Kebijakan Dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008)

(1)

KEBIJAKAN DAN KIPRAH POLITIK

MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG

(Analisis pada : Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2008)

Disusun Oleh :

NIM : 030906020

AKHYAR ANSHORI

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Laporan Praktek Kerja Lapangan ini disetujui untuk diperbanyak oleh : Nama : AKHYAR ANSHORI

NIM : 030906020 Departemen : ILMU POLITIK

Fakultas : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Judul : ”PERANAN MUHAMMADIYAH DALAM

MELAKUKAN PENDIDIKAN POLITIK BAGI ANGGOTANYA”

Medan, 23 Mei 2007

Supervisor Kampus Koord. Praktek Kerja Lapangan

( WARJIO, S. S, MA, Dipl) ( MURYANTO AMIN, S. Sos ) NIP : 132 316 810 NIP : 132 306 950

KETUA DEPARTEMEN

( Drs. HERI KUSMANTO, MA) NIP : 132 215 084


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Lapangan ini telah diperiksa oleh Supervisor Praktek Kerja Lapangan Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera utara atas nama :

Nama : AKHYAR ANSHORI

NIM : 030906020 Departemen : ILMU POLITIK

Fakultas : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK Perguruan Tinggi : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan judul Laporan Praktek Kerja Lapangan sebagai berikut :

”PERANAN MUHAMMADIYAH DALAM MELAKUKAN PENDIDIKAN POLITIK BAGI ANGGOTANYA”

Pada Waktu Sebagai berikut : Hari/Tanggal : Rabu / 23 Mei 2007 Waktu : 12.30 Wib

Tempat : Gedung FISIP USU Medan, 23 Mei 2007

Supervisor Institusi

( Drs. MUTHOLIB ) Supervisor Kampus

( WARJIO, S. S, MA, Dipl) NIP : 132 316 810

Koordinator Praktek Kerja Lapangan

( MURYANTO AMIN S.Sos) NIP : 132 306 950


(4)

Abstrak

Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam. Berbicara tentang umat Islam di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari dua organisasi masyarakat terbesar, yaitu Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama, dimana Muhammadiyah merupakan representative dari Islam modern sedangkan Nadhatul Ulama representative dari Islam tradisional.1

Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid, bersumber pada Al Qur’an dan Hadist. Sedangkan maksud dan tujuannya ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan yang terlahir dari hasil pergejolakan pemikiran pendirinya. Sebagai sebuah organisasi yang pada hakekatnya merupakan Gerakan, Muhammadiyah memiliki tujuan, disamping usaha kerjasama dan sekelompok orang yang disebut anggota Persyarikatan, yang bekerja melaksanakan usaha tersebut untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Tujuan adalah nilai tertentu yang ingin dicapai dan diperoleh di masa yang akan datang


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam. Berbicara tentang umat Islam di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari dua organisasi masyarakat terbesar, yaitu Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama, dimana Muhammadiyah merupakan representative dari Islam modern sedangkan Nadhatul Ulama representative dari Islam tradisional.1

Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid, bersumber pada Al Qur’an dan Hadist. Sedangkan maksud dan tujuannya ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.2

Tujuan adalah nilai tertentu yang ingin dicapai dan diperoleh di masa yang akan datang. Ia merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang tidak

Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan yang terlahir dari hasil pergejolakan pemikiran pendirinya. Sebagai sebuah organisasi yang pada hakekatnya merupakan Gerakan, Muhammadiyah memiliki tujuan, disamping usaha kerjasama dan sekelompok orang yang disebut anggota Persyarikatan, yang bekerja melaksanakan usaha tersebut untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

1

. R. William Liddle, Leadership and culture in Indonesia Politics. (Sydney : Allen& Unwin, 1996). Hlm 73

2


(6)

terdapat sekarang, tetapi dimaksudkan untuk dicapai di waktu yang akan datang melalui berbagai kegiatan organisasi.

Bagi Persyarikatan Muhammadiyah, tujuan adalah merupakan satu faktor yang sangat penting dan sentral. Tujuan merupakan sebuah target atau keinginan yang akan digapai melalui rangkaian kegiatan dan tindakan di mulai dari tahap perencanaan sampai tahap pengendalian dan evaluasi3. Tujuan yang ada akan memberikan arah pergerakan organisasi dan merupakan sarana dimana kepentingan organisasi dapat disalurkan melalui berbagai usaha yang telah disepakati dalam menggapai tujuan tersebut4

Demikian pula tujuan juga menjadi dasar bagi pembagian dan penggolongan tindakan-tindakan organisasi dalam kesatuan-kesatuan tertentu, disamping juga menjadi dasar bagi penentuan dan perumusan kegiatan dan setiap kesatuan serta penempatan personil dalam kesatuan-kesatuan tersebut. Selanjutnya tujuan juga menjadi landasan utama dalam melakukan penggerakan, sejak dan pemberian motivasi, pemberian bimbingan, penjalinan hubungan dan komunikasi sampai pada peningkatan dan pengembangan personil. Demikian pula dalam proses pengendalian dan evaluasi, terutanma dalam penentuan standrad dan tolok ukur, yang menjadi pedoman adalah tujuan itu. Pendek kata, tujuan adalah merupakan kompas pedoman yang tidak boleh diabaikan dalam proses penyelenggaraan usaha Muhammadiyah.

. Ini berarti dalam penentuan strategi, kebijaksanaan dan langkah-langkah organisasi, tujuan adalah merupakan landasan utamanya.

3

Maringan Masry Simbolon, Dasar-dasar administrasi dan manajemen, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2000h, hal 36

4


(7)

Gerakan Muhammadiyah yang berkarakter dakwah dan tajdid tersebut dilakukan melalui sistem organisasi (jam’iyyah) dan bersifat ekspansi (penyebaran, perluasan). Kata-kata ”waltakum minkum ummatun” dalam Al Qur’an surah Ali Imran 104 yang sering disebut sebagai ”ayat” Muhammadiyah”, merupakan pemaknaan baru mengenai kepentingan menggerakan Islam melalui organisasi atau persyarikatan5

Karakter pembaharuan yang dimiliki Muhammadiyah merupakan pembeda Muhammadiyah dengan gerakan-gerakan Islam lainnya di Indonesia termasuk Persatuan Indonesia yang juga merupakan aliran modern. Deliar Noer mengkategorisasikan Muhammadiyah sebagai gerakan modern yang memiliki sifat toleran, sedangkan Persatuan Islam bersifat keras.

.

6

Pada tahun 1972, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengesahkan penjelasan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhamadiyah yang disusun oleh H.M.Jindar Tamimy. Dalam penjelasan tersebut, antara lain digambarkan bahwa “Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” adalah Suatu masyarakat dimana keutamaan, kesejahteraan dan kebahagiaan luas merata. Masyarakat semacam itu adalah merupakan rahmat Allah bagi seluruh alam, yang akan menjamin sepenuh-penuhnya keadilan, persamaan, keamanan, keselamatan dan kebebasan bagi semua anggotanya. Masyarakat Islam yang sebenar benarnya itu selain merupakan kebahagiaan di dunia bagi seluruh manusia, akan juga menjadi tangga bagi umat Islam memasuki pintu gerbang Surga “jannatun na’im” untuk mendapatkan keridhaan Allah yang abadi.

5

. Haedar Nasir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah. (Malang, UPTP UMM 2006), hlm xxiii

6


(8)

Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun.

Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.

Persentuhan Muhammadiyah dengan politik di indonesia telah berlangsung lama sejak organisasi ini berdiri. Tahun 1926 melalui kongres Sarikat Islam (SI) memberlakukan disiplin partai bagi anggotanya yang merangkap dengan organisasi Islam lain, dan anggota Muhammadiyah banyak yang menarik diri dari partai Islam itu. Demikian halnya dengan kedudukannya sebagai anggota istimewa di Masyumi. Karena masalah-masalah internal yng ditimbulkan dari ketrlibatan Muhammadiyah itu, maka muncul perdebatan sengit dalam Tanwir Muhammadiyah di Kaliurang pada 31 Mei s/d 3 Juni 1955. Dalam perdebatan itu, sebagaimana pada kasus disiplin partai di SI, muncul dua kubu antara yang tetap bertahan atau keluar dari Masyumi. Akhirnya Tanwir Kaliurang itu melahirkan keputusan:

1). Muhammadiyah tetap dalam khitahnya sebagai gerakan sosial-keagamaan, tetapi yang berkenaan dengan politik-praktis disalurkan dan diatur bersama dalam Masyumi.


(9)

2). Anggota-anggota Muhammadiyah yang berkeinginan hendak berjuang di lapangan politik secara langsung, dianjurkan supaya masuk menjdi anggota Masyumi,

3) Statemen bersama di antara PP Muhammadiyah dengan Dewan Pimpinan Masyumi (tetapnya Muhammdiyah dalam Masyumi dengan agenda menyelesaikan masalah-masalah yang timbul) diterima dengan aklamasi.

Pada tahun 1956, agenda politik tetap menjadi perbincangan, dan semangat kembali ke gerakan dakwah yang lebih membangun masyarakat semakin tumbuh. Sejak itulah digodok sebuah konsep yang meneguhkan jatidiri Muhammadiyah, sehingga tahun 1962 dirumuskan kepribadian Muhammadiyah. Konsep inilah antara lain yng ikut menjiwai dn kemudian menjdi mat rantai perumusan khittah Muhammadiyah tahun 1971, yang menjadi acuan pokok bagi Muhammadiyah dalam menghadapi politik.

Khittah 1971 yang berlaku samapi saat ini berisi dua garis langkah Muhammadiyah :

1) Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau organisasi Politik apapun,

2) Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam persyarikatan Muhammadiyah.


(10)

Dalam menciptakan suasana yang kondusif dan bebas dari segala unsur tarik menarik politik praktis ini baik yang bersifat kepentingan jangka pendek maupun kepentingan jangka panjangnya. Tuntutan akan kemandirian Muhammadiyah dari tarik menarik kepentingan politik ini secara umum dapat diperankan oleh Persyarikatan secara relatif berhasil. Akan tetapi disana sini tentu masih banyak terdapat masalah, baik dalam hal politik maupun pengurusan amal usaha Muhammadiyah. Permasalahan yang ada menjadi koreksi terhadap organisasi agar di masa depan mampu diantisipasi secara lebih matang oleh Muhammadiyah. Dalam kondisi tertentu dirasakan masih terdapat sedikit kendala atau masalah, baik itu keterlibatan individu anggota maupun pengurus Muhammadiyah terhadap organisasi politik maupun rangkap jabatan dalam amal usaha Muhammadiyah dan organisasi politik yang ada, sebenarnya hal ini menyangkut dinamika yang terjadi di dalam tubuh Muhammadiyah yang senantiasa perlu disikapi secara piawai oleh fungsi kepemimpinan Muhammadiyah.

Hal pertama, kadangkala muncul kesan adanya gejala berubah-ubah penjabaran khitah dan ketentuan AD/ART yang mengatur sikap politik Muhammadiyah dan perangkapan jabatan di organisasi politik.

Hal kedua, berkenaan dengan sikap sementara kader politik Muhammadiyah. Tuntutan Muhammadiyah bagi para kadernya yang berada di arena politik sesungguhnya bersikap luas dan luhur, agar mereka berkiprah secara optimal sebagai kader bangsa yang membawa pesan moral dalam kehidupan politik nasional. Karena itu kader politik Muhammadiyah hadir di arena politik


(11)

bersifat perseorangan, tidak mengatasnamakan kelembangaan, sehingga mereka dapat bersikap profesional dan mengembangkan kemampuannya secara optimal sebagai politisi dalam memainkan perannya di dunia politik.

Namun kenyataan kadang terjadi, para politisi atau kader politik Muhammadiyah itu, karena lemah identitas dan sikap profesionalnya, sehingga menimbulkan masalah bagi Muhammadiyah secara kelembagaan. Kadangkala masih terdapat sementara kader Muhammadiyah yang masih ingin mengurusi atau berambisi untuk memimpin Muhammadiyah, tentunya dengan itikad positif untuk ikut mengembangkan Muhammadiyah dari dalam tetapi tidak mampu memposisikan diri secara dengan jabatan dalam struktur organisasi politik yang diembannya.

Hal yang ketiga, di lingkungan Muhammadiyah sendiri tidak jarang terdapat sementara elit kader yang lebih bertindak sebagai politisi. Para politisi informal ini kadang membawa muatan-muatan kepentingan politik dengan mengatasnamakan kepentingan politik Muhammadiyah. Jika muncul sementara kader Muhammadiyah yang kritis terhadap kekuasaan, para politisi informal ini dengan sigap menunjuk para kader yang kritis itu sebagai anti pemerintah atau bersikap konfrontatif.

Masalah yang keempat, berkenaan dengan sikap sementara warga Muhammadiyah sendiri. Sebagian warga Muhammadiyah masih sering bersikap formalistik. Jika ada kader politik yang berada di orsospol sementara warga Muhammadiyah menginginkan pula agar kader tersebut juga memimpin atau terlibat secara formal dalam kepengurusan Muhammadiyah. Harapannya,


(12)

Muhammadiyah akan lebih diuntungkan dalam meraih kepentingan politik di negeri ini. Akibatnya organisasi diurus setengah-tengah, sedangkan para kader politikpun menjadi tidak profesional di dunianya. Ini akibat kecenderungan budaya massal dalam sebagian tubuh warga Muhammadiyah, yang mudah silau oleh status formal.

Dari beberapa permasalahan yang ada di tubuh Muhammadiyah, Muhammadiyah masih saja terlibat dalam tarik menarik kepentingan politik yang cukup kuat, di awal reformasi 1998 Muhammadiyah kembali terseret politik ria. Bahkan mereka memberikan dukungan yang luar biasa kepada salah satu mantan ketua PP Muhammadiyah Prof. DR. Amien Rais MA dan partai politik yang didirikannya. Tetapi entah karena alasan apa mereka kembali kecewa dan merasa dipecundangi oleh para politisi di dalam partai baru tersebut. Mereka mengeluh dengan terenyuh karena dikalahkan dikandangnya sendiri. Padahal anak-anak muda Muhammadiyah itu mempunyai klaim bahwa, benar atau salah, Partai Amanat Nasional (PAN) itu bisa berkembang seperti sekarang ini hanyalah mungkin karena jasa Muhammadiyah, utamanya melalui infrastruktur organisasi yang telah menasional.

Bukan hanya permasalahan yang terjadi dalam tataran Muhammadiyah secara nasional, dalam wilayah lokal juga Muhammadiyah tidak mampu melepaskan diri dari kepentingan politik yang ada. Dalam perjalanan perkembangan Muhammadiyah di Sumatera Utara khususnya berbicara pasca reformasi, khususnya berbicara tentang hasil sidang pleno pimpinan pusat Muhammadiyah mengenai kebijakan Muhammadiyah setempat adalam merespon


(13)

setiap permasalahan yang ada di daerahnya masing-masing, Muhammadiyah Sumatera Utara tidak terlepas dari tarik ulur kepentingan politik di tataran lokal maupun nasional. Pada pemilu 2004, melalui pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Muhammadiyah Sumatera Utara secara tersirat menginstruksikan kepada seluruh anggota dan simpatisannya untuk memilih salah satu calon dari 48 calon anggota Dewan Perwakilan Daerah yang bertarung memperebutkan 4 kursi anggota perwakilan dari Sumatera Utara.

Instruksi untuk memilih Haji Abdul Halim Harahap, sebenarnya mendapatkan tantangan yang cukup luas dari anggota dan simpatisan Muhammadiyah Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari keberatan Aisiyah yang merupakan wadah bagi Ibu-ibu Muhammadiyah untuk mendukung calon tersebut. Ini disebabkan karena secara organisatoris Abdul Halim Harahp bukan merupakan anggota ataupun simpatisan Muhammadiyah Sumatera Utara, terlebih lagi sebenarnya adanya salah satu anggota Muhammadiyah yang juga menjadi pengurus Pimpinan Wilayah Aisiyah Sumatera Utara yang mencalonkan diri sebagai calon anggota dewan Perwakilan Daerah (DPD) yakni prof Darmayanti Lubis.

Keberatan yang dilakukan oleh Aisiyah ini sebenarnya cukup sangat beralasan, akan tetapi kebijakan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara pada saat itu, sebenarnya juga cukup beralasan, dikarenakan Abdul Halim Harahap merupakan Ketua dari Al Jamiatul Al Washliyah, yang mana diharapkan dukungan dari Muhammadiyah Sumatera Utara pada saat pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah mampu


(14)

memberikan hasil maksimal bagi terpilihnya tokoh islam yang mewakili Sumatera Utara. Dan bukan hal tersebut saja, diharapkan dengan dukungan dari Muhammadiyah Sumatera Utara ini kiranya kelak suara dari anggota dan simpatisan Al Jamiatul Al Washliyah mampu memberikan kontribusinya dalam pemilihan calon presiden pada pemilu tahun 2004. Hal ini dikarenakan bahwa salah satu kader terbaik Muhammadiyah yaitu Prof Amien Rais telah menyatakan kesediaanya untuk menjadi calon presiden dalam pemilu presiden tahun 2004. Meskipun harapan yang cukup besar dari Muhammadiyah terhadap Al Jamiatul Al Washliyah dalam memberikan dukungannya dalam pemilihan presiden 2004 tidak berjalan maksimal.

Untuk mencermati permasalahan yang ada itu perlu dikaji tentang peran Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentang peran ini dapat dilakukan dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics) politik praktis sebagaimana yang dilakukanoleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan.

Untuk melihat dan mengkaji kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut maka menjadi hal yang cukup menarik


(15)

untuk dikaji sejauh mana Kebijakan dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Sumatera Utara tahun 2008.

2. Batasan Masalah

Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu tentang Kebijakan dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008, maka penelitian ini perlu ada sebuah batasan masalah;

1. Masalah penelitian menyangkut pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Sumatera Utara tahun 2008.

2. Lokasi penelitian dilakukan di Dewan Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara

3. Rumusan Masalah

Menyangkut pada latar belakang dan batasan masalah yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut :

”Bagaimana Kebijakan dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Sumatera Utara tahun 2008”


(16)

4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kebijakan politik Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara pada pemilihan kepala daerah Propinsi Sumatera Utara tahun 2008.

2. Untuk mengetahui kiprah politik Muhammadiyah Sumatera Utara dalam pemilihan kepala daerah propinsi Sumatera Utara tahun 2008.

5. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat menambah khasanah kepustakaan politik.

2. Secara praktis diharapkan dapat menjelaskan sikap politik Muhammadiyah Sumatera Utara dalam pemilihan kepala daerah propinsi Sumatera Utara tahun 2008.

3. Sebagai masukan bagi Muhammadiyah dalam meneguhkan gerakan amar ma’ruf nahi munkar dan gerakan tajdidnya.

6. Kerangka Teori 6.1 Kebijakan

Kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu7

7

Mirriam Budiharjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal 12


(17)

Kebijakan menurut David Easton ialah keputusan yang diambil oleh pemerintah atau pemimpin kelompok/organisasi sebagai kekuasaan untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi masyarakat atau anggota kelompoknya secara keseluruhan8

Sedangkan menurut Lasswell dan Kaplan kebijakan adalah alat untuk mengapai tujuan dimana kebijakan adalah program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek

.

9

Henz Eulau dan Kenneth Previt merumuskan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai oleh kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat kebijakan dan yang yang melaksanakan kebijakan yang telah dibuat

.

10

Sementara itu Carl friedrich mengatakan bahwa kebijakan adalah adanya sebuah tujuan, sasaran, dan kehendak. Sedangkan H. Hugh Heglo mengatakan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk menggapai tujuan

.

11

Jones mengatakan bahwa kebijakan adalah perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah atau ketua kelompok untuk memecahkan permasalahan umum

.

12

Dalam mengambil sebuah kebijakan maka diperlukan tahap-tahap pengambilan kebijakan tersebut. Tahap-tahp pengambilan kebijakan ini

.

8

Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Yayasan Pancur Siwa,Jakarta, 2004 hal, 20

9

Ibid, hal 21

10

Hesel Nogi S dan Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, YPAPI dan Lukman Offset, Yogyakarta, 2003, hal 3

11

Op. Cit

12


(18)

merupakan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengambilan kebijakan. Prinsip-prinsip dasar dari permasalahan kebijakan ini merupakan sebuah proses analisa kebijakan yang akan diterapkan. Analisa kebijakan ini pada dasarnya merupakan proses kognitif, sementara pembuatan kebijaksanaan bersifat politis13

6.1.1. Prinsip-prinsip Kebijakan

.

Dalam membuat dan menerapkan kebijakan ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan yakni :

• Adanya tujuan, yakni adanya sebuah tujuan yang ingin di capai, melalui usaha-usaha yang telah di sepakati dengan bantuan faktor pendukung yang ada atau yang diperlukan.

• Adanya rencana yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya.

• Adanya program, yaitu cara yang telah disepakati dan mendapat persetujuan serta pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

• Adanya keputusan, yaitu tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program yang sudah ada.

• Dampak, yakni pengaruh yang terjadi atau timbul dari suatu program dalam masyarakat14.

13

William N. Dunn, Analisa Kebijakan Publik, Hanindita Graha Widya, Yogyakarta, 1999, hal 72

14


(19)

6.1.2. Langkah – langkah Pengambilan Kebijakan

a. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah mencari masalah yang dihadapi, kemudian digolongkan menurut jenisnya. Proses pengidentifikasian masalah ini merupakan langkah awal yang sangat penting, yang akan menentukan langkah-langkah berikutnya. Kemudian masalah diklasifikasikan menurut sebab, sumber, jenis, dan bidang. Dalam identifikasi masalah harus dilengkapi dengan data dan fakta yang ada dilapangan.

b. Penentuan Alternatif

Penentuan alternatif adalah membuat beberapa pilihan penyelesaian masalah yang dihadapi. Penentuan alternatif merupakan kelanjutan dari pengidentifikasian masalah dimana dibuat beberapa pilihan dalam pemecahan masalah sesuai dengan jenis, sumber, bidang alternatif yang ditetapkan, harus berdasarkan data dan fakta yang ada hingga penyelesaian yang dihasilkan valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

c. Pemilihan Alternatif

Pemilihan alternatif adalah menetapkan pilihan yang terbaik dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dari beberapa alternatif yang ditawarkan, setelah dianalisa berdasarkan fakta dan data maka harus ditetapkan pilihan yang terbaik yang akan dilaksanakan dan menjadi


(20)

pedoman dalam melakukan tindakan berikutnya. Oleh karena itu dalam menetapkan alternatif harus berdasarkan pertimbangan yang matang dengan memperhitungkan akibat dan dampak dari alternatif yang dipilih. Dan yang terpenting alternatif yang dipilih harus sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai dalam penyelesaian masalah.

d. Penerapan Alternatif

Langkah selanjutnya dalam pengambilan keputusan adalah penerapan alternatif. Penerapan alternatif adalah melaksanakan alternative terbaik yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan masalah. Penerapan alternative harus sesuai dengan pilihan yang dianggap paling baik hingga masalah yang ada dapat diselesaikan secara efektif dan efisien serta tepat pada sasaran.

e. Evaluasi Kebijakan

Langkah akhir yang harus ditempuh dalam membuat keputusan adalah evaluasi terhadap keputusan yang telah diambil. Evaluasi keputusan adalah melakukan penilaian terhadap hasil yang dicapai dari penerapan alternative dalam menyelesaiakan masalah serta akibat yang ditimbulkan dari keputusan tersebut15.

15

AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 13


(21)

6.1.3. Macam – macam Kebijakan

Kebijakan atau keputusan dapat dilihat menurut bidang tertentu dimana kebijakan itu di keluarkan, anatara lain adalah:

• Kebijakan Publik : Suatu ruang dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum, dan dibutuhkannya sebuah aturan atau intervensi oleh pemerintahaatau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama dalam mengatur dan menata kehidupan masyarakatnya16

• Kebijakan Ekonomi : Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

. Atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bagi masyarakat yang memiliki kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya.

• Kebijakan Pertahanan dan Keamanan : Kebijakan dari pemerintah untuk menjaga dan melindungi bangsa dan negara dari ganguan baik itu dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

• Kebijakan Politik : Keputusan yang dikeluarkan untuk mengatur dan menjalankan tiap-tiap bentuk dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat.

16


(22)

6.1.4. Kebijakan Politik

Kebijakan politik merupakan sebuah keputusan yang dibuat untuk mengatur dan menjalankan tiap-tiap bentuk dan pembagian kekuasaan dalam kehidupan masyarakat. Kebijakan Politik dibentuk untuk :

• Menyelesaiakan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.

• Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.

• Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur.

• Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.

• Mengakui serta meanggap wajar adanya keberagaman.

• Menjamin tegaknya keadilan17

6.2 Kiprah Politik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Kiprah adalah Perbuatan, Kegiatan atau Perilaku. Perilaku adalah tindakan atau tingkah laku seseorang dalam kelompok atau organisasi yang mempengaruhi perilaku organisasi tersebut.

Kiprah atau perilaku organisasi adalah secara langsung berhubungan dengan pengertian, ramalan, dan pengendalian terhadap tingkah laku orang-orang di dalam suatu organisasi, dan bagaimana perilaku orang-orang tersebut

17


(23)

mempengaruhi organisasi dalam mencapai tujuannya. Perilaku organisasi ini tidak terlepas dari kepentingan politik untuk mencapai tujuan organisasi18

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik

.

6.3 Politik

19

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi

. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

* Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)

* Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara

* Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat

* Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

18

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal, 11

19


(24)

politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

6.3.1 PrinsipPolitik 6.3.1.1 Teori Politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dan sebagainya20

Teori politik memiliki dua makna: makna pertama menunjuk teori sebagai pemikiran spekulatif tentang bentuk dan tata cara pengaturan masyarakat yang ideal, makna kedua menunjuk pada kajian sistematis tentang segala kegiatan dalam masyarakat untuk hidup dalam kebersamaan. Contoh teori politik yang merupakan pemikiran spekulatif adalah teori politik Marxis-Leninis atau komunisme, contoh lain adalah teori politik yang berdasar pada pemikiran Adam

. Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dan sebagainya.

20


(25)

Smith kapitalisme. Pemikiran Tan Malaka dalam tulisannya Madilog, merupakan contoh teori politik Indonesia. Nasakom yang diajukan Soekarno merupakan contoh lain.Sedangkan teori politik sebagai hasil kajian empirik bisa dicontohkan dengan teori struktural - fungsional yang diajukan oleh Talcot Parson (seorang sosiolog), antara lain diturunkan kedalam teori politik menjadi Civic Culture21

Menurut Robert Maclaver masyarakat adalah suatu sistem hubungan-hubungan yang ditertibkan. Sedangkan menurut Harold J. Laski masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama

.

6.3.1.2 Masyarakat

22

6.3.1.3Kekuasaan

.

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.

6.3.1.4Negara

Menurut Weber negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam sesuatu wilayah.

21

Ibid, hal 30

22


(26)

Sedangkan menurut Soltau negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat23

6.3.2 Politik Lokal

.

Dalam melihat otonomi daerah atau desentralisasi, sebenarnya ada dua hal yang perlu kita lihat, yakni desentralisasi politik (devolusi) atau yang lebih dikenal dengan politik lokal dan desentralisasi administrasi (dekonsentrasi). Devolusi merupakan kewenangan daerah dalam pengambilan keputusan politik, baik terkait dengan parlemen lokal maupun eksekutif lokal. Artinya, dalam konsep devolusi, masyarakat lokal punya hak politik untuk berpartisipasi serta berkompetisi dalam proses politik lokal (legislatif dan eksekutif) serta berpartisipasi dalam proses kebijakan publik lokal.

Selain itu, devolusi pada legislatif lokal ditujukan selain untuk sarana pelatihan kepemimpinan politik lokal, juga dalam kerangka akuntabilitas politik anggota DPRD kepada konstituennya. Sedangkan bagi eksekutif lokal, devolusi merupakan sarana pelatihan kepemimpinan politik lokal dalam pelayanan publik. Bagi masyarakat lokal sendiri, devolusi telah memberikan kesempatan politik yang sama (political equality) bagi setiap warga masyarakat lokal untuk menggunakan hak-hak politiknya (memilih atau dipilih) dalam proses politik lokal. Juga terkait hak-hak politik masyarakat lokal dalam proses kebijakan publik.

23


(27)

Devolusi yang diberikan kepada masyarakat lokal, baik hak-hak politik, partisipasi dan kompetisi dalam proses politik, erat kaitannya dengan akuntabilitas serta responsibilitas legislatif dan eksekutif lokal. Apabila hak-hak politik masyarakat lokal tidak sepenuhnya terjamin dalam undang-undang, partisipasi politik masyarakat rendah, serta kompetisi lokal terbatas hanya di kalangan elit tertentu saja. Kondisi demikian bisa diartikan, bahwa derajat akuntabilitas publik legislatif terhadap konstituennya, rendah. Demikian juga dengan kepala daerah, proses pelayanan publiknya dinilai rendah. Rendahnya derajat partisipasi dan kompetisi politik lokal, dipengaruhi pula oleh sistem, struktur dan kultur politik lokal.

Menurut Riswandha Imawan24

1. Pendidikan politik : menyediakan kesempatan yang lebih besar kepada anggota masyarakat untuk memilih dan dipilih

dalam devolusi ada beberapa hal yang merupakan kelebihan dari penerapan politik lokal (devolusi) itu sendiri. Kita dapat membagikannya kedalam dua kategaori yaitu , bagi demokratisasi dan stabilitas politik serta bagi pengembangan masyarakat lokal.

Bagi demokratisasi dan stabilitas politik, setidaknya ada tiga makna devolusi:

2. Pelatihan kepemimpinan politik : pengalaman menjadi legislator dan eksemutor politik sebelum beranjak ke tingkat nasional.

3. stabilitas politik : pendidikan masyarakat lokal untuk meningkatkan rasa tanggung jawab

24

Syamsuddin Haris (ed), Desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas, Jakarta, AIPI, 2002, hal: 46


(28)

Sementara itu bagi pendewasaan masyarakat lokal, devolusi dapat membantu dalam hal :

1. Political equality : yakni menambah kesempatan kepada masyarakat

untuk mempengaruhi kebijakan lokal.

2. Accountability : meningkatkan tanggung jawab pemerintah kepada

masyarakat dengan terbukanya akses masyarakat ke dalam proses politik.

3. Responsiveness : meningkatkan kemampuan pemerintah untuk

melayani keinginan warga masyarakat.

6.4 Pemilihan Kepala Daerah Langsung

6.4.1 Pemilihan Kepala Daerah Langsung Menurut UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004

Berbicara pemilihan kepala daerah langsung ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah :

Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah melahirkan sebuah gagasan Otonomi Daerah secara luas kepadaKabupaten/Kota yang didasarkan pada program Desentralisasi. Otonomi adalah pemberian hak dan kekuasaan perundang-undangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri kepada instansi, perusahan daerah.

Menurut UU No. 22/1999 Otonomi Daerah didefenisikan sebagai ”kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan


(29)

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Di dalam UU No. 22/1999 bahwa Kepala Daerah dipilih oleh DPRD bukan dipilih oleh rakyat, hal ini dapat dilihat pada pasal 35 Undang-Undang No. 22/1999 seperti yang telah disebutkan di atas.

2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

Undang-Undang No. 32 tahun 2004 lahir dari sebuah proses evaluasi atas ketidaksempurnaan dari peraturan yang sudah ada yakni Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah25

Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara langsung artinya Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat. Jadi yang dimaksud Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara demokratis

. Yang dimaksud Pemerintahan Daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah pelaksanaan fungsi-fungsi Pemerintah Daerah yang dilakukan oleh lembaga Pemerintahan Daerah yaitu Pemerintahan Daerah dan DPRD.

26

. Rakyat melakukan pemilihan secara langsung terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

25

Daniel S. Salossa, Mekanisme, Persyaratan, dan Tata cara Pilkada Langsung Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: media Pressindo 2005

26


(30)

6.4.2 Pemilihan Kepala Daerah Sebagai Demokratisasi Politik Lokal

Pemilihan Kepala Daerah Langsung adalah perkembangan menarik dalam sejarah perpolitikan lokal di negeri ini, karena Pemilihan Kepala Daerah Langsung merupakan momentum peletakan dasar bagi fondasi kedaulatan rakyat dan sistem politik serta demokrasi di tingkat lokal.

Fitriyah27

27

Lihat Jurnal Ilmu Politik No. 20, Tahun 2006

di dalam Teorinya yang berjudul Sistem dan Proses Pilkada

Secara Langsung yang disampaikan dalam Seminar Nasional XIX dan Kongres

AIPI VI di Batam Maret 2005 mengatakan bahwa kebijakan otonomi luas di bawah UU No. 22/1999 belum membawa perubahan yang signifikan terhadap peran rakyat dalam rekrutmen pejabat publik maupun dalam kebijakan publik.

7. Defenisi Konsep

Konsep merupakan unsur penting dan merupakan defenisi yang dipakai oleh peneliti untuk menggambarkan fenomena politik yang ada. Adapun konsep-konsep yang ada dalam tulisan ini yaitu :

Muhammadiyah

Secara bahasa atau harfiah arti Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab ”Muhammad” yaitu nama Nabi atau Rasul Allah Allah yang terakhir. Kemudian mendpatkan ”ya’ nisbiyah” yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti ummat Muhammad SAW atau pengikut Muhammad SAW, yaitu semua orang Islam yang mengakui dan menyakini bahwa nabi Muhammad SAW adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.


(31)

Sedangkan secara istilah atau terminologis Muhammadiyah ialah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah, didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Kota Yogyakarta. Sedangkan pemberian nama Muhammadiyah ini dimaksudkan oleh pendirinya untuk bertafa’ul (berharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangannya dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya ’Izzul Islam Wal Muslimin, Kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup Umat Islam sebagai realita28

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

.

8. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

29

Metode deskriptif memusatkan perhatian pada penemuan fakta-fakta sebagaimana keadaan sebenarnya. Karena itu dalam metode deskriptif peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.30

28

Musthafa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, 2005, Hal, 98

29

Hadari Nawawi, Penelitian Terapan,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, hal. 73

30


(32)

b. Tekhnik Pengumpulan Data

Data terbagi dua, yakni: 1. Data Primer

Untuk mengumpulkan data primer, penulis akan melakukan wawancara dengan beberapa Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara yang memiliki kompetensi dalam pengambilan kebijakan terhadap pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2008.

2. Data Sekunder

Untuk mengumpulkan data sekunder, penulis akan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) antara lain dengan mengumpulkan data dari buku-buku, literatur, dokumen-dokumen dan berbagai sumber lain yang berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan.

c. Analisa Data

Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif. Metode kualitatif dapat didefenisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Data deskriptif ini dapat berupa ucapan atau tulisan dan prilaku yang diamati orang-orang.31

31


(33)

H. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUHAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Defenisi Konsep dan mengenai Metode Penelitian yang penulis gunakan serta sistematika penulisannya.

BAB II : DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH

Pada bab ini akan dijabarkan tentang profil Muhammadiyah, struktur kepengurusan Muhammadiyah Sumatera Utara dan amal usaha Muhammadiyah Sumatera Utara.

BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang data yang diperoleh dari penelitian dan analisa data mengenai Kebijakan Politik Muhammadiyah Sumatera Utara untuk Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2008 dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara dalam Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2008.

BAB IV : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berisi kesimpulan analisis dan saran dari hasil penelitian yang diperoleh.


(34)

BAB II

DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

A. LATAR BELAKANG LAHIRNYA MUHAMMADIYAH

Pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya ialah:

a. Menyebarkan pengajaran agama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan

b. Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.”.

Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun


(35)

1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:

• Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland, dan

• Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.

Artinya ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.

Perubahan secara tajam, yakni hilangnya kata ”memajukan dan menggembirakan” sejak Anggaran Dasar Muhammadiyah (AD) tahun 1946, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, di era Ki Bagus Hadikusuma. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Tahun 1946 (tidak lagi menggunakan kata Statuten Muhammadiyah), dalam pasal 2 tentang maksud dan tujuan disebutkan sebagai berikut: ”Maksud Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Redaksi ”menegakkan dan menjunjung tinggi” inilah yang terus berlaku hingga Anggaran Dasar tahun 2005 yang berlaku saat ini.

Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD


(36)

Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.

Gagasan pembaruan Kyai Dahlan yang memiliki aspek “pemurnian” (purifikasi) selain dalam memurnikan aqidah dari syirik, bid’ah, khurafat, tahayul, juga dalam praktik pelaksanaan ibadah.

Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu


(37)

hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya. Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum. Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.

Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.

Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan


(38)

antara Al-Quran sebagai Kitab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid.

Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain. Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.

Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan manusia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus


(39)

teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata.

Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:

1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;

2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat; 3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam

memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;

4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme; dan


(40)

5. Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam;

2. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; 3. Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan

4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar

Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.

Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu


(41)

dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.

Memformat gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.

Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni


(42)

itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.

B. MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

Muhammadiyah Sumatera utara secara regional harus tetap melakukan upaya secara maksimal. Terutama dalam posisinya :

Pertama, Sebagai gerakan Tajdid dalam arti permurnian harus senantiasa mendorong terselenggaranya ajaran Islam yang asli (murni), bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tajdid dengan arti pengembangan harus dapat melakukan inovasi kreatif, positif dan produktif, namun tetap berpegang teguh pada ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah. Sehubungan dengan itu diharapkan syiar Islam tetap berkembang di Sumatera Utara, ditandai dengan semakin meluasnya pemahaman Islam oleh masyarakat luas dan menguatnya pengamalan terhadap ajaran Islam secara merata dan berkualitas.

Kedua, sebagai bagian dari masyarakat Sumatera Utara, Muhammadiyah harus dapat :

1. Mendorong penegakan hukum dan pemerintah yang bersih

2. Membantu dan memperluas lapangan kerja serta penanggulangan kemiskinan


(43)

3. Penegakan etika demokrasi, pemerintahan, ekonomi dan politik

4. Pemberantasan premanisme, penggunaan obat-obatan terlarang, miras dan judi

5. membasmi pornoaksi, pornografi, pelacuran, perzinahan, perdagangan anak dan pelecehan terhadap perempuan dan bentuk-bentuk kemaksiatan lainnya.

Ketiga, sebagai warga Islam, Muhammadiyah harus bersifat aktif dalam upaya tampilnya Islam sebagai rahmatan lil’alamin dan ummat muslim tampil di garda terdepan dalam peradaban sebagai pranata sosial dan miniatur bangsa serta bertanggung jawab atas terciptanya tatanan sosial yang baik menuju masyarakat marhamah dan baldah thoyyibah.

Muhammadiyah Sumatera Utara merupakan bagian dari masyarakat Sumatera Utara pada umumnya, dimana Sumatera Utara yang mayoritas jumlah penduduknya memeluk Islam sebesar 7.418.224 jiwa, Kristen Protestan 3.334.928 jiwa, Katolik 648.758 jiwa, Hindu 531.142 jiwa, Budha 285.757 jiwa dan lainnya 11.145 jiwa merupakan sebuah kekuatan yang harus di perhitungkan dengan jumlah anggotanya mencapai 17.910 orang selain simpatisan yang selalu turut andil dalam melaksanakan dan membantu muhammadiyah dalam tiap-tiap aktifitasnya.

Selain dari itu kekuatan yang dimiliki Muhammadiyah sebenarnya tidak terlepas dari berbagai aspek kehidupan sosial budaya masyarakat. Struktur kepengurusan yang memadai di tiap kabupaten kota merupakan modal berharga


(44)

bagi Muhammadiyah untuk menggapai tujuannya, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1

Jumlah Cabang dan Ranting Muhammadiyah Sumatera Utara

No Daerah Jumlah Cabang Jumlah Ranting

1 Kota Medan 28 113

2 Kota Binjai 5 28

3 Kota Pematang Siantar 3 13

4 Kota Tebing Tinggi 4 13

5 Kabupaten Asahan 11 64

6 Kabupaten Tapanuli Tengah 9 30

7 Kota Sibolga 3 11

8 Kabupaten Tapanuli Selatan 14 84

9 Kabupaten Langkat 8 43

10 Kabupaten Deli Serdang 6 47

11 Kabupaten Labuhan Batu 8 40

12 Kabupaten Simalungun 5 22

13 Kabupaten Nias 2 18

14 Kabupaten Karo 1 7

15 Kabupaten Dairi 1 4

16 Kabupaten Tapanuli Utara 4 10

17 Kota Tanjung Balai 4 4

18 Kabupaten Mandailing Natal 8 33

19 Kabupaten Serdang Bedagai 5 20

20 Kabupaten Pak-pak Barat - -

TOTAL 129 604

( Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2007)

Dalam menjalankankan kerjanya, khususnya khittah perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ( khittah muhammadiyah di denpasar 2002 ), Muhammadiyah Sumatera Utara mencoba melakukan berbagai kegiatan diantaranya menyelenggarakan pendidikan kader politik Muhammadiyah sebagai salah satu sarana meningkatkan kualitas anggota Muhammadiyah dalam berbagai aspek.


(45)

C. STRUKTUR LEMBAGA MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara sebagai perpanjangan fungsi dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah memiliki Struktur lembaga yang terdiri dari :

Ketua : Drs. H. Dalail Ahmad, MA

Wakil Ketua : Dr. H. Asmuni, MA

Wakil Ketua : Drs. Sarwo Edi

Wakil Ketua : Drs. Zulkarnain M. Noor, SH, MH

Wakil Ketua : H. Bahdin Nur Tanjung, SE, MM

Sekretaris : Drs. Mario Kasduri, MA

Wakil Sekretaris : Drs. H. M. Effendy Pakpahan, MM

Wakil Sekretaris : Ir. Alridiwirsah, MM

Bendahara : H. Suhrawardi K. Lubis, SH, Sp.N, MH

Wakil Bendahara : M. Nasir Wahab, SE. MBA

Koord Bid Tarjih & Tabligh : Prof. Dr. H. Hasyimsyah Nasution, MA Koord Bid Pendidikan & Kebudayaan : Drs. M. Nurdin Mislan, M. Pd

Koord Bid Organisasi & Kader : As. Adinata, BA

Koord Bid Kesehatan, Pemberdayaan & L H : dr. H. M. Nur Rasyid Lubis, Sp. B Koord Bid Ukhuwah, Pustakadan informasi : Drs. H. Mukhtar Abdullah Koord Bid Wakaf, ZIS Dan Dana : Drs. Agussani, MAP

Anggota Pimpinan : Drs. H. Chairuman Pasaribu

Untuk membantu kinerja dari kepengurusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera, maka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara dibantu oleh majelis-majelis dan Lembaga-lembaga yakni :

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid : Drs. H. Askolan Lubis, MA Ketua Majelis Tabligh & Dakwah : Drs. H. Kemal Fauzi

Ketua Majelis Dik Das Men : Drs. Ahmad Hosen Hutagalung Ketua Majelis Kesehatan

& Kesejahteraan Masyarakat : dr. Chairul Adillah Harahap, Sp.A Ketua Majelis Wakaf & ZIS : H. Ishaq Jar

Ketua Majelis Ekonomi : Drs. P. L. Harahap Ketua Majelis Pendidikan Kader : Drs. H. Armansyah, MM Ketua Majelis Pemberdayaan Masy : A. Husna Harahap, SE, MBA Ketua Lembaga Hikmah & Kebijakan Publik: Abdul Hakim Siagian, SH, M. Hum Ketua Lembaga Hukum & HAM : Farid Wajdi, SH, M. Hum

Ketua Lembaga Pustaka & Informasi : Drs. Mulyadi S

Ketua Lembaga Seni & Budaya : H. Nahar Alang A. Ghani, Lc Ketua Lembaga Pembina dan

Pengawas Keuangan : N. Muis Fauzi Rambe, SE, MM Ketua Lembaga Lingkungan Hidup : Drs. Syafrinal, Apt, M. Si Ketua Tenaga Sekretariat PWM SU : Drs. Mutholib


(46)

D. AMAL USAHA MUHAMMADIYAH (AUM)

Segala usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan meliputi:

1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

2. Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya.

3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amal shalih lainnya.

4. Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia agar berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia.

5. Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan penelitian.

6. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas

7. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

8. Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan.

9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.


(47)

10.Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

11.Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan.

12.Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk mensukseskan gerakan.

13.Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.

14.Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah

Dalam melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah ini, Pimpinan Muhammadiyah Sumatera Utara di bantu oleh Majelis dan Lembaga yang bertindak sesuai fungsi dan kerjanya. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah yang berfungsi sebagai pengembangan mutu pendidikan baik secara kuantitas maupun kualitas memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang cukup banyak sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Lembaga Pendidikan Amal Usaha Muhammadiyah

No Daerah TPA TK SD SMP SMA SMEA STM MDA MIB MATS MAL PON

PES PT

1 Kota Medan 43 42 28 16 4 4 1 48 0 2 0 0 1

2 Kota Binjai 5 4 5 2 1 1 0 10 0 2 2 1 0

3 Kota Pematang Siantar 1 2 3 1 0 1 0 3 1 0 0 0 0

4 Kota Tebing Tinggi 2 4 1 0 0 0 0 6 1 0 0 0 0

5 Kabupaten Asahan 1 11 12 6 1 2 0 9 6 3 3 0 2

6 Kabupaten Tapanuli Tengah 0 5 9 2 0 1 0 1 0 1 0 0 0

7 Kota Sibolga 2 4 2 1 1 1 0 2 1 1 0 0 1

8 Kabupaten Tapanuli Selatan 0 6 13 3 1 0 0 22 5 3 1 1 1

9 Kabupaten Langkat 6 4 4 4 3 0 0 12 0 1 1 0 0


(48)

11 Kabupaten Labuhan Batu 0 7 7 4 2 1 0 2 4 0 0 0 0

12 Kabupaten Simalungun 0 6 2 4 2 0 0 2 1 1 1 1 0

13 Kabupaten Nias 0 5 2 1 0 0 0 0 3 0 1 0 0

14 Kabupaten Karo 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0

15 Kabupaten Dairi 0 1 0 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0

16 Kabupaten Tapanuli Utara 0 1 3 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0

17 Kota Tanjung Balai 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0

18 Kabupaten Mandailing Natal 0 4 7 3 1 0 0 0 2 5 2 0 0

19 Kabupaten Serdang Bedagai 0 2 2 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0

20 Kabupaten Pak-pak Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL 61 115 106 54 18 11 1 132 28 25 13 3 5

( Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2007)

Sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah, Muhammadiyah juga mendirikan Masjid dan Mushollah yang dikoordinir oleh majelis tabliq dan dakwah, lihat tabel 3. Masjid dan mushollah yang didirikan ini dipergunakan selain sebagai tempat sholat juga dipergunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan Muhammadiyah lainnya seperti pengajian rutin dan pelatihan-pelatihan lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan militansi anggota terhadap organisasi.

Tabel 3

Rumah Ibadah Amal Usaha Muhammadiyah

No Daerah Masjid Mushollah

1 Kota Medan 52 30

2 Kota Binjai 32 6

3 Kota Pematang Siantar 5 3

4 Kota Tebing Tinggi 6 4

5 Kabupaten Asahan 55 4

6 Kabupaten Tapanuli Tengah 22 20

7 Kota Sibolga 3 1

8 Kabupaten Tapanuli Selatan 90 1

9 Kabupaten Langkat 30 8

10 Kabupaten Deli Serdang 34 6

11 Kabupaten Labuhan Batu 10 11

12 Kabupaten Simalungun 10 4

13 Kabupaten Nias 4 2

14 Kabupaten Karo 5 0

15 Kabupaten Dairi 5 1

16 Kabupaten Tapanuli Utara 0 0

17 Kota Tanjung Balai 1 2


(49)

19 Kabupaten Serdang Bedagai 0 0

20 Kabupaten Pak-pak Barat 0 0

374 112

( Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2007)

Muhammadiyah Sumatera Utara selain bergerak dalam bidang dakwah dan pendidikan juga bergerak di bidang lainnya seperti bidang ekonomi seperti pembentukan koperasi, bidang kesehatan melalui rumah bersalin, rumah sakit dan Klinik. Dalam bidang Hukum dan HAM Muhammadiyah Sumatera Utara memiliki Biro Bantuan Hukum UMSU dan juga dalam bidang-bidang lainnya yang langsung bersentuhan langsung terhadap anggota, simpatisan dan masyarakat luas yang berada di Sumatera Utara.


(50)

BAB III

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Kebijakan Politik Muhammadiyah Sumatera Utara untuk Pemilihan

Kepala Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008

Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dilengkapi dengan Peraturan Daerah No. 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka Sumatera Utara pada tahun 2008 melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung untuk pertama kalinya untuk tataran propinsi. Dalam pelaksanaan pesta demokrasi lokal ini juga mendapat respon dari berbagai organisasi politik dan organisasi massa lainnya untuk mengambil langka dan kebijakan dalam melihat dan membahas tentang pesta demokrasi ini termasuk salah satunya adalah Muhammadiyah Sumatera Utara.

Kebijakan politik yang dilakukan pimpinan wilayah Muhammadiyah menjelang pemilihan kepala daerah Sumatera Utara tahun 2008 merujuk kepada sidang Tanwir di makassar tahun 2003 yang merekomendasikan kepada pimpinan pusat Muhammadiyah untuk mengambil langkah politik strategis dalam melihat konstalasi politik nasional dan lokal.

Keputusan tanwir yang memberikan rekomendasi kepada pimpinan pusat Muhammadiyah ditindak lanjuti melalui sidang pleno pimpinan pusat Muhammadiyah yang diperluas pada tanggal 9-10 februari 2004 di Yogyakarta.


(51)

Keputusan sidang pleno itu memuat enam pokok pernyataan kebijakan Muhammadiyah menghadapi pemilu 2004.

Keenam pokok kebijakan tersebut yakni, kebijakan tentang pemilu 2004, pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota legislatif, sosialisasi dan kampanye pemilu, kebijakan Muhammadiyah setempat, dan kebijakan lain.

Tetapi yang cukup menarik perhatian sebenarnya dalam kebijakan yang dikeluarkan pimpinan pusat Muhammadiyah ini ada dua hal yang menjadi fokus pembahasan. Pertama tentang pemilihan presiden dan wakil presiden, karena hal itu berkaitan dengan penyebutan nama Prof Amien Rais sebagai kandidat Presiden dan yang kedua adalah kebijakan Muhammadiyah setempat dalam merespon keadaan politik di daerahnya masing-masing.

Hasil sidang pleno yang diperluas tersebut khususnya tentang kebijakan Muhammadiyah setempat32

32

Sudar Siandes (ed), Muhammadiyah eksperimen politik dalam pemilu presiden 2004,jakarta, Rineka Cipta, 2004, hal 12

, Sesuai asas kepentingan Muhammadiyah secara nasional, kemashlahatan organisasi, serta situasi dan kondisi yang dihadapi diserahkan kepada pimpinan Muhammadiyah setempat untuk mengambil kebijakan tertentu disertai dengan komunikasidan koordinasi yang sebaik-baiknya.

Selain itu juga Sidang menghasilkan tentang permasalahan rangkap jabatan antara jabatan di amal usaha Muhammadiyah dan lembaga politik. Dalam hal ini Muhammadiyah memutuskan bahwa anggota yang rangkap di haruskan memilih salah satu dari jabatan yang diembannya.


(52)

Berdasarkan rujukan tersebut dalam menghadapi pemilihan kepala daerah Sumatera Utara tahun 2008, Muhammadiyah Sumatera Utara yang merupakan organisasi kemasyarakatan merupakan salah satu komponen yang cukup penting dalam mengawal dan mensukseskan pesta demokrasi tingkat lokal ini. Dan merupakan suatu kebutuhan bagi Muhammadiyah untuk mengambil kebijakan strategis begi kemashlahatan organisasi dan masyarakat Sumatera Utara.

Menjelang pemilihan Gubernur dan Wakil gubernur tahun 2008 ini, Muhammadiyah Sumatera Utara disibukan dengan rangkaian aktifitas menjelang Pilkada. Dari aktifitas pembangunan koalisi umat islam bersatu untuk memajukan calon Islam-Islam sampai Penetapan Calon gubernur dan wakil Gubernur Sumatera Utara. Dalam pembangunan koalisi umat islam bersatu ini, Muhammadiyah Sumatera Utara bersama beberapa organisasi Islam lainnya seperti Al Jamiatul Alwashliayah, NU, dan organisasi islam lainnya membicarakan kriteria bakal calon yang nantinya akan direkomendasikan kebeberapa partai politik untuk di daftarkan menjadi calon gubernur dan wakil gubernur. Dalam koalisi umat islam bersatu ini tidak mampu menghasilkan hasil yang optimal dalam pembahasan akhirnya. Meski pada pembangunan koalisi Umat Islam bersatu tidak menghasilkan keputusan, tetapi Muhammadiyah Sumatera Utara tidak lepas dari targetan para pasangan calon untuk mendukung mereka dalam pilkada Sumatera Utara tahun 2008. Hal ini dapat kita lihat dari kehadiran dan silaturrahmi pasangan calon ke kantor Muhammadiyah Sumatera utara.


(53)

Dalam merespon pesta demokrasi lokal ini, Muhammadiyah Sumatera Utara tidak tinggal diam saja. Muhammadiyah Sumatera Utara membangun jalur komunikasi dengan struktur dan ortom yang berada di bawah naungannya. Tidak hanya itu saja, melalui kegiatan rutin tahunan yakni Rapat Pimpinan Wilayah pada tanggal 15-16 Maret 2008, yang merupakan rapat untuk mengambil kebijakan organisasi Muhammadiyah Sumatera Utara dalam satu tahun ini yang dihadiri unsur anggota pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, Ketua Umum dan Sekretaris Umum Cabang Muhammadiyah se Sumatera Utara, Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom setingkat Pimpinan Wilayah serta Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.

Dalam Rapat pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Tahun ini, agenda pembahasan tidak terlepas dari pengambilan kebijakan politik Muhammadiyah Sumatera Utara dalam merespon pesta demokrasi lokal di Sumatera Utara.

Dalam pengambilan kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara melalui Rapat Pimpinan Wilayah tentang kebijakan politik Muhammadiyah Sumatera Utara mengalami perdebatan yang cukup menarik, pasangan calon kepala daerah yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara yang hadir bersilaturrahmi ke sekretariat Muhammadiyah Sumatera Utara yakni pasangan Ali Umri-Maratua Simanjuntak, Samsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho, dan Abdul Wahab Dalimunthe-Raden Syafii, menjadi konsumsi peserta Rapat Pimpinan Wilayah untuk di analisis dan diperjuangkan untuk menghasilkan suatu kesepakatan akan dukungan kepada salah satu calon pasangan tersebut.


(54)

Melalui perdebatan yang cukup alot tersebut Rapat pimpinan wilayah yang telah berlangsung pada tanggal 15-16 maret 2008 di medan, mengambil kebijakan tentang pemilihan kepala daerah secara aklamasi akhirnya menyatakan bahwa Muhammadiyah mengambil posisi netral33

33

Wawancara dengan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara senin 17 Maret 2008

. Netral disini artinya adalah Muhammadiyah Sumatera Utara mendukung dan siap mengawal serta mensukseskan Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2008.

Hal ini dilakukan mengingat berbagai pertimbangan yang ada dikarenakan anggota Muhammadiyah juga merupakan bagian dari masyarakat Sumatera Utara yang plural dalam menjalankan aktifitas politiknya sehari-hari. Tetapi rapat pimpinan wilayah Sumatera Utara tidak tinggal diam dalam menghadapi pemilihan kepala daerah Sumatera Utara tahun 2008 ini dengan menginstruksikan kepada seluruh elemen struktur organisasi yang berada di bawah tingkatan Wilayah dan Organisasi otonom untuk memilih pasangan yang beragama Islam-Islam dan juga mengawal serta mensukseskan pesta demokrasi lokal ini.

Tujuan dari dikeluarkannya kebijakan ini dilakukan agar setiap komponen perserikatan tidak mengalami kerancuan akan sikap politiknya, mengingat dari tiga pasangan calon yang ada tersebut terdapat pula beberapa pengurus wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara yang menjadi tim sukses pasangan calon.


(55)

Sarwo Edhi34

Sedangkan Badri Kalimantan

mengatakan bahwa sikap netral Muhammadiyah Sumatera Utara dalam pemilihan Kepala Daerah ini karena Muhammadiyah sebagai sebuah lembaga melihat bahwa membangun ukhuwah islamiyah itu lebih utama ketimbang melahirkan permusuhan di karenakan permasalahan dukung mendukung terhadap salah satu pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah ini.

Hasil rapat pimpinan wilayah ini juga memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi anggotanya untuk menggunakan hak pilihnya. Dalam memilih pemimpin kedepan, warga Muhammadiyah harus mengikuti hasil tarjih Pimpinan pusat Muhammadiyah. Dan setiap anggota Muhammadiyah yang terlibat dalam tim sukses pasangan calon, Muhammadiyah mengimbau agar warganya tetap menjaga indepedensi organisasi dan tidak membawa nama lembaga dalam aktifitasnya.

35

Kebijakan yang dihasilkan dalam rapat pimpinan wilayah muhammadiyah ini dapat dimaklumi. Karena Muhammadiyah mencoba mengembalikan pencitraan dirinya dari tarik menarik kepentingan politik yang

menegaskan kebijakan yang dihasilkan dalam rapat pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara ini adalah merupakan harapan dari anggota Muhammadiyah. Hal ini dikarenakan warga Muhammadiyah khususnya di pematang siantar tidak mau terulang lagi seperti pendukungan terhadap calon anggota Dewan Perwakilan Daerah tahun 2004.

34

Beliau adalah ketua tim pilgubsu Muhammadiyah Sumatera Utara wawancara pada senin 17 maret 2008

35

Beliau adalah ketua pimpinan daerah Muhammadiyah pematang siantar, wawancara pada selasa 18 maret 2008


(56)

berlangsung selama ini. Bukan berarti Muhammadiyah tidak perduli terhadap pesta demokrasi lokal yang terselenggara, tetapi Muhammadiyah mencoba membangunya melalui kerja-kerja kultural dengan cara pendidikan dan penyadaran politik terhadap anggotanya.

Keputusan rapat pimpinan wilayah ini bukan hanya sebatas mengambil posisi netral saja dalam pemilihan gubernur mendatang, tetapi juga mengeluarkan instruksi kepada anggotanya untuk memilih calon gubernur yang beragama islam dan wakil gubernur yang beragama islam juga. Hasil-hasil keputusan ini nantinya akan di tanfidzkan atau di undangkan dalam bahasa sehari-hari untuk di sosialisasikan dan dilaksanakan oleh anggota Muhammadiyah.

Kebijakan mengambil posisi netral ini menegaskan kembali bahwa Muhammadiyah Sumatera Utara ingin memposisikan diri sebagai sebuah lembaga yang netral dan tidak berafiliasi dengan organisasi politik manapun dalam pemilihan gubernur Sumatera utara. Hal ini sesuai dengan khittah Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana yang dinyatakan dalam poin keenam:

Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengambangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban36

Pernyataan yang tertuang dalam khittah ini merupakan ikrar diri organisasi Muhammadiyah dalam menjelaskan posisi dan peranan yang sesuai dengan realitas sosial politik umat. Muhammadiyah mengambil posisi sebagai oposisi yang kritis dalam tiap-tiap kebijakan pemerintah. Tentang hubungan

36

Hasil sidang tanwir 2002 di Bali yang menegaskan tentang khittah Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


(57)

individu anggota dengan organisasi politik lainnya, khittah perjuangan ini juga telah jelas menjelaskan posisi anggotanya, yakni :

Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota perserikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai dengan hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan misi dan kepentingan Muhammadiyah demi kemaslahatan bangsa dan negara. Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam partai politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), akhlak mulia (akhlakul karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktivitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi perserikatan dan melaksanakan dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar37

Kebijakan ini juga memperlihatkan bahwa banyak anggota Muhammadiyah yang terlibat dalam tim sukses pasangan calon gubernur, sehingga Muhammadiyah Sumatera Utara secara tegas menginstruksikan kepada setiap anggotanya agar tidak mengatas namakan Muhammadiyah demi kepentingan politik sesaat. Organisasi dan anggota organisasi sulit untuk dipisahkan, oleh karena itu Muhammadiyah menegaskan setiap anggota yang terlibat dalam tim sukses paasangan calon merupakan hak individunya dalam mempergunakan hak politiknya, tetapi individu anggota tidak dibenarkan untuk

.

Jadi sangat dapat dimengerti mengapa Muhammadiyah secara serius menyikapi perkembangan politik lokal yang terjadi di Sumatera Utara ini. Melalui kebijakan yang di keluarkan dan berdasarkan hasil sidang tanwir 2002 di Bali tentang peran perjuangan Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Muhammadiyah Sumatera Utara kembali menepis anggapan dari masyarakat tentang keberpihakan Muhammadiyah Sumatera Utara kepada salah satu pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur Sumatera Utara.

37

Penjelasan khittah perjuangan Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hasil tanwir 2002 di Bali


(1)

secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Di sini, organisasi pun diperlukan untuk memayungi dan mengendalikan lembaga-lembaga gerakan dalam Muhammadiyah. Lembaga-lembaga yang berada dalam Muhammadiyah pun, termasuk amal usahanya, harus menyatukan diri (berada dalam syarikat) Muhammadiyah, bukan sebagai ”kerajaan-kerajaan sendiri”.

Mengingat sangat pentingnya kedudukan dan peranan tujuan sebagaimana telah dikemukakan, maka tujuan Muhammadiyah haruslah dipahami oleh seluruh warga, terutama para aktivist dan pimpinan Persyarikatan. Sebab bilamana sampai terjadi mereka tidak memahami dengan baik tujuan yang akan dicapai Muhammadiyah, tentulah dapat dipastikan akan timbulnya berbagai kesulitan dan kekaburan. Adanya kekaburan dalam memahami tujuan akan berakibat timbulnya kekaburan dalam menentukan kebijaksanaan dan ketidak pastian dalam menyelenggarakan usaha serta ketidak mantapan bagi para pelaku dan aktivist Muhammadiyah. Atas dasar inilah maka tujuan atau nilai yang hendak dicapai dan diperoleh melalui penyelenggaraan dakwah dan amar makruf nahi munkar itu haruslah dirumuskan dengan jelas. Rumusan yang jelas akan memudahkan siapa saja, terutama para pimpinan, aktivist, anggota dan warga Muhammadiyah pada umumnya dalam memahami tujuan yang ingin diwujudkan Muhammadiyah.

Dalam hal perkembangan Muhammadiyah di Sumatera utara, Muhammadiyah merupakan sebuah kekuatan tersendiri dalam membangun Sumatera Utara. Melalui amal usaha yang dimiliki Muhammadiyah Sumatera


(2)

Utara, secara tidak langsung sebenarnya membantu program dari pemerintah Sumatera Utara.

Menjelang pemilihan gubernur dan wakil gubernur tahun 2008 ini, kiranya dengan kebijakan yang di keluarkan oleh pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara yaitu mengambil sikap netral terhadap para calon yang akan maju, tidak lantas Muhammadiyah Sumatera Utara tidak menganggap penting Pemilihan tersebut. Tetapi Muhammadiyah Sumatera Utara juga mengeluarkan kebijakan untuk memilih pasangan islam-islam dalam pesta demokrasi lokal ini. Yang seyogyianya akan dituangkan dalam tanfidz Muhammadiyah Sumatera Utara tahun 2008. akan tetapi sampai pelaksanaan hari pemungutan suara pemilihan kepala daerah Sumatera Utara tahun 2008 tanfidz tersebut belum juga di keluarkan dikarenakan proses administrasi yang cukup panjang.

Kebijakan yang diambil ini sesuai dengan amanah sidang tanwir 2002 di makasar yang menegaskan Muhammadiyah bukanlah organisasi politik atau berafiliasi dengan partai politik mana saja, dan mengangap partai politik itu sama.

B. REKOMENDASI

Karena itu diperlukan langkah-langkah peneguhan dan konsolidasi internal yang kokoh dan terprogram dari Muhammadiyah sendiri. Langkah internal tersebut antara lain:

1. Memahami dan menghayati secara mendalam mengenai hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang melaksanakan dakwah dan tajdid, sehingga mereka berada dalam posisi untuk menampilkan Islam yang bersifat


(3)

pemurnian sekaligus pembaruann, tidak semata-mata pemurnian ala Wahabiyah atau Salafy yang rigid, juga sebaliknya tidak terjebak pada sekularisasi pemikiran Islam yang lepas dari sumbu dasar Islam;

2. Mengembangkan sistem gerakan melalui penguatan jama‘ah, jam‘iyah, dan imamah sehingga gerak Muhammadiyah berjalan secara terorganisasi dan kuat; memiliki disiplin organisasi yang tinggi, dan semuanya hanya bernaung dalam sistem Muhammadiyah secara utuh;

3. Menata dan mengkonsolidasi kembali seluruh amal usaha sebagai alat/kepanjangan misi Persyarikatan sekaligus ajang kaderisasi Muhammadiyah, termasuk menyeleksi dan membina seluruh orang yang berkiprah di dalamnya, sehingga amal usaha itu benar-benar mengikatkan, memposisikan, dan memfungsikan diri sebagai milik Muhammadiyah, dan bukan milik mereka yang berada di amal usaha apalagi nilik organisasi lain; yang harus dikelola dengan sistem dan disiplin organisasi Muhammadiyah;

4. Bersikap tegas terhadap organisasi manapun yang masuk dan dapat mengganggu tatanan serta kelangsungan Muhammadiyah, lebih-lebih terhadap partai politik apapun termasuk partai politik yang mengemban misi dakwah sebagai mereka adalah organisasi lain yang berada di luar; bahwa semuanya harus dibingkai ukhuwah tentu saja tetapi harus bersikap timbal-balik dan saling mengormati;

5. Melakukan langkah-langkah pembinaan anggota secara intensif dan sistematik dengan pendekatan-pendekatan klasik dan baru agar tumbuh sebagai anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyahh yang istiqamah dan


(4)

membela sepenuh hati misi serta kepentingan Muhammadiyah, lebih-lebih di saat kritis dan harus memilih;

6. Mengembangkan usaha dan kemampuan-kemampuan kompetitif serta jaringan-jaringan kerjasama secara independen dengan pihak manapun sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan yang unggul dan dirasakan kehadirannya sebagaimana layaknya gerakan Islam yang terbesar di negeri ini.

7. Bertindak tegas terhadap setiap anggotanya yang memiliki rangkap jabatan antara partai politik dan amal usaha Muhammadiyah.

8. Melakukan pendidikan politik yang Islami terhadap anggotanya, terutama yang menduduki lembaga-lembaga kenegaraan.

9. Dalam mengeluarkan kebijakan hendaknya Muhammadiyah Sumatera utara merumuskanya melalui kiriteria-kriteria atau unsur-unsur yang sangat mendetail dan mudah di terjemahkan anggota.

10. Dalam menghasilkan keputusan hendaknya Muhammadiyah khususnya Muhammadiyah Sumatera Utara untuk menyegerakan penyelesaian tanfidz sebagai dasar pijakan bagi anggota Muhammadiyah untuk melakukan aktifitas sehari-harinya membangun perserikatan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Musthafa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Citra Karsa mandiri, Yogyakarta, 2005

BUKU

AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah 2005

Arief Fuchan, Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya : Usaha Nasional, 1992

Daniel S. Salossa, Mekanisme, Persyaratan dan Tata Cara Pilkada Langsung Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Yogyakarta, Media Pressindo, 2005.

Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996

Haedar Nasir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah, Malang: UPTP UMM, 2006

Hesel Nogi S dan Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, Yogayakarta, YPAPI dan Lukman Offset

Jurnal Penelitian Politik, Vol.i, No.i, 2004 pemilu Legislatif 2004, Jakarta : LIPI Press, 2004.

Maringan Masri Simbolon, Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2000.

Masri, Singarimbun, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 2003.

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004.


(6)

Nawawi Hadari, Penelitin Terapan, yogyakarta: University Press, 1994.

R. William Liddle, Leadership and Culture in indonesia Politics, Sydney: Allen & Unwin, 1996

Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Jakarta, Yayasan Pancur Siwa, 2004

Sudar Siandes (ed), Muhammadiyah Eksperimen Politik Dalam Pemilu Presiden 2004, Jakarta, Aneka Cipta, 2004.

Sukanto Reksohadiprodjo, Dasar-dasar Manajemen, Yogyakarta, BPFE-UGM, 2000.

Syamsuddin Haris (ed), Desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas, Jakarta, AIPI, 2002.

Wayne Parson, Public Policy, Jakarta, Prenada Media, 2005.

William N. Dunn, Analisa Kebijakan Publik, Yogyakarta, Hanindita Graha Widya, 1999

1. Drs. H. Dalail Ahmad, MA Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Periode 2005-2010

WAWANCARA

2. Drs. Sarwo Edhi, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Periode 2005-2010 dan juga Ketua Tim Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2008.

3. Badri Kalimantan, SE, MM, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota pematang Siantar Periode 2005-2010.


Dokumen yang terkait

Pemetaan Daerah Pemilihan

0 52 7

Kebijakan Partai Politik Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Studi Kasus: Kebijakan Partai Demokrat Dalam Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut Periode 2013-2018)

0 51 95

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan

6 62 116

Perilaku Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 Di Kecamatan Medan Helvetia

0 54 79

Etnisitas Dan Pilihan Kepala Daerah (Suatu Studi Penelitian Kemenangan Pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir)

3 45 67

Perilaku Memilih Birokrat Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

1 48 200

Opini Mahasiswa Kota Medan Terhadap Iklan Politik Calon Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2018

0 0 10

BAB IV PEMBAHASAN A. Muhammadiyah dan Politik - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 2013 – 2018) - Repository UIN Sumatera Utara

0 1 14

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kebijakan - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 2013 – 2018) - Repository UIN Sumatera Utara

1 4 9

BAB III DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA A. Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 20

0 2 32