Pertama adalah platform presiden itu jangan dikorbankan demi
koalisi tetapi demi kualitas, kalaupun dia menghendaki dukungan dari parpol tertentu, dan parpol
itu mengajukan beberapa menteri yang tidak kapabel, maka dia harus katakan tidak dengan
alasan-alasan yang masuk akal, atau parpol itu juga diminta untuk mengajukan sebuah calon
yang bukan dari anggota partai itu tetapi ada hubungan batin dengan parpol tersebut.
Menurut Anda sesungguhnya aspirasi yang sejati dari rakyat itu bisa diketahui melalui apa,
bisakah instrumen parpol bisa dipakai untuk mengetahui hal itu?
Bisa, dan yang menggembirakan lagi adalah pada tahun l999, sebelumnya hasil pemilu itu
memberikan kepada PDI, ketika itu belum menjadi PDI Perjuangan mendapatkan suara sekitar
12 persen sebagai parpol terkecil. Tetapi di tahun l999 PDIP memperoleh tambahan suara
mencapai 34 persen yang sekaligus menjadi PDIP menjadi partai yang terbesar. Begitu
mendominasi di DPR apalagi ketika Ibu Mega menjadi Presiden itu lalu kader-kader PDIP
menjadi lupa daratan, lalu aji mumpung dan menyalahgunakan kekuasaan dan saya teriak keras
ketika itu, ini PDIP kader-kadernya banyak yang korup. Nah sekarang kalau mau memperbaiki
masih ada waktu, tetapi kalau besok diselenggarakan pemilu pasti hancur, itu sudah berkali-kali
saya peringatkan kalau besok tidak direspon secara positif maka akan menui sebaliknya. Nah
disinilah saya lalu dicaci maki oleh kader-kader PDIP. Nah akhirnya sebelum pemilu 5 April
2004 ada seminar yang diselenggarakan oleh Kompas, dalam seminar itu saya ditanya dan saya
lalu memberikan komentar “ Rakyat Indonesia ini bodo apa pintar” ada kecenderungan bahwa
rakyat Indonesia itu bodoh, nah kalau rakyat Indonesia itu bodoh tidak bisa menjadikan PDIP
sebagai partai besar, walaupun dalam pemilu sebelumnya menjadi partai yang tertekan dan
terintimidasi. Tetapi begitu dibebaskan mereka memberikan pilihan bahwa PDIP paling baik,
tetapi pada pemilu l997 mereka masih merasa PDI yang terbaik, tetapi sekarang PDIP tidak
menjadi partai yang terbesar karena merosot banyak suaranya, karena itu saya dicaci-maki lagi.
Ternyata sebelum pemilu DPP PDIP sendiri, mengadakan penilaian bahwa akan memperoleh 42
persen suara. Dalam penilaian DPP itu saya mengatakan tidak bisa mencapai 42 persen palingpaling hanya sekitar 20 persen saja, saya dicaci maki lagi. Tapi yang ingin saya katakan bahwa
itu sebenanrnya proses perkembangan demokrasi dan terbukti bahwa rakyat tidak bodoh lagi.
Mengapa demokrasi politik di Indonesia tidak segera diikuti dengan terwujudnya demokrasi
ekonomi? Dan titik strategi mana yang bisa diberdayakan agar demokrasi ekonomi dapat segera
diwujudkan?
Kalau hal itu masalahnya lain lagi. Jadi rakyat ini memiliki pilihan partai mana yang terbaik dan
figur mana yang sesuai dengan nuraninya untuk menjadi Presiden, tetapi rakyat tidak
mempunyai kebutuhan untuk memperoleh satu informasi. Sebetulnya apa program-program yang
akan dijalankan. Nah hal ini tidak bisa dilepaskan dari elit sendiri. Karena para elit parpol itu
ternyata tidak bisa menerjemahkan apa itu yang namanya demokrasi ekonomi. Kalau kita
perhatikan sekarang para calon presiden itu program politiknya juga masih belum mengerti,
sehingga bagaimana kita bisa mengharapkan dari rakyat, wong dengan program politiknya
sendiri tidak mengerti. Nah mereka itu sangat simplistis, untuk menghilangkan pengangguran
harus dengan investasi hanya cukup disitu saja pemikiran mereka. Padahal kalau mereka
mengundang investasi bagaimana kondisi keamanannya, dan para investor selalu mengeluhkan
tentang faktor tersebut. Bagaimana mau menegakkan keamanan kalau gaji aparat keamanan aja
tidak mencukupi, dia mesti mencari tambahan dengan menyalahgunakan kekuatan dan
kekuasaan. Jadi sebenarnya demokrasi itu bisa terwujud kalau KKN itu berkurang terus menerus,
karena KKN adalah merupakan sumber dari segala sumber kehancuran negara ini. Memang
secara teknis ekonomi kalau investasi asing itu besar maka penghasilan negara juga akan besar.
Padahal investor asing yang ada di bumi Indonesia ini sifatnya hanya mengeruk kekayaan alam,
dan kekayaan alam itu dibawa dan mereka memperoleh keuntungan yang luar biasa. Ada juga
yang mengatakan bahwa kalau PDB itu meningkat dari 3 persen menjadi 7 persen maka bisa
menguntungkan, akan tetapi PDB (Produk Domistik Brutto) artinya barang dan jasa yang
diproduksi oleh seluruh bangsa, dan PDB itu tidak perlu ada hubungannya dengan pemberian
lapangan kerja karena itu bisa dilakukan oleh pabrik-pabrik yang sangat modern yang tidak
menyerap lapangan kerja. Jadi lagi-lagi elitnya semdiri yang tidak terlampau mengetahui. Nah
mengenai keadilan, sebenarnya ketidakadilan yang paling besar adalah ada pada petani.
Petaninyapun bisa kita ciutkan menjadi petani beras dan itu merupakan ketidakadilan yang luar
biasa, karena petani beras itu yang memberikan beras kepada seluruh rakyat bangsa ini, dan para
petani beras itulah ternyata yang termiskin. Mengapa bisa jadi demikian karena bagian terbesar
80 persen adalah para buruh tani yang menggarap lahannya para tuan tanah negeri. Nah nereka
ini menggarap lahan dan hanya memperoleh upah padinya hanya 2/5 yang 3/5 dikuasaI oleh tuan
tanah. Nah disinilah letaknya ketidakadilan yang luarbiasa itu. Nah sepanjang para petani itu
memiliki lahan sendiri hanya seluas 0,3 s.d 0,5 hektar sekarang dalam kondisi seperti ini mereka
tidak bisa berbuat lain selain menanam padi karena modalnya tetap dikuasai oleh tuan tanah. Nah
para elit tidak memahami ketidakadilan ini. Lalu solusinya bagaimana? Saya harapkan Presiden
terpilih dalam putaran kedua nanti harus membuat landreform, lahan mana yang penggunaannya
tidak boleh dialihkan untuk membangun shopping, mall dan sebagainya. Tetapi lahan pertanian
itu harus tetap dipertahankan, sementara lahan milik tuan tanah yang tidak tergarap itu harus
diambil atau dijual kepada pemerintah sehingga pemerintah bisa membagi kepada para
penggarap. Seandainya pemerintah bersama DPR sepakat maka tanah atau lahan yang tidak
tergarap itu harus dibeli paksa tentunya dengan harga yang standar. Setelah lahan itu dikuasai
oleh pemerintah kemudian diserahkan kepada rakyat untuk menggarap dengan cara lebih adil.
Nah sayangnya calon Presiden kita ini belum menyentuh sampai sejauh itu.
Lalu apakah dengan pemilihan Presiden sekarang ini bisa diharapkan demokrasi ekonomi di
Indonesia dapat terwujud?
Ssiapapun Presiden yang terpilih nanti belum mampu untuk mewujudkan demokrassi ekonomi.
Paling tidak hanya akan ada upaya sedikit-sedikit, tetapi tidak optimal. Karena dalam kampanye
yang dilakukan para calon Prersiden itu tidak mencerminkan pemahaman mereka tentang
problematika bangsa. Faktor yang lain adalah faktor ketergantungan pada kekuatan-kekuatan
asing yang udah berlangsung lama dan hal terus dibiarkan saja dan sekarang sudah merasuk pada
pikiran elit bangsa ini. Disini bukan hanya elit politiknya saja tetapi elit teknokratnya yang
merupakan inti permanen dari setiap kementrian. Pikiran itu telah mempengaruhi mereka secara
keseluruhan. Sayangnya para elit itu tidak merasakan bahwa bangsa kita itu hidupnya tergantung
dari bangsa asing. Mereka terlalu naif bahwa dikira kekuatan asing di bumi pertiwi baik-baik
saja. Mereka tidak tahu bahwa bangsa asing di sini memiliki agenda-agenda yang sangat
merugikan kita yakni melakukan penghisapan dan perampokan. Sekarang ini yang membikin
porak poranda keuangan bangsa kita adalah jumlah hutang luar negeri yang sangat besar.
Banyak pembayaran yang sudah jatuh tempo dan tidak boleh ditunda. Sementara utang dalam
negeri yang dipaksakan oleh IMF untuk membayar hutang bank yang rusak itu hingga 530
trilyun rupiah. Dan yang ironis ternyata lembaga-lembaga internasional dengan elit bangsa kita
itu justru menutup-nutupi dengan berbagai indikator, misalnya bahwa utang itu tidak menjadi
masalah, karena utang dalam negeri dan luar negeri kalau dinyatakan dalam persen itu merosot
terus. Kemudian akhirnya itu menjadi sebuah ukuran yang menjadi pegangan umum, dan ukuran
itu tidak ada relevansinya dengan ukuran untuk membayar, walaupun merupakan bagian kecil
dari PDB tetapi pemerintah tidak akan mampu membayar. Tidak cuma itu sekarang ini sumber
daya alam kita yang melimpah itu ada dimana ternyata sudah ditangan bangsa asing semua. Kita
ini sudah menjadi importir minyak, hutan-hutan kita sudah gundul, dalam kondisi yang demikian
masih ada illegal logging, ikan ikan kita di laut sudah banyak dicuri, pasir-pasir kita sudah dicuri,
kan habis kekayaan alam kita lama-lama. Di samping itu yang juga sangat memprihatinkan
adalah hutang-hutang kita tiap tahun terus menumpuk dari negara-negara CGI, dari Bank Dunia,
dan lain-lain sudah menumpuk sekitar 70 milyar US dollar. Nah hutang kita ternyata lebih besar
dari infrstrukturnya, kan gawat Indonesia ini. Bahkan Departemen Keuangan RI sendiri yang
mengumumkan bahwa aset negeri lebih kecil dibanding dengan jumlah hutang kita.
Karena kekuatan asing di negeri ini lebih kuat, maka mereka sangat mudah mendikte bangsa
kita untuk melakukan apa saja. Bahkan bangsa asing itu sekarang sudah berani melakukan
intimidasi, melakukan penindasan, melakukan perbudakan dan lain sebagainya. Jadi intinya
bangsa asing di Indoneia itu telah melakukan penghisapan luar biasa tanpa menjajah. Hal ini
tidak pernah disadari oleh para elit kita bahkan kepada calon Presiden sendiri juga belum
memahami dahsyatnya penghisapan secara besar-besaran.
Kalaupun presiden terpilih yang akan datang apakah memiliki keberanian untuk menghentikan
penghisapan itu, karena memiliki sebuah resiko besar, karena mereka akan mengunakan seluruh
kekuatannya untuk mempersulit jalannya pemerintahan, jadi menurut saya presiden yang akan
datang belum tentu bisa menghentikan penghisapan tersebut. Tetapi saya kira pers memiliki
peranan yang cukup penting untuk mempublikasikan masalah tersebut, agar rakyat mengetahui
masalah bangsa yang sebenarnya.
Melihat fenomena tadi apa solusinya sehingga kemandirian bangsa ini dalam berekonomi,
berhukum dan berpolitik bisa diwujudkan?
Solusi yang paling utama adalah memberantas KKN dari akar-akarnya. Karena KKN merupakan
faktor yang paling mendasar sehingga membuat hancurnya seluruh infrastruktur bangsa ini. Jadi
KKN itu yang mula-mula hanya mencuri sebuah benda atau harta negara, lama-lama merasuk
dalam mental kita, dan mentalnya itu digunakan lalu sudah tidak murni lagi, karena itu orang
biasa atau pejababat tinggi negara yang melakukan KKN itu sudah menjadi orang gila. Orang
gila itu selalu berfantasi dan dia percaya pada fantasinya sendiri, apa yang dia yakini itulah yang
dia lakukan sehari-hari.Semula orang yang tidak memiliki apa-apa dan tidak punya apa-apa
merasa dirinya seorang polisi lalu lintas itu fantasinya dia, dan dia percaya pada fantasi itu, lalu
jadi pengatur lalu lintas betul di tengah jalan, karena dia tidak waras maka mengatur lalu
lintasnya sambil telanjang dan tertawa-tawa. Nah pejabat yang korup itu sudah menuju kesana,
dan mencuatnya hal itu muncul berbagai macam peristilahan misalnya : anggaran kita yang
mengalami defisit selama 32 tahun disebut sebagai anggaran berimbang. Nilai rupiah yang
anjlok akibat devaluasi katanya disesuaikan, orang ditangkap katanya diamankan, orang digebuki
katanya dididik dan seteruanya, itulah namanya fantasi. Karena para elit tidak mau mengecek
nilai atau angka-angka yang sebenarnya.
Jadi solusinya menurut saya yang pertama adalah mental KKN itu harus dilenyaplan. Untuk itu
KKN nya harus diberantas, dan pemberantasannya tidak kasuistis, tetapi lingkungan
keseluruhannya harus diperbaiki secara menyeluruh. Kalau kita ambil contoh ekstrim, Jerman
waktu jaman Hitler berkuasa mengumpulkan seluruh ilmuwan untuk memikirkan cara-cara
bagaimana membunuh orang Yahudi yang jumlahnya 1 juta lebih itu dengan cara yang sangat
efisien dalam waktu hanya 10 menit. Nah lalu teknologinya dikembangkan untuk memikirkan
hal-hal seperti itu, kemudian setelah berhasil membunuhnya, lalu bagaimana memproses mayatmayatnya itu sampai menjadi barang-barang konsumsi dan mereka sudah menemukannya.
Mayatnya di proses secara otomatis, yakni rambutnya dibuat selimut, kulitnya menjadi kap
lampu dan tulang-tulangnya dibuat kancing baju. Walaupun hal ini tidak bisa difahami oleh
masyarakatnya tetapi bisa terjadi. Kemudian ketika membuat kelinci percobaan tidak dengan
binatang tetapi dengan manusia, misalnya orang hidup tiba-tiba dipatahkan tilangnya lalu
mencoba disambung lagi , dipatah lagi dan disambung lagi sampai berhasil, setelah berhasil
orang tersebut ditembak mati. Jadi kalau negara kita mau memberantas KKN ya uji cobanya
harus drastis dan dilakukan uji coba terus menerus sampai berhasil, mampukah presiden kita
melakukan hal itu kita tunggu saja.
Benarkah sinyalemen anda tentang intervensi asing dalam pemilihan presiden didukung
didukung dengan data dan benar-benar bisa mempengaruhi hasil pemilihan di Indonesia?
Ya dan betul. Bukankah hal ini merupakan satu simbol dari ketergantungan mental kita terhadap
kekuatan asing, tentu para elit kita sudah faham.
Lalu apa harapan anda terhadap pemilihan Presiden putaran kedua nanti, kaitanya dengan masa
depan demokrasi di Indonesia?
Harapan saya, agar presiden terpilih nanti bisa memahami betul-betul tentang problematika
bangsa ini, lalu segera mengambil langkah-langkah untuk memperbaikinya. Kemudian kita harus
memiliki kemandirian untuk mengolah kekayaan alam ini untuk kepentingan rakyat banyak.
Untuk semua itu Presiden terpilih harus berani melakukan pemberantasan KKN di Indonessia ini
secara tuntas hingga ke akar-akarnya, karena semua problematika bangsa ini muaranya pada
KKN. Ton.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 16 2004
Fenomena tumbuhnya kehidupan demokrasi di Indonesia ditandai dengan pelaksanaan pemilu
1999 dan pemilihan Presiden secara langsung 2004. Apakah pasca Pemilihan Presiden
mendatang kemandirian bangsa dalam berekonomi, berhukum dan berpolitik benar-benar bisa
diwujutkan? Untuk menjawabnya berikut kita ikuti wawancara Ton Martono dari SM dengan
Kwik Kian Gie, mantan Staf Atase Kebudayaan KBRI di Den Haag, Ketua Yayasan Witteveen
Dekker Indonessia Scholarship, Anggota Badan Pekerja MPR RI, Ketua Balitbang DPP PDIP
mantan Menko Ekuin RI, masa Pemerintahan Gus Dur, mantan Wakil Ketua MPR RI, sekarang
menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / kepala Bappenas.
Pemilu l999 menjadi pertanda hidupnya kembali demokrasi di Indonesia, apa bedanya dengan
Pemilu 2004 sekarang ini?
Sangat menggembirakan, karena pemilu 2004 suasananya jauh lebih tenang, sehingga ketika
pemilu itu dimulai ternyata masyarakat berpartisipasi aktif tanpa ada yang golput. Kalau hal itu
dibandingkan dengan pelaksanaan pemilu di negara-negara yang sangat majupun Indonessia
termasuk berhasil, karena pelaksanaan di negara-negara besar hanya sekitar 30-40 persen yang
memilih, sementara di Indonesia justru mencapai sekitar 80 persen. Jadi hal itu merupakan
sesuatu yang luarbiasa, padahal tidak ada yang menekan supaya mereka menggunakan hak
pilihnya dan itu dilakukan secara sekarela. Lalu kemudian sangat menggembirakan adalan
tenang dan tertib tidak ada bentrokan dan permusuhan antara Parpol yang satu dengan yang lain.
Bahkan disetiap TPS setelah masyarakat melakukan pencoblosan banyak yang tinggal disana
ikut menyaksikan penghitungan suara, bahkan ketika yang disebut namanya merupakan idolanya
mereka melakukan tepuk tangan serentak dan bergembira. Jadi saya kira ini merupakan satu
suasana yang sangat menggembirakan.
Bagaimana menurut anda hubungan yang ideal antara pemilu legislatif dengan eksekutif, apakah
ada dilema kesenjangan antara hasil pemilu legislatif dengan pemilu eksekutif?
Kedua-duanya sangat baik. Dan itu mencerminkan perkembangan demokrasi yang kadarnya
cukup besar walaupun beayanya juga sangat besar. Menurut saya sebenarnya tidak usah dipisah
antara pemilu legislatif dengan eksekutif. Pemilu itu dijadikan satu sosialisasinya jadi satu dan
memilihnya cukup sekali saja, sehingga tidak menghambur-hamburkan uang negara. Walaupun
dalam pemilu 2004 ini dipisah antara legislatif dengan eksekutif supaya perkembangan
demokrasinya lebih besar, tetapi dalam pelaksanaannya ternyata belum kesana. Karena itu setiap
presiden terpilih walaupun dipilih secara langsung oleh rakyat yang tidak ada hubungannya
dengan partai politik, tetapi kalau Presiden itu mau bekerja dengan baik dan benar, dia harus
tetap memperhitungkan kekuatan legislatif yang ada di DPR. Sebab kalau tidak, dengan kondisi
multi partai yang ada sekarang ini mau tidak mau dia harus melakukan koalisi. Koalisi itu
didasarkan atas kekuatan di dalam partai supaya tidak saling menjatuhkan. Memang tidak mudah
karena ada aturan konstitusi. Tetapi toh presiden itu bisa dijatuhkan kalau mau, tetapi kalau sulit
dijatuhkan setidaknya akan diganggu terus. Nah disini hakekat demokrasi sangat sulit
berkembang. Nah dengan memperhitungkan kekuatan politik yang ada di DPR itu cenderung
disikapi secara sinis dengan mengatakan dagang sapi lah atau apa. Tetapi dagang sapi itu
sebenarnya bagian dari demokrasi. Pedagang sapi yang tidak mau demokrasi itu merupakan
beaya besar yang harus dibayar. Sekarang yang perlu dijaga dalam menentukan koalisi itu jangan
sampai mengorbankan dua hal. Pertama adalah platform presiden itu jangan dikorbankan demi
koalisi tetapi demi kualitas, kalaupun dia menghendaki dukungan dari parpol tertentu, dan parpol
itu mengajukan beberapa menteri yang tidak kapabel, maka dia harus katakan tidak dengan
alasan-alasan yang masuk akal, atau parpol itu juga diminta untuk mengajukan sebuah calon
yang bukan dari anggota partai itu tetapi ada hubungan batin dengan parpol tersebut.
Menurut Anda sesungguhnya aspirasi yang sejati dari rakyat itu bisa diketahui melalui apa,
bisakah instrumen parpol bisa dipakai untuk mengetahui hal itu?
Bisa, dan yang menggembirakan lagi adalah pada tahun l999, sebelumnya hasil pemilu itu
memberikan kepada PDI, ketika itu belum menjadi PDI Perjuangan mendapatkan suara sekitar
12 persen sebagai parpol terkecil. Tetapi di tahun l999 PDIP memperoleh tambahan suara
mencapai 34 persen yang sekaligus menjadi PDIP menjadi partai yang terbesar. Begitu
mendominasi di DPR apalagi ketika Ibu Mega menjadi Presiden itu lalu kader-kader PDIP
menjadi lupa daratan, lalu aji mumpung dan menyalahgunakan kekuasaan dan saya teriak keras
ketika itu, ini PDIP kader-kadernya banyak yang korup. Nah sekarang kalau mau memperbaiki
masih ada waktu, tetapi kalau besok diselenggarakan pemilu pasti hancur, itu sudah berkali-kali
saya peringatkan kalau besok tidak direspon secara positif maka akan menui sebaliknya. Nah
disinilah saya lalu dicaci maki oleh kader-kader PDIP. Nah akhirnya sebelum pemilu 5 April
2004 ada seminar yang diselenggarakan oleh Kompas, dalam seminar itu saya ditanya dan saya
lalu memberikan komentar “ Rakyat Indonesia ini bodo apa pintar” ada kecenderungan bahwa
rakyat Indonesia itu bodoh, nah kalau rakyat Indonesia itu bodoh tidak bisa menjadikan PDIP
sebagai partai besar, walaupun dalam pemilu sebelumnya menjadi partai yang tertekan dan
terintimidasi. Tetapi begitu dibebaskan mereka memberikan pilihan bahwa PDIP paling baik,
tetapi pada pemilu l997 mereka masih merasa PDI yang terbaik, tetapi sekarang PDIP tidak
menjadi partai yang terbesar karena merosot banyak suaranya, karena itu saya dicaci-maki lagi.
Ternyata sebelum pemilu DPP PDIP sendiri, mengadakan penilaian bahwa akan memperoleh 42
persen suara. Dalam penilaian DPP itu saya mengatakan tidak bisa mencapai 42 persen palingpaling hanya sekitar 20 persen saja, saya dicaci maki lagi. Tapi yang ingin saya katakan bahwa
itu sebenanrnya proses perkembangan demokrasi dan terbukti bahwa rakyat tidak bodoh lagi.
Mengapa demokrasi politik di Indonesia tidak segera diikuti dengan terwujudnya demokrasi
ekonomi? Dan titik strategi mana yang bisa diberdayakan agar demokrasi ekonomi dapat segera
diwujudkan?
Kalau hal itu masalahnya lain lagi. Jadi rakyat ini memiliki pilihan partai mana yang terbaik dan
figur mana yang sesuai dengan nuraninya untuk menjadi Presiden, tetapi rakyat tidak
mempunyai kebutuhan untuk memperoleh satu informasi. Sebetulnya apa program-program yang
akan dijalankan. Nah hal ini tidak bisa dilepaskan dari elit sendiri. Karena para elit parpol itu
ternyata tidak bisa menerjemahkan apa itu yang namanya demokrasi ekonomi. Kalau kita
perhatikan sekarang para calon presiden itu program politiknya juga masih belum mengerti,
sehingga bagaimana kita bisa mengharapkan dari rakyat, wong dengan program politiknya
sendiri tidak mengerti. Nah mereka itu sangat simplistis, untuk menghilangkan pengangguran
harus dengan investasi hanya cukup disitu saja pemikiran mereka. Padahal kalau mereka
mengundang investasi bagaimana kondisi keamanannya, dan para investor selalu mengeluhkan
tentang faktor tersebut. Bagaimana mau menegakkan keamanan kalau gaji aparat keamanan aja
tidak mencukupi, dia mesti mencari tambahan dengan menyalahgunakan kekuatan dan
kekuasaan. Jadi sebenarnya demokrasi itu bisa terwujud kalau KKN itu berkurang terus menerus,
karena KKN adalah merupakan sumber dari segala sumber kehancuran negara ini. Memang
secara teknis ekonomi kalau investasi asing itu besar maka penghasilan negara juga akan besar.
Padahal investor asing yang ada di bumi Indonesia ini sifatnya hanya mengeruk kekayaan alam,
dan kekayaan alam itu dibawa dan mereka memperoleh keuntungan yang luar biasa. Ada juga
yang mengatakan bahwa kalau PDB itu meningkat dari 3 persen menjadi 7 persen maka bisa
menguntungkan, akan tetapi PDB (Produk Domistik Brutto) artinya barang dan jasa yang
diproduksi oleh seluruh bangsa, dan PDB itu tidak perlu ada hubungannya dengan pemberian
lapangan kerja karena itu bisa dilakukan oleh pabrik-pabrik yang sangat modern yang tidak
menyerap lapangan kerja. Jadi lagi-lagi elitnya semdiri yang tidak terlampau mengetahui. Nah
mengenai keadilan, sebenarnya ketidakadilan yang paling besar adalah ada pada petani.
Petaninyapun bisa kita ciutkan menjadi petani beras dan itu merupakan ketidakadilan yang luar
biasa, karena petani beras itu yang memberikan beras kepada seluruh rakyat bangsa ini, dan para
petani beras itulah ternyata yang termiskin. Mengapa bisa jadi demikian karena bagian terbesar
80 persen adalah para buruh tani yang menggarap lahannya para tuan tanah negeri. Nah nereka
ini menggarap lahan dan hanya memperoleh upah padinya hanya 2/5 yang 3/5 dikuasaI oleh tuan
tanah. Nah disinilah letaknya ketidakadilan yang luarbiasa itu. Nah sepanjang para petani itu
memiliki lahan sendiri hanya seluas 0,3 s.d 0,5 hektar sekarang dalam kondisi seperti ini mereka
tidak bisa berbuat lain selain menanam padi karena modalnya tetap dikuasai oleh tuan tanah. Nah
para elit tidak memahami ketidakadilan ini. Lalu solusinya bagaimana? Saya harapkan Presiden
terpilih dalam putaran kedua nanti harus membuat landreform, lahan mana yang penggunaannya
tidak boleh dialihkan untuk membangun shopping, mall dan sebagainya. Tetapi lahan pertanian
itu harus tetap dipertahankan, sementara lahan milik tuan tanah yang tidak tergarap itu harus
diambil atau dijual kepada pemerintah sehingga pemerintah bisa membagi kepada para
penggarap. Seandainya pemerintah bersama DPR sepakat maka tanah atau lahan yang tidak
tergarap itu harus dibeli paksa tentunya dengan harga yang standar. Setelah lahan itu dikuasai
oleh pemerintah kemudian diserahkan kepada rakyat untuk menggarap dengan cara lebih adil.
Nah sayangnya calon Presiden kita ini belum menyentuh sampai sejauh itu.
Lalu apakah dengan pemilihan Presiden sekarang ini bisa diharapkan demokrasi ekonomi di
Indonesia dapat terwujud?
Ssiapapun Presiden yang terpilih nanti belum mampu untuk mewujudkan demokrassi ekonomi.
Paling tidak hanya akan ada upaya sedikit-sedikit, tetapi tidak optimal. Karena dalam kampanye
yang dilakukan para calon Prersiden itu tidak mencerminkan pemahaman mereka tentang
problematika bangsa. Faktor yang lain adalah faktor ketergantungan pada kekuatan-kekuatan
asing yang udah berlangsung lama dan hal terus dibiarkan saja dan sekarang sudah merasuk pada
pikiran elit bangsa ini. Disini bukan hanya elit politiknya saja tetapi elit teknokratnya yang
merupakan inti permanen dari setiap kementrian. Pikiran itu telah mempengaruhi mereka secara
keseluruhan. Sayangnya para elit itu tidak merasakan bahwa bangsa kita itu hidupnya tergantung
dari bangsa asing. Mereka terlalu naif bahwa dikira kekuatan asing di bumi pertiwi baik-baik
saja. Mereka tidak tahu bahwa bangsa asing di sini memiliki agenda-agenda yang sangat
merugikan kita yakni melakukan penghisapan dan perampokan. Sekarang ini yang membikin
porak poranda keuangan bangsa kita adalah jumlah hutang luar negeri yang sangat besar.
Banyak pembayaran yang sudah jatuh tempo dan tidak boleh ditunda. Sementara utang dalam
negeri yang dipaksakan oleh IMF untuk membayar hutang bank yang rusak itu hingga 530
trilyun rupiah. Dan yang ironis ternyata lembaga-lembaga internasional dengan elit bangsa kita
itu justru menutup-nutupi dengan berbagai indikator, misalnya bahwa utang itu tidak menjadi
masalah, karena utang dalam negeri dan luar negeri kalau dinyatakan dalam persen itu merosot
terus. Kemudian akhirnya itu menjadi sebuah ukuran yang menjadi pegangan umum, dan ukuran
itu tidak ada relevansinya dengan ukuran untuk membayar, walaupun merupakan bagian kecil
dari PDB tetapi pemerintah tidak akan mampu membayar. Tidak cuma itu sekarang ini sumber
daya alam kita yang melimpah itu ada dimana ternyata sudah ditangan bangsa asing semua. Kita
ini sudah menjadi importir minyak, hutan-hutan kita sudah gundul, dalam kondisi yang demikian
masih ada illegal logging, ikan ikan kita di laut sudah banyak dicuri, pasir-pasir kita sudah dicuri,
kan habis kekayaan alam kita lama-lama. Di samping itu yang juga sangat memprihatinkan
adalah hutang-hutang kita tiap tahun terus menumpuk dari negara-negara CGI, dari Bank Dunia,
dan lain-lain sudah menumpuk sekitar 70 milyar US dollar. Nah hutang kita ternyata lebih besar
dari infrstrukturnya, kan gawat Indonesia ini. Bahkan Departemen Keuangan RI sendiri yang
mengumumkan bahwa aset negeri lebih kecil dibanding dengan jumlah hutang kita.
Karena kekuatan asing di negeri ini lebih kuat, maka mereka sangat mudah mendikte bangsa
kita untuk melakukan apa saja. Bahkan bangsa asing itu sekarang sudah berani melakukan
intimidasi, melakukan penindasan, melakukan perbudakan dan lain sebagainya. Jadi intinya
bangsa asing di Indoneia itu telah melakukan penghisapan luar biasa tanpa menjajah. Hal ini
tidak pernah disadari oleh para elit kita bahkan kepada calon Presiden sendiri juga belum
memahami dahsyatnya penghisapan secara besar-besaran.
Kalaupun presiden terpilih yang akan datang apakah memiliki keberanian untuk menghentikan
penghisapan itu, karena memiliki sebuah resiko besar, karena mereka akan mengunakan seluruh
kekuatannya untuk mempersulit jalannya pemerintahan, jadi menurut saya presiden yang akan
datang belum tentu bisa menghentikan penghisapan tersebut. Tetapi saya kira pers memiliki
peranan yang cukup penting untuk mempublikasikan masalah tersebut, agar rakyat mengetahui
masalah bangsa yang sebenarnya.
Melihat fenomena tadi apa solusinya sehingga kemandirian bangsa ini dalam berekonomi,
berhukum dan berpolitik bisa diwujudkan?
Solusi yang paling utama adalah memberantas KKN dari akar-akarnya. Karena KKN merupakan
faktor yang paling mendasar sehingga membuat hancurnya seluruh infrastruktur bangsa ini. Jadi
KKN itu yang mula-mula hanya mencuri sebuah benda atau harta negara, lama-lama merasuk
dalam mental kita, dan mentalnya itu digunakan lalu sudah tidak murni lagi, karena itu orang
biasa atau pejababat tinggi negara yang melakukan KKN itu sudah menjadi orang gila. Orang
gila itu selalu berfantasi dan dia percaya pada fantasinya sendiri, apa yang dia yakini itulah yang
dia lakukan sehari-hari.Semula orang yang tidak memiliki apa-apa dan tidak punya apa-apa
merasa dirinya seorang polisi lalu lintas itu fantasinya dia, dan dia percaya pada fantasi itu, lalu
jadi pengatur lalu lintas betul di tengah jalan, karena dia tidak waras maka mengatur lalu
lintasnya sambil telanjang dan tertawa-tawa. Nah pejabat yang korup itu sudah menuju kesana,
dan mencuatnya hal itu muncul berbagai macam peristilahan misalnya : anggaran kita yang
mengalami defisit selama 32 tahun disebut sebagai anggaran berimbang. Nilai rupiah yang
anjlok akibat devaluasi katanya disesuaikan, orang ditangkap katanya diamankan, orang digebuki
katanya dididik dan seteruanya, itulah namanya fantasi. Karena para elit tidak mau mengecek
nilai atau angka-angka yang sebenarnya.
Jadi solusinya menurut saya yang pertama adalah mental KKN itu harus dilenyaplan. Untuk itu
KKN nya harus diberantas, dan pemberantasannya tidak kasuistis, tetapi lingkungan
keseluruhannya harus diperbaiki secara menyeluruh. Kalau kita ambil contoh ekstrim, Jerman
waktu jaman Hitler berkuasa mengumpulkan seluruh ilmuwan untuk memikirkan cara-cara
bagaimana membunuh orang Yahudi yang jumlahnya 1 juta lebih itu dengan cara yang sangat
efisien dalam waktu hanya 10 menit. Nah lalu teknologinya dikembangkan untuk memikirkan
hal-hal seperti itu, kemudian setelah berhasil membunuhnya, lalu bagaimana memproses mayatmayatnya itu sampai menjadi barang-barang konsumsi dan mereka sudah menemukannya.
Mayatnya di proses secara otomatis, yakni rambutnya dibuat selimut, kulitnya menjadi kap
lampu dan tulang-tulangnya dibuat kancing baju. Walaupun hal ini tidak bisa difahami oleh
masyarakatnya tetapi bisa terjadi. Kemudian ketika membuat kelinci percobaan tidak dengan
binatang tetapi dengan manusia, misalnya orang hidup tiba-tiba dipatahkan tilangnya lalu
mencoba disambung lagi , dipatah lagi dan disambung lagi sampai berhasil, setelah berhasil
orang tersebut ditembak mati. Jadi kalau negara kita mau memberantas KKN ya uji cobanya
harus drastis dan dilakukan uji coba terus menerus sampai berhasil, mampukah presiden kita
melakukan hal itu kita tunggu saja.
Benarkah sinyalemen anda tentang intervensi asing dalam pemilihan presiden didukung
didukung dengan data dan benar-benar bisa mempengaruhi hasil pemilihan di Indonesia?
Ya dan betul. Bukankah hal ini merupakan satu simbol dari ketergantungan mental kita terhadap
kekuatan asing, tentu para elit kita sudah faham.
Lalu apa harapan anda terhadap pemilihan Presiden putaran kedua nanti, kaitanya dengan masa
depan demokrasi di Indonesia?
Harapan saya, agar presiden terpilih nanti bisa memahami betul-betul tentang problematika
bangsa ini, lalu segera mengambil langkah-langkah untuk memperbaikinya. Kemudian kita harus
memiliki kemandirian untuk mengolah kekayaan alam ini untuk kepentingan rakyat banyak.
Untuk semua itu Presiden terpilih harus berani melakukan pemberantasan KKN di Indonessia ini
secara tuntas hingga ke akar-akarnya, karena semua problematika bangsa ini muaranya pada
KKN. Ton.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 16 2004