Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

DAMPAK GERAKAN PEMBANGUNAN SWADAYA RAKYAT

(GERBANG SWARA) TERHADAP PENGEMBANGAN

WILAYAH KECAMATAN TANJUNG BERINGIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

ROMIAN PARULIAN SIAGIAN

087003033/PWD

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

DAMPAK GERAKAN PEMBANGUNAN SWADAYA RAKYAT

(GERBANG SWARA) TERHADAP PENGEMBANGAN

WILAYAH KECAMATAN TANJUNG BERINGIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROMIAN PARULIAN SIAGIAN

087003033/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : DAMPAK GERAKAN PEMBANGUNAN SWADAYA RAKYAT (GERBANG SWARA) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN TANJUNG BERINGIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Romian Parulian Siagian Nomor Pokok : 087003033

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S) Anggota

(Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 6 Juli 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S

2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

3. Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D 4. Agus Suriadi, S.Sos, MA


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai” di bawah bimbingan Prof. Bachtiar Hassan Miraza sebagai Ketua, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai anggota. Keterbatasan APBN maupun APBD serta kebutuhan yang mendesak untuk melaksanakan pembangunan ternyata semakin mendorong masyarakat untuk berusaha mandiri. Masyarakat mungkin sudah jenuh menunggu untuk terealisasinya pembangunan sebagaimana yang telah dituangkan dalam musrenbang selama ini. Untuk itu, diperlukan partisipasi masyarakat secara nyata dalam pembangunan demi kebutuhan masyarakat yang mendesak. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menggagas Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat atau yang sering disebut dengan “Gerbang Swara”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan implementasi Gerakan pembangunan swadaya rakyat di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai, untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin dan untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap kepadatan dan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin. Ada sebanyak 4 (empat) desa yang telah mengimplementasikan gerakan pembangunan swadaya rakyat yaitu Desa Tebing Tinggi, Pematang Cermai, Mangga Dua dan Pematang Terang. Jumlah responden ditetapkan sebanyak 178 orang yang dipilih dengan cara simple random sampling di empat desa tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya gerakan pembangunan swadaya masyarakat terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yakni sebesar 10,23 persen. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Tanjung Beringin setelah adanya gerakan pembangunan swadaya rakyat bertambah sebesar 26 jiwa/km2. Namun tidak terdapat peningkatan laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin.

Kata Kunci: Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat, Pendapatan, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk, Pengembangan Wilayah.


(6)

ABSTRACT

The title of this research is "Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai " under the guidance of Prof. Bachtiar Hassan Miraza as the Chairman, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS and Kasyful Mahalli, SE, M.Si as members. APBN and APBD limitations and the urgent need to carry out the development was increasingly trying to encourage people to be independence. People may be tired to wait for carring out the development which was poured in musrenbang. This requires significant public participation in development for the urgent needs of the community. Serdang Bedagai regency government initiated the Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat that are often called "Gerbang Swara". The purpose of this research is to describe the implementation of the Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat in the District of Tanjung Beringin, to analyze the impact of the implementation of the Gerbang Swara on people income in the District of Tanjung Beringin and to analyze the impact of the implementation of the Gerbang Swara on density and population growth in the District of Tanjung Beringin. There were 4 (four) villages that have implemented gerakan pembangunan swadaya rakyat: Tebing Tinggi, Pematang Cermai, Mangga Dua and Pematang Terang villages. Number of respondents stated that as many as 178 people selected by simple random sampling in the four villages.

The results of the research show that with the gerakan pembangunan swadaya rakyat has increased the people’s income which amounted to 10.23 percent. While the level of Tanjung Beringin’s district density after the the gerakan pembangunan swadaya rakyat was increased by 26 people/km2. But there is no increase in the rate of population growth in Tanjung Beringin’s District.

Keywords: Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat, Income, Population’s Density and Growth, Regional Development.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang tidak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai” yang dikaji dengan beberapa pendekatan/analisis sebagai aplikasi pengetahuan yang didapat oleh penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini saya tidak lupa untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Studi Magister Perencanaan Pembangunaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

4. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

6. Bapak-bapak Dosen Penguji, Bapak Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D, Bapak Agus Suriadi, S.Sos, MA dan Bapak Drs. Rudjiman, M.Si yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini.


(8)

7. Bapak Bupati Serdang Bedagai yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti ijin belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan Setdakab Serdang Bedagai, M. Faisal Hasrimy, AP, M.AP dan Bapak Camat Tanjung Beringin, Fitriadi, S.Sos, M.Si yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

9. Ibunda tercinta R. br. Sibarani yang telah memberikan doa dan dukungan yang luar biasa.

10.Calon Istri tercinta dr. Amy Dewi Putri Simarmata yang telah memberikan dukungan dan doa serta cinta kasihnya.

11.Adik-adik dan kakak penulis yang telah memberikan dukungan dan doanya. 12.Seluruh Dosen Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Pedesaan.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu Dosen serta segenap Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan rekan-rekan apabila ada kesalahan penulis.

Medan, Juli 2010

Romian Parulian Siagian NIM. 087003033


(9)

RIWAYAT HIDUP

Romian Parulian Siagian merupakan anak pertama dari 5 (lima) bersaudara dari pasangan B. Siagian dengan R. Sibarani, dilahirkan di Firdaus pada tanggal 16 Desember 1984.

Jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dilalui adalah SD Negeri No. 102020 Firdaus lulus tahun 1997, SMP Negeri 1 Sei Rampah lulus tahun 2000 dan SMA Negeri 1 Tebing Tinggi lulus tahun 2003. Kemudian tahun 2003 melanjutkan jenjang pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).

Saat ini bekerja sebagai Kepala Sub Bagian Pelayanan Umum pada Sekretariat Kecamatan Tanjung Beringin, Kantor Camat Tanjung Beringin.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….………... i

ABSTRACT………... ii

KATA PENGANTAR………. iii

RIWAYAT HIDUP……….. v

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR GAMBAR……… x

DAFTAR LAMPIRAN……….……….. xi

BAB I. PENDAHULUAN……….………. 1

1.1. Latar Belakang………..……….. 1

1.2. Perumusan Masalah....….……… 7

1.3. Tujuan Penelitian………..……….. 7

1.4. Manfaat Penelitian……….……….. 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.……… 9

2.1. Pembangunan Partisipatif……… 9

2.2. Pengembangan Wilayah……….. 18

2.3. Pemberdayaan Masyarakat………. 24

2.4. Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara)… 26 2.5. Penelitian Terdahulu……… 30

2.6. Kerangka Pemikiran……… 32

2.7. Hipotesis Penelitian………. 35

BAB III. METODE PENELITIAN..……… 36

3.1. Lokasi Penelitian………..……….. 36

3.2. Populasi dan Sampel…...……….……… 36

3.2.1. Populasi Penelitian……….. 36

3.2.2. Sampel Penelitian………...………. 37

3.3. Teknik Pengumpulan Data….……….……… 39

3.4. Teknik Analisis Data…….………. 40

3.5. Definisi Operasional…….……….. 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 44

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 44

4.1.1. Geografis……… 44


(11)

4.1.3. Topografi……… 45

4.1.4. Sarana dan Prasarana Umum……….………. 46

4.1.5. Penduduk……… 47

4.1.6. Sejarah Singkat Kecamatan Tanjung Beringin…….. 49

4.2. Karakteristik Responden……… 50

4.3. Hasil Analisis………. 53

4.3.1. Implementasi Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) di Kecamatan Tanjung Beringin………….………. 53

4.3.2. Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) terhadap Pendapatan Masyarakat Kecamatan Tanjung Beringin..……….. 61

4.3.3. Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin……… 64

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 68

5.1. Kesimpulan………. 68

5.2. Saran……… 69


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Populasi Penelitian……….. 37 3.2. Jumlah Sampel Menurut Desa di Kecamatan Tanjung Beringin… 39 3.3. Data Penelitian……… 40 4.1. Jumlah Dusun, RT dan RW Kecamatan Tanjung Beringin……… 44 4.2. Sarana Ibadah di Kecamatan Tanjung Beringin……….… 46 4.3. Sarana Pendidikan di Kecamatan Tanjung Beringin …………... 46 4.4. Sarana Kesehatan di Kecamatan Tanjung Beringin…………... 47 4.5. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanjung Beringin Berdasarkan

Jenis Kelamin………... 47 4.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian……….. 48 4.7. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Kecamatan

Tanjung Beringin………. 50 4.8. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan

Tanjung Beringin………... 51 4.9. Distribusi Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga

di Kecamatan Tanjung Beringin………... 51 4.10. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Kecamatan

Tanjung Beringin………. 52 4.11. Distribusi Responden Menurut Tingkat Penghasilan

di Kecamatan Tanjung Beringin... 52 4.12. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan


(13)

4.13. Bentuk Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat

di Kecamatan Tanjung Beringin... 54 4.14. Hasil Uji Beda Rata-rata Pendapatan Riil ……….. 62 4.15. Hasil Uji Beda Rata-rata Pendapatan Riil Setelah Ditambah

Nilai Inflasi……….. 63 4.16. Kepadatan Penduduk Sebelum dan Sesudah Gerakan

Pembangunan Swadaya Rakyat……….. 66 4.17. Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Tanjung Beringin………….. 66


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Model Pembangunan Desa Berbasis Kekuatan Sumber Daya

Masyarakat……… 16 2.2. Kerangka Pemikiran……….… 34


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian……… 74 2. Hasil Uji Beda (T-Test) Pendapatan Masyarakat Sebelum dan

Sesudah Gerbang Swara……….. 77 3. Rekapitulasi Data Kuesioner……… 79 4. Penghargaan Gerbang Swara……… 85

5. Instruksi Bupati Nomor 04 Tahun 2005 tentang Gerakan

Pembangunan Swadaya Rakyat……… 86 6. Peta Kecamatan Tanjung Beringin……….. 88


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai” di bawah bimbingan Prof. Bachtiar Hassan Miraza sebagai Ketua, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai anggota. Keterbatasan APBN maupun APBD serta kebutuhan yang mendesak untuk melaksanakan pembangunan ternyata semakin mendorong masyarakat untuk berusaha mandiri. Masyarakat mungkin sudah jenuh menunggu untuk terealisasinya pembangunan sebagaimana yang telah dituangkan dalam musrenbang selama ini. Untuk itu, diperlukan partisipasi masyarakat secara nyata dalam pembangunan demi kebutuhan masyarakat yang mendesak. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menggagas Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat atau yang sering disebut dengan “Gerbang Swara”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan implementasi Gerakan pembangunan swadaya rakyat di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai, untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin dan untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap kepadatan dan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin. Ada sebanyak 4 (empat) desa yang telah mengimplementasikan gerakan pembangunan swadaya rakyat yaitu Desa Tebing Tinggi, Pematang Cermai, Mangga Dua dan Pematang Terang. Jumlah responden ditetapkan sebanyak 178 orang yang dipilih dengan cara simple random sampling di empat desa tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya gerakan pembangunan swadaya masyarakat terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yakni sebesar 10,23 persen. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Tanjung Beringin setelah adanya gerakan pembangunan swadaya rakyat bertambah sebesar 26 jiwa/km2. Namun tidak terdapat peningkatan laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin.

Kata Kunci: Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat, Pendapatan, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk, Pengembangan Wilayah.


(17)

ABSTRACT

The title of this research is "Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai " under the guidance of Prof. Bachtiar Hassan Miraza as the Chairman, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS and Kasyful Mahalli, SE, M.Si as members. APBN and APBD limitations and the urgent need to carry out the development was increasingly trying to encourage people to be independence. People may be tired to wait for carring out the development which was poured in musrenbang. This requires significant public participation in development for the urgent needs of the community. Serdang Bedagai regency government initiated the Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat that are often called "Gerbang Swara". The purpose of this research is to describe the implementation of the Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat in the District of Tanjung Beringin, to analyze the impact of the implementation of the Gerbang Swara on people income in the District of Tanjung Beringin and to analyze the impact of the implementation of the Gerbang Swara on density and population growth in the District of Tanjung Beringin. There were 4 (four) villages that have implemented gerakan pembangunan swadaya rakyat: Tebing Tinggi, Pematang Cermai, Mangga Dua and Pematang Terang villages. Number of respondents stated that as many as 178 people selected by simple random sampling in the four villages.

The results of the research show that with the gerakan pembangunan swadaya rakyat has increased the people’s income which amounted to 10.23 percent. While the level of Tanjung Beringin’s district density after the the gerakan pembangunan swadaya rakyat was increased by 26 people/km2. But there is no increase in the rate of population growth in Tanjung Beringin’s District.

Keywords: Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat, Income, Population’s Density and Growth, Regional Development.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada hakikatnya pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu masyarakat adil dan makmur yang merupakan cita-cita luhur bangsa Indonesia. Pembangunan dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat. Prioritas kegiatan pembangunan untuk mengatasi permasalahan di kecamatan pada umumnya berasal dari kelurahan/desa. Pembangunan ditujukan dalam upaya perbaikan dan peningkatan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Keberhasilan pembangunan nasional seperti itu sangat ditentukan oleh keberhasilan pembangunan daerah dalam hal ini keberhasilan pembangunan desa.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, baik mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan nasional. Davis, K. & John W. Newstrom (1995) mengemukakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam suatu kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. Partisipasi masyarakat menurut Soetrisno, L. (1995), adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan.


(19)

Dari pengertian partisipasi masyarakat tersebut, peran serta masyarakat sebagai salah satu pelaksana pembangunan di tingkat pemerintah terendah baik yang berhubungan dengan pembinaan, pemerintahan dan pembangunan perlu ditingkatkan. Dengan demikian, upaya untuk memperoleh hasil-hasil pembangunan secara merata yang merupakan keinginan masyarakat dapat terwujud.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mendukung penuh akan adanya partisipasi masyarakat yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (4) yang berbunyi: Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:

a. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;

b. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antar- ruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan, dan pengawasan;

d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya alam secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Pada butir (d) menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat yang optimal merupakan salah satu tujuan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam hal ini, pemerintah di segala lini dituntut agar mengoptimalkan partisipasi masyarakat agar lebih terarah dan tidak sia-sia.


(20)

Perencanaan pembangunan berupaya membuat suatu rumusan yang bertujuan untuk memenuhi tingkat kebutuhan masyarakat dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu perlu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam merencanakan, memanfaatkan serta memelihara hasil-hasil pembangunan.

Perencanaan pembangunan berbasis masyarakat memungkinkan terjadinya sinergi antara kinerja lembaga pemerintahan daerah dengan berbagai komponen pelaku pembangunan dari pihak masyarakat dan swasta, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, organisasi profesi dan ormas lainnya. Perlibatan seluruh pelaku pembangunan dalam proses pembangunan tersebut mencerminkan proses demokratisasi dapat dijalankan serta adanya komitmen bersama untuk membangun daerah dalam suasana otonomi dan desentralisasi secara konsekuen.

Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan memberikan kemudahan bagi pengambilan keputusan, termasuk pengambilan kebijakan yang mengenalkan masyarakat pada berbagai faktor dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan sehingga akan tumbuh pemahaman masyarakat yang berdampak pada:

1. Timbulnya rasa memiliki terhadap hasil-hasil pembangunan di daerahnya dan masyarakat akan ikut merawatnya.

2. Meningkatnya kepedulian terhadap permasalahan pembangunan di daerahnya.

3. Masyarakat memahami proses dan prosedur pengelolaan pembangunan sehingga harapan dan pandangan terhadap pembangunan menjadi realistik, serta


(21)

memahami faktor keterbatasan yang dimiliki pemerintah daerah dalam memenuhi dan melayani kebutuhan masyarakat.

4. Tumbuhnya kesadaran bahwa pelaksanaan pembangunan pada suatu daerah bukan hanya merupakan kewajiban Pemerintah Daerah, melainkan kewajiban dan tanggung jawab seluruh penduduknya.

Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan dalam upaya memadukan berbagai pembangunan yang berasal dari pemerintah dan swadaya masyarakat berpedoman kepada Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No.0259/M.PPN/I/ 2005-No.050/166/SJ, 20 Januari 2005 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2005.

Adanya pengaruh dari suatu mekanisme perencanaan dalam Temu Karya Pembangunan akan bergantung pada keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintah kecamatan, mulai dari tingkat bawah ada keterpaduan antara instansi pusat, instansi daerah maupun perangkat desa.

Hal ini ditandai dengan dikaitkannya usaha pembangunan tingkat kecamatan yang berorientasi pada keseimbangan pembangunan fisik dan pembangunan sosial ekonomi untuk terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, maka perencanaan pembangunan melalui penyiapan pembangunan tingkat kecamatan secara terpadu efektif dan efisien menjadi sangat penting perannya dalam penataan kecamatan.

Ketersediaan prasarana di kecamatan merupakan masalah yang mendesak sebagai implikasi pertumbuhan penduduk. Pembangunan prasarana mempunyai


(22)

sasaran mendukung kegiatan ekonomi daerah, pemenuhan kebutuhan masyarakat, pembangunan fisik dan tata ruang agar tercipta kehidupan perkotaan yang serasi, seimbang dan dinamis serta berwawasan lingkungan. Namun, pembangunan prasarana sebagai bentuk pelayanan di tingkat kecamatan belum mencapai hasil yang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Untuk menghadapi tantangan dan permasalahan pembangunan prasarana tersebut, diperlukan adanya perencanaan pembangunan yang terpadu, terarah, efektif dan efisien.

Menurut Kuncoro, M. (2004), sistem perencanaan pembangunan nasional yang meliputi pendekatan top-down dan bottom up. Pendekatan ini akan menjamin adanya keseimbangan antara prioritas nasional dengan aspirasi lokal dalam perencanaan pembangunan daerah. Namun, kenyataannya banyak daerah belum sepenuhnya mengakomodasi aspirasi lokal. Sebagian besar proposal proyek yang diajukan berdasarkan aspirasi lokal telah tersingkir dalam rapat koordinasi yang menempatkan proposal yang diajukan tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi tanpa memperhatikan proposal yang diajukan oleh tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Akibatnya, proposal akhir yang masuk ke pusat biasanya didominasi oleh proyek yang diajukan level pemerintahan yang lebih tinggi, khususnya pemerintah provinsi dan pusat. Apabila hal ini terus-menerus terjadi maka dikhawatirkan kepedulian masyarakat akan pentingnya partisipasi masyarakat akan perencanaan pembangunan nasional segera menurun tingkatnya. Sehingga aspirasi bukan lagi berasal dari masyarakat secara murni melainkan berdasarkan kepentingan pihak tertentu. Dengan demikian, tujuan pembangunan tidak akan pernah tercapai secara maksimal.


(23)

Partisipasi masyarakat tidak hanya sekedar dalam cakupan proses perencanaan saja, melainkan diharapkan lebih dari itu. Pembangunan tentunya harus dipandang secara logika. Pembangunan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan masyarakat pada umumnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, peranan dan partisipasi masyarakat juga sangat dipandang perlu dalam pelaksanaan pembangunan yang berasal dari swadaya masyarakat sendiri.

Salah satu kegiatan pembagunan untuk melibatkan masyarakat adalah Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara). Berdasarkan pengamatan sementara penulis di lapangan, pelaksanaan perencanaan pembangunan dan realisasi yang dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai belum melibatkan partisipasi masyarakat secara maksimal. Partisipasi masyarakat yang belum maksimal ditandai dengan fenomena-fenomena sebagai berikut:

1. Sedikitnya masyarakat yang datang dalam rapat perencanaan pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan musrenbang karena aspirasi masyarakat dalam pembangunan sebagian besar tidak terlaksana. Sehingga masyarakat merasa tidak puas dan susah merencanakan pembangunan lainnya karena perencanaan sebelumnya belum terlaksana.

2. Masih terdapat sarana dan prasarana umum yang kurang terawat.

3. Adanya keterbatasan APBD maupun APBN untuk melaksanakan pengembangan wilayah yang menyentuh kebutuhan masyarakat yang mendesak.

Masyarakat mungkin sudah jenuh menunggu untuk terealisasinya pembangunan sebagaimana yang telah dituangkan dalam musrenbang selama ini.


(24)

Untuk itu, diperlukan partisipasi masyarakat secara nyata dalam pembangunan demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang mendesak. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai juga tidak mau diam dan memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menggagas Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat atau yang sering disebut dengan “Gerbang Swara”. Dengan adanya gerakan ini diharapkan masyarakat Kabupaten Serdang Bedagai menjadi pelaku pembangunan yang sesungguhnya dan bukan lagi hanya sebagai objek pembangunan.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi Gerakan pembangunan swadaya rakyat (Gerbang Swara) di Kecamatan Tanjung Beringin?

2. Bagaimana dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin?

3. Bagaimana dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap kepadatan dan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak realisasi pembangunan swadaya rakyat (Gerbang Swara) terhadap pengembangan wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Secara rinci tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:


(25)

1. Untuk menjelaskan implementasi Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) di Kecamatan Tanjung Beringin.

2. Untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin.

3. Untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap kepadatan dan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Kajian ini diharapkan memberi informasi bagi para pengambil kebijakan baik dari pihak pemerintah dan masyarakat dalam memaksimalkan pembangunan. 2. Bagi ilmu pengetahuan, kajian ini diharapkan sebagai masukan bagi penelitian


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Partisipatif

Sejak awal pemerintahan Orde Baru telah memberikan komitmen yang kuat untuk melaksanakan pembangunan nasional yang terencana secara berkesinambungan. Pembangunan ini dimaksudkan bukan hanya sekedar untuk melepaskan bangsa Indonesia dari krisis ekonomi dan politik yang sedang berkembang pada waktu itu. Pembangunan berencana dalam periode waktu cukup panjang diharapkan dapat menciptakan bangsa yang sejahtera, kuat dan stabil. Upaya mengajar idealisme ini dirumuskan dalam suatu konsep pembangunan nasional, yang merupakan manifestasi dari model pembangunan Lewis (Tambunan, M., 1999).

Dalam model Lewis yang sangat populer sebagai model pembangunan nasional di negara-negara dunia ketiga pada periode 1960-an dan 1970-an, tujuan akhir proses pembangunan adalah transformasi perekonomian nasional dari perekonomian yang berlandaskan pertanian dengan surplus tenaga kerja menjadi perekonomian yang berlandaskan industri berteknologi maju. Transformasi ini akan dicapai melalui ekstraksi berbagai surplus pertanian/pedesaan, termasuk surplus tenaga kerja, untuk digunakan membangun sektor industri di kawasan perkotaan secara berkelanjutan dengan cara ini, maka akhirnya sektor industri akan menjadi sektor yang dominan dalam perekonomian nasional, baik dalam hal penyerapan tenaga kerja nasional maupun dalam hal pendapatan nasional, menggantikan posisi


(27)

sektor pertanian. Singkatnya, dengan mengikuti strategi pembangunan sebagaimana direkomendasikan oleh model pembangunan Lewis, perekonomian negara-negara dunia ketiga akan mengalami suatu transformasi struktural, dari suatu struktur perekonomian yang didominasi pertanian dengan laju pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah ke suatu struktur perekonomian yang didominasi industri perkotaan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Todaro, M.P, 1994).

Jadi, untuk negara seperti Indonesia yang sedang mengalami berbagai permasalahan ekonomi, termasuk pengangguran, model pembangunan Lewis sangat memikat untuk diimplementasikan. Laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama dan kecenderungan penurunan pangsa sektor pertanian yang diikuti dengan peningkatan sektor dalam PDB nasional telah diterima secara luas sebagai indikasi yang kuat dari implementasi model pembangunan Lewis selama periode ini. Dalam kenyataannya Indonesia telah mengalami transformasi perekonomian nasional yang tidak seimbang di mana sektor pertanian masih tetap dominan dalam penyerapan tenaga kerja nasional meskipun pangsanya dalam PDB nasional telah merosot secara signifikan. Transformasi yang tidak seimbang inilah salah satu faktor kunci dibalik fenomena pengangguran dan kemiskinan yang telah melanda pedesaan bahkan sebelum krisis moneter terjadi.

Model pembangunan Lewis menyebabkan mayoritas penduduk miskin di Indonesia ada di sektor pertanian/pedesaan. Semestinya, keadaan seperti ini tidak perlu terjadi apabila pemerintah menerapkan konsep pembangunan yang tepat. Sebab, sesungguhnya sektor pertanian mempunyai potensi untuk menghasilkan kemakmuran


(28)

bagi bangsa Indonesia. Hal ini dapat direalisasikan bila tadinya pembangunan sektor pertanian dilakukan dengan konsep agribisnis (Saragih, B, 1995).

Pemerintah Orde Baru juga melakukan pembangunan sarana dan prasarana pertanian/pedesaan secara ektensif dengan biaya investasi yang sangat besar. Meskipun fasilitas-fasilitas ini vital untuk perekonomian dan kehidupan masyarakat pertanian/pedesaan tampak bahwa pada umumnya partisipasi dan komitmen masyarakat dalam pemeliharaan dan pengembangannya sangat rendah. Sebagai akibatnya, pada umumnya fasilitas-fasilitas tersebut kurang terawat dan bahkan banyak yang terlantar dan tidak berfungsi lagi. Masyarakat memandang fasilitas-fasilitas yang dibangun pemerintah sebagai “public goods”, bukan sebagai “collective goods”. Pandangan tersebut membuat masyarakat mempergunakan fasilitas-fasilitas cenderung berlebihan sehingga kemampuannya akan merosot dan akhirnya hilang bila tidak ada upaya pemeliharaan.

Strategi pembangunan sarana dan prasarana pertanian/pedesaan yang dianut oleh Pemerintah Orde Baru secara tidak disadari telah menghancurkan semangat kerja sama dan kemandirian masyarakat pertanian/pedesaan yang cukup kental di masa lalu. Pendekatan yang lebih bersifat “top-down”, bukan berlandaskan pada inisiatif dan kebutuhan masyarakat pengguna, menghasilkan institusi-institusi yang tidak efektif dalam menggalang kerjasama antaranggota masyarakat pedesaan.

Berbeda dengan sistem pembangunan pada era Orde Baru yang bertitik tolak dari GBHN yang berisi garis besar rencana pembangunan yang ditetapkan oleh MPR, sistem pembangunan pada era reformasi saat ini bertolak dari Pembangunan


(29)

Nasional (Propenas) yang berisi rencana pembangunan (lima tahun) yang disusun oleh Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat dan setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan cakrawala yang luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota, dalam melaksanakan otonomi secara utuh dan bulat. Otonomi yang seluas-luasnya terlihat dari jumlah urusan yang diserahkan, di mana daerah diberikan seluruh kewenangan pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal. Dengan perubahan ini, bandul manajemen pemerintahan dan pembangunan bergeser dari model memusat (sentrifugal) menuju pada model memencar (sentripetal). Pergeseran ini mengakibatkan banyak hal yang sebelumnya sentralis sekarang menjadi desentralis. Sentralisasi menjadi desentralisasi. Karena itu, boleh dikatakan otonomi daerah sama dengan desentralisasi. Dan dalam konteks pembangunan, sudah lama desentralisasi menjadi impian. Desentralisasi pembangunan mengharuskan dan mengandalkan pemerintah dan masyarakat daerah untuk merumuskan bersama konsep-konsep pembangunan. Masyarakat harus dilibatkan dalam merancang-bangun item-item pembangunan. Masyarakat tidak boleh diposisikan sebagai objek saja, melainkan harus aktif. Sejauh ini konsep desentralisasi pembangunan, bahkan juga otonomi daerah, mengalami begitu banyak distorsi. Pembangunan sebagai rekayasa sosial untuk mempercepat perubahan sosial, dari keadaan serba kurang menjadi lebih baik, seringkali menggunakan patokan-patokan yang tidak berdasarkan pada kondisi masyarakat


(30)

di mana pembangunan dilaksanakan. Masyarakat menjadi merasa aneh di tengah pembangunan yang dirancang atas namanya, didesain untuk kebutuhannya.

Saat ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam melaksanakan pembangunan mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau dikenal dengan UU Otonomi Daerah. Di samping itu berbagai UU lainnya seperti UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang, dan UU lainnya yang telah mendapatkan persetujuan DPR-RI digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan sehingga pembangunan wilayah menjadi terarah dan melalui tahapan yang benar sesuai dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut.

Namun demikian pada prakteknya sistem pembangunan saat ini tidak berbeda dengan masa yang lalu karena masih menggunakan istilah pembangunan sektoral dan pembangunan daerah. Bidang pembangunan dijabarkan dalam sektor, dan proyek pembangunan. Proyek merupakan jenjang terendah dari hirarki istilah dalam pembangunan dan pada tahap ini pelaksanaannya membutuhkan dana dan tanah. Dan dapat dimengerti, hasil pelaksanaan dari proyek pembangunan tahap inilah yang akan merubah kualitas lingkungan hidup dan kehidupan sosial, apakah semakin baik atau sebaliknya malah banyak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.

Menurut Hutagaol, P. (2000), masyarakat dan kawasan pedesaan yang merupakan basis perekonomian nasional harus diposisikan sebagai motor penggerak,


(31)

dan bukan sebagai pendukung pembangunan nasional. Hal ini menuntut paradigma baru dalam pembangunan nasional, termasuk pembangunan pedesaan. Pembangunan pedesaan dengan paradigma baru yang dimaksud tentunya menempatkan masyarakat pedesaan sebagai subjek yang berpartisipasi aktif dalam seluruh proses pembangunan pedesaan baik dalam perencanaan, implementasi, pemeliharaan serta anggaran.

Melihat potensi sumber daya kehidupan yang ada di desa dan berbagai permasalahan yang muncul terkait dengan persentasi masyarakat miskin yang sebagian besar berdomisili di desa, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pembangunan desa seharusnya mampu dibangkitkan dari potensi-potensi yang ada tersebut. Selain itu, pengaruh lingkungan eksternal perlu diperhatikan, agar potensi yang dimiliki dapat dibangkitkan secara optimal, efektif, efisien dan mencapai tujuan yaitu kesejahteraan masyarakat desa. Menurut Kohar, A. dkk (2004), jika potensi sumber daya kehidupan di desa dibangkitkan maka akan menghasilkan lima potensi kekuatan utama yaitu:

1. Rasa kekeluargaan dan kebiasaan gotong royong jika dibangkitkan akan menghasilkan kekuatan kerja sama kelompok (K1) yang dinamis.

2. Kebersamaan latar belakang budaya dan adat istiadat jika dibangkitkan akan menghasilkan kekuatan mencintai tempat kelahirannya (K2), merupakan modal dasar untuk mengembangkan kehidupan di desa.

3. Adanya mata pencaharian dasar (petani, nelayan, pengrajin, dan sebagainya) jika dibangkitkan akan menghasilkan kekuatan sektor unggulan (K3) di desa.


(32)

4. Adanya tetua-tetua adat yang dianggap sebagai orang yang disegani di desa, menandai adanya kepemimpinan dalam masyarakat desa, jika dibangkitkan akan menghasilkan kekuatan kepemimpinan (K4) dalam masyarakat, yang akan sangat berperan dalam membuat suasana yang kondusif, menjalankan fungsi koordinasi dan sebagai organisator pembangunan di desa, yang benar-benar dipercaya masyarakat.

5. Lahan dan sumber daya alam yang dapat digarap dan dikelola sebagai wadah produksi masyarakat, jika dibangkitkan dan dikelola dengan baik akan menghasilkan kekuatan produksi masyarakat (K5).

Kekuatan-kekuatan yang dimiliki disinergikan dengan tuntutan lingkungan eksternal akan menghasilkan hubungan-hubungan yang positif dan merupakan dasar bagi hadirnya modal pembangunan desa berbasis kekuatan sumber daya masyarakat, hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(33)

K2

K3

K4

K5

DUKUNGAN KEBIJAKAN

PROSES PEMBANGUNAN K1

Tuntutan Lingkungan

Eksternal

MASYARAKAT DESA MANDIRI

DAN SEJAHTERA

Sumber: Makalah Kohar dkk (2004)

Gambar 2.1. Model Pembangunan Desa Berbasis Kekuatan Sumber Daya Masyarakat

Friedmann dalam bukunya Planning In The Public Domain (1987) menginterpretasikan tradisi perencanaan yang berkembang di dunia sebagai dua buah aspek fungsi formal societal guidance dan societal transformation. Dalam societal guidance perencanaan diartikulasikan oleh pemerintah dengan menekankan perubahan yang sistematis. Aspek ini dikenal dengan sebutan top-down planning, yang menekankan kepada peran pemerintah dan elit pengambil keputusan politik sebagai aktor yang paling tahu dan mengerti kebutuhan masyarakat yang direfleksikan ke dalam produk perencanaan yang dibuat. Aspek ini dibagi dalam dua tradisi perencanaan, yaitu public policy analysis dan social reformation.


(34)

Aspek societal transformation merupakan tradisi perencanaan yang bergeser dari societal guidance dan menginginkan terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang menentukan nasibnya sendiri dan segala sesuatu yang diarahkan dari bawah (bottom-up planning). Tradisi ini secara ekstrem ingin mengeliminir peran pemerintah dalam perencanaan, sehingga membutuhkan sebuah transformasi dalam sruktur kekuatan (power) untuk menghasilkan sesuatu yang seimbang dalam distribusi kekuasaan. Aspek ini menghasilkan dua tradisi perencanaan, yaitu social learning dan social mobilisation.

Perencanaan dengan pendekatan partisipatif atau biasa disebut sebagai

Participatory Planning ini, jika dikaitkan dengan pendapat Friedmann, sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh kesepakatan bersama (collective agreement) melalui aktivitas negosiasi atau urun rembuk antarseluruh pelaku pembangunan (stakeholders). Proses politik ini dilakukan secara transparan dan aksesibel sehingga masyarakat memperoleh kemudahan setiap proses pembangunan yang dilakukan serta setiap tahap pengambilan keputusan yang diharapkan dapat meminimalisasi konflik antar-stakeholder. Perencanaan partisipatif juga dapat dipandang sebagai instrumen pembelajaran masyarakat (social learning) secara kolektif melalui interaksi antarseluruh pelaku pembangunan atau stakeholders

tersebut (Samsura dalam Hardiansah, E. C., 2004). Pembelajaran ini pada akhirnya akan meningkatkan kapasitas seluruh stakeholders dalam upaya memobilisasi sumber daya yang dimiliki secara luas. Oleh karena itu, dalam memahami perencanaan maka akan lebih baik apabila perencanaan dipahami sebagai sebuah suatu upaya untuk


(35)

membuat pengetahuan dan tindakan teknis dalam perencanaan yang secara efektif akan mendorong tindakan-tindakan publik (Friedmann, J, 1987). Sehingga spektrum perencanaan yang lahir adalah perencanaan sebagai sebuah proses dalam meningkatkan kapasitas masyarakat untuk ikut terlibat dalam proses perencanaan itu sendiri.

2.2. Pengembangan Wilayah

Pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan di daerah, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah, antarkota, antardesa, dan antarkota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah melalui pembangunan yang serasi antarsektor maupun antarpembangunan sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok Tanah Air (Soegijoko, B.T.S dan Kusbiantoro, B.S, 1997).

Sasaran pembangunan menurut Todaro (1994), yaitu:

1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan. 2. Mengangkat taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan


(36)

besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi untuk meningkatkan kesadaran harga diri baik individu maupun nasional.

3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua pilihan individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi juga dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.

Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut pembangunan ekonomi harus diarahkan kepada:

1. Meningkatkan output nyata/produktivitas yang tinggi harus terus menerus meningkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan pokok untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

2. Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah yang ditandai dengan ketersediaan lapangan kerja yang cukup.

3. Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan.

4. Perubahan sosial, sikap mental, dan tingkah laku masyarakat dan lembaga pemerintah.

Pada kenyataannya, tidak semua wilayah dapat mewujudkan hal tersebut, sehingga pembangunanpun tidak merata di seluruh wilayah. Suatu proyek pembangunan daerah dilaksanakan pada tingkat kabupaten/kota sebagai unit terendah dalam hirarki pembangunan. Proyek terkait dengan jenis dan dana. Setelah jenis dan


(37)

dana disediakan maka tahap berikutnya adalah menetapkan di bagian mana dari daerah kabupaten/kota proyek tersebut akan dilaksanakan. Ada beberapa cara untuk menetapkan proyek pembangunan. Cara penetapan proyek biasanya dilakukan, pada tahap awal, melalui suatu kajian akademis antara lain berdasarkan pendekatan geografi, pendekatan ekonomi dan lainnya.

Pengembangan wilayah secara realistis memperhatikan tuntutan dunia usaha dan masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana sehingga aktivitas perekonomian dalam wilayah atau kawasan dapat berjalan dengan baik, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Strategi pembangunan wilayah mempunyai prinsip dasar pembangunan dari masyarakat, untuk masyarakat dan oleh masyarakat. Hal ini dapat tercapai apabila proses pembangunan berdasarkan pada kemampuan sumber daya alamnya dan kreativitas seluruh pelaku pembangunan.

Pengembangan wilayah dilakukan dengan menitikberatkan pada aspek ruang atau lokasi untuk mengoptimalisasi sumber daya alam yang ada dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan pengembangan wilayah itu sendiri ialah pembangunan wilayah di mana kondisi wilayah menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor jasa, industri dan pertanian, atau paling tidak pengelolaan hasil pertanian dan di segi penerimaan masyarakatnya, pengeluaran masyarakatnya, investasi serta ekspor dan impor barang produksi.

Secara umum teori pengembangan wilayah maupun penataan ruang sudah berkembang jauh dari sejak dikembangkan pada tahap awal. Teori-teori


(38)

pengembangan wilayah menganut berbagai azas atau dasar dari tujuan penerapan dari masing-masing teori. Kelompok pertama adalah teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local prosperity). Kelompok kedua menekankan pada sumber daya lingkungan dan faktor alam yang dinilai sangat mendampaki keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah (sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut sebagai sangat peduli dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Kelompok ketiga memberikan perhatian kepada kelembagaan dan proses pengambilan keputusan di tingkat lokal sehingga kajian terfokus kepada governance yang bisa bertanggung jawab (responsible) dan berkinerja bagus. Kelompok empat perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di suatu lokasi (people prosperity).

Pembangunan selayaknya dilakukan sesuai dengan kondisi masyarakat dan lingkungan wilayah. Perbedaan pembangunan antarwilayah dapat dijelaskan oleh sejumlah teori, yakni teori basis ekonomi, teori lokasi dan teori daya tarik industri (Tambunan, T, 2001):

1. Teori Basis Ekonomi

Teori ini menjelaskan bahwa faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh hubungan langsung permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi sektor industri di suatu wilayah yang menggunakan sumberdaya produksi lokal (tenaga kerja, bahan baku dan produk unggulan yang diekspor) akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita dan penciptaan lapangan kerja di wilayah tersebut.


(39)

2. Teori Lokasi

Teori ini digunakan untuk menentukan pengembangan kawasan industri di suatu wilayah. Lokasi usaha ditempatkan pada suatu tempat yang mendekati bahan baku/pasar. Hal ini ditentukan berdasarkan tujuan perusahaan dalam rangka memaksimumkan keuntungan dengan biaya serendah mungkin.

3. Teori Daya Tarik Industri

Teori ini dilatarbelakangi oleh adanya pembangunan industri di suatu wilayah. Sehingga faktor-faktor daya tarik usaha antara lain produktivitas, industri-industri kaitan, daya saing masa depan, spesialisasi industri, potensi ekspor dan prospek permintaan domestik.

Dengan demikian, konsep pembangunan wilayah secara mendasar mengandung prinsip pelaksanaan kebijaksanaan desentralisasi dalam kerangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas. Keseluruhan kelompok teori tersebut tidak seluruhnya bertentangan satu dengan yang lainnya, namun dalam penggunaannya dapat dijadikan suatu sinergi. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Undang-Undang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa penataan ruang merupakan suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang serta pengendaliannya. Konsep dasar penataan ruang wilayah dan kota dengan pendekatan pengembangan wilayah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin lingkungan hidup yang berkelanjutan dengan memperhatikan keunggulan komparatif di suatu wilayah dan


(40)

mengurangi kesenjangan pembangunan dengan mengurangi kawasan-kawasan yang miskin, kumuh dan tertinggal.

Peningkatan pada kawasan dapat pula diartikan sebagai peristiwa pengembangan pada wilayah yang bersangkutan. Tujuan pengembangan wilayah ialah pembangunan wilayah itu sendiri dalam arti bahwa kondisi wilayah menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor jasa, industri dan pertanian, atau paling tidak pengelolaan hasil pertanian dan di segi penerimaan masyarakatnya atau di segi pengeluaran konsumsi, investasi serta ekspor-impornya.

Menurut Hadjisaroso (1993), pengembangan wilayah itu merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah/kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Soegijoko, dkk (1997), bahwa pengembangan wilayah merupakan upaya pemerataan pembangunan dengan mengembangkan wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Menurut Siagian, H. (1982), pengembangan wilayah adalah merupakan suatu rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa. Dari pengertian tersebut, pertumbuhan dan perubahan yang dimaksud yaitu perubahan menuju modernisasi di mana tercapainya peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat.


(41)

2.3. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat sebagai konsep dalam pembangunan memiliki perspektif yang luas. Menurut Pranarka dalam Roesmidi dan Riza R. (2006), pemberdayaan diartikan pembangunan kekuasaan yang adil (equitable sharing power) sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap sumber daya alami dan pengelolaannya secara berkelanjutan. Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa pemberdayaan menuntut kekuasaan yang adil sesuai dengan kelompok manapun baik kelompok lemah maupun kelompok yang tergolong kuat. Jadi, pembangunan tidak hanya sekedar ditanggung oleh kelompok yang kuat dan besar, namun segala pihak yang terlibat.

Menurut konsep John Friedmann (1987), pemberdayaan masyarakat harus berawal dari pemberdayaan rumah tangga yang mencakup tiga hal, yaitu:

a. Pemberdayaan sosial ekonomi yang difokuskan pada upaya menciptakan akses bagi setiap rumah tangga dalam proses produksi seperti akses informasi, pengetahuan dan ketrampilan, akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial dan akses kepada sumber-sumber keuangan.

b. Pemberdayaan politik difokuskan pada upaya menciptakan akses bagi setiap rumah tangga ke dalam proses pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depannya. Pemberdayaan politik masyarakat tidak hanya sebatas proses pemilihan umum, akan tetapi juga kemampuan untuk


(42)

mengemukakan pendapat, melakukan kegiatan kolektif atau bergabung dalam berbagai asosiasi politik, gerakan sosial atau kelompok kepentingan.

c. Pemberdayaan psikologis difokuskan pada upaya membangun kepercayaan diri bagi setiap rumah tangga yang lemah. Kepercayaan diri pada hakikatnya merupakan hasil dari proses pemberdayaan sosial ekonomi dan pemberdayaan politik.

Konsep pemberdayaan merupakan sebuah konsep yang masih terlalu umum dan tidak menyentuh akar permasalahan. Namun yang terpenting dari konsep pemberdayaan adalah memberikan power kepada yang powerless, karena hanya apabila memiliki power maka mereka akan dapat melaksanakan proses aktualisasi eksistensi. Konsep ini menjadi pola dasar dari gerakan pemberdayaan atau

empowerment, yang mengamanatkan kepada peluang power dan menekankan keberpihakan kepada yang thepowerless. Pada dasarnya gerakan pemberdayaan ingin agar semua dapat memiliki kekuatan yang menjadi modal dasar dari proses aktualisasi eksistensi.

Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya tidak hanya ditujukan secara individual, akan tetapi juga secara kolektif, sebagai bagian dari aktualisasi eksistensi manusia. Dengan demikian manusia menjadi tolok ukur normatif, yang menempatkan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga dan masyarakat bahkan bangsa sebagai aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, dalam pemberdayaan masyarakat perlu


(43)

pengenalan akan hakikat manusia yang diharapkan dapat memberi sumbangan ataupun menambah wawasan ketika menerapkan konsep atau pada masyarakat.

Secara spesifik pemberdayaan masyarakat juga tertuang dalam Pembangunan Nasional (Propenas) yang menjelaskan tentang peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan organisasi, pemberdayaan masyarakat miskin, dan pemberdayaan keswadayaan masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional. Di dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan tentang prinsip-prinsip demokratisasi berdasar kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan nasional.

Kelembagaan yang menangani pemberdayaan masyarakat di tingkat pusat dibentuk Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa yang berada di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Sedangkan di daerah dibentuk Dinas atau Lembaga Teknis Daerah, Badan atau Kantor Pemberdayaan Masyarakat sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.

2.4. Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara)

Gerbang Swara adalah suatu gerakan pembangunan untuk mewujudkan tercapainya semangat membangun yang tinggi dengan menumbuhkan prakarsa serta menggerakkan Swadaya Gotong Royong masyarakat dalam pembangunan prasarana dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.


(44)

Adapun pokok-pokok pikiran dalam pelaksanaan Gerbang Swara, yaitu:

1. Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara) berarti membangun daerah dengan memotivasi dan menggali dari rasa bertanggung jawab kemanusiaan di mana setiap manusia hakikatnya mencintai daerahnya, mencintai tempatnya bekerja dan merasa tergugah untuk membangun ke arah yang lebih baik.

2. Bertitik tolak dari rasa cinta akan daerah dan tempat mengabdi sebagai motivasi membangun daerah akan melahirkan pola praktis bahwa dengan membangun daerah dengan Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara) akan menggugah dan menggali:

a. Menjalin hubungan rasa persatuan dan kebersamaan antara sesama masyarakat, antara masyarakat dan komunitas yang menjadi satu potensi riel yang dapat dijadikan sumber daya pembangunan.

b. Memperluas keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan yang berdomisili di Desa/Kelurahan Serdang Bedagai maupun masyarakat yang tinggal di luar Desa ataupun Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Pada umumnya masing-masing desa/kelurahan mempunyai simpatisan di luar desa tanpa memandang status kedudukannya serta besar kecilnya kemampuan yang dimiliki akan tetapi mempunyai niat dan keikhlasan untuk berpartisipasi membangun dengan tetap berada dalam bingkai wawasan nasional dan wawasan kebangsaan.


(45)

4. Menumbuhkan pola pikir dari bawah, dari dusun/lingkungan dan desa/kelurahan sebagai basis pembangunan daerah dan pembangunan nasional.

5. Menggali dan menggerakkan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki masyarakat baik potensi alam maupun potensi sumber daya manusia. Mendinamisir lembaga-lembaga yang pernah hidup dan atau masih berkembang di tengah-tengah masyarakat seperti Arisan, Markampung-kampung, Dalihan Natolu, Serayan, Aron sebagai wadah kegotong royongan yang kesemuanya itu dapat dikembangkan untuk digerakkan/diarahkan dalam rangka membangun daerah Kabupaten Serdang Bedagai ini.

6. Mempercepat terwujudnya Kabupaten Serdang Bedagai sebagai salah satu kabupaten terbaik di Indonesia dengan masyarakatnya yang pancasilais, religius, modern dan kompetitif.

7. Mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dengan memanfaatkan dinamika kemajemukan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam secara optimal.

8. Menciptakan rasa kebersamaan dan memiliki rasa terhadap hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dan bertanggung jawab dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya dengan prinsip Dari, Oleh dan untuk Masyarakat (DOM).

Pokok-pokok pikiran di atas telah tampak jelas menunjukkan bahwa Gerbang Swara mengandalkan peranan masyarakat dalam pembangunan sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik serta hasil pembangunan dapat dijaga dan


(46)

dirawat oleh masyarakat setempat. Pembangunan di Kabupaten Serdang Bedagai pun mempunyai arah, tujuan dan sasaran yang jelas.

Adapun arah pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, yaitu:

a. Melakukan pemulihan (recovery) secara bersungguh-sungguh bagi segenap permasalahan pembangunan yang terjadi.

b. Melakukan percepatan pembangunan di segala bidang, dengan tetap memperhatikan konsistensi terhadap lingkungan hidup dan sustainabilitas (berkelanjutan) pembangunan itu sendiri.

Sedangkan tujuan dari Gerbang Swara yaitu untuk mewujudkan tercapainya semangat membangun yang tinggi dengan menumbuhkan prakarsa serta menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat dalam pembangunan prasarana dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sasaran dari Gerbang Swara meliputi:

a. Melestarikan semangat dan jiwa gotong royong dalam membangun desa/ kelurahan berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan guna memperkuat persatuan dan kesatuan sesama masyarakat yang merupakan sendi kekuatan dan kesatuan bangsa.

b. Menumbuhkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki kecintaan terhadap desa/ kelurahan dan kampung halaman.

c. Mewujudkan peranan lembaga-lembaga yang ada di desa/kelurahan (BPD, LKMD, Lembaga Agama, Adat, Lembaga Masyarakat lainnya) dalam rangka penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan desa di setiap desa/kelurahan.


(47)

Gerbang Swara ini mempunyai landasan hukum yang dituangkan dalam Instruksi Bupati Serdang Bedagai Nomor 04 Tahun 2005 tanggal 19 Desember 2005 tentang Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara). Di dalam Instruksi Bupati tersebut diminta agar seluruh aparat jajaran Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai untuk:

a. Mensosialisasikan Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara) kepada seluruh jajarannya beserta seluruh lapisan masyarakat.

b. Secara terpadu menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan ini dengan seluruh instansi pemerintah bersama-sama masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai, BUMN, perusahaan swasta termasuk masyarakat luar Kabupaten Serdang Bedagai sebagai simpatisan untuk membangun Kabupaten Serdang Bedagai baik melalui kegiatan Jumat bersih maupun kegiatan sadar lingkungan dan kegiatan pembangunan lainnya.

c. Melaksanakan pengadministrasian yang tertib dan berkesinambungan serta melakukan sosialisasi setiap tahunnya.

d. Mempersiapkan dukungan dana melalui APBD Kabupaten Serdang Bedagai setiap tahun berjalan sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian Agung Witjaksono (2004) yang berjudul “Partisipatif dalam Pembangunan Desa Miskin” dengan studi kasus berlokasi di Desa Benjor Kecamatan Tumpang Malang Kabupaten Malang menyimpulkan bahwa tujuan dari


(48)

pembangunan masyarakat desa adalah menciptakan kondisi untuk tumbuhnya suatu masyarakat yang bertumbuh dan berkembang dengan terjadinya pembelajaran dan kemandirian, agar masyarakat dapat dan mampu menetralisir belenggu-belenggu sosial seperti adat, tradisi, budaya dan cara bersikap hidup yang dapat menahan laju perkembangan. Strategi partisipasi masyarakat harus mencakup hal-hal pokok berikut:

1. Harus ada komitmen (political will) yang tegas dan jelas. Upaya peran serta harus dilakukan dengan langkah-langkah nyata, dan dalam skala yang memadai untuk menggerakkan proses transformasi dan memecah belenggu ketertinggalan dan kekurangberdayaan. Kebijaksanaan dan tindakan basa-basi, yang bersifat simbolis apalagi sporadis harus dihindari. Upaya ini harus dilakukan secara berlanjut dan berdampak luas serta langsung kepada masyarakat dalam peningkatan aspek fisik, sosial, dan ekonomi.

2. Upaya itu harus terarah dan ditujukan langsung kepada yang dirancang untuk mengatasi masalah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. itu harus mengikutsertakan masyarakat mulai tahap awal sampai tahap pelaksanaan oleh masyarakat atau kelompok yang menjadi sasaran.

Sedangkan penelitian Ari Djatmiko (2004) yang berjudul “Identifikasi Hubungan Faktor-faktor Kemampuan dan Kemauan Masyarakat dengan Tingkat Partisipasinya dalam Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan (P2K2P)” dengan studi kasus di Kelurahan Sukapura, Cigondewah Kidul, Cibangkong, dan Kebun Jeruk menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh kemampuan dan


(49)

kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program. Faktor kemampuan masyarakat yang berhubungan dengan tingkat partisipasi adalah kemampuan bersikap dan bertindak, organisasi sosial kemasyarakatan dan kemampuan mengorganisasikan diri dalam program. Sedangkan indikator kemauan masyarakat yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi adalah interaksi dan komunikasi, persepsi terhadap kegiatan kolektif sebelumnya dan perspektif terhadap program. Penelitian ini didukung oleh penelitian Fadly Usman (2004) yang berjudul “Partisipatif (= aktif berperanserta): Perspektif Masyarakat Awam dan Ke-ajegan-nya dalam Proses Perencanaan” dengan lokasi penelitian di sekitar tepi Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan yang menyimpulkan bahwa masyarakat masih bisa berpartisipasi dalam proses perencanaan dalam skala apapun walaupun peran serta masyarakat tidak lebih dari “ada”, tetapi tetap harus ada karena hal ini merupakan proses pembelajaran dan pendidikan panjang pada masyarakat Indonesia mengenai lingkungan dan tempat tinggal mereka sendiri.

2.6. Kerangka Pemikiran

Adapun realisasi gerakan pembangunan swadaya rakyat di Kecamatan Tanjung Beringin yang telah terlaksana yaitu pembuatan sumur bor, perehaban jalan dan pengorekan tali air. Studi ini difokuskan pada kajian yang menyangkut perubahan pendapatan masyarakat, perubahan pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kecamatan Tanjung Beringin. Pada umumnya setiap proses pembangunan, akan


(50)

diikuti oleh laju pertumbuhan penduduk yang meningkat mula-mula secara perlahan-lahan kemudian naik pesat.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam perencanaan wilayah perlu ditopang dengan 4 (empat) analisis yaitu: sosial kultural, sumber daya, ekonomi wilayah dan analisa lokasi (Nasution, I. L, 1985). Realisasi pelaksanaan Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat berupa perehaban jalan tentunya akan mempengaruhi biaya produksi suatu produk di mana harga produksi semakin menurun sebagai akibat dari membaiknya prasarana transportasi ke lokasi sumber daya produksi maupun ke lokasi pasar. Dengan menurunnya biaya produksi maka keuntungan diperoleh meningkat. Keuntungan yang diperoleh dari penghematan biaya produksi merupakan nilai yang didapat yang merupakan peningkatan pendapatan masyarakat. Pembangunan sarana dan prasarana secara swadaya seperti dibukanya jalan desa tentunya akan meningkatkan aksesibilitas masyarakat, mengeliminir keterisolasian daerah-daerah terpencil serta meningkatkan peluang terbukanya usaha di sektor jasa dan perdagangan. Tentunya hal tesebut seharusnya menjadi daya tarik terjadinya migrasi penduduk dari berbagai daerah ke Kecamatan Tanjung Beringin, dengan tujuan untuk mendapatkan fasilitas dan prasarana yang lebih baik.

Secara logika, hal yang sama juga didapatkan dengan pembuatan sumur bor dan pengorekan tali air. Selain peningkatan pendapatan, peningkatan pertumbuhan dan kepadatan penduduk juga terjadi dikarenakan semakin baiknya prasarana di Kecamatan Tanjung Beringin sehingga mendorong hasrat masyarakat untuk


(51)

membangun rumah atau gedung lainnya di sekitar wilayah kecamatan tersebut. Kerangka pemikiran ini dapat dilihat secara sederhana pada Gambar 2.2.

Gerbang Swara Kecamatan Tanjung Beringin

Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai Masyarakat

Pembangunan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Umum

Pengorekan Tali Air Pembuatan Sumur Bor Rehab Jalan

Pendapatan Masyarakat

Pengembangan Wilayah

Produksi Pertanian Aksesibilitas

Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk


(52)

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan pendapatan masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin sebelum dan setelah realisasi pelaksanaan gerakan pembangunan swadaya rakyat.

2. Pertumbuhan dan kepadatan penduduk semakin meningkat setelah pelaksanaan gerakan pembangunan swadaya rakyat.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan ini memiliki luas ± 7.357,37

Ha dan terdiri dari 8 (delapan) desa yaitu Desa Tebing Tinggi, Desa Pematang Cermai, Desa Mangga Dua, Desa Pematang Terang, Desa Pekan Tanjung Beringin, Desa Bagan Kuala, Desa Nagur dan Desa Suka Jadi. Kecamatan Tanjung Beringin merupakan salah satu kecamatan yang memiliki semangat gotong royong yang cukup tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya.

3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi Penelitian

Berdasarkan data Kantor Camat Tanjung Beringin pada tahun 2009 terdapat 8.440 KK dari 8 (delapan) desa. Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat telah dicanangkan sejak tahun 2005 dengan diterbitkannya Instruksi Bupati Serdang Bedagai Nomor 04 Tahun 2005 tentang Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat. Pelaksanaan kegiatan gerakan pembangunan swadaya rakyat di wilayah Kecamatan Tanjung Beringin sampai saat ini baru melibatkan 4 (empat) desa, yaitu: Desa Tebing Tinggi, Desa Pematang Cermai, Desa Mangga Dua dan Desa Pematang Terang.


(54)

Secara lebih rinci populasi dalam satuan KK (Kepala Keluarga) pada 4 (empat) desa dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Populasi Penelitian

No. Nama Desa Jenis Bantuan Jumlah

(KK)

Jumlah yang Terlibat Gerbang Swara (KK) 1 Tebing Tinggi Pembuatan Sumur Bor 1.004 1 2 Pematang Cermai Pembuatan Sumur Bor 1.097 1

3 Mangga Dua

Pembuatan Sumur Bor dan Rehab Jalan Dsn I s/d IV

899

719

4 Pematang Terang Pengorekan Tali Air

841 672

Total 3.841 1.393

Sumber: Kantor Camat Tanjung Beringin (2009)

Berdasarkan data di atas, populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang melakukan kegiatan gerakan swadaya rakyat di 4 (empat) desa sebanyak 1.393 KK.

3.2.2. Sampel Penelitian

Karena populasi yang begitu besar untuk 2 desa yaitu Desa Mangga Dua dan Desa Pematang Terang maka dipilih sejumlah sampel. Untuk mempermudah penelitian ini perlu diambil sampel penelitian mengingat besarnya jumlah anggota populasi. Banyaknya sampel dapat dihitung dengan menggunakan Rumus Slovin, yaitu:


(55)

Di mana:

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (10%)

Dengan rumus tersebut maka jumlah sampel untuk Desa Mangga Dua adalah:

( )

2 1 , 0 719 1 719 + = n

= 87,78 dibulatkan menjadi 87 sampel.

Jumlah sampel untuk Desa Pematang Terang adalah:

( )

2 1 , 0 672 1 672 + = n

= 89,3 dibulatkan menjadi 89 sampel.

Jumlah sampel untuk Desa Pematang Cermai adalah:

( )

2 1 , 0 1 1 1 + = n

= 0,99 dibulatkan menjadi 1 sampel.

Jumlah sampel untuk Desa Tebing Tinggi adalah:

( )

2 1 , 0 1 1 1 + = n


(56)

Secara rinci jumlah sampel dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jumlah Sampel Menurut Desa di Kecamatan Tanjung Beringin

No. Desa Jenis Bantuan Jumlah Sampel

1 Tebing Tinggi Pembuatan Sumur Bor 1 2 Pematang Cermai Pembuatan Sumur Bor 1 3 Mangga Dua Pembuatan Sumur Bor dan

Rehab Jalan Dsn I s/d IV 87 4 Pematang Terang Pengorekan Tali Air 89

Jumlah 178

Kriteria sampel (responden) adalah kepala keluarga yang berdomisili di wilayah Kecamatan Tanjung Beringin dan terlibat langsung dalam pemberian bantuan dalam kegiatan gerakan pembangunan swadaya rakyat serta bersedia menjawab kuesioner yang diberikan. Responden juga merupakan warga desa yang mempergunakan fasilitas yang dibangun secara swadaya oleh mereka sendiri. Penentuan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling di mana setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) sumber data, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer dan data sekunder secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.3.


(57)

Tabel 3.3. Data Penelitian

No Jenis Data Sumber Data Keterangan

1. Data Primer Kuisioner, observasi dan pengamatan langsung

178 responden 2. Data Sekunder Serdang Bedagai dalam Angka dan

Kecamatan Tanjung Beringin dalam Angka

BPS

Data dari arsip kantor Kantor Bupati Serdang Bedagai, Kantor Camat Tanjung Beringin dan Kantor Desa Se-Kecamatan Tanjung Beringin Literatur Berbagai sumber

3.4. Teknik Analisis Data

Untuk menjawab hipotesis pertama, yakni untuk melihat perbedaan pendapatan masyarakat akibat adanya gerakan pembangunan swadaya rakyat digunakan uji beda rata-rata (compare means) sebelum Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (2007) dan setelah Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (2009), dengan rumus t-test:


(58)

X1 = rata-rata pendapatan sebelum gerbang swara X2 = rata-rata pendapatan setelah gerbang swara

S1 = simpangan baku pendapatan sebelum gerbang swara

S2 = simpangan baku pendapatan setelah gerbang swara

S21 = varians baku pendapatan sebelum gerbang swara

S22 = varians baku pendapatan setelah gerbang swara

r = korelasi antara dua sampel

Dengan kriteria uji, terima H1, tolak H0 jika t hit > t tabel (0,05)

terima H0, tolak H1 jika t hit < t tabel (0,05)

Untuk menjawab hipotesis kedua, yakni untuk mengukur pertumbuhan dan kepadatan penduduk, teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus kepadatan penduduk sebagaimana yang dikemukakan oleh Soemarwoto (2001):

Di mana:

Dtp = kepadatan penduduk “sebelum gerbang swara” pada waktu ti.

P0 = jumlah penduduk pada waktu acuan (t0).

rtp = laju tahunan pertumbuhan penduduk “sebelum gerbang swara”

t = periode waktu perhitungan ti-t0 (tahun)


(59)

Sedangkan kepadatan penduduk Kecamatan Tanjung Beringin “setelah implementasi gerbang swara” dihitung dengan rumus:

Di mana:

Ddp = kepadatan penduduk “setelah realisasi gerbang swara” pada waktu ti.

P0 = jumlah penduduk pada waktu acuan (t0)

rdp = laju tahunan pertumbuhan penduduk “setelah realisasi gerbang swara”

t = periode waktu perhitungan ti-t0 (tahun)

Li = luas lahan yang dipakai termasuk lahan kompleks proyek, prasarana jalan

dengan anggapan daerah ini dikeluarkan dari daerah administrasi kecamatan oleh Badan Khusus.

Dengan demikian dampak pelaksanaan gerbang swara terhadap kepadatan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin dapat dihitung dengan rumus:

Di mana:

∆D = selisih antara kepadatan penduduk “sebelum gerbang swara” pada waktu ti

dengan kepadatan penduduk “setelah realisasi gerbang swara” pada waktu ti

Dtp = kepadatan penduduk “sebelum gerbang swara” pada waktu ti.


(60)

3.5. Definisi Operasional

1. Produksi hasil pertanian yang dimaksud adalah hasil produksi padi masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin dengan melakukan perbandingan peningkatan dan penurunan sebelum maupun sesudah adanya gerbang swara (dalam satuan ton/ha). 2. Pendapatan masyarakat adalah penghasilan rata-rata tahunan penduduk dari sektor

pertanian yang diperoleh baik sebelum maupun sesudah adanya gerbang swara (dalam satuan rupiah/bulan).

3. Kepadatan pendudukan adalah perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah yang terjadi karena pertumbuhan penduduk terutama dari migrasi pada Kecamatan Tanjung Beringin dengan melakukan perbandingan peningkatan atau penurunan sebelum maupun sesudah adanya gerbang swara (dalam satuan jiwa/km2).

4. Pengembangan wilayah adalah terjadinya pembangunan wilayah baik dalam bidang ekonomi maupun bidang sosial masyarakat dengan adanya “gerbang swara”.


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografis

Kecamatan Tanjung Beringin merupakan daerah pantai yang beriklim tropis dengan suhu minimum ± 30º Celcius, curah hujan rata-rata 1,5 mm/tahun, dengan musim kemarau berkisar antara bulan Januari sampai Agustus. Kecamatan Tanjung Beringin juga memiliki satu pulau terluar yaitu Pulau Berhala. Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jumlah Dusun, RT dan RW Kecamatan Tanjung Beringin

No Nama Desa Dusun Rt Rw

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pematang Terang Pematang Cermai Tebing Tinggi Bagan Kuala

Pekan Tanjung Beringin Mangga Dua Nagur Suka Jadi 5 5 6 3 15 4 6 4 20 20 20 12 60 16 24 8 10 10 10 6 30 8 12 4

Jumlah 48 180 90

Sumber: Kantor Camat Tanjung Beringin Tahun 2010

Luas wilayah Kecamatan Tanjung Beringin ± 7.357,37 Ha dengan perincian sebagai berikut:

Tanah Darat/Pertanian : 1.535,20 Ha Sawah Non Irigasi : 4.161,00 Ha


(62)

Lainnya (termasuk lahan perumahan) : 1.720,80 Ha Kecamatan Tanjung Beringin berbatasan dengan: Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sei Rampah

Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka dan Kacamatan Bandar Khalifah Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Teluk Mengkudu

4.1.2. Letak Geografis

Kecamatan Tanjung Beringin terletak pada ketinggian 0 - 8 m dari permukaan laut, dan terletak diantara:

2 º 26º Lintang Utara 2 º 33º Lintang Utara 99 º 9º Bujur Timur 99 º15º Bujur Timur 4.1.3. Topografi

Sebelah Utara : merupakan daerah dataran rendah pantai landai, hutan Bakau dan rawa-rawa yang berbatasan dengan Malaysia.

Sebelah Selatan : merupakan daerah dataran rendah.

Sebelah Timur : merupakan daerah rawa-rawa, hutan bakau dan berpantai landai. Sebelah Barat : merupakan daerah dataran rendah.


(63)

4.1.4. Sarana dan Prasarana Umum

Ketersediaan sarana dan prasarana di Kecamatan Tanjung Beringin dapat disajikan dalam tabel-tabel berikut. Sarana ibadah dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Sarana Ibadah di Kecamatan Tanjung Beringin Tempat Ibadah

No Desa

Mesjid Langgar Gereja Vihara 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pematang Terang Pematang Cermai Tebing Tinggi Bagan Kuala

Pekan Tanjung Beringin Mangga Dua Nagur Suka Jadi 0 2 2 2 3 1 2 1 0 4 7 2 15 5 3 4 9 7 7 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 13 41 27 0

Sumber: Kantor Camat Tanjung Beringin Tahun 2010

Ketersediaan sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Sarana Pendidikan di Kecamatan Tanjung Beringin

No. Desa SLTP

Negeri

SLTP

Swasta MTS

SLTA Negeri SLTA Swasta 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pematang Terang Pematang Cermai Tebing Tinggi Bagan Kuala

Pekan Tanjung Beringin Mangga Dua Nagur Suka Jadi 1 0 1 0 0 1 1 0 - - - - 2 - - - - - - - 1 1 1 - - - - - 1 - - - - - - - 1 1 - -

Jumlah 4 2 3 1 2

Sumber: Kantor Camat Tanjung Beringin Tahun 2010


(64)

Tabel 4.4. Sarana Kesehatan di Kecamatan Tanjung Beringin

No. Desa Puskes

Mas Pustu

Balai Pengo- batan Praktek Dokter Prakte k Bidan Pos- yandu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pematang Terang Pematang Cermai Tebing Tinggi Bagan Kuala Pekan Tanjung Beringin Mangga Dua Nagur Suka Jadi - - - - 1 - - - 1 1 1 1 - 1 1 1 1 - - - 4 - 1 1 - - - - 1 - - - 1 1 - - 5 - - 2 2 3 4 2 3 5 6 2

Jumlah 1 7 7 1 9 26

Sumber: Kantor Camat Tanjung Beringin Tahun 2010 4.1.5. Penduduk

Penyebaran penduduk Kecamatan Tanjung Beringin berdasarkan desa dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanjung Beringin Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

No Desa Jumlah

Penduduk

Jumlah

KK Laki-laki Perempuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pematang Terang Pematang Cermai Tebing Tinggi Bagan Kuala

Pekan Tanjung Beringin Mangga Dua Nagur Suka Jadi 3.471 4.743 5.031 1.319 11.708 4.230 5.377 1.682 841 1.097 1.004 351 2.744 899 1.175 368 1.686 2.405 2.589 653 5.890 2.140 2.723 855 1.785 2.338 2.442 666 5.818 2.090 2.654 827

Total 37.561 8.440 18.941 18.620


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Implementasi gerakan pembagunan swadaya rakyat di Kecamatan Tanjung Beringin saat ini melibatkan 4 (empat) desa dari 8 (delapan) desa yang terdapat di Kecamatan Tanjung Beringin. Keterlibatan masyarakat masih perlu ditingkatkan lagi untuk melaksanakan gerakan ini.

2. Pendapatan masyarakat Kecamatan Tanjung Beringin khususnya petani mengalami peningkatan setelah adanya gerakan pembangunan swadaya rakyat di Kecamatan Tanjung Beringin. Pendapatan masyarakat meningkat sebesar 10,23 persen. Peningkatan itu menurut uji statistik memiliki perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95%.

3. Tingkat kepadatan penduduk sebelum adanya gerakan pembangunan swadaya rakyat adalah sebesar 496 jiwa/km2. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk setelah adanya gerakan pembangunan swadaya rakyat di Kecamatan Tanjung Beringin meningkat menjadi 522 jiwa/km2. Dengan demikian terjadi penambahan kepadatan penduduk sebesar 26 jiwa/km2. Namun laju pertumbuhan penduduk tidak menunjukkan adanya peningkatan melainkan penurunan dari 2,15 persen menjadi 1,95 persen.


(2)

5.2. Saran

1. Untuk mendapatkan respon yang lebih baik maka diharapkan adanya sosialisasi yang diprogramkan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dan Kecamatan yang lebih intensif mengenai gerakan pembangunan swadaya rakyat sampai ke desa-desa. Sehingga masyarakat desa lebih menekankan budaya gotong royong dalam pembangunan bersama pihak swasta dan pemerintah.

2. Supaya Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai membuat petunjuk teknis mengenai penjabaran pelaksanaan gerakan pembangunan swadaya rakyat sehingga pembangunan partisipatif berjalan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah digariskan. Selain itu, pembangunan diharapkan menjadi lebih terarah dan tidak tumpang tindih dengan pembangunan dari pihak pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, serta pihak swasta, bahkan pihak warga itu sendiri.

3. Agar pemerintah daerah lainnya dapat melaksanakan pembangunan partisipatif yang dapat membantu pemerintah itu sendiri dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya dalam hal pembangunan dan tidak tergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

4. Dalam menjaga integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan peranan pengawasan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif dengan bentuk apapun juga termasuk gerakan pembangunan swadaya rakyat. Hal ini dilakukan agar tidak terdapat opini bahwa masyarakat bisa membangun tanpa


(3)

adanya campur tangan pemerintah yang mengakibatkan tidak tunduknya masyarakat terhadap pemerintah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Case, K. E. dan Ray C. F. 2007. Prinsip-prinsip Ekonomi Edisi Kedelapan Jilid I. Erlangga. Jakarta.

Davis, K. & John W. Newstrom. 1995. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Terjemahan. Erlangga. Jakarta.

Djatmiko, A. 2004. Identifikasi Hubungan Faktor-faktor Kemampuan dan Kemauan Masyarakat dengan Tingkat Partisipasinya dalam Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan (P2K2P), Studi Kasus: Kelurahan Sukapura, Cigondewah Kidul, Cibangkong, dan Kebon Jeruk). Makalah. Disampaikan pada Seminar Tahunan ASPI, Universitas Brawijaya, 21 - 22 Juli 2004. Malang.

Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.

Friedmann, J. 1987. Planning in the Public Domain: From Knowledge to Action. Princeton University Press, Princeton.

Hadjisaroso. 1997. Konsep Dasar Pengembangan Wilayah di Indonesia, dalam Prisma No. 8 Agustus 1994. Jakarta.

Hardiansah, E. C. 2004. Identifikasi Perilaku Politis Masyarakat dalam Perumusan Kebiajakan Publik, Studi Kasus: Penyusunan RDTRK Majalaya. Makalah. Disampaikan pada Seminar Tahunan ASPI, Universitas Brawijaya, 21 - 22 Juli 2004. Malang.

Hutagaol, P. 2000. Paradigma Baru Pengembangan Perdesaan Menuju Masyarakat dan Kawasan Perdesaan yang Mandiri dalam Era Otonomi Daerah. Makalah. Disampaikan pada “Seminar Pengembangan Perdesaan”, 14 November 2000. Jakarta.

Kohar, A. M. dkk. 2005, Pembangunan Perdesaan Menuju Desa yang Mandiri dan Sejahtera. Makalah. Materi Diskusi Kelas Pengantar Falsafah Sains Pasca Sarjana/S3 IPB, Bogor

Kuncoro, M, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Erlangga, Jakarta.


(5)

Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia. 2003. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.

Lubis, M. S. 2009. Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan. Mandar Maju. Bandung. Miraza, B. H. 2007. Perencanaan dan Perubahan Bangsa di Masa yang Akan

Datang. Pustaka Bangsa Press. Medan.

Nasution, I. L. 1985. Penerapan Ilmu Wilayah dalam Pembangunan Indonesia. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Roesmidi dan Riza R. 2006. Pemberdayaan Masyarakat. Alqaprint Jatinagor. Sumedang.

Salam, D. S. 2007. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Djambatan. Jakarta.

Saragih, B. 1995. “Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Menghadapi Abad ke-21”. Orasi ilmiah dalam pengukuhan jabatan Guru Besar tetap Ilmu Ekonomi dan Sumberdaya pada Fakultas Pertanian IPB pada tanggal 21 Desember 1995.

Sastropoetro, S. 2000. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung

Siagian, H. 1982. Pembangunan Ekonomi dalam Cita-cita dan Realita. Alumni. Bandung.

Sirojuzilam dan Kasyful M. 2010. Regional: Pembangunan, Perencanaan, dan Ekonomi. USU Press. Medan.

Soegijoko, B.T.S. dan Kusbiantoro, B.S. 1997. Perencanaan Pembangunan Indonesia. Rasindo. Gramedia. Jakarta

Soetrisno, L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Kanisius. Yogyakarta.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Tambunan, M. 1999. “Economic Crisis Induced Unemployment: Can Agricultural and Rural Economy Play as the save heaven?” A paper presented on International Seminar on Agricultural Sector During the Turbulence of Economic Crisis: Lesson and Future Direction held in Bogor, Februari 17-18, 1999 Bogor: CASER.


(6)

Tambunan, T. 2001. Perekonomian Indonesia, Konsep Pembangunan Wilayah. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Todaro, M.P. 1994. Ekonomi untuk Negara Berkembang, Arti Pembangunan (terjemahan). Edisi III. Bumi Aksara. Jakarta.

Usman, F. 2004. ”Partisipatif (= aktif berperanserta): Perspektif Masyarakat Awam dan Ke-ajegan-nya dalam Proses Perencanaan”. Makalah. Disampaikan pada Seminar Tahunan ASPI. Universitas Brawijaya, 21 - 22 Juli 2004. Malang. Priyatna, S. 1996. Motivasi, Partisipasi dan Pembangunan. U.K Press. Jakarta.

Widodo, T. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). UPM STIM YKPN Yogyakarta. Yogyakarta.

Witjaksono, A. 2004. Partisipatif dalam Pembangunan Desa Miskin (Studi Kasus di Desa Benjor Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang). Makalah.

Disampaikan pada Seminar Tahunan ASPI. Universitas Brawijaya, 21 - 22 Juli 2004. Malang.

_______, Undang-Undang No 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah.

_______, Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

_______, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.

_______, Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. 0259/M.PPN/I/2005-No.050/166/SJ, Tanggal 20 Januari 2005 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2005.

_______, Instruksi Bupati Serdang Bedagai Nomor 04 Tahun 2005 tentang Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara).


Dokumen yang terkait

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Studi Kasus: Implementasi Program Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) di Desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai)

30 345 83

Konflik Pemekaran Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai (Studi Kasus:Konflik Horisontal yang Bersifat Laten di Desa Pagar Manik, Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai)

8 84 101

Peran Ganda Istri Nelayan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus: Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 5 100

KAJIAN OBJEK WISATA PULAU BERHALA KECAMATAN TANJUNG BERINGIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI.

0 2 23

Peran Ganda Istri Nelayan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus: Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 13

Peran Ganda Istri Nelayan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus: Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Peran Ganda Istri Nelayan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus: Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 6

Peran Ganda Istri Nelayan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus: Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 18

Peran Ganda Istri Nelayan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus: Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 4

Peran Ganda Istri Nelayan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus: Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 22