Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan

(1)

PEMENUHAN HAK-HAK KAUM DISABILITAS

DALAM PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SUMATERA UTARA TAHUN 2013 DI KOTA MEDAN

SARAH SAUSAN H

100906084

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SARAH SAUSAN H (100906084)

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan.

Rincian isi skripsi, 95 halaman, 15 tabel, 1 gambar, 13 buku, 1 makalah, 1 konvensi, 2 peraturan perundang-undangan, 16 situs internet, serta 23 wawancara. (Kisaran buku dari tahun 2004 – 2013)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan dan untuk mengetahui apa-apa saja kendala dalam pelaksanaan pemenuhannya tersebut. Kaum disabilitas merupakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dan rentan mengalami hambatan-hambatan yang dapat menghambat mereka untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Maka, diperlukannya perlakuan secara khusus dengan penyediaan aksesibilitas agar mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus mereka secara mandiri dan setara tanpa diskriminasi. Dalam hal ini, penelitian dikhususkan kepada penyandang disabilitas fisik, yaitu tunanetra dalam pemenuhan hak-haknya sebagai pemilih dalam pemilihan umum.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data field research dan library research. Field research dilakukan dengan mewawancarai pihak penyelenggara pemilihan umum yang kemudian dianalisis dengan membandingkan dengan keterangan pemilih tunanetra dan beberapa organisasi disabilitas mengenai kondisi pemenuhan hak-hak mereka pada pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan. Library research dilakukan dengan menelaah beberapa sumber tertulis berupa buku, peraturan perundang-undangan, konvensi dan sebagainya yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian, maka penulis berkesimpulan bahwa Pelaksanaan pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di kota Medan, sudah


(3)

terlaksana dengan cukup baik. Namun demikian masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya, yaitu meliputi: tidak terdapatnya basis data pemilih disabilitas, kurangnya sosialisasi, kurangnya akurasi data dan tidak terdapat sanksi hukum yang tegas pada peraturan apabila terjadi pelanggaran hak-hak kaum disabilitas sebagai pemilih dalam pemilihan umum.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

SARAH SAUSAN H (100906084)

Fulfillment of the Rights Persons with Disability In The General Election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan City.

Content: 95 pages, 16 tables, 1 graphics, 13 books, 1 paper, 1 convention, 2 laws, 16 websites and 23 interviews (Publication from 2004-2013)

ABSTRACT

This research aims to determine how the fulfillment of the rights of persons with disability in the general election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan city and to find out anything about implementation constraints fulfillment. The disability is a person who has physical limitations, mental, intellectual, or sensory for long periods and are susceptible to obstacles that may impede their full and effective participation in society on an equal basis with others. So, need for special treatment or referred to accessibility that they can fullfil their specific needs with independently equal without discrimination. In this case, the research is devoted to persons with physical disabilities, that is blind in the fulfillment of their rights as voters in the general election.

This research used data collection techniques of field research and library research. Field research was conducted by interviewing the implementer elections then analyzed by comparing the visually impaired voter information and some disability organizations regarding the fulfillment of their rights in the election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan. Library research conducted by reviewing some of the written sources such as books, laws, conventions and so on related of this research.

Based on the analysis of the research results, the authors concluded that the implementation of the fulfillment of the rights of persons with disability in the general election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan, has been passably. However, there are still some problems in implementation, which includes: there is no voter database disabilities, lack of socialization, lack of accuracy of the data and there are no legal sanctions in case of violations of the rights persons with disability.


(5)

Untuk orang tua terbaik dan terhebat, Alm. Drs. Harianto Daulay dan Nurswita Hutasuhut


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan”. Penulisan skripsi mengenai bagaimana pemenuhan hak-hak tunanetra sebagai pemilih dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat perampungan studi untuk mencapai gelar sebagai sarjana Ilmu Politik dari Universitas Sumatera Utara.

Tulisan ini penulis sadari sangat jauh dari sempurna. Tanpa bantuan dari banyak pihak tentunya akan menyita lebih banyak tenaga, waktu, biaya dan akan sulit terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada para pihak yang telah membantu untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih sebesar-besarnya terkhusus kepada Pembimbing utama dalam kehidupan penulis yaitu kepada ayahanda Bapak Alm. Drs. Harianto Daulay, SS, SH dan Ibunda Nurswita Hutasuhut serta kepada Kakak dan Adik penulis, Mariam Afra, S.Kom dan Aulia Sakina H atas segala doa, motivasi dan dukungan selama ini kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi penulis dengan sebaik-baiknya.

Juga terimakasih kepada Ibu Dra. Evi Novida Ginting, M.SP, selaku Dosen Pembimbing skripsi ini yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini. Juga terimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh Bapak/Ibu Dosen pengajar di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(7)

Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Frans, Samuel, Albet, Ruth, Nica dan Rendi Fortuna yang telah banyak memberikan motivasi, masukan, bantuan agar penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya juga kepada teman-teman jurusan Ilmu Politik angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Terakhir, penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh responden dalam skripsi ini, baik dari pihak PERTUNI (Persatuan Tunanetra Indonesia), HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia), PPUA-PENCA (Pusat Pemilihan Umum Akses- Penyandang Cacat), PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia), KPUD Kota Medan, Dinas Sosial Kota Medan dan para responden lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga kebaikan Bapak/Ibu mendapatkan balasan kebaikan pula dari Tuhan Yang Maha Esa.

Akhir kata, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya jika selama penulisan skripsi ini terdapat terdapat kesalahan kata atau perbuatan yang menyinggung beberapa pihak. Saya berharap, Allah SWT membalas semua kebaikan para pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin.

Medan, 24 Februari 2014


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persetujuan ... v

Lembar Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Tujuan Masalah ... 10

E. Signifikansi Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori ... 11

G. Metodologi Penelitian ... 31

H. Sistematika Penulisan ... 36

BAB II Gambaran Umum Kaum Disabilitas di Kota Medan A. Jumlah Populasi Kaum Disabilitas di Kota Medan ... 38

B. Organisasi dan Yayasan Kaum Disabilitas di Kota Medan ... 48

C. Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Kaum Disabilitas di Kota Medan ... 51


(9)

BAB III Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas Dalam Pemilihan Umum Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 Di Kota Medan Dan Kendala Pemenuhannya

A. Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubenur Sumatera Utara

Tahun 2013 di Kota Medan ... 60 B. Kendala Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam

Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur

Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan ... 82

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan ... 90 B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94 DAFTAR LAMPIRAN:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dengan pihak KPUD Kota Medan Lampiran 2. Pedoman Wawancara dengan pihak Dinas Sosial Kota Medan Lampiran 3. Pedoman Wawancara dengan pihak Organisasi Disabilitas Lampiran 4. Pedoman Wawancara dengan pemilih tunanetra

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Penyandang Disabilitas di Kota Medan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Persentase Kaum Disabilitas Di Indonesia ... 2

Tabel.1.2 Nomor Urut Kandidat Calon Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 Beserta Partai

Politik Pendukungnya ... 4

Tabel 1.3 Daftar Negara Di Kawasan Asia Tenggara Yang Menandatangani Dan Meratifikasi Konvensi Hak

Penyandang Disabilitas ... 17 Tabel 2.1 Jumlah Kaum Disabilitas Di 21 Kecamatan Di Kota

Medan ... 38

Tabel 2.2 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

Tabel. 2.3 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan

Berdasarkan Usia ... 41

Tabel 2.4 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan

Berdasarkan Pekerjaan Utamanya ... 43

Tabel 2.5 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan

Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 44

Tabel.2.6 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan


(11)

Tabel 3.1 Kerangka Hukum Ham Global dan Regional ... 62 Tabel 3.2 Data Hasil Wawancara Dengan Pemilih Tunanetra Pada

Pilgubsu Tahun 2013 Mengenai Akses Jalan ... 73 Tabel 3.3 Data Hasil Wawancara Dengan Pemilih Tunanetra Pada

Pilgubsu Tahun 2013 Mengenai Penggunaan Alat Bantu

Pilih ... 76 Tabel 3.4 Data Hasil Wawancara Dengan Pemilih Tunanetra Pada

Pilgubsu Tahun 2013 Mengenai Pendampingan Saat Memilih

di Bilik Suara ... 79 Tabel 3.5 Data Hasil Wawancara Dengan Pemilih Tunanetra Pada

Pilgubsu Tahun 2013 Mengenai Sosialisasi Penyelenggaraan

Pilgubsu Tahun 2013 ... 84 Tabel 3.6 Data Hasil Wawancara Tunanetra Yang Tidak Memilih

Pada Pilgubsu Tahun 2013 Di Kota Medan ... 87

Daftar Gambar

Halaman


(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SARAH SAUSAN H (100906084)

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan.

Rincian isi skripsi, 95 halaman, 15 tabel, 1 gambar, 13 buku, 1 makalah, 1 konvensi, 2 peraturan perundang-undangan, 16 situs internet, serta 23 wawancara. (Kisaran buku dari tahun 2004 – 2013)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan dan untuk mengetahui apa-apa saja kendala dalam pelaksanaan pemenuhannya tersebut. Kaum disabilitas merupakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dan rentan mengalami hambatan-hambatan yang dapat menghambat mereka untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Maka, diperlukannya perlakuan secara khusus dengan penyediaan aksesibilitas agar mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus mereka secara mandiri dan setara tanpa diskriminasi. Dalam hal ini, penelitian dikhususkan kepada penyandang disabilitas fisik, yaitu tunanetra dalam pemenuhan hak-haknya sebagai pemilih dalam pemilihan umum.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data field research dan library research. Field research dilakukan dengan mewawancarai pihak penyelenggara pemilihan umum yang kemudian dianalisis dengan membandingkan dengan keterangan pemilih tunanetra dan beberapa organisasi disabilitas mengenai kondisi pemenuhan hak-hak mereka pada pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan. Library research dilakukan dengan menelaah beberapa sumber tertulis berupa buku, peraturan perundang-undangan, konvensi dan sebagainya yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian, maka penulis berkesimpulan bahwa Pelaksanaan pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di kota Medan, sudah


(13)

terlaksana dengan cukup baik. Namun demikian masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya, yaitu meliputi: tidak terdapatnya basis data pemilih disabilitas, kurangnya sosialisasi, kurangnya akurasi data dan tidak terdapat sanksi hukum yang tegas pada peraturan apabila terjadi pelanggaran hak-hak kaum disabilitas sebagai pemilih dalam pemilihan umum.


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

SARAH SAUSAN H (100906084)

Fulfillment of the Rights Persons with Disability In The General Election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan City.

Content: 95 pages, 16 tables, 1 graphics, 13 books, 1 paper, 1 convention, 2 laws, 16 websites and 23 interviews (Publication from 2004-2013)

ABSTRACT

This research aims to determine how the fulfillment of the rights of persons with disability in the general election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan city and to find out anything about implementation constraints fulfillment. The disability is a person who has physical limitations, mental, intellectual, or sensory for long periods and are susceptible to obstacles that may impede their full and effective participation in society on an equal basis with others. So, need for special treatment or referred to accessibility that they can fullfil their specific needs with independently equal without discrimination. In this case, the research is devoted to persons with physical disabilities, that is blind in the fulfillment of their rights as voters in the general election.

This research used data collection techniques of field research and library research. Field research was conducted by interviewing the implementer elections then analyzed by comparing the visually impaired voter information and some disability organizations regarding the fulfillment of their rights in the election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan. Library research conducted by reviewing some of the written sources such as books, laws, conventions and so on related of this research.

Based on the analysis of the research results, the authors concluded that the implementation of the fulfillment of the rights of persons with disability in the general election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan, has been passably. However, there are still some problems in implementation, which includes: there is no voter database disabilities, lack of socialization, lack of accuracy of the data and there are no legal sanctions in case of violations of the rights persons with disability.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum merupakan salah satu pilar dasar dari sistem negara demokrasi. Pemilihan umum dilaksanakan di Indonesia secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilihan umum dilaksanakan secara nasional, baik di provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Negara Indonesia dan diharapkan seluruh masyarakat Indonesia dapat berpartisipasi aktif di dalamnya. Termasuk juga partisipasi dari kaum disabilitas.

Disabilitas merupakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dan rentan mengalami hambatan-hambatan yang dapat menghambat mereka untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Maka, diperlukannya perlakuan secara khusus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus mereka.

Penyandang disabilitas di Indonesia cukup banyak jumlahnya sehingga tidak boleh diabaikan keberadaannya. Berdasarkan catatan Kementerian Kesejahteraan Sosial, jumlah populasi penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 2.126.000 jiwa pada tahun 2012, dengan klasifikasi jenis kecacatan


(16)

berbeda-beda. Persentase jumlah populasi penyandang disabilitas di Indonesia tahun 2012 berdasarkan jenis kecacatannya dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1:

Persentase Kaum Disabilitas di Indonesia

Sumber: Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial. 2012. Kementrian Sosial dalam Angka, Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, Jakarta.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) atau Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas PBB pada tanggal 18 Oktober Tahun 2011 lalu dengan dihadirkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011. Dimana Konvensi tersebut memuat

No Jenis Orang Dengan Kecacatan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Tunanetra (Buta) 338.672 15.93

2 Tunarungu (Tuli) 223.655 10.52

3 Tunawicara (Bisu) 151.371 7.12

4

Tunarungu dan Tunawicara (Bisu Tuli)

73.560 3.46

5 Tunadaksa (Cacat Fisik) 717.312 33.74

6 Tunagrahita (Cacat Mental) 290.837 13.68

7 Tunadaksa dan tunagrahita 149.458 7.03

8 Tunalaras 181.135 8.52


(17)

mengenai hak-hak penyandang disabilitas dalam segala bidang aspek kehidupan. Sehingga, sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut, negara Indonesia wajib untuk menghormati, melindungi, memenuhi dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia dengan memberlakukan kebijakan yang sesuai untuk menjamin akses bagi kaum disabilitas, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, baik terhadap lingkungan fisik, transportasi, informasi dan komunikasi, termasuk teknologi serta terhadap fasilitas dan layanan lainnya yang terbuka atau tersedia untuk publik bagi penyandang disabilitas.

Setiap penyandang disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Termasuk dalam kehidupan berpolitiknya, khususnya dalam pemilihan umum. Hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum telah tercantum dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) pada pasal 29 mengenai hak-hak kehidupan politik dan publik bagi penyandang disabilitas. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa:

Negara-negara pihak harus menjamin kepada penyandang disabilitas hak-hak politik dan kesempatan untuk menikmati hak-hak-hak-hak tersebut atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya dan akan mengambil langkah-langkah untuk menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih.


(18)

Dalam buku Advokasi Toolkits untuk Organisasi Penyandang Disabilitas oleh Pusat Pemilihan Umum Akses–Penyandang Cacat (PPUA-PENCA) disebutkan:

Selain penyandang disabilitas memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih, masalah lain yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaran Pemilu atau pilkada agar partisipasi politik penyandang disabilitas bisa terpenuhi secara baik adalah tersedianya sarana dan prasarana yang mudah untuk diakses penyandang disabilitas (aksesibilitas).1

Aksesibilitas disini diartikan sebagai kemudahan yang disediakan dalam pemilihan umum bagi penyandang disabilitas agar dapat dengan mudah tanpa mengalami hambatan untuk berpartisipasi secara penuh dan mandiri dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Aksesibilitas terhadap fasilitas umum khususnya fasilitas dalam pemilihan umum, bukan saja merupakan hak bagi penyandang disabilitas semata namun juga akan memberikan kenyamanan lebih bagi warga masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh AGENDA (Asean General Election for Disability Access) dalam beberapa pilkada di Indonesia, bahwa masih terdapat hak penyandang disabilitas khususnya tunanetra yang terabaikan dan tidak terfasilitasi dalam pemilu di Indonesia. Misalnya lokasi TPS yang sulit dijangkau karena berada di daerah yang tidak rata atau bertangga, tidak

1

Pusat Pemilihan Umum Akses–Penyandang Cacat (PPUA-PENCA). 2013. Advokasi Toolkits Untuk Organisasi Penyandang Disabilitas. Jakarta: PPUA-PENCA. hal. 39.


(19)

tersedianya alat bantu pilih bagi tunanetra dan permohonan untuk memilih dengan didampingi oleh pihak keluarga yang ditolak oleh petugas di TPS.2

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pemenuhan hak-hak kaum disabilitas di Kota Medan. Hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum di Kota Medan yang akan diteliti yaitu pada pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara yang berlangsung pada tanggal 7 Maret 2013 lalu. Karena Pilgubsu ini merupakan pemilu pertama di Kota Medan setelah diratifikasinya Convention on the Rights of Persons with Disabilities oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011.

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara atau disingkat Pilgubsu, di selenggarakan pada tanggal 7 maret 2013. Pemilihan umum gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara ini merupakan pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur kedua yang dilaksanakan secara langsung setelah Pilgubsu pada tahun 2008 dan dilaksanakan dalam satu kali putaran. Pilgubsu tahun 2013 diikuti oleh lima pasangan calon. Berikut nomor urut kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 lalu beserta partai politik pendukungnya:

2

Kharina Triananda. 30 Juli 2013. Hak-Hak Penyandang Disabilitas Masih Terabaikan dalam Pemilu.


(20)

Tabel.1.2:

Nomor Urut Kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 beserta Partai Politik Pendukungnya

Nomor Urut Nama Pasangan Calon Partai Politik Pendukung

1 H. Gus Irawan Pasaribu,

SE, Ak, MM dan Ir. H. Soekirman

Partai Amanat Nasional, Partai Barisan Nasional, Partai Bulan Bintang, Partai Buruh, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Karya Perjuanga, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Kedaulatan, Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia, Partai Matahari Bangsa, Partai Merdeka, Partai Nasional Benteng Kerakyatan, Partai Pelopor, Partai Pemuda Indonesia, Partai Penegak


(21)

Demokrasi Indonesia, Partai

Kedaulatan Bangsa Indonesia, Partai Persatuan

Nahdlatul Ummah, Partai Demokrasi Pembaruan dan Partai Bintang Reformasi.

2 Drs. Effendi MS Simbolon

dan Drs. H. Jumiran Abdi

Partai Demokrasi Indonesia, Partai Peduli Rakyat Nasional dan Partai Damai Sejahtera

3 Dr. H. Chairuman

Harahap, SH, MH dan H. Fadly Nurzal, S.Ag

Partai Golongan Karya,

Partai Persatuan Pembangunan, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia dan Partai Republik Nusantara

4 Drs. H. Amri Tambunan

dan Dr. R.E. Nainggolan, MM

Partai Demokrat


(22)

ST dan Ir. H. Tengku Erry Nuradi, M.Si

Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Partai Patriot dan Partai Persatuan Nasional.

Sumber: Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara Nomor 14/Kpts/Kpu-Prov-002/2012 Tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013.

Pemilihan ini dimenangkan oleh pasangan nomor urut 5, yaitu Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi dengan perolehan suara sebesar 1.604.337 atau 33 persen suara dari 33 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara. Pasangan ini berhasil mengalahkan empat kandidat lainnya, yaitu pasangan Efendi MS Simbolon dan Jumiran Abdi, pasangan Gus Irawan Pasaribu dan Soekirman, pasangan Amri Tambunan dan R.E Nainggolan serta pasangan Chairuhman Harahap dan Fadly Nurzal. Pilgubsu tahu 2013 lalu diselenggarakan dalam satu kali putaran dengan tingkat partisipasi memilih masyarakat di Sumatera Utara yang cukup rendah, dimana jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya dalam pemilihan ini hanya sebesar 5.001.430 suara, terdiri dari 4.861.4673 suara sah dan 139.963 suara

tidak sah dari Jumlah DPT sebanyak 10.310.872.4

3

Lampiran Keputusan KPU Provinsi Sumatera Utara Nomor: 19/Kpts/ KPU Prov-002/2013 tentang Penetapan dan Pengesahan Jumlah dan Persentase Perolehan Suara Sah Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013.

Di Kota Medan, dengan 2.121.551 jumlah pemilih tetap di 21 Kecamatan, didapatkan jumlah suara sah

4

Irwan Siregar, 15 Maret 2013. Angka Golput Pilgubsu 51,49%,


(23)

dan tidak sah sebanyak 774.593 suara, atau tingkat partisipasi masyarakat Kota Medan pada Pilgubsu 2013 hanya mencapai 36.62%.5

Membahas mengenai permasalahan pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kota Medan menurut pandangan penulis cukup menarik untuk diteliti karena pemenuhan akan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum, juga dapat menjadi salah satu penentu meningkatnya tingkat partisipasi penuh kaum disabilitas dalam pemilihan umum di Kota Medan.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kota Medan?

2. Apa saja kendala dalam pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kota Medan?

5

Khairul Ikhwan. 12 Maret 2013. Angka Golput di Medan dalam Pilgub Sumut Mencapai 63.38%.


(24)

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ialah usaha untuk menetapkan batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Hal ini berguna untuk mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian, dan faktor mana saja yang tidak termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian.6 Dalam

penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian hanya pada penyandang tunanetra. Tunanetra merupakan orang yang penglihatannya terganggu sehingga menghalangi dirinya untuk melakukan aktifitas selayaknya kebanyakan orang lainnya. Sehingga, menurut penulis dalam hal ini tunanetra merupakan penyandang disabilitas fisik yang paling membutuhkan aksesibilitas atau kemudahan untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan.

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah pernyataan mengenai apa yang hendak kita capai.7

1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran umum kaum disabilitas di Kota Medan.

Tujuan dari penelitian ini adalah :

2. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan serta kendala dalam pemenuhan hak-hak

6

Prof. Dr. Husaini Usman, Mpd., M.T. dan Purnomo Setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara. hal. 24.

7


(25)

kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan.

E.Signifikansi Penelitian

Signifikansi penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan berpikir dan khasanah ilmu politik khususnya ilmu yang terkait dengan permasalahan mengenai hak asasi manusia dan pemilihan umum.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi bahan masukan serta evaluasi bagi lembaga-lembaga terkait mengenai pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum. 3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.

F. Kerangka Teori

1. Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia (Fundamental rights) diartikan sebagai hak-hak yang bersifat mendasar dan inheren dengan jati diri manusia secara universal.8

8

Tom Campbel. 2001. Human Rights and the Partial Eclipse of Justice. London: Kluwer Academi Publisher. hal. 63.

Menurut Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, hak asasi manusia adalah “Hak yang sangat mendasar atau asasi sifatnya, yang mutlak diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat, cita-cita serta


(26)

martabatnya. Hak ini juga dianggap universal, artinya dimiliki semua manusia tanpa perbedaan berdasarkan bangsa, ras, agama, atau jender”.9

Cikal bakal konsep hak asasi manusia, khususnya di dunia barat terdapat dalam karangan beberapa filsuf abad ke-17, antara lain Jhon Locke (1632-1704) yang merumuskan beberapa hak alam (natural rights) yang dimiliki manusia secara alamiah. Dalam bukunya yang telah menjadi klasik, “The Second Treatise of Civil Government and a Letter Concerning Toleration” Locke mengajukan sebuah postulasi pemikiran bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hakyang melekat atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh negara.10 Melaluisuatu ‘kontrak

sosial’ (social contract), perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut ini diserahkan kepada negara. Tetapi, menurut Locke, apabila penguasa negara mengabaikan kontrak sosial itu dengan melanggar hak-hakkodrati individu, maka rakyat di negara itu bebas menurunkan sang penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormatihak-hak tersebut.11

Konsep ini bangkit kembali seusai perang dunia II dengan dicanangkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) oleh PBB pada tahun 1948. Walaupun sifatnya tidak mengikat secara yuridis, namun deklarasi ini ternyata mempunyai pengaruh moral, politik, dan edukatif. Sebagai lambang “komitmen moral” dunia internasional pada perlindungan hak

9

Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal. 212.

10

John Locke, The Second Treatise of Civil Government and a Letter Concerning Toleration, dalam Rhona K. M. Smith, at.al. 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII. hal. 29.

11


(27)

asasi manusia deklarasi ini menjadi acuan di banyak negara dalam undang-undang dasar, undang-undang, serta putusan-putusan hakim.12

Kemudian deklarasi ini dijabarkan kembali menjadi suatu perjanjian atau kovenan agar lebih mengikat yaitu pertama mencakup hak politik dan sipil, dan yang kedua meliputi hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pada tahun 1976 dua kovenan tersebut ditambah dengan optional protocol tentang pengaduan perorangan, dinyatakan berlaku dengan diratifikasi oleh 35 negara. Naskah-naskah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dua kovenan serta dua Optional Protocol dianggap sebagai satu kesatuan yang dinamakan Undang-Undang Internasional Hak Asasi Manusia (International Bill of Human Rights).

Di masa berikutnya, beberapa negara di belahan dunia seperti Afrika dan Asia timbul beberapa piagam regional terkait masalah hak asasi manusia. Seperti Piagam Afrika mengenai Hak Asasi Manusia dan Bangsa-bangsa (African Charter on Human and Peoples Rights) pada tahun 1981, Deklarasi Cairo mengenai Hak Asasi Manusia dalam Islam (Cairo Declaration on Human Rights in Islam) pada tahun 1990 dan Bangkok Declaration pada bula April tahun 1993.

Di Indonesia, terkait dengan masalah hak asasi manusia relatif telah ditegaskan dari seluruh konstitusi (undang-undang dasar) yang berlaku di Indonesia. Secara tegas konstitusi di Indonesia memberikan jaminan atas perlindungan hak asasi manusia secara baik. Adanya jaminan terhadap hak-hak

12


(28)

dasar setiap warga negara mengandung arti bahwa setiap penguasa dalam negara tidak dapat dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang kepada warganegaranya.13

Dalam rangka melaksanakan ketetapan MPR Nomor XVII/ MPR/ 1998 pada tanggal 23 September 1999 diberlakukanlah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Undang-Undang ini, pada pasal 1 disebutkan bahwa:

Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang merupakan payung hukum dari segala perundang-undangan di Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia ini, terdapat sepuluh materi muatan mengenai hak asasi manusia setiap warga negara yang diakui dan dijunjung tinggi tanpa adanya diskriminasi didasarkan pada perbedaan atas dasar agama, ras, suku, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan politik seseorang. Materi tersebut adalah hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.

13


(29)

2. Kaum Disabilitas 2. 1. Pengertian Disabilitas

Berdasarkan laporan ESCAP (The Economic and Social Commission for Asia and the Pasific), bahwa setiap negara memiliki definisinya sendiri tentang disabilitas. Bahkan, di beberapa negara seperti Indonesia, setiap badan pemerintahan memiliki istilah dan definisinya sendiri. Keragaman definisi membuat organisasi internasional seperti Disabled People’s International (DPI) memutuskan untuk tidak mengadopsi atau membuat definisi untuk menghindari kemungkinan terjadi perselisihan dengan pihak lain. Namun, kini terjadi perkembangan transisi dalam memandang disabilitas dari model medis ke model sosial. Model medis memandang disabilitas sebagai masalah kesehatan, sementara model sosial memandang disabilitas sebagai hasil dari interaksi sosial. Kedua model ini tidak dapat didefinisikan secara terpisah karena disabilitas juga berakar dari dan mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dan kedua model ini saling melengkapi.14

Seperti definisi disabilitas berdasarkan Disability Discrimination Act (DDA) bahwa “Penyandang disabilitas merupakan seseorang yang memiliki gangguan

14

General Election Network For Disability Acces. Sekilas Tentang Disabilitas. 2013.


(30)

fisik atau mental yang memiliki efek samping yang besar dan jangka panjang pada kemampuannya untuk melaksanakan aktivitas normal sehari-hari”. 15

Terdapat kriteria penyandang disabilitas dalam Disability Discrimination Act (DDA) yaitu:

16

a. Mereka yang memiliki gangguan mental atau fisik.

b. Gangguan tersebut memiliki efek yang buruk pada kemampuan mereka untuk melaksanakan kegiatan normal mereka sehari-hari.

c. Gangguan tersebut memiliki efek samping yang subtansial dan jangka panjang (telah berlangsung selama 12 bulan atau lebih atau selama sisa hidup seseorang).

World Health Organization (WHO) memiliki definisi sendiri mengenai disabilitas. Menurut WHO, disabilitas diartikan sebagai: 17

istilah umum yang memiliki gangguan fungsi tubuh atau struktur, keterbatasan aktifitas dan pembatasan partisipasi. Dalam hal ini meliputi gangguan dalam fungsi tubuh atau struktur, pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan. Sedangkan pembatasan partisipasi adalah masalah yang dialami oleh seseorang individu dalam keterlibatannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi disabilitas adalah fenomena yang kompleks yang mencerminkan interaksi antara bagian tubuh seseorang dan bagian dari masyarakat dimana dia tinggal.

Di Indonesia, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kaum disabilitas. Salah satunya adalah undang-undang mengenai

15

Disabled World. 23 Desember 2009. Definitions of Disability.

diakses 14 Desember 2013, pukul

18.04 WIB.

16

Loc. cit.

17


(31)

Penyandang Cacat yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997. Pada pasal 1 disebutkan bahwa:

Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari” :

a. Penyandang cacat fisik yaitu kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan bicara;

b. Penyandang cacat mental yaitu kelainan mental dan/atau tingkah laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit;

c. Penyandang cacat fisik dan mental yaitu seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus.

2. 2. Hak-Hak Kaum Disabilitas sebagai Pemilih di Dalam Pemilihan Umum. Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat pada pasal 6 disebutkan mengenai hak-hak yang dimiliki oleh penyandang cacat, yaitu:

1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. 2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.

3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya.

4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.

5. rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dan,

6. hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampu-an, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Hak-hak kaum disabilitas juga tercantum pada Konvensi Mengenai hak-hak penyandang disabilitas atau Convention on The Rights of Persons with Disabilities PBB yang disahkan pada tanggal 13 Desember 2006. Konvensi ini memberikan


(32)

pandangan dan pemahaman baru dalam melindungi dan menjamin persamaan hak asasi manusia dan kebebasan individu kaum disbailitas. Dari sebelas negara di Asia Tenggara, ada tujuh negara termasuk Indonesia menjadi salah satu Negara yang meratifikasi konvensi ini. Indonesia menandatangani konvensi tersebut pada tanggal 30 Maret 2007 di New York. Berikut daftar negara di Asia tenggara yang menandatangani dan meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (CRPD):

Tabel 1.3

Daftar Negara di Kawasan Asia Tenggara yang Menandatangani dan Meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas

Negara Penandatanganan Konvensi Penandatanganan Protokol Ratifikasi Konvensi Ratifikasi Protokol Brunei Darusalam

18 Desember 2007 - - -

Cambodia 1 Oktober 2007 1 Oktober 2007

20 Desember

2012

-

Indonesia 30 Maret 2007 -

30 Novenber

2011

-

Laos 15 Januari 2008 -

25 September

2009

-


(33)

2010

Myanmar - -

7 Desember 2011

-

Philipinnes

25 September 2007

-

15 April 2008

-

Singapore

30 November 2012

- - -

Thailand 30 Maret 2007 -

29 Juli 2008

-

Timor Leste - - - -

Vietnam 22 Oktober 2007 - - -

Sumbe

Konvensi tersebut memuat mengenai hak-hak penyandang disabilitas dan akan diambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi ini. Dengan menandatangani CRPD, negara diwajibkan untuk menahan diri dari tindakan-tindakan yang akan mengalahkan objek dan tujuan dari CRPD tersebut. Oleh karena itu, saat menandatangani perjanjian tidak berarti negara wajib mematuhi semua ketentuan CRPD, namun negara telah membuat komitmen untuk hak-hak penyandang cacat. Ketika negara meratifikasi CRPD, mereka kemudian secara hukum terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuannya. Protokol Opsional


(34)

memungkinkan Komite CRPD untuk memeriksa pengaduan individual berkaitan dengan dugaan pelanggaran CRPD oleh Negara-negara Pihak Protokol.

Sebagai Negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas), berarti Indonesia menunjukan kesungguhannya untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan para penyandang disabilitas di Indonesia. Hal ini diwujudkan antara lain dengan cara mengadopsi kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang sesuai untuk implementasi dari hak-hak penyandang disabilitas dalam konvensi ini dengan melibatkan penyandang disabilitas di dalam pembuatan kebijakan.

Tujuan dari dikeluarkannya konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi dan menjamin penikmatan penuh dan setara terhadap semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental oleh semua penyandang disabilitas, dan untuk meningkatkan penghormatan atas martabat yang melekat pada mereka. Penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.18

18


(35)

Sehingga melalui konvensi tersebut, penyandang disabilitas diharapkan tidak lagi mengalami diskriminasi berdasarkan “disabilitas” yaitu dimana terjadinya pembedaan, pengecualian, atau pembatasan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak membatasi atau meniadakan pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya terhadap semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, sipil atau lainnya. Hal ini mencakup semua bentuk diskriminasi, termasuk penolakan atas pemberian akomodasi yang beralasan.19

Dalam konvensi ini, terdiri dari 50 pasal yang mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Penghormatan pada martabat yang melekat, otonomi individu; termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan, dan kemerdekaan perseorangan. 2. Nondiskriminasi.

3. Partisipasi penuh dan efektif dan keikutsertaan dalam masyarakat.

4. Penghormatan pada perbedaan dan penerimaan penyandang disabilitas sebagai bagian dari keragaman manusia dan kemanusiaan.

5. Kesetaraan kesempatan. 6. Aksesibilitas.

7. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;

8. Penghormatan atas kapasitas yang terus berkembang dari penyandang disabilitas anak dan penghormatan pada hak penyandang disabilitas anak untuk mempertahankan identitas mereka.

Terkait jaminan kehidupan berpolitik kaum disabilitas, dalam konvensi ini diatur mengenai hak-hak penyandang disabilitas, antara lain hak mendapatkan aksesibilitas (pasal 9) dan hak partisipasi dalam kehidupan politik dan publik (pasal 29). Pada pasal 29 mengenai hak Partisipasi dalam kehidupan politik dan publik disebutkan pada point (a) bahwa:

19


(36)

Negara-Negara Pihak harus menjamin kepada penyandang disabilitas hak-hak politik dan kesempatan untuk menikmati hak-hak-hak-hak tersebut atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya dan akan mengambil langkah-langkah untuk :

a) Menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih, antara lain dengan:

i. Memastikan bahwa prosedur, fasilitas, dan bahan-bahan pemilihan bersifat layak, dapat diakses serta mudah dipahami dan digunakan; ii. Melindungi hak penyandang disabilitas untuk memilih secara rahasia

dalam pemilihan umum dan referendum publik tanpa intimidasi dan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, untuk memegang jabatan serta melaksanakan seluruh fungsi publik dalam semua tingkat pemerintahan, dengan memanfaatkan penggunaan teknologi baru yang dapat membantu pelaksanaan tugas;

iii. Menjamin kebebasan berekspresi dan keinginan penyandang disabilitas sebagai pemilih dan untuk tujuan ini, bilamana diperlukan atas permintaan mereka, mengizinkan bantuan dalam pemilihan oleh seseorang yang ditentukan mereka sendiri.

Hak untuk mendapatkan kemudahan dalam pemilihan umum di Indonesia sebagai pemilih bagi kaum disabilitas, selain telah tercantum pada Convention on the Right Persons with Disabilities (CRPD), juga telah diwujudkan dalam payung hukum nasional, salah satunya yaitu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

• Pada pasal 142 disebutkan bahwa:

Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),untuk menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan lainnya….yang dimaksud dengan ”dukungan perlengkapan pemungutan suaralainnya” meliputi sampul kertas tanda pengenal KPPS/KPPSLN, tanda pengenal TPS/TPSLN, tanda pengenal saksi, karet pengikat surat suara, lem, kantong plastik, ballpoint, gembok, spidol,


(37)

formulir untuk berita acara dan sertifikat, sticker nomor kotak suara, tali pengikat alat pemberi tanda pilihan dan alat bantu tuna netra.

• Pada Pasal 156 disebutkan bahwa:

1. Pemilih tuna netra, tuna daksa dan yang mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.

2. Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan suaranya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih ditetapkan dengan peraturan KPU.

• Pada Pasal 164 disebutkan bahwa:

1. Pemilih tuna netra, tuna daksa dan yang mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPSLN dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.

2. Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan suaranya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih ditetapkan dengan peraturan KPU.

• Pada Pasal 295 disebutkan bahwa:

Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pililhan pemilih kepada orang lain sebagiamana dimaksud dalam pasal 165 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp.3.000.000.- dan paling banyak Rp.12.000.000.-


(38)

2. 3. Aksesibilitas Bagi Kaum Disabilitas

“Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”.20

Aksesibilitas atau kemudahan dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities diatur pada pasal 9 dimana disebutkan bahwa:

Aksesibilitas terhadap fasilitas umum bukan saja merupakan hak bagi penyandang disabilitas semata namun juga akan memberikan kenyamanan lebih bagi warga masyarakat pada umumnya.

Agar penyandang disabilitas mampu hidup secara mandiri dan berpartisipasi secara penuh dalam semua aspek kehidupan, Negara-Negara Pihak harus mengambil kebijakan yang sesuai untuk menjamin akses bagi penyandang disabilitas, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, terhadap lingkungan fisik, transportasi, informasi, dan komunikasi, termasuk teknologi dan sistem informasi dan komunikasi, serta terhadap fasilitas dan layanan lainnya yang terbuka atau tersedia untuk publik, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat disebutkan mengenai aksesibilitas pada pasal 10, yaitu :

a. Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas. b. Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan

lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat.

c. Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Salah satu peraturan kebijakan pemerintah Indonesia terkait masalah aksesibilitas yaitu telah dikeluarkannya Keputusan Menteri Pekerjan Umum

20

Lihat pasal 1 Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.


(39)

Republik Indonesia Nomor: 468/ KPTS/ 1998 mengenai Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan. Dimana di dalamnya diatur atau dapat dijadikan pedoman bagi pembangunan umum dan lingkungan (semua bangunan pemerintahan, bangunan milik swasta dan fasilitas umum yang dikunjungi atau digunakan penyandang disabilitas) dengan asas kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian untuk menghapus hambatan bagi penyandang disabilitas. Sehingga tercipta suatu Design Universal yaitu suatu desain baik dalam produk, lingkungan, program dan pelayanan yang dapat digunakan oleh semua orang, semaksimal mungkin, tanpa memerlukan suatu adaptasi atau desain khusus dimana tidak mengecualikan alat bantu bagi kelompok penyandang disabilitas tertentu pada saat diperlukan.

Harus kita ketahui bahwa penyandang disabilitas memiliki hambatan arsitektural sesuai dengan derajat kecacatannya. Sehingga mereka tidak dapat merealisasikan kesamaan haknya sebagai warga masyarakat. Sesungguhnya para penyandang disabilitas tidak mengharapkan dan tidak pula memerlukan lebih banyak hak daripada orang-orang pada umumnya. Mereka hanya menghendaki agar dapat bergerak di dalam lingkungannya dengan tingkat kenyamanan, kemudahan dan keselamatan yang sama dengan warga masyarakat lainnya, memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang normal, dapat semandiri mungkin dalam batas-batas kemampuannya. Tersedianya bangunan dan fasilitas yang dapat diakses oleh semua orang merupakan persoalan kesamaan kesempatan dan keadilan sosial. Akses terhadap fasilitas-fasilitas umum


(40)

merupakan hak, bukan pilihan semata.21 Hambatan arsitektural yang dapat

menghambat mereka terdiri dari tiga kategori kecacatan utama, yaitu:22

1. Hambatan arsitektural bagi penyandang disabilitas fisik (Tunadaksa). Hambatan ini mencakup mereka yang menggunakan kursi roda, semiambulant, dan mereka yang memiliki hambatan manipulatoris yaitu kesulitan gerak otot. Contohnya: Perubahan tingkat ketinggian permukaan yang mendadak seperti pada tangga atau parit, tidak adanya pertautan landai antara jalan dan trotoar, tidak cukupnya ruang untuk lutut di bawah meja atau wastapel, tidak cukupnya ruang untuk berbelok, lubang pintu dan koridor yang terlalu sempit, permukaan jalan yang renjul (misalnya karena adanya bebatuan) menghambat jalannya kursi roda, pintu yang terlalu berat dan sulit dibuka, tombol-tombol yang terlalu tinggi letaknya, bergerak cepat melalui pintu putar atau pintu yang menutup secara otomatis dan menutup terlalu cepat, tangga berjalan tanpa pegangan yang bergerak terlalu cepat.

2. Hambatan arsitektural bagi penyandang disabilitas sensoris (alat indra) yang meliputi orang tunanetra dan tunarungu. Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak cukup baik untuk dapat membaca tulisan biasa meskipun sudah dibantu dengan kaca mata.

21

Dr. Didi Tarsidi. 2008. Aksisibilitas Lingkungan Fisik Bagi Penyandang Cacat Upaya Menciptakan Fasilitas Umum dan Lingkungan yang Aksesibel Demi Kesamaan Kesempatan Bagi Penyandang Cacat untuk Hidup Mandiri dan Bermasyarakat. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. hal. 3.

22


(41)

Contoh hambatan bagi tunanetra, yaitu tidak adanya petunjuk arah atau ciri-ciri yang dapat didengar atau dilihat dengan penglihatan terbatas yang menunjukkan nomor lantai pada gedung-gedung bertingkat, rintangan-rintangan kecil seperti jendela yang membuka ke luar atau papan reklame yang dipasang di tempat pejalan kaki, cahaya yang menyilaukan atau terlalu redup, lift tanpa petunjuk taktual (dapat diraba) untuk membedakan bermacam-macam tombol, atau petunjuk suara untuk menunjukkan nomor lantai. Sedangkan untuk tunarungu yaitu Para tunarungu tidak mungkin dapat memahami pengumuman melalui pengeras suara di bandara atau terminal angkutan umum. Mereka juga mengalami kesulitan membaca bibir di auditorium dengan pencahayaan yang buruk, dan mereka mungkin tidak dapat mendengar bunyi tanda bahaya.

3. Hambatan arsitektural untuk kecacatan intelektual (tunagrahita). Para penyandang kecacatan intelektual akan mengalami kesulitan mencari jalan di dalam lingkungan baru jika di sana tidak terdapat petunjuk jalan yang jelas dan baku.


(42)

Aksesibilitas pada setiap pelaksanaan pemilihan umum merupakan hak setiap penyandang disabilitas. Untuk menciptakan pemilihan umum yang aksesibel, diperlukan hal-hal sebagai berikut:23

1. Hukum dan peraturan pemilu

Untuk membuat semua proses pemilu yang aksesibel, harus ada kerangka hukum yang memastikan bahwa setiap aspek aksesibilitas dalam pemilu terpenuhi. Hukum tersebut mengatur pengadaan fasilitas untuk menciptakan pemilihan umum yang aksesibel dan bentuk sangsinya jika terjadi pelanggaran.

2. Anggaran

Komisi pemilihan umum harus mengalokasikan anggaran untuk pengadaan akses di awal siklus pemilu.

3. Logistik

• Tempat pemungutan suara (TPS) harus berada di daerah yang datar dan pintu masuknya harus berukuran sekurang-kurangnya 90cm agar pengguna kursi roda dapat masuk, keluar dan bergerak secara leluasa di dalam TPS. Jika TPS ditempatkan di gedung yang bertangga, maka harus disediakan bidang landai.

• Untuk menjamin pemilih tunanetra bisa melakukan pemungutan suara secara rahasia, maka harus disediakan alat bantu disetiap TPS. Alat bantu ini bisa berupa map yang terbuat dari bahan yang teraba atau tercetak dalam huruf braille. Surat suara kemudian kemudian dimasukan kedalam map ini. Surat suara perlu diberi tanda agar pemilih tunanetra bisa mengetahui posisi surat suara.

4. Pelatihan petugas pemilu

Setiap petugas pemilu harus memahami hambatan yang dialami oleh penyandang disabilitas dalam pemilu yang tidak aksesibel dan bagaimana menghilangkan hambatan tersebut. Buku panduan pelaksanaan untuk petugas KPPS harus memuat petunjuk tentang pelaksanaan pemungutan suara bagi penyandang disabilitas dan penyandang disabilitas harus dilibatkan dalam satuan petugas KPPS dan KPU.

5. Voter materi pendidikan pemilih dan sosialisasi harus dibuat dalam bentuk yang aksesibel. Contohnya, harus ada penerjemah bahasa isyarat dalam iklan layanan masyarakat di televisi, iklan tercetak juga harus tersedia dalam bentuk braille dan bentuk yang mudah dibaca.

6. Pendaftaran pemilih

23

General Election Network for Disability Access. Pemilu yang Aksesibel.


(43)

Dalam tahap ini, semua warga yang memiliki hak pilih harus terdaftar. Pusat pendaftaran pemilih harus ditempatkan di gedung yang aksesibel dan materi pendaftaran harus tersedia dalam bentuk yang aksesibel. Di beberapa Negara, penyandang disabilitas dapat menyebutkan jenis akomodasi yang mereka perlukan untuk melakukan pemungutan suara sehingga komisi pemilihan umum setempat bisa membuat perencanaan untuk pengadaan fasilitas yang diminta.

7. Hari pemungutan suara

Kemungkinan ada penyandang disabilitas yang enggan melakukan pemungutan suara karena pengalaman tdak mengenakan yang mereka alami sebelumnya. Petugas pemilu harus mendorong semua orang untuk datang ke TPS dan menjalankan hak pilih mereka. Pemantau bisa membantu mengamati kondisi akses dalam pemilu. Hasil temuannya bisa digunakan untuk meninjau kondisi akses yang ada dan apa saja yang bisa diperbaiki.

8. Pengaduan

Jika terjadi pelanggaran selama hari pemungutan suara, penyandang disabilitas perlu didorong untuk menyampaikan pengaduannya ke komisi pemilihan umum. Proses pengaduan harus bisa diakses oleh penyandang disabilitas.

9. Evaluasi

Komisi pemilihan umum harus mengadakan evaluasi setelah pemiliu selesai dan menelaah mana yang sudah terlaksana dengan baik dan mana yang perlu diperbaiki dalam pemilu berikutnya. Penyandang disabilitas dan pemantau pemilu perlu memberikan masukan dalam evaluasi ini.

3. Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah

Terdapat beberapa pilar yang menjadi prasyarat berjalannya sistem politik demokrasi, yaitu:24

1. Adanya penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala.

2. Adanya pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif. 3. Adanya perlindungan terhadap HAM.

4. Berkembangnya civil society dalam masyarakat.

P. Anthonius Sitepu, dalam bukunya Studi Ilmu Politik, menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem

24


(44)

politik demokrasi. Pemilhan umum (general election) diakui secara global, diartikan sebagai sebuah arena untuk membentuk demokrasi perwakilan serta menggelar pergantian pemerintahan secara berkala.” 25

Penyelenggaraan pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 secara langsung telah mengilhami dilaksanakannya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung pula. Hal ini didukung pula dengan semangat otonomi daerah yang telah digulirkan pada tahun 1999. Oleh karena itulah, sejak tahun 2005, telah diselenggarakan Pilkada secara langsung, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Penyelenggaraan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.

26

Penyelenggara Pemilihan Umum di Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat yaitu Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Kabupaten/Kota yang merupakan lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Hal tersebut termuat dalam pasal keempat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa:

27

25

P. Anthonius Sitepu. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 177.

26

Komisi Pemilihan Umum, op. cit., hal. 16.

27

Lihat pasal 4 PP Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.


(45)

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan oleh KPUD. Dalam penyelenggaraannya, KPUD Provinsi menetapkan KPUD kabupaten/ Kota sebagai bagian pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilihan. Pemilihan tersebut dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam suatu penelitian. Ditinjau dari sudut filsafat, metodologi penelitian merupakan epistemologi penelitian, yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.28

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian dalam penelitan ini adalah:

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif Kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi. Penelitian jenis ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi yang seteliti mungkin tentang manusia atau suatu keadaan.29

28

Prof. Dr. Husaini Usman, M.Pd., M.T dan Purnomo Setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara. hal. 41.

Jenis penelitian ini digunakan karena dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan mengenai keadaan pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan kemudian menyajikannya secara lengkap.

29


(46)

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan dengan pertimbangan bahwa kota Medan memiliki angka populasi kaum disabilitas yang cukup tinggi yaitu sebanyak 2011 jiwa30

3. Jenis dan Sumber Data

(dengan klasifikasi kecacatan berbeda-beda dan segala usia). Selain itu, pertimbangan lain adalah karena peneliti bertempat tinggal di Kota medan sehingga akan lebih mudah bagi peneliti dalam mendapatkan data-data yang terkait dengan bahasan penelitian.

Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :

• Jenis Data:

Jenis Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka-angka, melainkan dalam bentuk deskripsi berupa berbagai keterangan menyangkut hal-hal yang bertalian dengan materi penelitian ini seperti misalnya penyajian data dalam kerangka teori dan menyangkut pemenuhan hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum dan seterusnya. Data berupa angka hanya pada data jumlah kaum disabilitas dan kemudian dideskripsikan.

30

Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah Cacat Berdasarkan Jenis Kesulitan/


(47)

• Sumber Data

Sumber data yang di pakai dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dari lokasi penelitian baik berupa hasil daftar pertanyaan berupa wawancara secara bebas terpimpin dengan pihak-pihak terkait dengan pembahasan pada penelitian ini. Sedangkan data sekunder, yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber langsung tetapi data yang telah dikumpulkan oleh orang atau instansi lain. Data ini berupa data yang berasal dari buku, dokumen, jurnal, berita dan sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan, akurat, dan mampu menjawab permasalahan secara objektif, maka digunakan beberapa teknik yang sesuai dengan sifat dan jenis data yang ada. Penelitian ini dilakukan melalui penelitian lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research).

Pada penelitian lapangan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Wawancara. Wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara bebas terpimpin. Dimana menurut Iin Tri Rahayu, model wawancara bebas terpimpin yaitu diartikan sebagai wawancara yang menggunakan pedoman wawancara


(48)

(daftar pertanyaan) namun berupa kalimat-kalimat yang tidak permanen atau mengikat. 31

Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa informan dengan metode penetapan Purpossive sampling dan Snowball sampling. Metode Purpossive sampling merupakan metode penetapan sampel (informan) dengan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan, sedangkan snowball sampling yaitu metode penetapan sampel dengan tidak menentukan jumlahnya, tetapi wawancara dilakukan sampai dapat diambil sebuah kesimpulan dari jawaban semua sampel yang telah diwawancarai untuk menjawab masalah penelitian ini. Adapun yang menjadi narasumber dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut :

• Kasubag. Bidang Teknis dan Hubungan Masyarakat KPUD Kota Medan, yaitu Bapak Karnomaen Purba.

• Kepala Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan, yaitu Ibu Deli Marpaung, SH.

• Ketua DPP Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi Sumatera Utara, yaitu Bapak Sir Jhon.

• Ketua 1 DPD Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) Provinsi Sumatera Utara, yaitu Bapak Saiful Bakri Daulay, SH.

• Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) kota Medan, yaitu Bapak Mardison Tanjung.

31

Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi Dan Wawancara. Malang: Bayu media publishing. hal.79.


(49)

• Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sumatera Utara, yaitu Ibu Dra. Jenni Heryani.

• Ketua Pusat Pemilihan Umum Penyandang Cacat (PPUA-PENCA) Sumatera Utara, yaitu Bapak Drs. Samaun.

• Beberapa orang penyandang tunanetra yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum Gubernur dan wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kota Medan.

Sedangkan penelitian kepustakaan yang dilakukan adalah dengan melakukan penelaan berbagai sumber kepustakaan seperti buku, perundang-undangan, berita dan laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif. Metode kualitatif dapat didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang diamati. Teknik analisa data dalam penelitian ini dimulai dari proses pengumpulan data kemudian data yang telah dikumpulkan digambarkan dan dianalisis. Kemudian dari hasil analisis data tersebut, dibuatlah suatu kesimpulan dari jawaban permasalahan dalam penelitian ini.


(50)

H. Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab pertama, penulis membagi pembahasan ke dalam delapan bagian, yaitu latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: GAMBARAN UMUM KAUM DISABILITAS DI KOTA MEDAN

Dalam bab kedua, penulis akan menjelaskan mengenai gambaran kaum disabilitas di Kota Medan yang terdiri dari penjelasan mengenai jumlah populasi kaum disabilitas di Kota Medan, gambaran mengenai organisasi serta yayasan kaum disabilitas di Kota Medan dan kebijakan pemerintah daerah terhadap kaum disabilitas di Kota Medan.

BAB III: PEMENUHAN HAK-HAK KAUM DISABILITAS DALAM PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SUMATERA UTARA TAHUN 2013 DI KOTA MEDAN DAN KENDALA DALAM PEMENUHANNYA

Dalam bab ketiga, penulis akan membagi pembahasan ke dalam dua bagian, yaitu menggambarkan mengenai pelaksanaan pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kota Medan dan kendala dalam pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam


(51)

pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kota Medan.

BAB IV: PENUTUP

Bab keempat merupakan bab terakhir dari penulisan. Adapun isi dari bab ini adalah kesimpulan dan saran atas hasil analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian.


(52)

BAB II

GAMBARAN UMUM KAUM DISABILITAS DI KOTA MEDAN

A. Jumlah Populasi Kaum Disabilitas di Kota Medan

Masih sangat sulit menemukan data yang paling akurat mengenai jumlah kaum disabilitas di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya perubahan data disabilitas dari indikator kesehatan menjadi indikator kesejahteraan sosial serta berubah-ubahnya definisi operasional mengenai disabilitas oleh instansi pemerintah di Indonesia.

Definisi operasional yang berbeda mengenai penyandang disabilitas ini juga menjadi salah satu faktor tidak terpenuhinya hak-hak mereka dan sulit untuk menemukan angka yang paling pasti tentang jumlah mereka. Sebelumnya, Kementerian Sosial menyebutnya sebagai penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan istilah anak berkebutuhan khusus, sedangkan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah Penderita cacat.32

Menurut Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses-Penyandang Cacat Sumatera Utara yaitu Bapak Drs. Samaun, kesulitan pendataan jumlah penyandang disabilitas ini juga disebabkan oleh masih adanya budaya malu di kalangan masyarakat yang memiliki anggota keluarga disabilitas. Kurangnya pengetahuan dan sikap sosial masyarakat, membuat mereka tidak proaktif dalam melaporkan

32

Eko Riyadi, at.al. 2012. Vulnerable Groups: Kajian dan Mekanisme Perlindungannya. Yogyakarta: PUSHAM UII. hal. 293.


(53)

anggota keluarga mereka yang merupakan penyandang disabilitas bahkan cenderung menyembunyikan. Sehingga, data jumlah kaum disabilitas di Indonesia hanya berupa estimasi atau perkiraan saja.33

Data rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di 21 Kecamatan di Kota Medan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1:

Jumlah Kaum Disabilitas di 21 Kecamatan di Kota Medan

33

Wawancara dengan Ketua PPUA-PENCA Sumatera Utara, Bapak Drs. Samaun. Pada tanggal 06 Januari 2014.

Kecamatan Jenis Kesulitan Gangguan

1a 1b 1c 2 3 4 5 6 7 8 JLH

Tuntungan - 1 2 - 22 4 16 31 12 3 91

Johor 9 2 91 2 91 2 13 12 16 4 242

Amplas 1 - 5 2 28 6 16 3 48 2 111

Denai 1 - 13 1 12 - 4 9 29 - 69

Area - - 6 - 9 - 9 11 39 - 74

Kota - 3 16 - 13 5 19 8 14 5 83

Maimun - - 8 1 1 1 20 12 28 - 71

Polonia 2 - 7 - 9 - 9 3 5 4 39

Baru - - 2 - - - 3 3 3 - 11

Selayang - - 10 2 20 3 6 36 33 2 112 Sunggal - 1 21 - 20 2 6 49 56 1 156 Helvetia - 1 4 - 26 8 17 41 16 2 115 Petisah 1 - 30 2 15 11 21 44 30 4 158

Barat - - - 11 2 - 13


(54)

Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Jenis Kesulitan/ Gangguan”,

Keterangan :

1a. Sisa Penglihatan (Low Vision), 1b.Light Perception, 1c.Buta Total (Totally Blind), 2.Pendengaran, 3.Bicara, 4. Penggunaan Lengan Dan Jari, 5. Penggunaan Kaki (Berjalan), 6. Kelainan Bentuk Tubuh, 7. Mental Intelektual (Debil, Imbisil, Idiot, Down Syndrome), 8.Eks Penyakit Jiwa /Eks Psikotik.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah kaum disabilitas di Kota Medan sebanyak 2.011 orang. Terbagi pada jenis kecacatan berbeda yaitu gangguan pada penglihatan atau tunanetra (Low Vision, Light Perception dan Totally Blind) sebanyak 293 orang, gangguan pada pendengaran atau tunarungu sebanyak 26 orang, gangguan untuk berbicara atau tunawicara sebanyak 352 orang, gangguan pada bagian tubuh atau tunadaksa (penggunaan pada lengan dan jari, penggunaan kaki dan kelainan bentuk tubuh) sebanyak 782 orang, gangguan pada mental atau tunagrahita sebanyak 527 orang dan eks penyakit jiwa sebanyak 31 orang.

Perjuangan - - - - 6 - 9 8 25 2 50 Tembung - - 10 3 18 9 67 10 17 - 134

Deli - - - 1 - - - 5 9 - 15

Labuhan 2 - 4 3 4 12 4 17 68 - 127

Marelan - 10 12 1 15 7 23 33 28 1 130 Belawan 2 - 14 6 31 6 53 12 38 1 163 TOTAL 19 18 256 26 35

2

71 34 1

37 0

52 7

3 1


(55)

Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa Kecamatan Medan Johor merupakan kecamatan dengan jumlah warga penyandang disabilitas terbanyak di Kota Medan yaitu sebanyak 242 orang penyandang disabilitas. Sedangkan Kecamatan Medan Baru merupakan kecamatan yang memiliki jumlah warga penyandang disablitas yang paling rendah di Kota Medan yaitu sebanyak 11 orang penyandang disabilitas.

Kaum disabilitas di Kota Medan juga sebagian besar didominasi oleh kaum laki-laki dan rata-rata merupakan penduduk usia produktif yaitu berusia diantara 15 sampai 65 tahun. Rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di Kota Medan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.2 dan rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di Kota Medan berdasarkan usia pada tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.2:

Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kesulitan / Gangguan

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

Sisa Penglihatan (Low Vision) 13 6

Light Perception 7 11

Buta Total (Totally Blind) 107 149

Pendengaran 12 14

Bicara 171 181

Penggunaan Lengan dan Jari 20 51


(56)

Kelainan Bentuk Tubuh 159 211 Mental intelektual (Debil,

imbisil, idiot, down syndrome)

232 295

Eks penyakit jiwa/ eks psikotik 7 24

TOTAL 867 1144

Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah Cacat

Berdasarkan Jenis Kesulitan/ Gangguan”

tanggal 2 Januari 2014 pukul 14.05 WIB.

Tabel. 2.3:

Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Usia

Usia Jumlah

0-4 Tahun 35

5-9 Tahun 130

10-14 Tahun 225

15 -19 Tahun 268

20-24 Tahun 232

25-29 Tahun 203

30-34 Tahun 154

35-39 Tahun 149

40-44 Tahun 146

45-49 Tahun 96

50-59 Tahun 163

60-69 Tahun 131

70 > 79

TOTAL 2.011

Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah

Penyandang Cacat Berdasarkan Usia”


(57)

Bagi kaum disabilitas di Kota Medan, masih sulit untuk memperoleh pekerjaan di instansi pemerintah maupun pada perusahaan-perusahaan BUMN dan swasta. Meskipun, pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah Sumatera Utara telah mengeluarkan berbagai bentuk kebijakan mengenai kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, namun hal tersebut tidak mampu menjamin bahwa penyandang disabilitas akan diberikan kesempatan yang sama untuk bekerja pada instansi pemerintah, BUMN ataupun perusahaan swasta di Kota Medan.

Setiap orang berhak atas atas pekerjaan. Hak atas pekerjaan terkandung dalam deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan diakui sebagai hak yang utama dalam hukum hak asasi manusia internasional dan juga terkandung dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dimana hak atas pekerjaan menekankan pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya. Indonesia telah meratifikasi International Convention on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) sejak tahun 2005. Pasal 6 konvensi tersebut secara jelas menyatakan bahwa hak atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia. Indonesia sebagai negara anggota ICESCR memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi semua hak dalam ICESCR tanpa diskriminasi.34

Rekapitulasi jumlah penyandang disabilitas Kota Medan berdasarkan pekerjaan utamanya dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut:

34

Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Convention on Economic, Social and Cultural Rights.


(58)

Tabel 2.4:

Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Pekerjaan Utamanya

Pekerjaan Utama Jumlah

Tidak Bekerja 1.701

Buruh 76

PNS/ TNI/ POLRI 0

Petani 3

Jasa 91

Pegawai Swasta 1

Pegawai BUMN 0

Pedagang/ Wiraswasta 89

Peternakan/Perikanan 5

TOTAL 1.966

Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah

Penyandang Cacat Berdasarkan Pekerjaan Utama”

diakses pada tanggal 2 Januari 2014 pukul 14.35 WIB.

Salah satu hambatan masalah kesempatan atas pekerjaan bagi kaum disabilitas adalah ketidaksesuaian keterampilan tenaga kerja penyandang cacat dengan persyaratan jabatan dan kondisi kerja yang ada.35

35

Alowie F. Tjepy. 2000. Makalah “Kesetaraan dan Kesempatan Kerja Bagi Tenaga Kerja Penyandang Cacat”, Yayasan dan LBK di Wilayah Propinsi DKI Jakarta. hal. 3.

Kurangnya tingkat pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi kaum disabilitas di Kota Medan membuat kaum disabilitas tidak dapat memenuhi kriteria persyaratan dari instansi negara maupun perusahaan swasta. Sehingga, lebih banyak kaum disabilitas memilih bekerja sebagai wiraswasta dan bekerja pada sektor jasa, seperti menjadi


(59)

tukang pijit bagi tunanetra. Angka pengangguran juga cukup tinggi untuk kaum disabilitas di Kota Medan. Hal ini menunjukan bahwa masalah kaum disabilitas untuk memperoleh pekerjaan juga menambah hambatan-hambatan yang dialami kaum disabilitas dalam kehidupannya sehari-hari, selain hambatan budaya dan stigma masyarakat kepada mereka. Terlebih lagi mereka juga harus menghadapi masalah aksesibilitas fisik pada fasilitas umum yang belum juga memadai.

Rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di Kota Medan berdasarkan tingkat pendidikan dan keterampilan utama yang dimiliki dapat dilihat pada tabel 2.5 dan 2.6 berikut:

Tabel 2.5:

Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah

Tidak Sekolah/ Tidak Tamat SD 1179

SD 389

SLTP 262

SLTA 163

D1/D2 0

D3/ Sarjana Muda 8

S1/D4 10

S2/S3 0

TOTAL 2011

Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Tingkat Pendidikan”, http://simcat.depsos.go.id, diakses pada tanggal 24 Januari 2014 pukul 11.13 WIB.


(60)

Tabel.2.6

Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Keterampilan Utama

Keterampilan Jumlah

Tidak Memiliki 1762

Komputer 6

Elektronika 28

Jahit-menjahit 58

Pijat 61

Desain Grafis/ Percetakan 2

Keterampilan Logam 0

Pertukangan 19

Salon 6

Lainnya 35

TOTAL 1977

Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Keterampilan Utama”, http://simcat.depsos.go.id, diakses pada tanggal 2 Januari 2014 pukul 14.45 WIB.

Berdasarkan tabel 2.5 diatas, dapat diketahui bahwa hanya 163 orang penyandang disabilitas yang berpendidikan hingga tingkat sekolah menengah atas dan hanya 18 orang yang meneruskan hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu pada tingkat diploma tiga dan strata satu. Sedangkan pada tabel 2.6 dapat diketahui terdapat 1762 orang disabilitas di Kota Medan yang tidak


(61)

memiliki keterampilan utama dan hanya sebagian kecil atau sebanyak 6 orang yang memiliki keterampilan utama Komputer. Padahal, keterampilan komputer atau pemahaman terhadap penggunaan alat-alat elektronik merupakan salah satu syarat yang paling sering diajukan perusahaan-perusahaan bagi calon tenaga kerjanya pada saat ini.


(62)

B.Organisasi dan Yayasan Kaum Disabilitas di Kota Medan

Dalam mewujudkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Cacat 2004-2013, dimana salah satu prioritasnya yaitu bidang pembentukan organisasi swadaya penyandang disabilitas, maka di Kota Medan telah terdapat beberapa organisasi swadaya penyandang disabilitas. Salah satunya yaitu PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia) yang memayungi beberapa organisasi penyandang disabilitas lainnya di Sumatera Utara. Diantaranya, HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia), PPUA-PENCA (Pusat Pemilihan Umum Akses-Penyandang Cacat), GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia), PETRI (Persatuan Tunarungu Indonesia), PETRU (Persatuan Tunarungu Sumatera Utara) dan lain-lain.

Khusus untuk Penyandang tunanetra, PERTUNI (Persatuan Tuna Netra Indonesia) sebagai organisasi masyarakat penyandang tunanetra yang menasional cukup aktif melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan dan pemberdayaan serta memperjuangkan hak-hak tunanetra untuk mendapatkan aksesibilitas terhadap fasilitas publik, layanan publik, informasi dan komunikasi serta teknologi di Kota Medan.

Dibidang politik, PERTUNI juga memiliki garis besar program kerja organisasi untuk memberikan pendidikan politik bagi tunanetra untuk menumbuhkan kesadaran akan hak-hak politiknya sebagai warga Negara Indonesia dan mendorong terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum yang


(63)

aksesibel bagi tunanetra agar mereka dapat menentukan pilihannya secara mandiri, bebas, langsung dan rahasia.36

Seperti penuturan Bapak Mardison Tanjung selaku Ketua PERTUNI DPC Kota Medan, beliau menuturkan bahwa “Partisipasi tuna netra dalam politik dan pemilihan umum yang aksesibel bagi tuna netra di Kota Medan menjadi salah satu yang sedang kami perjuangkan. Kami juga selalu melakukan pendidikan politik dalam setiap kesempatan, seperti pada setiap pertemuan-pertemuan anggota.”37

Khusus menangani pemilihan umum bagi penyandang disabilitas, terdapat juga organisasi yang mengkhususkan kegiatannya untuk memantau pemilihan umum yang aksesibel, yaitu PPUA-PENCA (Pusat Pemilihan Umum Akses-Penyandang Cacat) yang dibentuk pada tanggal 24 April 2002. Di Sumatera Utara, PPUA-PENCA diketuai oleh Bapak Drs. Samaun. Sesuai dengan tujuannya untuk mewujudkan aspirasi hak-hak politik penyandang cacat dalam Pemilu, pada tanggal 11 Maret 2013 lalu PPUA-PENCA bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat telah menandatangani MoU untuk meningkatkan partisipasi penyandang cacat dalam pemilihan umum.

PPUA-PENCA juga menjadi organisasi penyandang disabilitas dari Indonesia yang menjadi mitra untuk bekerja sama dengan IFES (International Foundation for Electoral System) dan USAID (United States Agency for

36

Garis Besar Program Pertuni 2009-2014, Ketetapan Munas VII Pertuni Tahun 2009 Nomor III/TAP/MUNAS VII-PERTUNI/2009.

37

Wawancara dengan Ketua PERTUNI Kota Medan, Bapak Mardison Tanjung. Pada tanggal 17 Januari 2014.


(64)

International Development) beserta beberapa organisasi masyarakat sipil dan organisasi penyandang disabilitas lainnya di Asia Tenggara untuk melakukan penelitian bersama terkait masalah penyandang disabilitas di Asia Tenggara (AGENDA-The General Election Network for Disability Access).

Untuk yayasan penyandang disabilitas di Kota Medan terdapat 7 yayasan penyandang disabilitas, yaitu:38

1. Yayasan Karya Murni

2. Yayasan Taman Pendidikan Islam 3. Yayasan Abdi Kasih

4. Yayasan Bakti Luhur

5. Yayasana Grace Bethesda Abadi 6. Yayasan Musdalifah Asb Yatim

7. Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Tunanetra Indonesia

38

Wawancara dengan Ketua Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan, Ibu Deli Marpaung, SH. Pada tanggal 16 Januari 2014.


(1)

Abaikan” Februari 2014.


(2)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :

Pedoman Wawancara untuk Pihak KPUD Kota Medan

1. Apakah KPU mengetahui mengenai hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum yang tercantum dalam Convention on the Rights Persons with disabilities (CRPD) yang diratifikasi pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011?

2. Apakah KPU memiliki peraturan terkait masalah penyandang disabilitas dalam pemilu?

3. Apakah KPU memiliki data pemilih penyandang disabilitas?

4. Apakah KPU menyediakan TPS khusus bagi kaum disabilitas pada Pilgubsu 2013 di Kota Medan?

5. Apakah KPU menyediakan alat bantu pilih tuna netra di TPS pada Pilgubsu? Jika iya, berapa jumlahnya?

6. Apakah KPU memberikan bimbingan khusus kepada petugas di TPS terkait hak-hak kaum disabilitas dalam pemilu?

7. Apakah pendamping pemilih tuna netra diwajibkan oleh KPU menandatangani Formulir C7.KWK-KPU?

8. Apakah KPU melakukan sosialisasi kepada penyandang disabilitas pada pilgubsu tahun 2013?

9. Apa hambatan KPU dalam memenuhi hak-hak kaum disabilitas dalam Pilgubsu tahun 2013 di Kota Medan?


(3)

Lampiran 2:

Pedoman Wawancara untuk Pihak Dinas Sosial Kota Medan

1. Berapa jumlah organisasi disabilitas di Kota Medan? 2. Berapa jumlah yayasan disabilitas di Kota Medan?

3. Apakah ada kebijakan Pemerintah Kota Medan melalui dinas sosial untuk kaum disabilitas selama tahun 2013?

4. Bagaimana masalah aksesibilitas bangunan terhadap penyandang disabilitas di Kota Medan?

5. Apa saja kegiatan pada hari internasional disabilitas (HDI) pada tanggal 3 desember oleh Pemerintah Daerah Kota Medan?

6. Apakah ada kebijakan mengenai sekolah inklusif di Kota Medan?

7. Apakah ada kebijakan mengenai politik kaum disabilitas di Kota Medan ? (mis: melakukan sosialisasi mengenai hak, bekerjasama dengan KPU atau partai politik, pendidikan politik)


(4)

Lampiran 3:

Pedoman Wawancara untuk Pihak Organisasi Disabilitas

1. Apa saja kegiatan dari organisasi ini? 2. Berapa jumlah anggota organisasi ini?

3. Apakah program kebijakan pemerintah daerah Kota Medan telah memuaskan?

4. Apakah terdapat kegiatan organisasi terkait masalah pemilu ? Seperti sosialisasi misalnya.

5. Apa saja hambatan yang masih dialami kaum disabilitas saat di TPS pada Pilgubsu 2013?

6. Apakah organisasi ini pernah diajak bekerjasama dengan KPU ? 7. Apa kendala pemenuhan hak kaum disabilitas dalam Pemilu?


(5)

Lampiran IV:

Pedoman Wawancara untuk Pemilih Disabilitas

1. Apakah anda menggunakan hak pilih anda pada Pilgubsu 2013 lalu? Jika iya pada TPS berapa anda memilih?

2. Apakah anda pernah mengikuti sosialisasi mengenai Pilgubsu 2013 lalu? 3. Apakah jalan menuju TPS mudah untuk anda lalui?

4. Apakah anda menggunakan alat bantu pilih ?


(6)

Lampiran 5:

Rekapitulasi Data Penyandang Disabilitas di Kota Medan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia


Dokumen yang terkait

Kebijakan Dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008)

4 96 75

Kedudukan Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur provinsi daerah istimewa Yogyakarta

1 20 148

STRATEGI KOMUNIKASI KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) PROVINSI JAWA TENGAH DALAM PROSES SOSIALISASI PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA TENGAH TAHUN 2013.

0 0 1

Perilaku politik Umat Islam di Kabupaten Karo dalam Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 - Repository UIN Sumatera Utara Tesis Saiful Amir

0 0 84

Opini Mahasiswa Kota Medan Terhadap Iklan Politik Calon Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2018

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG - Peranan Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013

0 0 31

Peranan Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan

0 0 37

PEMENUHAN HAK-HAK KAUM DISABILITAS DALAM PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SUMATERA UTARA TAHUN 2013 DI KOTA MEDAN SARAH SAUSAN H

0 0 11

PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN (PPK) DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 DI KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MINAHASA Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Minahasa dalam pelaksanaan tahapan pembentukan Panitia Pemilihan K

0 0 9