Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

(1)

PARTISIPASI POLITIK ETNIS TIONGHOA PADA PEMILIHAN GUBERNUR SUMATERA UTARA 2013

(Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh gelar sarjana sosial

DISUSUN OLEH

Veronica Febri Dwi Andini 090901052

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Departemen Sosiologi

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tempat : Kantor Departemen Sosiologi

Tim Penguji :

Ketua Penguji : ( )

Penguji I (Pembimbing) : Dra. Ria Manurung, M.Si ( )

Penguji II (Reader) : Drs. Junjungan SBP, S. M.Si

( )

 


(3)

ABSTRAK

Adanya masa sulit yang dialami etnis Tionghoa dalam dunia politik menjadikan saat ini partisipasi mereka bisa dikatakan redup, tidak setenar kejayaan mereka di dalam bidang ekonomi. Banyaknya diskriminasi yang mereka rasakan membuat mereka juga harus berhati-hati dalam membicarakan dunia politik. Namun, dengan seiring berjalannya waktu bahwa etnis Tionghoa sudah mendapatkan perlakuan yang sama setelah masa Orde Baru usai. Mereka sudah bisa leluasa untuk menjalani dunia politik. Dengan begitu, sangat menarik jika mencari tahu seberapa berkembangnya mereka saat ini dalam dunia politik, khususnya etnis Tionghoa yang ada di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi politik etnis Tionghoa pada Pilgubsu 2013.

Penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat kuantitatif. Subyek penelitian adalah etnis Tionghoa yang di atas umur 17 tahun dan memiliki darah Tionghoa yang berada di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat. Untuk sampel, terdapat 99 responden yang akan diambil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etnis Tionghoa di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat masih tergolong pasif dalam berpartisipasi politik walaupun sudah dapat dikatakan lebih baik dari tahun sebelumnya. Ini dikarenakan adanya perlakuan buruk pada masa Orde Baru yang membuat mereka enggan untuk aktif dalam dunia politik. Jika dilihat sekarang ini, meskipun etnis Tionghoa tidak aktif dalam dunia politik tetapi mereka cukup banyak mengambil peran pada Pilgubsu 2013. Adapun beberapa kegiatan yang mereka lakukan adalah menggunakan hak suara, menyumbang uang dan iklan cetak, ikut dialog interaktif antar kandidat, ikut serta sebagai tim sukses, dan sebagainya. Disarankan bagi etnis Tionghoa agar lebih aktif lagi dalam kegiatan politik sehingga diharapkan mampu membawa dampak positif bagi mereka.


(4)

ABSTRACT

The presence of hard times experienced by ethnic Chinese in the political world today make their participation can be said to be dim, not as famous as their former glory in the economic field. The number of discrimination that they feel make them also have to be careful in talking about politics. However, as time goes by that ethnic Chinese have received the same treatment after the New Order era was over. They are able to live freely in politics. By doing so, very interesting if finding out how their current development in the world of politics, especially the ethnic Chinese in the district. North seacoast town Rantau Prapat. The purpose of this study was to determine the political participation of ethnic Chinese in Pilgubsu 2013.

This research is a quantitative survey. Subjects were ethnic Chinese over the age of 17 years and have Chinese blood that are in the district. North seacoast town Rantau Prapat. For a sample, there were 99 respondents to be taken.

The results showed that ethnic Chinese in the district. North seacoast town of Rantau Prapat still relatively passive in participating in politics although already be said to be better than the previous year. This is due to the ill-treatment in the New Order which makes them reluctant to be active in politics. When seen today, although ethnic Chinese are not active in politics but they pretty much take on the role of Pilgubsu 2013 As some of the activities that they do is to vote, donate money and print advertising, interactive dialogue between candidates participate, participate as a team success, and so on. Suggested for Chinese people to be more active in political activities that are expected to bring a positive impact on them.

Keywords: Political participation, ethnic Chinese, election


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menylesaikan Skripsi ini denga judul :

“Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat) guna memenuhi syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Skripsi ini Penulis banyak menghadapi hambatan, hal ini di sebabkan oleh keterbatasan wawasan penulis, kurangnya pengalaman serta sedikitnya wacana yang menyangkut bahan penelitian yang ditemukan oleh peneliti. Akan tetapi, atas berkah-Nya semua hambatan tersebut dapat dilalui sehingga penulisan Skripsi ini selesai. Hal ini tak luput dari keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan dorongan serta doa. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta dalam membantu penulisan Skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen wali penulis yang selalu serius dalam membimbing saya dari awal pembuatan proposal dan penyelesaian skripsi ini. Beliau telah banyak memberikan banyak masukan dan saran-saran yang sangat bermanfaat bagi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Beliau adalah salah satu orang yang sangat berjasa bagi saya dalam menempuh pendidikan di FISIP USU ini. Ide dan pemikiran mengenai teori-teori sosial beliau sangat berarti bagi saya dalam menyelesaikan studi di departemen sosiologi ini. Terima kasih banyak pak Badar.


(6)

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati,M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Ketua Penguji dalam sidang saya yang telah banyak memberikan sumbangsih pemikiran dan arahan yang baik bagi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3. Bapak Drs. Junjungan SBP, S. M.Si selaku Dosen Penguji saya dalam sidang meja hijau yang telah memberikan waktu, ide, dan gagasannya kepada saya untuk dapat membuat skripsi ini menjadi lebih baik. Beliau juga telah memberikan banyak pemahaman kepada saya tentang kajian sosiologi politik dalam masa-masa perkuliahan terdahulu sehingga saya penulis tertarik dalam menulis skripsi dengan kajian sosiologi politik.

4. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Sosiologi.

5. Teristimewa buat kedua orang tua saya, Ignatius Virgo Ananda dan Agnes Intan Rahayu yang selalu memberikan banyak perhatian yang besar, mendidik, dan selalu membimbing penulis dengan serius semenjak kecil hingga saat ini dengan penuh rasa kasih sayang dan selalu memanjatkan doa-doa yang tiada hentinya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Begitu juga dengan kakak penulis Giovanni Yunita Andin Utami dan semua keluarga yang sangat saya sayangi. Terima kasih atas doa dan dukungannya. Saya akan selalu berdoa dan berusaha menjadi anak yang dapat membahagiakan kedua orang tua dan keluarga saya.

6. Buat seluruh teman-teman stambuk ’09 satu perjuangan yang tergabung dalam komunitas pertemanan JC yang selalu kompak dan membantu satu sama lain.


(7)

7. Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini. Akan tetapi saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.

Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

Abstrak...i

Abstract...ii

Kata Pengantar...iii

Ucapan Terima Kasih...iv

Daftar Isi...v

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...7

1.3 Tujuan Penelitian...7

1.4 Manfaat Penelitian...7

1.5 Defenisi Konsep...8

1.6 Penelitian Sebelumnya...8

1.7 Defeniai Operasional...12

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Paradigma Fakta Sosial...12

2.2 Politik...15

2.3 Sejarah Perkembangan Politik dan Hubungannya dengan Sosiologi serta Masyarakat....16

2.4 Budaya Politik...17

2.5 Partisipasi Politik...18

2.6 Pemilu...22

2.7 Etnis Tionghoa...23

BAB III Metode Penelitian 3.1 Jenis Penelitian...24

3.2 Lokasi Penelitian...24

3.3 Populasi dan Sampel...25

3.4 Teknik dan Pengumpulan Data...26

3.5 Teknik Analisis Data...27


(9)

BAB IV Hasil dan Analisis Data Penelitian

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian...29

4.1.1 Sejarah Rantau Prapat...30

4.1.2 Letak dan Kondisi Lingkungan Alam Kota Rantau Prapat...30

4.1.3 Pola Pemukiman...33

4.1.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Rantau Utara...33

4.1.5 Sarana dan Prasarana...39

4.1.6 Sejarah Singkat Etnis Tionghoa di Rantau Prapat...43

4.1.7 Pelaksanaan Pemilu di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat...45

4.1.8 Respon Masyarakat Etnis Tionghoa terhadap Perkembangan Pilgubsu 2013...47

4.2 Analisa Data Responden...48

4.3 Analisis Partisipasi Politik Etnis Tionghoa terhadap Pilgubsu 2013...51

BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan...62

5.2 Saran...63

Daftar Pustaka Lampiran  


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Komposisi Penggunaan Lahan...

Tabel 2 Bangunan Rumah Menurut Kualitasnya ………...

Tabel 3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ………....

Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku...

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur………...

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan …………...

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ………...

Tabel 5 Sarana Pendidikan di Kecamatan Rantau Utara ……….

Tabel 6 Jenis Kendaraan…………...

Tabel 7 Rekapitulasi Jumlah Perolehan Suara Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013...

Tabel 8.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia...

Tabel 8.2 Karakteristik Responden berdasarkan Agama...

Tabel 8.3 Karakteristik Responden berdasarkan Jenjang Pendidikan...

Tabel 8.4 Karakteristik Responden berdasarkan Pendapatan…………...

Tabel 8.5 Jawaban Responden Berdasarkan Ketertarikan dalam Kegiatan Politik.

Tabel 8.6 Jawaban Responden Berdasarkan Alasan Tertarik terhadap Kegiatan Politik...


(11)

Tabel 8.7 Jawaban Responden Berdasarkan Alasan Tidak Tertarik terhadap Kegiatan Politik………...

Tabel 8.8 Jawaban Responden Berdasarkan Kegiatan yang Dilakukan dalam Kehidupan Politik………...

Tabel 8.9 Jawaban Responden Berdasarkan Topik Pembicaraan Politik dalam Kehidupan Sehari-Hari …………...

Tabel 8.10 Jawaban Responden Berdasarkan Jenis Topik Pembicaraan dalam Kehidupan Sehari-Hari...

Tabel 8.11 Jawaban Responden Berdasarkan Menyumbang Dana Dilakukan saat akan Berlangsungnya Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Rantau Prapat...

Tabel 8.12 Jawaban Responden Berdasarkan Dialog tatap muka/interaktif dengan kandidat Dilakukan saat akan Berlangsungnya Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Rantau Prapat………

Tabel 8.13 Jawaban Responden Berdasarkan Ikut Sebagai Tim Sukses Dilakukan saat akan Berlangsungnya Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Rantau Prapat...

Tabel 8.14 Jawaban Responden Berdasarkan Penilaian yang Menjadi Pertimbangan dalam

Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013...

Tabel 8.15 Jawaban Responden Berdasarkan Dasar dalam Menentukan atau Memilih Seorang Pemimpin...


(12)

Tabel 8.16 Jawaban Responden Berdasarkan Alasan Tidak Menggunakan Hak Pilih pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013...

Tabel 8.17 Jawaban Responden Berdasarkan Harapan Terbesar pada Calon Pemimpin yang akan Datang …...

Tabel 8.18 Jawaban Responden Berdasarkan Kemampuan Pemerintah dalam Menyuarakan Kepentingan Politik Tionghoa Saat Ini..…...

Tabel 8.19 Jawaban Responden Berdasarkan Usaha Pemerintah dalam Mewujudkan Kepentingan Politik Etnis Tionghoa...

Tabel 8.20 Jawaban Responden Berdasarkan Hambatan untuk Aktif dalam Partisipasi Politik...

Tabel 8.21 Jawaban Responden Berdasarkan Pendapat tentang Etnis Tionghoa sebagai Wakil Rakyat di Pemerintahan...


(13)

ABSTRAK

Adanya masa sulit yang dialami etnis Tionghoa dalam dunia politik menjadikan saat ini partisipasi mereka bisa dikatakan redup, tidak setenar kejayaan mereka di dalam bidang ekonomi. Banyaknya diskriminasi yang mereka rasakan membuat mereka juga harus berhati-hati dalam membicarakan dunia politik. Namun, dengan seiring berjalannya waktu bahwa etnis Tionghoa sudah mendapatkan perlakuan yang sama setelah masa Orde Baru usai. Mereka sudah bisa leluasa untuk menjalani dunia politik. Dengan begitu, sangat menarik jika mencari tahu seberapa berkembangnya mereka saat ini dalam dunia politik, khususnya etnis Tionghoa yang ada di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi politik etnis Tionghoa pada Pilgubsu 2013.

Penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat kuantitatif. Subyek penelitian adalah etnis Tionghoa yang di atas umur 17 tahun dan memiliki darah Tionghoa yang berada di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat. Untuk sampel, terdapat 99 responden yang akan diambil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etnis Tionghoa di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat masih tergolong pasif dalam berpartisipasi politik walaupun sudah dapat dikatakan lebih baik dari tahun sebelumnya. Ini dikarenakan adanya perlakuan buruk pada masa Orde Baru yang membuat mereka enggan untuk aktif dalam dunia politik. Jika dilihat sekarang ini, meskipun etnis Tionghoa tidak aktif dalam dunia politik tetapi mereka cukup banyak mengambil peran pada Pilgubsu 2013. Adapun beberapa kegiatan yang mereka lakukan adalah menggunakan hak suara, menyumbang uang dan iklan cetak, ikut dialog interaktif antar kandidat, ikut serta sebagai tim sukses, dan sebagainya. Disarankan bagi etnis Tionghoa agar lebih aktif lagi dalam kegiatan politik sehingga diharapkan mampu membawa dampak positif bagi mereka.


(14)

ABSTRACT

The presence of hard times experienced by ethnic Chinese in the political world today make their participation can be said to be dim, not as famous as their former glory in the economic field. The number of discrimination that they feel make them also have to be careful in talking about politics. However, as time goes by that ethnic Chinese have received the same treatment after the New Order era was over. They are able to live freely in politics. By doing so, very interesting if finding out how their current development in the world of politics, especially the ethnic Chinese in the district. North seacoast town Rantau Prapat. The purpose of this study was to determine the political participation of ethnic Chinese in Pilgubsu 2013.

This research is a quantitative survey. Subjects were ethnic Chinese over the age of 17 years and have Chinese blood that are in the district. North seacoast town Rantau Prapat. For a sample, there were 99 respondents to be taken.

The results showed that ethnic Chinese in the district. North seacoast town of Rantau Prapat still relatively passive in participating in politics although already be said to be better than the previous year. This is due to the ill-treatment in the New Order which makes them reluctant to be active in politics. When seen today, although ethnic Chinese are not active in politics but they pretty much take on the role of Pilgubsu 2013 As some of the activities that they do is to vote, donate money and print advertising, interactive dialogue between candidates participate, participate as a team success, and so on. Suggested for Chinese people to be more active in political activities that are expected to bring a positive impact on them.

Keywords: Political participation, ethnic Chinese, election


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Secara konseptual, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan tersebut mencakup kegiatan tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan lain sebagainya. (Suryadi 2007: 129) Adapun pengertian partisipasi politik menurut Herbert McClosky adalah sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat yang mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk proses kebijakan umum. (Damsar, 2010: 180)

Partisipasi politik dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dilihat sebagai kegiatan, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemeirntah, membayar pajak dan ikut dalam proses pemilihan pimpinan pemerintahan. Sedangkan partisipasi pasif berupa kegiatan mentaati peraturan ataupun pemerintah, menerima dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah. (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/partisipasi-politik-struktur-politik-lembaga-politik-dan-rekruitment-politik/)


(16)

Berdasarkan penjelasan partisipasi politik di atas maka ada beberapa hal yang penting dilihat sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan politik. Seluruh masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi politik, baik itu mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, ikut dalam kampanye, memberikan dana, dan memilih pemimpin daerah. Merangkum macam bentuk partisipasi politik, Huntington dan Nelson (Suryadi, 2007: 121-122) mengklasifikasi partisipasi politik yaitu sebagai kegiatan pemilihan yang mencakup pemberian suara, memberikan sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam kegiatan pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil pemilihan.

Tingkat pemahaman masyarakat terhadap partisipasi politik sangat berpengaruh kepada perkembangan suatu pemerintahan karena masyarakat merupakan salah satu aktor dalam menentukan maju mundurnya situasi politik dalam negara. Semakin banyak masyarakat yang ikut dalam partisipasi politik, diharapkan akan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Meskipun tidak menjamin, tetapi berpartisipasi politik akan mengubah pola pikir masyarakat akan dunia politik.

Luasnya partisipasi politik dalam sebuah tatanan negara membuat warga negara harus pintar-pintar memilih dan memilah akan keikutsertaannya dalam berpolitik. Salah satunya dari etnis yang ada di Indonesia adalah etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa yang hidup di Indonesia merupakan minoritas yang heterogen dan kompleks. Secara yuridis, mereka dibedakan atas warga negara Indonesia (± 60%) dan sisanya orang asing (termasuk “stateless” dan warga negara RRC). Secara kultural, mereka dibagi atas peranakan Tionghoa yang berbahasa Indonesia atau daerah sebanyak 55% dan totok Tionghoa yang berbahasa Tionghoa sebanyak 45%. (Ensiklopedia Indonesia, 1988)

Pada masa Orde Lama, terdapat beberapa menteri Republik Indonesia dari keturunan Tionghoa seperti Oei Tjoe Tat, Ong Eng Die, Siauw Giok Tjhan, dll. Bahkan Oei Tjoe Tat


(17)

pernah diangkat sebagai salah satu “tangan kanan” Ir. Soekarno pada masa Kabinet Dwikora. Pada masa ini, hubungan Ir. Soekarno dengan beberapa tokoh dari kalangan Tionghoa dapat dikatakan sangat baik meskipun pada masa Orde Lama terdapat beberapa kebijakan politik yang diskriminatif seperti Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959 yang melarang WNA Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah luar ibukota provinsi dan kabupaten. Adanya peristiwa G30S/PKI yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia memberikan efek negatif bagi keberadaan etnis Tionghoa. Mereka dianggap sebagai salah satu komunis sehingga pada saat itu terjadi pembantaian etnis Tionghoa. Ribuan orang Tionghoa dibantai dan harta benda mereka pun lenyap. Berbagai peristiwa anti-Tionghoa terjadi di beberapa belahan Indonesia sampai dengan tahun 1967, ketika sentimen anti-Tionghoa akhirnya mulai mereda. Periode ini juga menandai berakhirnya organisasi politik Tionghoa karena BAPERKI yang mempunyai hubungan dengan komunis. (Budiawan, 2012: 37)

Adanya tuduhan bahwa etnis Tionghoa terlibat dalam G30S/PKI tersebut membuat posisi etnis orang Tionghoa di dalam kehidupan politik cenderung menurun dan menunjukkan sikap yang apriodi terhadap politik di zaman orde baru. Selama 30 tahun masa pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter berdampak bagi perilaku politik etnis Tionghoa. Etnis ini mengalihkan kegiatan kepada bidang ekonomi.

Setelah turunnya Soeharto dari tampuk pemerintahan ada perubahan sikap etnis Tionghoa terhadap kegiatan politik, di antaranya muncul partai yang didirikan etnis Tionghoa pada Juni 1998, seperti Parti (Partai Reformasi Tionghoa), PBI (Partai Bhinneka Tunggal Ika), Parpindo (Partai Pembauran Indonesia), dan PWBI (Partai Warga Bangsa Indonesia). Akan tetapi, pada saat itu karena kurangnya minat dan dukungan komunitas Tionghoa dua partai terakhir diubah menjadi organisasi sosial, sementara dua partai lain bertahan yaitu Parti dan PBI. PBI yang memenuhi syarat untuk ikut bersaing dalam pemilu Juni 1999. Fakta lain yang menunjukkan sikap politik mereka, sebagian besar dari etnis Tionghoa sekitar 70%


(18)

mendukung PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) yang dipimpin Megawati. Keengganan mereka mendukung PBI karena mereka menganggap partai ini terlalu kecil untuk berpengaruh dalam politik nyata dan ini terjadi karena ada dampak dari penganiayaan yang dilakukan pada masa Orde Baru, termasuk Mei 1998. (Budiawan, 2012: 113)

“Hasil pemilu 1999, terdapat beberapa etnis Tionghoa yang berhasil menjadi anggota DPR, MPR dan DPRD. Di DPR ada Kwik Kian Gie (kemudian diganti karena diangkat menjadi menteri) dan Ir Tjiandra Wijaya Wong dari PDI-P, Alvin Lie Ling Piao dari PAN, Ir Enggartiasto Lukita dari Golkar dan LT Susanto dari PBI. Di MPR di samping mereka yang telah menjadi anggota DPR ada Hartarti Murdaya (Chow Lie Ing) dari Walubi yang mewakili Utusan Golongan dan Daniel Budi Setiawan yang menjadi wakil Utusan Daerah Jawa Tengah dari PDI-P”. (http://id.inti.or.id/specialnews/25/tahun/2003/bulan/02/tanggal/01/id/292/print/)

Sejarah Indonesia juga mencatat partisipasi dan peran aktif warga Tionghoa dalam dinamika sosial, politik, dan kultural di Sumatera Utara. Pemilu legislatif pada April 2008 menjadi penanda geliat etnis Tionghoa di kancah politik dan patut mendapat respon positif karena pemilu itu juga telah berhasil mendudukkan wakil orang Tionghoa Indonesia di bangku DPRD. Pada pemilu lima tahun silam, ada beberapa nama yang mencalonkan diri sebagai anggota DPD seperti Sofyan Tan dan Indra Wahidin, namun kedua nama itu tidak lolos. Untuk beberapa nama yang dinyatakan lolos sebagai anggota DPRD di kabupaten dan kota propinsi Sumatera Utara adalah Ramli Lie, Brilian Moktar dan Sonny Firdaus (Propsu), Lily Tan, Janlie, Ahie dan Hasyim (Kota Medan), Peterus (Kodya Binjai), Hakim Tjoa Kian Lie (Kota Tj. Balai), T. Johnson (Kab Asahan), Rudy Wu (Kota P. Siantar), Yanto (Kota Gunung Sitoli), Efendy (Kab. Nias Selatan) dan Budi (Kab. Sergai). (http://pussisunimed.wordpress.com/2010/01/28/geliat-politik-tionghoa-di-sumatra-utara/)

Gambaran ini menunjukkan bahwa pemilu telah menghantarkan wakil orang Tionghoa ke bangku DPRD sekaligus menjadi salah satu penanda meningkatnya kesadaran politik orang Tionghoa di tanah air, termasuk di Rantau Prapat. Ini juga bisa dilihat dari etnis


(19)

Tionghoa yang menjadi calon legislatif di Sumatera Utara untuk periode 2014-2019 antara lain Haryanto dan Rusdi/Apeng wakil dari Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Joni calon legislatif dari partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Rantau Prapat merupakan kota dengan kabupaten Labuhanbatu. Labuhanbatu terdiri dari beberapa kelurahan antara lain: Rantau Utara, Rantau Selatan, Bilah Barat, Bilah Hilir, Bilah Hulu, Pangkatan, Panai Tengah, Panai Hilir, dan Panai Hulu. Kabupaten Labuhanbatu memiliki jumlah penduduk sebesar 555.578 jiwa. Kota Rantau Prapat memiliki jumlah paling banyak sekitar 193.590 jiwa. (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Labuhanbatu, 2012) Rantau Prapat juga salah satu daerah dengan berbagai macam etnis, seperti Melayu 9.239 jiwa, Batak 155.088 jiwa, Minang 1.966 jiwa, Jawa 154.219 jiwa, Aceh 531 jiwa, dan lainnya sebanyak 13.733 jiwa. (Badan Pusat Statistik, 2011)

Dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Labuhanbatu, Rantau Prapat memiliki penduduk dengan etnis Tionghoa terbanyak. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar etnis Tionghoa di Rantau Prapat bermatapencaharian sebagai seorang pedagang. Dalam dunia politik, etnis Tionghoa di Rantau Prapat mulai menunjukkan geliat untuk aktif berpolitik namun jumlah etnis Tionghoa yang kurang aktif lebih banyak dibandingkan di daerah lain. Beberapa etnis Tionghoa hanya berpartisipasi dengan terjun sebagai anggota partai politik, walaupun ada juga yang menjadi calon legislatif. Beberapa etnis Tionghoa yang menjadi calon legislatif di Labuhanbatu untuk periode 2014-2019 antara lain Haryanto dan Rusdi/Apeng wakil dari Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Joni wakil dari partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Dari beberapa nama calon legislatif tersebut, jelas terlihat bahwa kehidupan politik etnis Tionghoa di Rantau Prapat mulai menunjukkan perkembangan dibandingkan periode sebelumnya. Tidak adanya etnis Tionghoa yang menjadi calon legislatif pada periode lalu bisa dijadikan satu alasan tentang tidak aktifnya etnis Tionghoa dalam berpartisipasi politik


(20)

termasuk dalam hal Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu merupakan suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakil-wakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak asasi warga negara dalam bidang politik. (Syarbaini, 2004: 80) Kesadaran politik warga negara menjadi faktor dalam partisipasi politik masyarakat, artinya sebagai hal yang berhubungan pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan kegiatan politik menjadi ukuran seseorang terlibat dalam proses partisipasi politik. Untuk ikut berpartisipasi dalam dunia politik khususnya pemilu, ada beberapa faktor yang bisa menggambarkan tentang bagaimana keaktifan masyarakat untuk ikut serta seperti mengikuti kampanye calon yang didukung, turut dalam diskusi politik, ikut dalam pemilihan suara, menjadi calon partai politik, dan membentuk relasi serta komunikasi individual dengan pejabat politik.

Dari beberapa uraian di atas tentang perkembangan partisipasi politik etnis Tionghoa yang mengalami pasang surut, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana pemahaman mereka tentang partisipasi politik pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat. Selain itu, peneliti juga ingin melihat apa dasar dan motif penduduk etnis Tionghoa untuk ikut berpartisipasi dalam pemilukada yang selalu diselenggarakan oleh pemerintah pada kurun waktu lima tahun sekali dengan melihat sejarah dunia politik etnis Tionghoa dari masa orde lama hingga masa sekarang ini yang menggambarkan kehidupan mereka sudah lebih baik.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana bentuk partisipasi politik etnis Tionghoa saat Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat?


(21)

b. Faktor apa saja yang mendorong warga etnis tionghoa di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat ikut berpartisipasi dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013?

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dikemukakan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya partisipasi politik Etnis Tionghoa dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat.

b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendorong warga etnis Tionghoa dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pemahaman, serta sumbangan bagi mahasiswa sehingga bisa menambah wawasan ilmiah. Selain itu, juga dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang partisipasi politik etnis Tionghoa.

1.4.2 Manfaat Praktis

- Bagi penulis, penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang partisipasi politik etnis Tionghoa.

- Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menyadarkan masyarakat dan semua pihak akan pentingnya memahami keberagaman etnis.


(22)

1.5Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat menyedrhanakan pemikiannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya.

1.5.1 Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.

1.5.2 Etnis merupakan suatu populasi yang memiliki identitas kelompok berdasarkan kebudayaan tertentu dan biasanya memiliki leluhur yang secara pasti atau dianggap pasti yang sama.

1.5.3 Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

1.5.4 AGIL merupakan kerangka teori Talcot Parsons mengenai sistem sosial yang menggambarkan jaringan hubungan antar aktor atau kerangka hubungan interaktif

1.6Penelitian Sebelumnya

(Rizky Hani S.P, 2009) dengan judul “Partisipasi Politik Etnis Tionghoa dalam Pemilukada Tahun 2009 (studi kasus bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi tentang bagaimana partisipasi politik warga etnis Tionghoa di Desa Kragan, Kab. Rembang pada Pemilukada tahun 2009 dan seberapa jauh peran masyarakat etnis Tionghoa dalam partisipasi di Pemilukada tahun 2009 di Desa Kragan, Kab. Rembang.”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi politik yang dilakukan masyarakat etnis Tionghoa dalam kasus Pemilukada Kab. Rembang tahun 2009 dan apa peranan dan statusnya dalam


(23)

Pemilukada Kab. Rembang periode 2009-2014 serta mengetahui motif apa mendasari para warga etnis Tionghoa di Desa Kragan ikut berpartisipasi dalam Pemilukada.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Untuk teknik pengambilan sampel, peneliti menggunakan teknik snow ball yaitu masyarakat etnis Tionghoa yang tinggal di Desa Kragan, Kab. Rembang. Sehingga subjek penelitian adalah orang-orang yang dianggap mengetahui mengenai daerah penelitian yang kemudian dijadikan informan kunci sedangkan pemilihan subjek selanjutnya berdasarkan informasi sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat temuan bahwa motif etnis Tionghoa ikut berpartisipasi dalam pemilukada adalah selain dikarenakan adanya kesadaran diri mereka sebagai warga negara Indonesia yang wajib memberikan hak suaranya untuk memilih pemimpin daerahnya. Selain itu, mereka juga beralasan bahwa pada Pemilu kali ini terdapat calon yang beretnis Tionghoa sehingga bagi mereka dengan adanya memilih calon kandidat tersebut maka mereka akan memperoleh perlindungan dari segala macam anggapan miring dari orang-orang yang fanatik terhadap warga keturunan etnis Tionghoa.

Dalam pengetahuan mereka tentang politik dan partisipasi politik, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa etnis Tionghoa di Desa Kragan masih tergolong rendah dan hanya sebatas ikut memilih pada saat Pemilukada. Dan menurut Ramlan Surbakti, partisipasi politik yang seperti ini merupakan partisipasi politik pasif, seperti kegiatan mentaati pemerintah, menerima dan melaksanakan semata-mata keputusan pemerintah.

(Yaogi Edwart Manulang, 2012) dengan judul “Perilaku Politik (studi deskriptif Perilaku Etnis Tionghoa pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2010 di Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area Kota Medan). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan pilihan dan perilaku politik Etnis Tionghoa di Kelurahan


(24)

Sukaramai II pada pemilu walikota dan wakil walikota pada tahun 2010 yang lalu serta mengidentifikasi dan menganalisis perilaku pemilih politik etnis Tionghoa pada pemilu tersebut.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Untuk teknik pengambilan sampel, peneliti menggunakan rumus Taroyamane yaitu etnis Tionghoa yang terdaftar sebagai pemilih tetap di Sukaramai II kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa temuan yaitu bahwa masyarakat Sukaramai yang beretnis Tionghoa pada pemilukada 2010 memilih Sofyan Tan karena menurut mereka yang memiliki karakter pemimpin yang tegas dan memiliki program kerja yang sangat baik menurut responden. Selain itu, faktor penampilan fisik, cara berpakaian, dan cara bicara Sofyan Tan turut menjadi pertimbangan yang mendukung alasan mereka untuk memilih beliau. Kemudian adanya pandangan etnis Tionghoa terhadap Sofyan Tan sebagai perwakilan mereka di pemerintahan. Beliau juga memiliki organisasi sosial yang membantu rakyat miskin, walau belum berjalan maksimal namun masyarakat yang memilihnya percaya seiring berjalan waktu akan mendapatkan hasil yang maksimal.

1.7Defenisi Operasional

Beberapa karakteristik yang menunjukkan tentang partisipasi politik etnis Tionghoa dalam Pilgubsu 2013 di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat, seperti:

a. Ketertarikan dalam kegiatan politik yaitu adanya alasan seseorang untuk tertarik dengan dunia politik di daerah domisilinya.

b. Menjadikan politik sebagai topik pembicaraan sehari-hari yaitu banyaknya seseorang dalam membicarakan politik dengan rekannya sebagai topik pembahasan di dalam kehidupan sehari-hari.


(25)

c. Kegiatan dalam partai politik yaitu adanya seseorang dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan Pilgubsu 2013, seperti ikut kampanye, turut memberi sumbangan, menjadi tim sukses salah satu calon pasangan, dan ikut memberikan suara.

d. Keikutsertaan memilih yaitu adanya keikutsertaan individu dalam memilih calon gubernur Sumatera Utara 2013 di Rantau Prapat.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Fakta Sosial

Paradigma fakta sosial terdiri dari sekumpulan teori para teoritisi sosial yang memusatkan perhatian atau menjadikan apa yang disebut Durkheim sebagai fakta sosial; struktur dan institusi sosial berskala luas beserta pengaruhnya terhadap pikiran dan tindakan individu sebagai subject matter sosiologi. Dengan kata lain, para teoritisi yang masuk dalam paradigma fakta sosial ini memusatkan pada struktur makro. Mereka mengasumsikan bahwa terdapat situasi dalam kehidupan manusia dan di dalam situasi tersebut ada perubahan dalam suatu waktu tertentu, serta tidak ada suatu fakta yang berdiri sendiri kecuali ada fakta penyebabnya.

Menurut Emile Durkheim, fakta sosial ialah barang (thing) yang berbeda dengan ide yang menjadi obyek kajian seluruh ilmu pengetahuan dan tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif), akan tetapi melalui pengumpulan data yang nyata di luar pemikiran manusia. Menurutnya fakta sosial dapat dibagi menjadi dua, yakni dalam bentuk barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi, contohnya adalah arsitektur, norma, hukum, dan lainnya. Kedua dalam bentuk non-material, yakni fenomena yang terkandung dalam diri manusia sendiri, hanya muncul dalam kesadaran manusia, contohnya kelompok, egoisme dan sebagainya. (Zamroni, 1992: 24)

2.1.1 Teori Sistem Sosial

Menurut Parsons, sistem sosial merupakan jaringan hubungan antar aktor atau kerangka hubungan interaktif. Ia menyediakan kerangka konseptual untuk berinteraksi antar manusia dalam berbagai situasi sehingga sistem sosial dibentuk oleh norma, kepercayaan, nilai-nilai yang diorganisasikan dengan harapan peran. Aktor sangat ditentukan oleh peran


(27)

satu dengan yang lain dan menyediakan pola-pola yang sesuai. Jadi, sistem sosial dapat diukur sebagai kelompok yang terpola dari peran-peran sosial yang dapat berjalan secara baik. (Rachmad K. Dwi Susilo, 2008: 117)

Teori sistem sosial Talcot Parsons merupakan analisa melalui persyaratan-persyaratan fungsional yang harus dimiliki sebuah sistem sosial atau sistem sosial dapat dikembangkan jika memenuhi beberapa persyaratan fungsional dalam kerangka AGIL. Menurut Parsons (Susilo, 2008: 121), pada dasarnya AGIL merupakan empat persyaratan fungsional yang harus dimiliki oleh sistem sosial, yaitu:

1. Adaptation (adaptasi) yaitu melindungi dan mendistribusikan alat-alat bertahan dari lingkungan atau menyesuaikan tuntutan dari lingkungannya. Setiap masyarakat harus menemukan kebutuhan fisik dari anggota-anggotanya jika ingin siap.

2. Goal attainment (pencapaian tujuan) yakni menentukan, mengatur, dan memfasilitasi pencapaian tujuan, dan kesepakatan. Konsekuensinya, ia harus memiliki alat dan sumber daya untuk mengidentifikasi, menyeleksi, dan menetapkan tujuan kolektif termasuk menyediakan susunan kultural untuk pencapaian tujuan ini.

3. Integration (integrasi). Hubungan sosial yang melindungi secara kooperatif dan terkoordinasi dalam sistem. Jadi, ada koordinasi internal yang membangun cara yang berpautan. Masyarakat harus menjamin ukuran koordinasi dan kontrol di elemen-elemen internal dari berbagai bagian pada sistem sosial, layaknya peran dan status sosial yang telah merumuskan mana yang boleh dan tidak.

4. Latency (laten) terdapat pemeliharaan pola yang di dalamnya terdapat motivasi perilaku yang diinginkan. Sistem harus mempertahankan dirinya sedapat mungkin dalam keadaan seimbang. Ide-ide sistem budaya membuat cita-cita dan nilai-nilai umum yang disepakati.


(28)

Keempat persyaratan fungsional yang digambarkan dalam AGIL di atas menunjukkan bahwa setiap sistem sosial harus bisa beradaptasi dalam menghadapi lingkungannya dan harus memiliki tujuan sehingga setiap tindakan para anggota dalam sistem sosial itu berarah pada tujuannya. Pada setiap sistem sosial juga harus memiliki persyaratan integrasi agar sistem sosial dapat berfungsi secara efektif sebagai satu tujuan sehingga dalam sistem sosial tingkat solidaritas di antara individu merupakan suatu keharusan dan integrasi menjadi kebutuhan untuk menjamin adanya ikatan emosional. Dalam strategi mempertahankan pola juga merupakan suatu keharusan bagi sistem sosial agar interaksi yang dibangun dalam sistem sosial itu tetap masih dapat dipertahankan.

Soejono Soekanto (Natzir, 2008: 69) mengatakan bahwa secara kultural sistem sosial memiliki unsur pokok yaitu sebagai berikut:

1. Kepercayaan, yaitu hipotesa tentang gejala yang dihadapi dan dianggap benar. 2. Perasaan, yakni sikap yang didasarkan pada emosi atau prasangka.

3. Tujuan yang merupakan cita-cita yang harus dicapai melalui proses perubahan atau dengan jalan mempertahankan sesuatu.

4. Kaedah, yaitu pedoman tentang tingkah laku yang pantas.

5. Kedudukan peranan dan pelaksanaan peranan yang merupakan hak dan kewajiban serta penerapannya di dalam proses interaksi sosial.

6. Tingkatan atau jenjang, yaitu posisi sosial yang menentukan alokasi hak dan kewajiban. 7. Sanksi yaitu suatu persetujuan (sanksi positif) atau penolakan (sanksi negatif) terhadap

pola-pola perikelakuan tertentu.

8. Kekuasaan yang merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain agar dia berbuat sesuai dengan kemauan pemegang kekuasaan.


(29)

Etnis Tionghoa merupakan jaringan dalam sistem sosial yang memiliki hubungan interaktif. Mereka memiliki pandangan tentang alat serta tujuan yang didapat pada situasi yang dibentuk oleh kepercayaan, norma, dan nilai yang diorganisasikan dalam harapan peran. Mereka tidak menghadapi situasi sebagai individu, tetapi memiliki peran sosial yang menghasilkan suatu tujuan.

Dalam perkembangan di Indonesia, aktivitas perpolitikan etnis Tionghoa mengalami pasang surut. Adanya kebebasan bagi etnis Tionghoa setelah reformasi untuk ikut dalam dunia politik membuat mereka memiliki peran. Indikasi ini dapat dilihat dengan membentuk partai politik dan mencalonkan diri baik sebagai kepala daerah maupun anggota legislatif. Keputusan mereka untuk membentuk partai politik bukan tanpa alasan. Adanya pengalaman pahit yang mereka alami membuat etnis Tionghoa merasa harus bersatu dan membentuk kelompok, yaitu partai politik. Walaupun belum mendominasi, tetapi etnis Tionghoa sudah mulai tampak dalam kancah perpolitikan di Indonesia.

2.2 Politik

Menurut Robert H. Soltau dalam karyanya “An Introduction to Politics”, menyatakan bahwa politik merupakan hal yang berkaitan tentang tujuan dan maksud-maksud negara, berkaitan dengan kajian tentang lembaga-lembaga yang akan merealisasikan tujuan dan maksud tersebut. Selain itu, Iwa Kusuma Sumantri dalam karyanya “Pengantar Ilmu Hukum” menjelaskan bahwa politik merupakan pengetahuan tentang segala sesuatu ke arah usaha penguasa negara dan alat-alatnya, mempertahankan kekuasaan atas negara untuk melaksanakan hubungan tertentu dengan negara lain. (Sobari, 2004: 10)


(30)

2.3 Sejarah Perkembangan Politik dan Hubungannya dengan Sosiologi serta Masyarakat

Berdasarkan sejarah, diperoleh keterangan bahwa Yunani kuno sejak 450 SM telah lahir pemikir-pemikir politik yang terkenal seperti Herodotus dan Plato. Dibelahan bumi Asia juga terdapat karya pemikiran politik yang cemerlang seperti di India dan Cina dan di antara mereka terdapat nama besar Confusius pada 500 SM. Pada perkembangan selanjutnya pendekatan dalam politik juga berkembang ke arah pendekatan tingkah laku. Perkembangan ini terjadi setelah berakhir Perang Dunia II. Gerakan dan perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh ahli-ahli seperti Max Weber dan Talcot Parson dengan basis sosiologi. (Faturohman, 2004: 16)

Politik berhubungan dengan sosiologi dalam hal memahami dan menelusuri pola-pola budaya dan segala hal yang berkaitan dengan interaksi masyarakat termasuk di dalamnya kepentingan masyarakat akan organisasi negara dan hasrat berkuasa dengan perjuangan dan kompetisi yang dilakukan. Sebagai salah satu contoh adalah pemahaman akan masyarakat dengan segala variasinya akan membantu negara atau pemerintah dalam membuat kebijakan publik untuk pembangunan. (Faturohman, 2004: 17)

Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah atau badan atau organisasi tertentu biasanya pada tahap awal melakukan perencanaan yang matang agar dapat memperoleh hasil yang baik. Adapun hal yang harus dilihat pada masyarakat dalam hal pembangunan politik (Sahid, 2011: 27) antara lain:

1.7.1 Pola interaksi sosial dan pola interaksi politik. Dengan mengetahui pola interaksi sosial dan politik yang ada dalam masyarakat, maka dapat digariskan kebijakan untuk memperkuat pola interaksi yang mendukung. Pola interaksi yang didasarkan efisiensi perlu terus diperkuat secara meluas untuk memacu perkembangan politik.


(31)

1.7.2 Kelompok sosial dan politik yang menjadi bagian masyarakat. Ada kelompok sosial dan politik yang mendukung pembangunan dan mungkin juga ada yang kurang mendukung, hal ini perlu diketahui untuk pengambilan garis kebijakan.

1.7.3 Kebudayaan yang berintikan nilai-nilai. Dalam masyarakat ada nilai yang mendukung pembangunan dan tidak. Terhadap nilai kebudayaan yang menghalangi pembangunan perlu proses dan diperlukan pendidikan politik.

1.7.4 Lembaga atau pranata sosial dan politik yang merupakan kesatuan kaidah yang berkisar pada kebutuhan dasar manusia dan kelompok sosial atau politik.

1.7.5 Stratifikasi sosial untuk menentukan pihak mana yang dijadikan pelopor pembangunan politik.

2.4 Budaya Politik

Secara konseptual, Almond dan Verba (Sahid, 2011: 150) mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem tersebut. Batasan ini memperlihatkan kepada kita akan adanya unsur individu, yakni warga negara dan sistem politik serta keterkaitannya.

Terdapat tiga tipe-tipe dalam budaya politik menurut Gabriel A.Almond dan Sidney (Sahid, 2011: 155) antara lain:

1. budaya politik parokial dengan ciri-ciri tidak adanya peran politik yang bersifat khusus, kepala suku, kepala kampung yang bersifat politis dan keagamaan, tidak adanya harapan terhadap perubahan oleh sistem politik. Contoh masyarakat yang memiliki budaya politik parokial adalah masyarakat suku di Afrika


(32)

2. budaya politik subjek dengan ciri-ciri para subjek menyadari adanya otoritas pemerintahyang memungkinkan adanya suka atau ketidaksukaan masyarakat terhadap sistem yang ada. Contoh dari tipe orientasi ini adalah golongan bangsawan Perancis. 3. Budaya politik partisipan dengan ciri-ciri anggota masyarakatnya cenderung memiliki

orientasi yang nyata terhadap sistem secara keseluruhan, struktur dan proses politik serta administratif. Dengan kata lain, tipe budaya politik ini ditandai oleh masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kesadaran politik, perhatian, dan kepedulian.

2.5 Partisipasi Politik

Partisipasi politik merupakan bagian penting dalam kehidupan suatu negara terutama bagi negara yang menyebut dirinya sebagai negara demokrasi. Negara baru bisa disebut sebagai negara demokrasi jika pemerintah yang berkuasa memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Sebaliknya, warga negara yang bersangkutan juga harus memperlihatkan tingkat partispasi politik yang cukup tinggi. Jika tidak, maka kadar kedemorkatisan negara tersebut masih diragukan. Masalah partisipasi politik bukan hanya menyangkut watak atau sifat dari pemerintahan negara, melainkan lebih berkaitan dengan sifat dan karakter masyarakat suatu negara dan pengaruh yang ditimbulkannya.

Partisipasi berasal dari bahasa Latin, yaitu “pars” yang artinya bagian dan “capere” (sipasi), yang artinya mengambil. Bila digabungkan berarti "mengambil bagian". Dalam Bahasa Inggris, participate atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil peranan. Jadi, partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara. (Komarudin, 2011)

Partisipasi politik ialah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Aktivitas politik itu bisa bergerak dari ketidakterlibatan sampai dengan aktivitas jabatannya. Oleh karena itu, partisipasi politik itu berbeda-beda pada satu


(33)

masyarakat dengan masyarakat lainnya, maka pentinglah bagi kita untuk mempelajari konsep-konsep mengenai apa itu politik dan alienasi serta peranan mereka dalam ketidakterlibatan dan keterlibatan mereka yang terbatas. (Suharno, 2004: 23)

Huntington dan Nelson mendefinisikan partisipasi politik sebagai "kegiatan warga negara (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah". Dari pengertian tersebut, Surbakti (Suryadi, 2007: 130-131) menyebutkan beberapa batasan partisipasi politik, antara lain:

1. partisipasi politik yang menyangkut kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Dalam hal ini komponen-komponen subjektif seperti orientasi-orientasi politik yang meliputi pengetahuan tentang politik, minat terhadap politik, perasaan-perasaan mengenai kompetisi dan keefektifan politik, dan persepsi-persepsi mengenai relevansi politik tidak dimasukkan. Hal-hal seperti sikap dan perasaan politik hanya dipandang sebagai sesuatu yang berkaitan dengan bentuk tindakan politik, tetapi terpisah dari tindakan politik.

2. subjek yang dimasukkan dalam partisipasi politik itu adalah warga negara, preman (private citizen) atau lebih tepatnya orang per orang dalam peranannya sebagai warga negara biasa, bukan orang-orang profesional di bidang politik seperti pejabat-pejabat pemerintah, pejabat-pejabat partai, calon-calon politikus, lobi profesional. Kegiatan yang disebut partisipasi politik ini bersifat terputus-putus, hanya sebagai sambilan atau sebagai pekerjaan sewaktu-waktu (evocational dan bersfiat sekunder saja dibandingkan dengan peranan-peranan sosial lainnya.

3. kegiatan dari apa yang disebut partisipasi politik itu hanyalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dan ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai wewenang politik. Sasarannya adalah untuk mengubah keputusan-keputusan para pejabat yang sedang berkuasa, menggantikan atau mempertahankan pejabat-pejabat, merubah atau mempertahankan


(34)

organisasi sistem politik yang ada dan aturan-aturan main politiknya. Tujuan-tujuan itulah yang menjadi batasan partisipasi politik terlepas apakah itu legal atau tidak. Karena itu aktivitas seperti misalnya protes-protes, huru-hara, demonstrasi, kekerasan, bahkan pemberontakan untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah merupakan bentuk-bentuk partisipasi politik.

4. partisipasi politik mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah, terlepas apakah tindakan itu mempunyai efek atau tidak, berhasil atau gagal.

5. partisipasi politik mencakup partisipasi otonom dan partisipasi dimobilisasikan. Partisipasi otonom adalah kegiatan politik yang oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.

Menurut Almond (Damsar, 2010: 186), partisipasi politik dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu:

1. partisipasi politik konvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern.

2. Partisipasi politik non-konvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang tidak lazim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa kegiatan ilegal, penuh kekerasan dan revolusioner.

Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, dan kepuasan atau ketidakpuasan warga negara. Adapun rincian dari pandangan Almond tentang dua bentuk partisipasi politik dapat dilihat pada tabel berikut.


(35)

Konvensional Non-konvensional

 Pemungutan suara  Pengajuan Petisi

 Diskusi politik  Demonstrasi

 Kegiatan kampanye  Konfrontasi

 Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan

 Tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan)

 Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif

 Tindakan kekerasan politik terhadap benda (perusakan, pemboman, pembakaran)

 Mogok

 Perang gerilya dan revolusi

Sumber: Almond dalam Mas’oed dan MacAndrews (1981)

Selain itu, bisa dilihat sebagai suatu kegiatan partisipasi politk dapat dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemerintah, membayar pajak dan ikut dalam proses pemilihan pimpinan pemerintahan. Sedangkan partisipasi pasif berupa kegiatan menaati peraturan/pemerintah, menerima melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah. (Sahid, 2011: 181)

Dalam penelitian ini, partisipasi politik yang dimaksud adalah kegiatan etnis Tionghoa untuk ikut serta secara aktif dalam memilih calon gubernur pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau prapat.


(36)

2.6Pemilu

Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam demokrasi modern, yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang ditentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakanlah pemilihan umum. Pemilihan umum adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik (Syarbaini, 2002:80)

Dalam Undang-Undang Repubilik Indonesia Nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilihan umum dinyatakan bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil sehingga dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi menjadi suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan azas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya.

Pemilu yang merupakan ciri atau tanda demokrasi di suatu negara yang demokratis menurut Ali Murtopo adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi.Tujuan utama pemilu biasanya adalah untuk memilih wakil

-wakil rakyat di parlemen. Dari -wakil-wakil rakyat inilah rakyat Indonesia secara keseluruhan membebankan beban-beban kenegaraan di pundaknya. Wakil-wakil rakyat inilah yang punya andil besar bersama dengan pemerintah dalam menentukan kemana arah akan berjalannya negeri ini. Wakil-wakil rakyat ini kemudian duduk di lembaga perwakilan seperti DPR, DPRD, ataupun DPD.


(37)

Dalam penelitian ini, kegiatan pemilu yang dimaksud adalah Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 yang diadakan di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat.

2.7Etnis Tionghoa

Istilah “Cina” dalam pers Indonesia tahun 1950-an telah diganti menjadi “Tionghoa” (sesuai ucapannya dalam bahasa Hokkian) untuk merujuk pada orang Cina dan “Tiongkok” untuk negara Cina dalam pers Indonesia 1950-an. Etnis Tionghoa menurut Purcell adalah seluruh imigran negara Tiongkok dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup budaya Indonesia dan tidak tergantung dari kewarganegaraan mereka dan bahasa yang mereka gunakan. (Suryadinata, 2002)

Etnis Tionghoa adalah individu yang memandang dirinya sebagai “Tionghoa” atau dianggap demikian oleh lingkungannya. Pada saat bersamaan mereka berhubungan dengan etnis Tionghoa perantauan lain atau negara Tiongkok secara sosial, tanpa memandang kebangsaan, bahasa, atau kaitan erat dengan budaya Tiongkok. Menurut Liem (2000) etnis Tionghoa di Indonesia yaitu orang Indonesia yang berasal dari negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua telah tinggal di negara Indonesia, dan berbaur dengan penduduk setempat, serta menguasai satu atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia. (Suryadinata, 2002)

Penelitian ini akan fokus pada etnis Tionghoa dalam partisipasi politik mereka pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau Prapat. Adapun beberapa kriteria etnis Tionghoa yang diteliti adalah sebagai berikut:

1. Memiliki darah keturunan Tionghoa 2. Yang sudah berumur di atas 17 tahun 3. Berdomisili di Kecamatan Rantau Utara


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat kuantitatif. Dalam penelitian survey, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner. Umumnya, penelitian survey dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Hal ini berbeda dari sensus yang informasinya dikumpulkan dari seluruh populasi. (Singarimbun, 1989: 3)

Metode survey digunakan dalam evaluasi program dengan maksud mengumpulkan, menggambarkan data, metode ini berguna mengungkap situasi atau peristiwa dari akumulasi informasi yang deskriptif. Metode survey dapat menjadi bagian dari metode deskriptif dan digunakan dalam evaluasi dengan mengumpulkan data dari sampel dengan menggunakan instrumen pengumpulan data, yaitu angket sehingga hasil pengolahan data dapat mewakili populasi yang relatif besar jumlahnya.

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat. Alasan peneliti memilih Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat sebagai lokasi penelitian adalah dikarenakan Kecamatan Rantau Utara menjadi daerah dengan jumlah penduduk etnis Tionghoa yang terbanyak dibandingkan kecamatan lainnya.


(39)

2.3 Populasi Dan Sampel 2.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh objek yang diteliti dan jika salah dalam menentukan populasi, maka dalam penarikan sampelnya juga akan salah. (Suyanto dan Sutinah, 2007: 139) Dalam setiap penelitian, populasi yang dipilih erat hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. Selain itu, populasi dapat juga diartikan sebagai keseluruhan objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap, dan hidup sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. (Bungin, 2005: 10) Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan populasi adalah penduduk etnis Tionghoa di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat dengan jumlah sebanyak 7.389 jiwa.

2.3.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian dari objek yang diteliti. Penarikan sampel yang baik harus benar-benar bisa merefleksikan populasi dan dalam literatur metodologi penelitian sering dikatakan bahwa suatu teknik penarikan sampel yang baik adalah dapat menghasilkan deskripsi yang benar-benar dapat dipercaya untuk karakter populasi, dapat menentukan presisi dari hasil penelitian, sederhana sehingga mudah dilakukan, dan dapat memberikan data penelitian sebanyak mungkin, namun dengan biaya yang sekecil mungkin. Dalam menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus penarikan sampel Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90%. (Rakhmat, 2002: 82)

Dengan menggunakan rumus penarikan sampel Taro Yamane, maka diperoleh jumlah sampel yang dijadikan responden pada penelitian ini yakni sebanyak 99 orang. Agar lebih jelasnya, dapat dilihat dari perhitungan jumlah sampel sebagai berikut.


(40)

Keterangan: n = sampel N = populasi d = presisi (10%)

Berdasarkan rumus tersebut maka penarikan jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

n =

n =

. . ,

n =

.

,

n = 99

Untuk mengambil sampel yang akan dijadikan sebagai responden sebanyak 99 orang yang telah ditentukan, maka teknik yang digunakan adalah metode purposive sampling atau biasa juga disebut dengan judgmental sampling. Teknik ini digunakan dengan menentukan kriteria khusus terhadap sampel, terutama orang-orang yang dianggap ahli. (Bambang Prasetyo, 2005: 134)

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang berisi daftar pertanyaan serta pedoman wawancara untuk kepentingan kelengkapan penjelasan (eksplanasi) data primer, termasuk untuk kepentingan pengamatan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi dalam dua sumber, yaitu:

1. Data primer yaitu data mengenai variabel utama yang meliputi beberapa indikator variabel yang diteliti. Data atau informasi ini diperoleh melalui wawancara (panduan


(41)

kuisioner) dengan responden yang merupakan etnis Tionghoa yang berada di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua yang kita butuhkan (Burhan Bungin, 2004). Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yaitu mengumpulkan data atau informasi dari buku-buku, jurnal yang diperoleh dari perpustakaan maupun situs internet, dan dokumen lain yang dianggap relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

2.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. (Singarimbun, 1995: 263). Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dalam beberapa tahap analisis, yaitu:

a. Analisis tabel tunggal

Merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari dua kolom yaitu kolom sejumlah frekuensi dan kolom presentase untuk setiap kategori. (Singarimbun, 1995: 226)

b. Analisis tabel silang

Teknik yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel yang satu mempunyai hubungan dengan yang lain sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut bernilai positif atau negatif. (Singarimbun, 1995: 273) Selanjutnya untuk memperoleh nilai yang jelas dari variabel yang dimaksud, maka perlu terlebih dahulu ditabulasikan bentuk tabel atau penentuan skor.


(42)

2.6 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra observasi 

2. Acc judul 

3.

Penyusunan proposal

penelitian   

4.

Seminar proposal

penelitian 

5. Revisi proposal penelitian  

6. Penelitian lapangan   

7.

Pengumpulan dan anlisis

data  

8. Bimbingan   

9. Penulisan laporan akhir   

10. Sidang meja hijau 


(43)

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Kota Rantau Prapat

Pada awalnya wilayah Kecamatan Rantau Utara merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Bilah Hulu. Pada waktu Kecamatan Rantau Utara masih menjadi bagian dari Kecamatan Bilah Hulu, wilayah ini hanya terdiri dari tiga buah desa yang jaraknya sangat dekat dengan Kota Rantau Prapat. Ketiga desa yang dimaksud, yaitu Rantau Prapat, Padang Matinggi, dan Sirandorung yang berada di pinggir Kota Rantau Prapat.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk Kota Rantau Prapat, maka banyak penduduk yang bekerja di Rantau Prapat dan bertempat tinggal di ketiga desa ini sehingga desa ini semakin lama semakin ramai dan menyebabkan penduduk pun meningkat dengan pesat. Akhirnya daerah ini sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan lagi dengan kota Rantau Prapat, walaupun secara administrasif masih merupakan wilayah dari Kecamatan Bilah Hulu. Perkembangan ini juga ditunjang oleh kebijaksanaan pemerintah Kabupaten Labuhan Batu yang cenderung memperluas Kota Rantau Prapat ke sebelah utara. Perluasan kota ke sebelah utara ini sangat dimungkinkan karena topografi daerahnya yang merupakan dataran rendah sehingga sangat cocok untuk dijadikan pemukiman ataupun untuk mendirikan berbagai bangunan fasilitas umum.

Berdirinya Kecamatan Rantau Utara bersamaan dengan keluarnya surat keputusan Mendagri No. 14/II/1983 sehingga berdirinya Kecamatan Rantau Utara akibat dari peningkatan status Kota Rantau Prapat menjadi kota administratif. Dalam keputusan Mendagri disebutkan bahwa kota administratif Rantau Prapat terbagi atas dua, yaitu Kecamatan Rantau Selatan dan Kecamatan Rantau Utara. Kecamatan Rantau Selatan


(44)

wilayahnya adalah Kecamatan Rantau Prapat sebelumnya sedangkan Kecamatan Rantau Utara wilayahnya adalah sebagian dari wilayah kecamatan Bilah Hulu, yaitu wilayah dari tiga desa yang disebutkan di atas (Rantau Prapat, Padang Matinggi, dan Sirandorung). Dari sejak itulah Kecamatan Rantau Utara resmi berdiri sampai saat sekarang ini. Sejak dari berdirinya kecamatan Rantau Utara 1983, camat yang memimpin kecamatan ini telah berganti sebanyak sepuluh kali.

Demikian sejarah singkat dari berdirinya Kecamatan Rantau Utara sehingga pada saat ini Kecamatan Rantau Utara sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan lagi dengan Kota Rantau Prapat karena di kecamatan ini pada saat sekarang sudah banyak berdiri berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Demikian juga dengan berbagai fasilitas umum yang menunjang keberadaan Kota Rantau Prapat dan wilayah yang merupakan gabungan dari tiga desa ini, lebih menonjol ciri-cirinya sebagai daerah urban (perkotaan) dibandingkan dengan daerah pedesaan saat ini.

4.1.2 Letak dan Kondisi Lingkungan Alam Kota Rantau Prapat

Kecamatan Rantau Utara merupakan salah satu kecamatan dari 22 buah kecamatan yang ada di kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu. Di kecamatan ini terletak ibukota Kabupaten Labuhan Batu yaitu Rantau Prapat. Adapun batas-batas kecamatan Rantau Utara adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bilah Hulu

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rantau Selatan

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bilah Hulu

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Rantau Selatan

Tinggi Kecamatan Rantau Utara 0-2151 dari permukaan air laut, suhu udara cukup panas karena letaknya yang berada pada dataran rendah. Suhu maksimum dapat mencapai


(45)

34°C, sedangkan suhu minimum 25ºC. Jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak mencapai 62 hari setahun. Biasanya musim penghujan terjadi pada bulan September sampai Desember.

Topografi tanahnya rata-rata datar sampai berombak jumlahnya mencapai 83% dari luas wilayah kecamatan. Berombak sampai berbukit 12% dari keseluruhan wilayah, sedangkan yang berbukit dan bergunung hanya 5%. Dengan demikian, sebagian besar topografi tanahnya adalah tanah datar sehingga sangat cocok untuk dijadikan lokasi perkebunan, terutama kebun kelapa sawit.

Luas daerah Kecamatan Rantau Utara mencapai 112,47 Km2. Sebagian besar wilayah ini adalah untuk pemukiman penduduk. Tanah yang digunakan untuk pemukiman ini mencapai 41,61 Km2 atau 36,99% dari keseluruhan wilayah. Penggunaan tanah lainnya adalah untuk perkebunan negara, perkebunan swasta, perkebunan rakyat, perladangan penduduk, persawahan, rawa-rawa, lapangan olahraga, serta tanah wakaf atau perkuburan, yang pembagian tanahnya dibagi atas tanah kering 45,86 Km2. Untuk lebih jelas tentang komposisi penggunaan lahan di Kecamatan Rantau Utara dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel 4.1

Komposisi Berdasarkan Penggunaan Lahan

No. Penggunaan Lahan Luas (km2) Persentase

1. Pemukiman 41,61 36,99 %

2. Tanah kering 45,86 40,78 %

3. Tanah sawah 8,38 7,45 %

4. Dan lain-lain 16,62 14,78 %

Total 112,47 100 %


(46)

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar lahan-lahan yang tersedia dipergunakan untuk pemukiman penduduk. Hal ini terjadi karena Kecamatan Rantau Utara merupakan daerah perkotaan yang sedang berkembang dan mulai padat penduduknya. Selain itu, ada juga terdapat perkebunan negara dan swasta. Umumnya areal ini ditanami kelapa sawit sedangkan untuk perkebunan rakyat, persawahan, perladangan, lahan yang tersedia sangat sempit sehingga ini memberikan penafsiran kepada kita bahwa di Kecamatan Rantau Utara sangat sedikit penduduknya yang mata pencahariannya petani. Kecamatan ini dipimpin oleh seorang camat yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Labuhan Batu. Karena kecamatan Rantau Utara merupakan wilayah dari kota administratif Rantau Prapat, maka unit pemerintahan yang terkecil adalah kelurahan. Masing-masing kelurahan dikepalai oleh seorang lurah. Lurah bertanggung jawab kepada camat kecamatan Rantau Utara.

Kecamatan Rantau Utara terbagi atas sepuluh kelurahan. Adapun kelurahan tersebut antara lain :

1. Kelurahan Kartini

2. Kelurahan Sirandorung

3. Kelurahan Padang Bulan

4. Kelurahan Rantau Prapat

5. Kelurahan Cendana

6. Kelurahan Binaraga

7. Kelurahan Siringo-ringo


(47)

9. Kelurahan Padang Matinggi

10. Kelurahan Pulo Padang

Kantor camat sebagai pusat pemerintahan di Kecamatan Rantau Utara terletak di jalan Binaraga Kelurahan Siringo-Ringo. Kantor camat ini memiliki luas tanah 670m² dengan luas bangunan 600m². Dari gedung inilah keseluruhan jalannya pemerintahan di Kecamatan Rantau Utara diatur dalam kesehariannya.

4.1.3 Pola Pemukiman

Rantau Prapat adalah kota yang sedang berkembang baik dari segi kependudukan maupun dari tempat tinggal serta bentuk bangunan rumah yang bermacam-macam. Banyak bangunan rumah terdapat di Kecamatan Rantau Utara ini, baik yang terbuat dari beton dengan menampilkan semi permanen pada aksen rumah, maupun yang menunjukkan kemewahan dengan biaya untuk bangunan rumah 1 milyar rupiah, namun masih ada juga yang sederhana, dengan dinding rumah berlapis papan. Bangunan rumah menurut kualitasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.2

Bangunan Rumah Berdasarkan Kualitasnya

No. Kualitas Rumah Jumlah

1. Permanen 4.599

2. Semi permanen 8431

3. Sederhana 2.299

Total 15.329

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Rantau Utara 2013

4.1.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Rantau Utara

Kepadatan penduduk Kecamatan Rantau Utara sangat tinggi dengan luas 112,47 km² memiliki penduduk sebanyak 116.340 jiwa. Kepadatan penduduknya mencapai 2000


(48)

jiwa/km². Di antara kecamatan-kecamatan yang ada di Labuhan Batu, Kecamatan Rantau Utara merupakan Urutan ke II dalam kepadatan penduduk setelah Kecamatan Torgamba.

Dari 116.340 jiwa, penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan yang berjenis kelamin perempuan dengan perincian penduduk wanita sebanyak 60.159 jiwa, sedangkan jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 56.181 jiwa. Keseluruhan penduduk merupakan warga negara Indonesia. Untuk lebih jelas tentang keadaan penduduk Kecamatan Rantau Utara, di bawah ini akan dipaparkan tentang komposisi penduduk berdasarkan agama, tingkat umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

4.1.4.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Di Kecamatan Rantau Utara penganut lima agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia semuanya ada, tetapi Agama Islam merupakan agama yang paling banyak jumlahnya. Jumlah penganut Agama Islam ini mencapai 90.578 jiwa dari keseluruhan jumlah penduduk. Untuk lebih jelas tentang komposisi penduduk Kecamatan Rantau Utara menurut agama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No. Agama Jumlah Persentase

1. Islam 90.578 77,86 %

2. Protestan 17.006 14,61 %

3. Katholik 1.332 1,14 %

4. Hindu 24 0,02 %

5. Buddha 7.389 6,35 %

6. Kong hu Chu 11 0.01 %

Total 116.340 100 %


(49)

Dari tabel di atas terlihat bahwa penduduk yang beragama Islam berjumlah 90.578 jiwa atau 77,86 %, sedangkan penduduk yang beragam Kristen Protestan jumlahnya mencapai 17.006 jiwa atau 14,61 %. Penduduk yang menganut agama Kristen Protestan ini terbagi kedalam beberapa jemaat yang masing-masing jemaat memiliki gereja tersendiri. Adapun gereja-gereja tersebut misalnya: jemaat HKBP berada di Jalan Sei Tawar, GKPS berada di Jalan By Pass Kayu Raja, HKI di Jalan By Pass Kayu Raja, GKPI di Jalan Torpisang Mata, GMI di Jalan Ahmad Yani, GBI di Jalan Ahmad Yani (Gedung Suzuya Rantau Prapat), dan lain-lain.

Selain kedua agama tersebut, agama lain yang juga banyak penganutnya adalah agama Buddha. Jumlah penduduk yang menganut Agama buddha mencapai 7.389 jiwa atau 6,35 %. Keseluruhannya adalah penduduk yang berasal dari etnis Tionghoa kemudian penganut Agama Khatolik berjumlah 1.332 jiwa atau 1,14 % dan yang menganut Kong Hu Chu berjumlah 11 orang atau 0,01 %

Demikian komposisi penduduk Kecamatan Rantau Utara berdasarkan agama yang dianutnya. Dari keadaan ini jelas terlihat bahwa keseluruhan agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia penganut Agama Hindu yang tidak ada di Kecamatan Rantau Utara, tetapi walaupun demikian belum pernah terjadi konflik antar agama di kecamatan Rantau Utara. Keseluruhan agama tersebut dapat hidup berdampingan secara damai.

4.1.4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

Jumlah penduduk yang berada di luar angkatan kerja, yaitu penduduk yang berumur 0–14 tahun dan di atas 50 tahun sangat banyak jumlahnya. Untuk penelitian ini, golongan umur yang termasuk syarat untuk berpartisipasi politik yaitu 17 tahun ke atas.

Untuk melihat jumlah penduduk di Kecamatan Rantau Utara secara detail, maka dapat dilihat dari tabel di bawah ini


(50)

Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

No. Tingkat Usia Jumlah Persentase

1. 0-4 Tahun 10.708 9,20 %

2. 5-9 Tahun 21.515 18,49 %

3. 10-14 Tahun 20.589 17,70 %

4. 15-19 Tahun 10.521 9,04 %

5. 20-24 Tahun 8.639 7,43 %

6. 25-29 Tahun 9.320 8,01 %

7. 30-34 Tahun 10.748 9,24 %

8. 35-39 Tahun 7.667 6,59 %

9. 40-44 Tahun 5.965 5,13 %

10. 45-49 Tahun 3.095 2,66 %

11. 50-54 Tahun 2.797 2,40 %

12. 55-59 Tahun 2.077 1,79 %

13. 60-64 Tahun 1.222 1,05 %

14. 65+ 1.477 1,27 %

Total 116.340 100 %

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Rantau Utara 2013

Dari tabel di atas terlihat bahwa penduduk yang berusia antara 0-4 tahun cukup tinggi, jumlah mencapai 10.708 jiwa atau 9,20 %. Kemudian penduduk yang berusia 5-9 tahun jumlahnya mencapai 21.515 jiwa atau 18,49 %, dan yang berusia 10-14 sebanyak 20.589 jiwa atau 17,70 %, sedangkan yang berusia di atas 65 tahun sebanyak 1.477 jiwa atau 1,27 %. Keseluruhan jumlah di atas adalah penduduk yang berada di luar angkatan kerja. Jika ditotal jumlah ini mencapai 54.289 jiwa atau 46,66 %.


(51)

Untuk penduduk yang berada pada angkatan kerja, jumlahnya mencapai 62.051 jiwa atau 53,34 %. Dari jumlah diatas terbagi atas penduduk yang berusia 15-19 tahun sebanyak 10.521 jiwa atau 9,04%, yang berusia 20-24 tahun sebanyak 8.639 jiwa atau 7,43 %, yang berusia 25-29 tahun sebanyak 9.320 jiwa atau 8,01 %, yang berusia 30-34 tahun sebanyak 10.748 jiwa atau 9,24 %, yang berusia 35-39 tahun sebanyak 7.667 jiwa atau 6,59 %, yang berusia 40-44 tahun sebanyak 5.965 jiwa atau 5,13 %, yang berusia 45-49 tahun sebanyak 3.095 jiwa atau 2,66 %, yang berusia 50-54 tahun sebanyak 2.797 jiwa atau 2,40 %, yang berusia 55-59 tahun sebanyak 2.077 jiwa atau 1,79 % dan yang berusia 60-64 tahun sebanyak 1.222 jiwa atau 1,05 %. Dari tabel di atas juga dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk yang bisa melakukan partisipasi politik sebanyak 58.528 jiwa atau sekitar 49,91%.

4.1.4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku

Di samping agama, penduduk juga dapat dibagi berdasarkan suku/etnis dan hal ini dapat memberikan gambaran sejauh mana keterlibatan seseorang dalam partisipasi politik di Kecamatan Rantau Utara. Untuk mengetahui etnis/suku maka dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku

No. Etnis Jumlah Persentase (%)

1. Melayu 6.401 5,50 %

2. Jawa 87.476 75,19 %

3. Batak 9.198 7,91 %

4. Karo 4.709 4,05 %

5. Tionghoa 7.389 6,35 %

6. Dan lain-lain 1.167 1 %

Total 116.340 100 %


(52)

4.1.4.4 Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan

Pada bagian komposisi penduduk menurut tingkat umur telah disebutkan bahwa jumlah angkatan kerja di Kecamatan Rantau Utara mencapai 42.486 jiwa, tetapi dari keseluruhan jumlah tersebut tidak semuanya mendapat kesempatan untuk bekerja, sebagian diantaranya tidak bekerja. Jumlah penduduk yang bekerja dari angkatan kerja tersebut adalah mencapai 11.467 jiwa atau sedikit lebih banyak dari yang tidak bekerja. Tidak kerjanya penduduk yang berada pada angkatan kerja ini disebabkan oleh beberapa hal. Sebagian di antaranya karena masih menempuh pendidikan, terutama untuk murid-murid pada tingkat SMA. Sebagian lainnya karena menjadi ibu rumah tangga, serta ada juga penduduk yang menganggur karena tidak ada tersedia lapangan pekerjaan. Dari 11.467 jiwa penduduk yang bekerja tersebut, mereka bekerja di berbagai sektor kehidupan. Untuk lebih jelas tentang komposisi penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Rantau Utara dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4.6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

1. Pertanian 2.302 20,08 %

2. Industri 272 2,38 %

3. Perdagangan 2.604 22,70 %

4. Lainnya 6.289 54,84 %

Total 11.467 100 %

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Rantau Utara 2013

Dari tabel di atas terlihat bahwa kebanyakan penduduk Kecamatan Rantau Utara bekerja dijenis pekerjaan lainnya, antara lain ada yang bekerja sebagai pegawai negeri/ABRI, bekerja di sektor angkutan yang dimaksud di sini sudah termasuk di dalamnya penarik becak


(53)

mesin yang banyak terdapat di Kecamatan Rantau Utara, pegawai swasta umumnya bekerja di perusahaan-perusahaan perkebunan yang dikelola oleh swasta.

Jumlah kedua yang paling banyak adalah yang bekerja sebagai pedagang. Jumlahnya mencapai 6.289 jiwa atau 22,70 %. Sebagian besar diantaranya merupakan warga negara Indonesia yang bersuku bangsa Tionghoa. Jumlah ketiga yang paling banyak adalah yang bekerja sebagai petani, yaitu sebanyak 2.302 jiwa atau 20,08 %, dan jumlah terakhir ialah yang bekerja di bidang industri berjumlah 272 jiwa atau 2,38 %.

4.1.5 Sarana dan Prasarana

4.1.5.1 Saranan Pendidikan

Sarana pendidikan di Kecamatan Rantau Utara sangat lengkap. Sebagian dari sarana pendidikan ini merupakan sekolah negeri yang didirikan oleh pemerintah sedangkan sekolah lainnya adalah sekolah swasta yang dikelola oleh berbagai yayasan pendidikan swasta yang ada di kecamatan ini.

Untuk sekolah Taman Kanak-Kanak terdapat 8 sekolah. Semua merupakan Taman Kanak-Kanak yang dikelola oleh Yayasan swasta. Jumlah terbesar adalah SD yang berjumlah sekitar 34 yang terdiri dari SD Negeri dan SD Swasta.

Sekolah Tingkat Pertama jumlahnya sebanyak 19 sekolah yang terdiri dari SMP Negeri dan SMP Swasta. Untuk SMA jumlahnya 15 yang terdiri dari 2 sekolah SMA Negeri, 1 sekolah Madrasah Aliyah Negeri, 4 sekolah SMA Swasta umum, 2 sekolah SMA Swasta Islam, 1 sekolah SMA Swasta Protestan dan 1 sekolah SMA Katholik sedangkan sekolah Kejuruan Tingkat SMA ada 3 sekolah yang terdiri dari 1 Negeri dan 2 Swasta.

Untuk lebih jelas tentang jumlah sarana pendidikan di Rantau Utara dapat dilihat dalam tabel berikut ini:


(54)

Tabel 4.7

Sarana Pendidikan di Kecamatan Rantau Utara

No. Jenis Sekolah Jumlah

1. Taman Kanak-Kanak 8

2. Sekolah Dasar 34

3. SMP 19

4. SMA 15

Total 76

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Rantau Utara 2013

Selain saran pendidikan formal, di Kecamatan Rantau Utara juga ada terdapat berbagai kursus yang merupakan pendidikan luar sekolah yang dikelola atas swadaya masyarakat. Jumlah kursus-kursus ini ada 5 tempat yang terdiri dari 2 tempat kursus komputer, 1 tempat kursus Bahasa Inggris dan 2 tempat Bimbingan Belajar.

4.1.5.2 Sarana Ibadah

Bagi tiap-tiap pemeluk agama di Kecamatan Rantau Utara tidak ada kendala untuk menjalankan ibadah menurut agamanya masing-masing. Di Kecamatan ini sarana ibadah tiap agama tersedia dengan lengkap. Untuk tempat beribadah penduduk yang beragama Islam terdapat 57 mesjid serta 39 surau atau musholla. Untuk yang beragama Kristen Protestan dan Kristen Katholik terdapat 25 gereja, untuk yang beragama Buddha terdapat 7 vihara sedangkan untuk yang beragama Hindu tidak terdapat sarana ibadah.

Mesjid sebagai sarana beribadah bagi umat Islam, mereka pergunakan terutama untuk melaksanakan ibadah sholat lima waktu. Hal yang sama juga terjadi untuk musholla. Perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan sholat jumat. Musholla tidak pernah digunakan untuk melaksanakan sholat jumat. Pelaksanaan sholat jumat dipusatkan di mesjid-mesjid yang ada. Selain itu mesjid juga digunakan untuk melaksanakan pengajian, terutama untuk


(55)

mendengarkan ceramah-ceramah tentang keagamaan. Seluruh mesjid dan musholla ini dibangun dan dikelola dengan dana swadaya masyarakat sendiri.

Dari 24 gereja untuk tempat beribadah bagi umat Kristen, 2 diantaranya merupakan Gereja HKBP, 1 Gereja GKPS, 1 Gereja HKI, 2 Gereja GMI, 1 Gereja GBKP, 1 Gereja Pentakosta, 1 Gereja Katholik, dan 15 GBI yang terbagi dalam berbagai jemaat; diantaranya jemaat antiokhia, jemaat batu penjuru dan lain sebagainya. Kegunaan gereja sebagai tempat beribadah terutama dipergunakan dalam melakukan kebaktian pada hari Minggu.

Selain itu, gereja juga dipergunakan untuk memberikan pendidikan agama tentang ajaran-ajaran Kristiani kepada anak-anak pada hari Minggu. Hal yang sama juga terdapat di gereja Katholik. Sama halnya dengan pembangunan mesjid, keseluruhan gereja ini juga dibangun dan dikelola atas dana swadaya masyarakat sendiri, sedangkan 7 vihara dipergunakan oleh umat Buddha yang pada umumnya merupakan keturunan Tionghoa untuk beribadah.

4.1.5.3 Sarana Kesehatan

Untuk sarana kesehatan, di Kecamatan Rantau Utara sudah terdapat 1 rumah sakit umum dan rumah sakit ini berada di Jl. Kartini, Rantau Prapat. Di kecamatan ini hanya terdapat 1 rumah sakit bersalin yang dikelola oleh swasta, tetapi selain menampung ibu-ibu yang melahirkan, rumah sakit bersalin ini juga menampung penduduk yang mendapat gangguan jiwa. Apabila rumah sakit bersalin ini merasa tidak sanggup mengobatin pasien, maka mereka akan mengirimnya ke RSU Rantau Prapat yang berada di Rantau Utara, tetapi untuk melayani kebutuhan masyarakat akan kesehatan, pemerintah membangun 4 Puskesmas. Di Kecamatan ini ada 28 orang yang terdaftar, serta 33 bidan yang selalu siap membantu persalinan sewaktu-waktu. Dokter-dokter di kecamatan ini pada umumnya buka praktek pada sore hari, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan obat masyarakat terdapat 8 apotik yang keseluruhannya milik swasta.


(1)

No Responden.

Bapak/Ibu/ Saudara yang saya hormati,

Saya mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini saya sedang mengadakan penelitian untuk Tugas Akhir. Kuisioner ini berhubungan dengan partisipasi politik etnis Tionghoa terhadap Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Rantau Prapat. Hasil kuisioner ini tidak untuk dipublikasi, melainkan untuk kepentingan penelitian semata.

Atas bantuan, kesediaan waktu, dan kerjasama Bapak/Ibu/Saudara saya ucapkan terima kasih.

I. Profil Responden

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Umur :

4. Agama :

1) Islam

2) Kristen Protestan 3) Kristen Katolik

4) Hindu

5) Buddha

6) Konghucu

5. Pendidikan terakhir :

1) Tidak Sekolah

2) SD

3) SMP/Mts/sederajat

4) SMA/MA/Sederajat

5) Perguruan Tinggi

6. Status Kependudukan :

1) Penduduk Asli


(2)

7. Profesi/Pekerjaan : 1) PNS (Pegawai Negeri Sipil)

2) Pedagang/wiraswasta

3) Pelajar/mahasiswa

4) Ibu rumah tangga

5) dan lain-lain (sebutkan) : ...

8. Pendapatan :

1) < Rp. 1.500.000,-

2) Rp. 1.500.000 – Rp. 5.000.000,- 3) Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000,- 4) Rp. 10.000.000 – Rp. 20.000.000,- 5) > Rp. 20.000.000,-

II. Partisipasi Politik

9. Apakah Saudara berminat terhadap kegiatan politik?

1) Ya

2) Tidak

Pertanyaan Terbuka

10.Alasan Saudara tertarik dengan kegiatan politik adalah

... ... ... ... ... ... 11.Alasan Saudara tidak tertarik dengan kegiatan politik adalah

... ... ... ... ... ...


(3)

12.Kegiatan apa saja yang pernah Saudara lakukan dalam kehidupan politik?

Bentuk Partisipasi Politik Ya Tidak

Pemungutan suara Kegiatan Kampanye

Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif

Demonstrasi

*berikan tanda ( √ ) untuk setiap jawaban yang sesuai

13.Apakah Saudara pernah menjadikan politik sebagai topik pembicaraan dalam kehidupan

sehari-hari? 1) Pernah 2) Tidak pernah

14.Topik pembicaraan apa saja yang sering menjadi diskusi Saudara?

Topik Pembicaraan Ya Tidak

Korupsi para pejabat Kenaikan BBM

Pemilu Lainnya: ...

*berikan tanda ( √ ) untuk setiap jawaban yang sesuai

III. Partisipasi Politik Etnis Tionghoa pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013

15.Kegiatan apa saja yang anda lakukan saat akan berlangsungnya Pemilihan Gubernur

Sumatera Utara 2013 di Rantau Prapat?

a. Bakti Sosial

Jenis Kegiatan Ya Tidak

Membagikan sembako Sunat massal

Pengobatan gratis Pemberian modal usaha Memberikan beasiswa


(4)

b. Menyumbang Dana

Jenis Kegiatan Ya Tidak

Menyumbang berupa uang Menyumbang berupa konsumsi

Menyumbang berupa iklan cetak (baliho, spanduk, poster, papan reklame, dsb)

Menyumbang berupa iklan elektronik (TV, radio, internet)

c. Dialog tatap muka/interaktif dengan kandidat

Jenis Kegiatan Ya Tidak

Sebagai panitia Sebagai peserta Sebagai penonton

d. Ikut sebagai tim sukses

Jenis Kegiatan Ya Tidak

Mempersiapkan logistik (kaos, poster, stiker, gantungan kunci)

Membangun citra salah satu calon pasangan

Membentuk opini masyarakat tentang calon pasangan Menghalau fitnah calon pasangan dari publik

Mengajak masyarakat untuk memilih

Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang sosok salah satu calon pasangan

e. Panitia Pemungutan Suara (PPS)

Jenis Kegiatan Ya Tidak

Sebagai Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) Sebagai petugas keamanan

Sebagai saksi


(5)

16.Dalam memilih calon pasangan, penilaian seperti apa yang menjadi pertimbangan Saudara dalam dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013?

1) Penampilan

2) Prioritas program kerja

3) Latar belakang dan karakter pribadi

4) Lainnya : ...

17.Apa dasar Saudara dalam menentukan atau memilih seorang pemimpin?

1) Kesadaran sendiri

2) Suka terhadap salah satu calon

3) Diminta untuk memilih salah satu calon

18.Jika Saudara tidak ikut memilih, dari alasan berikut manakah yang membuat Saudara

tidak menggunakan hak pilih pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013? 1) Tidak ada calon yang sesuai

2) Kurangnya pengetahuan tentang calon

3) Jauhnya Tempat Pemungutan Suara (TPS)

4) Lainnya : ... 19.Apa harapan terbesar Saudara pada calon pemimpin anda yang akan datang?

1) Dapat memperjuangkan kepentingan anda

2) Dapat memberikan hak dan perlindungan yang sama di bidang hukum

3) Dapat membawa seluruh masyarakat Indonesia kepada kehidupan yang aman

4) Lainnya : ...

IV. Kehidupan Politik Etnis Tionghoa

20.Apakah pemerintah mampu menyuarakan kepentingan politik Tionghoa saat ini?

1) Ya

2) Tidak

21.Menurut Saudara, bagaimana pemerintah dalam mewujudkan kepentingan politik etnis

Tionghoa?

1) Banyak keputusan politik yang sesuai dengan keinginan 2) Banyak keputusan politik yang tidak sesuai dengan keinginan 3) Tidak tahu


(6)

22.Apa hambatan Saudara dalam berpartisipasi politik? 1) Keluarga tidak setuju

2) Kegiatan yang sia-sia

3) Tidak memiliki kepentingan

4) Lainnya : ...

23.Apa pendapat Saudara tentang etnis Tionghoa sebagai wakil rakyat di pemerintahan?

1) Hanya akan menambah masalah bagi masyarakat Tionghoa.

2) Akan menyuarakan kepentingan masyarakat Tionghoa