Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

TINJAUAN PUSTAKA Benih karet

  Biji tanaman karet termasuk biji rekalsitran sehingga perlu dikelola secara cepat dan tepat (Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, 2009). Benih rekalsitran yang masak, kandungan airnya sangat tinggi, dapat mencapai 30-40% (Utomo, 2006). Menurut Schmidt (2000) benih rekalsitran didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah.

  Benih karet yang kadar air tinggi merupakan lingkungan ideal bagi pertumbuhan jamur dan bakteri. Buah dan benih yang lembab melakukan respirasi, menimbulkan panas dan membutuhkan oksigen, sehingga benih reklasitran sangat beresiko untuk mengalami kerusakkan (Utomo, 2006).

  Andrade (2001) menyebutkan bahwa benih rekalsitran adalah benih yang tidak bisa dikeringkan di bawah kandungan air relatif tinggi yaitu (12-31)% tanpa kehilangan viabilitasnya.

  Balai Penelitian Karet Sembawa telah menghasilkan klon-klon karet ungul yang direkomendasikan untuk periode tahun 2010-2014, Klon anjuran komersial

  • Klon Penghasil Lateks :IRR 104, IRR 112, IRR 118, IRR 220, BPM 24, PB 260, PB 330, dan PB 340.
  • Klon Penghasil Lateks-Kayu :RRIC 100, IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 107, dan IRR 119.
  • Benih Anjuran untuk Batang Bawah :AVROS 2037, GT 1, BPM 24, PB 260,

  RRIC 100, dan PB 330 (Balit Sembawa dalam http://ditjenbun.deptan.go.id, 2012).

  Penyimpanan dan Kadar Air Benih

  Tujuan utama dari penyimpanan adalah untuk mempertahankan mutu fisiologis benih guna keperluan tanam pada musim berikutnya (Hasanah, 2002).

  Oleh karena benih rekalsitran mempunyai masa simpan yang pendek (Khrisnapillay dan Engelman, 1995)

  Menurut Hasanah (2002) daya simpan benih dapat diperpanjang dengan mengemas benih pada penggunaan plastik berlubang yang dilengkapi dengan bahan yang lembab seperti sekam dan serbuk gergaji. Namun hal ini memerlukan protektan bagi benih agar dapat mengurangi infeksi, dan tidak berbahaya bagi benih.

  Benih karet merupakan benih rekalsitran yang tidak dapat disimpan lama (1- 4 minggu) pada kadar air tinggi (20 - 50%) dan kondisi temperatur dan kelembaban yang sedang (18-20 °C, RH50- 60%). (Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia, 2010), sehingga dibutuhkan penyimpanan yang tepat untuk mempertahankan viabilitasnya.

  Menurut Purwanti (2004), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.

  Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan

  Cendawan di gudang (penyimpanan) merupakan salah satu penyebab kemunduran mutu benih (deterioration). Benih akan mengalami perubahan warna dan menjadi tidak berkecambah, serta kemungkinan timbul zat beracun (toksik). Cendawan gudang utama adalah beberapa spesies dari genus Asperigillus dan Penicillium. (Sukarman dan Maharani, 2003).

  Kesegaran benih karet harus tetap di pertahankan selama penyimpanan maupun pengiriman ke tempat yang lainnya. Benih karet yang mendapat perlakuan penyimpanan 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing- masing memiliki daya kecambah 85 %, 63%, 35%, 30%, dan %.

  (Berita P4TM, 1985, dalam Balit Sembawa, 2009).

  Karakter benih dengan kadar air awal tinggi umumnya mempunyai viabilitas yang cepat menurun(Roberts, 1973). Karakter tersebut relatif sulit ditangani terutama dalam penyimpanan benihnya (Schmidt, 2002).

  Kadar air yang tinggi akan menyebabkan laju respirasi benih menjadi tinggi sehingga sejumlah energi di dalam benih akan hilang. Respirasi tersebut juga menghasilkan produk yang tidak diperlukan, seperti gas karbondioksida, air, dan panas. Dalam keadaan seperti ini benih mengalami kemunduran. Produk respirasi tersebut selanjutnya merupakan stimulant untuk peningkatan laju respirasi berikutnya. Dengan demikian, laju respirasi semakin meningkat dan akibatnya laju kemunduran benih semakin meningkat pula (Wirawan dan Wahyuni, 2002).

  Vigor merupakan kemampuan benih untuk berkecambah dan berkembang menjadi tanaman normal pada lingkungan yang sub optimum. Vigor benih menentukan besarnya hasil produksi lapang, hal ini karena kondisi lapang terkadang tidak sesuai dengan kondisi optimum yang diharapkan misalkan dari segi cuaca, hama penyakit maupun kondisi nutrisi tanah. Benih yang tidak vigor tidak dapat memberikan hasil produksi yang optimum. Faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih adalah konstitusi genetik, kondisi lingkungan selama perkembangan benih dan penyimpanan benih (Copeland dan McDonald, 2001).

  Polyethylene Glycol (PEG)

Polyethylene Glycol (PEG) berfungsi sebagai penyangga kandungan air

  benih dan menurunkan tingkat respirasi melalui penurunan katersediaan oksigen untuk benih, dapat menghambat hilangnya daya tumbuh karena penggunaan makanan cadangan dalam benih melalui proses respirasi (Agriplus, 2007). PEG merupakan senyawa yang stabil , non ionik, polymer panjang yang larut dalam air (Lawlor, 1970 dalam Jadid, 2007). Adapun ciri-ciri PEG yaitu tidak berwarna, dan berbentuk kristal putih. PEG juga memiliki sifat-sifat diantaranya: 1) larut dalam air, 2) tidak larut dalam etil, eter, hexane dan ethylene glycol, 3) tidak larut dalam air yang bersuhu tinggi, 4) bersifat inert, artinya tidak ada reaksi berbahaya dalam tubuh dan 6) digunakan sebagai agen seleksi sifat ketahanan gen. Penggunaan PEG dengan konsentrasi tertentu diharapkan dapat mendekati nilai osmotikum benih sehingga kadar air dan viabiltas benih dalam penyimpanan tetap terjaga.

  PEG-6000 merupakan serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading, praktis tidak berbau dan tidak berasa. Polyethylene glycol H (O-CH2- CH2)nOH memiliki harga n 158 dan 204 dengan BM 7000 sampai 9000. Kelarutan PEG-6000 yaitu mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam kloroform P, serta praktis tidak larut dalam eter P. PEG 6000 mempunyai berat jenis 1.080 g/cm3 (Umar, dkk, 2009).

  Setyaningsih (2002) telah melakukan penelitian tentang perlakuan invigorasi pada benih adas dengan menggunakan tiga tingkat kemasakan benih yaitu dengan menggunakan PEG, KNO3 dan Vermikulit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa invigorasi dengan PEG menghasilkan nilai viabilitas yang paling baik namun pengaruhnya semakin menurun dengan semakin masaknya benih.

  Beberapa kelebihan dari PEG yaitu mempunyai sifat dalam proses penyerapan air, sebagai selektif agen diantaranya tidak toksik terhadap tanaman, larut dalam air, dan telah digunakan untuk mengetahui pengaruh kelembaban terhadap perkecambahan biji tanaman budi daya, bisa masuk ke dalam sel (intraseluler) dan juga dapat digunakan sebagai osmotikum pada jaringan, sel ataupun organ (Plaut dkk, 1985). PEG mempunyai kemampuan sifat dalam menghambat imbibisi dan hidrasi benih (Suardi, 2000). Hasil penelitian benih kakao terdahulu pada perlakuan tanpa dan dengan PEG 20 persen benih kakao yang disimpan telah mengeluarkan akar dan telah berkecambah setelah disimpan selama 2 (dua) minggu, sedangkan pada penyimpanan konsentrasi 40 dan 60 persen tidak didapati benih yang berkecambah sampai penyimpanan 5 (lima) minggu (Adelina, 1997).

  Pengeringan Benih

  Pengeringan merupakan mekanisme pergerakan uap air dari dalam benih yang menerobos keluar benih menuju udara disekitar benih. Tujuan utama pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air benih sehingga aman untuk proses selanjutnya. Pengeringan sangat berpengaruh terhadap mutu benih. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeringan di antaranya adalah kadar air awal benih, kelembaban nisbi udara, suhu pengeringan, kecepatan aliran udara dan permeabilitas benih terhadap penguapan air (Cabreta, 1990).

  Pengeringan adalah penguapan air dari bahan yang merupakan suatu proses perpindahan panas dan perpindahan massa yang terjadi secara serempak, dimana media panas digunakan untuk menguapkan air dari permukaan bahan ke media pengering berupa udara. Laju pengeringan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap dipermukaan bahan dengan tekanan uap di udara pengering (Lydersen, 1983).

  Sama halnya dengan benih karet, benih kemenyan termasuk benih rekalsitran dengan kadar air awal benih mencapai 30-50%. Benih ini mempunyai sifat tidak dapat dikeringkan secara berlebihan dan disimpan pada suhu rendah. Pengeringan benih dapat dilakukan dengan metode kering- angin selama 3 - 4 hari. Kadar air benih dapat diturunkan hingga 22% dan pada kondisi tersebut benih masih mempunyai daya berkecambah yang tinggi (80-90%) (Sudrajat et al., 2006; Suita, 2008).

  Pelapis benih atau Seed coating merupakan proses pembungkusan benih dengan zat tertentu, yang antara lain bertujuan untuk, melindungi benih dari gangguan atau pengaruh kondisi lingkungan selama dalam penyimpanan atau dalam rantai pemasaran, mempertahankan kadar air benih, mengurangi dampak kondisi tempat penyimpanan, serta memperpanjang daya simpan benih (Kuswanto, 2003).

  Pengeringan pelapis benih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar benih, Justice dan Bass (1990) mengatakan bahwa jika suhu pengeringan tinggi atau kelembaban nisbi udaranya rendah, maka kecepatan pengeringannya tinggi. Suatu perubahan dari pergerakan udara yang sangat lambat menjadi cepat akan meningkatkan kecepatan pengeringan.

  Pengeringan benih karet yang telah dilapisi oleh PEG 6000 dilakukan dengan sistem kering angin. Hal tersebut dimaksudkan agar zat pelarut (air pada larutan) dapat menguap secara sempurna sehingga zat terlarut (PEG pada larutan) secara efektif melekat pada benih sehingga dapat memaksimalkan peran pelapis benih (seed coating) sebagai dormansi sekunder dalam menekan laju respirasi benih di penyimpanan dengan penurunan kadar air yang kecil.

  Kecepatan udara pengering, suhu dan kelembaban udara merupakan faktor yang menentukan proses pengeringan Ramelan (1996). Kecepatan pengeringan pelapis benih (PEG) pada kondisi kelembaban udara tinggi dan suhu yang rendah akan berbeda dengan pengeringan pada kondisi kelembaban udara yang rendah dan suhu yang tinggi, hal ini akan mempengaruhi benih saat penyimpanannya.

  Kadar air setimbang terjadi ketika kandungan uap air bahan dengan lingkungan telah seimbang. Keadaan kandungan air yang sama pada keduanya mengakibatkan kandungan air tidak dapat berpindah (Chakraverty, 2001).

  Makin tinggi suhu udara pengering, makin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa air bahan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan (Rachmawan, 2001).

  Perkecambahan Benih

  Perkecambahan merupakan proses metabolisme biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah yaitu plumula dan radikula.Definisi perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu. Setiap biji yang dikecambahkan ataupun yan diujikan tidak selalu prosentase pertumbuhan kecambahnya sama, hal ini dipengaruhi berbagai macam faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan (Nasrudin, 2009).

  Perkecambahan adalah peningkatan kembali aktifitas metabolisme dan pertumbuhan jaringan benih yang meliputi rehidrasi, penggunaan nutrisi cadangan makanan dan perkembangan bertahap dari system sintesis yang memampukannya untuk tumbuh sebagai organisme autotrop (Street dan Opik, 1985).

  Menurut Sutopo (2004) proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunakkan kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua di mulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat repirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan di translokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pembentukan sel-sel baru.

  Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, perbesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh. Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji.

  Menurut Copeland dan McDonald (2001) karakter penting yang harus dimiliki oleh benih vigor adalah (1) Aktifitas reaksi dan proses biokimia seperti reaksi enzim dan proses respirasi berlangsung cepat selama perkecambahan, (2) kecepatan dan keseragaman dari perkecambahan dan pertumbuhan benih dan (3) kemampuan untuk cepat tumbuh di bawah lingkungan yang sub optimum