Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Hukum Pidana terhadap Pengurus Koperasi Yang dengan Sengaja Menimbulkan Kerugian pada Koperasi

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Kasus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada Kasus yang terjadi pada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada adalah

  tindak pidana di dalam koperasi yang dilakukan dalam kegiatan menghimpun modal penyertaan pada koperasi, yang terhadap kasus yang tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Klas I A Khusus Bandung Nomor : 198/Pid.B/2015/PN. Bdg, dengan terdakwa antara lain Andianto Setiabudi (Terdakwa 1) yang berkedudukan sebagai CEO Cipaganti Group, kemudian Julia Sri Redjeki Setiabudi (Terdakwa 2) yang berkedudukan sebagai Wakil Ketua Koperasi Cipaganti, selanjutnya Yulinda Tjendrawati Setiawan (Terdakwa 3) yang berkedudukan sebagai Bendahara Cipaganti dan Cece Kadarisman (Terdakwa 4) yang berkedudukan sebagai Karyawan Cipaganti.

  Para Terdakwa sebagai Pengurus dan karyawan dari Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada secara bersama-sama menghimpun dana dari masyarakat selama kurun waktu mulai bulan Desember tahun 2007 sampai dengan tanggal 30 April 2014 dalam bentuk simpanan, dengan cara membuat Perjanjian kerjasama dengan pihak mitra (yang telah menyertakan modalnya) dari Koperasi Cipaganti Guna Persada tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank

  Indonesia yang dilakukan secara berlanjut” Terhadap perbuatannya tersebut, para terdakwa di dakwa oleh Penuntut

  Umum dengan dakwaan yang disusun secara Kumulasi yaitu Kesatu : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

  Pasal 46 (1) jo Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP DAN Kedua : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ATAU Ketiga, Primair : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Subsidair : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

  Kemudian tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut Menyatakan para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama- sama menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa ijin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia yang dilakukan secara berlanjut dan melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan tindak pidana Penipuan“ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 46 (1) jo

  Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Menimbang, bahwa unsur-unsur dari dakwaan Kesatu : Pasal 46 (1) jo Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, adalah :

1. Barang siapa

  Y ang dimaksud dengan ‘Barang Siapa’, adalah setiap orang yang menjadi subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang mampu mempertanggungjawabkan perbuatan nya. Bahwa unsur “Setiap Orang” dalam undang-undang juga disebut dengan istilah “barang siapa”, yaitu setiap subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dalam hal ini unsur barang siapa yang dimaksud dalam perkara ini adalah Terdakwa I Andianto Setiabudi, Terdakwa Ii Julia Sri Redjeki; Terdakwa Iii Yulinda Tjendrawati Setiawan Dan Terdakwa Iv Cece Kadarisman.

2. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari pimpinan Bank Indonesia.

  Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, oleh siapa pun, pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi berhubung kegiatan ini terkait dengan kepentingan masyarakat (nasabah) atau pemodal. Karena itulah Undang-undang perbankan mengatur supaya siapa pun yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat harus terlebih dahulu mendapat izin dari pimpinan bank Indonesia (vide Pasal 16 sapai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998). Demikian juga halnya Undang-undang perkoperasian mengatur supaya koperasi yang menghimpun dana dari masyarakat yang berasal dari modal penyertaan dilakukan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi.

  Bahwa dengan fakta-fakta sebagaimana dipertimbangkan di atas maka perbuatan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha yang telah melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat harus dipandang sebagai kegiatan badan usaha yang harus tunduk pada Undang-Undang Perbankan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998. Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha telah menghimpun dana dari masyarakat tanpa memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia (vide Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998).

  Dengan fakta-fakta sebagaimana yang telah terungkap dalam persidangan maka perbuatan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha yang telah melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat harus dipandang sebagai kegiatan badan usaha yang harus tunduk pada Undang-Undang Perbankan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998. Bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha telah menghimpun dana dari masyarakat tanpa memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia (vide Pasal 16 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998).

  Bahwa dari hal-hal yang telah disampaikan diatas, perbuatan- perbuatan yang dilakukan oleh Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penyertaan modal dapat dipersamakan dengan kegiatan menghimpun dana yang dilakukan oleh badan usaha lain yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya unsur kedua dari dakwaan Kesatu “menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.tanpa izin usaha dari

  Pimpinan Bank Indonesia” sudah terpenuhi.

  3. Melakukan, Menyuruh Melakukan Atau Turut Serta Melakukan Perbuatan Itu

  Bahwa dalam unsur ini terdapat tiga kata atau frasa sebagai unsur alternatif yaitu pada frasa : “yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan”. Bahwa oleh karena ketiga frasa kalimat tersebut sifatnya alternatif maka apabila salah satu dari frasa kalimat tersebut telah terbukti maka unsur dalam frasa kalimat tersebut menurut hukum dianggap telah terbukti atau terpenuhi. Bahwa yang dimaksud dengan “yang melakukan (pleger)” adalah orang yang melakukan perbuatan atau tingkah laku seperti yang tercantum dalam rumusan delik, jika rumusan delik itu disusun secara materiil, maka siapa yang menimbulkan akibat seperti dalam rumusan delik, orang itulah yang disebut sebagai orang “yang melakukan (pleger)”, tetapi dengan syarat pula bahwa yang tersangkut dalam perkara itu bukan hanya pelaku sendirian, melainkan ada orang lain yang melakukan penyertaan pula. Selanjutnya yang dimaksud dengan “menyuruh melakukan” (doen plegen), adalah orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan perbuatan, dengan syarat orang yang disuruh itu, dengan alasan apapun, tidak dapat dipidana, dan yang dimaksud dengan turut Serta melakukan (medeplegen) artinya adalah satu orang bersama satu orang lain, atau lebih, melaksanakan perbuatan pidana, dan semua orang itu melaksanakan seluruh unsur- unsur dalam rumusan perbuatan pidana. Jadi diantara mereka terjalin kerjasama yang erat pada waktu melakukan perbuatan pidana; -

  Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai pendiri dan pemilik usaha Cipaganti Group ingin melakukan ekspansi usaha dalam berbagai bidang usaha dan membutuhkan modal untuk membiayai kegiatan usaha tersebut. Untuk merealisir keinginannya itu maka pada tahun 2007 Terdakwa I Andianto Setiabudi mengajak Terdakwa IV Cece Kadarisman yang menurut Terdakwa I berpengalaman dalam perencanaan dan pengelolaan usaha supaya bersama-sama memikirkan cara mendapatkan modal (dana) untuk keperluan pembiayaan pengembangan kegiatan usaha koperasi. Untuk mewujudkan keinginannya itu Terdakwa I Andianto Sebitabudi bersama dengan Terdakwa IV Cece Kadarisman menemukan cara, yaitu dengan melibatkan anggota masyarakat (pemodal) di dalam kegiatan usaha koperasi. Terdakwa I bersama dengan Terdakwa IV menggunakan wadah Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai sarana untuk mendapatkan modal dari masyarakat, dengan mengenalkan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada tersebut kepada masyarakat luas. Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai pemilik Usaha Cipaganti dan juga sebagai Ketua Koperasi ketika itu, merekrut orang-orang dan kemudian melatihnya menjadi tenaga pemasaran (sales marketing) yang diberi tugas untuk menjelaskan dan menawarkan kepada masyarakat luas supaya ikut menanamkan modalnya ke Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada. Bahwa Terdakwa I Andianto Setiabudi juga menerbitkan brosur-brosur yang isinya informasi tentang Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada serta bidang usaha yang dikelolanya. Brosurbrosur itu diedarkan oleh tenaga pemasaran kepada khalayak ramai dan disebarkan diberbagai tempat di kota-kota di Indonesia, tidak hanya saja di Bandung dan Jakarta tetapi juga di kota-kota lain di luar Jawa. Bahwa melalui penyampaian dari tenaga pemasaran serta informasi melalui brosur, Terdakwa I Andianto menawarkan kepada masyarakat untuk ikut didalam kegiatan usaha yang dikelola koperasi dengan cara menyertakan modalnya di Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dan akan menerima pembagian keuntungan setiap bulan. Bahwa untuk mendorong tenaga-tenaga pemasaran lebih aktif dan bersemangat memasarkan program yang dirancang oleh Terdakwa I Andianto Setiabudi untuk

mendapatkan modal dari masyarakat, kepada tenaga-tenaga pemasaran (sales marketing) yang berhasil meyakinkan masyarakat dan bersedia menyertakan modalnya kepada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada diberikan bonus (fee). Bahwa fee sales marketing atau financial consultant ditentukan Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III dan dibayarkan dari uang yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Bahwa untuk menarik keinginan masyarakat supaya menanamkan modalnya ke Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, di dalam brosur Terdakwa I membuat tabel pembagian keuntungan tetap yang akan diterima pemodal setiap bulan.

  Koperasi dalam menghimpun dana masyarakat melalui modal pernyataan, peranan dari Terdakwa I Andianto Setiabudi dalam kapasitasnya sebagai pendiri dan pemilik usaha Cipaganti gruop dan sebagai ketua koperasi pada saat itu sangat dominan. Dari tahun 2007 sampai dengan 2014 tercatat sebanyak 23.192 akte perjanjian kerjasama yang ditanda tangani antara koperasi dengan mitra (pemilik modal) dengan total modal yang dihimpun sebanyak Rp.4.779.976.704.333,- (empat trilyun tujuh ratus tujuh puluh sembilan milyar sembilan ratus tujuh puluh enam juta tujuh ratus empar ribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah). Dengan fakta-fakta sebagaimana diuraikan di atas maka rumusan delik dalam pasal dakwaan Kesatu dari Penuntut Umum tersebut terpenuhi secara materil dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai “orang yang melakukan” (pleger). Dengan demikian unsur “melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan” dalam dakwaan Kesatu sudah terpenuhi.

  4. Melakukan Beberapa Kali Perbuatan Yang Masing-Masing Perbuatan Itu Ada Hubungannya Satu Sama Lain Sehingga Harus Dipandang Sebagai Perbuatan Berlanjut

  Bahwa perbuatan yang didakwakan kepada para terdakwa adalah perbuatan menghimpun dana dari masyarakat selama kurun waktu mulai bulan Desember tahun 2007 sampai dengan tanggal 30 April 2014, dilakukan Para Terdakwa dengan cara membuat Perjanjian kerjasama dengan pihak mitra dari Koperasi Cipaganti Guna Persada. Perbuatan yang dilakukan Para Terdakwa dengan membuat perjanjian kerjasama penyertaan modal antara Koperasi Cipaganti Guna Persada dengan para Mitra dilakukan dengan cara yang sama dengan masing-masing mitra dalam kurun waktu Desember tahun 2007 sampai dengan tanggal 30 April 2014, padahal kegiatan menghimpun dana tersebut tidak sesuai ketentuan Undang-Undang Perbankan yang mengharuskan adanya ijin dari Pimpinan Bank Indonesia dan dengan demikian perbuatan yang dilakukan para Terdakwa menjadi beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut. D engan uraian pertimbangan tersebut unsur “beberapa perbuatan mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut” terpenuhi perbuatan para Terdakwa. Oleh karena semua unsur dari pasal dakwaan Kesatu sudah terpenuhi, dengan demikian perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti. Berdasarkan tuntutan yang diajukan oleh Penuntut umum maka Majelis mengemukakan beberapa pertimbangannya sebelum memutus perkara a quo antara lain : 1.

  Menimbang, bahwa semua unsur dari pasal dakwaan Kesatu sudah terpenuhi, dengan demikian perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti.

  2. Menimbang, bahwa konstruksi dakwaan Penuntut Umum adalah dakwaan kumulatif dengan demikian masing-masing dakwaan dari Penuntut Umum haruslah dipertimbangkan ; 3. Menimbang, bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa yang dirumuskan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dan dinyatakan telah terbukti, tetapi perbuatan yang sama persis seperti itu lagi didakwakan Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kedua.

  4. Menimbang, bahwa terhadap satu perbuatan yang dinyatakan terbukti sebagai perbuatan pidana, hanya boleh dikenakan satu penghukuman (pidana).

5. Menimbang, bahwa karena perbuatan yang didakwakan kepada para

  Terdakwa dalam dakwaan Kedua adalah sama seperti perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu dan perbuatan yang didakwakan dalam dakwaan Kesatu itu telah dinyatakan telah terbukti, maka Majelis Hakim berpendapat dakwaan Kedua dari Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam perkara aquo tidak perlu lagi dipertimbangkan.

  6. Menimbang, bahwa konstruksi surat dakwaan yang disusun Penuntut Umum dalam perkara aquo adalah bentuk dakwaan Kumulasi, namun setelah Majelis Hakim mencermati uraian perbuatan yang dilakukan para Terdakwa yang disusun Penuntut Umum dalam surat dakwaan serta setelah mendengar keterangan para saksi, pendapat para ahli dan keterangan para terdakwa, Majelis Hakim berpendapat konstruksi surat dakwaan yang disusun Penuntut Umum dalam perkara aquo harus dibaca sebagai susunan dakwaan Alternatif. Bahwa setelah mencermati dakwaan Penuntut Umum serta dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa yang telah menjadi fakta hukum dalam perkara aquo, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa sebagaimana diuraikan Penuntut Umum dalam surat dakwaan adalah memenuhi unsur dakwaan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu.

  7. Menimbang, bahwa oleh karena Majelis Hakim memandang dakwaan Penuntut Umum dalam perkara aquo sebagai dakwaan Alternatif, maka dengan terpenuhinya perbuatan para Terdakwa tersebut dalam dakwaan Kesatu, maka terhadap dakwaan Kedua atau dakwaanKetiga dari Penuntut Umum dalam perkara aquo Majelis Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkannya.

  8. Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti maka atas perbuatannya tersebut para Terdakwa harus dinyatakan bersalah; Majelis Hakim dalam Putusannya menyatakan Para Terdakwa tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama-sama menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia yang dilakukan secara berlanjut”.

  Kemudian menjatuhkan Pidana Penjara oleh karena itu kepada : 1.

  Terdakwa 1. ANDIANTO SETIABUDI selama 18 (delapan belas) tahun;

2. Terdakwa 2. JULIA SRI REDJEKI selama 8 (delapan) tahun; 3.

  Terdakwa 3. YULINDA TJENDRAWATI SETIAWAN selama 6 (enam) tahun; 4. Terdakwa 4. CECE KADARISMAN, S.E. selama 10 (sepuluh) tahun;

  Dan menjatuhkan pidana denda kepada : 1.

  Terdakwa 1. ANDIANTO SETIABUDI sebesar Rp.150.000.000.000,- (seratus lima puluh milyar rupiah) subsidair 2 (dua) tahun kurungan; 2. Terdakwa 2. JULIA SRI REDJEKI sebesar Rp.15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah) subsidair 1 (satu) tahun kurungan;

  3. Terdakwa 3. YULINDA TJENDRAWATI SETIAWAN sebesar Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan;

  4. Terdakwa 4 CECE KADARISMAN, S.E., sebesar Rp.15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah) subsidair 1 (satu) tahun kurungan;

B. Kasus Koperasi Serba Usaha Karya Mandiri Sejahtera

  Kasus yang terjadi pada Koperasi Serba Usaha Mandiri Sejahtera adalah tindak pidana dalam koperasi yang dilakukan dalam kegiatan menghimpun modal penyertaan pada koperasi, terhadap kasus tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Sragen Nomor : 43/Pid.B/2013/PN.Srg. dengan terdakwa Kusrasmono sebagai Manager KSU Karya Mandiri Sejahtera.

  Terdakwa yaitu Kusrasmono selaku Manager KSU Karya Mandiri Sejahterah telah menggelapkan Dana yang berasal dari kegiatan menghimpun modal penyertaan pada Koperasi Serba Usaha Karya Mandiri Sejahtera dari nasabah yang menyimpan uang di koperasi tersebut, dimana ketika salah satu nasabah bermaksud untuk mengambil kembali uangnya yang telah disimpan pada Koperasi Serba Usaha Karya Mandiri tersebut tetapi tidak bisa dengan alasan Kas Koperasi tidak ada uang (kosong) dan Terdakwa selaku Manager tidak bisa memenuhi permintaan tersebut.

  Terhadap perbuatannya tersebut, terdakwa di dakwa oleh Penuntut Umum sebagai berikut : 1.

  Dakwaan Kesatu, Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana Pasal 374 KUHP

  2. Dakwaan Kedua, Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana pasal 378 KUHP

  Kemudian tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya menuntut supaya Majelis Hakim yang mengadili Terdakwa tersebut di atas memutuskan : 1.

  Menyatakan terdakwa KUSRASMONO, bersalah melakukan tindak pidana “PENGGELAPAN DALAM JABATAN” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 374 KUHP dalam dakwaan kesatu Jaksa

  Penuntut Umum ; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa KUSRASMONO, dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam ) bulan dipotong selama Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan ; Menimbang bahwa terhadap Terdakwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan maka menurut Majelis Hakim perbuatan Terdakwa lebih mengarah pada Alternatif Dakwaan Pertama, dengan demikan dakwaan kedua tidak akan dibuktikan. Dakwaan Pertama yaitu melanggar Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang unsur-unsurnya sebagai berikut : 1.

   Unsur Barang siapa;

  Barang siapa adalah menunjukan dari pada subyek hukum tindak pidana tersebut yaitu orang atau setiap orang yang melakukan tindak pidana dan dapat di pertanggungjwabkan atas perbuatannya dalam arti sehat phisik dan phisikisnya, Sedangkan yang di maksud barang siapa dalam perkara ini adalah Terdakwa KUSRASMONO. Sehingga unsur ini telah terbukti secara sah menurut hukum.

  2. Unsur Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu barang;

  U nsur selanjutnya “melakukan pencurian”, yang dimaksud melakukan pencurian ialah mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebahagian milik orang lain tanpa ijin pemiliknya dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Berdasarkan keterangan saksi- saksi yang menerngkan di bawah sumpah, petunjuk, barang bukti serta keterangan Terdakwa di peroleh fakta di persidangan sekitar tahun 2010 saksi korban Patmono menjadi nasabah di KSU Karya Mandiri Sejahtera yang berkantor di Jalan Raya Masaran Gemolong Km 08 Sambirejo, Kec. Plupuh, Kab. Sragen, dan Terdakwa KUSRASMONO, selaku Manager KSU Karya Mandiri Sejahtera dengan di awali korban Patmono membuka tabungan Sukarela sebesar Rp. 15.061.514,- (lima belas juta enam puluh satu ribu empat belas rupiah) dengan Nomor Rekening 211101.001672, kemudian saksi korban menabung Deposito yang jumlah awal dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sampai akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2011 korban menabung berjangka (Deposito) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000729 dan jatuh tempo setiap bulan pertanggal 27, selanjutnya pada tanggal 06 Oktober 2011 korban menabung Deposito lagi sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000742, ketika dalam perjalanannya pada tanggal 27 Juli 2012 korban bermaksud untuk mengambil uang tabungan Deposito senilai Rp.

  100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk keperluan usaha, namun pihak koperasi melalui terdakwa Kusrasmono, selaku Manager menyatakan bahwa koperasi tidak ada uang, dengan jawaban itulah korban bermaksud juga untuk mengambil uang Deposito yang berjumlah Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan tabungan Sukarela Rp. 15.061.514,- (lima belas juta enam puluh satu ribu lima ratus empat belas rupiah) dan jawaban dari pihak koperasi tetap sama yaitu tidak ada uang dan selalu menjanjikan saja, Setelah korban datang berulangkali ke koperasi untuk mengambil uang-uang saksi korban tetapi selalu gagal dan sampai akhirnya membuat surat pernyataan tertanggal 18 Juli 2012 yang intinya Terdakwa, sanggup untuk menyelesaikan pembayaran uang Deposito milik saksi korban sebesar Rp. 160.000.000,- (seratus enam puluh juta rupiah) pada tanggal 14 Agustus 2012. Namun pada tanggal 14 Agustus 2012 kenyataan Terdakwa, juga tidak bisa menyelesaikan tanggung jawabnya, saat korban meminta uang tersebut terdakwa, menjanjikan kepada korban akan di jualkan rumah, namun kenyataannya setelah rumah Terdakwa terjual ternyata uangnya tidak di berikan kepada korban dan korban juga di janjikan akan di berikan uangnya, setelah mendapatkan uang tagihan dari nasabahnya namun juga belum di kasih sampai sekarang dan Terdakwa selaku manager yang bertanggung jawab menjaga Aset KSU Karya Mandiri Sejahtera dalam bentuk mengembalikan uang simpanan dari Calon Anggota Koperasi, dan melakukan penyelesaian permasalahan yang ada di KSU Karya Mandiri Sejahtera ternyata tidak di lakukan Terdakwa. Dengan demikian unsure “Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu barang” telah terpenuhi.

  3. Unsur barang tersebut sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain; Bahwa berdasarkan fakta di persidangan dari keterangan saksi-saksi yang menerangkan di bawah sumpah, petunjuk, barang bukti dan keterangan Terdakwa, bahwa awalnya korban membuka tabungan Sukarela sebesar Rp. 15.061.514,- (lima belas juta enam puluh satu ribu empat belas rupiah) dengan Nomor Rekening 211101.001672, kemudian korban menabung Deposito yang jumlah awal dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sampai akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2011 korban menabung berjangka (Deposito) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000729 dan jatuh tempo setiap bulan pertanggal 27, selanjutnya pada tanggal 06 Oktober 2011 korban menabung Deposito lagi sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000742, ketika korban bermaksud mengambil uang tabungan Deposito korban seluruhnya sebesar Rp.

  160.000.000,-(seratus enam puluh juta rupiah) pada tanggal 27 Juli 2012 tetapi tidak bisa dengan alasan Kas Koperasi tidak ada uang (kosong) dan Terdakwa selaku Manager tidak bisa memenuhi permintaan saksi korban.

  Dengan demikian unsure “barang tersebut sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain“ telah terpenuhi.

4. Unsur barang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;

  Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahwa korban membuka tabungan Sukarela sebesar Rp. 15.061.514,- (lima belas juta enam puluh satu ribu empat belas rupiah) dengan Nomor Rekening 211101.001672, kemudian korban menabung Deposito yang jumlah awal dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sampai akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2011 saksi korban menabung berjangka (Deposito) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000729 dan jatuh tempo setiap bulan pertanggal 27, selanjutnya pada tanggal 06 Oktober 2011 korban menabung Deposito lagi sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000742, ketika korban bermaksud mengambil uang tabungan korban seluruhnya sebesar Rp. 160.000.000,- (seratus enam puluh juta rupiah) pada tanggal 27 Juli 2012 jawaban dari pihak koperasi tetap sama yaitu tidak ada uang dan selalu menjanjikan saja, Setelah korban datang berulangkali ke koperasi untuk mengambil uang-uang korban tetapi selalu gagal dan selaku Manager KSU Karya mandiri Sejahtera yang bertanggung jawab atas pengelolaan keluar masuknya uang tetapi kenyataannya tidak di lakukan Terdakwa. Dengan demikian unsure “barang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan“ telah terpenuhi.

  5. Unsur di lakukan oleh orang menguasai barang itu karena ada hubungannya dengan pekerjaan atau mendapat upah uang ;

  Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi yang menerangkan di bawah sumpah, petunjuk, barang bukti dan keterangan Terdakwa, bahwa ketika korban bermaksud mengambil uang tabungan korban seluruhnya sebesar Rp. 160.000.000,- (seratus enam puluh juta rupiah) pada tanggal 27 Juli 2012 jawaban dari pihak koperasi tetap sama yaitu tidak ada uang dan selalu menjanjikan saja, Setelah korban datang berulangkali ke koperasi untuk mengambil uang-uang saksi korban tetapi selalu gagal, seharusnya Terdakwa selaku Manager KSU Karya Mandiri Sejahtera yang bertanggungjawab atas uang-uang Nasabah (Calon Anggota) yang di simpan di KSU Karya Mandiri Sejahtera bila terjadi masalah tetapi hal tersebut tidak di lakukan oleh Terdakwa dan selaku Manager Terdakwa mendapat upah uang (gaji). Dengan demikian unsure “di lakukan oleh orang menguasai barang itu karena ada hubungannya dengan pekerjaan atau mendapat upah uang“ telah terpenuhi. Berdasarkan tuntutan yang diajukan oleh Penuntut umum maka Majelis

  Hakim dalam Putusannya menyatakan Terdakwa Kusrasmono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah m elakukan tindak pidana “PENGGELAPAN

  DALAM JABATAN” dan Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa KUSRASMONO, SE. dengan pidana penjara selama 1(satu) tahun dan 4 (empat) bulan.

  Dalam kedua kasus ini tampak jelas bahwa dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja menimbulkan kerugian pada anggota koperasi oleh pengurus koperasi dapat digunakan Formulasi Kebijakan Hukum Pidana dalam bentuk formulasi yang bisa di terapkan kepada para terdakwa adalah kebijakan hukum pidana yang tercantum dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).

C. Analisis Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pengurus Koperasi Yang Dengan Sengaja menimbulkan Kerugian Yang Diderita oleh Masyarakat 1. Tindak Pidana Perbankan

  Tindak pidana perbankan merupakan merupakan salah satu tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus Koperasi Cipaganti. Ahli yang di hadirkan dalam persidangan membenarkan bahwa Koperasi Cipaganti tidak pernah melakukan ijin perbankan. Untuk dapat dikenakan saksi pidana terhadap pengurus koperasi, maka digunakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Koperasi sebagai dasar untuk menggunakan undag- undang di luar Undang-undang Koperasi sebagai dasar penuntutan.

  Lastuti Abubakar dalam keterangan ahlinya dipersidangan

  “Bahwa berdasarkan Pasal 16 UU Perbankan mengatur bahwa “setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri” Apabila Pasal 16 terpenuhi, maka Pasal 46 UU Perbankan dapat diterapkan. Apabila Pihak berdasarkan

  Pasal 16 UU Perbankan merupakan badan Hukum, maka badan hukum tersebut lah yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Badan hukum akan diwakili oleh direksi atau pengurus baik di luar maupun di dalam pengadilan.” Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam UU Koperasi sanksi yang di atur hanyalah sanksi administrative, akan tetapi dalam pertanggung jawaban pidana sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pasal 34 ayat (2) UU Koperasi yang menyatakan,

  “di samping penggantian kerugian

  

tersebut, apabila tindakan dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup

kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan” maka

  pengurus sebagai subjek hukum dapat dipidanakan.

  Sanksi pidana sebagaiman diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) tidak memberikan defisini tertentu tentang kejahatan perbankan. UU Perbankan menetapkan tiga belas macam tindak pidana yang diatur mulai dari Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat digolongkan ke dalam empat macam: a.

  Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan b.

  Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank c. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan d.

  Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.

  Kejahatan yang berkaitan dengan perizinan industri perbankan dikenal sebagai industri yang sarat dengan aturan (heavily regulated

  

industry ). Untuk menjalankan usaha bank dibutuhkan ijin dari regulator dengan persyaratan ketat. Melakukan kegiatan usaha bank sebelum mendapatkan ijin dari Bank Indonesia dikategorikan sebagai tindak pidana. Tindak pidana ini disebut dengan tindak pidana bank gelap. Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan mengancam barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang- kurangnya 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Ketentuan ayat (2) menyebutkan, bahwa dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan- badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. Ketentuan ini satu-satunya ketentuan dalam UU Perbankan yang mengenakan ancaman hukuman terhadap korporasi dengan menuntut mereka yang memberi perintah atau pimpinannya.

  Jika mengacu pada ketentuan hukuman dalam undang-undang koperasi, maka berdasarkan Pasal 34 ayat (2) Di samping penggantian kerugian tersebut, apabila tindakan dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan, penuntutan yang dimaksdukan dalam pasal ini adalah, tindakan penuntut umum untuk menuntut sesuai dengan perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja menimbulkan kerugian bagi para anggotanya oleh pengurus koperasi. Oleh sebab sebab itu maka dalam penunutan yang dilakukan, pengurus keporasi terbukti bersalah melanggar Undang-undang Perbankan.

  Praktik Perbankan yang dimaksud misalnya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan lain-lain (Pasal 46 UU Perbankan). Kedua , perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh pegawai bank, komisaris, ataupun direksi yang dengan sengaja ataupun lalai membuat laporan kepada Bank Indonesia mengenai usahanya maupun neraca untung rugi secara berkala sesuai dengan tata cara yang ditentutakn Bank Indonesia (Pasal 48 UU Perbankan). Ketiga, perbuatan pidana yang dilakukan oleh komisaris, direksi ataupun pegawai bank dengan cara merusak, menghilangkan, mengaburkan, memalsukan, mengubah menjadi tidak benar segala sesuatu yang menyangkut “segala dokumen perbankan” (Pasal 49 ayat (1) UU Perbankan). Keempat, tindak pidana yang dilakukan oleh komisaris, direksi atau pegawai bank yang menguntungkan diri sendiri atau keluarganya (karena menerima komisi/ menerima sogokan) dalam rangka pencairan kredit atau pemberian kredit yang melebihi batas, bank garansi dan segala macam yang menyengkut transaksi perbankan (Pasal 49 ayat (2) UU Perbankan).

  Berdasarkan ketentuan Pasal-Pasal tersebut, dapat dilihat dengan jelas bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlebih dahulu memperoleh ijin usaha sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat yang dimaksud diatur dengan undang- undang tersendiri.

  Ketentuan mengenai tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan perijinan ini dapat kita dilihat dalam Pasal 46 UU No.7/1992 jo. UU No.10/1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa: 1)

  Barangsiapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

  2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan, atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan- badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakkan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua duanya.

  Ketentuan Pasal 46 ayat dalam undang-undang perbankan diterapkan terhadap koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, dalam menghimpun dana dari masyarkat, Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada melanggar Ketentuan tersebut, seharusnya dalam menghimpun dana dari masyarakat Koperasi Cipaganti harus mendapat ijin dari Bank, ijin tersebut dengan maksud agar supaya tidak ada penyalagunaan dana dari masyarakat, oleh sebab itu dalam koperasi Cipaganti Guna persada dalam dalam putusan pengadilan, maka para pengurus koperasi dikenakan pasal berlapis dan dari pasal-pasal tersebut yang lebih memberatkan putusannya adalah Tindak Pidana Perbankan

2. Tindak Pidana Penggelapan

  Penggelapan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang sering dilakukan oleh pengurus koperasi, baik demi kepentingan sendiri maupun kelompoknya, apabila melihat rumusan pasal dalam undang- undang koperasi, maka sudah barang tentu tidak menemukan bentuk sanksi pidana yang dapat dijalankan oleh pengurus koperasi yang melakukan tindak pidana. akan tetapi dalam pertanggung jawaban pidana oleh pengurus koperasi sesuai dengan rumusan pasal 34 undang-undang koperasi, maka subjek hukum dalam koperasi tersebut adalah pengurus yang melakukan tindak pidana, dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

  Tindak Pidana Penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP, dimana yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah.

  Dalam penggelapan, dimilikinya suatu benda terjadi bukan karena perbuatan yang melawan hukum (bukan karena perbuatan yang tidak sah), melainkan karena suatu perbuatan yang sah (bukan karena kejahatan).

  Perbuatan dimilikinya barang tersebut dilakukan dengan kesadaran bahwa si pemberi dan penerima barang sama-sama menyadari perbuatan mereka, namun pada akhirnya dimilikinya benda tersebut oleh penerima barang dipanda sebagai perbuatan yang tidak dikehendaki (melawan hukum). Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya.

  Sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Koperasi, tidak mengatur tentang sanksi pidana, akan tetapi dalam rumusan Pasal 34 ayat (2) Di samping penggantian kerugian tersebut, apabila tindakan dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan. Dari bunyi pasal tersebut, sudah dapat dipastikan bahwa apa bila perbuatan pengurus koperasi tersebut dilakuakn dengan sengaja maka sudah pasti dapat dituntut sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, Pasal 474 KUHP “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, merupakan perbuatan pidana yang dilakukan dengan kesengajaan, dan oleh perbuatannya penutut umum dapat menuntut sesuai perbuatannya, sebagaiman dirumuskan dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-undang Perkoperasian.

  Penjelasan ahli Tajudin dalam kasus Cipaganti mengenai pasal

  Pasal 372 KUH Pidana “Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan dengan hukuman penjara selama lamanya empat tahun”. Penggelapan adalah suatu tindak pidana yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut;

1. Unsur barang siapa,merujuk kepada orang.

  2. Unsur dengan sengaja,sebagai willens en wetens diartikan menghendaki dan mengetahui,bahwa pelaku telah menghendaki atau bermaksud untuk menguasai suatu benda secara melawan hukum, dan mengetahui bahwa benda tersebut sebagian atau seluruhnya adalah kepunyaan orang lain.

  3. Unsur menguasai dengan melawan hukum,unsur ini diartikan bahwa penguasaan sesuatu objek/barang oleh pelaku tidak memiliki alas haknya atau menguasai seolah-olah ia adalah pemiliknya;

  4. Unsur sesuatu barang,diartikan sebagai benda baik berwujud maupun tidak berwujud;

  5. Sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain,dalam unsur ini barang yang dikuasai oleh pelaku baik sebagian maupun seluruhya adalah kepunyaan orang lain; 6. Unsur barang itu berada padanya bukan karena kejahatan,bahwa objek/benda yang ada dalam penguasaan pelaku bukan karena kejahatan,misalnya karena dipinjamkan, disewakan, dititipkan, diper- cayakan, diperjanjikan dan sebagainya;

  Dan sebagimana yang telah dijelaskan oleh ahli, maka dalam pertimbangan hakim menjatuhkan sanksi pidana kepada pengurus yang melakukan tindakan penggelapan tersebut. Dalam rumusan pasal 372 KUHP, terlihbat dengat jelas bahwa pengurus koperasi sebagai subjek hukum dengan senagaja melakukan perbuatan melawan hukum, Penggelapan adalah digelapkannya suatu barang yang harus ada dibawah kekuasaan si pelaku, dengan cara lain dari pada dengan melakukan kejahatan. Jadi barang itu oleh yang punya dipercayakan kepada si pelaku. Pada pokoknya si pelaku tidak memenuhi kepercayaan yang dilimpahkan atau dapat dianggap dilimpahkan kepadanya oleh yang berhak atas suatu barang. Istilah penggelapan sebagaimana yang lazim dipergunakan untuk menyebut jenis kejahatan yang di dalam buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan “verduistering” dalam bahasa Belanda Delik berkualifikasi atau yang bernama penggelapan ini diatur dalam Pasal 372. Banyak unsure- unsur yang menyerupai delik pencurian, hanya saja beradanya barang yang dimaksud untuk dimiliki ( zich toeegenen ) itu di tangan pelaku

  1 penggelapan bukanlah karena seperti halnya pencurian.

  Sebagai mana unsur-unsur yang terpenuhi dalam kasus KSU Karya Mandiri Sejahtera didalam persidangan Unsure barang siapa.

  “Pengertian barang yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan langsung dan sangat erat dengan barang itu, yang 1 Jurnal Ilmu Hukum Legal OpinionEdisi 5, Volume 1, Tahun 2013. H. 3-4. menjadi indikatornya ialah, apabila ia hendak melakukan perbuatan terhadap benda itu, dia dapat melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu, adalah hanya terhadap benda-benda yang berwujud dan bergerak saja, dan tidak

  2

  mungkin terjadi terhadap benda-be nda tidak berwujud dan tetap”. Barang siapa adalah menunjukan dari pada subyek hukum tindak pidana tersebut yaitu orang atau setiap orang yang melakukan tindak pidana dan dapat di pertanggungjwabkan atas perbuatannya dalam arti sehat phisik dan phisikisnya; Sedangkan yang di maksud barang siapa dalam perkara ini adalah Terdakwa KUSRASMONO, SE. yang identitasnya telah ditanyakan Majelis Hakim dalam permulaan sidang, sehingga unsure ini telah terbukti secara sah menurut hukum;

  Unsur Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum sesuatu barang. unsur selanjutnya“melakukan pencurian”, yang dimaksud melakukan pencurian ialah mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebahagian milik orang lain tanpa ijin pemiliknya dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum ; berdasarkan keterangan saksi-saksi yang menerngkan di bawah sumpah, petunjuk, barang bukti serta keterangan Terdakwa di peroleh fakta di persidangan, bahwapada hari, tanggal dan bulan sudah tidak ingat lagi sekitar 2 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, h. 77. tahun 2010 saksi korban atmono menjadi nasabah di KSU Karya Mandiri Sejahtera yang berkantor di Jalan Raya Masaran Gemolong Km 08 Sambirejo, Kec. Plupuh, Kab. Sragen, dan Terdakwa KUSRASMONO, SE. selaku Manager KSU Karya Mandiri Sejahtera diangkat berdasarkan Surat Keputusan Nomor : 01/KSU/LMS/11-2005 tanggal 01 November 2005, dengan di awali saksi korban Patmono membuka tabungan Sukarela sebesar Rp. 15.061.514,-(lima belas juta enam puluh satu ribu empat belas rupiah) dengan Nomor Rekeningm211101.001672, kemudian saksi korban menabung Deposito yang jumlah awal dari Rp.20.000.000,-(dua puluh juta rupiah) sampai akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2011 saksi korban menabung berjangka (Deposito) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000729 dan jatuh tempo setiap bulan pertanggal 27,selanjutnya pada tanggal 06 Oktober 2011 saksi korban menabung Deposito lagi sebesar Rp.

  60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) dengan Nomor Rekening 211301.000742,

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsistensi Pengaturan Hak Guna Usaha dalam Hukum Tanah Indonesia

0 0 72

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Hak Guna Usaha Dalam Undang-Undang Pokok Agraria - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsistensi Pengaturan Hak Guna Usaha dalam Hukum Tanah Indonesia

0 0 68

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Arena Budaya dan Modal Budaya di Dalam Sumber Mata Air (‘‘SMA”) Senjoyo di Desa Tegalwaton, Kabupaten Semarang: Dari Perspektif Pierre Bourdieu

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Arena Budaya dan Modal Budaya di Dalam Sumber Mata Air (‘‘SMA”) Senjoyo di Desa Tegalwaton, Kabupaten Semarang: Dari Perspektif Pierre Bourdieu

0 0 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Arena Budaya dan Modal Budaya di Dalam Sumber Mata Air (‘‘SMA”) Senjoyo di Desa Tegalwaton, Kabupaten Semarang: Dari Perspektif Pie

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Arena Budaya dan Modal Budaya di Dalam Sumber Mata Air (‘‘SMA”) Senjoyo di Desa Tegalwaton, Kabupaten Semarang: Dari Perspektif Pierre Bourdieu

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Arena Budaya dan Modal Budaya di Dalam Sumber Mata Air (‘‘SMA”) Senjoyo di Desa Tegalwaton, Kabupaten Semarang: Dari Perspektif Pierre Bourdieu

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memahami Arena Budaya dan Modal Budaya di Dalam Sumber Mata Air (‘‘SMA”) Senjoyo di Desa Tegalwaton, Kabupaten Semarang: Dari Perspektif Pierre Bourdieu

0 0 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Hukum Pidana terhadap Pengurus Koperasi Yang dengan Sengaja Menimbulkan Kerugian pada Koperasi

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Hukum Pidana terhadap Pengurus Koperasi Yang dengan Sengaja Menimbulkan Kerugian pada Koperasi

0 0 34