Uji Pemberian PEG 6000 Terhadap Morfologi Benih Kareti(Hevea Brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang Setelah Ipenyimpanan

(1)

UJI PEMBERIAN PEG 6000 TERHADAP MORFOLOGI BENIH KARET (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) TANPA CANGKANG

SETELAH PENYIMPANAN

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD HUSNI 080301049/AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UJI PEMBERIAN PEG 6000 TERHADAP MORFOLOGI BENIH KARET (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) TANPA CANGKANG

SETELAH PENYIMPANAN

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD HUSNI 080301049/AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

UJI PEMBERIAN PEG 6000 TERHADAP MORFOLOGI BENIH KARET (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) TANPA CANGKANG

SETELAH PENYIMPANAN SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD HUSNI 080301049/AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Skripsi : Uji pemberian PEG 6000 terhadap morfologi benih kareti(Hevea IIbrassiliensis, Muell-Arg.) tanpa cangkang setelah ipenyimpanan Nama : Muhammad Husni

NIM : 080301049 Program Studi : Agronomi

Di Setujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Charloq, MP.) (Ir. Balonggu Siagian, MS.)

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing NIP: 1961 1109 1986 01 2001 NIP : 1949 0102 1979 03 1002

Diketahui Oleh :

(Dr.Ir. T Sabrina, M.Agr.Sc, Ph.D) Ketua Program Studi Agroekoteknologi NIP. 1964 0620 1998 03 2001


(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD HUSNI: Uji Pemberian Polyethylene Glycol 6000 terhadap Morfologi Benih Karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang setelah Penyimpanan, dibimbing oleh Charloq dan Balonggu Siagian.

Benih karet merupakan benih rekalsitran mengandung kadar air yang sangat tinggi, memiliki daya simpan yang rendah, sehingga cepat mengalami kemunduran (deteriorasi), oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan khusus pada periode penyimpanan untuk mempertahankan viabilitas benih. Penggunaan PEG 6000 sangat membantu dalam penyimpanan benih rekalsitran karena memiliki potensi osmotikum sel yang dapat membatasi perubahan kadar air dan oksigen pada benih. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan konsentrasi PEG 6000 yang tepat dalam meningkatkan daya simpan benih. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap non-faktorial dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan PEG 6000 terdiri dari 0, 15, 30, dan 45 %w/v. Parameter diamati benih berjamur dan berkecambah di penyimpanan dan daya kecambah benih setelah penyimpanan.

Hasil penelitian menunjukkan PEG 6000 berpengaruh tidak nyata terhadap benih berjamur di penyimpanan dan daya kecambah benih setelah penyimpanan namun berpengaruh sangat nyata terhadap benih berkecambah di penyimpanan, hasil terbaik dicapai pada PEG 30% serangan jamur pada benih saat penyimpanan dapat ditekan menjadi 19,67%, benih berkecambah di penyimpanan 0,33% dan daya kecambah benih setelah penyimpanan 99,67%.


(6)

ABSTRACT

MUHAMMAD HUSNI: Giving Polyethylene Glycol 6000 test on Morphology Rubber

Shelled Seed (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) after storage, supervised by Charloq and

Balonggu Siagian.

Rubber seeds are recalcitrant seeds have a very high water content, low storability, so rapid had deterioration, and therefore required special treatment on the storage period to maintain seed viability. Using PEG 6000 increased storage recalcitrant seeds because it has the potential to limit cell osmoticum changes in water content and oxygen on seed. The purpose of this study to get the right PEG 6000 concentration to improve seed storability. The research was conducted in January and March 2012 at the Seed Technology Laboratory, Agricultural Faculty, North Sumatra University, Medan – Indonesia. Randomly complete design was applied with four treatments and four replications, i.e: PEG 6000 (w v); 0%, 15%, 30%, 45%. Parameters observed the fungus attacks and germinate seeds in storage, germinate seeds ability after storage.

The results showed that PEG 6000 was not siqnificant effect on fungal seed, seed germination during storage and best result was achieved at 30% PEG , fungal attack on the seed during storage can be reduced up to 19.67%, 0.33% germinated seeds in storage and seed germination rate after storage was 99.67%.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat, pada tanggal 18 Januari 1991 dari ayah Abdul Hamid dan ibu Mahmudbi. Penulis merupakan anak ketujuh dari 7 bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Amir Hamzah, Medan dan pada tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa program studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan diantaranya anggota Departemen Infotas BKM Al-Mukhlisin FP USU 2008/2009, anggota pengurus Pengajian Nadhatus Subhan FP USU 2009/2010 . Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PT. Perkebunan Nusantara 3, Sei Buluh, Kab. Serdang Bedagai pada bulan Juli hingga Agustus 2011.


(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR . ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Benih Karet ... 5

Penyimpanan Benih Rekalsitran ... 6

Polyethylene Glycol 6000 (PEG 6000) ... 9

Perkecambahan Benih ... 10

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 12

Parameter yang Diukur ... 14

Kajian Morfologi Persentase benih berjamur pada penyimpanan (%) ... 14

Persentase benih berkecambah di penyimpanan (%) ... 14


(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Morfologi

Persentase benih berjamur pada penyimpanan (%) ... 21

Persentase benih berkecambah di penyimpanan (%) ... 24

Daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST (%) ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Pemberian PEG 6000 Terhadap Morfologi Benih Karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang Setelah Penyimpanan”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ir. Charloq, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Balonggu Siagian, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari penyusunan sampai selesainya skripsi ini. Terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah mendukung dan memberi semangat selama ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada konsultan statistik Bapak Abu Yazid SP., M.Stat, dan kepada pegawai Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian

USU, serta semua teman-teman MILITAN 2008 yang tak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, walaupun penulis menyadari skripsi ini adalah sebagian kecil dari seri penelitian disertasi ketua komisi pembimbing, saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini masih sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat khusus untuk peneliti selanjutnya dan

masyarakat pada umumnya.

Medan, Juli 2013


(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan persentase benih berjamur pada penyimpanan (%)………21 2. Rataan persentase benih berkecambah di penyimpanan (%)………...…..25 3. Rataan daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST (%)……….28


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Pengaruh PEG terhadap benih berjamur pada penyimpanan...22 2. Pengaruh PEG terhadap benih berkecambah di penyimpanan………..25 3. Pengaruh PEG terhadap daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST


(13)

ABSTRAK

MUHAMMAD HUSNI: Uji Pemberian Polyethylene Glycol 6000 terhadap Morfologi Benih Karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang setelah Penyimpanan, dibimbing oleh Charloq dan Balonggu Siagian.

Benih karet merupakan benih rekalsitran mengandung kadar air yang sangat tinggi, memiliki daya simpan yang rendah, sehingga cepat mengalami kemunduran (deteriorasi), oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan khusus pada periode penyimpanan untuk mempertahankan viabilitas benih. Penggunaan PEG 6000 sangat membantu dalam penyimpanan benih rekalsitran karena memiliki potensi osmotikum sel yang dapat membatasi perubahan kadar air dan oksigen pada benih. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan konsentrasi PEG 6000 yang tepat dalam meningkatkan daya simpan benih. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap non-faktorial dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan PEG 6000 terdiri dari 0, 15, 30, dan 45 %w/v. Parameter diamati benih berjamur dan berkecambah di penyimpanan dan daya kecambah benih setelah penyimpanan.

Hasil penelitian menunjukkan PEG 6000 berpengaruh tidak nyata terhadap benih berjamur di penyimpanan dan daya kecambah benih setelah penyimpanan namun berpengaruh sangat nyata terhadap benih berkecambah di penyimpanan, hasil terbaik dicapai pada PEG 30% serangan jamur pada benih saat penyimpanan dapat ditekan menjadi 19,67%, benih berkecambah di penyimpanan 0,33% dan daya kecambah benih setelah penyimpanan 99,67%.


(14)

ABSTRACT

MUHAMMAD HUSNI: Giving Polyethylene Glycol 6000 test on Morphology Rubber

Shelled Seed (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) after storage, supervised by Charloq and

Balonggu Siagian.

Rubber seeds are recalcitrant seeds have a very high water content, low storability, so rapid had deterioration, and therefore required special treatment on the storage period to maintain seed viability. Using PEG 6000 increased storage recalcitrant seeds because it has the potential to limit cell osmoticum changes in water content and oxygen on seed. The purpose of this study to get the right PEG 6000 concentration to improve seed storability. The research was conducted in January and March 2012 at the Seed Technology Laboratory, Agricultural Faculty, North Sumatra University, Medan – Indonesia. Randomly complete design was applied with four treatments and four replications, i.e: PEG 6000 (w v); 0%, 15%, 30%, 45%. Parameters observed the fungus attacks and germinate seeds in storage, germinate seeds ability after storage.

The results showed that PEG 6000 was not siqnificant effect on fungal seed, seed germination during storage and best result was achieved at 30% PEG , fungal attack on the seed during storage can be reduced up to 19.67%, 0.33% germinated seeds in storage and seed germination rate after storage was 99.67%.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. (Kompas, 2006). Hasil studi REP (Rubber Eco Project) meyatakan bahwa permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 diperkirakan sebesar 31.3 juta ton untuk industri ban dan nonban, dan 15 juta ton diantaranya berasal dari karet alam (Anwar, 2006).Sekitar 60% perkebunan karet di Indonesia memiliki produktivitas yang rendah, yaitu 400-700 kg/ha/tahun (Karyudi et al. 2001). Produktivitas perkebunan karet rakyat sebesar 610 kg/ha/ tahun dan perkebunan besar negara dan swasta 1.100-1.200 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2005).

Salah satu langkah yang dapat mendorong peningkatan produksi karet Indonesia adalah peremajaan lahan karet yang telah memasuki tahapan tidak produktif (tanaman berusia di atas 20 tahun), di samping tetap melakukan perluasan lahan. (http.www.bumn.go.id, 2012).Penyediaan bahan tanaman karet unggul merupakan upaya yang dilakukan untuk mendukung Program Revitalisasi Perkebunan yang di canangkan pemerintah dalam usaha pengembangan perkebunan karet rakyat melalui peremajaan tanaman , hal ini menyangkut ketersediaan benih karet yang tepat waktu dan jumlahnya (Warta Perkaretan, 2008).

Kebutuhan benih karet selama 2006-2010 cukup besar yaitu mencapai 472 juta bibit, namun ketersediian bibit nasional hanya 45-65 juta bibit per tahun. Sehingga terjadi kekurangan bibit sampai dengan 276 juta bibit (Warta Perkaretan, 2008). Ketersediaan benih untuk batang bawah harus terlebih dahulu


(16)

dipersiapkan secara baik dengan memperhatikan viabilitas benih karet, karena benih karet merupakan benih rekalsitran yang viabilitasnya cepat menurun (Sutopo, 2002).

Karet sebagai benih rekalsitran umumnya tidak mempunyai masa dormansi sehingga proses metabolisme perkecambahan berjalan terus (Copeland dan McDonald, 1995), benih memiliki kadar air yang tinggi, semakin tinggi

kadar airnya semakin tinggi respirasi yang terjadi akan berakibat pada berlangsungnya perkecambahan (Kartasapoetra, 2003). Respirasi dapat menyebabkan terjadinya perombakan cadangan makanan di dalam benih. Semakin lama proses respirasi maka cadangan makanan yang digunakan semakin banyak, yang akan menyebabkan terjadinya kemunduran viabilitas benih (Fatonah, 2011). Syatrianty, et al (2007), melaporkan pada penelitian benih kakao terjadi penurunan kadar lemak dan karbohidrat dengan cepat pada benih berkadar air tinggi (31-35%) yang disebabkan karena terjadinya respirasi dan perkecambahan selama penyimpanan. Respirasi yang tinggi selama penyimpanan, secara langsung juga dapat menyebabkan viabilitas dan vigor benih menurun (Purwanti, 2004). Selain itu adanya respirasi yang tinggi pada benih rekalsitran akan memicu kelembaban lingkungan yang tinggi di sekitar benih, hal ini merupakan lingkungan yang cocok bagi munculnya organisme perusak misalnya jamur, dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003), Karena masa hidup biji rekalsitran yang pendek, maka masalah penyimpanan baik jangka pendek maupun jangka pajang perlu mendapat perhatian (Roberts, 1973). Justice dan Bass (1994), menyatakan tujuan utama penyimpanan benih tanaman adalah uintuk mengawetkan cadangan makanan dari satu musim ke musim berikutnya (Sahupala, 2007) menyatakan bahwa tujuan penyimpanan benih adalah menjaga biji agar tetap


(17)

dalam keadaan baik (daya kecambah tetap tinggi), melindungi biji dari serangan hama dan jamur.

Untuk menghambat deteriorasi tersebut maka benih harus disimpan dengan metode tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu.

PEG adalah salah satu senyawa yang mempunyai sifat dalam mengontrol imbibisi dan hidrasi benih (Nemoto et al., l995). Bahan polyethylene glycol merupakan senyawa inert dengan rantai polimer panjang telah digunakan secara meluas untuk penelitian (Steuter, l981). PEG yang berada di luar membran sel benih akan membentuk lapisan tipis yang melindungi benih dan berfungsi sebagai penyangga kadar air benih dan keluar masuknya oksigen (respirasi) (Rahardjo, 1986). Merujuk penelitian sebelumnya, Charloq (2004) melaporkan bahwa pada penyimpanan dua variasi benih yang berbeda dengan pemberian PEG, dimana semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka semakin lama benih mempertahankan daya kecambahnya. Sebaliknya semakin lama benih disimpan maka semakin cepat daya kecambah berkurang. Setelah melewati periode penyimpanan selama 14 hari, benih mampu berkecambah hingga 86,21 %. Charloq (2011) melaporkan pada pengujian efikasi fungisida terhadap serangan jamur saat penyimpanan benih rekalsitran karet didapatkan bahwa kombinasi PEG 6000 30% dan fungisida 40 gr/1 kg benih dalam periode penyimpanan 2, 4, 8, 12 hingga 16 hari sangat efektif menekan benih berkecambah sampai 10,67% dan pertumbuhan jamur sampai 18%.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian lanjutan mengenai Uji Pemberian PEG 6000 Terhadap Morfologi Benih Karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang Setelah Penyimpanan.


(18)

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan konsentrasi PEG 6000 yang tepat dalam meningkatkan daya simpan benih karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) selama penyimpanan.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh PEG 6000 dalam meningkatkan daya simpan benih karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) dan mempertahankan sifat morfologi setelah

periode penyimpanan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pelaku agronomis.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Benih Karet

Benih karet tergolong benih rekalsitran. Robert (1973 dalam Farrant et al, 1988) memperkenalkan istilah benih ortodox dan rekalsitran untuk meggambarkan kondisi benih sebelum simpan. Benih ortodox rontok dari tanaman induknya pada kondisi kadar air rendah karena mengalami pengeringan ketika proses pemasakan dan secara umum dapat dikeringkan hingga kadar air 5% tanpa kerusakan. Karena sifat ini, benih ortodox dapat disimpan dalam waktu yang lama. Sebaliknya benih rekalsitran tidak mengalami pengeringan pada saat pemasakan dan mengalami rontok dari tanaman induknya pada kondisi kadar air yang relatif tinggi. Akibatnya benih rekalsitran sangat peka terhadap kerusakan karena desikasi dan tidak dapat disimpan di bawah kondisi-kondisi yang cocok untuk benih ortodox. (King dan Roberts, 1980; Farrant et al, 1988). Benih rekalsitran memiliki sifat antara lain, biji yang tidak pernah kering di pohon, tetapi akan merekah dan jatuh dari pohon setelah tecapai masak fisiologis dengan kadar air sekitar 35%; biji tidak tahan kekeringan dan tidak mempunyai masa dormansi, dan biji akan mati bila kadar air sampai di bawah nilai titik kritis yaitu 12%-20%; viabilitas atau daya tumbuh biji cepat menurun walaupun dipertahankan dalam kondisi lembap, dan daya simpannya umumnya singkat; biji tidak dapat dikeringkan karena akan mengalami kerusakan, sehingga tidak dapat disimpan pada kondisi lingkungan kering; dalam proses konservasi, biji dipertahankan dalam keadaan lembap (kadar air 32-35%); biji dengan kadar air 32-35%, jika disimpan pada suhu di bawah 0oC akan mengalami pembekuan sel; dan kisaran suhu penyimpanan biji karet yang baik di dalam cold storage adalah 7-10oC, karena pada kondisi ini belum mengalami


(20)

Hal yang penting dipahami dan di pedomani agar didalam penanganan biji karet, viabilitas yang cukup tinggi dan dapat dipertahankan adalah pengumpulan biji, seleksi biji, pengemasan biji untuk pengiriman dan penyimpanan biji (Siagian, 2006).

Saat ini biji yang dianjurkan sebagai benih untuk batang bawah berasal dari klon GT 1, AVROS 2037, BPM 24, PB 260, dan RRIC100. Biji dari klon LCB 1320, PR 228, dan PR 300 masih boleh digunakan, namun sulit didapat akibat luas tanaman yang makin berkuran (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009). Tanaman karet PB-260 merupakan klon penghasil lateks yang dianjurkan untuk dikembangkan di Indonesia mulai tahun 1991. Karakteristik klon PB-260 adalah pertumbuhan lilit batang pada saat tanaman belum menghasilkan dan telah menghasilkan sedang, tahan terhadap penyakit daun utama (Corynespora, Colletotrichum, dan Oidium). Potensi produksi awal cukup tinggi dengan rata-rata produksi aktual 2.107 kg/ha/tahun selama 9 tahun penyadapan dan tidak respon terhadap stimulan. Lateks berwarna kekuningan. Pengembangan tanaman dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang dan basah. (Erlan, 2004).

Penyimpanan Benih Rekalsitran

Benih rekalsitran mempunyai kadar air tinggi, untuk itu dalam penyimpanan kadar air benih perlu dipertahankan selama penyimpanan agar mutu benih tetap terjaga (Sahupala, 2007).

Benih sebagai organisme hidup, penyimpangan-penyimpangannya sangat ditentukan oleh kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangannya serta temperatur penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya (sebagai organisme hidup yang melakukan respirasi), dimana respirasi ini menghasilkan panas dan air dalam benih maka makin tinggi kadar airnya respirasi dapat berlangsung dengan cepat yang dapat berakibat


(21)

berlangsungnya perkecambahan, karena didukung oleh kelembaban lingkungan yang besar/tinggi; Kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok bagi organisme perusak misalnya jamur, dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003).

Menurut Harrington (1972), penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko benih terserang Jamur. Benih akan mengalami kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan (Purwanti, 2004).

Jamur di gudang merupakan salah satu penyebab kemunduran mutu benih (deterioration). Benih akan mengalami perubahan warna dan menjadi tidak berkecambah, serta kemungkinan timbul zat beracun (toksik). Jamur gudang utama adalah beberapa spesies dari genus Asperigillus dan Penicillium. (Sukarman dan Maharani, 2003)

Benih/biji-bijian yang disimpan di gudang, bila penyimpanannya tidak baik akan dapat dirusak oleh jamur gudang (storage fungi) seperti Aspergillus, Penicillium, Mucor, dan Rhizopus dalam berbagai bentuk seperti :

1. Turunnya persentase kecambah benih 2. Perubahan warna

3. Peningkatan suhu, sehingga benih menjadi rusak 4. Perubahan senyawa biokimia benih

5. Dapat terbentuknya racun (toxin), dan 6. Penurunan berat benih/biji.


(22)

Respirasi dapat terjadi pada saat penyimpanan benih bila ada enzim-enzim, baik yang memiliki fungsi sangat khusus maupun memiliki fungsi umum. Semakin lama proses respirasi terjadi, semakin banyak pula cadangan makanan benih yang digunakan (Justice dan Bass 1994). Enzim amilase pada benih akan merombak pati menjadi glukosa, enzim lipase merombak lemak dan gliserol, sedangkan enzim protease merombak protein menjadi asam amino. Senyawa-senyawa sederhana ini akan ditransport ke embrio untuk pertumbuhan (Gardner, et al., 1991).

Hasil respirasi dalam penyimpanan benih berupa panas dan uap air. Panas yang timbul sebagai hamburan energi dalam benih yang seharusnya disimpan selama penyimpanan, secara langsung dapat menyebabkan viabilitas dan vigor benih menurun (Purwanti, 2004). Benih yang mundur, kecepatan respirasinya meningkat yang menyebabkan pengurangan cadangan makanan (Ependi, 2009).

Polyethylene Glycol (PEG)

Senyawa Polyethylene glycol (PEG) dengan rumus molekul (HO-CH2-(CH2-O-CH2)n-CH2-OH) merupakan senyawa polimer berantai panjang, tidak berubah (inert), bukan ionik dan tidak beracun (Krizek, 1985).

PEG-6000 merupakan serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading, praktis tidak berbau dan tidak berasa. Polyethylene glycol H(O-CH2-CH2)nOH memiliki harga n 158 dan 204 dengan BM 7000 sampai 9000. Kelarutan PEG-6000 yaitu mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam kloroform P, serta praktis tidak larut dalam eter P. PEG 6000 mempunyai berat jenis 1.080 g/cm3, khasiatnya sebagai zat tambahan (Umar,dkk, 2009).


(23)

Polietilena oksida atau sering disebut polietilena glikol (PEG) adalah nonionik, secara luas digunakan sebagai koloid penstabil dalam makanan, cat dan dalam formula obat-obatan kosmetik (Golander, 1992 dalamRita, 2005).

Dibawah ini adalah struktur kimia PEG :

H H ׀ ׀ HO –C – (CH2 – O – CH2)n – C – OH

׀ ׀ H H

Struktur kimia molekul PEG (Mexal dkk, 1975 dalam Rita, 2005)

PEG memiliki sifat mempertahankan potensi osmotik sel pada benih, molekul PEG yang berada di luar membran sel benih akan membentuk lapisan tipis yang melindungi benih dan berfungsi sebagai penyangga kadar air benih dan keluar masuknya oksigen (respirasi) (Rahardjo, 1986).

Polyethylene glycol mempunyai beberapa keuntungan antara lain : secara fisiologi inert, tidak terhidrolisis, tidak mendukung pertumbuhan jamur, mempunyai beberapa macam molekul (Sujono, 2003).

Penelitian tentang PEG telah dilakukan oleh Charloq (2004) yang menyatakan bahwa peranan PEG dalam menekan absorbsi air ke dalam benih karet sangat besar, pada perlakuan PEG 45% disertai lama penyimpanan hingga 16 hari mampu menghasilkan perkecambahan karet sebesar 70 %. Perlakuan sampai konsentrasi 45% dan 34.07% mampu mencegah berkecambah dan berjamurnya benih karet dalam penyimpanan hingga 16 hari untuk benih segar dan benih dalam cold storage.


(24)

Perkecambahan Benih

Perkecambahan benih dimulai dengan penyerapan air oleh benih (imbibisi) dan diakhiri dengan munculnya akar atau radikula (Bewley dan Black, 1985). Menurut Copeland (1976) perkecambahan benih adalah mulai aktifnya pertumbuhan embrio yang mengakibatkan pecahnya kulit benih dan munculnya tanaman muda.

Perkecambahan terjadi karena beberapa faktor yang terdiri faktor dalam dan luar, faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih karet antara lain; tingkat kemasakkan benih, ukuran benih, adanya dormansi, serta ada tidaknya zat penghambat perkecambahan yang ada di dalm dan luar benih. Faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan adalah; adanya air, cahaya, dan oksigen, serta terdapatnya suhu yang sesuai bagi perkecambahan dan medium yang tepat bagi perkecambahan benih (Sutopo, 2004).

Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologis dan biokimia. Tahap pertama perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih yang diikuti melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya respirasi benih. Tahap selanjutnya adalah terjadinya peruraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap ke empat merupakan asimilasi dari bahan yang telah diuraikan tadi ke daerah meristematik untuk menghasilkan energy bagi kegiatan pembentukkan komponen dan pertumbuhan sel yang baru. Tahap kelima merupakan pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel pada titik tumbuh (Utomo, 2006).


(25)

Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002)

Kesegaran benih karet harus tetap di pertahankan selama penyimpanan maupun pengiriman ke tempat yang lainnya. Benih karet yang mendapat perlakuan penyimpanan 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing- masing memiliki daya kecambah 85 %, 63%, 35%, 30%, dan 0 %. (Berita P4TM, 1985, dalam Balai Penelitian Sembawa, 2009).


(26)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, mulai bulan Januari 2012 hingga bulan Maret 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Benih Karet klon PB 260, Polyethylene Glycol-6000 sebagai pelapis endosperm benih dalam penyimpanan, fungisida dengan bahan aktif phyraclostrobin dan metiram, aquades untuk pelarut, alkohol 96% untuk sterilisasi, pasir steril , kapas, label, air dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah , kayu pemecah biji kotak kardus sebagai tempat penyimpanan, plastik bening ukuran 25 x 40 cm sebagai wadah pembungkus benih, bak kecambah , handsprayer, gelas ukur untuk mengukur volume, timbangan analitik , thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban ruangan, kertas plano untuk mengeringkan benih, pinset, keranjang tiris, ember, gembor kecil dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Non-Faktorial, dengan 4 taraf perlakuan konsentrasi Polyethylene Glycol 6000 (PEG 6000):

P0 = Konsentrasi PEG 0% w/v P1 = Konsentrasi PEG 15% w/v


(27)

P2 = Konsentrasi PEG 30% w/v P3 = Konsentrasi PEG 45% w/v

Jumlah ulangan : 4 ulangan Jumlah benih tiap unit percobaan : 260 benih Jumlah unit percobaan : 4 x 4 = 16 unit

Total benih dalam penyimpanan : 4 x 4 x 260 = 4160 benih Sehingga di dapatkan unit percobaan sebagai berikut:

P0 I P1 I P2 I P3 I

P0 II P1 II P2 II P3 II P0 III P1 III P2 III P3 III P0 IV P1 IV P2 IV P3 IV

Hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam dengan model linier Rancangan Acak Lengkap (Gomez dan Gomez, 1995) :

Y

ij

= µ + τ

i

+

ε

ij

Y

ij = Hasil pengamatan perlakuan polyethylene glycol ke-i, ulangan ke-j

µ

= Rataan umum.

τ

i = Pengaruh polyethylene glycol ke-i

ε

ij = Pengaruh galat perlakuan polyethylene glycol ke-I dan ulangan ke-j

Data hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan uji jarak berganda duncan (DMRT) pada taraf 5% dan 1% (Steel dan Torrie, 1995).


(28)

Parameter yang Diukur Kajian Morfologi

Persentase benih berjamur di penyimpanan (%)

Dilakukan dengan menghitung persentase benih berjamur dalam penyimpanan , dengan rumus :

Benih Berjamur

Benih Berjamur = x 100% Jumlah Benih Disimpan

Persentase benih berkecambah di penyimpanan (%)

Dilakukan dengan menghitung persentase benih berkecambah dalam penyimpanan, dengan rumus :

Benih Berkecambah

Benih Berkecambah = x 100% Jumlah Benih Disimpan

Daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST (%)

Dilakukan dengan menghitung persentase benih berkecambah dalam pengecambahan 21 hari setelah persemaian benih, dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada pengamatan, dihitung dengan rumus : (Sadjad, 1993)

Benih Berkecambah

Daya Kecambah Benih = x 100% Jumlah Benih Dikecambahkan Pelaksanaan Penelitian

1. Penyediaan Benih

Benih diperoleh dari Balai Penelitian Sungai Putih, Galang, Deli Serdang. Benih yang digunakan adalah klon PB 260, yang memiliki cangkang yang mengkilat dan tidak cacat.


(29)

2. Pencucian Benih

Benih kemudian dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada benih. Benih dicuci berkali-kali hingga pada bilasan terakhir tidak ada lagi kotoran pada air, selanjutnya benih ditiriskan.

3. Pemecahan Cangkang

Pemecahan cangkang dilakukan untuk melihat kondisi endosperm yang yang sehat , padat dan berwarna putih. Pemecahan cangkang dilakukan dengan hati-hati dengan menggunakan pemecah cangkang.

4. Sortasi Benih

Sortasi benih bertujuan untuk menjaga mutu benih agar benih yang digunakan sesuai dengan kriteria. Benih yang busuk, lembek , berwarna kuning kecoklatan atau coklat, dan mengkriput di sisihkan. Sortasi dilakukan hingga 4 kali oleh orang yang berbeda.

6. Pembuatan Larutan

Larutan yang dibuat terdiri dari 4 taraf yaitu, P0 = tanpa PEG , P1 = 150 gram PEG , P2 = 300 gram PEG , P3 = 450 gram PEG, masing- masing dilarutkan dalam satu liter aquades kemudian ditambahkan fungisida dengan bahan aktif phyraclostrobin dan metiram (Cabrio Top 60 WP) dengan dosis dasar 40gr/kg benih pada masing – masing taraf pada wadah yang berbeda.

7. Perendaman Benih dalam Larutan

Perendaman benih dilakukan selama ± 10 menit di dalam ember yang berisi larutan sesuai dengan perlakuan, seluruh benih harus terendam di dalam larutan. Setelah dilakukan perendaman 10 menit. Benih kemudian diangkat dan ditiriskan.


(30)

8. Pengeringan Benih

Pengeringan benih dilakukan dengan cara meletakkan benih diatas kertas plano ± 6 jam.

9. Pengemasan Benih

Pengemasan dilakukan dengan plastik transparan ukuran 40 x 25 cm. Kemasan plastik sebelumnya telah dilubangi dengan jarak yang sama untuk memberikan aerase pada benih, selanjutnya benih dimasukkan ke dalam kotak dengan ukuran 35 x 25 x 20 cm, yang telah diberikan lubang dengan jarak yang sama.

10. Penyimpanan Benih

Penyimpanan benih dilakukan selama 16 hari, dan setelah 16 hari penyimpanan diamati perubahan yang terjadi pada benih antara lain benih berjamur dan benih yang berkecambah.

11. Pengecambahan Benih

Benih kemudian dikecambahkan di dalam bak kecambah yang telah berisi pasir steril. Pengecambahan dilakukan selama 21 hari dan diamati perubahan morfologi yang terjadi hingga hari ke-21.


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian morfologi

Persentase benih berjamur di penyimpanan (%)

Data sidik ragam benih berjamur di penyimpanan disajikan pada Tabel Lampiran 2. Dari hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan PEG 6000 berpengaruh tidak nyata terhadap benih berjamur di penyimpanan. Rataan persentase benih berjamur pada penyimpanan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan persentase benih berjamur pada penyimpanan (%)

PEG (%w/v) Ulangan Rataan

I II III IV

P0 = 0% 14,67 25,33 16,00 9,33 16,33

P1 = 15% 20,00 25,33 20,00 40,00 26,33

P2 = 30% 24,00 21,33 26,67 6,67 19,67

P3 = 45% 32,00 33,33 18,67 16,00 25,00

Rataan 22,67 26,33 20,33 18,00 21,83

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rataan benih berjamur di penyimpanan relatif tinggi pada perlakuan P1, yaitu 26,33% yang berbeda tidak nyata dengan P0 (16,33%), P2 (19,67%), dan P3 (25,00%).

Hubungan antara persentase benih berjamur di penyimpanan dengan konsentrasi PEG dapat dilihat pada Gambar 1.


(32)

Gambar 1. Pengaruh PEG terhadap benih berjamur di penyimpanan (% )

Berdasarkan Tabel dan Gambar 1 dapat dilihat bahwa serangan jamur pada seluruh perlakuan benih selama penyimpanan kurang dari 30%, hasil ini tercapai berkat peran dari fungisida yang mengandung bahan phyraclostrobin yang bekerja dengan menghambat respirasi pada mitokondria, dengan menghalangi transfer elektron dalam rantai pernafasan sehingga menghambat pertumbuhan jamur pada benih yang disimpan (APVMA, 2013). Perlakuan pelapisan larutan PEG secara tidak langsung menekan serangan jamur melalui kinerja PEG yang dapat menekan laju respirasi benih saat penyimpanan, dan penambahan fungisida pada saat sebelum penyimpanan, hal ini juga sesuai dengan penelitian Charloq (2011) pada pengujian efikasi fungisida terhadap serangan jamur saat penyimpanan benih rekalsitran karet didapatkan bahwa kombinasi PEG 6000 30% dan fungisida 40 gr/1 kg benih dalam periode penyimpanan 2, 4, 8, 12 hingga 16 hari sangat efektif menekan pertumbuhan jamur sampai 18%, dan juga laporan Rahni (2007) pada penyimpanan 3 bulan, perlakuan fungisida + PEG-6000 35% memperlihatkan kemampuan menekan pertumbuhan jamur simpan terbaik yaitu 40%, dan juga pernyataan Rahardjo (1986) bahwa molekul PEG dapat berfungsi sebagai penyangga kadar air dan keluar masuknya oksigen (respirasi) di dalam benih, sehingga

16,33 26,33 19,67 25,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

P0 P1 P2 P3

B en ih b erj a mu r (% ) PEG (%)


(33)

dapat membatasi respirasi pada benih. Dalam penelitian ini manfaat dari pemecahan cangkang benih berperan penting, karena seleksi benih semakin ketat dimana sortasi benih terpilih dengan kriteria endosperm berwarna putih, padat, tidak ada cacat, tidak berlendir dan tidak busuk sehingga dapat menekan serangan jamur selama penyimpanan.

Masih timbulnya serangan jamur pada benih-benih rekalsitran sampai saat ini belum berhasil ditekan hingga 0 %, hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Misrun (2010), yang melaporkan bahwa pada penyimpanan 16 hari serangan jamur pada benih yang telah mendapat perlakuan fungisida, mencapai 24,70% dalam wadah simpan plastik berlubang. Ada dua dugaan timbulnya serangan jamur pada penelitian ini, yaitu benih karet sebagai benih rekalsitran memiliki kadar air yang sangat tinggi (35% - 48%), akan mendorong laju respirasi benih menjadi sangat tinggi yang membuat kondisi penyimpanan menjadi lembab, kondisi yang lembab terjadi akibat panas dan uap air yang ditimbulkan dari respirasi benih yang tinggi (Purwanti, 2004), hal ini akan memicu serangan jamur pada benih, sementara dugaan lain timbulnya serangan jamur adalah pada saat pengeringan benih setelah perlakuan PEG benih belum kering total, sehingga ketika akan disimpan kondisi benih tersebut lebih lembab dibanding dengan benih tanpa mendapat perlakuan PEG (P0), hal ini memicu serangan jamur, sejalan pula dengan pernyataan Kartasapoetra (2003) yang menyatakan bahwa pada saat penyimpanan, benih melakukan kegiatan respirasi yang menghasilkan panas dan uap air dalam benih, sehingga menyebabkan kelembaban lingkungan menjadi tinggi. Kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang ideal bagi organisme perusak misalnya jamur, sehingga benih akan banyak mengalami kerusakan. Harrington


(34)

menimbulkan resiko benih terserang jamur. Pemberian fungisida dapat menekan serangan jamur di penyimpanan, menurut Budiarti dan Yulmiarti (1997), serangan jamur merusak benih secara langsung maupun tidak langsung yaitu dengan merusak dinding sel benih maupun melalui toksin yang dihasilkannya.

Dari hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa, jenis jamur yang menyerang benih di penyimpanan antara lain; aspergillus spp., penicillium spp., dan colletotrichum spp. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Sukarman dan Maharani (2003) yang menyatakan bahwa jamur gudang utama penyebab kemunduran mutu benih (deterioration) adalah beberapa spesies dari genus aspergillus spp. dan penicillium spp. Sedangkan colletotrichum spp. diduga merupakan jamur lapangan yang terbawa/menyerang benih sebelum dipanen.

Persentase benih berkecambah di penyimpanan (%)

Data sidik ragam benih berkecambah di penyimpanan disajikan pada Tabel Lampiran 5 . Dari hasil analisis sidik ragam setelah ditransformasi √y terlihat bahwa perlakuan PEG 6000 berpengaruh sangat nyata terhadap benih berkecambah di penyimpanan. Rataan persentase benih berkecambah pada penyimpanan serta hasil uji beda rataan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan persentase benih berkecambah di penyimpanan (%)

PEG (%w/v) Ulangan Rataan

I II III IV

P0 = 0% 14,67 17,33 21,33 17,33 17,67 aA

P1 = 15% 0,00 0,00 2,67 0,00 0,67 bB

P2 = 30% 0,00 0,00 0,00 1,33 0,33 bB

P3 = 45% 0,00 2,67 0,00 0,00 0,67 bB

Rataan 3,67 5,00 6,00 4,67 4,83

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji JarakBerganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 % dan huruf besar untuk taraf 1%


(35)

17,67

0,67 0,33 0,67

ŷ= 4.3333x2- 26.8x + 39.333

R² = 0.9417

-5,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00

P0 P1 P2 P3

Be n ih b erk eca mb a h (%) PEG (%)

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa persentase benih berkecambah di penyimpanan yang tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa PEG yaitu sebesar 17,67% yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan P1 (0,67%), P2 (0,33%), dan P3 (0,67%).

Hubungan antara persentase benih berkecambah di penyimpanan dengan konsentrasi PEG dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh PEG terhadap benih berkecambah di penyimpanan

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pemberian berbagai taraf konsentrasi PEG menghasilkan benih berkecambah di penyimpanan yang mengikuti garis kuadratik menurun kemudian menaik, titik optimum dicapai pada konsentrasi PEG 31,35% dengan persentase benih berkecambah 0%. Benih karet pada umumnya tidak mempunyai masa dormansi (Copeland & Mc Donald, 1995) sehingga dalam waktu singkat akan tumbuh (berkecambah) dan/atau turun daya tumbuhnya apabila tidak mendapat perlakuan tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan efektifitas PEG dalam mengurangi benih berkecambah selama penyimpanan sampai 0,33% pada P2 dan 0,67% pada P1 dan P3 yang berbeda nyata dengan P0 sebesar 17,67% . Peran dari PEG


(36)

perlakuan PEG dimana tekanan osmosis diluar dan di dalam benih hampir sama sehingga masuk dan keluarnya air melalui imbibisi dan difusi dapat ditekan , akhirnya perkecambahan benih dapat berkurang pada saat benih dalam periode penyimpanan, dalam hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P2 (PEG 30%) merupakan konsentrasi yang mendekati kondisi osmotikum benih. Hasil ini juga sesuai dengan Charloq (2011) melaporkan pada penyimpanan benih rekalsitran karet didapatkan bahwa kombinasi PEG 6000 30% dan fungisida 40 gr/1 kg benih dalam periode penyimpanan 2, 4, 8, 12 hingga 16 hari sangat efektif menekan benih berkecambah sampai 10,67%, Roberts (1973) menambahkan bahwa masalah perkecambahan dapat diatasi dengan pemberian PEG bagi beberapa species-species tanaman, Copeland and McDonald (1995) mengatakan bahwa PEG dapat menghambat perkecambahan benih melalui potensial osmosis yang ditimbulkannya. Potensial osmosis tinggi dapat menghambat perkecambahan benih (Bewley and Black, 1985).

Tingginya jumlah benih berkecambah di penyimpanan pada benih tanpa PEG (P0) disebabkan karena tiadanya senyawa PEG, sehingga respirasi pada benih berlangsung lebih cepat jika dibandingkan pada benih yang diberikan senyawa PEG. Respirasi tinggi tersebut menyebabkan terjadinya perombakan cadangan makanan yang ada didalam benih. Hal inilah yang menyebakan benih berkecambah di penyimpanan, namun respirasi yang tinggi tersebut tidak diikuti oleh tingginya benih yang berjamur dalam penyimpanan hal ini disebabkan adanya peran dari fungisida yang mencegah timbulnya jamur.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan efektifitas dari PEG untuk mempertahankan daya simpan benih dengan mengurangi benih berjamur dan berkecambah selama penyimpanan. PEG dapat menjadi pemecahan masalah bagi benih


(37)

rekalsitran yang akan disimpan ataupun didistribusikan dalam waktu yang cukup lama. PEG pada benih karet dapat menjadi alternatif bagi pengiriman jarak jauh pengganti dari serbuk gergaji, karena keunggulan PEG selain memiliki nilai osmotikum yang menjaga viabilitas benih tetap tinggi, PEG juga meningkatkan efesiensi benih dengan pengurangan bobot dan volume dalam pengirimannya. Selain itu pemecahan cangkang dengan tujuan untuk menyeleksi endosperm benih dapat menjadi jaminan bahwa benih yang disalurkan dan digunakan merupakan benih yang dalam kondisi baik dan bebas dari cacat.

Daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST (%)

Data sidik ragam daya kecambah benih di penyimpanan disajikan pada Tabel Lampiran 7 . Dari hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan PEG 6000 berpengaruh tidak nyata terhadap daya kecambah benih. Rataan daya kecambah benih disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST (%)

PEG (%w/v) Ulangan Rataan

I II III IV

P0 = 0% 97,33 100,00 98,67 98,67 98,67

P1 = 15% 94,67 97,33 100,00 97,33 97,33

P2 = 30% 100,00 100,00 98,67 100,00 99,67

P3 = 45% 97,33 100,00 98,67 98,67 98,67

Rataan 97,33 99,33 99,00 98,67 98,58

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan daya kecambah benih setelah penyimpanan relatif tinggi pada perlakuan P2 yaitu 99,67%, yang berbeda tidak nyata dengan P0 (98,67%), P1 (97,33%) , dan P3 (98,67%).


(38)

98,67 97,33 99,67 98,67 90,00 91,00 92,00 93,00 94,00 95,00 96,00 97,00 98,00 99,00 100,00

P0 P1 P2 P3

D a y a ke c a m ba h be ni h ( % ) PEG (%)

Gambar 3. Pengaruh PEG terhadap daya kecambah benih setelah

ipenyimpanan pada 21 HST (%)

Berdasarkan Tabel dan Gambar 3 diatas menunjukkan indikasi tingginya viabilitas benih yang ditunjukkan pada hasil penelitian ini melalui daya kecambah benih setelah penyimpanan pada seluruh perlakuan konsentrasi PEG diperoleh diatas 97%, hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan penyimpanan dengan serbuk gergaji selama 15 hari pada suhu kamar maka daya kecambah benih akan turun hingga 40% (Siagian, N. 2 Maret 2013, komunikasi pribadi), sedangkan laporan dari Berita P4TM dalam Balit Sembawa (2009), menyatakan bahwa benih karet yang mendapatkan perlakuan penyimpanan selama 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing-masing memiliki daya kecambah 85%, 63%, 35%, 30% dan 0%. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Charloq (2004) melaporkan bahwa pada penyimpanan dua variasi benih yang berbeda dengan pemberian PEG, dimana semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka semakin lama benih mempertahankan daya kecambahnya. Sebaliknya semakin lama benih disimpan maka semakin cepat daya kecambah berkurang. Setelah melewati periode penyimpanan selama 14 hari, benih mampu berkecambah hingga 86,21 %. .


(39)

Dalam hal ini kinerja PEG dapat mengatur imibibisi air dan proses difusi pada benih selama dalam penyimpanan hingga mendekati kondisi osmotikum benih, hal ini didukung dengan pernyataan Rahardjo (1986) bahwa PEG memiliki sifat mempertahankan potensi osmotikum sel yang dapat digunakan untuk membatasi O2 pada medium perkecambahan atau penyimpanan. Hal ini sangat baik untuk mengurangi proses metabolisme benih, sehingga cadangan makanan pada endosperm benih tidak terkuras, dan pada saat fase perkecambahan benih dapat menghasilkan daya kecambah yang sangat tinggi, cadangan makanan yang ada di dalam endosperm benih sangat penting dipertahankan pada periode penyimpanan agar tidak terjadi kemunduran (deterioration) pada benih. Hasil penelitian Samjaya et al. (2010) menyatakan bahwa penurunan mutu benih berkorelasi positif dengan lamanya benih karet disimpan karena adanya proses respirasi yang mengakibatkan hampir semua cadangan makanan termasuk protein, lemak, dan karbohidrat berkurang selama benih disimpan. Pemberian PEG dapat menghindari deteriorasi pada benih.

Selain dari peranan PEG dan fungisida adanya seleksi terhadap benih yang di lakukan pada saat pemecahan cangkang mendukung daya kecambah yang tetap tinggi pada benih meskipun telah disimpan selama 16 hari.


(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. PEG 6000 sangat nyata menekan benih berkecambah dipenyimpanan sampai 0,33% dan dapat menekan benih berjamur hingga 19,67% pada konsentrasi 30%. 2. PEG 6000 berbeda tidak nyata atau mampu mempertahankan daya kecambah benih

diatas 97%

3. PEG 6000 30% merupakan konsentrasi terbaik dalam meningkatkan daya simpan benih karet dan mempertahankan sifat morfologi setelah periode penyimpanan.

Saran

Penelitian selanjutnya perlu sinergi dengan para ahli mesin menemukan / mengimprovisasi / merekayasa mesin pemecah cangkang benih karet yang presisi untuk tahap skala industri benih.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil.2006. Perkembangan Pasar Dan Prospek Agribisnis Karet Di Indonesia Lokakarya Budidaya Tanaman Karet, pada tanggal 4-6 September 2006 Medan, diselenggarakan oleh Balai Penelitian Sungei Putih,Pusat Penelitian Karet.Galang.

APVMA. 2013.Journal Australian Pesticides & Veterinary Medicines Authority. APVMA. Australia.

Balai Penelitian Sembawa. 2009. Pengolahaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Palembang.

Bewley, J.D. andM. Black. 1985. Seeds Physiology of Development and Germination.

Plennum Press. New York and London. 367 p.

Budiarti, Tati dan Yulmiarti. 1997. Pengaruh Dosis Fungisida Dan Periode Penyimpanan Terhadap Viablitas Benih Kakao. Bul. Agron. 25(3) 7-14 (1997). IPB. Bogor.

Charloq, 2004. Upaya Peningkatan Ketahanan Simpan Dua Variasi Benih Karet (Hevea

Brasiliensis, Muell - Arg) Dikupas Melalui Pemberian Polyethylene Glycol.

Thesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

, 2011.Test Efficacy of Fungicide Against Fungi on Seed Storage Ruber (Hevea

Brasiliensis, Muell - Arg) Shelled. Prosiding. Seminar Ilmiah Dies Natalis USU

ke-59 (SI-Dies 2011). Medan.

Copeland , L.O. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. Minnesota. 369 p.

Copeland , L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology. Chapman and Hall Press. New York. 409 p.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2005. Road Map Komoditas Karet. Direktorat Jenderal

Perkebunan, Jakarta. hlm. 14.

Ependi,I. 2009. Kemunduran Benih. UGM. Yogyakarta.

Erlan. 2004. Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Klon

PB 260 di polybag akibat perlakuan media dan lama penyimpanan. Jurnal Akta Agrosia Vol.7 No.2. sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama. Palembang. Hlm 52-56.

Farrant, J.M., N. W. Pammenter and P. Berjak. 1988. Recalcitrance- acurrent assessment. Seed Sci. Technology. 16:155-166.


(42)

Gardner, F. W; P. Pearce and Mitchen. 1991. Fisiologi Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman. UI Press. Jakarta. (Alih bahasa: Herawati).

Hardegree, S.P. and W.E. Emmerich. 1992. Seed germination response of four southwestern range grasses to equilibrium at subgermination matric-potential. Agron. J. 84:994-998.

Harrington, J.F. 1972. Seed storage and longevity. In: T.T. Kozlowski (Ed.).Seed biology Vol. III. Academic Press. New York.

Http://www.bumn.go.id/ptpn5/id/galeri/ peremajaan- dan- perluasan-perkebunan-karet- dalam- tuntutan- peremajaan -perkebunan-karet-rakyat/.

Justice,O.L. and L.V. Bass. 1994. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Terjemahan: Rennic. Rajawali Press. Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Karyudi, R. Azwar, Sumannadji, Istianto, I. Suhendry, M. Supriadi, C. Nancy, Sugiharto, Sudiharto, dan U. Junaidi. 2001. Analisis biaya produksi dan strategi peningkatan daya saing perkebunan karet nasional. Warta Pusat PenelitianKaret20(1):1-24.

King, M.A. and E.H. Robert. 1979. Storage of Recalcitrane Seed Achievments and Possible Approaches. IPGRI Secretariat. Rome.

Kompas. 2006. Kinerja Ekspor Karet Capai Rekor. Kompas. [Rabu, 02 Agustus 2006]. Krizek, D.T. 1985. Methods of Inducing Water Stress in Plants. Hort. Sci 0 (6) :

1028-1038.

Mardinus. 2003. Patologi Benih dan Jamur Gudang. Andalas University Press. Padang.

Misrun, Srinidiyanti. 2010. Daya Simpan Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Dengan

Pemberian Polyethylene Glycol (PEG) Pada Berbagai Wadah Simpan. Skripsi. Fakultas Pertanian USU. Medan.

Purwanti, S. 2004. Kajian Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih

Kedelai Hitam dan Kedelai Kuning. UGM. Yogyakarta.

Rahardjo, P. 1986. Penggunaan PEG sebagai Medium Penyimpanan Benih Kakao. Pelita Perkebunan. 2 (3): 103-108.

Rahni, Nini Mila dan Satya Agustina L 2007 . Penggunaan Polyethylene Glycol-6000

Dan Fungsida Delsene MX-200 Pada Penyimpanan Benih Kakao (Theobroma


(43)

Rita, F. 2005. Perkecambahan Dan Anatomi Akar Beberapa Varietas Kedelai Berdaya Hasil Tinggi Terhadap Cekaman Kekeringan Dengan Menggunakan PEG 6000. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Hal: 15-16.

Roberts, E.H. 1973. Predicting the Storage life of Seeds. Seed Science and Technology. 1:499-514.Kuala Lumpur.

Roberts, E.H. and M.W. King. 1980. The characteristics of recalcitrant seeds. In H.F.

Chin and E.H. Roberts (Eds). Recalcitrant Crop Seeds p. 1-5. Tropical Press SDN BHD. Kuala Lumpur.

Sahupala, A. 2007. Teknologi Benih.Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku

Utara – Ambon, 12 – 13 Desember 2007.

Samjaya, Z.R., Z.R. Djafar, Z.P. Negara, M. Hasmeda, dan H. Suryaningtiyas. 2010. Respirasi dan penurunan mutu benih karet selama penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Bidang Pertanian “Pertanian Terintegrasi untuk Mencapai Millenium Development Goals (MDGs)”. Volume I Bidang Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwiaya. Palembang. Hal 421 – 434.

Siagian, Nurhawaty. 2006. Pembibitan Dan Pengadaan Bahan Tanam Karet Unggul. Balai Penelitian Sungei Putih . Galang.

Siagian, Nurhawaty. Staf Peneliti Lembaga Penelitian Sungei Putih. Galang, Deli Serdang. Komunikasi Pribadi. [2 Maret 2013].

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie, 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Steuter, A.A. 1981. Water potential of aqueous polyethylene glycol. Plant Physiol. 67:64-67.

Umar, T; Riske, A.;Hendra ; Novel ; Meli ;Danang ; Istia Tri. 2009. Tugas Teknologi Sediaan Aseptis Infus Glukosa Natrium Klorida. Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Utomo, Budi. 2006. Karya Ilmiah: Ekologi Benih. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian USU. Medan.

Warta Perkaretan . 2008. Penyiapan Benih Karet Klon Unggul dan Pengembangan Kelembagaan Untuk Mendukung Revitalisasi Perkebunan Karet. Volume 27 No.1. Pusat Penelitian Karet.

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Pengelolaan Biji Karet Untuk Bibit. Vol. 31 N0.5.


(1)

98,67 97,33 99,67 98,67 90,00 91,00 92,00 93,00 94,00 95,00 96,00 97,00 98,00 99,00 100,00

P0 P1 P2 P3

D a y a ke c a m ba h be ni h ( % ) PEG (%)

Gambar 3. Pengaruh PEG terhadap daya kecambah benih setelah

ipenyimpanan pada 21 HST (%)

Berdasarkan Tabel dan Gambar 3 diatas menunjukkan indikasi tingginya viabilitas benih yang ditunjukkan pada hasil penelitian ini melalui daya kecambah benih setelah penyimpanan pada seluruh perlakuan konsentrasi PEG diperoleh diatas 97%, hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan penyimpanan dengan serbuk gergaji selama 15 hari pada suhu kamar maka daya kecambah benih akan turun hingga 40% (Siagian, N. 2 Maret 2013, komunikasi pribadi), sedangkan laporan dari Berita P4TM dalam Balit Sembawa (2009), menyatakan bahwa benih karet yang mendapatkan perlakuan penyimpanan selama 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing-masing memiliki daya kecambah 85%, 63%, 35%, 30% dan 0%. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Charloq (2004) melaporkan bahwa pada penyimpanan dua variasi benih yang berbeda dengan pemberian PEG, dimana semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka semakin lama benih mempertahankan daya kecambahnya. Sebaliknya semakin lama benih disimpan maka semakin cepat daya kecambah berkurang. Setelah melewati periode penyimpanan selama 14 hari, benih mampu berkecambah hingga 86,21 %. .


(2)

Dalam hal ini kinerja PEG dapat mengatur imibibisi air dan proses difusi pada benih selama dalam penyimpanan hingga mendekati kondisi osmotikum benih, hal ini didukung dengan pernyataan Rahardjo (1986) bahwa PEG memiliki sifat mempertahankan potensi osmotikum sel yang dapat digunakan untuk membatasi O2 pada medium perkecambahan atau penyimpanan. Hal ini sangat baik untuk mengurangi proses metabolisme benih, sehingga cadangan makanan pada endosperm benih tidak terkuras, dan pada saat fase perkecambahan benih dapat menghasilkan daya kecambah yang sangat tinggi, cadangan makanan yang ada di dalam endosperm benih sangat penting dipertahankan pada periode penyimpanan agar tidak terjadi kemunduran (deterioration) pada benih. Hasil penelitian Samjaya et al. (2010) menyatakan bahwa penurunan mutu benih berkorelasi positif dengan lamanya benih karet disimpan karena adanya proses respirasi yang mengakibatkan hampir semua cadangan makanan termasuk protein, lemak, dan karbohidrat berkurang selama benih disimpan. Pemberian PEG dapat menghindari deteriorasi pada benih.

Selain dari peranan PEG dan fungisida adanya seleksi terhadap benih yang di lakukan pada saat pemecahan cangkang mendukung daya kecambah yang tetap tinggi pada benih meskipun telah disimpan selama 16 hari.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. PEG 6000 sangat nyata menekan benih berkecambah dipenyimpanan sampai 0,33% dan dapat menekan benih berjamur hingga 19,67% pada konsentrasi 30%. 2. PEG 6000 berbeda tidak nyata atau mampu mempertahankan daya kecambah benih

diatas 97%

3. PEG 6000 30% merupakan konsentrasi terbaik dalam meningkatkan daya simpan benih karet dan mempertahankan sifat morfologi setelah periode penyimpanan.

Saran

Penelitian selanjutnya perlu sinergi dengan para ahli mesin menemukan / mengimprovisasi / merekayasa mesin pemecah cangkang benih karet yang presisi untuk tahap skala industri benih.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil.2006. Perkembangan Pasar Dan Prospek Agribisnis Karet Di Indonesia Lokakarya Budidaya Tanaman Karet, pada tanggal 4-6 September 2006 Medan, diselenggarakan oleh Balai Penelitian Sungei Putih,Pusat Penelitian Karet.Galang.

APVMA. 2013.Journal Australian Pesticides & Veterinary Medicines Authority. APVMA. Australia.

Balai Penelitian Sembawa. 2009. Pengolahaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Palembang.

Bewley, J.D. andM. Black. 1985. Seeds Physiology of Development and Germination. Plennum Press. New York and London. 367 p.

Budiarti, Tati dan Yulmiarti. 1997. Pengaruh Dosis Fungisida Dan Periode Penyimpanan Terhadap Viablitas Benih Kakao. Bul. Agron. 25(3) 7-14 (1997). IPB. Bogor.

Charloq, 2004. Upaya Peningkatan Ketahanan Simpan Dua Variasi Benih Karet (Hevea

Brasiliensis, Muell - Arg) Dikupas Melalui Pemberian Polyethylene Glycol.

Thesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

, 2011.Test Efficacy of Fungicide Against Fungi on Seed Storage Ruber (Hevea Brasiliensis, Muell - Arg) Shelled. Prosiding. Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-59 (SI-Dies 2011). Medan.

Copeland , L.O. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. Minnesota. 369 p.

Copeland , L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology. Chapman and Hall Press. New York. 409 p.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2005. Road Map Komoditas Karet. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. hlm. 14.

Ependi,I. 2009. Kemunduran Benih. UGM. Yogyakarta.

Erlan. 2004. Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Klon PB 260 di polybag akibat perlakuan media dan lama penyimpanan. Jurnal Akta Agrosia Vol.7 No.2. sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama. Palembang. Hlm 52-56.

Farrant, J.M., N. W. Pammenter and P. Berjak. 1988. Recalcitrance- acurrent assessment. Seed Sci. Technology. 16:155-166.


(5)

Gardner, F. W; P. Pearce and Mitchen. 1991. Fisiologi Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman. UI Press. Jakarta. (Alih bahasa: Herawati).

Hardegree, S.P. and W.E. Emmerich. 1992. Seed germination response of four southwestern range grasses to equilibrium at subgermination matric-potential. Agron. J. 84:994-998.

Harrington, J.F. 1972. Seed storage and longevity. In: T.T. Kozlowski (Ed.).Seed biology Vol. III. Academic Press. New York.

Http://www.bumn.go.id/ptpn5/id/galeri/ peremajaan- dan- perluasan-perkebunan-karet- dalam- tuntutan- peremajaan -perkebunan-karet-rakyat/.

Justice,O.L. and L.V. Bass. 1994. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Terjemahan: Rennic. Rajawali Press. Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Karyudi, R. Azwar, Sumannadji, Istianto, I. Suhendry, M. Supriadi, C. Nancy, Sugiharto, Sudiharto, dan U. Junaidi. 2001. Analisis biaya produksi dan strategi peningkatan daya saing perkebunan karet nasional. Warta Pusat PenelitianKaret20(1):1-24.

King, M.A. and E.H. Robert. 1979. Storage of Recalcitrane Seed Achievments and Possible Approaches. IPGRI Secretariat. Rome.

Kompas. 2006. Kinerja Ekspor Karet Capai Rekor. Kompas. [Rabu, 02 Agustus 2006]. Krizek, D.T. 1985. Methods of Inducing Water Stress in Plants. Hort. Sci 0 (6) :

1028-1038.

Mardinus. 2003. Patologi Benih dan Jamur Gudang. Andalas University Press. Padang. Misrun, Srinidiyanti. 2010. Daya Simpan Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Dengan

Pemberian Polyethylene Glycol (PEG) Pada Berbagai Wadah Simpan. Skripsi. Fakultas Pertanian USU. Medan.

Purwanti, S. 2004. Kajian Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam dan Kedelai Kuning. UGM. Yogyakarta.

Rahardjo, P. 1986. Penggunaan PEG sebagai Medium Penyimpanan Benih Kakao. Pelita Perkebunan. 2 (3): 103-108.

Rahni, Nini Mila dan Satya Agustina L 2007 . Penggunaan Polyethylene Glycol-6000 Dan Fungsida Delsene MX-200 Pada Penyimpanan Benih Kakao (Theobroma


(6)

Rita, F. 2005. Perkecambahan Dan Anatomi Akar Beberapa Varietas Kedelai Berdaya Hasil Tinggi Terhadap Cekaman Kekeringan Dengan Menggunakan PEG 6000. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Hal: 15-16.

Roberts, E.H. 1973. Predicting the Storage life of Seeds. Seed Science and Technology. 1:499-514.Kuala Lumpur.

Roberts, E.H. and M.W. King. 1980. The characteristics of recalcitrant seeds. In H.F. Chin and E.H. Roberts (Eds). Recalcitrant Crop Seeds p. 1-5. Tropical Press SDN BHD. Kuala Lumpur.

Sahupala, A. 2007. Teknologi Benih.Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku Utara – Ambon, 12 – 13 Desember 2007.

Samjaya, Z.R., Z.R. Djafar, Z.P. Negara, M. Hasmeda, dan H. Suryaningtiyas. 2010. Respirasi dan penurunan mutu benih karet selama penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Bidang Pertanian “Pertanian Terintegrasi untuk Mencapai Millenium Development Goals (MDGs)”. Volume I Bidang Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwiaya. Palembang. Hal 421 – 434.

Siagian, Nurhawaty. 2006. Pembibitan Dan Pengadaan Bahan Tanam Karet Unggul. Balai Penelitian Sungei Putih . Galang.

Siagian, Nurhawaty. Staf Peneliti Lembaga Penelitian Sungei Putih. Galang, Deli Serdang. Komunikasi Pribadi. [2 Maret 2013].

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie, 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Steuter, A.A. 1981. Water potential of aqueous polyethylene glycol. Plant Physiol. 67:64-67.

Umar, T; Riske, A.;Hendra ; Novel ; Meli ;Danang ; Istia Tri. 2009. Tugas Teknologi Sediaan Aseptis Infus Glukosa Natrium Klorida. Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Utomo, Budi. 2006. Karya Ilmiah: Ekologi Benih. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian USU. Medan.

Warta Perkaretan . 2008. Penyiapan Benih Karet Klon Unggul dan Pengembangan Kelembagaan Untuk Mendukung Revitalisasi Perkebunan Karet. Volume 27 No.1. Pusat Penelitian Karet.

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Pengelolaan Biji Karet Untuk Bibit. Vol. 31 N0.5.


Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Stump Karet (Hevea Brassiliensis Muell Arg.) Terhadap Pemberian Growtone Pada Berbagai Komposisi Media Tanam

7 52 92

Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Medium WPM dengan Pemberian Benzil Amino Purin (BAP) Dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

0 44 74

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Uji Batang Bawah Karet (Hevea brassiliensis, muell - arg.) Berasal Dari Benih Yang Telah Mendapat Perlakuan Peg Dengan Beberapa Klon Entres Terhadap Keberhasilan Okulasi

4 61 79

Efektivitas Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Pembibitan

2 39 78

Uji Daya Simpan dan Viabilitas Benih Karet (Hevea Brasiliensis Muell-Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Konsentrasi Larutan Osmotik dan Waktu Pengeringan

0 80 118

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Uji Pemberian PEG 6000 Terhadap Morfologi Benih Kareti(Hevea Brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang Setelah Ipenyimpanan

0 0 7

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

1 1 6

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

0 0 9