Keengganan Siswa Untuk Sekolah (Kasus di Kecamatan Rantau Utara Kelurahan Rantau Prapat)

(1)

KEENGGANAN SISWA UNTUK SEKOLAH

(Kasus di kecamatan Rantau Utara kelurahan Rantau Prapat)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Persyaratan Ujian Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial

OLEH:

JULI ARTA PAKPAHAN

(030905024)

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

NAMA : JULI ARTA PAKPAHAN

NIM : 030905024

DEPARTEMEN : ANTROPOLOGI

JUDUL : KEENGGANAN SISWA UNTUK SEKOLAH

(Kasus di Kecamatan Rantau Utara Kelurahan Rantau Prapat)

Medan, Januari2009

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen Antropologi

(Drs. Lister Berutu, MA) (Drs. Zulkifli Lubis, MA)

Nip. 131676488 Nip. 131882278

DEKAN FISIP USU

Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA Nip. 131757010


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

ABSTRAKSI ... vii

BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

1.4 Lokasi Penelitian ... 10

1.5 Tinjauan Pustaka ... 11

1.6 Metode Penelitian ... 16

1.7 Analisa Data ... 17

BAB II : Gambaran Umum Desa Gambaran Lokasi Penelitian 2.1 Sejarah Kota Rantau Prapat ... 18

2.2 Letak Dan Kondisi Lingkungan Alam kota Rantau Prapat ... 19

2.3 Pola Pemukiman ... 23 2.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Rantau Utara


(4)

4.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 24

4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur ... 26

4.3 KomposisiPenduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 28

4.4 Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan ... 29

2.5 Sarana Dana Prasarana 5.1 Sarana Pendidikan ... 30

5.2 Sarana Ibadah ... 36

5.3 Sarana Kesehatan ... 38

5.4 Sarana Transportasi ... 39

BAB III : Konsep Masyarakat Tentang Pendidikan 3.1 Gambaran Umum Responden ... 41

3.2 Pengertian Masyarakat rantau Prapat Tentang Pendidikan ... 43

3.3 Konsep Masyarakat Rantau Prapat tentang Ilmu Pengetahu ... 47

3.4 Sikap Masyarakat Rantau Prapat Terhadap Sekolah ... 51

3.4.1. Sikap Bapak/Ibu (orang tua) terhadap anak ... 52

3.4.2. Sikap Anak Terhadap Sekolah ... 57

BAB IV : Keengganan Untuk Sekolah 4.1 Keengganan ... 60

4.1.1. Sumber Keengganan ... 61

4.1.2. Terjadinya Keengganan ... 64

4.1.3. Bentuk / Wujud Keengganan ... 66


(5)

BAB V : Kesimpulan Dan Saran

5.1. Kesimpulan ... 76 5.2 Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN: 1. Surat Keterangan Telah Meneliti 2. Daftar Koesioner

3. Daftar Interview Guide 4. Peta


(6)

DAFTAR TABEL

1. TABEL 1 : Tingkat Angka Partisipasi Sekolah dari 14 Kecamatan di

Rantau Prapat Usia 13-19 Tahun……… 7

2. TABEL 2 : Jadwal Renana Kerja Menurut Waktu Pengerjaannya………17

3. TABEL 3 : Komposisi Penggunaan Lahan………... 21

4. TABEL 4 : Bangunan Rumah Menurut Kwalitasnya………... 23

5. TABEL 5 : Komposisi Penduduk Menurut Agama……….. 24

6. TABEL 6 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur……….26

7. TABEL 7 : Komposisi Penduduk Menurut Status Pendidikan………. 28

8. TABEL 8 : Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan……….. 29

9. TABEL 9 : Sarana Pendidikan di Kecamatan Rantau Utara……… 31

10.TABEL 10: Jenis Kendaraan……….. 39

11.TABEL 11: Gambaran Umum Responden………. 41

12.TABEL 12: Gambaran Responden Berdasarkan Status Pendidikan Bagi Remaja Usia 13-19 Tahun……….. 42

13.TABEL 13: Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……….43

14.TABEL 14: Respon Responden Terhadap Pendidikan Dan Sekolah………..46

15.TABEL 15: Pengaruh Yang Menbuat Anak Remaja Usia 13 -19 Tahun Tidak Bersekolah Lagi……….62


(7)

ABSTRAKSI

Didorong oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat baik bagi masyarakat perkotaan maupun bagi masyarakat pedesaan membuat penulis merasa ingin mengungkapkan bagaimana kondisi pendidikan formal pada masyarakat Rantau Utara khususnya pada masyarakat di kelurahan Rantau Prapat.

Penelitian ini bersifat deskriptif yang berusaha menggambarkan pendidikan formal pada masyarakat Rantau Prapat dengan cara yang sehidup-hidupnya agar pembaca dapat memahami hasil dari penelitian ini dengan bahasa yang sangat sederhana. Tetapi dalam penelitian ini juga penulis menggunakan data kuantitatif berupa koesioner atau angket kepada orang tua dan anak untuk mengetahui gambaran umum tentang keengganan siswa untuk sekolah.

Tidak hanya koesioner, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa metode observasi dengan menggunakan tehnik wawancara dan pengamatan. Wawancara dilakukan dengan orang – orang yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti, seperti orang tua dan anak yang putus sekolah, serta tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Dalam penelitian ini ditemukan adanya kecenderungan remaja usia 13-19 tahun enggan untuk bersekolah. Walaupun anggapan dan tanggapan mereka tentang sekolah dan pendidikan itu baik, namun tidak begitu dengan tindakan mereka untuk memajukan pendidikan itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (i) faktor dari dalam diri individu itu sendiri, (ii) faktor dari Lingkungan, dan (iii) faktor dari orang tua. Hal itu juga dimulai dengan pengenalan mereka akan dunia kerja dan uang.

Hasil penelitian ini menyimpulkan tidak adanya garis lurus antara anggapan dan tanggapan masyarakat yang menganggap penting pendidikan dengan tindakan untuk memajukan pendidikan itu sendiri bagi mereka. Dimana orang tua sudah mulai acuh tak acuh dan merada bosan menasehati anaknya, dan membiarkan anak itu memutuskan sendiri pilihan hidupnya dalam usia yang remaja 13-19 tahun.


(8)

ABSTRAKSI

Didorong oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat baik bagi masyarakat perkotaan maupun bagi masyarakat pedesaan membuat penulis merasa ingin mengungkapkan bagaimana kondisi pendidikan formal pada masyarakat Rantau Utara khususnya pada masyarakat di kelurahan Rantau Prapat.

Penelitian ini bersifat deskriptif yang berusaha menggambarkan pendidikan formal pada masyarakat Rantau Prapat dengan cara yang sehidup-hidupnya agar pembaca dapat memahami hasil dari penelitian ini dengan bahasa yang sangat sederhana. Tetapi dalam penelitian ini juga penulis menggunakan data kuantitatif berupa koesioner atau angket kepada orang tua dan anak untuk mengetahui gambaran umum tentang keengganan siswa untuk sekolah.

Tidak hanya koesioner, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa metode observasi dengan menggunakan tehnik wawancara dan pengamatan. Wawancara dilakukan dengan orang – orang yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti, seperti orang tua dan anak yang putus sekolah, serta tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Dalam penelitian ini ditemukan adanya kecenderungan remaja usia 13-19 tahun enggan untuk bersekolah. Walaupun anggapan dan tanggapan mereka tentang sekolah dan pendidikan itu baik, namun tidak begitu dengan tindakan mereka untuk memajukan pendidikan itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (i) faktor dari dalam diri individu itu sendiri, (ii) faktor dari Lingkungan, dan (iii) faktor dari orang tua. Hal itu juga dimulai dengan pengenalan mereka akan dunia kerja dan uang.

Hasil penelitian ini menyimpulkan tidak adanya garis lurus antara anggapan dan tanggapan masyarakat yang menganggap penting pendidikan dengan tindakan untuk memajukan pendidikan itu sendiri bagi mereka. Dimana orang tua sudah mulai acuh tak acuh dan merada bosan menasehati anaknya, dan membiarkan anak itu memutuskan sendiri pilihan hidupnya dalam usia yang remaja 13-19 tahun.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Sama dengan kebutuhan perumahan, sandang dan pangan. Bahkan, dalam sebagian keluarga, pendidikan merupakan kebutuhan umum. Artinya, mereka mau mengurangi kualitas perumahan, pakaian bahkan makanan demi melaksanakan pendidikan anak-anaknya.

Negara Indonesia telah lebih dari 20 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 tahun dan telah 10 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. Maksud dan tujuan Wajib Belajar adalah memberikan pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak.

Dari sekian banyak masalah dalam dunia pendidikan di Sumatera Utara (Medan) khususnya Labuhan Batu, salah satu yang begitu menonjol. Tingginya jumlah anak usia sekolah yang tidak lagi/belum mengecap pendidikan, saat ini diperkirakan 7000 lebih anak usia sekolah di daerah penghasil sawit dan karet ini tidak bersekolah. Kepala Dinas Pendidikan Labuhan Batu Drs Rajo Makmur Siregar MPd, mengatakan hal itu pada saat menutup kegiatan Work Shop Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) se-Kecamatan Rantau Utara (Jumat, 30/3). Dari angka tersebut, sedikitnya 200 anak usia sekolah yang tidak mengecam pendidikan di inti kota tepatnya Kecamatan Rantau Utara. Kemudian Rejo juga mengatakan untuk meningkatkan partisipasi sekolah, perlu diadakan


(10)

peraturan kepada orangtua agar tidak mempekerjakan anaknya yang masih dalam usia sekolah1

Pembinaan kebudayaan itu tidak terlepas dari perhatian dan tanggungjawab yang harus dilakukan oleh berbagai pihak. Mengacu pada konsep pendidikan (Education for

.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaman, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan secara langsung maupun tidak langsung berfungsi untuk pembinaan kebudayaan, yaitu sebagai lembaga pelestarian nilai-nilai budaya lama sekaligus sebagai pembentuk nilai-nilai budaya yang baru dalam masyarakat (Aritonang, 1998:7).

Di dalam rumusan Edward B.Taylor (dalam H.A.R. Tilaar,2002) mengatakan tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat, dan sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan. Proses kebudyaan dan pendidikan hanya dapat terjadi di dalam hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat tertentu.

Seorang antropolog klasik seperti Margaret Mead (Growing up in New Guinea dalam H.A.R. Tilaar, 2002) yang mengatakan penelitian di Irian Timur sekitar tahun 1928, melihat betapa peranan pendidikan berada di dalam suatu kebudayaan bahkan ketika Margaret mengunjungi kembali tempat penelitiannya semula di pulau-pulau Pasifik (Coming of Age in Samoa) beberapa puluh tahun sesudah penelitiannya tampat terjadi perubahan kebudayan yang pasti terjadi karena peranan pendidikan.

1

7000 anak usia sekolah di Labuhan Batu tidak berpendidikan (Harian SIB).Sumber: http:/hariansib.com/2007/14/16/7000-anak-usia-sekolah-di-labuhan batu-tidak-berpendidikan/


(11)

All) yang dicetuskan di Jomtien, Bangkok, Thailand tahun 1990 pelaksanaan pendidikan tersebut merupakan tanggungjawab dan dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga (orangtua).

Perhatian dan tanggungjawab pemerintah dalam memajukan pendidikan ditandai dengan memberikan fasilitas infrastruktur yang berupa banyaknya gedung-gedung/bangunan sekolah beserta dengan fasilitasnya. Pengadaan guru-guru dan kesejahteraannya agar tercipta keharmonisan dalam proses belajar mengajar.

Pasal 31 Amandemen UUD 1945 Ayat 1 mengatakan, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan Ayat 2 mengatakan “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Janji pemerintah ini dikukuhkan lagi dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan DPR 11 Juni 2003 dan ditanda tangani Presiden 8 Juli 2003.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 antara lain disebutkan: Pertama, “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (Pasal 5 Ayat 1). Kedua, “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (Pasal 6 Ayat 1). Ketiga, “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta jaminan terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminai (Pasal 11 Ayat 1). Keempat, “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun (Pasal 11 Ayat 2)2

2

Menuntut Tanggungjawab Negara Atas Pendidikan

Sumber: http:/id.wikipedia.org/wiki/menurut-tanggung jawab-negara-atas-pendidikan


(12)

Undang-Undang No.14 tentang Guru dan Dosen tahun 2005 Bab 1 Pasal 1, guru adalah pendidik profesional dengan tujuan utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini baik jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat3

Perhatian dan tanggungjawab tersebut di atas didukung oleh faktor ekonomi yang memadai. Tak heran jika ada slogan yang mengatakan “Pendidikan itu mahal”. Pendidikan kita masih belum memadai untuk menopang terwujudnya Sumber Daya Manusia yang handal. Secara umum masih sering disebutkan bahwa kualitas pendidikan

.

Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 49 ayat 1 mengemukakan bahwa “Dana pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan dinas dialokasi minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pandapatan Dan Belanja Daerah (APBD).

Tanggungjawab keluarga terletak pada usaha meningkatkan pendidikan anak. Karena keluarga merupakan pendidik pertama dan utama yang meletakkan dasar-dasar nilai moral dan budaya pada generasi mendatang. Keluarga juga merupakan landasan pertama dalam menentukan corak kehidupan anak di masa depannya (Goode, 1985:65 dalam Aritonang, 1998). Selanjutnya sikap dan prilaku anak dalam keluarga akan mempengaruhi corak kehidupan masyarakatnya.

3


(13)

di Indonesia rendah dibandingkan kualitas pendidikan di negara-negara lain4

Darmaningtyas menunjukkan kenyataan, sekolah negeri yang seharusnya menetapkan biaya pendidikan yang terjangkau bagi masyarakat (termasuk masyarakat bawah) kini justru menaiki biaya pendidikan. Akibatnya, akses dan kesempatan masyarakat kelas bawah untuk bisa memperoleh dan menikmati pendidikan semakin terbatas. Kemudian (Ki Supriyoko, 2005 dalam Analisa, Sabtu 5 Mei 2007:16).

Rendahnya pendidikan tersebut sering didasarkan pada sektor ekonomi, di mana kemiskinan dan ketidakadilan merupakan akar masalah dari persoalan rendahnya angka partisipasi di SLTP sehingga Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP baru mencapai 77,40% meski program Wajib Belajar Sembilan Tahun sudah berlangsung sepuluh tahun bahkan lebih. Mayoritas alasan tidak sekolah adalah karena faktor biaya.

Dalam sebuah dialog yang diprakarsai Yayasan Kelopak di Jakarta, 23 Juli 2004 terungkap semua anak yang tidak sekolah yang menghadiri dialog tersebut memiliki alasan yang sama yaitu tidak ada biaya dan dituntut bekerja oleh orangtuanya. Di Yogyakarta, ada orangtua yang menunda anaknya masuk sekolah dasar (SD) guna menunggu kakaknya lulus dulu sehingga bebannya tidak berat.

Dalam sebuah seminar di Universitas Gadjah Mada yogyakarta, Darmaningtyas penasehat Centre for The Betterment of Education (CBE) tahun 2004 menuding otonomi pendidikan sebagai biang keladi semakin terbatasnya akses pendidikan bagi masyarakat kelas bawah karena biaya pendidikan justru semakin mahal.

4

Indikator yang digunakan dalam artikel tersebut diperoleh dari Laporan United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2003 menempatkan Humas Development Index (HDI) bangsa Indonesia pada urutan ke 112 dari 174 negara di dunia yang dievaluasi. Tahun 2004

indeks pembangunan manusia Indonesia menempati urutan ke 111 dari 177 negara yang diperingkat oleh UNDP atau diposisi paling bawah di antara negara-negara Asia Tenggara.


(14)

yang menyedihkan anak-anak yang bodoh dan berasal dari keluarga tak mampu secara ekonomis justru paling banyak dirugikan akibat mahalnya biaya pendidikan. Akibat kemiskinannya, mereka terpaksa masuk sekolah yang juga minim fasilitas dan bermutu rendah. Akibatnya bisa diduga, hasil studi mereka pun tak bisa mencuat. Hasil studi yang rendah otomatis akan menjadi tembok penghalang bagi mereka bila ingin masuk ke sekolah favorit5

5

MBS=Masyarakat Bayar Sendiri, oleh: Darmaningtyas. Sumber:http:/id.wikipedia.org/wiki/masyarakat-bayar-sendiri.

.

Keadaan ini memaksa mereka hanya bisa masuk sekolah yang tidak bermutu dengan disiplin rendah. Pada akhirnya, mereka terjebak dalam lingkar kemiskinan pengetahuan. Begitu seterusnya sehingga pendidikan yang akan dilalui masyarakat kelas bawah terus berputar pada lembaga-lembaga pendidikan yang tidak bermutu. Bisa diduga, hasil pendidikan yang tidak bermutu akan mengarahkan mereka pada pekerjaan rendahan

Ada orang-orang yang berpendapat bahwa kesalahan apapun pada pendidikan bersumber pada sistem ekonomi yang buruk. (Bertrand Russell, 1993:160) tidak mempercayai hal ini, ia condong pada pandangan bahwa di bawah sistem ekonomi apa pun akan ada kebodohan dan kecintaan akan kekuasaan yang masing-masing akan menghalangi terciptanya sistem pendidikan yang sempurna. Namun pengaruh faktor-faktor ekonomi terhadap pendidikan jelas kuat.

Demikian juga halnya pada masyarakat di Sumatera Utara khususnya di Labuhan Batu yang beribukotakan Rantau Prapat dan berada di Rantau Utara memiliki nilai-nilai, motivasi dan tujuan hidup yang dimiliki. Masyarakat Rantau Prapat juga memiliki perbedaan ekonomi, sosial budaya dan pendidikan.


(15)

Perbedaan pendidikan di Rantau Prapat dapat dilihat dari angka patisipasi sekolah pada setiap Kecamatan yang ada di Rantau Prapat. Labuhan Batu memiliki 22 Kecamatan dengan angka partisipasi sekolah yang berbeda. Dari 22 Kecamatan tersebut hanya 14 Kecamatan yang memiliki data tingkat partisipasi sekolah. Ke 14 Kecamatan tersebut ialah:

TABEL 1

Tingkat Angka Partisipasi Sekolah dari 14 Kecamatan di Rantau Prapat Usia 13-19 tahun

No Kecamatan Kawasan Kota

Jumlah usia sekolah

Sekolah Tidak

sekolah

Proporsi

1 Rantau Utara 15.557 14.612 945 5,19%

2 Rantau Selatan 2.658 2.361 297 1,63%

No Kecamatan Kawasan bukan kota

Jumlah usia sekolah

Sekolah Tidak

sekolah

Proporsi

3 Panai Tengah 9.650 6.761 2.889 3,73%

4 Panai Hilir 1.725 1.397 328 0,42%

5 Kualuh Selatan 7.654 7.397 262 0,34%

6 Kualuh Hulu 16.264 15.885 379 0,49%

7 Kualuh Hilir 1.460 982 478 0,62%

8 Torgamba 6.135 5.128 1.007 1,30%

9 Pangkatan 4.492 1.935 2.557 3,30%

10 Aek kuo 9.282 7.764 1.518 1,96%


(16)

12 Aek natas 10.539 10.436 103 0,13%

13 Bilah hulu 2.848 1.858 990 1,28%

14 Silangkitang 1.047 978 69 0,09%

Sumber: Dinas Pendidikan di Rantau Prapat, tahun 2006 (data diolah kembali)

Dari tabel di atas dapat dilihat Tingkat Angka Partisipasi Sekolah usia remaja yaitu usia 13-19 tahun rendah, khususnya di Kecamatan Rantau Utara yang juga merupakan lokasi ibu kota dari Kabupaten Labuhan Batu. Idealnya sebuah kota dilihat dari segi pendidikannya ialah tingkat angka partisipasi sekolah tinggi, karena di kota sarana-sarana pendidikan jauh lebih lengkap dibandingkan dengan yang ada di desa. Begitu juga dengan motivasi dan sosial ekonomi masyarakat kota yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat desa.

Tetapi dari tabel di atas Kecamatan Rantau Utara memiliki angka partisipasi sekolah yang rendah dari angka 14.612 yang bersekolah dan dari data ditemukan angka 945 yang tidak bersekolah yaitu 5,19%, angka ini cukup besar di dalam sebuah kota. Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Rantau Prapat cukup baik karena di Rantau Utara banyak ditemukan sekolah-sekolah negeri dan swasta tempat dilangsungkannya pendidikan formal. Di Rantau Prapat juga ditemukan bimbingan-bimbingan belajar untuk menambah dan memperdalam pendidikan para siswa, ektra kulikuler juga beragam di masing-masing sekolah yang sangat berbeda dengan yang ada di desa.

Pengamatan sementara, anak-anak usia remaja di Rantau Prapat tidak melakukan kegiatan pendidikan formal bukan karena faktor biaya seperti kebanyakan kasus putus sekolah yang telah dijabarkan di atas karena faktor ekonomi. Hal yang menjadi ketertarikan peneliti untuk lebih mengetahuinya ialah tampak ada kecenderungan


(17)

rendahnya kemauan untuk sekolah yang dalam hal ini penelti ungkapkan dengan sebutan keengganan siswa untuk sekolah.

1.2PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang permasalahan di atas maka permasalahan yang akan diteliti mencakup:

1. Menggali pemahaman dan pendapat masyarakat tentang pendidikan antara lain arti sekolah, manfaat sekolah

2. Alasan apa saja yang membuat mereka/ anak usia sekolah di Rantau Prapat tidak bersekolah

3. Faktor-faktor yang mengakibatkan tejadinya kecenderungan rendahnya kemauan untuk sekolah, faktor lingkungan (siswa, keluarga), kebijakan Pemerintah Kabupaten, tidak ada jaminan masa depan dan lain-lain

1.3TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Pnelitian

Adapun yang menjadi tujuan ilmiah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pemahaman dan pendapat masyarakat tentang pendidikan

antara lain: arti sekolah, manfaat sekolah

2. Untuk mengetahui alasan apa yang menyebabkan mereka/anak usia sekolah di Rantau Prapat tidak sekolah

3. Melihat permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam memajukan pendidikan


(18)

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1. Dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan mampu membawa instansi terkait khususnya pemerintah untuk membantu dalam meningkatkan/menambahjumlah sumber daya manusia

2. Penelitian ini diharapkan mampu memperrlihatkan adanya kecenderungan rendahnya kemauan untuk sekolah oleh anak usia remaja di Rantau Prapat

3. Penelitian ini juga diharapkan mampu menambah khasana pengetahuan bagi peningkatan ilmu antropologi

1.4LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan ini mengambil lokasi di Rantau Prapat Kecamatan Rantau Utara Kelurahan Kota. Adapun yang menjadi alasan peneliti dalam menentukan lokasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1. Kota Rantau Prapat adalah salah satu Kecamatan yang memiliki tingkat angka partisipasi sekolah yang rendah bila dibandingkan dengan Kecamatan lain yang ada di Rantau Prapat

2. Rantau Prapat adalah ibu kota dari Kabupaten Labuhan Batu

3. Di Rantau Prapat terdapat fasilitas yang memadai seperti sekolah pendidikan formal maupun informal (Bimbingan Belajar) yang dikelola oleh negeri dan swasta


(19)

1.5TINJAUAN PUSTAKA

Dalam arti sedarhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa6

Salah satu konsep yang dikemukakan oleh Freeman Butt dalam bukunya yang terkenal Cultural History of Western Education, pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan pengetahuan sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya (Djumransjah, 2004). Pendidikan termasuk ke dalam unsur kebudayaan universal yaitu sistem pengetahuan. Pendidikan merupan sarna strategis dalam usaha manusia mencapai tahap pembebasan dari segala belenggu kebodohan.

. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.

Usaha yang dilakukan manusia untuk membina kepribadiannya tersebut tidak terlepas dari serangkaian proses belajar. Sama halnya dalam suatu kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia yang diperoleh dengan belajar (Koentjaranigrat 1985: 180). Kebudayaan di sini termasuk ke dalam keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola prilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.

6

Dewasa di sini dimaksudkan adalah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara biologis, psikologis, paedagogis dan siologis.


(20)

Pendidikan dapat diibaratkan sebagai meditasi yang mendorong manusia berubah dari ulat menjadi kupu-kupu yang cantik.

M.J.Langeveld dala Kartono (1997) mendefinisikan pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, agar dia bisa mandiri dan bertanggungjawab secara susila. Pendidikan juga merupakan salah satu fungsi humanisasi terpenting dalam mengembangkan pribadi anak manusia dan pengembangan kebudayaan nasional. Juga sebagai fungsi utama dalam usaha pembangunan, karena pembangunan mutlak membutuhkan subjek-subjek pembangunan yang terdidik.

Bila insting dibawa sejak lahir maka pendidikan dan kebudayaan di dapat melalui proses belajar. Pendidikan membuat orang berbudaya. Semakin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara mendidiknya. Karena ruang lingkp kebudayaan sangat luas mencakup segala aspek kehidupan manusia, maka pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan yang ada dalam kebudayaan. Tetapi kebudayaan hanya bisa dibentuk oleh pendidikan (Made Pidarta, 1997:3). Oleh sebab itu anak manusia akan menjadi manusia hanya bila ia menerima pendidikan

Malinowski seorang guru besar tamu di Universitas Yale menerpkan suatu teori yang disebut dengan learning theory atau teori belajat. Teori belajar tidak menyangkut pola-pola belajar manusiadalam suatu kebudayaan tertentu tetapi menyangkut azas-azas proses belajar mahluk manusia secara universal.

Malinowski menganggap teori belajar ini penting karena kebudayaan (pendidikan bagian dari kebudayaan) yang menjadi pokok utama diperoleh manusia dengan proses belajar sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, dengan memahami azas-azas dari cara belajar


(21)

manusia, seseorang dapat memperoleh kunci untuk memahami azas-azas dari kebudayaan.

Menurut teori belajar, tiap mahluk hidup dalam suatu lingkungan. Lingkungan itu adalah situasi pangkal dari segala tingkah lakunya. Situasi-situasi pangkal ini disebut stimulus (S) dan berada di luar diri mahluk ini. Situasi lingkungan menyebabkan timbulnya suatu dorongan batin untuk berbuat yaitu drive (D) dalam dirinya, yang sebaliknya mengakibatkan reaksi atau respon (R). Reaksi ini berupa suatu perbuatan tertentu yang dilakukan oleh mahluk tersebut.

Teori konvergensi yang digagas oleh William Stern berpendapat bahwa selain manusia itu memang telah dibekali potansi dasar berupa bakat dan kemampuan, tetapi bakat dan kemampuan itu akan dipengaruhi oleh ruang (Space) dan waktu (Time). Dalam hal ini, William percaya bahwa sejak lahir manusia telah memiliki potensi. Jika potensi ini diibaratkab dengan bibit unggul, maka bibit unggul itu akan tumbuh secara optimal jika bibit itu mendapatkan tempat persemaian yang subur dan memperoleh rawatan secara intensif. Artinya ada dua faktor yang dapat mempengaruhi seorang individu yaitu faktor endogen (pembawaan dalam diri) dan faktor eksogen (pengalaman lingkungan) dari luar diri7

7

http//www.geocities.com/jurnalintim/edomamggeng.htm

.

Dalam pemikiran Freire, pada dasarnya manusia adalah mahluk yang paling sempurna. Karena itu, manusia selalu dituntut untuk selalu berusaha menjadi subjek yang manusiawi. Di situlah arti pentingnya kehadiran pendidikan yang membebaskan (liberation). Pemikiran filosofis ini bertumpu pada keyakinan bahwa secara fitrah manusia itu mempunyai kapasitas untuk mengubah dirinya.


(22)

Atas dasar pemikiran itu pula, tugas utama pendidikan dalam pemikiran Freire mesti memiliki misi ganda yakni meningkatkan kesadaran kritis peserta didik sekaligus mentransformasikan struktur sosial yang menindasnya. Baginya kesadran manusia itu berproses secara dialektis antara diri dan lingkungan yang membentuknya. Baginya pula, setiap manusia punya potensi untuk mengembangkan dan mempengaruhi lingkungan namun sebaliknya ia juga bisa dipengaruhi dan dibentuk oleh struktur sosial tempat ia berkembang8

8

Pendidikan untuk membebaskan, oleh Saeful Millah

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/052006/06/0901.htm

.

Bagi sebagian orang, menjadi orang terdidik dan masuk kejenjang sekolah formal adalah sebuah impian, yang hadir begitu indah dan menyenangkan. Dengan pendidikan sebagian orang percay, ia bisa merengkuh cita-cita menjadi orang terhormat, mempunyai kedudukan tinggi, berkelimpahan uang dan menikmati sukses yang jarang orang menikmatinya. Melalui pendidikan juga diharapakan akan terjadi mobilitas sosial yang ditandai dengan semakin kecilnya tingkat kesenjangan sosial yang selama ini sering hadir menjadihantu paling menakutkan karena banyak memproduksi ragam bentuk kerusuhan sosial sampai pada tindakan kriminal.

Dalam kajian Sosiologi, menapaki jalur bidang pendidikan merupakan salah satu cara melakukan mobilitas vertikal, yakni kedudukan status sosialny bisa didongkrak karena ia menjabat sesuatu, menjadi orang berilmu. Menurut kaum realis terhadap pendidikan adalah dengan menanamkan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan tertentu yang dipilih kebudayaan maka sistem pendidikan akan melatih individu untuk merubah kebudayaannya.


(23)

Proses-proses transmisi kebudayaan atau pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya dan sosialisasi. Menurut Herskovits, enkulturasi berasal dari aspek-aspek pengalaman belajar yang memberi ciri khusus atau yang membedakan manusia sari mahluk lain dengan menggunakan pengalaman-pengalaman hidupnya. Proses enkulturasi bersifat kompleks dan berlangsung hidup, tetapi proses tersebut berbeda-beda pada berbagai tahap dalam lingkaran kehidupan seseorang. Enkulturasi terjadi secar agak dipaksakan selama awal masa kanak-kanak tetapi ketika mereka bertambah dewasa akan belajar secara lebih sadar untuk menerima atau menolak nilai-nilai atau anjuran-anjuran dari masyarakatnya. Bahwa setiap anak yang baru lahir memiliki serangkaian mekanisme biologis yang diwarisi yang harus diubah atau diawasi sesuai dengan budaya masyarakatnya.

Menurut Hansen, enkulturasi mencakup proses perolehan keterampilan bertingkah laku, pengetahuan tentang standar-standar budaya dan kode-kode perlambangan seperti bahasa dan seni, motivasi yang didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan menanggapi, ideologi dan sikap-sikap.

Herskovits mengatakan juga konsep sosialisasi menunjukkan proses pengintergrasian individu ke dalam sebuah kelompok sosial. Sedangkan sosialisasi menurut Gillin dan Gillin adalah proses yang membawa individu dapat menjadi anggota yang fungsional dari suatu kelompok, yang bertingkah laku menurut standar-standar kelompok, mengikuti kebiasaan-kebiasaan kelompok, mengamalkan tradisi kelompok dan menyesuaikan dirinya dengan situasi-situasi sosial yang ditemuinya untuk mendapatkan menerimaan yang baik dari teman-teman sekelompoknya9

9

Antropologi Pendidikan: Suatu Pengantar, oleh Lucky Zamzami sumber: http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/3.


(24)

1.6METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian kualitatif tetapi tidak menutup kemungkinan adanya data yang bersifat kuantitatif. Metode kualitatif ini digunakan untuk memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu (Husaini Usman, 1995:81). Dalam pengumupulan data kualitatif ini peneliti secara aktif melakukan observasi, wawancara kepada beberapa informan.

Teknik observasi ini dilakukan peneliti sebelum membuat proposal ini dan masih akan terus dilakukan seiring penelitian ini, yang bertujuan untuk mengamati proses berlangsungnya pendidikan formal di Rantau Prapat. Hal ini juga dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai pendidikan formal di Rantau Prapat. Di sini peneliti menggunakan catatan-catatan kecil yang dapat dibutuhkan sewaktu-waktu.

Sebagian data dasar untuk mengetahui gambaran umum tentang keengganan siswa untuk sekolah maka digunakan angket atau koesioner kepada orangtua dan anak. Setelah mengetahui pola umum untuk memperdalam digunakan metode wawancara mendalam dengan menggunakan petunjuk wawancara (interview Quide).

Pada saat melakukan wawancara, peneliti menggunakan catatan lapangan dan bantuan alat elektronik berupa tape recorder untuk memudahkan peneliti dalam membuat laporan serta yang dapat mereview kembali hasil wawancara yang mungkin tidak tertulis dicatatan lapangan peneliti. Dalam wawancara ini diharapkan peneliti mampu menggali data lebih dalam dari informan.


(25)

1.7ANALISA DATA

Menurut Patton (1980:268) dalam J. Moleong bahwa analisa data adalah proses yang mangatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.

Analisa data dilakukan secara kualitatif sesuai dengan metode yang dilakukan. Data-data yang akan diperoleh dikumpulkan sesuai dengan masalah yang diteliti tersebut yang kemudian di pisah-pisahkan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan terlebih dahulu. Data-data yang diperoleh tersebut dikelola secara kualitatif.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA

A. Gambaran Lokasi Penelitian 1. Sejarah Kota Rantau Prapat

Pada awalnya wilayah kecamatan Rantau Utara merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Bilah Hulu. Pada waktu kecamatan Rantau Utara masih menjadi bagian dari kecamatan Bilah Hulu, wilayah ini hanya merupakan tiga buah desa yang jaraknya sangat dekat dengan kota Rantau Prapat. Tiga desa ini yaitu Rantau Prapat, Padang Matinggi dan Silandorung berada dipinggir kota Rantau Prapat.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk kota Rantau Prapat, maka banyak penduduk yang bekerja ke kota Rantau Prapat dan bertempat tinggal di ketiga desa ini, sehingga desa ini semakin lama semakin ramai. Menyebabkan penduduk pun meningkat dengan pesat. Akhirnya daerah ini sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan lagi dengan kota Ranatu Prapat, walaupun secara administrasif masih merupakan wilayah dari kecamatan Bilah Hulu.

Perkembangan ini juga ditunjang oleh kebijaksanaan pemerintah kabupaten Labuhan Batu yang cenderung memperluas kota Rantau Prapat kesebelah utara. Perluasan kota kesebelah utara ini sangat dimungkinkan, karena topografi daerahnya yang merupakan dataran rendah. Sehingga sangat cocok untuk dijadikan pemukiman ataupun untuk mendirikan berbagai bangunan fasilitas umum.

Berdirinya kecamatan Rantau Utara bersamaan dengan keluarnya surat keputusan Mendagri No. 14/II/1983. Jadi berdirinya kecamatan Rantau Utara akibat dari


(27)

peningkatan status kota rantau Prapat menjadi kota Administratif. Didalam keputusan Mendagri tersebut disebutkan bahwa kota Administratif Rantau Prapat terbagi atas dua kecamatan Rantau Selatan dan kecamatan Rantau Utara. Kecamatan Rantau Selatan wilayahnya adalah kecamatan rantau Prapat sebelumnya. Sedangkan kecamatan Rantau Utara wilayahnya adalah sebagian dari wilayah kecamatn Bilah Hulu, yaitu wilayah dari tiga desa yang disebutkan diatas (Rantau Prapat, Padang Matinggi, dan Silandorung).

Dari sejak itulah kecamatan Rabntau Utara resmi berdiri sampai saat sekarang ini. Sejak dari berdirinya kecamatan Rantau Utara 1983, camat yang memimpin kecamatan ini telah berganti sebanyak sepuluh kali.

Demikian sejarah singkat dari berdirinya kecamatan rantau Utara. Sehingga pada saat ini kecamatn Rantau Utara sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan lagi dengan kota Administratif Rantau Prapat. Karena dikecamatan ini pada saat sekarang ini sudah banyak berdiri berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Demikian juga dengan berbagai fasilitas umum yang menunjang keberadaan kota Rantau Prapat, dan wilayah yang merupan gabungan dari tiga desa ini, lebih menonjol cirri-cirinya sebagai daerah urban (perkotaan) dibandingkan dengan daerah pedesaan saat ini.

2. Letak dan kondisi Lingkungan alam kota Rantau Prapat.

Kecamatan Rantau Utara merupakan salah satu kecamatan dari 22 buah kecamtan yang ada di kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu. Di kecamatn ini terletak ibukota kabupaten Labuhan Batu yaitu Rantau Prapat. Jarak kecamatan ke ibukota kabupaten adalah 0 kilometer, yang dapat ditempuh dalam enam jam perjalanan dengan mempergunakan angkutan darat yaitu bus umum maupun kereta api.


(28)

Adapun batas-batas kecamtan Rantau Utara adalah sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatn Bilah Hulu

• Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Rantau Selatan

• Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Bilah Hulu

• Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Rantau Selatan

Tinggi kecamatan Rantau Utara 0-2151 dari permukaan air laut, suhu udara cukup panas, karena letaknya yang berada pada dataran rendah. Suhu maksimum dapat mencapai 34°C, sedangkan suhu minimum 25ºC. Jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak mencapai 62 hari setahun. Biasanya muisim penghujan terjadi pada bulan September sampai Desember.

Topografi tanahnya rata-rata datar sampai berombak, jumlahnya mencapai 83% dari luas wilayah kecamatan. Berombak sampai berbukit 12% dari keseluruhan wilayah, sedangkan yang berbukit dan bergunung hanya 5 %. Dengan demikian sebagian besar topografi tanahnya adalah tanah datar, sehingga sangat cocok untuk dijadikan lokasi perkebunan terutama kebun kelapa sawit.

Luas daerah kecamatan Rantau Utara mencapai 112,47 Km2. Sebagian besar wilayah ini adalah untuk pemukiman penduduk. Tanah yang digunakan untuk pemukiman ini mencapai 41,61 Km2 atau 36,99 % dari keseluruhan wilayah. Penggunaan tanah lainnya adalah untuk perkebunan negara, perkebunan swasta, perkebunan rakyat, perladangan penduduk, persawahan, rawa-rawa, lapangan olahraga, serta tanah wakaf atau perkuburan, yang pembagian tanahnya dibagi atas tanah kering 45,86 Km2 ataui 40,78 %, tanah sawah 8,23 Km2 atau 7,45 %, serta lain-lainnya 16,62 Km2 atau 14,78 %.


(29)

Untuk lebih jelas tentang komposisi penggunaan lahan di kecamatan Ranatu Utara dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

TABEL 3

KOMPOSISI PENGGUNAAN LAHAN

NO. Penggunaan Lahan Luas (Km2) Persentase

1. Pemukiman 41,61 36,99

2 Tanah Kering 45,86 40,78

3 Tanah Sawah 8,38 7,45

4 Lain-lain 16,62 14,78

Jumlah 112,47 100

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Rantau Utara 2007

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar lahan-lahan yang tersedia dipergunakan untuk pemukiman penduduk. Hal ini terjadi karena kecamatan Rantau Utara merupakan daerah perkotaan yang sedang berkembang dan mulai padat penduduknya. Selain itu ada juga terdapat perkebunan negara dan swasta. Umumnya areal ini ditanami kelapa sawit. Sedangkan untuk perkebunan rakyat, persawahan, perladangan, lahan yang tersedia sangat sempit. Sehingga ini memberikan penafsiran kepada kita bahwa di kecamatan Rantau Utara sangat sedikit penduduknya yang mata pencahariannya petani.

Kecamatan ini dipimpin oleh seorang camat yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Labuhan Batu. Karena kecamatan Rantau Utara merupakan wilayah dari kota administratif Rantau Prapat, maka unit pemerintahan yang


(30)

terkecil adalah kelurahan. Masing-masing kelurahan dikepalai oleh seorang lurah. Lurah bertanggung jawab kepada camat kecamatan Rantau Utara.

Kecamatan Rantau Utara terbagi atas sepuluh kelurahan. Adapun kelurahan tersebut ialah:

1. Kelurahan Kartini 2. Kelurahan Silandorung 3. Kelurahan Padang Bulan 4. Kelurahan Rantau Prapat 5. Kelurahan Cendana 6. Kelurahan Binaraga 7. Kelurahan Siringo-ringo 8. Kelurahan Aek Paing 9. Kelurahan Padang Matinggi 10.Kelurahan Pulo Padang

Kantor camat sebagai pusat pemerintahan di kecamatan Rantau Utara terletak di jalan Binaraga kelurahan Siringo-ringo. Kantor camat ini memiliki luas tanah 670m² dengan luas bangunan 600m². Dari gedung inilah keseluruhan jalannya pemerintahan di kecamatan Rantau Utara diatur dalam kesehariannya.


(31)

3. Pola Pemukiman

Rantau Prapat adalah kota yang sedang berkembang baik dari segi kependudukan maupun dari tempat tinggal serta bentuk bangunan rumah yang bermacam-macam. Banyak bangunan rumah terdapat dikecamatan Rantau Utara ini, baik yang terbuat dari beton dengan menampilkan semi permanent pada aksen rumah, maupun yang menunjukkan kemewahan dengan biaya untuk bangunan rumah 1 milyar rupiah, namun masih ada juga yang sederhana, dengan dinding rumah berlapis papan. Bangunan rumah menurut kwalitasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

TABEL 4

BANGUNAN RUMAH MENURUT KWALITASNYA

No Kwalitas Rumah Jumlah

1 Pemanen 4.599

2 Semi Pemanen 8.431

3 Sederhana 2.299

Jumlah 15.329


(32)

4. Komposisi Penduduk Kecamatan Rantau Utara

Kepadatan penduduk kecamatan Rantau Utara sangatlah tinggi dengan luas 112,47Km² memiliki penduduk sebanyak 75.775 jiwa. Kepadatan penduduknya hamper mencapai 2000jiwa/Km². diantara kecamatan-kecamatan yang ada di Labuhan Batu, kecamatan Rantau Utara merupakan Urutan ke II dalam kepadatan penduduk setelah kecamatan Torgamba.

Dari 75.775 jiwa penduduk tersebut yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan berjenis kelamin perempuan, dengan perincian penduduk wanita sebanyak 38.221 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 40.554. Keseluruhan penduduk merupakan Warga Negara Indonesia. Untuk lebih jelas tentang keadaan penduduk kecamatan Rantau Utara, dibawah ini akan dipaparkan tentang komposisi penduduk berdasarkan agama, tingkat umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

4.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Di kecamatan Rantau Utara penganut lima agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia semuanya ada. Tetapi agama Islam merupakan agama yang paling banyak jumlahnya. Jumlah penganut agama Islam ini mencapai 54.245 jiwa dari keseluruhan jumlah penduduk. Untuk lebih jelas tentang komposisi penduduk kecamatan Rantau Utara menurut agama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:


(33)

TABEL 5

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT AGAMA

No Agama Jumlah Persentase

1 Islam 54.245 71,58

2 Protestan 11.276 14,89

3 Khatolik 7.777 10,27

4 Hindu 0 0

5 Budha 2.477 3,26

Jumlah 73.059 100

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Rantau Utara 2007 (data diolah kembali)

Dari tabel diatas terlihat bahwa penduduk yang beragama Islam berjumlah 54.245 jiwa atau 71,58%. Sedangkan penduduk yang beragam Kristen Protestan jumlahnya mencapai 11.276 jiwa atau 14,89%. Penduduk yang menganut agama Kristen Protestan ini terbagi kedlam beberapa jemaat, yang masing-masing jemaat memiliki gereja tersendiri. Adapun gereja-gereja tersebut misalnya: jemaat HKBP berada di jalan Sei Tawar, GKPS berada di jalan By Pass Kayu Raja, HKI di jalan By Pass Kayu Raja, GKPI di jalan Torpisang Mata, GMI di jalan Ahmad Yani, GBI di jalan Ahmad Yani (gedung Suzuya Rantau Prapat) dan lain-lain.

Selain kedua agama tersebut, agama lain yang juga banyak penganutnya adalah agama Budha. Jumlah penduduk yang menganut agama budha mencapai 2.477 jiwa atau 3,26%. Keseluruhannya adalah penduduk yang berasal dari etnis Tionghoa. Kemudian penganut agama Khatolik berjumlah 7.777 jiwa atau 10,27%.


(34)

Demikian komposisi penduduk Kecamatan Rantau Utara berdasarkan agama yang dianutnya. Dari keadaan ini jelas terlihat bahwa keseluruhan agama yang diakui oleh pemerintah republik Indonesia penganut agama hindu yang tidak ada di kecamatan Rantau Utara. Tetapi walaupun demikian belum pernah terjadi konflik antara agama di kecamatan Rantau Utara. Keseluruhan agama tersebut dapat hidup berdampingan secara damai.

4.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur

Jumlah penduduk yang berada diluar angkatan kerja, yaitu penduduk yang berumur 0 – 14 tahun dan diatas 50 tahun sangat banyak jumlahnya.

TABEL 6

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT TINGKAT UMUR

No Tingkat Umur Jumlah Persentase

1 0 – 4 Tahun 9.708 13,25

2 5 – 9 Tahun 11.515 15,19

3 10 – 14 Tahun 10.589 13,97

4 15 – 19 Tahun 8.521 11,24

5 20 – 24 Tahun 7.639 10,08

6 25 – 29 Tahun 7.320 9,66

7 30 – 34 Tahun 6.748 8,90

8 35 – 39 Tahun 3.667 4,83

9 40 – 44 Tahun 2.400 3,16


(35)

11 50 – 54 Tahun 1.797 2,37

12 55 – 59 Tahun 1.077 1,42

13 60 – 64 Tahun 1.222 1,61

14 65+ 1.477 1,94

Jumlah 75.775 100

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Rantau Utara 2007 (data diolah kembali)

Dari tabel atas terlihat bahwa penduduk yang berusia antara 0 – 4 tahun cukup tinggi, jumlah mencapai 9.708 jiwa atau 13,25%. Kemudian penduduk yang berusia 5 – 9 tahun jumlahnya mencapai 11.515 jiwa atau 15,19%, dan yang berusia 10 – 14 sebanyak 10.589 jiwa atau 13,97%, sedangkan yang berusia diatas 65 tahun sebanyak 1.477 jiwa atau 1,94%. Keseluruhan jumlah diatas adalah penduduk yang berada di luar angkatan kerja. Jika ditotal jumlah ini mencapai 33.289 jiwa atau 43,93%.

Untuk penduduk yang berada pada angkatan kerja, jumlahnya mencapai 42.486 jiwa atau 56,06%. Dari jumlah diatas terbagi atas penduduk yang berusia 15 – 19 tahun sebanyak 8.521 jiwa atau 11,24%, yang berusia 20 – 24 tahun sebanyak 7.639 jiwa atau 10,08%, yang berusia 25 – 29 tahun sebanyak 7.320 jiwa atau 9,66%, yang berusia 30 – 34 tahun sebanyak 6.748 jiwa atau 8,90%, yang berusia 35 – 39 tahun sebanyak 3667 jiwa atau 4,83%, yang berusia 40 – 44 tahun sebanyak 2.400 jiwa atau 3,16%, yang berusia 45 – 49 tahun sebanyak 2.095 jiwa atau 2,76%, yang berusia 50 – 54 tahun sebanyak 1.797 jiwa atau 2,37%, yang berusia 55 – 59 tahun sebanyak 1.077 jiwa atau 1,42% dan yang berusia 60 – 64 tahun sebanyak 1.222 jiwa atau 1,61%.

Dari tabel diatas juga terlihat bahwa penduduk yang berada pada angka kerja yang terbanyak adalah angkatan kerja pemula yaitu yang berusia 15 – 19 tahun. Padahal


(36)

sebenarnya penduduk yang berada pada angkatan kerja pemula ini belum tentu bekerja, karena masih banyak diantaranya yang sedang menempuh pendidikan. Dengan keadaan yang demikian ini, jumlah angka ketergantungan di kecamatan Rantau Utara semakin tinggi.

4.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Rantau Utara sangat rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya pendudu usia 7 – 12 tahun yang tidak sekolah. Begitu juga dengan penduduk yang berusia 13 – 19 tahun banyak yang tidak bersekolah. Untuk lebih jelas tentang komposisi penduduk kecamatan Rantau Utara menurut tingkat pendidikan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

TABEL 7

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT STATUS PENDIDIKAN

No Usia Sekolah Tidak Sekolah Junlah

1 7 – 12 18.416 80 18.496

2 13 – 19 14.976 996 15.952

Jumlah 34.448

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Rantau Utara Tahun 2007

Dari tabel diatas terlihat bahwa begitu banyak remaja tidak sekolah setelah menamatkan Sekolah Dasar 13-19 tahun. Kesimpulan tersebut diperoleh karena perbandingan siswa yang sekolah antara umur 13-19 tahun lebih banyak jumlahnya dari pada usia 7-12 tahun.


(37)

4.4. Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan

Pada bagian komposisi penduduk menurut tingkat umur telah disebutkan bahwa jumlah angkatan kerja di Kecamatan Rantau Utara mencapai 42.486 jiwa. Tetapi dari keseluruhan jumlah tersebut tidak semuanya mendapat kesempatan untuk bekerja. Sebagian diantaranya tidak bekerja. Jumlah penduduk yang bekerja dari angkatan kerja tersebut adalah mencapai 11.467 jiwa atau sedikit lebih banyak dari yang tidak bekerja. Ketidakbekerjaan penduduk yang berada pada angkatan kerja ini disebabkan oleh beberapa hal. Sebagian diantaranya karena masih menempuh pendidikan, terutama untuk murid-murid pada tingkat SLTA. Sebagian lainnya karena menjadi ibu rumah tangga, serta ada juga penduduk yang menganggur karena tidak ada tersedia lapangan pekerjaan. Dari ke 11.467 jiwa penduduk yang bekerja tersebut, mereka bekerja diberbagai sector kehidupan. Untuk lebih jelas tentang komposisi penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Rantau Utara dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

TABEL 8

Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

1 Pertanian 2.302 20,08

2 Industri 272 2,38

3 Perdagangan 2.604 22,70

4 Lainnya 6.289 54,84

Jumlah 11.467 100


(38)

Dari tabel diatas terlihat bahwa kebanyakan penduduk Kecamatan Rantau Utara bekerja di jenis pekerjaanlainnya, antara lain ada yang bekerja sebagai pegawai negeri/ABRI, bekerja disektor angkutan yang dimaksud di sini sudah termasuk didalamnya penarik becak mesin yang banyak terdapat di Kecamatan Rantau Utara, pegawai swasta umumnya bekerja di perusahaan – perusahaan perkebunan yang dikelolah oleh swasta.

Jumlah kedua yang paling banyak adalah yang bekerja sebagai pedagang. Jumlahnya mencapai 6.289 jiwa atau 22,70%. Sebagian besar diantaranya merupakan warga Negara Indonesia yang bersuku bangsa tionghoa (cina). Jumlah ketiga yang paling banyak adalah yang bekerja sebagai petani, yaitu sebanyak 2.302 jiwa atau 20,08%, dan jumlah terakhir ialah yang bekerja dibidang industri berjumlah 272 jiwa atau 2,38%.

5. Sarana dan Prasaranan 5.1. Saranan Pendidikan

Saranan pendidikan di Kecamatan Rantau Utara sangat lengkap mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi. Sebagian dari sarana pendidikan ini merupakan sekolah negeri yang didirikan oleh pemerintah. Sedangkan sekolah lainnya adalah sekolah swasta yang dikelola oleh berbagai Yayasan pendidikan swasta yang ada di Kecamatan ini.

Untuk sekolah Taman Kanak-Kanak terdapat 8 sekolah. Semua merupakan Taman Kanak-Kanak yang dikelola oleh Yayasan swasta. Jumlah terbesar adalah SD. Jumlah SD di Kecamatan ini mencapai 34 yang terdiri dari SD Negeri dan SD Swasta.


(39)

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama jumlahnya sebanyak 19 sekolah yang terdiri dari SLTP Negeri dan SLTP Swasta. Untuk SLTA jumlahnya 15 yang terdiri dari 2 sekolah SLTA Negeri, 1 sekolah Madrasah Aliyah Negeri, 4 sekolah SLTA Swasta umum, 2 sekolah SLTA Swasta Islam, 1 sekolah SLTA Swasta Protestan dan 1 sekolah SLTA Katolik. Sedangkan sekolah Kejuruan Tingkat SLTA ada 3 sekolah yang terdiri dari 1 Negeri dan 2 Swasta.

Untuk lebih jelas tentang jumlah sarana pendidikan di Rantau Utara dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

TABEL 9

Sarana Pendidikan di Kecamatan Rantau Utara

No Jenis Sekolah Jumlah

1 Taman Kanak-Kanak 8

2 Sekolah Dasar 34

3 SLTP 19

4 SLTA 15

5 Perguruan Tinggi -

Jumlah 76

Sumber : Kantor Kecamatan Rantau Utara Tahun 2007

Selain saran pendidikan umum di Kecamatan Rantau Utara juga ada terdapat berbagai kursus yang merupakan pendidikan luar sekolah yang dikelola atas swadaya masyarakat. Jumlah kursus-kursus ini ada 5 tempat yang terdiri dari 2 tempat kursus computer, 1 tempat kursus Bahasa Inggris dan 2 tempat Bimbingan Belajar.


(40)

Pada kecamatan Rantau Utara Kelurahan Rantau Prapat, banyak ditemukan sekolah Swasta maupun Negeri yang memiliki fasilitas fisik sangat baik. Seperti sekolah Swasta Khatolik RK Bintang Timur. Sekolah ini memiliki fasilitas yang cukup memadai dari mulai gedung sekolah yang megah dan nyaman karena berada di daerah yang jauh dari keramaian kendaraan. RK Bintang Timur memilki __ruangan, __ruangan computer (computer ini digunakan bergantian oleh masing-masing kelas yang memiliki jadwal penggunaan ruang computer). Disekolah ini juga ditemukan fasilitas olah raga yang lengkap.

Gambar 1

Diatas ialah gambar bangunan sekolah RK Bintang Timur, yang merupakan fasilitas fisik agar berlangsungnya proses belajar - mengajar dengan baik.


(41)

Diatas ialah gambar dari fasilitas olah raga yang digunakan untuk menunjang kegiatan olah raga siswa/siswi RK Bintang Timur.

Sekolah Swasta Bhayangkari ialah sekolah yang dikelolah oleh yayasan Kemala Bhayangkari yang berada dibawah naungan polres Labuhan Batu. Sekolah ini berada dipusat kota. Fasilitas fisik disekolah ini juga memadai untuk melangsungkan proses belajar – mengajar. Tersedia 36 ruangan kelas yang dapat digunakan seluruhnya baik pada sekolah di pagi hari maupun sekolah di siang hari untuk SLTP dan SLTA.

Sekolah ini memiliki ruangan computer yang dapat digunakan setiap hari oleh para siswa dalam pelajaran meng-tik. Laboratorium Biologi dan Kimia juga ada disekolah ini, hanya tidak memiliki laboratorium bahasa. Ruang perpustakaan dipenuhi oleh buku-buku yang diberikan oleh pemerintah untuk dimanfaatkan sebaik mungkin tanpa harus memungut biaya. Perpustakaan ini digunakan untuk peminjaman buku-buku paket dari pemerintah, pada jadwal istirahat para siswa lebih meluangkan waktu untuk mengunjungi kantin sekolah dari pada mengunjungi perpustakaan.

Untuk ekstra kulikuler sekolah Bhayangkari memiliki kelompok Drumband, yang sering sekali diundang untuk menghadiri upacara-upacara nasional sebagai pengiring upacara.

Gambar 3

Diatas ialah gambar bangunan sekolah Yayasan Kemala Bhayangkari yang merupakan fasilitas fisik agar berlangsungnya proses belajar – mengajar dengan baik.


(42)

Gambar 4

Diatas ialah gambar dai fasilita oleh raga yang digunakan untuk menunjang kegiatan olah raga siswa/siswi Yayasan Kemala Bhayangkari.

Sekolah swasta Panglima Polem, mayoritas siswa/siswinya ialah suku bangsa Tionghoa. Sekolah ini juga memiliki fasilitas yang baik. Tersedia 18 ruangan kelas yang dapat digunakan seluruhnya untuk SLTP dan SLTA belum termasuk gedung SD.

Sekolah ini memiliki ruangan computer yang dapat digunakan setiap hari oleh para siswa dalam pelajaran meng-tik dan tersanbung dengan jaringan internet yang dapat digunakan para siswa untuk memperoleh informasi yang mendukung pelajaran mereka.

Laboratorium Biologi dan Kimia juga ada disekolah ini, hanya tidak memiliki laboratorium bahasa. Ruang perpustakaan dipenuhi oleh buku-buku yang diberikan oleh pemerintah untuk dimanfaatkan sebaik mungkin tanpa harus memungut biaya. Setiap sore hari Sekolah Perguruan Panglima Polem mengadakan mata pelajaran tambahan yang dilakukan pada sore hari. Semua siswa wajib mengikutinya.

Ekstra kulikuler dilakukan disekolah ini pada hari jumat dan sabtu di sore hari, setelah selesai bersekolah. Untuk ekstra kulikuler siswapun diwajibkan untuk mengikutinya. Dengan memilih minat mereka masing-masing.


(43)

Gambar 5

Diatas ialah gambar bangunan sekolah Perguruan Panglima Polem yang merupakan fasilitas fisik agar berlangsungnya proses belajar – mengajar dengan baik.

Gambar 4

Diatas ialah gambar dai fasilita oleh raga yang digunakan untuk menunjang kegiatan olah raga siswa/siswiSekolah Perguruan Panglima Polem.

Selain itu penduduk Kecamatan Rantau Utara juga menganggap penting pendidikan agama untuk anak-anaknya. Untuk itu bagi penduduk yang beragama Islam mereka mendirikan berbagai Madrasah di Kelurahan masing-masing sebagai tempat belajar pendidikan agama bagi anak-anaknya. Sedangkan bagi penduduk beragama


(44)

Kristen sarana pendidikan agama bagi anak-anak dilakukan dengan sekolah minggu di tiap-tiap gereja yang ada.

5.2 Saranan Ibadah

Bagi tiap-tiap pemeluk agama di Kecamatan Rantau Utara tidak ada kendala untuk menjalankan ibadah menurut agamanya masing-masing. Di Kecamatan ini sarana ibadah tiap-tiap agama tersedia dengan lengkap. Untuk tempat beribadah penduduk yang beragama Islam terdapat 57 Mesjid serta 39 Surau atau Musholla. Untuk yang beragama Kristen Protestan dan Kristren Katolik terdapat 25 Gereja, untuk yang beragama budha terdapat 7 Vihara sedangkan untuk yang beragama Hindu tidak terdapat sarana ibadah.

Mesjid sebagai sarana beribadah bagi umat Islam, mereka pergunakan terutama untuk melaksanakan ibadah sholat lima waktu. Hal yang sama juga terjadi untuk Musholla. Perbedaanya hanyalah dalam pelaksanaan sholat jumat. Musholla tidak pernah digunakan untuk melaksanakan sholat jumat. Pelaksanaan sholat jumat dipusatkan di mesjid-mesjid yang ada. Selain itu mesjid juga digunakan untuk melaksanakan pengajian, terutama untuk mendengarkan ceramah-ceramah tentang keagamaan. Seluruh mesjid dan musholla ini dibangun dan dikelola dengan dana swadaya masyarakat sendiri.


(45)

Diatas ialah gambar Mesjid Al Ikhlas berada di jalan Cut Nyakdien Kecamatan Rantau Utara.

Dari 24 Gereja untuk tempat beribadah bagi umat Kristen, 2 diantaranya merupakan Gereja HKBP, 1 Gereja GKPS, 1 Gereja HKI, 2 Gereja GMI, 1 Gereja GBKP, 1 Gereja Pentakosta, 1 Gereja Katolik dan 15 GBI yang terbagi dalam berbagai jemaat; diantaranya jemaat antiokhia, jemaat batu penjuru dan lain sebagainya. Kegunaan gereja sebagai tempat beribadah terutama dipergunakan dalam melakukan kebaktian pada hari Minggu.

Selain itu gereja juga dipergunakan untuk memberikan pendidikan agama tentang ajaran-ajaran Kristiani kepada anak-anak pada hari Minggu. Hal yang sama juga terdapat di gereja Katolik. Sama halnya dengan pembangunan mesjid, keseluruhan gereja ini juga dibangun dan dikelola atas dana swadaya masyarakat sendiri. Sedangkan 7 Vihara dipergunakan oleh umat Budha yang pada umumnya merupakan keturunan Tionghoa untuk beribadah.


(46)

Gambar 8

Diatas ialah gambar gereja Khatolik yang berada di jalan By Pass Kecamatan Rantau Utara.

5.3 Sarana Kesehatan

Untuk sarana kesehatan, di Kecamatan Rantau Utara sudah ada terdapat 1 rumah sakit umum, rumah sakit ini berada di Jl. Kartini Rantau Prapat. Dikecamatan ini hanya terdapat 1 rumah sakit bersalin yang dikelola oleh swasta. Tetapi selain menampung ibu-ibu yang melahirkan, rumah sakit bersalin ini juga menampung penduduk yang mendapat gangguan jiwa. Apabila rumah sakit bersalin ini merasa tidak sanggup mengobatin pasien, maka mereka akan mengirimnya ke RSU Rantau Prapat yang berada di Rantau Utara.

Tetapi untuk melayani kebutuhan masyarakat akan kesehatan, pemerintah membangun 4 Puskesmas. Di Kecamatan ini ada 28 orang yang terdaftar, serta 33 bidan yang selalu siap membantu persalinan sewaktu-waktu. Dokter-dokter di Kecamatan ini pada umumnya buka praktek pada sore hari, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan obat masyarakat terdapat 8 apotik yang keseluruhannya milik swasta.

5.4 Sarana Transportasi

Prasarana jalan di Kecamatan Rantau Utara sudah cukup baik, semua Kelurahan sudah dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Bahkan gang-gang yang ada di Kelurahan pada umumnya sudah dapat dilalui oleh kendaraan. Jalan-jalan yang menghubungkan antar Kelurahan keseluruhnya dilapisin dengan aspal hotmix. Sedangkan jalan-jalan di gang kebanyakan hanya dilapisin dfengan aspal biasa atau semen. Hanya beberapa saja yang masih berupa jalan batu atau tanah.


(47)

Terdapat sebagian jalan yang dibuat dengan menggunakan aspal sudah mengalami kerusakan, itu terlihat dari jalan baru yang sudah seperti kubangan. Sehingga truk-truk yang hendak menuju riau atau daerah disekitarnya sampai juga Kepulau Jawa harus melalui jalan kota yaitu jalan Lintas Sumatera. Truk-truk ini melewati kota karena jalan Baru/Bypasa sudah sangat rawan untuk dilalui, banyak truk yang jatuh karena lobangnya terlalu dalam sehingga mengganggu aktivitas pengguna kendaraan yang lain. Lewatnya truk-truk ini mengakibatkan jalan lintas Sumatera pun menjadi rusak, sudah sangat banyak yang bolong-bolong tetapi tidak mempengaruhi pengguna jalan baik yang beroda dua sampai yang beroda empat menggunakan jalan tersebut. Adapun jumlah kendaraan yang dimiliki oleh penduduk Kecamatan Rantau Utara dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

TABEL 10 Jenis Kendaraan

No Jenis Kendaraan Jumlah

1 Mobil penumpang 86

2 Mobil gerobak 68

3 Mobil pribadi 64

4 Sepeda motor 70

Jumlah 288


(48)

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah kendaraan atau sarana transportasi yang dimiliki oleh penduduk banyak hingga mencapai 288 kendaraan. Di Kecamatan ini hamper tiap rumah tangga memiliki sepeda motor, sedangkan mobil grobak sering digunakan untuk mengangkat sawit maupun getah karet. Dari tabel di atas juga menunjukkan bahwa mobil pribadi termasuk ke dalam jumlah yang dominan di bawah jumlah mobil penumpang.


(49)

BAB III

KONSEP MASYARAKAT RANTAU PRAPAT

TENTANG ILMU PENGETAHUAN

3.1. Gambaran Umum Responden

Penelitian ini dilaksanakan di tiga lingkungan yaitu Lingkungan Skip, Lingkungan Kampung Tempel, dan Lingkungan Pekan Lama (paindoan) kelurahan Rantau Prapat kecamatan Rantau Utara.

Data Primer diperoleh dari penyebaran angket kepada 40 responden yang bertempat tinggal dilingkungan Skip, Lingkungan Kampung Tempel, Lingkungan Pekan Lama (Paindoan) kelurahan Rantau Prapat kecamatan Rantau Utara.

Dari hasil di lapangan dengan penyebaran koesioner kepada responden, penulis akan memaparkan gambaran umum responden.

TABEL 11

Gambaran Umum Responden

No Jenis Responden Jumlah/Jiwa Persentase

1 Orang tua 11 27,5

2 Siswa/siswi 16 40

3 Anak yang putus sekolah 13 32,5

Jumlah 40 100

Sumber: Data Koesioner

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besarresponden terdiri dari siswa/siswi yaitu sebesar 40% dari keseluruhan jumlah responden 40 jiwa. Orang Tua berjumlah 11


(50)

jiwa atau 27,5% dan Anak yang putus sekolah berjumlah 13 jiwa atau 32,5%. 40 jiwa responden tersebut masing-masing memberikan tanggapannya seputar pendidikan.

TABEL 12

Gambaran Responden Berdasarkan Status Pendidikan Bagi Remaja Usia 13-19 Tahun

No Pendidikan Jumlah/Jiwa Persentase

1 SD - -

2 Tidak Tamat SD - -

3 SLTP 6 21,60

4 Tidak Tamat SLTP 8 28,65

5 SLTA 10 32,50

6 Tidak Tamat SLTA 2 17,25

Jumlah 29 100

Sumber: Data Koesioner

Dari tabel diatas responden yang masih berstatus siswa/siswi SLTP berjumlah 6 jiwa atau 21,60% dan yang berstatus siswa/siswi SLTA berjumlah 10 jiwa atau 32,50%. Masing-masing mereka memberi respon yang beragam ketika menerima koesioner. Gambaran responden yang tidak menamatkan bangku sekolahnya pada tingkat SLTP berjumlah 8 jiwa atau 28,65%, dan pada tingkat SLTA berjumlah 5 jiwa atau 17,25%.


(51)

TABEL 13

Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah/Jiwa Persentase

1 Laki-laki 22 55

2 Perempuan 18 45

Jumlah 40 100

Sumber: Data Koesioner

Jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 22 jiwa atau 55%, dan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 18 jiwa atau 45% dari keseluruhan jumlah responden yaitu 40 jiwa.

3.2. Pengertian Masyarakat Rantau Prapat Tentang Pendidikan

Proses-proses transmisi budaya atau pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi. Sosialisasi atau proses didik ini pada mulanya terjadi dari lingkungan keluarga, sebagai lembaga sosial yang paling kecil, dengan maksud untuk mengalihkan atau proses pembinaan adat-istiadat dan seluruh kebudayaan dari generasi yang lama ke generasi yang baru. Proses ini berlangsung mulai dari bayi, balita, sampai kepada masa kanak-kanak dibawah pengawasan ibu, ayah dan dibantu oleh sanak keluarga yang lainnya sebagai suatu lembaga kekeluargaan, sampai pada suatu lembaga yang sifatnya formal.

Dari sini mulai ditanamkan nilai-nilai kemasyarakatan yang dirasakan oleh anak-anak selama masa awal umurnya atau masa-masa yang paling penting, sehingga menjadi mesin penggerak dalam pribadinya. Anak-anak (biasanya diatas usia 5 tahun) mulai diperkenalkan kepada lembaga-lembaga yang sifatnya formal.


(52)

Masyarakat Rantau Prapat yang secara geografis merupakan daerah yang terbuka sehingga secara sosial budaya Rantau Prapat merupakan daerah multietnik. Penduduk Rantau Prapat sebagian besar adalah orang-orang yang datang dari daerah Sidimpuan (Sipirok), Jawa, Batak Toba, Batak Karo, Nias, Melayu, Cina. Pada masyarakat Rantau Prapat ini sebelum mengenal pendidikan modern yaitu sekolah-sekolah, mereka telah mengenal sistem pendidikan yang sifatnya tradisional sejak jaman dahulu sudah dikenal oleh masyarakat Rantau Prapat. Sistem pendidikan tradisional ini sering kali bersifat keagamaan dan diutamakan kepada anak-anak usia 3-5 tahun. Masyarakat beragama Kristen misalnya pendidikan dasar yang diperkenalkan diluar lembaga kekeluargaan ialah memberikan pendidikan dasar di gereja (Sekolah Minggu) 1 x dalam satu minggu yaitu pada hari minggu pagi anak-anak akan diantar oleh orangtuanya ke gereja. Dan di gereja guru sekolah minggu akan memberikan pelajaran-pelajaran keagamaan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Anak-anak diajari bernyanyi dengan menggunakan seluruh anggota tubuhnya, menggerak-gerakkan tubuhnya sambil menari mencontohkan apa yang diperagakan oleh guru sekolah minggunya.

Biarpun gunung-gunung beranjak

(kedua tangan disatukan membentuk segitiga dan menyerupai gunung) Dan segala bukit bergoyang

(kedua tangan diletakkan dipinggang kemudian sambil bergoyang-goyang) Namun kasih setia-Mu

(meletakkan kedua tangan didada) Tak akan beranjak dariku

(Melambaikan tangan sebagai ungkapan bahasa tubuh “tak akan beranjak”).

Reff:

Tak akan beranjak

(melambaikan tangan sebagai ungkapan bahasa tubuh “tak akan beranjak”) Tak akan bergoyang-goyang

(meletakkan tangan dipinggang kemudian bergoyang-goyang). Tak akan beranjak

(melambaikan tangan sebagai ungkapan bahasa tubuh “tak akan beranjak”) Tak akan bergoyang-goyang


(53)

(meletakkan tangan dipinggang kemudian bergoyang-goyang). Demikianlah firman Tuhan yang mengasihi mu

(kedua tangan diletakkan didada).

Kemudian mereka disuruh duduk tenang mendengarkan firman Tuhan yang disampaikan oleh guru sekolah minggu dengan gaya bahasa berdongeng. Setelah rutinitas ibadah selesai, yang berlangsung 1 1/2 jam anak-anak akan diberi hadiah berupa permen

dan kartu (card). Kartu tersebut harus disimpan sampai hari Natal berupa Alkitab.

Begitu juga pada masyarakat Rantau Papat yang beragama Islam. Pendidikan yang diperkenalkan diluar lembaga kekeluargaan ialah memberikan pendidikan dasar dengan cara belajar mengaji seseorang guru ngaji.

Sistem pendidikan modern, lembaga-lembaga pendidikan formal dengan bentuk sekolah seperti sekarang ini, mulai tumbuh dan berkembang pada zaman kolonial yang dibangun oleh pemerintah kolonial khususnya dikota-kota sebagai pusat pemerintahan kolonial, misalnya ibu kota provinsi, ibukota keresidenan, ibukota kabupaten, putra/putri pegawai negeri. Di dalam sistem pendidikan modern ini, para murid diberikan pengetahuan yang sifatnya lebih sekuler dan rasional.

Selanjutnya masyarakat Rantau Prapat memandang pendidikan yang akan diberikan kepada sianak adalah pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang akan membantu sianak kelak dikemudian hari sebagai jembatan menuju masa depan kehidupan yang mungkin akan dihadapinya. Seperti kutipan hasil wawancara penulis dengan salah seorang informan yang berusia 52 tahun, yang menjabat sebagai lurah Rantau Utara.

“Sudah jelas orang punya pendidikan berbeda dengan orang yang tidak punya pendidikan. Sekolahlah misalnya anak saya di Perguruan Tinggi atau SMA lah kita bilang ya… ! Anak saya sudah 3 orang yang Sarjana, 1 lagi SMA, adiknya SMP lah itu kelas 1. Sudah


(54)

jelas anak saya yang lulusan Perguruan Tinggi atau SMA berbeda pemikirannya dan pola pikirnya. Dan kalau mencari kerjapun ya sudah jelas yang berpendidikan lebih diutamakan, artinya masa depannya sudah agak terjaminlah kita bilang, walaupun nasib dan keberuntungan juga menentukan masa depan seseorang, cuma berapa persenlah itu. Berapa persenlah orang yang seperti si Pardede sana, atau seperti si Olo sana, kaya tanpa sekolah, sikitnya kan ? Jadi kalau dia sekolah terisilah sedikit demi sedikit ilmu dikepalanya, yang bisa dipergunakannya sewaktu-waktu.”

Jadi, pada masyarakat Rantau Prapat pengertian tentang pendidikan telah mereka sadari akan kehadirannya dalam kehidupan sosialnya. Secara umum mereka memandang pengertian tentang pendidikan itu diberikan kepad si anak agar anak menjadi “cerdas” dan “pintar” atau lebih tahu dari mereka peroleh sebelumnya, dengan harapan akan membantu si anak kelak dalam memecahkan misteri liku-liku dan teka-teki kehidupan ini. Gambaran ini terlihat jelas dengan usaha yang telah mereka lakukan sebelum dikenalkannya lembaga pendidikan modern seperti pada masa sekarang ini yaitu apa yang dinamakan sebagai pendidikan tradisional lain.

Arti pentingnya kehadiran bukan saja dirasakan oleh orangtua, pada diri si anak juga menyadari kalau pendidikan itu sangat berarti dalam kehidupannya kelak. Janter Agus Toni Manurung, siswa SMAN 1 Rantau Utara Kelas Xc mengatakan :

“Hadirnya pendidikan itu menurut saya merupakan suatu cara

untuk mengubah watak seseorang dan pengetahuannya, sehingga kelak saya bisa menjadi manusia yang berguna. Bukan cuma itu, selain pendidikan yang saya dapat disekolah, saya juga bisa mengembangkan bakat yang telah diberikan Tuhan, dengan ikut ekskul.”

Sama halnya dengan Heni Deswenti, siswi SMAN 1 Rantau Utara mengatakan : “Hadirnya pendidikan merupakan suatu proses yang dapat

merubah manusia yang tadinya belum mengetahui apa – apa tetapi setelah diperkenalkan dengan pendidikan menjadi apa yang diinginkan. Bisa menjadi Dokter, Insinyur, ABRI, pokoknya apa saja,


(55)

yang penting punya tekat dan semangat serta didorong dengan usaha yang keras.”

3.3. Konsep Masyarakat Rantau Prapat Tentang Ilmu Pengetahuan

Pada dasarnya manusia itu adalah mahluk yang mempunyai pikiran dan bahwa manuaia itu adalah mahluk social dan sebagai mahluk yang mempunyai pikiran membuat manusia berbeda dari hewan, sedangkan mahluk social menjadikan manusia sebagai mahluk yang bergaul dan bermasyarakat.

Sebagai mahluk yang mempunyai pikiran, maka tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya perlu berlandaskan pada ilmu. Ilmu yang dimaksud disini adalah kumpulan dari sejumlah pengertian tentang suatu hal, dan yang dimaksud dngan pengertian adalah hasil berfikir.

Benda hidup selain manusia dapat mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa ilmu, misalnya hewan, tindakan hewan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dapat terlaksana tanpa memakai pengertian, dan tindakan tersebut tidak dapat keliru karena hewan tidak dapat menyimpang dari maksud dan tujuan gerak hidup. Lain halnya dengan manusia, bila ia tidak menggunakan ilmu maka maksud dan tujuan tindakannya tidak akan tercapai dan sering terjadi kekeliruan. Jadi, bagi manusia ilmu pengetahuan itu merupakan syarat mutlak untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga manusia itu memerlukan pendidikan.

Lebih lanjut lagi, dengan adanya pikiran manusia bias menciptakan ilmu pengetahuan, menciptakan barang-barang guna mencukupi kebutuhan hidupnya, menciptakan seni bagi kebutuhan jiwanya dan mencita-citakan sesuatu bagi kebahagiaan hidupnya. Sedangkan binatang tidak bias melakukan hal tersebut.


(56)

Masyarakat Rantau Prapat memberikan berbagai konsep ilmu pengetahuan dari apa yang mereka ketahui selama ini. Ilmu pengetahuan yang katanya adalah modal untuk menjalani kehidupan mereka peroleh dari sekolah maupun dilingkungan masyarakat, dengan kata lain pengetahuan itu dimana saja bias didapatkan, baik itu pengetahuan alam maupun social. Seperti kutipan hasil wawancara penulis dengan seorang informan.

“Ilmu pengetahuan itu kak, sesuatu yang dapat kita pergunakan nantinya dan kita bias menciptakan sesuatu dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang kita terima itu, ya misalnya ya kak, kita bias menciptakan robot buat dijadikan pembantu rumah tangga, ha…ha…ha… seperti orang jepang itu loh kak. Cuma kan kak, kita nggak bias bersaing ama orang itu. Itu karena mental kita, mental tahu-tempe sementara orang luar negeri sana mental susu-keju.”

Didalam masyarakat banyak macam ilmu pengetahuan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Ilmu-ilmu tersebut keseluruhan disebut kebudayaan, sehingga manusia disebut sebagai mahluk yang berbudaya, atau bangsa yang berbudaya. Untuk hidup manusia butuh ilmu sebagai pengetahuan tentang segala apa yang ada dan untuk memperolehnya itu adalah melalui belajar.

Selanjutnya masyarakat Rantau Prapat juga menyadari ada ilmu yang lain yang tidak didapat dari sekolah formal, hanya orang yang menggunakan ilmu ini jumlahnya sangat sedikit, sebagian orang yang memiliki ilmu ini (ilmu hitam) tidak mau mengakui kalau dirinya memiliki ilmu hitam. Secara umum, ilmu disini sebagai semacam kekuatan magis adalah apa yang kita kategorikan sebagai ilmu magis atau sesuatu yang berhubungan dengan alam gaib, yang diperoleh lewat belajar dan sebagian lagi diwariskan. Bagi mereka yang mempelajari ilmu ini atau mewarisinya biasa disebut sebagai dukun. Ada dukun yang sering diundang sebagai pawang hujan, dukun tersebut mampu membuat agar hujan tidak turun, pada saat yang diperlukan, misalnya apabila ada


(57)

acara hiburan rakyat dimusim penghujan maka dukun, pawing hujan sering diundang kelokasi tempat diadakannya hiburan rakyat supaya hujan tidak turun ditempat itu.

Lain halnya dengan ilmu guna-guna, orang yang menggunakan ilmu ini tidak pernah mengaku kalau dia menggunakan ilmu guna-guna. Pengguna ilmu ini sering mencelakai orang, dan orang yang dicelakainya disebut terkena guna. Apabila guna-guna tersebut sudah parah menggerogoti tubuh orang yang terkena guna-guna-guna-guna akan berakibat kematian. Ilmu guna-guna ini sering digunakan dalam persaingan dangang, perantara ilmu guna-guna tersebut bias melalui makanan dan minuman.

3.4. Proses Pengenalan Ilmu Pengetahuan

Didalam proses pengenalan ilmu pengetahuan ini ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu, yang pertama adalah bagaimana cara orang tua memperkenalkan ilmu pengetahuan kepada anak-anaknya mulai dari tingkat dasar hingga ketingkat yang lebih lanjut, sedangkan yang kedua adalah bagaimana cara sianak menerimanya dan mengambil sikap untuk menentukan pilihannya.

Untuk yang pertama, didalam proses pengenalan ilmu pengetahuan ini, peran orang tua adalah yang utama memperkenalkannya kepada anak-anak dengan berbagai cara. Dalam hal ini masyarakat Rantau Prapat telah mengenalnya sejak jaman dahulu. Contohnya ialah mereka telah mengenal pendidikan yang diajarkan oleh seorang guru ngaji atau bagi umat kristiani telah mengenal system pendidikan yang diajarkan oleh guru sekolah minggu.

Di dalam system pendidikan agama islam, proses pengenalan pendidikan formal tersebut sudah dimulai sejau usia 6tahun. Cara ini kemudian mengalami perobahan dan


(58)

perkembangan dari mulai belajar ngaji kemudian kesekolah. Hingga pada masa sekarang ini, para orang tua mulai memperkenalkan pendidikan formal dimulai sejak usia dini yaitu sejak diusia ± 5-6 tahun. Sama halnya pada masyarakat yang beragama kistiani para orangtua mulai memperkenalkan pendidikan formal pada usia ± 5-6 tahun setelah mendapatkan pendidikan dari sekolah minggu di gereja.

Pada usia tersebut anak-anak mulai diperkenalkan kepada sekolah melalui cerita-cerita tntang sekolah, yang dapat merangsang sianak bersekolah dan sebagai tindak lanjutnya ialah mendaftarkan sianak kesekolah. Hal ini dilakukan karena mereka berharap bahwa dengan memperkenalkan pendidikan bagi sianak sejak dini akan bermanfaat baginya kelak. Sehingga sianak dapat hidup layak, menjadi pandai sehingga dapat mengembangkan bakat dan kepandaiannya tersebut. Dengan demikian ia mengetahui langkah-langkah apa yang harus ditempuhnya kelak dalam megarungi kehidupan yang nantinya tidak hanya bermanfaat bagi dirinya, tetapi juga bagi nusa dan bangsa dan berbakti bagi orang tuanya.

Untuk proses selanjutnya, sianak dibiarkan berkembang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya, dalam hal ini para orang tuan tidak selalu memaksakan kehendaknya, tetapi tetap dalam waspada mengawasi gerak-gerik anaknya dalam menentukan lingkungan tempat anaknya bergaul.

Mulai timbulnya minat dan keinginan sekolah bagi anak dimulai sejak usia 4(empat) tahun, dimana orang tua mereka mulai memperkenalkannya kepada anak tersebut. Orang tua memulainya dengan cerita-cerita yang menarik sehingga merangsang minat mereka, yang timbul dan bersember dari diri sendiri (walau pun ada juga yang bersember dari orang tua, teman satu lingkungan atau saudara), karena disamping


(59)

cerita-cerita yang menarik mereka juga diberi bayangan atau gambaran masa depan atau cita-cita apa yang akan dicapai kelak.

Hal ini terutama ditekankan kepada anak yang lebih tua (sulung) agar bias menjadi contoh atau panutan bagi adik-adiknya, tetapi bukan berarti bahwa adik-adiknya tidak diberi pengertian sama sekali. Didalam proses selanjutnya, mereka mulai mengembangkan pilihan dan keinginannya sendiri untuk sekolah hingga ketingkat yang mampu dicapainya dan kemampuan perekonomian orang tuanya.

3.4. Sikap Masyarakat Rantau Prapat Terhadap Sekolah

Untuk dapat menuju pokok bahasan yang sebenarnya, yaitu keengganan siswa untuk sekolah pada usia 13-19 tahun maka perlu dilihat dahulu sikap mereka terhadap sekolah itu sendiri. Dalam tulisan ini yang menjadi sasaran adalah keluarga batih yang terbagi antara sikap orang tua (ibu, bapak) dan sianak terhadap sekolah, yang masing-masing memiliki alasan dan tujuan tertentu dalam memandang sekolah tersebut. Disini yang akan diperhatikan ialah bagaimana sikap dan tindakkan responden dalam menentuka sikapnya untuk mencapai sesuatu tujuan yaitu dibidang pendidikan dari mulai tingkat dasar sampai pada menengah atas atau bahkan berlanjut sanpai perguruan tinggi. Apa pula alas an yang melatarbelakangi sebagian anak enggan untuk sekolah.

3.4.1. Sikap Bapak/Ibu (orang tua) terhadap anak

Anak adalah anugrah yang dititipkan oleh Tuhan Yang Maha Esa uantuk dijaga, dilindungi, dididik sesuai dengan norma-norma yang berlaku didalam masyarakat, untuk itu orang tua merasa mempunyai tugas dan kewajiban untuk mengasuh anak-anaknya dan menghantarkannya kegerbang kehidupan yang layak, yang merupakan idaman dan


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Masa remaja adalah masa dimana terjadinya gejolak yang meningkat, dimana remaja akan menjalani perubahan – perubahan yang sangat menonjol baik secara psikis, emosional dan personal sehingga menimbulkan perobahan yang drastis pada tingkah laku remaja yang bersangkutan.

Keluarga merupakan lembaga sosial pertama dalam kehidupan individu, dimana individu mulai belajar dan menyatakan diri sebagai mahkluk social yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat seiring waktu mereka pun memasuki masa remaja dan mereka telah menjalani masa sosialisasi dengan lingkungan dan berinteraksi dengan sesama manusia dalam masyarakatnya. Rasa keingintahuan yang tinggi dan mencoba hal – hal baru adalah suatu yang menjadi sifat yang sangat kental pada remaja yang sedang mencari identitas diri.

Usia remaja dengan rentang umur 13 – 19 tahun adalah masa dimana anak – anak remaja tersebut membutuhkan bekal pendidikan yang sangat berguna baginya kelak. Seiring dengan perkembangan jaman dan telah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia, maka pendidikan sudah sangat diharapkan sekali dan tidak asing lagi kehadirannya dalam mewarnai kehidupan umat manusia.

Dijaman yang semakin berkembang dan berkompetisi untuk hidup, serta sebagai cirri kemodernan maka kehadiran dunia pendidikan mutlak diperlukan. Sehingga tidaklah mengherankan Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang sangat menggalakkan program pendidikan, selain membangun manusia Indonesia seutuhnya juga membangun


(2)

manusia yang berpendidikan serta berdedikasi penuh demi lancarnya program pembangunan dan kesuksesan yang dicita – citakan.

Pendidikan sebagai bagian dari pembangunan juga berperan akltif dalam menentukan arah perkembangan suatu Negara. Namun kesemua itu akan sia – sia apabila pelakunya sebagai peran utama tidak dapat mendukung arti keseluruhan dari pendidikan tersebut. Intensitas dan keberhasilan seseorang dalam meraih dan mencapai pendidikan ini pun tidak terlepas begitu saja dari latar belakang keluarga dan lingkungan yang telah menyerap dan secara sadar ataupun tidak telah mempengaruhi dan menentukan seseorang itu kearah yang ditujunya.

Berdasarkan pengertian diatas, maka penelitian ini pun dibuat yang hasil akhirnya bukan bermaksud untuk mendeskriditkan suatu masyarakat / suku bangsa, tetapi lebih bertujuan untuk melihat sampai sejauh mana kebutuhan masyarakat tersebut akan pendidikan serta apa – apa saja factor atau alasan mereka enggan untuk bersekolah. Maka dengan melihat hasil penelitian tersebut dapatlah disimpulkan :

1. Pendidikan adalah merupakan salah satu bagian terpenting dalam pemenuhan salah satu kebutuhan hidup bagi manusia, dengan pendidikan yang baik maka diharapkan pula akan dapat menghasilkan sesuatu yang baik. Tetapi karena keterbatasan pikiran, dan pengaruh lingkungan membuat mereka acuh tak acuh terhadap pendidikan, sehingga mereka enggan untuk bersekolah.

2. Keengganan ini muncul didasarkan oleh berbagai aspek yang antara lain adalah sumber dari keengganan, bagaimana terjadinya keengganan dan bagaiman bentuk / wujud keengganan tersebut. Kesemua aspek ini tidak terlepas begitu saja dari beberapa variable yang melingkupinya yang antara lain adalah (i) dari dalam diri


(3)

sendiri, (ii) dari lingkungan social, (iii) dari orangtua. Jari kesemua bentuk dari perwujudan ini terpengaruh dari beberapa factor yaitu factor dari dalam (internal) dan factor dari luar (eksternal) si individu sendiri dalam menentukan terlaksananya harapannya untuk tidak sekolah.

3. Anggapan bahwa sekolah itu tidak menyenangkan membuat mereka mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya yaitu terjun kedunia kerja dan uang, karena menganggap sekolah ataupun tidak sekolah tetap yang harus ditempuh ialah duania kerja dan uang. Dan ketika mereka mendapatkan uang hasil kerja mereka, mereka bebas menggunakan untuk kebutuhan mereka sendiri.

SARAN

Untuk memperlancar program pembangunan baik pembangunan nasional maupun pembangunan daerah yang sedang diterapkan oleh pemerintah, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang juga terdapat pada Undang – Undang Dasar 1945 sebenarnya harus memperhatikan beberapa aspek yang berkaitan dengan hal tersebut diatas. Karena didalam prakteknya untuk meraih sesuatu itu yang berdasarkan keinginan dan harapan bersama itu tidaklah mudah tanpa kita dapat memahami kenyataan apa sebenarnya yang sedang terjadi didalam masyarakat sebagai pelaku yang terlibat langsung dalam menggerakkan roda pembangunan tersebut.

Dan untuk inilah penulis mencoba untuk menganjurkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat nantinya, yaitu :

1. Didalam kehidupan ini, meraih sukses dan keberhasilan adalah impian yang diharapkan setiap orang, dan jalan untuk menuju kesuksesan dan keberhasilan ini


(4)

tidaklah rendah dibutuhkan kesabaran dan ketabahan untuk dapat merealisasikannya, dan salah satu jalan itu ialah dengan membekali diri kita dengan pendidikan. Dengan pendidikan yang baik dan cukup diharapkan mampu untuk mewujudkan terjaminnya masa depan kelak namun untuk melalui jenjang pendidkan ini pun sulit. Anak – anak remaja sudah terasupi pikirannya dengan dunia kerja dan uang. Dan untuk inilah diharapkan peran pemerintah secara aktif untuk nenberikan bimbingan dan pengarahan yang tepat bagi mereka, kader – kader generasi yang akan memimpin bangsa.

2. Bagi pemerintah kiranya cepat tanggap dalam melihat dan menanggapi serta menangani masalah-masalah yang ada dalam masyarakat guna terciptanya pembangunan yang merata, menggunakan suatu alat (pola pikir) yang cocok untuk mewujudkan terciptanya pendidikan disatu masyarakat tertentu, karena masalah yang dihadapi suatu masyarakat tidak sama dengan masalah yang dihadapi masyarakat lain dalam meningkatkan pendidikan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Juniati D, Pendidikan formal dalam keluarga batak toba di perantauan dan kaitannya dengan konsep Hagabeon, Hasangapon dan Hamorao., Skripsi S1, tidak diterbitkan 1998.

Djumransjah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bayumedia Publishing, Malang-Jawa Timur, 2004.

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005. Hasbullah, Otonomi Pendidikan, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006.

Kartono, kartini, Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional, PT Anem kosong Anem, Jakarta, 1997.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, 1985. Koentjaranigrat, SejarahTeori Antropologi I, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990. Koentjaranigrat, SejarahTeori Antropologi II, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rasda Karya, Bandung, 2004. Pidarta, Mde, Landasan Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

Russell, Bertrand; Pendidikan Dan Tatanan Sosial, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993.

Tilaar, HAR, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat madani Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.

Usman, Husaini, Dr, M.Pd, Metodologi Penelitian Sosial, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 1995.


(6)

Sumber lain:

Amandemen UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 dan Ayat 2

Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Dalam Angka 2006. Undang-undang Nomor 14, Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bab I Pasal 1

Undang-undang Nomor 20, Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 49, Ayat 1

Undang-undang Nomor 20, Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1, Pasal 6 ayat 1, Pasal 11 ayat 1

Sumber Webs:


Dokumen yang terkait

Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

4 66 87

PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF RANTAU PRAPAT

0 0 8

Warga Binaan Pemasyarakatan Laki-laki dan Kesiapan Berwirausaha Kelas II.A Rantau Prapat Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara

0 0 6

Warga Binaan Pemasyarakatan Laki-laki dan Kesiapan Berwirausaha Kelas II.A Rantau Prapat Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara

0 0 3

Warga Binaan Pemasyarakatan Laki-laki dan Kesiapan Berwirausaha Kelas II.A Rantau Prapat Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara

0 0 21

Warga Binaan Pemasyarakatan Laki-laki dan Kesiapan Berwirausaha Kelas II.A Rantau Prapat Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

0 0 11