BAB I PENDAHULUAN - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Secara konseptual, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan tersebut mencakup kegiatan tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan lain sebagainya. (Suryadi 2007: 129) Adapun pengertian partisipasi politik menurut Herbert McClosky adalah sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat yang mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk proses kebijakan umum. (Damsar, 2010: 180)

  Partisipasi politik dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dilihat sebagai kegiatan, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemeirntah, membayar pajak dan ikut dalam proses pemilihan pimpinan pemerintahan. Sedangkan partisipasi pasif berupa kegiatan mentaati peraturan ataupun pemerintah, menerima dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah. (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/partisipasi-politik- struktur-politik-lembaga-politik-dan-rekruitment-politik/)

  Berdasarkan penjelasan partisipasi politik di atas maka ada beberapa hal yang penting dilihat sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan politik. Seluruh masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi politik, baik itu mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, ikut dalam kampanye, memberikan dana, dan memilih pemimpin daerah. Merangkum macam bentuk partisipasi politik, Huntington dan Nelson (Suryadi, 2007: 121-122) mengklasifikasi partisipasi politik yaitu sebagai kegiatan pemilihan yang mencakup pemberian suara, memberikan sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam kegiatan pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil pemilihan.

  Tingkat pemahaman masyarakat terhadap partisipasi politik sangat berpengaruh kepada perkembangan suatu pemerintahan karena masyarakat merupakan salah satu aktor dalam menentukan maju mundurnya situasi politik dalam negara. Semakin banyak masyarakat yang ikut dalam partisipasi politik, diharapkan akan mengubah keadaan menjadi lebih baik.

  Meskipun tidak menjamin, tetapi berpartisipasi politik akan mengubah pola pikir masyarakat akan dunia politik.

  Luasnya partisipasi politik dalam sebuah tatanan negara membuat warga negara harus pintar-pintar memilih dan memilah akan keikutsertaannya dalam berpolitik. Salah satunya dari etnis yang ada di Indonesia adalah etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa yang hidup di Indonesia merupakan minoritas yang heterogen dan kompleks. Secara yuridis, mereka dibedakan atas warga negara Indonesia (± 60%) dan sisanya orang asing (termasuk “stateless” dan warga negara RRC). Secara kultural, mereka dibagi atas peranakan Tionghoa yang berbahasa Indonesia atau daerah sebanyak 55% dan totok Tionghoa yang berbahasa Tionghoa sebanyak 45%. (Ensiklopedia Indonesia, 1988)

  Pada masa Orde Lama, terdapat beberapa menteri Republik Indonesia dari keturunan Tionghoa seperti Oei Tjoe Tat, Ong Eng Die, Siauw Giok Tjhan, dll. Bahkan Oei Tjoe Tat pernah diangkat sebagai salah satu “tangan kanan” Ir. Soekarno pada masa Kabinet Dwikora. Pada masa ini, hubungan Ir. Soekarno dengan beberapa tokoh dari kalangan Tionghoa dapat dikatakan sangat baik meskipun pada masa Orde Lama terdapat beberapa kebijakan politik yang diskriminatif seperti Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959 yang melarang WNA Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah luar ibukota provinsi dan kabupaten. Adanya peristiwa G30S/PKI yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia memberikan efek negatif bagi keberadaan etnis Tionghoa. Mereka dianggap sebagai salah satu komunis sehingga pada saat itu terjadi pembantaian etnis Tionghoa. Ribuan orang Tionghoa dibantai dan harta benda mereka pun lenyap. Berbagai peristiwa anti-Tionghoa terjadi di beberapa belahan Indonesia sampai dengan tahun 1967, ketika sentimen anti-Tionghoa akhirnya mulai mereda. Periode ini juga menandai berakhirnya organisasi politik Tionghoa karena BAPERKI yang mempunyai hubungan dengan komunis. (Budiawan, 2012: 37)

  Adanya tuduhan bahwa etnis Tionghoa terlibat dalam G30S/PKI tersebut membuat posisi etnis orang Tionghoa di dalam kehidupan politik cenderung menurun dan menunjukkan sikap yang apriodi terhadap politik di zaman orde baru. Selama 30 tahun masa pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter berdampak bagi perilaku politik etnis Tionghoa. Etnis ini mengalihkan kegiatan kepada bidang ekonomi.

  Setelah turunnya Soeharto dari tampuk pemerintahan ada perubahan sikap etnis Tionghoa terhadap kegiatan politik, di antaranya muncul partai yang didirikan etnis Tionghoa pada Juni 1998, seperti Parti (Partai Reformasi Tionghoa), PBI (Partai Bhinneka Tunggal Ika), Parpindo (Partai Pembauran Indonesia), dan PWBI (Partai Warga Bangsa Indonesia). Akan tetapi, pada saat itu karena kurangnya minat dan dukungan komunitas Tionghoa dua partai terakhir diubah menjadi organisasi sosial, sementara dua partai lain bertahan yaitu Parti dan PBI. PBI yang memenuhi syarat untuk ikut bersaing dalam pemilu Juni 1999. Fakta lain yang menunjukkan sikap politik mereka, sebagian besar dari etnis Tionghoa sekitar 70% mendukung PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) yang dipimpin Megawati. Keengganan mereka mendukung PBI karena mereka menganggap partai ini terlalu kecil untuk berpengaruh dalam politik nyata dan ini terjadi karena ada dampak dari penganiayaan yang dilakukan pada masa Orde Baru, termasuk Mei 1998. (Budiawan, 2012: 113)

  “Hasil pemilu 1999, terdapat beberapa etnis Tionghoa yang berhasil menjadi anggota DPR, MPR dan DPRD. Di DPR ada Kwik Kian Gie (kemudian diganti karena diangkat menjadi menteri) dan Ir Tjiandra Wijaya Wong dari PDI-P, Alvin Lie Ling Piao dari PAN, Ir Enggartiasto Lukita dari Golkar dan LT Susanto dari PBI. Di MPR di samping mereka yang telah menjadi anggota DPR ada Hartarti Murdaya (Chow Lie Ing) dari Walubi yang mewakili Utusan Golongan dan Daniel Budi Setiawan yang menjadi wakil Utusan Daerah Jawa Tengah dari PDI-P”. (http://id.inti.or.id/specialnews/25/tahun/2003/bulan/02/tanggal/01/id/292/print/)

  Sejarah Indonesia juga mencatat partisipasi dan peran aktif warga Tionghoa dalam dinamika sosial, politik, dan kultural di Sumatera Utara. Pemilu legislatif pada April 2008 menjadi penanda geliat etnis Tionghoa di kancah politik dan patut mendapat respon positif karena pemilu itu juga telah berhasil mendudukkan wakil orang Tionghoa Indonesia di bangku DPRD. Pada pemilu lima tahun silam, ada beberapa nama yang mencalonkan diri sebagai anggota DPD seperti Sofyan Tan dan Indra Wahidin, namun kedua nama itu tidak lolos. Untuk beberapa nama yang dinyatakan lolos sebagai anggota DPRD di kabupaten dan kota propinsi Sumatera Utara adalah Ramli Lie, Brilian Moktar dan Sonny Firdaus (Propsu), Lily Tan, Janlie, Ahie dan Hasyim (Kota Medan), Peterus (Kodya Binjai), Hakim Tjoa Kian Lie (Kota Tj. Balai), T. Johnson (Kab Asahan), Rudy Wu (Kota P. Siantar), Yanto (Kota Gunung Sitoli), Efendy (Kab. Nias Selatan) dan Budi (Kab. Sergai).

  (http://pussisunimed.wordpress.com/2010/01/28/geliat-politik-tionghoa-di-sumatra-utara/) Gambaran ini menunjukkan bahwa pemilu telah menghantarkan wakil orang

  Tionghoa ke bangku DPRD sekaligus menjadi salah satu penanda meningkatnya kesadaran politik orang Tionghoa di tanah air, termasuk di Rantau Prapat. Ini juga bisa dilihat dari etnis

  Tionghoa yang menjadi calon legislatif di Sumatera Utara untuk periode 2014-2019 antara lain Haryanto dan Rusdi/Apeng wakil dari Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Joni calon legislatif dari partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

  Rantau Prapat merupakan kota dengan kabupaten Labuhanbatu. Labuhanbatu terdiri dari beberapa kelurahan antara lain: Rantau Utara, Rantau Selatan, Bilah Barat, Bilah Hilir, Bilah Hulu, Pangkatan, Panai Tengah, Panai Hilir, dan Panai Hulu. Kabupaten Labuhanbatu memiliki jumlah penduduk sebesar 555.578 jiwa. Kota Rantau Prapat memiliki jumlah paling banyak sekitar 193.590 jiwa. (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Labuhanbatu, 2012) Rantau Prapat juga salah satu daerah dengan berbagai macam etnis, seperti Melayu 9.239 jiwa, Batak 155.088 jiwa, Minang 1.966 jiwa, Jawa 154.219 jiwa, Aceh 531 jiwa, dan lainnya sebanyak 13.733 jiwa. (Badan Pusat Statistik, 2011)

  Dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Labuhanbatu, Rantau Prapat memiliki penduduk dengan etnis Tionghoa terbanyak. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar etnis Tionghoa di Rantau Prapat bermatapencaharian sebagai seorang pedagang. Dalam dunia politik, etnis Tionghoa di Rantau Prapat mulai menunjukkan geliat untuk aktif berpolitik namun jumlah etnis Tionghoa yang kurang aktif lebih banyak dibandingkan di daerah lain. Beberapa etnis Tionghoa hanya berpartisipasi dengan terjun sebagai anggota partai politik, walaupun ada juga yang menjadi calon legislatif. Beberapa etnis Tionghoa yang menjadi calon legislatif di Labuhanbatu untuk periode 2014-2019 antara lain Haryanto dan Rusdi/Apeng wakil dari Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Joni wakil dari partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

  Dari beberapa nama calon legislatif tersebut, jelas terlihat bahwa kehidupan politik etnis Tionghoa di Rantau Prapat mulai menunjukkan perkembangan dibandingkan periode sebelumnya. Tidak adanya etnis Tionghoa yang menjadi calon legislatif pada periode lalu bisa dijadikan satu alasan tentang tidak aktifnya etnis Tionghoa dalam berpartisipasi politik termasuk dalam hal Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu merupakan suatu cara memilih wakil- wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak asasi warga negara dalam bidang politik. (Syarbaini, 2004: 80) Kesadaran politik warga negara menjadi faktor dalam partisipasi politik masyarakat, artinya sebagai hal yang berhubungan pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan kegiatan politik menjadi ukuran seseorang terlibat dalam proses partisipasi politik. Untuk ikut berpartisipasi dalam dunia politik khususnya pemilu, ada beberapa faktor yang bisa menggambarkan tentang bagaimana keaktifan masyarakat untuk ikut serta seperti mengikuti kampanye calon yang didukung, turut dalam diskusi politik, ikut dalam pemilihan suara, menjadi calon partai politik, dan membentuk relasi serta komunikasi individual dengan pejabat politik.

  Dari beberapa uraian di atas tentang perkembangan partisipasi politik etnis Tionghoa yang mengalami pasang surut, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana pemahaman mereka tentang partisipasi politik pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat. Selain itu, peneliti juga ingin melihat apa dasar dan motif penduduk etnis Tionghoa untuk ikut berpartisipasi dalam pemilukada yang selalu diselenggarakan oleh pemerintah pada kurun waktu lima tahun sekali dengan melihat sejarah dunia politik etnis Tionghoa dari masa orde lama hingga masa sekarang ini yang menggambarkan kehidupan mereka sudah lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a.

  Bagaimana bentuk partisipasi politik etnis Tionghoa saat Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat? b.

  Faktor apa saja yang mendorong warga etnis tionghoa di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat ikut berpartisipasi dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dikemukakan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a.

  Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya partisipasi politik Etnis Tionghoa dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat.

  b.

  Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendorong warga etnis Tionghoa dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat.

  1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Manfaat Teoritis

  Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pemahaman, serta sumbangan bagi mahasiswa sehingga bisa menambah wawasan ilmiah.

  Selain itu, juga dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang partisipasi politik etnis Tionghoa.

  1.4.2 Manfaat Praktis

  • Bagi penulis, penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang partisipasi politik etnis Tionghoa.
  • Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menyadarkan masyarakat dan semua pihak akan pentingnya memahami keberagaman etnis.

1.5 Defenisi Konsep

  Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat menyedrhanakan pemikiannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya.

1.5.1 Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.

  1.5.2 Etnis merupakan suatu populasi yang memiliki identitas kelompok berdasarkan kebudayaan tertentu dan biasanya memiliki leluhur yang secara pasti atau dianggap pasti yang sama.

  1.5.3 Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  1.5.4 AGIL merupakan kerangka teori Talcot Parsons mengenai sistem sosial yang menggambarkan jaringan hubungan antar aktor atau kerangka hubungan interaktif

1.6 Penelitian Sebelumnya

  (Rizky Hani S.P, 2009) dengan judul “Partisipasi Politik Etnis Tionghoa dalam Pemilukada Tahun 2009 (studi kasus bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi tentang bagaimana partisipasi politik warga etnis Tionghoa di Desa Kragan, Kab. Rembang pada Pemilukada tahun 2009 dan seberapa jauh peran masyarakat etnis Tionghoa dalam partisipasi di Pemilukada tahun 2009 di Desa Kragan, Kab. Rembang.”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi politik yang dilakukan masyarakat etnis Tionghoa dalam kasus Pemilukada Kab. Rembang tahun 2009 dan apa peranan dan statusnya dalam Pemilukada Kab. Rembang periode 2009-2014 serta mengetahui motif apa mendasari para warga etnis Tionghoa di Desa Kragan ikut berpartisipasi dalam Pemilukada.

  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Untuk teknik pengambilan sampel, peneliti menggunakan teknik snow ball yaitu masyarakat etnis Tionghoa yang tinggal di Desa Kragan, Kab. Rembang. Sehingga subjek penelitian adalah orang-orang yang dianggap mengetahui mengenai daerah penelitian yang kemudian dijadikan informan kunci sedangkan pemilihan subjek selanjutnya berdasarkan informasi sebelumnya.

  Berdasarkan hasil penelitian, terdapat temuan bahwa motif etnis Tionghoa ikut berpartisipasi dalam pemilukada adalah selain dikarenakan adanya kesadaran diri mereka sebagai warga negara Indonesia yang wajib memberikan hak suaranya untuk memilih pemimpin daerahnya. Selain itu, mereka juga beralasan bahwa pada Pemilu kali ini terdapat calon yang beretnis Tionghoa sehingga bagi mereka dengan adanya memilih calon kandidat tersebut maka mereka akan memperoleh perlindungan dari segala macam anggapan miring dari orang-orang yang fanatik terhadap warga keturunan etnis Tionghoa.

  Dalam pengetahuan mereka tentang politik dan partisipasi politik, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa etnis Tionghoa di Desa Kragan masih tergolong rendah dan hanya sebatas ikut memilih pada saat Pemilukada. Dan menurut Ramlan Surbakti, partisipasi politik yang seperti ini merupakan partisipasi politik pasif, seperti kegiatan mentaati pemerintah, menerima dan melaksanakan semata-mata keputusan pemerintah.

  (Yaogi Edwart Manulang, 2012) dengan judul “Perilaku Politik (studi deskriptif Perilaku Etnis Tionghoa pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2010 di Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area Kota Medan). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan pilihan dan perilaku politik Etnis Tionghoa di Kelurahan Sukaramai II pada pemilu walikota dan wakil walikota pada tahun 2010 yang lalu serta mengidentifikasi dan menganalisis perilaku pemilih politik etnis Tionghoa pada pemilu tersebut.

  Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Untuk teknik pengambilan sampel, peneliti menggunakan rumus Taroyamane yaitu etnis Tionghoa yang terdaftar sebagai pemilih tetap di Sukaramai II kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa temuan yaitu bahwa masyarakat Sukaramai yang beretnis Tionghoa pada pemilukada 2010 memilih Sofyan Tan karena menurut mereka yang memiliki karakter pemimpin yang tegas dan memiliki program kerja yang sangat baik menurut responden. Selain itu, faktor penampilan fisik, cara berpakaian, dan cara bicara Sofyan Tan turut menjadi pertimbangan yang mendukung alasan mereka untuk memilih beliau.

  Kemudian adanya pandangan etnis Tionghoa terhadap Sofyan Tan sebagai perwakilan mereka di pemerintahan. Beliau juga memiliki organisasi sosial yang membantu rakyat miskin, walau belum berjalan maksimal namun masyarakat yang memilihnya percaya seiring berjalan waktu akan mendapatkan hasil yang maksimal.

1.7 Defenisi Operasional

  Beberapa karakteristik yang menunjukkan tentang partisipasi politik etnis Tionghoa dalam Pilgubsu 2013 di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat, seperti: a.

  Ketertarikan dalam kegiatan politik yaitu adanya alasan seseorang untuk tertarik dengan dunia politik di daerah domisilinya.

  b.

  Menjadikan politik sebagai topik pembicaraan sehari-hari yaitu banyaknya seseorang dalam membicarakan politik dengan rekannya sebagai topik pembahasan di dalam kehidupan sehari-hari. c.

  Kegiatan dalam partai politik yaitu adanya seseorang dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan Pilgubsu 2013, seperti ikut kampanye, turut memberi sumbangan, menjadi tim sukses salah satu calon pasangan, dan ikut memberikan suara.

  d.

  Keikutsertaan memilih yaitu adanya keikutsertaan individu dalam memilih calon gubernur Sumatera Utara 2013 di Rantau Prapat.

  e.

  Alasan memilih yaitu adanya kriteria calon yang diharapkan dari para pemilih.

Dokumen yang terkait

Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

4 66 87

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan

6 62 116

Hubungan Tingkat Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 Di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 31 144

Keengganan Siswa Untuk Sekolah (Kasus di Kecamatan Rantau Utara Kelurahan Rantau Prapat)

2 71 89

Kebijakan Dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008)

4 96 75

BAB IV PEMBAHASAN A. Muhammadiyah dan Politik - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 2013 – 2018) - Repository UIN Sumatera Utara

0 1 14

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kebijakan - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 2013 – 2018) - Repository UIN Sumatera Utara

1 4 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

0 0 12