Komunikasi Getok Tular sebagai metode kontak dakwah Hizbut Tahrir Indonesia: studi pada Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung.

(1)

KOMUNIKASI

GETOK TULAR

SEBAGAI METODE KONTAK

DAKWAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA

(Studi Pada Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi

Komunikasi Penyiaran Islam

Oleh :

MUHAMMAD DIAK UDIN F07215159

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Muhammad Diak Udin, 2017. Komunikasi Getok Tular Sebagai Metode Kontak Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia (Studi Pada Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung). Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Komunikasi, Getok Tular, Dakwah

Hizbut Tahrir Indonesia merupakan bagian dari HT internasional yang didirikan pada tahun 1953 di al-Quds Yordania dan masuk ke Indonesia antara tahun 1982-1983. Pada tahun 1990 ide-ide dakwah HTI merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran, perusahaan dan perumahan. Pola sosialisasi ide HTI yang menyasar orang-orang terdekat dan kalangan menengah ke atas, mulai dari pemerintah, akademisi serta kepada tokoh-tokoh masyarakat sangat berhasil. Pada perkembangannya, 10 tahun pertama dakwah Hizbut Tahrir hanya memiliki 17 kader. 10 tahun kedua Perkembangan dakwah HTI tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia. Di pertengahan 10 tahun ketiga, dakwah HTI telah tersebar di 33 propinsi, di lebih 300 kota dan kabupaten, salah satunya adalah kabupaten Tulungagung. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari jawaban tentang bagaimana pengunaan komunikiasi

getok tular dan latar belakang penggunaan komunikiasi getok tular sebagai metode kontak pada HTI DPD II Tulungagung.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus yang dilakukan dengan cara observasi, dokumentasi dan wawancara mendalam terhadap informan yang berkaitan langsung dengan HTI DPD II Tulungagung. Informasi yang diperoleh dari informan utama kemudian dikonfirmasi ulang dengan informan pendukung sehingga didapatkan data antar-subyektivitas untuk memastikan keabsahan data.

Hasil penelitian menemukan bahwa; 1) Komunikasi getok tular sebagai metode kontak dakwah HTI DPD II Tulungagung diterapkan dalam dua aktifitas;

Pertama, sebagai metode penyampaian ide. Pesan dakwah disampaikan kepada orang-orang yang memiliki kedekatan dengan sumber pesan, baik secara getok tular konvensional maupun getok tular elektronik, dengan tujuan agar mereka tertarik dengan ide dan kemudian bergabung. Kedua; sebagai metode pengkaderan. Tahap ini, pesan dakwah disampaikan secara berantai kepada anggota resmi yang terstratifikasi berdasarkan kitab kajian atau kurikulum HTI. 2) Latar belakang penggunaan komunikasi getok tular sebagai metode kontak dakwah didasarkan pada; Pertama, Faktor Efektifitas dan Efisien. Dalam komunikasi getok tular terjalin kedekatan, kehangatan, respon psikologis secara langsung, kepercayaan, ketulusan, keaslian dan lain sebagainya. Sehingga memberikan efek kepuasan syabab yang berdampak pada komitmen untuk tetap berada pada jalan dakwah, yaitu membina diri dengan tsaqofah Islam dan melakukan getok tular positif kepada masyarakat Tulungagung. Kedua, Faktor Sosiokultur Masyarakat Tulungagung.


(7)

x DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Kegunaan Penelitian ... 8

F. Kerangka Teoritik ... 9

G. Penelitian Terdahulu ... 13


(8)

xi

I. Sistematika Pembahasan ... 27

BAB II: KAJIAN PUSTAKA ... 34

A. Komunikasi ... 34

1. Definsi Komunikasi... 34

2. Tahap-tahap Hubungan Interpersonal ... 37

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Interpersonal ... 42

4. Pendekatan Interpersonal untuk Efektifias Komunikas ... 57

5. Pertimbangan Untung Rugi Pada Komunikasi Interpersonal ... 64

B. Getok Tular ... 69

1. Definisi Getok Tular ... 69

2. Getok Tular Sebagai Media Pengantar Pesan ... 70

3. Karakteristik Komunikasi Getok Tular ... 73

C. Dakwah ... 76

1. Definisi Dakwah ... 76

2. Unsur-Unsur Dakwah ... 77

3. Pendekatan Metode Dakwah ... 81

4. Pendekatan Kegiatan Dakwah ... 88

D. Komunikasi Getok Tular Sebagai Metode Kontak Dakwah ... 89

BAB III: GAMBARAN UMUM HTI DPD II TULUNGAGUNG ... 98

A. Sejarah Singkat HTI DPD II Tulungagung ... 98

B. Profil HTI DPD II Tulungagung ... 100

C. Tujuan dan Metode Dakwah HTI ... 105


(9)

xii

E. Struktur Organisasi HTI DPD II Tulungagung ... 112

BAB IV: DESKRIPSI DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN ... 114

A. Paparan Data ... 114

1. Komunikasi Getok Tular Sebagai Metode Kontak Dakwah HTI DPD II Tulungagung ... 114

2. Latar Belakang Penggunaan Komunikasi Getok Tular Sebagai Metode Kontak Dakwah HTI DPD II Tulungagung ... 129

B. Temuan-temuan Penelitian. ... 135

1. Komunikasi Getok Tular Sebagai Metode Kontak Dakwah ... 135

a. Sebagai Metode Pengenalan Ide ... 136

b. Sebagai Metode Pengkaderan... 137

2. Latar Belakang Penggunaan Komunikasi Getok Tular Sebagai Metode Kontak Dakwah ... 139

a. Faktor Efektifitas dan Efisien ... 139

b. Faktor Sosiokultur Masyarakat Tulungagung ... 140

C. Diskusi Hasil Penelitian ... 140

1. Komunikasi Getok Tular Sebagai Metode Kontak Dakwah ... 140

a. Sebagai Metode Kontak Dakwah ... 143

b. Sebagai Metode Pengkaderan ... 153

2. Latar Belakang Penggunaan Komunikasi Getok Tular Sebagai Metode Kontak Dakwah ... 158

a. Faktor Efektifitas dan Efisien ... 158


(10)

xiii

BAB V: PENUTUP ... 167

A. Kesimpulan ... 167

B. Implikasi Teoritik ... 171

C. Keterbatasan Studi ... 172

D. Rekomendasi ... 172

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 174 LAMPIRAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hizbut Tahrir Indonesia merupakan bagian dari Hizbut Tahrir internasional yang didirikan oleh Taqiyuddin al-Nabhani, ulama berkebangsaan Palestina, pada tahun 1953 di al-Quds, Yordania.1 Sejak awal berdirinya, Hizbut Tahrir memiliki cita-cita besar, yakni melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Untuk menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat, Hizbut Tahrir berpendirian harus dilakukan melalui negara, dalam hal ini Hizbut Tahrir menekankan pada Daulah Islamiyah yang dipimpin oleh seorang khilafah yang dipilih secara demokratis oleh rakyat.2

Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia antara tahun 1982-1983 dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh Indonesia. Pada tahun 1990 ide-ide dakwah HTI merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran, perusahaan dan perumahan.3 Pola rekrutmen Anggota HTI menyasar kalangan menengah ke atas, mulai dari pemerintah, akademisi dan kepada tokoh-tokoh masyarakat.4

1

Afadlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indonesia (Jakarta: LIPI Press, 2005), 265.

2

Hizbut Tahrirut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir Tahrir Partai Politik Islam Ideologis (Depok: Pustaka Thariqul Izzah, 2000), 20.

3

www.hti.or.id/tentangkami, diakses pada tanggal 28 Mei 2016.

4

Sayuti, Hizbut Tahrir Perjuangan Menegakkan Khilafah, Respon Masyarakat Terhadap HTI cabang Jambi, Kontekstualita: Vol. 24, No.2. Desemeber 2008.


(12)

2

Pengkaderan HTI tersegmentasi kedalam beberapa kelompok.5 Segmentasi kelompok tersebut terealisasi dengan membentuk kelas-kelas

halaqoh atau kelompok diskusi sesuai dengan segmentasi masing-masing calon anggota. Secara ideal, halaqah maksimal terdiri dari 5 orang, namun pada praktiknya bisa lebih dari 5 orang. Halaqah ini dilakukan secara rutin setiap minggu sekali dan setiap pertemuan berlangsung antara 1 sampai 2 jam. Tujuan penyelenggaraan kelas-kelas yang tersegmentasi itu adalah untuk menggugah ketertarikan seseorang terhadap ide-ide HT dan diharapkan pada akhirnya akan bergabung dengan HT.6 Bisa dikatakan bahwa halaqah

merupakan kegiatan awal proses kontak dakwah calon anggota Hizbut Tahrir. Dari kelompok-kelompok kecil itu kemudian HT tumbuh dan berkembang di Indonesia.

Kontak dakwah calon anggota HTI dengan memanfaatkan kedekatan personal sangat berhasil. Pada perkembangannya, 10 tahun pertama dakwah Hizbut Tahrir hanya memiliki 17 kader. 10 tahun kedua Perkembangan dakwah HTI tumbuh secara signifikan. Dakwah yang semula hanya tersebar di satu atau beberapa kota dengan hasil belasan kader, ternyata sudah berkembang di seluruh Indonesia. Di pertengahan 10 tahun ketiga, dakwah HTI telah tersebar di 33 propinsi, di lebih 300 kota dan kabupaten. Bahkan sebagiannya telah merambah jauh hingga ke pelosok.7 Sebagai contoh, pada

5

Edi Surtisno, (Syabab dan Musyrif HTI DPD II Tulungagung), Wawancara, Tulungagung, 28 Mei 2016.

6

Ilyya Muhsin, Gerakan Penegakan Syariah: Studi Gerakan Sosial Hizbut Tahrir Indonesia di DIY, Jurnal: Ijtihad, Vol 12, No. 1, Juni 2012: 43-61.

7


(13)

3

tahun 2006 diperkirakan anggota HTI di Daerah Istimewa Yoryakarta sudah mencapai sekitar 8000 orang.8

Segmentasi pengkaderan HTI pada kalangan intelektual dan cendikiawan berkembang sangat signifikan dan meyakinkan. Dari seratus angket yang disebar kepada kalangan Intelektual di Kota Jambi 100% mengenal dan mengerti HTI.9 Itu artinya, ideologi HTI dengan mudah dapat diterima oleh kalangan cendikiwan di Indonesia. Lebih jauh, Hasil survey Setara pada siswa SMA di Jakarta dan Bandung Raya menunujkkan dari total 760 siswa 85 siswa atau setara dengan 11 % menginginkan berdirinya khilafah di Indonesia.10

Signifikansi perkembangan HTI tidak terlepas dari metode komunikasi yang digunakan. Dalam persektif komunikasi, model komunikasi mengalir dari mulut ke mulut yang memanfaatkan kedekatan personal dikenal dengan istilah komunikasi getok tular. Komunikasi getok tular merupakan komunikasi berantai yang beredar dengan sendirinya di satu komunitas tertentu. Seorang menyampaikan pesan kepada seseorang, kemudian pesan itu bergerak karena orang tersebut menyebarkan informasi tersebut. Komunikasi dari mulut ke mulut (Word of Mouth Communication) merujuk pada penyampaian informasi yang pada umumnya dilakukan secara lisan, informal

8

Khusnul Khotimah, Hizbut Tahrir Sebagai Gerakan Sosial (Melihat Konsep HT Mengenai Negara), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, tt.tt.

9

Sayuti, Hizbut Tahrir Perjuangan Menegakkan Khilafah, Respon Masyarakat Terhadap HTI cabang Jambi, Jurnal: Kontekstualita: Vol. 24, No.2. Desemeber 2008.

10

Hasil Survey Stara yang di muat pada https://nasional.tempo.co, diakses pada tanggal 03 Juni 2016.


(14)

4

dari seseorang kepada orang lain secara pribadi, antara dua individu atau lebih.11

Sementara ditinjau dari perspektif menejeman pemasaran, komunikasi WOM sangat berkaitan dengan pengalaman penggunaan suatu produk. Dalam pengalaman penggunaan tersebut akan timbul rasa puas jika produk yang digunakan mampu memenuhi harapan konsumen sehingga pelanggan memutuskan untuk menggunakan suatu produk.12 Dalam kaitan kepuasan dan ketidakpuasan ini, banyak para peneliti menyatakan bahwa jika seorang konsumen merasa puas, maka dia akan bicara pada satu orang saja, dan sebaliknya jika tidak puas dia akan membicarakan ketidakpuasannya itu kepada sepuluh orang. 13 Jadi, komunikasi WOM akan sangat berbahaya bagi komunitas atau kelompok yang mempunyai citra negatif, sebaliknya akan sangat menguntungkan jika isi pesan dalam komunikasi WOM mengenai citra dan kualitas yang baik.

Perilaku interaksi sosial kelompok HTI dalam perspektif teori pembelajaran sosial(social learning theory) merupakan proses peniruan atau

imitation terhadap sesuatu yang dianggapnya memberikan keuntungan, tidak semata-mata disebabkan oleh unsur instink atau program biologis. Neil Miller dan John Dollard mengindikasikan bahwa seorang belajar (learn) meniru

11

Rudi Harjanto dan Deddy Mulyana, Komunikasi Getok Tular Pengantar Popularitas Merk. Jurnal: Mediator, Vol.9 No.2 Desember 2008.

12

Finnan Aditya Ajie Nugraha, Suharyono & Andriani Kusumawati, Pengaruh Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian dan Kepuasan Konsumen (Studi pada Konsumen Kober Mie Setan jalan Simpang Soekarno-Hatta nomor 1-2 Malang), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 22 No. 1 Mei 2015.

13

Sutisna, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 186.


(15)

5

perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Menurut Miller dan Dollard ada empat prinsip dalam belajar yaitu dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku-balas (response) dan ganjaran (reward). 14 Keempat prinsip ini sangat kait mengait dan dapat saling dipertukarkan, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran dan seterusnya.

Sedangkan dalam perspektif komunikasi interpersonal, Thibault dan Kelly menyatakan hubungan interaksi manusia didasarkan pada ide bahwa orang memandang hubungan mereka dalam konteks ekonomi dan mereka menghitung pengorbanan dan membandingkannya dengan penghargaan yang di dapatkan dengan meneruskan hubungan itu. Pengorbanan (cost) merupakan elemen dari sebuah hubungan yang memiliki nilai negatif bagi seseorang, sedangkan penghargaan (rewards) merupakan elemen-elemen dalam sebuah hubungan yang memiliki nilai positif.15

Sudut pandang teori pertukaran sosial berpendapat bahwa orang menghitung nilai keseluruhan dari sebuah hubungan dengan mengurangkan pengorbanannya dari penghargaan yang diterimanya.16 Teori pertukaran sosial memprediksikan bahwa nilai (worth) dari sebuah hubungan mempengaruhi hasil akhir (outcome) atau apakah orang akan meneruskan hubungan atau mengakhirinya. Hubungan yang positif biasanya dapat diharapkan untuk bertahan, sedangkan hubungan yang negatif mungkin akan

14

Sarlito, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2003), 23.

15

Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Theori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, Terj. Maria Natalia Damayanti (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), 216.

16


(16)

6

berakhir. Asumsinya bahwa anggota Hizbut Tahrir akan secara sukarela memasuki dan tinggal dalam getok tular dakwah dengan mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi yaitu untung rugi.

Praktik penerepan komunikasi getok tular dalam aktifitas dakwah sebenarnya telah terjadi sejak zaman Rasulullah SAW. Tahap awal perkembangan Islam di Makkah selama kurang lebih tiga tahun dilakukan secara rahasia dan melalui tahap sembunyi-sembunyi pada orang-orang terdekat Rasulullah yang dianggap mampu memegang rahasia.17 Nabi Muhammad SAW menyampaikian risalah kenabiannya melalui sahabat dan kemudian para sahabat menyampaikan pesan-pesan keislaman yang telah diterimnaya kepada sahabat yang lain dan seterusnya sehingga Islam dapat dikenal secara luas di negeri Arab.

Semantara itu, fakta bahwa perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dewasa ini telah berpengaruh luas terhadap seluruh sendi kehidupan tidak terkecuali umat Islam. Kehadiran media massa, seperti surat kabar, radio, televisi dan internet sebagai komunikasi abad modern memberikan lebih banyak opsi pengembangan metodologi dakwah bagi umat Islam. Suatu pesan atau berita dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat secara luas dalam waktu yang relatif singkat. Dakwah tidak lagi hanya dilakukan secara konvensional bertatap muka secara langsung, tetapi mulai memanfaatkan kemajuan teknologi media komunikasi baik cetak maupun elektronik. Pemanfaatan media-media tersebut dilakukan agar pesan-pesan

17

Wahyu Ilaihi & Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 48.


(17)

7

dakwah dapat diterima oleh lebih banyak orang di manapun berada. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa dakwah melalui media memiliki dampak dan jangkaun audience yang lebih luas bila dibandingkan dengan dakwah secara konvensional melalui komunikasi getok tular.

Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti menganggap perlu untuk melakukan penelitian yang lebih intensif tentang penggunaan komunikasi

getok tular dalam proses dakwah. Keinginan tersebut mendasari disusunnya proposal tesis yang berjudul “Komunikasi Getok Tular Sebagai Metode Kontak Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia (Studi pada Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung)“.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Metode dakwah pada masa sekarang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, pemilihan pendekatan komunikasi yang efektif menjadi penting agar tujuan dakwah dapat tercapai secara maksimal. Komunikasi memiliki beragam bentuk di antaranya adalah komunikasi intrapersonal, interpersonal, kelompok dan massa. Sementara itu, ditinjau dari intensitas penggunaan dan kedekatan antara komunikan dan komunkator, komunikasi getok tular termasuk dalam kategori komunikasi interpersonal.

Pada era digital saat ini, komunikasi getok tular memiliki keanekaragaman bentuk dan penerapan. Ditinjau dari bentuknya, komunikasi

getok tular dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu konvensional dan elektronik. Getok tular konvensional dilakukan tanpa bantuan alat-alat


(18)

8

elektronik. Sedangkan getok tular elektronik memerlukan bantuan alat-alat elektronik untuk melakukannya.

Cakupan metode komunikasi dakwah yang sangat luas dan beragam tersebut peneliti batasi hanya pada komunikasi getok tular baik secara konvensional maupun digital sebagai metode kontak dakwah Hizbut Tahrir Indonesia di Tulungagung.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, peneliti memfokuskan bahasan pada dua pokok permasalahan yaitu;

1. Bagaimana penggunaan komunikasi getok tular sebagai metode kontak dakwah Hizbut Tahrir Indonesia cabang Tulungagung?

2. Mengapa Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Tulungagung menggunakan komunikasi getok tular sebagai media kontak dakwah?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan, secara garis besar tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Mendeskripsikan penggunaan komunikasi getok tular sebagai metode kontak dakwah Hizbut Tahrir Indonesia cabang Tulungagung.

2. Menemukan argumentasi atas penggunaan komunikasi getok tular sebagai media kontak dakwah Hizbut Tahrir Indonesia cabang Tulungagung?


(19)

9

E. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangsih dalam pengembangan kajian teori komunikasi terutama tentang penggunaan komunikasi getok tular dalam pengembangan pemahaman keislaman di Indonesia.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Da’I atau lembaga Dakwah

Mengingat keanakaragaman budaya dan karakter masyarakat Indonesia serta perkembangan tekhnologi komunikasi yang sangat pesat, penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan alternatif dalam mengembangkan dakwah Islam di Indonesia dengan menggunakan pendekatan komunikasi yang lebih personal yaitu komunikasi getok tular.

b. Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan refleksi bagi masyarakat tentang pola pendekatan dakwah dengan menggunakan komunikasi getok tular, sehingga akan tercipta kesadaran untuk menerapkan pendekatan komunikasi getok tular dalam mentransformasikan pemahaman keislaman kepada masyarakat tanpa ada keterpaksaan.


(20)

10

c. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti tentang penggunaan komunikasi

getok tular dalam pengembangan dakwah di Indonesia serta menambah inventaris penyusunan karya ilmiah.

d. Bagi Peneliti Lainnya

Penelitian ini dapat menjadi inspirasi dan rujukan untuk mengkaji dan mengembangkan fokus lain yang masih terkait dengan penggunaan komunikasi getok tular dalam pengembangan dakwah di Indonesia.

F. Definisi Istilah 1. Secara konseptual

a. Tubbs dan Moss sebagaimana dikutip oleh Deddy Mulyana mendifinisikan komunikasi sebagai proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih.18

b. Getok Tular adalah komunikasi berantai yang beredar dengan sendirinya di satu komunitas tertentu. Seorang menyampaikan pesan kepada seseorang, kemudian pesan itu bergerak karena orang tersebut menyebarkan informasi tersebut. 19 Komunikasi getok tular biasa dikenal juga dengan istilah komunikasi dari mulut ke mulut. Pada tahap awal, komunikasi getok tular hanya dilakukan pada tahap konvensional tatap muka saja, tetapi seiring perkembangan

18

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Satu Pengantar (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), 59.

19


(21)

11

tekhnologi, komunikasi getok tular dapat juga dilakukan melalui media elektronik.

c. Kontak Dakwah dalam pandangan Hizbut Tahrir merupakan sarana dalam mengonsolidasikan ide-ide, maksud dan keinginan dakwah yang ingin diciptakan. Melalui kontak dakwah maka orang lain akan mengerti apa yang diinginkan dan bagaimana jalan yang ditempuh untuk sampai kepada keinginan yang diharapkan.20

2. Secara operasional

Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti penggunaan komunikasi berantai dari mulut ke mulut (getok tular) baik secara tatap muka maupun melalui media elektronik dalam proses pengenalan ide-ide dan peningkatan pemahaman keislaman yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung.

G. Kerangka Teoritik 1. Komunikasi

Istilah Komunikasi menurut pendapat Cherry dan Stuart sebagaimana dikutip Hafied Cangara berpangkal pada bahasa latin communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berakar dari kata communico yang artinya membagi.21 Jhon B Hason, mengasumsikan bahwa komunikasi adalah pertukaran verbal, pikiran atau gagasan. Asumsi dibalik definisi tersebut adalah bahwa sesuatu

20

http://hizbut-tahrir.or.id. Diakses pada tanggal 08 September 2016.

21

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi kedua (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), 20.


(22)

12

pikiran atau gagasan secara berhasil dipertukarkan.22 Semantara Tubbs dan Moss mendifinisakan komunikasi sebagai proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih.23

Beberapa ahli memang memiliki pendapat berbeda-beda tentang definisi komunikasi karena latar belakang sosio kultur dan pendidikan, tetapi yang pasti ada titik temu di antara para ilmuan komunikasi yaitu komunikasi mencakup perilaku yang disengaja dan diterima.24

Secara garis besar komunikasi memiliki beragam bentuk atau type di antaranya adalah komunikasi interpersonal, antar pribadi dan komunikasi khalayak.25 Meskipun pada perkembangannya ada beberapa pakar Meskipun ada beberapa ahli yang menambahkan type-type tersebut di antaranya adalah komunikasi kelompok kecil dan komunikasi organisasi.

Pada bahasan ini, peneliti akan fokus pada penggunaan komunikasi interpersonal. Menurut sifatnya, komunikasi interpersonal dibedakan atas dua macam yaitu, Pertama, Komunikasi Diadik merupakan proses komunikasi antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik dilakukan dalam tiga bentuk yaitu percakapan, dialog dan wawancara. Kedua,

Komunikasi Kelompok Kecil, merupakan komunikasi antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.26

22

Mulyana, Ilmu Komunikasi…, 55.

23

Ibid., 59.

24

Ibid., 57.

25

Cangara, Pengantar…, 34.

26


(23)

13

Pada awalanya syarat utama komunikasi interpersonal yang terjadi antara dua orang atau lebih adalah terjadi secara tatap muka. Tetapi seiring perkembangan zaman yang memungkinkan sesorang berinteraksi melalui jaringan seluler dan media sosial, maka komunikasi interpersonal juga dapat terjadi meskipun hanya melalui media. Sebagaimana pendapat Mc-Croskey memutuskan peralatan komunikasi yang menggunakan gelombang udara dan cahaya seperti halnya telephone dan sejensisnya sebagai saluran komunikasi antarpribadi.27

Lebih jauh, dalam hubungan interpersonal, Thibault dan Kelly menyatakan bahwa hubungan antara individu dan individu yang lainnya dalam sebuah interaksi dilatarbelakangi oleh pertukaran nilai di antara mereka. Thibault dan Kelly menyebut istilah ini dengan teori pertukaran sosial (Social Exchange Theory), yaitu di dasarkan pada ide bahwa orang memandang hubungan mereka dalam konteks ekonomi dan mereka menghitung pengorbanan dan membandingkannya dengan penghargaan yang didapatkan dengan meneruskan hubungan itu. Pengorbanan (cost) merupakan elemen dari sebuah hubungan yang memiliki nilai negatif bagi seseorang, sedangkan penghargaan (rewards) merupakan elemen-elemen dalam sebuah hubungan yang memiliki nilai positif.28 Homas mengemukakan bahwa prinsip dasar pertukaran sosial adalah “distributive justice” yaitu suatu aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Menurut Homas, teori pertukaran sosial membayangkan perilaku sosial

27

Ibid.,

28


(24)

14

sebagai pertukaran aktivitas, nyata atau tidak nyata, dan kurang lebih sebagai pertukaran hadiah atau biyaya, sekurang-kurangnya antara dua orang.29

Meskipun demikian, tidak ada standarisasai besaran nilai sebuah ganjaran yang dapat memuasakan masing-masing individu. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Nilai yang dianggap berharga adalah pandangan subyektif terhadap hasil yang dicapai atau hasil akhir yang berharga bagi seorang.30

2. Getok Tular(Word of Mouth)

Menurut Kotler word of mouth communication adalah komunikasi pribadi tentang sebuah produk antara pembeli sasaran dan para tetangga, teman, anggota keluarga serta rekanya.31 Dalam arti yang lebih sederhana, komunikasi getok tular adalah bentuk komunikasi berantai yang disampaikan dari mulut ke mulut. Pada prakteknya, pesan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan, jika komunikan merasa tertarik terhadap pesan yang diterimnya, pada gilirannya komunikan akan menyampaikan pesan yang telah diterimanya kepada orang lain dan seterusnya sehingga informasi itu menyebar tidak terhingga.

Pada awalnya, komunikasi antar manusia dilakukan hanya dalam batas getok tular saja. Komunikasi berantai pada awalnya hanya dilakukan

29

George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern. Terj. Alimandan (Jakarta: Kencana, 2004), 359.

30

George Boeree, Psikologi Sosial, Terj. Ivan Taniputera (Yogyakarta: Primasophie, 2008), 190.

31

Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Terj. Benyamin Molan. Jilid satu Edisi Sebelas (Jakarta: Penerbit Indeks, 2005), 615.


(25)

15

pada level konvensional saja. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan tekhnologi informasi komunikasi, komunikasi getok tular juga mengalami perkembangan. Pesan yang disampaikan bisa melalui pesan elektronik, seperti BBM, What Apps, Line, Facebook dan lain-lain. Getok tular pada fase ini dikenal dengan istilah Electronick Word of Mouth (E-WoM).

Jones, mendefinisikan situs jejaring sosial sebagai media publik dimana pengguna dapat menulis, menyimpan serta mempublikasikan informasi secara online.32 Goldsmith dan Horowitz menyatakan bahwa penggunaan internet telah mengubah cara konsumen berkomunikasi dan berbagi pendapat atau ulasan mengenai produk atau jasa yang pernah dikonsumsi. Proses komunikasi antar konsumen melalui internet dikenal dengan Electronic Word-of-Mouth (e-WOM).33 Gruen, mendefinisikan e-WOM sebagai sebuah media komunikasi untuk saling berbagi informasi mengenai suatu produk atau jasa yang telah dikonsumsi antarkonsumen yang tidak saling mengenal dan bertemu sebelumnya.34

3. Dakwah

Dakwah ditinjau dari segi bahasa adalah; panggilan, seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il) berarti memanggil, menyeru atau

32

Jones, B, Entrepreneurial marketing and the Web 2.0 Interface, Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship,12 (2) 2010, 143-152.

33

Goldsmith,R.E & Horowitz, D, Measuring motivations for online opinion seeking, Journal of

Interactive Advertising, 6(2), 2006, 3-14.

34

Gruen,T.W., Osmonbekov,T.,Czaplewski,A.J, eWOM: the impact of customer-to-customer online know-how exchange on customer value and loyalty, Journal of Business Research, 59(4), 2006, 449-456.


(26)

16

mengajak (da’a, yad’u, da’watan). Orang yang berdakwah bisa disebut dengan da’i dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan mad’u.35

Secara sederhana dakwah adalah sebuah komunikasi da’i kepada mad’u dengan membawa pesan-pesan dakwah. Jadi, Setiap aktivitas dakwah adalah aktivitas komunikasi, tetapi tidak setiap aktivitas komunikasi itu disebut dakwah. Karena tujuan dakwah merupakan sesuatu yang mulia untuk dicapai berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Sementara itu, keberhasilan dakwah tidak bisa dilepaskan dari metode yang digunakan. Secara etimologi, metode berasal dari dua kata yaitu meta

(melalui) dan hados yang artinya cara atau jalan.36 Jadi, metode dakwah adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan dakwah yang dilaksanakan secara efektif dan efisien. Selain itu, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.37 Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.

Dapat diambil kesimpulan bahwa metode dakwah adalah cara sistematis seorang da’i untuk memberikan materi-materi dakwah sesuai dengan tujuan dalam penyebaran syari’at Islam, sedang metodologi dakwah adalah ilmu yang mempelajari tentang cara maupun langkah seorang da’i

35

Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 406-407.

36

Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), 6.

37


(27)

17

untuk memberikan pemahaman tentang Islam yaitu ‘amr ma’ruf dan nahi munkar sebagai pijakan bagi seorang muslim.

Istilah metode dakwah yang termaktub di dalam Al-Qur’an pada prinsipnya merujuk kepada surah an-Nahl ayat 125 yang menyebutkan bahwa metode pelaksanaan dakwah ada 3 yaitu dakwah dengan kebijaksanaan, dakwah dengan memberikan pelajaran yang baik dan dakwah dengan bantahan atau lebih tepatnya berdiskusi dengan cara yang baik. Dari ketiga metode tersebut, maka dikembangkanlah berbagai metode dan teknis sesuai dengan kebutuhan dan keperluan dakwah. Rasulullah sebagai agen yang memiliki otoritas dalam menjelaskan al Qur'an, telah mengaplikasikan ketiga metode dakwah tersebut dalam banyak Hadist dan Sunnah.

H. Penelitian Terdahulu

Banyak kajian telah dilakukan oleh para peneliti yang menganalisis tentang penggunaan komunikasi getok tular (Word Of Mouth), dengan menggunakan metode berbeda. Pada penelitian Year Yulista menggunakan paradigma interpretasi model komunikasi Riley dan Riley. Sedangkan Santi Ratnawati, Pande Putu Lantana Suwantara dan Mirah Ayu Putri Trarintya menggunakan paradigma positivistik.

Hasil penelitian Year Yulista dalam; Model Word Of Mouth dalam Pemasaran Perguruan Tinggi, dengan menggunakan pendekatan komunikasi model Riley dan Rilay berhasil menemukan sebuah model komunikasi word of mouth pada program member Get Studients untuk memasarkan Universitas


(28)

18

Marcubuana.38 Komunikasi antarpribadi memiliki peran yang cukup penting dalam pembentukan model ini yakni ketika pihak perekomendasi memutuskan untuk mempromosikan Universitas Marcubuana dan pihak yang direkomendasikan memutuskan memerima ajakan promosi tersebut untuk kuliah di Universitas Marcubuana. Penerimaan ini merupakan hasil interaksi komunikasi antarpribadi yang tetap mempertimbangkan faktor personal dan faktor situasional lawan bicara. Dikembangkan secara khusus dari faktor

primary group model komunikasi Riley dan Riley, model ini merupakan pondasi dasar dalam membentuk komunikasi word of mouth member get studiets. Dari temuan ini dapat dilihat bauran komunikasi pemasaran word of mouth cukup berperan penting dalam memasarkan Universitas Marcubuana.

Penelitian Santi Ratnawati dalam; Pengaruh Intensitas Eksposure Media Elektronik dan Intensitas Getok Tular Terhadap Minat Mengunjungi Makam Sunan Kalijaga, menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara intensitas eksposur meda dan getok tular terhadap minat mengunjungi makam Sunan Kalijaga. Meskipun demikian, kontribusi eksposure media media elektronik baik internet, radio maupun televisi lebih besar pengaruhnya yaitu 58% bila dibandingkan dengan intensitas komunikasi getok tular yang hanya 56% dalam mempengaruhi minat mengunjungi makam Sunan Kalijaga.39 Ini membuktikan bahwa intensitas media elektronik lebih efektif

38

Yera Yulista, “Model Word Of Mouth dalam Pemasaran Perguruan Tinggi”, Jurnal Comminication Spectrum, Vol. 2, No.1, Februari – Juli 2014.

39

Santi Ratnawati, “Pengaruh Intensitas Eksposure Media Elektronik dan Intensitas Getok Tular Terhadap Minat Mengunjungi Makam Sunan Kalijaga” (Semarang: Tesis Program Studi Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2015).


(29)

19

dibandingkan dengan intensitas getok tular dalam mempengaruhi minat mengunjungi makam Sunan Kalijaga.

Penelitian Mirah Ayu Putri Trarintya dalam; Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Word Of Mouth (Studi Kasus Pasien Rawat Jalan di Wing Amerta RSUP Sanglah Denpasar), menemukan bahwa kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh rawat jalan di Wing Amerta telah mampu membuat pasiennya melakukan WOM kepada pihak–pihak lainnya dengan cara merekomendasikan rawat jalan Wing Amerta, menceritakan hal positif dan mengajak rekannya untuk menggunakan jasa rawat jalan Wing Amerta. Di samping itu, hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepuasan dan WOM pasien rawat jalan Wing Amerta RSUP Sanglah Denpasar pada 5% (p=0,000) dengan koefisien 0,798.40 Hal ini berarti jika semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pasien rawat jalan Wing Amerta, maka para pasien akan melakukan WOM positif kepaada rekan–rekan dan koleganya.

Sejalan dengan temuan tersebut, hasil penelitian Pande Putu Lantana Suwantara dalam; Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan dan Word Of Mouth Mahasiswa Lembaga Pelatihan Pariwisata Bali, menemukan bahwa terdapat pengaruh positif antara kepuasan dan kualitas peyanan terhadap word of mouth mahasiswa.41 Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa

40

Mirah Ayu Putri Trarintya, “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Word Of Mouth (Studi Kasus Pasien Rawat Jalan di Wing Amerta RSUP Sanglah Denpasar)”, (Denpasar: Tesis Program Studi Manajemen Pascasarjana Universitas Udayana, 2011).

41

Pande Putu Lantana Suwantara, “Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Dan Word Of

Mouth Mahasiswa Lembaga Pelatihan Pariwisata Bali” (Denpasar: Tesis Program Studi


(30)

20

semakin seorang merasa puas dan mendapatkan pelayanan yang baik, maka

word of mouth positif semakin meningkat melalui rekomendasi dan cerita yang baik kepada keluarga, teman, sahabat, orang yang membutuhkan informasi atau bahkan kepada orang yang baru dikenal.

Hasil-hasil penelitian di atas secara umum memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu terletak pada kajian tentang komunikasi getok tular atau word of mouth communications. Meskipun demikian, penelitian-penelitain tersebut tidak secara khusus membahas penggunaan komunikasi

getok tular pada proses penyebaran ide dan gagasan suatu kelompok dalam melakukan kontak dengan calon anggotanya. Yera Yulista membahas tentang kominikasi getok tular dalam memasarkan perguruan tinggi. Tulisan Santi Ratnawati menguji pengaruh antara intensitas eksposure media dan getok tular dalam mempengaruhi keputusan khalayak. Mirah Ayu dan Pande Putu Lentana menguji keterkaitan antara kepuasan, kualitas layanan dan komunikasi getok tular. Sedangkanpenelitain ini memfokuskan kajian pada latar belakang penggunaan komunikasi getok tular sebagai metode penyebaran ide dan bagaimana praktik penggunakan komunikasi getok tular

sebagai metode kontak dakwah pada Hizbut Tahrir Indonesia.

Paradigma yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretatif komunikasi interpersonal ala Thibault dan Kelly. Pendekatan yang peneliti gunakan untuk mengkaji komunikasi getok tular

pada kelompok Hizbut Tahrir ini adalah pendekatan yang disebut oleh Thibault dan Kelly sebagai pertukaran sosial, yaitu di dasarkan pada ide


(31)

21

bahwa orang memandang hubungan mereka dalam konteks ekonomi dan mereka menghitung pengorbanan dan membandingkannya dengan penghargaan yang didapatkan dengan meneruskan hubungan itu. Pengorbanan (cost) merupakan elemen dari sebuah hubungan yang memiliki nilai negatif bagi seseorang, sedangkan penghargaan (rewards) merupakan elemen-elemen dalam sebuah hubungan yang memiliki nilai positif.42

Tinggi rendahnya makna dari suatu komunikasi interpersonal sangat beragam dan bergantung pada kedekatan masing-masing individu sebagai komunikator dan komunikan. Terbentuknya komunikasi secara pribadi antara dua orang individu atau lebih di pengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Untuk mendeskripsikan terbentuknya komunikasi interpersonal pada Hizbut Tahrir Indonesia, peneliti menggunakan pendekatan psikologi komunikasi Jalaludin Rahmad yang menyatakan bahwa ada empat faktor yang sangat mempengaruhi terbentuknya komunikasi interpersonal, antara lain; Persepsi Interpersnal, Konsep diri, Atraksi Interpersonal dan Hubungan Interpersonal.43

Di samping itu, peneliti juga menggunakan pendekatan Joseph A. DeVito dalam menganalisis terbentuknya komunikasi yang efektif sehingga berpengaruh pada komunikasi getok tular. DeVito menjelaskan, apabila menginginkan komunikasi berjalan secara efektif maka komunikator dapat mempertimbangkan sisi humanistrik maupun sisi pragmatis komunikannya. Sisi humanistik tersebut di antaranya meliputi keterbukaan, empati, suportif,

42

West dan Turner, Pengantar Theori Komunikasi…, 216 43


(32)

22

positif dan kesamaan.44 Sedangkan sisi pragmatis dikaitkan dengan bersikap yakin, kebersamaan, manajemen interaksi, ekspresif dan orientasi pada orang lain.45 Ketiga pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengungkap latar belakang penggunaan komunikasi getok tular dan mendeskripsikan penggunaan komunikasi getok tular sebagai metode kontak dakwah Hizbut Tahrir Indonesia cabang Tulungagung.

I. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitan

Rancangan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskiptif berupa kata atau tulisan dari sumber data yang diamati. Penggunaan jenis penelitian ini dianggap lebih tepat karena fokus penelitian ini lebih banyak menyangkut proses dan memerlukan pengamatan mendalam dengan setting alami. Selain itu, pemilihan jenis penelitian ini juga dimaksudkan untuk memahami perilaku manusia dari kerangka acuan subyek penelitian sendiri, yakni bagaimana subyek memandang dan menafsirkan kegiatan dari segi pendiriannya yang disebut ”persepsi emic”46.

Hal ini juga sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yang di antaranya: 1) penelitian kualitatif ini dapat menghasilkan teori, mengembangkan pemahaman dan menjelaskan realita yang kompleks, 2) bersifat dengan pendekatan induktif-deskriptif, 3) memerlukan waktu yang

44

Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, Terj. Agus Maulana (Jakarta: Professional Books, 1997), 259.

45

Ibid., 264.

46


(33)

23

panjang, 4) datanya berupa deskripsi, dokumen, catatan lapangan, foto dan gambar, 5) informannya “maximum variety”, 6) berorientasi pada proses, 7) penelitiannya berkonteks mikro.47

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan rancangan studi kasus dimana subjek yang diteliti adalah Hizbut Tahrir Indonesia cabang Tulungagung. Ini sesuai dengan pengertian bahwa studi kasus adalah studi yang bersifat komprehensif, intens, rinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer.48 Menurut Yin, studi kasus adalah studies a phenomenon (the ‘case’) in its real-world context.49 Kajian suatu fenomena (kasus) dalam konteks dunia nyata. Selanjutnya, Dawson menambahkan bahwa, the phenomenon being researched is studied in its natural context, bounded by space and time.50

Fenomena yang sedang diteliti berada dalam konteks alami, dibatasi oleh tempat dan waktu.

2. Kehadiran peneliti dan lokasi penelitian

Kedudukan seorang peneliti dalam penelitian kualitatif menurut Lexy J. Moleong cukup rumit karena bertindak sebagai perencana pelaksana pengumpul data, jurnalis dan penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor

47

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), 24.

48

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), 20.

49

Robert K. Yin, Qualitative Research from Start to Finish (New York: The Guilford Press, 2011), 17.

50

Dawson R. Hancock & Bob Algozinne, Doing Case Study Research: A Practical Guide for Beginning Researchers (New York: Teachers College Press, 2006), 15.


(34)

24

penelitiannya.51 Sehingga dalam penelitian ini peneliti mempunyai peran vital yaitu sebagai instrumen dan pengumpul data. Disamping kedua peran ini, peneliti berperan sebagai pengamat penuh, sehingga di satu sisi kehadirannya dapat terlihat sebagai peneliti dan di sisi lain diketahui sebagai informan atau subyek yang bersangkutan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialaminya. Kehadiran peneliti dalam penelitian ini merupakan suatu keharusan. Kerena peneliti-lah yang menjadi instrumen utama dalam penelitian kualitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono bahwa posisi manusia sebagai key instrument.52 Peneliti merupakan pengumpul data utama (key instrument) karena jika menggunakan alat non manusia maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan yang ada di lapangan.53 Oleh karena itu, validitas dan reliabilitas data kualitatif banyak tergantung pada keterampilan metodologis, kepekaan dan integritas peneliti sendiri.54

Dalam penelitian ini, peneliti datang langsung ke lokasi penelitian. Peneliti melihat dan mengikuti kegiatan secara langsung dengan tetap berdasar pada prinsip atau kode etik tertentu yang harus ditaati oleh peneliti. Untuk itu, kehadiran peneliti sangat diperlukan untuk mendapatkan data yang komprehensif dan utuh.

Dalam penelitian ini, lokasi penelitian adalah di Kabupaten Tulungangung. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan, pertama, di Tulungagung kelompok Hizbut Tahrir Indonesia

51

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 121.

52

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), 223.

53

Tanzeh dan Suyitno, Dasar-dasar Penelitian (Surabaya: elKaf, 2006), 70.

54


(35)

25

memiliki basis pengikut yang relative banyak dan tersegmentasi ke dalam beberapa kelompok halaqah.55 Kedua; intensitas penggunaan komunikasi

getok tular pada kelompok Hizbut Tahrir Indonesia cabang Tulungagung melalui media konvensional maupun elektronik.56

3. Sumber Data

Sumber data adalah dari mana data diperoleh.57 Sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah sumber data dari kata-kata, tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dari dokumen dan sebagainya. Kata-kata diperoleh dari melalui orang yang diwawancarai yang bisa dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman video, tape, foto atau film.58

Berdasarkan pengertian tersebut, sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Sumber data primer

Sumber data primer diperoleh dari kata-kata dan tindakan informan. Dalam menentukan informan maka peneliti menggunakan pengambilan sampel secara purposive, internal, dan time sampling. Berdasarkan pada teknik purposive, peneliti menetapkan informan kunci yaitu: Ketua, Pengurus, anggota serta masyarakat umum yang pernah menerima pesan dakwah HTI DPD II Tulungagung. Teknik

purposive ini digunakan untuk menyeleksi dan memilih informan yang

55

Edi Surtisno (Anggota HTI DPD II Tulungagung), Wawancara, Tulungagung, 28 Mei 2016.

56

Observasi, 28 Mei 2016.

57

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 129.

58


(36)

26

benar-benar menguasai informasi dan permasalahan secara mendalam karena maksud purposive yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.59 Kemudian dari informan ini kemudian dikembangkan ke informan lainnya dengan teknik snowball sampling dengan tujuan untuk mendapatkan akurasi data yang diperoleh. Selain itu, dengan teknik ini akan diperoleh data yang terus menerus, akurat, lengkap dan mendalam.

Pengambilan sampling dengan internal sampling yaitu peneliti berupaya untuk memfokuskan gagasan tentang apa yang diteliti dengan siapa akan wawancara, kapan melakukan observasi dan dokumen apa yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Sedangkan teknik pengambilan sampel dengan time sampling yaitu peneliti mengambil data dengan mengunjungi lokasi atau informan didasarkan pada waktu dan kondisi tempat, karena situasi di sekitar mempengaruhi data yang dikumpulkan. Dalam hal inilah pentingnya peneliti dapat mempertimbangkan waktu dan tempat untuk bertemu dengan informan. b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah peristiwa dan dokumen. Peristiwa digunakan untuk mengetahui bagaimana proses rekrutmen angota atau program-program dakwah yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari perencanaan strategis yang dilakukan.

59


(37)

27

Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berhubungan dengan fokus penelitian.

4. Tekhnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data ialah proses pengadaan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Dilihat dari tekhniknya, peneliti menggunakan tehnik pengumpulan data dengan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai penelitian yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, arfikel dan lain-lain. Prosedur pengumpulan dan analisis data dirancangkan untuk memberi ketepatan bagi peneliti.60

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagaimana data empiris dikumpulkan dengan menggunakan metode sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi dilakukan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, benda, serta rekaman dan gambar.61 Sebagaimana halnya wawancara mendalam, pengamatan juga merupakan salah satu metode pengumpulan data yang bersifat kualitatif.62

Bogdan dalam Moleong mendefinisikan pengamatan berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan

60

Anselm Stauruss, Juliat Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Terj. M. Sodiq & Imam Mutaqin (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 36.

61

Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 199-203.

62


(38)

28

selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.63 Dalam observasi ini, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi aktif dalam aktifitas mereka.64 Pemilihan penggunaan metode ini sangat penting karena melalui metode ini peneliti dapat mengamati secara langsung dan komprehensif mengenai kondisi, proses komunikasi getok tular sebagai metode rekrutmen anggota Hizbuttahrir Indonesia cabang Tulungagung.

b. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah percakapan antara dua orang dengan maksud tertentu, dalam hal ini antara peneliti dan informan sebagai sumber pertama.65 Dalam wawancara mendalam ini, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak tersetruktur secara baku dan tetap, tapi mengalir sekiranya perlu dipertanyakan dan sesekali dilakukan dengan sambil bergurau, dapat dikatakan juga sebagai wawancara tidak tersetruktur.

Langkah-langkah wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan urutan: 1) menetapkan siapa informan wawancara, 2) menyiapkan bahan untuk wawancara, 3) mengawali atau membuka wawancara, 4) melangsungkan wawancara, 5) mengkonfirmasi hasil

63

Moleong, Metodologi Penelitian…, 164.

64

Sugiyono, Metode Penelitian…, 227.

65


(39)

29

wawancara, 6) menulis hasil wawancara, 7) mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara.66

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu pengabadian suatu peristiwa penting.67 Dalam penelitian ini, peneliti juga akan memanfaatkan teknik dokumentasi untuk merekam dokumen-dokumen penting maupun foto yang terkait secara langsung dengan fokus penelitian. Data-data yang peneliti kumpulkan adalah sesuai dengan jenis data seperti yang dipaparkan oleh Bogdan dan Biklen yakni meliputi dokumen pribadi dan dokumen resmi.68 Dokumen pribadi berisi catatan-catatan yang bersifat pribadi.69 Misalnya, buku harian, surat pribadi, dan otobiografi.70 Sedangkan dokumen resmi terdiri dari dokumen internal dan eksternal.71 Dalam konteks penelitian ini, dokumen internal lembaga dapat berupa data kegiatan, program-program yang terkait dengan pengembangan dakwah, laporan penilaian, dll.

5. Analisis Data

Analisis data menurut Patton sebagaimana dikutip oleh Kasiram adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam sutu pola,

66

Sugiyono, Metode Penelitian…, 235.

67

Pius Partanto, Dahlan al-barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994) h, 121.

68

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2013), 240.

69

Tanzeh, Pengantar Metode…, 66.

70

Moleong, Metodologi Penelitian…, 218.

71


(40)

30

kategori dan satu uraian dasar.72 Analisa data berbeda dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan antara dimensi-dimensi uraian. Setelah data itu terkumpul kemudian dijadikan konsklusi. Analisa data pada penelitian kualitatif berlangsung selama dan pasca pengumpulan data. Sebagaimana dinyatakan oleh Milles dan Haberman, analisa data kualitatif dikatakan sebagai model alir (Follow Model).73 Oleh kerena itu, proses analisa data mengalir dari tahap awal sampai tahap penarikan kesimpulan studi. Adapun metode yang digunakan peneliti dalam menganalisa data adalah:

a. Reduksi Data

Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan pemerhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang diperoleh dari lapangan setudi. Tujuan pokok reduksi data, selain untuk menyederhanakan data, juga untuk memastikan bahwa data yang diperoleh itu adalah data yang tercakup dalam ruang lingkup penelitian. Dalam batasan rumusan masalah inilah permasalahan utama penelitian berada.

b. Penyajian Data

Penyajian data dimaksudkan untuk menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data dalam penelitian ini berwujud kata-kata, kalimat-kalimat maupun paragraf-paragraf.

72

Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif (Malang: UIN Maliki Perss, 2008), 228.

73


(41)

31

Penyajian data yang dilakukan adalah dalam bentuk teks naratif dan dibantu dengan matriks, grafik, dan bagan. Merancang kolom untuk sebuah matriks untuk data kualitatif dan merumuskan jenis serta bentuk data yang harus dimasukkan ke dalam kotak matriks untuk kegiatan analisis.74

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Dari permulaan pengumpulan data, peneliti mencari makna pada setiap gejala yang diperoleh dari lapangan, mencatat pola keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada alur kausalitas atau proposisi (suatu kalimat yang mungkin salah atau benar).75 Penarikan kesimpulan dilakukan secara obyektif dan terbuka. Selama berlangsungnya penelitian, setiap kesimpulan yang ditetapakan terus menerus diverivikasi hingga benar-benar diperoleh konsklusi yang benar-benar valid dan kokoh.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Perpanjangan pengamatan. Hal ini dilakukan dengan cara peneliti melakukan penambahan waktu untuk mengamati dan untuk menguji pengamatan.

74

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 39.

75


(42)

32

b. Triangulasi. Triangulasi merupakan kegiatan “cek dan ricek” data yang telah didapatkan dengan sumber lain sebagai pembanding. Triangulasi dilakukan dengan tiga cara yaitu sumber, metode dan waktu. Triangulasi sumber berarti mencari sumber-sumber lain di samping sumber yang telah didapatkan. Triangulasi metode merujuk pada penggunaan metode penelitian yang berbeda. Triangulasi waktu berarti melakukan wawancara atau pengamatan diwaktu yang berbeda. c. Pengecekan teman sejawat. Teman sejawat adalah sesama peneliti atau ahli yang sama sekali tidak terlibat dalam penelitian ini. Pengecekan ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan, kritik, penajaman, sudut pandang lain atas hasil-hasil penelitian.76

J. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang penelitian ini, maka sitematika penulisan laporan dan pembahasannya diperinci sebagai berikut:

Bagian awal berisi; sampul, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, pernyataan keaslian, motto, persembahan, prakata, daftar table, daftar gambar, daftar lambang dan singkatan, daftar lampiran, pedoman transliterasi, abstrak yang memuat tentang uraian singkat yang dibahas dalam tesis dan daftar isi.

76

Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 44-46.


(43)

33

BAB I: Pendahuluan, bagian ini meliputi: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi istilah, kerangka teoritik, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu dan sistematika pembahasan.

BAB II: Kajian Pustaka, bagian ini dari empat bagian. Pertama;

Komunikasi, Kedua; Getok Tular, Ketiga; Dakwah dan Kempat; Komunikasi

Getok Tular sebagai metode kontak dakwah.

BAB III: Gambaran Umum Lokasi Penelitian, bagian ini mencakup Sejarah Berdiri, Profil, Tujuan dan Metode Dakwah, Kurikulum Dakwah dan Struktur Organisasi HTI DPD II Tulungagung.

BAB IV: Deskripsi dan Analisis Hasil Penelitian, bagian ini mencakup deskripsi, temuan-temuan dan analisis hasil penelitian mengenai penggunaan komunikasi getok tular dan argumentasi penggunaan komunikasi

getok tular sebagai metode kontak dakwah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung.

BAB V: Penutup, berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian, implikasi teoritik, keterbatasan studi dan rekomendasi sesuai dengan tujuan dan kegunaan penelitian tesis ini.

Bagian akhir memuat daftar rujukan yang merupakan daftar buku yang menjadi referensi peneliti. Kemudian, diberikan juga lampiran-lampiran yang memuat dokumen-dokumen terkait penelitian.


(44)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Komunikasi

1. Definisi Komunikasi

Istilah Komunikasi menurut pendapat Cherry dan Stuart sebagaimana dikutip Hafied Cangara berpangkal pada bahasa latin communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun ke bersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berakar dari kata communico yang artinya membagi.1 Jhon B Hason, mengasumsikan bahwa komunikasi adalah pertukaran verbal, pikiran atau gagasan. Asumsi di balik definisi tersebut adalah bahwa sesuatu pikiran atau gagasan secara berhasil dipertukarkan.2 Tubbs dan Moss mendifinisakan komunikasi sebagai proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih. 3 Sementara Budyatna mendefinisikan komunikasi merupakan cara manusia membangun realitas mereka. Dunia manusia tidak terdiri dari obyek-obyek tetapi respon-respon manusia kepada obyek-obyek atau kepada makna-maknanya.4

Thomas M. Scheidel sebagaimana dikutip oleh Deddy Mulyana mengatakan bahwa komunikasi bertujuan untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, membangun kontak sosial dengan orang sekitar dan untuk mempengaruhi orang lain agar merasa, berpikir atau bertindak seperti yang

1

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi kedua (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), 20.

2

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Satu Pengantar (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), 55.

3

Ibid., 59.

4

Muhammad Budyatna, Teori-Teori Mengenai Komunikasi Antar Pribadi (Jakarta: Kencana, 2015), 5.


(45)

35

diinginkan. Namun tujuan berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologi.5 Rumusan tujuan harus memuat: khalayak sasaran, cakupan jumlah sasaran dan perubahan perilaku yang diinginkan.

Beberapa ahli memang memiliki pendapat berbeda-beda tentang definisi komunikasi karena latar belakang sosio kultur dan pendidikan, tetapi yang pasti ada titik temu di antara para ilmuan komunikasi yaitu komunikasi mencakup perilaku yang disengaja dan diterima.6

Secara garis besar komunikasi memiliki beragam bentuk atau tipe, di antaranya adalah komunikasi, interpersonal, antar pribadi dan komunikasi khalayak. 7 Meskipun pada perkembangannya ada beberapa ahli yang menambahkan tipe-tipe tersebut di antaranya adalah komunikasi kelompok kecil dan komunikasi organisasi.

Pada penelitian ini, peneliti akan fokus pada penggunaan komunikasi interpersonal. Menurut Agus M. Hardjana komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima dapat menanggapi secara langsung pula.8 Ada banyak perspektif dalam melihat definisi komunikasi interpersonal. Namun demikian, cara paling mudah untuk mendefinisikan komnunikasi interpersonal menurut Julia T. Wood adalah dengan membedah makna kataya; kata inter yang berarti antara (beween) dan

person yang berarti manusia. Dengan demikian, secara literal interpersonal

5

Mulyana, Ilmu Komunikasi…, 4.

6

Ibid, 57.

7

Cangara, Pengantar…, 34.

8

Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 84


(46)

36

communication berarti communication between people9atau komunikasi antar manuasia.

Mulyana mendefinisikan komuniksi interpersonal sebagai komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal.10 Sementara itu, Budyatma mendefinisikan komunikasi antar pribadi lebih daripada peenyampaian informasi antara dua manusia. Sebaliknya, ini merupakan cara manusia memperoleh makna, identitas dan hubungan-hubungan melalui komunikasi antar manusia.11

Pada awalanya syarat utama komunikasi interpersonal yang terjadi antara dua orang atau lebih adalah terjadi secara tatap muka. Tetapi seiring perkembangan zaman yang memungkinkan sesorang berinteraksi melalui jaringan seluler dan media sosial, maka komunikasi interpersonal juga dapat terjadi meskipun hanya melalui media. Sebagaimana pendapat Mc-Croskey memutuskan peralatan komunikasi yang menggunakan gelombang udara dan cahaya seperti halnya telephone dan sejensisnya sebagai saluran komunikasi antarpribadi.12 Pesan yang disampaikan bisa melalui thelephone maupun pesan elektronik, seperti email, BBM, What Apps, Line, Facebook dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan interaksi antara dua orang atau lebih

9

Julia T Wood, Interpersonal Communication, Everyday Encounters, Eighth Editions (Canada: Cengage Learning, 2016), 19.

10

Mulyana, Ilmu Komunikasi…, 73.

11

Budyatna, Teori-Teori…, 6.

12


(47)

37

baik secara tatap muka maupun menggunakan media perantara yang memungkinkan terjadinya feedback antara komunikator dengan komunkannya.

Dua hal yang mendasari terciptanya komunikasi antarpribadi yaitu perasaan (attachment) dan ketergantungan (dependency). Perasaan mengacu pada hubungan yang secara emosional intensif. Sementara ketergantungan mengacu pada instrument perilaku antarpribadi, seperti membutuhkan bantuan, membutuhkan persetujuan dan mencari kedekatan. Salah satu karakterisik dari hubungan antarpribadi adalah bahwa hubungan tersebut banyak yang tidak diciptakan atau diakhiri berdasarkan kemauan/kesadaran kita.13

2. Tahap Hubungan Interpersonal

Komunikasi inetrpersonal terjadi beberapa tahapan. Menurut Brant D Ruben dan Lea P. Steward proses hubungan secara berurutan dimulai dari, Inisiasi, Eksplorasi, Intensifikasi, Formalisasi, Redefinisi dan Deteriorasi.14 Keenam tahap hubungan tersebut akan diuraikan sebagai berikuit;

a. Inisiasi

Inisiasi merupakan tahap pertemuan. Pada tahap ini, seorang atau beberapa orang memperhatikan dan menyesuaikan perilaku satu dengan yang lainnya. Seringkali pesan-pesan awal yang dipakai adalah nonverbal. Jika hubungan berlanjut, akan muncul proses pesan timbal

13

Sendjaja, D. S. Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2004), 239.

14

Brant D Ruben dan Lea P. Steward, Komunikasi dan Perilaku Manusia, Terj. Ibnu Hamad (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), 280-284.


(48)

38

balik secara progresif. Salah seorang menunjukkaan tindakan, posisi, penampilan dan gerak tubuh. Orang kedua bereaksi dan reaksinya mendapat reaksi dari orang pertama dan seterusnya.15 Pada tahap awal hubungan, proses yang terjadi adalah proses persepsi dan kebiasaan komunikasi yang mereka bawa dari pengalaman sebelumnya.

b. Eksplorasi

Eksplorasi dilakukan segera setelah inisiasi berlangsung, karena peserta mulai mengeksplorasi potensi dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan untuk melanjutkan hubungan di masa yang akan datang. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.16

c. Intensifikasi

Pada fase ini, peserta tiba pada satu keputusan bahwa meraka ingin melanjutkan hubungan. Jika hubungan berlanjut, mereka harus mendapatkan cukup banyak pengetahuan satu dengan yang lainnya. Pada

15

Ibid, 280-281. 16


(49)

39

tahap ini orang sering menganggap diri mereka sebagai teman dekat.17 Orang yang telah masuk pada tahap ini cenderung lebih terbuka mengenai rahasia-rahasia yang meraka miliki, mengembangkan simbol-simbol dan bahkan menyematkan nama-nama julukan yang lebih mengakrabkan mereka.

Pada hubungan tahap ini, ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu; keakraban, control, respon yang tepat; dan nada emosional yang tepat. 18 Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa dan bilamana dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan. Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah.

Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana, respon A harus diikuti oleh respon yang sesuai dari B. Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesanpesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal.

17

Ruben dan Steward, Komunikasi…, 282-283.

18


(50)

40

Faktor terakhir yang dapat memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.

d. Formalisasi

Begitu hubungan berkembang lebih jauh, pengakuan simbolik yang mengikat para individu merupakan hal yang umum.19 Pada umumnya mereka membuat peraturan, norma maupun simbol-simbol yang disepakati bersama baik tertulis maupun tidak. Formalisai hubungan ini berdampak pada keterikatan para individu dalam menjalankan hubungannya. Jika salah satu di antara mereka melanggarnya maka kemungkinan hubungan akan mengalami keretakan.

e. Redefinisi

Redefinisi merupakan tahap pendefinisan ulang beberapa aturan-aturan bersama dalam sebuah hubungan. Dengan kata lain, redefinisi merupakan tahap evaluasi hubungan karena adanya beberapa peraturan yang tidak lagi relvan dengan hubungan mereka. Jika proses rediefinisi berjalan secara ekstim atau perlawanan terlalu cepat, maka hubungan diambang kehancuran.

19


(51)

41

f. Deteriorasi

Deteriorasi merupakan tahap perusakan hubungan. Awalnya, proses kerusakan bisa terjadi tanpa disadari, saat orang-orang dalam sebuah hubungan mulai lebih dan lebih untuk menempuh jalan masing-masing secara fisik maupun simbolik.20 Kesepakatan simbol-simbol dan kebersamaan yang dulu terjalin dengan rapi kini mulai hilang dan diabaikan.

Menurut R.D. Nye sebagaimana dikutip oleh Jalaludin Rahmad setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkanpemutusan hubungan, yaitu: Pertama: Kompetisi, dimana salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain. Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain. Kedua; Dominasi, dimana salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lainsehingga orang tersebut merasakan hak-haknya dilanggar. Ketiga: Kegagalan, dimana masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai. Keempat;

Provokasi, dimana salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain. Kelima; Perbedaan Nilai, dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.21

20

Ibid, 284.

21


(52)

42

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Interpersonal

Tinggi rendahnya makna dari suatu komunikasi interpersonal amat beragam dan bergantung pada kedekatan masing-masing individu sebagai komunikator dan audiens. Karenanya terbentuk suatu komunikasi secara pribadi antara dua orang individu atau lebih di pengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Beberapa faktor yang memengaruhi komunikasi interpersonal itu antara lain; Persepsi Interpersonal, Konsep diri, Atraksi Interpersonal dan hubungan interpersonal.

a. Persepsi Interpersonal

Interpersepsi manusia terhadap suatu rangsangan sangat di pengaruhi oleh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang budaya. Singkatnya, persepsi interpersonal berupa pengalaman tentang peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan untuk membedakan bahwa manusia bukan benda tapi sebagai objek persepsi.22

Persepsi seseorang terhadap orang lain, tidak senantiasa cermat dan benar. Seringkali terjadi bahwa apa yang di terima dan di pahami oleh komunikan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dan di inginkan oleh komunikator. Dalam hal ini akan terjadi kegagalan dalam berkomunikasi apabila antara komunikator dan komunikan tidak dapat menanggapi dengan cermat.

22

Achmad Saudia, Komunikasi Interpersonal Yang Efektif Pada Kelompok Kerja X, Univ. Guna Dharma. Tt.


(53)

43

Komunikasi interpersonal akan lebih baik bila kita mengetahui bahwa persepsi kita bersifat subyektif dan cenderung keliru. Jalaludin Rahmat mejelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi interpersonal setiap individu. Pertama; yaitu Faktor Situasional. Individu menduga karakteristik seseorang melalui petunjuk-petunjuk eksternal (external cue) yang bisa diamati. Petunjuk-petunjuk itu berupa deskripsi verbal, petunjuk proksemik, kinesik, wajah, paralinguitik dan artifaktual.23Kedua; Faktor Personal yang meliputi pengalaman, motivasi dan kepribadian.24 Secara terperinci kedua faktor tersebut akan dijelaskan pada sub bab sebagai berikut:

1) Faktor Situasional Pada Persepsi Interpersonal.

a) Deskripsi verbal

Deskrpsi verbal merupakan rangkaian kata sifat yang turut menentukan persepsi seseorang terhadap orang lain. Bila dideskrpsikan tentang seorang calon isteri yang cerdas, rajin, lincah, kritis kepala batu dan dengki, seorang akan membayangkan bahwa ia merupakan tipe sorang yang bahagia, humoris dan mudah bergaul. Akan tetapi bila rangkaian itu dibalik dimulai dari dengki, kepala batu dan seterusnya, maka kesan kepada calon istri akan berubah. Menurut Salamon E Asch sebagaimana dikutip jalaludin Rahmad, kata yang disebut pertama akan

23

Rahmad, Psikologi…, 81.

24


(54)

44

mempengaruhi penilaian selanjutnya. Pengaruh kata pertama ini kemudian terkenal dengan primacy effect.25

b) Petunjuk Proksemik

Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan. Edward T Hall membagi jarak kedalam empat corak yaitu, jarak public, jarak sosial, jarak personal dan jarak akrab. Jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka.26 Penggunaan jarak memainkan peran penting dalam komunikai manusia. Jika ruang pribadi kita diserang, kita merespon.27

Edward T Hall mendeskripsikan, anggapan kita tentang orang lain berdasarkan tiga hal yaitu jarak yang dibuat orang itu dengan orang lain, jarak yang dibuat orang lain terhadap kita dan menetapkan persepsi berdasarkan cara orang mengatur ruangan.28

c. Petunjuk Kinesik

Persespi kinestik merupakan persepsi yang didasarkan pada gerakan tubuh seseorang.29 Gerakan badan, kepala, lengan, tangkai atau kaki memainkan peran penting dalam komunikasi manusia.30 Petunjuk kinestik merupakan petunjuk yang paling sukar dikendalikan secara sadar oleh orang yang menjadi stimulus. Oleh karena itu, petunjuk

25

Ibid, 81.

26

Ibid, 82.

27

Ruben dan Steward, Komunikasi…, 192.

28

Rahmad, Psikologi…, 83.

29

Ibid.,

30


(1)

168

Secara umum, masyarakat Tulungagung memilki karakteristik yang cenderung ramah, terbuka dan mau memberikan tanggapan terhadap orang lain, bahkan yang baru dikenal sekalipun. Hal ini selaras dengan pernyataan DeVito yang menyatakan bahwa salah satu cara yang dapat mempermudah hubungan interpersonal adalah adanya kemauan untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang dengan segala sesuatu yang dikatakannya. Biasanya kita menginginkan orang lain untuk dapat memberikan tanggapan secara jujur dan terbuka tentang apa yang kita katakan dan kita mempunyai hak untuk mendapatkan hal tersebut. Intinya adalah pada sifat ini kita harus membuka diri pada orang lain dengan spontan dan tanpa dalih persaaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang kita miliki.91 Dengan demikian, kondisi sosiokultur masyarakat Tulungagung yang guyub rukun dan terbuka dalam proses komunikasi, menjadi salah satu faktor penting yang mendasari HTI DPD II Tulungagung menggunakan dakwah dengan metode getok tular.

91


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Afadlal dkk. Islam dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta: LIPI Press, 2005.

Aliasan. Metode Dakwah Menurut Al-Quran. Wardah: No. 23/ Th.

XXII/Desember 2011, 147.

Aliyudin. Prinsip-Prinsip Metode Dakwah Menurut Al-Quran. Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 4 No. 15 Januari-Juni 2010, 192.

Amin, Samsul Munir. Sejarah Dakwah. Jakarta: Amzah, 2014.

Anas, Ahmad. Paradigma Dakwah Kontemporer. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2006.

Arifin, Bustanul. Metodologi Dakwah. Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya, 2015. Arifin, Muhammad. Dakwah Multimedia, Terobosan Baru Bagi Para Da’I.

Surabaya: Graha Ilmu Mulia, 2006.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Aripudin, Acep. Pengembangan Metode Dakwah: Respon Da’I Terhadap

Dinamika Kehidupan di Kaki Ceremai. Jakarta: Raja Rafindo Persada, 2011.

Aziz, Mohammad Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004.

Barry, Babin, J. Modeling Consumer Satisfaction and Word of Mouth: Restaurant Patronage in Korea. The Journal of Services Marketing, Vol. 9, No.3, p.133- 139. 2005.

Beebe, Steven A. and Susan A. Beebe. InterpersonalComminication: Relating to Others. Boston: Allyn and Bacon, 1996.

Boeree, George. Psikologi Sosial, Terj. Ivan Taniputera. Yogyakarta: Primasophie, 2008.

Budyatna, Muhammad. Teori-Teori Mengenai Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta: Kencana, 2015.

Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.


(3)

175

Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi kedua. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.

Devito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books, 1997. Dwi Putranti, Honorata Ratnawati dan Denny Pradana. Electronic Word of Mouth

(E-WOM), Kepuasan Konsumen dan Pengaruh Langsung dan Tak Langsung Terhadap Minat Beli Konsumen (Studi Pada Mahasiswa FEB UNTAG di Semarang). Jurnal: Media Ekonomi dan Manajemen Vol. 30 No. 1 Januari 2015.

Goldsmith, R.E & Horowitz, D. Measuring motivations for online opinion seeking, Journalof Interactive Advertising, 6(2), 2006.

Gruen & Osmonbekov. E-WOM: the impact of customer-to-customer online know- how exchange on customer value and loyalty. Journal of Business Research, 59 (4) , 2006.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Hancock, Dawson R. & Bob Algozinne. Doing Case Study Research: A Practical Guide for Beginning Researchers. New York: Teachers College Press, 2006.

Hardjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Harjanto, Rudi dan Deddy Mulyana. Komunikasi Getok Tular Pengantar Popularitas Merk. Jurnal: Mediator, Vol.9 No.2 Desember 2008.

Hasanah, Hasyim. Efektivitas Interaksi Sosial dan Unsur Dakwah Dalam Kegiatan Dakwah. Jurnal: At‐Taqaddum, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2012. https://nasional.tempo.co. Diakses pada tanggal 03 Juni 2016.

Ilaihi, Wahyu & Harjani Hefni. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Jones. Entrepreneurial marketing and the Web 2.0 Interface. Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship,12 (2) 2010.

Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Malang: UIN Maliki Perss, 2008.


(4)

176

Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran, Terj. Benyamin Molan. Jilid satu Edisi Sebelas. Jakarta: PT. Penerbit Indeks, 2005.

Khotimah, Khusnul. Hizbut Tahrir Sebagai Gerakan Sosial (Melihat Konsep HT Mengenai Negara). Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tt.tt.

Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.

Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Satu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005.

Muhsin, Ilyya. Gerakan Penegakan Syariah: Studi Gerakan Sosial Hizbut Tahrir Indonesia di DIY. Jurnal: Ijtihad, Vol 12, No. 1, Juni 2012.

Muhyidin, Asep dan Agus Ahmad Syafe’I. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002.

Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Munir. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003.

Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Transito, 1996. Nugraha, Finnan Aditya Ajie, dkk. Pengaruh Word Of Mouth Terhadap

Keputusan Pembelian dan Kepuasan Konsumen (Studi pada Konsumen Kober Mie Setan jalan Simpang Soekarno-Hatta nomor 1-2 Malang. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 22 No. 1 Mei 2015.

Partanto, Pius & Dahlan al-barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994. Putra, Nusa dan Santi Lisnawati. Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam.

Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013.

Rahmad, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012. Ratnawati, Santi. Pengaruh Intensitas Eksposure Media Elektronik dan Intensitas

Getok Tular Terhadap Minat Mengunjungi Makam Sunan Kalijaga”. Semarang: Tesis Program Studi Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2015.


(5)

177

Ritzer, George & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern. Terj. Alimandan. Jakarta: Kencana, 2004.

Robert K. Yin. Qualitative Research from Start to Finish. New York: The Guilford Press, 2011.

Rodhi, Muhammad Muhsin. Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam

Mendirikan Negara Khilafah. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing, 2012.

Ruben, Brant D dan Lea P. Steward, Komunikasi dan Perilaku Manusia, Terj. Ibnu Hamad. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.

Salim, Agus. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.

Sarlito. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2003. Sayuti. Hizbut Tahrir Perjuangan Menegakkan Khilafah, Respon Masyarakat

Terhadap HTI cabang Jambi. Jurnal: Kontekstualita: Vol. 24, No.2. Desemeber 2008.

Sendjaja. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka, 2004. Saudia, Achmad. Komunikasi Interpersonal Yang Efektif Pada Kelompok Kerja X, Univ. Guna Dharma. Tt.

Stauruss, Anselm & Juliat Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Terj. M. Sodiq & Imam Mutaqin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008.

Suparta, Munzier, Harjani Hefin. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2003.

Sutisna. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Suwantara,Pande Putu Lantana. “Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Dan Word Of Mouth Mahasiswa Lembaga Pelatihan Pariwisata Bali”. Denpasar: Tesis Program Studi Manajemen Pascasarjana Universitas Udayana, 2012.

Tahrir, Hizbut Tahrirut. Mengenal Hizbut Tahrir Tahrir Partai Politik Islam Ideologis. Depok: Pustaka Thariqul Izzah, 2000.


(6)

178

Tanzeh dan Suyitno. Dasar-dasar Penelitian. Surabaya: elKaf, 2006. _________. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras, 2009.

Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama. Cet-1. 1997. Trarintya, Mirah Ayu Putri. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan

dan Word Of Mouth (Studi Kasus Pasien Rawat Jalan di Wing Amerta RSUP Sanglah Denpasar)”, (Denpasar: Tesis Program Studi Manajemen Pascasarjana Universitas Udayana, 2011.

West, Richard dan Lynn H. Turner. Pengantar Theori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, Terj. Maria Natalia Damayanti. Jakarta: Salemba Humanika, 2008.

Wood, Julia T. Interpersonal Communication, Everyday Encounters, Eighth Editions. Canada: Cengage Learning, 2016.

www.hti.or.id. Diakses pada tanggal 28 Mei 2016.

www.tulungagung.go.id. Diakses pada tanggal 21 Januari 2017.

Yuliana, Rahmi. Analisis Strategi Word Of Mouth untuk Meningkatkan Keputusan Pembelian Pada Konsumen di Kota Semarang, Jurnal: Stie Semarang, Vol 5, No 3, Edisi Oktober 2013 (ISSN: 2252-7826).

Yulista, Yera. Model Word Of Mouth dalam Pemasaran Perguruan Tinggi. Jurnal Comminication Spectrum, Vol. 2, No.1, Februari – Juli 2014.