1 BAB I PENDAHULUAN - PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Studi Kasus: Implementasi Program Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) di Desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah

  suatu langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintah. Otonomi daerah adalah pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau kabupaten/kota. Otonomi daerah tidak hanya sebatas pada pengertian pembagian kekuasaan antara lembaga pemerintahan (institusional) namun yang terpenting dari otonomi daerah adalah suatu konsep pembagian kekuasaan dan kewenangan yang proporsional dan adil antara pemerintah dengan masyarakat. Dengan demikian di dalam konsep tersebut terdapat pemahaman bahwa otonomi daerah bagi pembangunan adalah hak mengurus rumah tangga sendiri. Hak itu berasal dari pemerintah pusat yang diberikan pada pemerintah daerah sehingga bisa meningkatkan partisipasi aktif antara masyarakat dalam mengelola potensi daerah, mampu menumbuhkan kemandirian pemerintah daerah serta terciptanya pemerataan dan keadilan.

  Kualitas otonomi daerah ditentukan pada keterlibatan masyarakat dalam mendukung pembangunan di daerahnya sendiri sehingga dengan sendirinya aspirasi masyarakat akan muncul sejak dini. Keinginan aspirasi masyarakat tersebut akan mewujudkan pembangunan yang berupaya mengerakkan kondisi 1 masyarakat secara keseluruhan untuk yang lebih baik. Dan keterlibatan aktif

  Abe Alexander, Perencanaan Daerah Partisipatif, Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri, 2005.Hal. 18 masyarakat inilah yang akan membuat pencapaian pembangunan berhasil pada daerahnya.

  Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan kewenangan yang lebih luas kepada masyarakat secara bersama- sama untuk memecahkan berbagai persoalan. Partisipasi masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dalam upaya meningkatkan proses belajar masyarakat, mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang bertanggungjawab, menimbulkan dukungan dan penerimaan dari pemerintah.

  Secara substantif, partisipasi masyarakat mencakup tiga hal. Pertama, voice (suara): setiap warga mempunyai hak dan ruang untuk menyampaikan suaranya dalam proses pembangunan. Sebaliknya, pemerintah mengakomodasi setiap suara yang berkembang dalam masyarakat yang kemudian dijadikan sebagai basis perencanaan pembangunan. Kedua, akses, yakni setiap warga mempunyai kesempatan untuk mengakses atau mempengaruhi perencanaan pembangunan desa dan akses terhadap sumber daya lokal. Ketiga, kontrol, yakni setiap warga atau elemen-elemen masyarakat mempunyai kesempatan dan hak untuk melakukan pengawasan (kontrol) terhadap lingkungan kehidupan dan pelaksanaan pembangunan.

  Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi sering kali ditentukan dari banyaknya individu yang dilibatkan. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tetapi juga mulai dari tahap perencanaan

  Keberhasilan pelaksanaan pembangunan masyarakat sangat bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya harus saling mampu bekerja sama. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan pernah mencapai hasil pembangunan secara optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru yang kurang berarti bagi masyarakat karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sendiri. Tetapi sebaliknya, tanpa peran pemerintah, pembangunan tidak akan berjalan secara teratur dan juga terarah.

  Dalam upaya mengatasi permasalahan tentang pembangunan infrastruktur di masyarakat yang cukup kompleks, Pemerintah Serdang Bedagai meluncurkan Program Gerakan Pembangunan Daerah Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) mulai tahun 2007, program ini diinstruksikan pada 19 Desember 2005 oleh Bupati Serdang Bedagai. Dalam kegiatan ini dirumuskan mengenai mekanisme pelibatan unsur masyarakat dalam pembangunan prasarana dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan 2 kemandirian masyarakat dapat ditumbuhkembangkan sehingga masyarakat bukan

  Rahardjo Adisasmita, Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Yogyakarta:Graha Ilmu. Hal.38 lagi sebagai objek pembangunan melainkan subjek pembangunan. Dan salah satu daerah yang mendapatkan program ini adalah Desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah Kabupaten Serdang Bedagai.

  Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan bagian dari Program Gerbang Swara, dialokasikan untuk 5.041 desa di 372 kecamatan di 28 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Program ini menekankan partisipasi masyarakat dalam proses kegiatannya dan melibatkan unsur masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan hingga evaluasi.

  Tujuan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah untuk meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan, melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal, mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif, menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat, melembagakan pengelolahan dana bergulir, mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa, dan mengembangkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan pedesaan. Disini sangat jelas mencantumkan bahwa partisipasi merupakan point sasaran yang utama dan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam penyelenggaraan infrastruktur maka diperlukan partisipasi masyarakat yang tinggi untuk dapat mewujudkan kondisi kemampuan masyarakat yang diharapkan.

  Tingkat partisipasi masyarakat untuk Desa Bandar Tengah pada tahap sosialisasi hingga pada tahap pelaksanaan kegiatan pembangunan infrastruktur masih termasuk rendah. Rendahnya partisipasi masyarakat diindikasikan dengan kurangnya keikutsertaan masyarakat dalam mengikuti proses sosialisasi dan kurang memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan pembangunan. Pada kegiatan musyawarah, seluruh kepala dusun yang berada di desa hadir dan beberapa warga desa yang mengikuti sosialisasi, padahal sepatutnya seluruh warga yang ada di desa wajib hadir karena kegiatan pembangunan bukan untuk beberapa kelompok saja tetapi untuk seluruh warga desa, dan tidak menyebabkan ketidaktahuan bagi warga yang membuat mereka tidak terlalu perduli terhadap program yang ada dicanangkan oleh pemerintah.

  Sedangkan pada tahap pelaksanaan, ditemukan bahwa masyarakat yang ikut mengerjakan masih menerima upah sesuai dengan harga standard pekerja harian padahal sasaran dari Program Gerbang Swara ialah supaya setiap masyarakat memiliki rasa tanggungjawab dan perduli terhadap Desa/Kelurahan serta adanya semangat gotong royong untuk memelihara dan membantu beberapa fasilitas infrastruktur di pedesaan.

  Pada saat penelitian, peneliti juga melihat bagaimana keterlibatan masyarakat dalam memberikan sumbangan dana dan juga sumbangan material bangunan (seperti: semen, kayu, pasir, batu-bata, beko, alat-alat tukang, dan sebagainya) yang masih rendah, hal ini masih didominasi oleh intansi pemerintah dan juga sumbangan dari perusahaan swasta kelapa sawit untuk pembangunan infrastruktur di masyarakat. Partisipasi masyarakat di desa ini juga dikatakan masih rendah dalam memberikan kontribusi tanah, gagasan maupun ide dalam proyek pembangunan, seperti lahan pribadi warga yang terkena dengan jalan yang harus diperlebar. Seringkali beberapa warga desa kurang menyetujui adanya pembangunan jalan yang menyentuh lahan pribadi mereka sehingga pembangunan jalan atau irigasi sering juga terhenti dan setelah warga desa melihat bahwa ada kerugian akibat tidak berjalannya proyek pembangunan maka beberapa warga tersebut cepat-cepat memberikan ijin supaya pembangunan dilanjutkan kembali. Warga desa terkadang sulit untuk memberikan lahan pribadi yang terkena proyek pembangunan karena tidak ada ganti rugi yang diberikan, misalnya: jalan menuju persawahan sangat jelek dan supaya bagus dan bisa masuk truk atau kenderaan roda empat, ada lahan pribadi milik warga yang terkena proyek sekitar 2 meter maka warga desa yang memiliki lahan harus merelakan tanah mereka untuk dipakai demi keuntungan bersama warga desa. Dan yang menjadi keluhan bagi warga desa ialah bahwa tidak adanya ganti rugi terhadap lahan warga desa yang terkena proyek pembangunan.

  Tetapi ada juga warga desa yang mengetahui bahwa ketika lahan pribadinya terkena proyek pembangunan, memberikan lahan pribadinya untuk dipakai demi kelancaran pembangunan di dusun mereka dan untuk kepentingan bersama. Uraian mengenai kondisi partisipasi masyarakat diatas menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di Desa Bandar Tengah masih rendah.

  Pada saat penelitian ditulis, kondisi beberapa infrastruktur jalan, jembatan, irigasi/drainase, parit di Desa Bandar Tengah sudah ada yang sudah selesai. Akan tetapi kondisi ini tidak serta merta menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat telah berhasil sebagaimana tujuan dari program ini. Hasil dari kegiatan program ini masih sangat dominan dari pemerintah.

  Apabila tingkat partisipasi suatu daerah dikategorikan rendah maka dengan sendirinya tujuan dan manfaat dari kegiatan partisipasi tersebut tidak akan tercapai secara optimal. Beberapa tujuan dan manfaat partisipasi seperti peningkatan proses belajar masyarakat maupun mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang bertanggungjawab adalah bersifat abstrak sehingga tidak mudah untuk diidentifikasi keberhasilan pencapaiannya.

  Penelitian ini mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus: Implementasi Program Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) di Desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai).

I.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalahnya adalah “Mengapa tingkat partisipasi masyarakat rendah dalam mendukung pembangunan infrastruktur pada Program Gerbang Swara di Desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai”.

  I.3 Pembatasan Masalah

  Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini ialah: 1.

  Apa saja faktor-faktor yang membuat partisipasi masyarakat rendah dalam mendukung pembangunan infrastruktur pada Program Gerbang Swara di Desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai.

  I.4 Tujuan Penelitian

  Tujuan pelaksanaan penelitian ini yaitu: 1.

  Ingin mengetahui penyebab rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

2. Ingin mengetahui dampak partisipasi yang rendah terhadap pelaksanaan pembangunan.

I.5 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian yang akan di peroleh dari hasil penelitian ini adalah :

  1. Dari aspek akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pustaka departemen ilmu politik dan bagi kalangan peneliti lainnya.

2. Dari aspek kelembagaan. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir peneliti dalam menyusun penelitian.

  3. Dari aspek kemasyarakatan. Memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan serta memberikan masukan bagi warga desa di desa tersebut agar dapat meningkatkan peran aktifnya dalam membangun desa.

  I.6 Kerangka Teori

  I.6.1 Partisipasi Masyarakat

  Pengertian partisipasi selalu bersinonim dengan peran serta. Seorang ilmuan yang bernama Keith Davis mengemukakan definisinya tentang partisipasi yang dikutip oleh R.A. Santoso Sastropoetro sebagai berikut:

  “Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran atau moral atau perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.”

  Menurut Gordon W. Allport mengenai partisipasi menyatakan bahwa: “Seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja, dengan keterlibatan dirinya berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya.”

  Sedangkan menurut Kafler mengenai partisipasi adalah sebagai berikut: “Partisipasi adalah keikutsertaan seseorang dalam sautu kegiatan yang mencurahkan baik secara fisik maupun mental dan emosional. Partisipasi fisik merupakan partisipasi yang langsung ikut serta dalam kegiatan tersebut. Sedangkan kegiatan partisipasi secara mental dan emosional merupakan partisipasi dengan memberikan saran, pemikiran, gagasan dan aspek mental lainnya yang menunjang tujuan yang diharapkan”.

  Dari uraian di atas jelaslah bahwa partisipasi menyangkut keterlibatan diri 3 dan tidak semata-mata keterlibatan fisik dalam pekerjaan atau tugas saja, dan

  

Sastropoetro, Santoso R.A. 1988. Partisipasi, Komunilasi, Persuasi, dan Disiplin Dalam Pembangunan

4 Nasional . Bandung: Alumni. Hal.13 Ibid, hal. 12

  ketiga unsur partisipasi tersebut di dalam realitanya tidak akan terpisahkan satu sama lain, tetapi akan saling menunjang. Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Santoso S. Hamidjoyo, bahwa partisipasi mengandung tiga pengertian, yaitu:

  1.Partisipasi berarti turut memikul beban pembangunan.

  2.Menerima kembali hasil pembangunan dan bertanggung jawab terhadapnya.

  3.Partisipasi berarti terwujudnya kreativitasnya dan oto aktifitas. Dari ketiga hal tersebut di atas, jelas bahwa masalah partisipasi ini sangat

  

urgen , lebih-lebih dalam pelaksanaan pembangunan, oleh karena itu partisipasi

  aktif segenap lapisan dalam pembangunan harus semakin luas dan merata, baik dalam memikul beban pembangunan maupun di dalam menerima hasil pembangunan.

  Menurut Soetrisno bahwa secara umum, ada dua jenis definisi partisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:

  1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/proyek yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam definisi ini pun diukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan pembangunan.

  2. Partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi rakyat dalam pembangunan tidak hanya dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menetukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayahnya. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.

  Definisi mana yang dipakai akan sangat menentukan keberhasilan dalam mengembangkan dan memasyarakatkan sistem pembangunan wilayah yang partisipatif. Dalam sosiologi definisi pertama merupakan suatu bentuk lain dari mobilisasi rakyat dalam pembangunan. Terkait dengan hal tersebut, maka partisipasi masyarakat menjadi elemen yang penting dalam pengembangan masyarakat.

  Menurut Adi, partisipasi masyarakat atau keterlibatan warga dalam pembangunan dapat dilihat dalam 4 (empat) tahap, yaitu:

1. Tahap Assesment

  Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumberdaya yang dimiliki. Untuk ini, masyarakat dilibatkan secara aktif melihat

5 Loekman Soetrisno, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Cetakan Pertama, Kanisus, Yogyakarta.

  Hal.221-222 permasalahan yang sedang terjadi, sehingga hal tersebut merupakan pandangan mereka sendiri.

  2. Tahap Alternative Program atau Kegiatan Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan beberapa alternatif program.

  3. Tahap Pelaksanaan(Implementasi) Program atau Kegiatan Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaannya di lapangan.

  4. Tahap Evaluasi (termasuk evaluasi input, proses, dan hasil) Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas terhadap program yang sedang berjalan.

  Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, maka dalam penelitian ini definisi partisipasi masyarakat yang dimaksudkan oleh peneliti, yakni keikutsertaan/keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dengan memberikan sumbangan ide terhadap proyek pembangunan yang akan dilaksanakan, di mana dalam hal ini masyarakat berfungsi sebagai subjek sekaligus sebagai objek pembangunan yang mengetahui betul kondisi di daerahnya sendiri, sehingga pembangunan yang nantinya dilaksanakan di daerah 6 mereka betul-betul seperti yang mereka butuhkan.

  Rahardjo Adisasmitha, Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006. Hal.208

  I.6.2 Unsur-Unsur Partisipasi

  Menurut Keith Davis di dalam pengertian partisipasi ini terdapat tiga buah unsur yang penting sehingga memerlukan perhatian yang khusus yaitu:

  1. Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.

  2. Unsur kedua adalah kesediaan memberikan sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. 3. Unsur ketiga adalah unsur tanggung jawab.

  Berdasarkan uraian di atas, maka partisipasi tidak saja identik dengan keterlibatan secara fisik dalam pekerjaan dan tugas saja akan tetapi menyangkut keterlibatan diri sehingga akan timbul tanggung jawab dan sumbangan yang besar dan penuh terhadap kelompok.

  I.6.3 Bentuk dan Jenis Partisipasi Masyarakat

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bentuk adalah rupa atau wujud sedangkan jenis adalah penggolongan, klasifikasi, bermacam-macam, atau sesuatu yang mempunyai ciri-ciri yang khusus.

  a. Bentuk-bentuk partisipasi Selanjutnya Keith Davis mengemukakan pula tentang bentuk partisipasi, yaitu:

7 Sastropoetro, Santoso R.A. 1988. Partisipasi, Komunilasi, Persuasi, dan Disiplin Dalam Pembangunan

  Nasional . Bandung: Alumni. Hal.14

  1. Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa.

  2. Sumbangan spontan berupa uang dan barang.

  3. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan honornya berasal dari sumbangan individu atau instansi yang berada di luar lingkungan tertentu (dermawan atau pihak ketiga), dan itu merupakan salah satu partisipasi dan langsung akan dirasakan oleh masyarakat itu sendiri dalam pembangunan desa tersebut.

  4. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai sepenuhnya oleh komuniti (biasanya diputuskan oleh komuniti dalam rapat desa yang menentukan anggarannya).

  5. Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat. Bentuk kerja yang disumbangkan oleh masyarakat akan memperingan pembangunan yang diselenggarakan desa tersebut.

  6. Aksi massa.

  7. Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga sendiri.

  8. Membangun proyek komuniti yang sifatnya otonom.

  

  Dalam hal partisipasi masyarakat di dalam pembangunan desa, Ndraha juga mengemukakan tentang bentuk-bentuk partisipasi yaitu sebagai berikut:

  1. Partisipasi dalam bentuk swadaya murni dari masyarakat dalam hubungan dengan pemerintah desa, seperti jasa/tenaga, barang maupun uang.

8 Ibid, hal.55

  2. Partisipasi dalam penerimaan/pemberian informasi.

  3. Partisipasi dalam bentuk pemberian gagasan.

  4. Partisipasi dalam bentuk menilai pembangunan. 5. Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan operasional pembangunan.

  Dari uraian di atas jelaslah kiranya bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa sangat luas bahkan dalam hal perumusan, perencanaan, pengawasan, pelaksanaan serta pemanfaatan hasil pembangunan pun perlu dilibatkan.

  Pembangunan yang dilakukan di pedesaan harus terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. Terpadu di sini dimaksudkan keterpaduan antar pemerintah dan masyarakat, antara sektor yang mempunyai program pedesaan dan antara anggota masyarakat sendiri, hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Darjono bahwa:

  “Partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk swadaya gotong royong merupakan modal utama dan potensi yang essensial dalam pelaksanaan pembangunan desa yang selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi dasar kelangsungan pembangunan nasional.”

  Peranan masyarakat dalam pembangunan sangatlah besar. Agar peranannya efektif perlu diwadahi melalui lembaga-lembaga yang ada di masyarakat. Cara mengefektifkan partisipasi masyarakat utamanya pada 9 masyarakat lapisan bahwa menurut Sastropoetro adalah sebagai berikut :

  

Ndraha, Taliziduhu,Membangun Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Jakarta:Rineka

10 Cipta, 1982. Hal.82

Sastropoetro, Santoso R.A. 1988. Partisipasi, Komunilasi, Persuasi, dan Disiplin Dalam Pembangunan

Nasional . Bandung: Alumni. Hal.19

  1. Inventarisir semua jenis kader yang ada di desa/kelurahan, guna menegtahui kemampuan tenaga yang dimiliki.

  2. Inventarisir kegiatan dan tujuan program masing-masing kader. Setelah terhimpun data kegiatan dan tujuan program dari masing-masing kader, data diolah dan disimpulkan untuk memperolah rencana lokasi kegiatan, program kegiatan serta jangkauan keberhasilan.

  3. Rencana kegiatan pelaksanaan program agar dicek pada mekanisme penyusunan dan pelaksanaan kegiatan program pembangunan telah masuk dalam rencana keputusan desa.

  4. Tindak lanjut hasil program kegiatan yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah dengan motor penggeraknya adalah kader, memerlukan pembinaan yang berkesinambungan.

  Dengan demikian sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting sekali dalam usaha mengefektifkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik maupun nonfisik. Di samping itu untuk mensukseskan pembangunan, proses penyusunan dan pelaksanaan harus direncanakan dengan matang, dengan melibatkan komponen masyarakat, sehingga tujuan pembangunan akan tercapai.

11 Ibid, hal.23

  b. Jenis-jenis partisipasi Menurut Davis, seperti yang dikutip oleh Sastropoetro, mengemukakan jenis-jenis partisipasi masyarakat, yaitu sebagai berikut:

  1. Pikiran (Psychological participation).

  2. Tenaga (Physical participation).

  3. Pikiran dan tenaga (Psychological dan Physical participation).

  4. Keahlian (Participation with skill).

  5. Barang (Material participation). 6. Uang (Money participation).

I.6.4 Prasyarat Partisipasi

  Menurut Davis dalam Sastropoetro, prasyarat untuk dapat melaksanakan partisipasi secara efektif adalah sebagai berikut:

  1. Adanya waktu.

  2. Kegiatan partisipasi memerlukan dana perangsang secara terbatas.

  3. Subyek partisipasi hendaklah berkaitan dengan organisasi dimana individu yang bersangkutan itu tergabung atau sesuatu yang menjadi perhatiannya.

  4. Partisipan harus memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam arti kata yang bersangkutan memiliki pemikiran dan pengalaman yang sepadan. 12 5. Kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal balik.

   Ibid, hal.16

  6. Bebas melaksanakan peran serta sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

  7. Adanya kebabasan dalam kelompok, tidak adanya pemaksaan atau penekanan.

  Selanjutnya Hamidjojo dan Iskandar dalam Sastropoetro mengemukakan sebagai berikut:

  1. Senasib dan sepenanggungan.

  2. Keterlibatan terhadap tujuan hidup.

  3. Kemahiran untuk menyesuaikan dengan perubahan keadaan.

  4. Adanya prakarsawan.

  5. Iklim partisipasi. 6. Adanya pembangunan itu sendiri.

  Dari kedua rumusan diatas pada dasarnya didalam berpartisipasi, partisipan hendaknya mempunyai suatu kemampuan yang dapat disumbangkannya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Partisipasi didasari pula oleh adanya kecocokan atau kebutuhan dari partisipan itu sendiri, kebutuhan mereka, maka mereka berpartisipasi memanfaatkan dan memeliharanya.

  Partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan publik merupakan proses dan wujud partisipasi politik masyarakat di dalam kehidupan bernegara.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat akan menunjukkan 13 tingkat dukungan masyarakat terhadap kebijakan publik. Besarnya partisipasi 14 Ibid, hal.16-18

   Ibid, hal.19 masyarakat dipengaruhi oleh tingkat kesadaran hukum dan kesadaran politik masyarakat di dalam suatu negara. Pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik menunjukkan kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah akan sesuai dengan kehendak masyarakat.

I.6.5 Pentingnya Partisipasi dalam Pembangunan

  Menurut Bintoro Tjokromidjojo, ada 4 (empat) aspek penting dalam rangka partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu:

  1. Terlibatnya dan ikutsertanya rakyat tersebut sesuai dengan mekanisme proses politik dalam suatu negara, turut menentukan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

  2. Meningkatnya artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan- tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu sebaiknya.

  3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan arah, strategi dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik.

  4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif . dalam pembangunan yang berencana Tanpa partisipasi, pembangunan justru akan mengganggu manusia dalam upayanya untuk memperoleh martabat dan kemerdekaannya. Pentingnya partisipasi masyarakat juga diungkapkan oleh Kartasasmita, diperlukan

15 Bintoro Tjokromidjojo. 1976. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES. Hal.222-224

  peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya.

  Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan ini pada dasarnya dimaksudkan untuk memungkinkan individu, kelompok, serta masyarakat memperbaiki keadaan mereka sendiri, karena mereka sendirilah yang tahu akan apa yang menjadi kebutuhannya tersebut. Disamping itu, mereka juga akan merasa memiliki dan bertanggungjawab tentang apa yang telah mereka hasilkan dan apa yang telah mereka manfaatkan.

I.6.6 Pengertian Pembangunan

  Todaro menyatakan bahwa pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Todaro mendefinisikan pembangunan merupakan suatu proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan.

  Menurut Todaro definisi di atas memberikan beberapa implikasi bahwa:

  1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga pemerataan.

  2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan, seperti peningkatan: a. Life sustenance: Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. b. Self-Esteem: Kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki harga diri, bernilai, dan tidak “diisap” orang lain.

  c. Freedom From Survitude: Kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain. Menurut Rostow dalam Arief, pengertian pembangunan tidak hanya pada lebih banyak output yang dihasilkan, tetapi juga lebih banyak jenis output dari pada yang diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya, pembangunan melalui tahapan-tahapan: masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi besar-besaran. Kunci di antara tahapan ini adalah tahap tinggal landas yang didorong oleh satu sektor atau lebih.

  Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang sekarang ini menjadi popular yaitu:

  1. Capacity, hal ini menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau produktifitas.

  2. Equity, hal ini menyangkut pengurangan kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah.

  3. Empowerment, hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.

  4. Suistanable, hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian pembangunan.

   16 Michael P. Todaro, 2000. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. Hal.21 17 Syaiful Arif. 2006. Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijaka. Malang: Averroes Cipta. Hal.29-30

  Menurut Gant dalam Suryono, tujuan pembangunan ada dua tahap yaitu:

  

Pertama , pada hakikatnya pembangunan bertujuan untuk menghapuskan

  kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya, maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.

  Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut, maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, yang di antaranya adalah keterlibatan masyarakat di dalam pembangunan. Sanit menjelaskan bahwa pembangunan dimulai dari pelibatan masyarakat. Ada beberapa keuntungan ketika masyarakat dilibatkan dalam perencanaan pembangunan, yaitu, Pertama, pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Artinya bahwa, jika masyarakat dilibatkan dalam perencanaan pembangunan, maka akan tercipta kontrol terhadap pembangunan tersebut. Kedua, pembangunan yang berorientasi pada masyarakat akan menciptakan stabilitas politik. Oleh karena masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan, sehingga masyarakat bisa menjadi kontrol terhadap pembangunan yang sedang terjadi.

  Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar dalam serangkaian kegiatan untuk mencapai suatu perubahan dari keadaan yang buruk menuju ke keadaan yang lebih baik yang dilakukan oleh masyarakat tertentu di suatu negara.

  Sondang P. Siagian mendefinisikan pembangunan adalah: “Suatu usaha atau serangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan pemerintahan dalam usaha pembinaan bangsa.”

  Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam konsep pembangunan terdapat dua syarat yang harus dipenuhi yakni: harus ada usaha yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintahnya, dilaksanakan secara sadar, terarah dan berkesinambungan agar tujuan dari pembangunan itu dapat tercapai.

  Dari beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan tersebut, bahwa pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam suasana kehidupan yang penuh harmonis.

  Dalam pembangunan, peran serta seluruh lapisan masyarakat selaku pelaku pembangunan dan pemerintah selaku pengayom, Pembina dan pengarah sangat diperlukan. Antara masyarakat dan pemerintah harus berjalan seiring, saling mengisi, melengkapi dalam satu kesatuan gerak pembangunan guna mencapai tujuan yang diharapkan.

  Pembangunan harus menyangkut semua pihak yaitu dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, pembangunan yang pertama harus di bina dan dikembangkan adalah pembangunan desa. Perkataan “desa” menurut Suhardjo Kartohadikusoemo dan Hatta Sastra Mihardja adalah berasal dari perkataan 18 “Sanskrit” yang artinya tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran.

  Sondang P.Siagian. . 2004 Teori Pengembangan Organisasi, Gunung Agung, Jakarta.

  Berkenaan dengan pembangunan desa, Daeng Sudirwo, mendefinisikan pembangunan desa sebagai berikut: “Pembangunan desa adalah proses perubahan yang terus menerus dan berkesinambungan yang diselenggarakan oleh masyarakat beserta pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin, materi dan spiritual berdasarkan pancasila yang berlangsung di desa.” Dengan demikian, maka pembangunan desa perlu terus diupayakan karena secara keseluruhan desa merupakan landasan bagi ketahanan nasional seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, untuk mencapai tujuan dari pembangunan desa itu, pelaksanaan pembangunan di berbagai aspek kehidupan baik aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama maupun dalam aspek pertahanan dan keamanan. Melalui pembangunan desa diupayakan agar masyarakat memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan.

I.6.7 Ciri-ciri dan Prinsip Pembangunan Desa

  Pembangunan desa dengan berbagai masalahnya merupakan pembangunan yang berlangsung menyentuh kepentingan bersama. Dengan demikian desa merupakan titik sentral dari pembangunan nasional Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan desa tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh satu pihak saja, tetapi harus melalui koordinasi dengan pihak lain baik dengan pemerintah maupun masyarakat secara keseluruhan.

  Dalam merealisasikan pembangunan desa agar sesuai dengan apa yang diharapkan perlu memperhatikan beberapa pendekatan dengan ciri-ciri khusus yang sekaligus merupakan identitas pembangunan desa itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh C.S.T Kansil, yaitu :

  1. Komprehensif multi sektoral yang meliputi berbagai aspek, baik kesejahteraan maupun aspek keamanan dengan mekanisme dan sistem pelaksanaan yang terpadu antar berbagai kegiatan pemerintaha dan masyarakat.

  2. Perpaduan sasaran sektoral dengan regional dengan kebutuhan essensial kegiatan masyarakat.

  3. Pemerataan dan penyebarluasan pembangunan keseluruhan pedesaan termasuk desa-desa di wilayah kelurahan.

  4. Satu kesatuan pola dengan pembangunan nasional dan regional dan daerah pedesaan dan daerah perkotaan serta antara daerah pengembangan wilayah sedang dan kecil.

  5. Menggerakan partisipasi, prakaras dan swadaya gotong royong masyarakat serta mendinamisir unsur-unsur kepribadian dengan teknologi tepat waktu. Jadi didalam merealisasikan pembangunan desa itu harus meliputi berbagai aspek, jangan dari satu aspek saja, agar pembangunan desa itu dapat sesuai dengan apa yang diinginkan.

  Pembangunan desa itu harus meliputi berbagai aspek kehidupan dan penghidupan artinya harus melibatkan semua komponen yaitu dari pihak masyarakat dan pemerintah, dan harus langsung secara terus menerus demi tercapainya kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang.

  I.7 Metodologi Penelitian

  I.7.1 Metode Penelitian

  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian yang bersifat deskriptif. Narbuko dan Achmadi memberikan pengertian penelitian deskriptif sebagai penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi serta juga bisa bersifat komperatif dan korelatif. 1.

  Bersifat mendeskriptifkan kejadian atau persitiwa yang bersifat faktual.

  Penelitian ini dimaksudkan hanya membuat deskripsi ataupun narasi semata-mata dari suatu fenomena, tidak untuk mencari hubungan antar variabel, menguji hipotesis, atau membuat ramalan. Danim memberikan ciri dominan dari penelitian deskriptif, yaitu: 2.

  Dilakukan secara survei. Penelitian deskriptif disebut juga sebagai penelitian survei. Dalam arti luas, penelitian deskriptif dapat mencakup seluruh metode penelitian, kecuali yang bersifat historis dan eksperimental.

  3. Bersifat mencari informasi faktual dan dilakukan secara mendetail.

  19 Narbuko, Cholid& Abu achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta:Bumi Aksara,1997

  4. Mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung.

  5. Mendeskripsikan subjek yang sedang dikelola oleh kelompok orang . tertentu dalam waktu yang bersamaan

  I.7.2 Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu jenis penelitian data literatur dengan faktor- faktor dalam lapangan. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan, instrumennya adalah manusia, baik peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain. Penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif, proses pengumpulan data deskriptif (berupa kata-kata, gambar) bukan angka-angka. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh informasi- informasi yang ada.

  I.7.3 Lokasi Penelitian

  Pelaksanaan penelitian berlokasi di Desa Bandar tengah, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

  I.7.4 Jenis Data 20 Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 21 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung:Pustaka Setia,2002.Hal.41 Ibid,hal 51.

  1. Data primer. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh secara langsung dari lapangan melalui wawancara mendalam dengan informan yang berkaitan dengan masalah penelitian dan juga melalui observasi atau pengamatan langsung terhadap objek penelitian.

  2. Data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh baik dalam bentuk angka atau uraian. Dalam hal ini data-data sekunder yang diperlukan antara lain: literature yang relevan dengan judul penelitian misalnya materi-materi atau dokumen dari kantor Desa Bandar Tengah serta karya tulis yang relevan dengan penelitian.

I.7.5 Teknik Pengumpulan Data

  Teknik yang digunakan untuk memperoleh data penulisan skripsi ini menggunakan beberapa cara antara lain :

  1. Interview (wawancara). Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak informan yang telah ditentukan dan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  a. Kepala Desa Bandar Tengah

  b. Perangkat Desa Bandar Tengah

  c. Tokoh Masyarakat

  d. Ketua TPK PNPM Mandiri Pedesaan Bandar Tengah

  2. Dokumentasi. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data berdasarkan dokumentasi dalam arti sempit yaitu pengumpulan data dalam bentuk tulisan yang berhubungan dengan penelitian yang tengah dilakukan, yang meliputi profil desa, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, sarana prasarana, dan pemerintahan desa.

  3. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan atau mengadakan pengamatan dan pencatatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap fenomena yang diselidiki. Teknik ini meliputi pengamatan di lapangan dan data-data yang di dapat dilapangan.

I.7.6 Teknik Analisis Data

  Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif dimana jenis data yang berbentuk informasi baik lisan maupun tulisan yang sifatnya bukan angka. Data dikelompokkan agar lebih mudah dalam menyaring mana data yang dibutuhkan dan mana yang tidak.

  Setelah dikelompokkan, data tersebut penulis jabarkan dengan bentuk teks agar lebih dimengerti. Setelah itu, penulis menarik kesimpulan dari data tersebut, sehingga dapat menjawab pokok masalah penelitian.

  Untuk menganalisa berbagai fenomena di lapangan, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Pengumpulan informasi melalui wawancara, observasi langsung dan dokumentasi.

  2. Reduksi data Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Langkah ini bertujuan untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian.

  3. Penyajian data Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian (display) data. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan, sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu.

  Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antarfenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian.

  

Display data yang baik merupakan satu langkah penting menuju

tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal.

  4. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan yang dilakukan secara cermat dengan melakukan verifiksi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, sehingga data-data yang ada teruji validitasnya.

I.8 Sistematika Penulisan

  BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini akan menguraikan latar belakang masalah,

  perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka dasar teoritis yang menjadi acuan penulis dalam penulisan penelitian ini, metodologi penelitan serta sistematika penulisannya.

  BAB II : GAMBARAN UMUM DESA BANDAR TENGAH Bab ini akan membahas tentang sejarah Desa Bandar Tengah,

  keadaan geografis desa, keadaan sosial ekonomi penduduk Desa Bandar Tengah, sarana dan prasarana yang ada di Desa Bandar Tengah, serta struktur pemerintahan Desa Bandar Tengah.

  BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA Bab ini akan membahas secara garis besar hasil dari penelitian

  sekaligus menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

  BAB IV : PENUTUP Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara) di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

5 177 125

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Studi Kasus: Implementasi Program Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) di Desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai)

30 345 83

Karakteristik Tapak Hutan Mangrove di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai

3 37 79

Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai

1 61 91

Kajian Potensi Ekonomi Mangrove (Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai)

1 39 103

PERANAN KEPALA DESA DALAM MENGGERAKAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PEMBANGUNAN SARANA FISIK DESA (Studi di Desa Bakalan Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang)

0 8 3

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Studi Desa Kembang Gading Kecamatan Abung Selatan Kabupaten Lampung Utara)

19 167 85

Analisis Usahatani Semangka (Studi Kasus: Desa Lestari Dadi Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 28

Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara) di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

1 2 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara) di Desa Melati II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

1 1 36