BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

  World Bisnis Council for Sustainable Development (WBCSD) yang

  dikutip oleh Wibisono (2007:7) mendefenisikan Tanggung jawab sosial perusahaan sebagai berikut :

  “Tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen bisnis untuk

berkontribusi dalam ekonomi pembangunan berkelanjutan, bekerja dengan para

karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas

setempat (lokal) dan komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan

kualitas kehidupan”.

  Mallen Baker mengartikan CSR sebagai suatu hal bagaimana perusahaan tersebut melakukan pengelolaan terhadap proses ekonominya dalam rangka menghasilkan suatu dampak positif secara menyeluruh bagi masyarakat (Siagian, 65:2010)

2.1.1 Laporan Keuangan

  Laporan keuangan merupakan suatu proses output dan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang kemudian hari menjadi bahan informasi untuk para pemakainya sebagai salah satu rujukan dalam proses pengambilan keputusan. Disamping sebagai bahan informasi, laporan keuangan juga juga digunakan untuk pertanggung jawaban atau accountability. Sekaligus untuk menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.

2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan

  Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007:03:07) mendefinisakan laporan keuangan sebagai berikut

  ’’Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.

Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,

laporan perubahan posisi, keuangan ( yang dapat disajikan dalam berbagai cara

seperti, misalnya sebagi laporan arus kas atau laporan arus dana). Catatan dan

laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari

laporan keuangan.’’

  Munawir (2004:02) mendefinisikan laporan keuangan sebagai berikut:

  ’’Pada dasarnya laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi

yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan

dan aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan

data atau aktivitas perusahaan tersebut.”

  Bringham & Housten (2001:38) mendefinisikan laporan keuangan sebagai berikut:

  “Laporan keuangan adalah laporan yang diterbitkan setiap tahun oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Laporan ini berisa laporan keuangan

dasar dan opini manajemen atas operasi perusahaan selama tahun lalu dan

prospek perusahaan selama tahun lalu dan prospek perusahaaan dimasa depan.”

  Harahap (2009:105), mendefinisikan laporan keuangan sebagai berikut:

  “laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha

suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Adapun jenis

laporan keuangan yang lazim dikenal adalah neraca, laporan laba-rugi atau

hasil usaha, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, laporan posisi

keuangan.”

  Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan suatu alat ataupun gambaran yang memberikan informasi tentang kondisi keuangan selama tahun buku yang bersangkutan serta pertanggungjawaban pihak manajemen kepada pihak intern maupun ekstern perusahaan yang mempunyai kepentingan dalam perusahaan tersebut.

2.1.1.2 Tujuan Laporan Keuangan

  Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu maupun pada pada periode tertentu.Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia No 01 (2007:05:1.2) merumuskan tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi tentang posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

  Sedangkan menurut Fahmi (2011:28), tujuan utama dari laporan keuangan adalah memberikan informasi keuangan yang mencakup perubahan dari unsur- unsur laporan keuangan yang ditujukan kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam menilai kinerja keuangan terhadap perusahaan di samping pihak manajemen perusahaan.

  Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia (1984) yang dikutip dari Harahap (2008:132) mengatakan bahwa tujuan laporan keuangan sebagai berikut: a.

  Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal perusahaan.

  b.

  Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.

  c.

  Untuk memberikan informasi yang membantu para pemakai laporan di dalam menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba. d.

  Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, seperti informasi mengenai aktivitas pembiayaan dan investasi.

  e.

  Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan, seprti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut perusahaan.

  Menurut APB Statement No. 4 (AICPA) yang dikutip dari Harahap (2008:133) menggambarkan bahwa tujuan laporan keuangan dengan membaginya menjadi dua yaitu sebagai berikut: a.

  Tujuan umum, yaitu menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang diterima b. Tujuan khusus, yaitu memberikan informasi tentang kekayaan, kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan dan kewajiban, serta informasi lain yang relevan Menurut Kasmir (2009:11) tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan yaitu :

  1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki perusahaan pada saat ini.

  2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini.

  3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu.

  4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.

  5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan.

  6. Memberikan informasi tentang kinerja menajemen perusahaan dalam suatu periode.

  7. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan.

  8. Informasi keuangan lainnya.

  Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan dibuat dengan maksud memberikan gambaran kemajuan (progress report) perusahaan secara periodik. Jadi laporan keuangan bersifat histories serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report.

2.1.1.3 Keterbatasan Laporan Keauangan

  Laporan keuangan sebagai hasil akhir proses akuntansi memiliki beberapa keterbatasan. Di dalam analisis laporan keuangan, kasmir (2009:16) menyatakan keterbatasan-keterbatasan tersebut adalah : a.

  Laporan keuangan yang dibuat dasarkan sejarah (historis), dimana data yang diambil data masa lalu.

  b.

  Laporan keuangan dibuat umum.

  c.

  Proses penyusunan tidak terlepas dari taksiran-taksiran dan pertimbangan- pertimbangan tertentu.

  d.

  Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi situasi ketidakpastian.

  e.

  Laporan keuangan selalu berpegang teguh kepada sudut pandang ekonomi dalam memandang peristiwa-peristiwa yang terjadi bukan kepada sifat formalnya. Keterbatasan laporan keuangan tidak akan mengurangi arti nilai keuangan secara langsung karena hal ini memang harus dilakukan agar dapat menunjukkan kejadian yang mendekati sebenarnya, meskipun perubahan berbagai kondisi dari berbagai sektor terus terjadi (Kasmir, 2009:17). Selama laporan keuangan disusun dengan aturan yang telah ditetapkan, maka inilah yang dianggap telah memenuhi syarat sebagai suatu laporan keuangan.

  Sedangkan Keterbatasan laporan keuangan menurut SAK (Standar Akuntansi Keuangan) dalam Harahap (2006:17) : a.

  Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat bukan masa kini, sehingga laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi apalagi untuk meramalkan masa depan atau menentukan nilai perusahaan saat ini.

  b.

  Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu atau pihak khusus saja seperti untuk pihak yang akan membeli perusahaan.

  c.

  Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan.

  d.

  Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material.

  e.

  Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian.

  f.

  Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas).

  g.

  Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan.

  h.

  Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan. i.

  Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan

2.1.2 Kinerja Keuangan

  suatu karakteristik yang paling penting dalam menjalankan sebuah bisnis adalah kinerja keuangan perusahaan.

2.1.2.1 Pengertian Kinerja Keuangan

  Kinerja keuangan merupakan suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi (Bastian, 2001:329). Menurut Suta

  (2007:12) kinerja perusahaan dibagi menjadi dua yaitu kinerja operasional dan kinerja keuangan. Kinerja operasional adalah penentuan secara periodik tampilan perusahaan yang berupa kegiatan operasional, struktur organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Sedangkan kinerja keuangan adalah suatu tampilan tentang kondisi financial perusahaan selama periode waktu tertentu.Menurut Kamus Besar Bahasa

  

Indonesia (2001), kinerja diartikan sebagai “sesuatu yang dicapai, prestasi yang

diperlihatkan, kemampuan kerja (tentang peralatan)”.

  Berdasarkan pengertian tersebut kinerja keuangan dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam mengukur prestasi perusahaan dan menggunakan modal secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan perusahaan. Kinerja keuangan adalah salah satu tolak ukur yang digunakan oleh pemakai laporan keuangan untuk megukur atau menentukan sejauh mana kualitas perusahaan tersebut.

2.1.2.2 Metode Pengukur Kinerja Keuangan dengan Rasio Keuangan

  Analisis rasio keuangan merupaka salah satu metode yang paling populer dan sering digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan di bidang keuangan atau untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan.

  Menurut Harahap (2008:189) Analisis Laporan Keuangan adalah sebagai berikut:

  “Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang

lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang

mempunyai makna antara satu dengan yang lain, baik antara data kuantitatif

maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan

lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang

tepat.”

  Menurut Prastowo dan Julianty (2008:60) “Analisa Laporan Keuangan merupakan suatu proses membedah-bedah laporan keuangan ke dalam komponen- komponennya. Penelaahan mendalam terhadap masing-masing komponen dan hubungan diantara komponen-komponen tersebut akan menghasilkan pemahaman menyeluruh atas laporan keuangan itu sendiri”.

  Berdasarkan pengertian tersebut bahwa kegiatan analisa laporan keuangan berfungsi untuk mengkonversi data berasal dari laporan sebagai bahan mentahnya menjadi informasi yang lebih berguna dan lebih tajam dengan teknik tertentu. Secara rinci konversi data menjadi informasi dapat dilihat pada Gambar 1.1.

  Gambar 1.1

  Konversi Data Menjadi Informasi Laporan Keuangan

  INPUT Data Lain

  Metode dan Teknik Analisa Laporan Keuangan

  Informasi yang Berguna OUTPUT untuk Pengambilan

  Keputusan

  Sumber: Sofyan Syafri Harahap, Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan 2008.

  Menurut Harahap (2008:194) menyebutkan bahwa analisa laporan keuangan memiliki sifat-sifat:

  1. Fokus laporan keuangan adalah laba rugi, neraca, arus kas yang merupakan akumulasi transaksi dari kejadian histories, dan penyebab terjadinya dalam suatu perusahaan.

  2. Prediksi, analisa harus mengkaji implikasi kejadian yang sudah berlalu terhadap dampak dan prospek perkembangan keuangan perusahaan di masa yang akan dating.

  3. Dasar analisa adalah laporan keuangan yang memiliki sifat dan prinsip tersendiri sehingga hasil analisa sangat tergantung pada kualitas laporan ini. Penguasaan pada sifat akuntansi, prinsip akuntansi, sangat diperlukan dalam menganalisis laporan keuangan.

  Pengukur kinerja keuangan berdasarkan analisis laporan keuangan yang sering digunakan menurut Harahap (2008 :299 ) yaitu:

1. Rasio Likuiditas

  Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan utang lancar. Beberapa rasio likuiditas ini antara lain: rasio lancar, rasio cepat, rasio kas atas aktiva lancar, rasio kas atas utang lancar, rasio aktiva lancar dan total aktiva, serta rasio aktiva lancar dan hutang.

  2. Rasio Solvabilitas Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan hutang jangka panjang. Rasio sovabilitas ini antara lain: rasio utang atas modal, rasio pelunasan utang, dan rasio utang atas aktiva.

  3. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melaui semua kemampuan dan sumber yang ada,seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Beberapa jenis rasio ini antara lain: margin laba, aset turn over, return on

  

investment, return on total aset, basic earning power, earning per share,

dan contribution margin.

  4. Rasio Leverage Rasio ini menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity). Rasio ini terdiri dari: rasio hutang terhadap modal, rasio kecukupan modal, dan rasio capital formation.

  5. Rasio Aktivitas Rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya. Rasio ini antara lain: inventory turn over, receivable turn over, fixed aset turn over, dan total aset turn over.

  6. Rasio Pertumbuhan Rasio ini menggambarkan persentasi pertumbuhan pos-pos perusahan dari tahun ke tahun. Rasio ini terdiri dari: rasio kenaikan penjualan, rasio kenaikan laba bersih, earning per share, dan rasio kenaikan deviden per share.

  7. Rasio Penilaian Pasar Rasio ini merupakan rasio yang lazim digunakan di pasar modal yang menggambarkan situasi/keadaan prestasi prusahaan di pasar modal. Rasio ini terdiri dari: price earning ratio dan market to book value ratio.

  8. Rasio Produktivitas Rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan yang dinilai, misalnya rasio karyawan atas penjualan, rasio biaya per karyawan, rasio penjualan terhadap space ruangan, rasio laba terhadap karyawan, rasio laba terhadap cabang, dan lainnya.

  Dari delapan rasio tersebut, yang berkaitan langsung dengan analisis kinerja keuangan yang diteliti adalah rasio solvabilitas dan profitabilitas Didalam dua rasio resebut, peneliti hanya menggunakan Debt To Equity Ratio (DER),

  

Return On Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM)

sebagai alat analisa utama indikator penilaian kinerja.

2.1.3 Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial)

  Corporate social responsibility merupakan fonomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya.

2.1.3.1 Definisi Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial)

  Mengenai definisi CSR belum ada definisi tunggal yang disepakati oleh semua pihak. Secara umum CSR dapat diartikan sebagai peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dan menanggapi keadaan sosial yang ada,dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan perubahan yang ada sekaligus (Rudito, 207:2007).

  World Bank memandang CSR sebagai sebuah komitmen bisnis yang dikutip oleh Siagian (99:2010) yang mengartikan SCR sebagai barikut: “Sebagai suatu persetujuan atau komitmen perusahaan agar bermanfaat

  

bagi pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, bekerja dengan para

perwakilan dan perwakilan mereka, masyarakat setempat dan masyarakat dalam

ukuran lebih luas, untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan demikian eksistensi perusahaan tersebut akan baik bagi perusahaan itu sendiri

  Menurut Darwin (2004) corporate Social responsibility adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di dalam hukum.

  Admin Widjaja Tunggal menyatakan corporate Social responsibility sebagai suatu kewajiban perusahaan untuk merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, dan melaksanakan tindakan yang memberikan manfaat bagi masyarakat. (Tunggal, 2008 didalam Siagian, 2010:67)

  Definisi corporate Social responsibility yang dikemukankan oleh Admin Widjaja Tunggal mempunyai poin penting yang mengutamakan pinsip kewajiban perusahaan untuk selalu atau senantiasa menjadikan perusahaan tersebut berguna bagi masyarakat. Dalam upaya memberikan manfaat tersebut kepada masyarakat, maka peusahaan harus merumuskan suatu kebikajan, pengambilan keputusan dan harus melakukan tindakan tertentu.

  Hackston dan Milne (1996) menyatakan bahwa corporate social

  

responsibility merupakan proses dampak sosial dan lingkuangan dari kegiatan

  ekonomi organisasi tersebut terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Gray et al (1987) yang dikutip oleh Belal (2001) mendefinisikan corporate social responsibility sebagai proses komunikasi sosial dan lingkingan dari organisasi ekonomi terhadap kelompok tertentu dimasyarakat, yang melibatkan tanggung jawab organisasi (terutama perusahaan), diluar tanggung jawab keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham. Perusahaan mempunyai tanggung jawab lebih luas dibandingkan hanya untuk mencari keuntungan bagi pemegang saham. Dari berbagai definisi

  

corporatesocial responsibility , ada satu kesamaan bahwa corporate social

responsibility yang tidak bisa lepas dari kepentingan shareholder dan stakeholder

  perusahaan. Konsep inilah yang kemudian diterjemahkan oleh John Elkington sebagai tripel bottom line, yaitu: profit, people, dan planet. Maksudnya tujuan

  

corporate social responsibility harus mampu meningkatkan laba perusahaan,

  menyejahterakan karyawan dan masyarakat, sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan (Rahmawati, 2012:182).

  Asian From On Corporate Social Responsibility , suatu organisasi yang

  berkedudukan di Singapura dan memberikan perhatian secara khusus terhadap implementasi SCR oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitas ekonomi di kawasan Asia dan setiap tahun mengevaluasi dan memberikan penghargaan kepada perusahaan-perusahaa yang mengimplementasikan dengan baik tanggung jawab sosial perusahaannya, mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah persetujuan atau komitmen dari perusahaan untuk melakukan praktek ekonomi, sosial, dan lingkungan secara berkesinambungan dan memelihara kemanfaatan yang seimbang diantara kepentingan-kepentingan dari banyak pemegang kepentingan yang beraneka ragam (Siagian, 67:2010).

  Berbagai definisi corporate social responsibility dari berbagai kalangan yang sudah dikemukakan berupaya memasukkan corporate social responsibility sebagai yang tidak terpisahkan dari kebijakan perusahaan. Pandangan seperti ini memang ideal, namun memiliki sifat negatif, atau sulit bagi siapapun, terutama pihak luar dalam mengidentifikasikan kebijakan, program, dan aktivitas mana yang menjadi corporate social responsibility tersebut, dan yang mana pula yang murni kebijakan, program, dan aktivitas yang murni bisnis.

  Bagaimanapun juga, corporate social responsibility harus memasuki ranah etika sekaligus hukum. Corporate social responsibility sebagai etika menjamin adanya kemauan perusahaan untuk melakukan ativitas khusus demi kesejahteraan pekerja dan masyarakat. Sedangkan sebagai hukum, maka tanggung jawab social perusahaan bersifat terbuka bagi pihak lain untuk diketahui. Oleh karena itu dimasukkannya tanggung jawab sosial perusahaan sebagai kewajiban hukum semestinya melahirkan tanggung jawab bagi perusahaan untuk memberikan laporan tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika tidak maka tangung jawab social perusahaan hanya bersifat sukarela bukan kewajiban. (Siagian, 2010:71).

  

2.1.3.2 Isu-Isu atau Konsep-Konsep yang Memberi Kontribusi pada

Corporate Social Responsibility

1. Good Corporate Governance

  Dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat, manajemen perusahaan dalam mengejar keuntungan secara maksimal, seringkali masalah etika tidak mendapat perhatian secara wajar bahkan sering terjadi pelanggaran etik ketika suatu keputusan diambil. Pelanggaan asas-asas etika umum/kaidah- kaidah dasar moral yang tidak jarang ditemui antara lain: 1.

  Kewajiban berbuat baik (beneficecience)

2. Kewajiban tidak berbuat tindakan yang tidak merugikan masyarakat

  (do no harm to the society and environment) 3.

  Menghormati otonomi manusia(respect for person) 4. Berlaku adil(justice, fairness)

  Untuk mencapai keadaan diatas, jelaslah perusahaan memerlukan suatu sistem tata kelola yang baik agar perilaku para bisnis mempunyai arahan yang dapat dijadikan rujukan. Rujukan yang dimaksud telah dikemas dalam sebuah rumusan yang disebut Good Coporate Governance (GCG). Good Coporate

  

Governance adalah sebagai sebuah sistem dan seperangkat aturan yang

  mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan seperti pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi, demi tercapainya tujuan perusahaan. Dalam dasarwasa petama abad XXI, GCG telah menjadi pembicaraan hangat khususnya dilingkungan institusi pemerintah dan tidak terkecuali institusi global seperti International Moneter Fund (IMF), Bank Dunia (Wold Bank), Asia Pacific Economic Coorporation (APEC),

  

Organization of European Cooperation Development (OECD), (ADB) Asian

Development Bank (Sinulingga, 269-270:2010).

  GCG mempunyai lima prinsip yang dijadikan untuk pengelolaan perusahaan yang lebih baik oleh para pelaku usaha yaitu: a.

  Prinsip keterbukaan (Transparency) Prinsip ini menuntut keterbukaan atas informasi.

  b.

  Prinsip Akuntabilitas (accountability)

  Prinsip ini menuntut perwujudan atas kejelasan berkenaan dengan fungsi, susunan, sistem, dan tanggungjawab tiap-tiap bagian yang ada dalam suatu perusahaan.

  c.

  Prinsip Pertanggungjawaban (Responsibility) Prinsip ini menegaskan bahwa perusahaan harus memiliki kepatuhan terhadap hukum atau peraturan perundang-undangan yang sah atau berlaku sah, seperti kepatuhan atas hukum yang perpajakan, hukum yang bekenaan dengan hubungan antara pelaku-pelaku industri dan para pekerjanya, hukum berkenaan dengan kesehatan dan keselamatan kerja, hukum yang berkenaan terhadap lingkungan, hukum yang berkenaan dengan pemeliharaan hubungan yang harmonis dan saling mendukung antara pelaku-pelaku usaha dalam masyarakat, dan lainya.

  d.

  PrinsipKemandirian (Independency) Prinsip ini menegaskan perlunya pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa adanya benturan-benturan kepentingan ataupun tekanan dan campuran tangan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan berbagai hukum yang sah.

  e.

  Prinsip kesetaraan dan kewajaran (Fairness) Prinsip ini menuntut, bahwa dalam semua aktivitas ekonomi perusahaan harus menghomati nilai-nilai keadilan, kepatuhan atau kewajaran, dalam memenuhi hak setiap pemangku kepentingan dengan

  Siagian,

  segala kepentingan masing-masing (Hasmadillah 2005, dalam 33-34:2010 ).

2. Pembangunan Berkelanjutan

  Pembangunan berkelanjutan (sustainable devilopment) diartikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa merugikan kepentingan kemampuan generasi masa yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya(Sinulingga, 270:2010).

  Masalah-masalah dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi didalam proses pembangunan, seperti kerusakan hutan, perubahan iklim, dan pemanasan global oleh banyak pihak dianggap sebagai dampak perilaku para pelaku perusahaan maupun negara melalui berbagai kebijakan ekonominya pada masa lampau. Termasuk didalamnya adalah negara-negara yang melalui kebijakannya memberikan peluang bagi para pelaku usaha untuk melakukan apa saja dalam rangka tercapainya tujuan yang dirancang. Mereka tidak banyak memperhatikan kepentingan masyarakat banyak ataupun kepentingan generasi yang akan datang (Kompas, 15 Agustus 2007 didalam Siagian 35:2010).

  PBB yang kemudian juga tergugah setelah menyaksikan betapa menurunnya kualitas lingkungan hidup kemudian menyelenggarakan konferensi lingkungan hidup di Stockholm (United Nations Conference on

  

Human Environment (UNCHE) pada tanggal 5 juni 1972. Tanggal tesebut

  kemudian dijadikan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environmental

  

Day ).Konferensi tersebut berhasil membentuk suatu badan khusus PBB yang

  menangani masalah lingkungan hidup yaitu United NationsEnvironmental Programme (UNEP).

  Sejak konferensi Stockholm, muncul polarisasi antara kaum

  developemtalist (pro pembangunan) dan kaum envionmentalist (pro

  lingkungan). Pro pembangunan lebih mendahulukan kepentingan pembangunan untuk menanggulangi masalah kemiskinan karena berasumsi bahwa kemiskinan salah satu faktor penyebab rusaknyalingkungan. Sebaliknya pro lingkungan beransumsi bahwa tanpa didukung oleh kelestarian lingkungan, semua pembangunan akan menghadapi ujung karena sumber daya alam yang dibutuhkan dalam pembangunan akan semakin tidak tersedia terlebih bagi seringnya muncul gangguan alam yang merusak hasil-hasil pembangunan.

  Atas dasar tersebut PBB kemudian menyelenggarakan sutu konferensi khusus tentang masalah lingkungan dan pembangunan (United

  

NationsConference on Environment and Development ) yang disingkat

(UNCED) dan yang dikenal sebagai KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de

  jenairo, Brazil pada tahun 1992. Slogan think globally, act locally yang diusung KTT Bumi kemudian dikumandangkan dan mengajak setiap negara melakukan apa saja mengenai perlindungan lingkungan karena dampak resultannya secara global (Sinulingga, 272:2010).

3. Protokol Kyoto

  Protokol Kyoto adalah mengenai peran menjaga laju pemanasan global akibat peningkatan emisi gas rumah kaca yang populer dengan istilah (Green

  

house Gases ). Kesepakatan tersebut dilaksanakan dengan pinsip kewajiban

  bersama tapi berbeda tanggung jawab. Menurut Protokol ini, negara-negara yang telah lebih dahulu mengeksploitasi sumber daya alam disebut sebagai negara Annex I diwajibkan secara khusus untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Negara-negara berkembang termasuk Indonesia belum dikenakan kewajiban tesebut (Sinulingga, 275:2010).

  Dalam Protokol Kyoto ini juga diatur sebuah mekanisme yang disebut

  flexible menchanism yang terdiri dari: a.

   Joint Implementation yaitu kerjasama antara sesama negara Annex I yaitu negara-negara maju dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.

  b.

  Clean Development menchanism CDM yaitu bentuk partisipasi negara berkembang dalam membantu negara maju mengurangi emisi gas rumah kaca. Misalnya negara majumenanamkan modal di negara bekembang melalui proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan gsa rumah kaca dengan imbalan Certified Emmision Reduction (CER).

  c.

  Emmision Trandingyaitu betukar menukar kredit emisi antara negara Annex I dalam memenuhi targer (Sinulingga, 275:2010).

4. Millenium Development Goals

  Bumi ini bukan hanya disatukan oleh perangkat teknologi komunikasi dan informasi,tetapi juga oleh kemauan yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki derajat umat manusia dibumi ini. Melalui kemampuan yang sama, maka sekarang ini masalah kemiskinan bukan lagi sekedar masalah pribadi, keluarga, atau satu negara dimana masyarakat miskin itu berada, tetapi sudah menjadi masah global (Siagian, 43:2010)

  Wujud dari kepedulian internasional terhadap penanggulangan kemiskinan terlihat dari kelahiran United Millennium Declarationyang dinyatakan sebagaiMillennium Development Goals (DGs). Kesepakatan ini dideklarasikan 189 negara anggota PBB dalam KTT millennium bulan september tahun 2000.

  

MDGs merumuska 8 tujuan dan 18 target yang harus di capai sebelum

tahun2015.

  1. Menghapus tingkat kemiskinan dankelaparan yang parah.

  2. Pencapaian pendidikan dasar secara universal.

  3. Mengembangkan kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan.

  4. Mengurangitingkat kematian anak.

  5. Meningkatkan kesehatan ibu.

  6. Pelawana tehadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit parah lainnya.

  7. Menjamin berlanjutnya pembangunan lingkungan.

  8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (Sinulingga, 277:2010).

  Demi keselarasan program tanggung jawab sosial perusahaan Millennium

Development Goals (DGs) , maka peranan pemerintah lokal sangat penting.

  Khususnya diindonesia peranan pemerintah lokal sangat diharapkan. Harapan ini selaras dengan penerapan prinsip otonomi daerah sebgaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Artinya pemerintah lokal harus merancang target-target yang tercangkup dalam Millennium Development Goals (DGs) menjadi program atau aktivitas pembangunan lokal yang dituangkan dalam APBD masing-masing (Siagian, 46:2010).

5. Tiga Garis Dasar (Triple Bottom Line)

  

Istilah Triple Bottom Line populer setelahJohn Elkington menerbitkan

  bukunya yang berjudul Cannibals With Forks, The Triple Bottom Line Of

  Twentieeh Century Business.Elkington mengembangkan konsep Triple Bottom

Line yang meliputi economic prosperity, environmental quality dan social

justic. Elkington selanjutnya mengatakan bahwa apabila perusahaan ingin

  melakukan operasinya secara keberlanjutan maka manajemennya harus melakukan 3P yaitu: Profit, People, Planet(Sinulingga, 278:2010).

  Cakupan yang harus menjadi pusat perhatian para pelaku usaha adalah, selain mengejar keuntungan perusahaan (Profit), pihak pelaku usaha juga harus memperhatikan dan terlibat serta sungguh-sungguh dalam upaya pemenuhan kesejahteraan masyarakat (People), serta turut berperan aktif dalam menjamin pemeliharaan dan pelestarian lingkungan (Planet) (Siagian, 49:2010).

  

Profit, People, Planet , dimana Elkington menegaskan, bahwa ketiga unsur

  tersebut senantiasa berada dalam kondisi kait-mengkait. Interaksi saling terkait di antara ketiga unsur tersebut selanjutnya dilukiskan Elkington dalam bentuk segi tiga (Siagian, 49:2010).

  Gambar 2.1 Tiga Garis Dasar yang harus Diperhatikan Perusahaan

  People Planet Profit

  Lukisan tersebut menegaskan bahwa suatu perusahaan tidak boleh lagi hanya dihadapkan pada unsur tanggung jawab yang berpijak pada suatu garis dasar saja, yaitu berupa aspek ekonomi yang senantiasa hanya diukur berdasarkan keadaan keuangan sebagai gambaran dari tingkat dan besarnya keuntungan perusahaan. Bagaimanapun juga perusahaan senantiasa dihadapakan pada tanggungjawab yang berpijak pada garis dasar, yang mana dua garis pertanggungjawaban lainnya adalah memperhatikan aspek sosial, khususnya kesejahteraan masyarakat lokal dan pemeliharaan eksploitasi terhadap sumber daya alam (Elkington,1998 dalam Siagian, 50:2010).

  Meningkatnya keuntunagn dan pertumbuhan ekonomi memang sangatlah penting. Namun demikian, suatu hal yang tidak kurang pentingnya adalah memperhatikan pemeliharaan lingkungan. Dalam kaitan inilah sangat sesuai dan diperlukan implementasi konsep tiga garis dasar atau “P3” yang dikembangkan Elkington. Dengan demikian, para pelaku usaha harus menyadari jantung dari aktivitas ekonomi meraka bukan hanya keuntungan saja, melainkan juga masyarakat dengan segala keperluannya dan lingkungan dengan segala keperluannya.

2.1.3.3 Lingkup Program Corporate Social Responsibility

  Dalam aspek lingkungan contohnya, perusahaan-perusahaan mempunyai kontribusi yang secara langsung dalam pencemaran terhadap lingkungan, seperti melakukan pemborosan energi serta permasalahan dengan limbah lingkungan. Walaupun dari semua aspek di dalam perusahaan, seperti ekonomi, sosial, kesejahteraan dan lingkungan tidak bisa lepas dari koridorCorporate Social Responsibility .

  Menurut Wibisono (2007:134), terdapat beberapa jenis lingkup program CSR antara lain: 1.

  Program komunitas dan masyarakat luas Program komunitas dan masyarakat luas ini berfungsi untuk menjalin hubungan timbal balik bagi perusahaan maupun masyarakat. Adapun contoh dari pengimplementasian program ini: a.

  Mempekerjakan tenaga lokal b. Membeli produl lokal c. Mendukung karyawan yang bersedia menjadi sukarelawan d. Jadwal kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal e. Filantropi f. Kajian dampak sosial, dan g.

  Program pengembangan masyarakat 2. Program-Program Karyawan Program-program karyawan ini berfungsi untuk menjalin hubungan timbal balik bagi perusahaan maupun karyawan. Adapun contoh dari pengimplementasian program ini: a.

  Pelatihan / kemajuan karir b. Manfaat bagi karyawan paruh waktu c. Partisipasi karyawan dan pengambilan keputusan d. Kesehatan dan keselamatan kerja e.

  Saluran komunikasi yang terbuka antara karyawan dan manajer f. Survey kepuasan karyawan 3.

  Program-program Penanganan Pelanggan / Produk Program ini merupakan salah satu upaya perusahaan untuk menjalin hubungan baik dengan pelanggannya. Contoh dari pengimplementasian program ini : a.

  Program pelabelan b. Informasi kesehatan c. Kajian pelanggan Komunikasi dengan pelanggan berdasarkan standard perusahaan d.

  Keterlibatan pelanggan dalam pengembangan produk 4. Program-program Lingkungan Program ini berfungsi agar perusahaan dapat menjalankan kegiatan usahanya dan berwawasan lingkungan sehingga menciptakan hubungan timbal balik yang menguntungkan antara organisasi lingkungan dengan perusahaan. Contoh dari pengimplementasian program ini : a.

  Manajemen daur ulang b. Evaluasi lingkungan atas investasi atau proyek modal c. Program gas rumah kaca d. Program energi alternative e. Program efisiensi sumber daya (air, bahan baku, energi) f. Transportasi serta distribusi 5.

  Program Komunikasi dan Pelaporan Komunikasi dan pelaporan diperlukan dalam rangka membangun system reformasi baik bagi stakeholders maupun bagi shareholders.

  Contoh pengimplementasian program ini : a.

  Memasukkan data kontribusi sosial ke pelaporan tahunan b. Membuat laporan tersendiri tentang lingkungan hidup c. Membuat laporan tersendiri tentang tanggung jawab sosial korporat d. Situs web e. Berbagai laporan kepada pemerintah 6.

  Program-Program Pemegang Saham Pemegang saham merupakan pihak yang berkuasa dalam perusahaan. Contoh pengimplementasian program ini: a.

  Semua informasi tentang program atau kegiatan yang dijalankan perusahaan untuk melibatkan pemegang saham dalam hal-hal yang bersifat non finansial.

  b.

  Semua informasi tentang cara yang dilakukan perusahaan dalam menyampaikan informasi kepada pemegang saham minoritas yang meyakinkan mereka bisa berpartisipasi secara efektif dalam pengambilan keputusan perusahaan

7. Program-Program Pemasok

  Program ini berfungsi untuk menjalin hubungan timbal balik bagi perusahaan maupun pemasok. Contoh dari pengimplementasian program ini: a.

  Kajian atas pemasok (lingkungan, kondisi kerja) b. Komunikasi dengan pemasok c. Audit pemasok dan, d.

  Pelatihan atau bekerja bersama pemasok untuk memperbaiki kinerja 8. Program Tata Pamong / Pedoman Perilaku Standar-standar yang berlakeropersi sehingga masalah tidak muncul karena perusahaan telah mengikuti standard tersebut. Contoh dari pengimplementasian program ini : a.

  Kode etik b. Sistem akuntabilitas c. Kajian investasi (HAM dan lingkungan hidup).

  Menurut Rahmatullah dan Kurniati (2011:7-8), pada dasarnya CSR bukanlah entitas departemen atau divisi yang sifatnya parsial, atau hanya berfungsi dalam pendongkrakan citra sebagai bagian dari jurus jitu

  marketing perusahaan, sehingga nilai perusahaan di mata stakeholders lain

  khususnya menjadi positif. Pada hakikatnya CSR adalah nilai atau jiwa yang melandasiaktivitas perusahaan secara umum, dikarenakan CSR menjadi pijakankomprehensif dalam aspek ekonomi, sosial, kesejahteran dan lingkungan.Tidak etis jika nilai CSR hanya diimplementasikan untuk memberdayakan masyarakat setempat, di sisi lain kesejahteraan karyawan yang ada di dalamnya tidak terjamin, atau perusahaan tidak disiplin dalam membayar pajak, suburnya praktik korupsi dan kolusi, atau mempekerjakan anak.

  Menurut Jack Mahoney dalam Lusia (2009:7), menegaskan bahwa melalui praktek etis dunia usaha modern, ruang lingkup CSR dapat dibedakan menjadi atas empat, yaitu: 1.

  Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas.

  2. Keuntungan ekonomis yang diperoleh perusahaan.

  3. Memenuhi aturan hukum yang berlaku, baik yang berkaitan dengan kegiatan dunia usaha maupun kehidupan sosial masyarakat pada umumnya.

  4. Menghormati hak dan kepentingan stakeholders atau pihak yang terkait yang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung.

  Pada sisi lain Brodshaw dan Vogel dalam Wahyudi dan Azheri (2008:46), menyatakan bahwa ada tiga dimensi dari garis besar ruang lingkup CSR yaitu:

  1. Corporate philantrophy adalah usaha-usaha amal yang dilakukan perusahaan, di mana usaha-usaha amal ini tidak berhubungan secara langsung dengan kegiatan normal perusahaan. Usaha-usaha amal ini dapat berupa tanggapan langsung perusahaan atas permintaan dari luar perusahaan atau juga berupa pembentukan suatu badan tertentu, seperti yayasan untuk mengola usaha amal tersebut.

  2. Corporate Responsibility adalah usaha-usaha sebagai wujudtanggungjawab sosial perusahaan ketika sedang mengejar profitabilitas sebagai tujuan perusahaan.

  3. Corporate Policy adalah berkaitan erat dengan bagaimana hubungan perusahaan dengan pemerintah yang meliputi posisi suatu perusahaan dengan adanya berbagai kebijaksanaan pemerintah yang mempengaruhi baik bagi perusahaan atau masyarakat secara keseluruhan.

2.1.3.4 Pedoman Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial)

  Menurut Sinulingga (2010:266) Lima pedoman telah dikemukakan dalam menilai bertanggung jawab sosial, yaitu:

  1. Tidak ada rumus tunggal apa yang harus dilakukan oleh sebuah perusahaan itu dapat dikatakan bertanggung jawab secara sosial.

  2. Perusahaan harus dianggap sebagai lembaga ekonomi dengan motivasi profit yang kuat.

  3. Perusahaan-perusahaan berkewajiban bertanggung jawab untuk memperbaiki dampak-dampak negatif yang mereka timbulkan.

  4. Tanggung jawab sosial berbeda menurut ciri-ciri perusahaan.

  5. Para pemimpin perusahaan dapat mempedomani arah kebijakan umum (pemerintah) di negara, tempatnya beroperasi.

2.1.3.5 Prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility

  

Alyson warhurst dari university of bath inggris mengemukakan prinsip-

  prinsip pelaksanaan SCR oleh perusahaan dalam 16 butir. (Sinulingga, 2010:281) 1.

  Prioritas korporat yaitu mengakui scr sebagai prioritas tertinggi korporat dan penentu utama pembangunan berkelanjutan.

  2. Manajemen terpadu yaitu mengintegrasikan kebijakan, program dan praktek ke dalam setiap kegiatan bisnis sebagai satu unsur manajemen dalam semua fungsi manajemen.

  3. Proses perbaikan yaitu secara berkesinambungan memperbaiki kebijakan, program, dan kinerja sosial korporat berdasarkan temuan riset mutahir dan memahami kebutuhan sosial serta menerapkan kriteri sosial secara intenasional.

  4. Pendidikan karyawan yaitu menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta motivasi karyawan untuk bekerja lebih produktif.

  5. Pengkajian yaitu melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai suatu kegiatan dan menutup fasilitas.

  6. Produk dan jasa yaitu pengembangan produk dan jasa tidak berdampak negatif.

  7. Informasi publik yaitu memberikan informasi dan bila perlu mendidik pelanggan.

  8. Fasilitas dan operasi yaitu mengembangkan, merancang, dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan yang mempertimbangkan temuan kajian berdampak sosial.

  9. Penelitian yaitu melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial bahan baku, produk, proses, emisi dan limbah yang terkait dengan kegiatan sosial usaha dan penelitian yang menjadi sarana untuk mengurangi limbah.

  10. Prinsip pencegahan yaitu memodifikasi manufaktur, pemasaran atau penggunaan produk/jasa sejalan hasil penelitian mutahir untuk mencegah dampak sosial yang bersifat negatif.

  11. Kontraktor dan pemasok yaitu mendorong penggunaan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial korporat yang dijalankan kontarktor dan pemasok

  12. Siaga menghadapi darurat yaitu menyusun dan merumuskan rencana menghadapi keadaan darurat dan bila terjadi keadaan bahaya, bekerja sama dengan layanan gawat darurat, instansi berwenang dan komunikasi lokal.

  13. Transfer of best practice yaitu berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktik bisnis yang bertanggung jawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik.

14. Memberi sumbangan yaitu sumbangan untuk usaha bersama, pengembangan kebijakan publik dan bisnis.

  15. Keterbukaan yaitu menumbuhkan dan mengembangkan keterbukaan dan dialaog dengan para pekerja dan publik, mengantipasi dan memberi respons terhadap potencial hazard dan dampak operasi, produk, limbah dan jasa.

  16. Pencapaian dan pelaporan yaitu mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan mengkaji pencapaian berdasarkan kriteria korporat dan peraturan per undang-undangan serta menyampaikan informasi tersebut kepada dewan direksi, pemegang saham, pekerja dan publik.

  Sedangkan menurut CSR terdiri dari 3 prinsip utama menurut Crowther & Aras (2008:11) yaitu:

  1. Sustainability

  Berkaitan pada efek pengambilan tindakan yang diambil masa sekarang telah mempunyai pilihan yang tersedia di masa depan. Apabila sumber daya dimanfaatkan di masa sekarang maka tidak akan ada cukup sumber daya di masa depan, dan ini adalah perhatian khusus jika sumber daya mempunyai jumlah yang terbatas.

  2. Accountability

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Penerapan Teori Permainan dalam Analisa Persaingan Pasar Produk Sepeda Motor Honda dengan Yamaha di Universitas Sumatera Utara

0 2 10

Penerapan Teori Permainan dalam Analisa Persaingan Pasar Produk Sepeda Motor Honda dengan Yamaha di Universitas Sumatera Utara

1 1 10

Jenis-Jenis Lumut Daun (Musci) di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 1 12

BAB II PROFIL SEKOLAH A. Sejarah Ringkas - Peranan Kebijakan Sekolah dalam Meningkatkan Kedisplinan Siswa/i pada SMP Negeri 8 Kota Binjai

1 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewirausahaan - Dampak Kehadiran Rumah Kreatif Binjai Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Di Kelurahan Tanah Seribu Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Dampak Kehadiran Rumah Kreatif Binjai Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Di Kelurahan Tanah Seribu Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal - Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Ukuran Perusahaan Dan Status Kepemilikan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Ukuran Perusahaan Dan Status Kepemilikan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 12

Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Ukuran Perusahaan Dan Status Kepemilikan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

0 1 35