BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Kajian - Strategi Komunikasi Pasangan Backstreet Dengan Orang Tua (Studi Kasus Komunikasi Verbal Dan Nonverbal Pasangan Backstreet Dengan Orang Tua Di Kota Medan)
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Paradigma Kajian
Paradigma ibarat sebuah jendela tempat seseorang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya. Sebagian orang menyatakan paradigma (paradigm) sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Namun secara umum paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma adalah basis kepercayaan utama dari sistem berpikir basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dalam pandangan filsafat, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi dan kebijakan dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang sederhana dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat memilih untuk bersikap atau mengambil keputusan.
Menurut Moleong (2009: 49), ada berbagai macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah Scientifik Paradigm (paradigma ilmiah) dan Naturalistic Paradigm (paradigma almiah). Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme (lazimnya disebut sebagai paradigma kuantitatif) sedangkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan fenomenologis (lazimnya disebut sebagai paradigma kualitatif).
Paradigma kuantitatif (Positivisme) berakar pada pandangan teoritis Auguste Comte dan Emile Durkheim pada abad ke 19 dan awal abad ke 20. Para Positivisme mencari fakta dan penyebab femomena sosial dan kurang mempertimbangkan keadaan subjektifitas individu. Durkhiem menyarankan kepada ahli ilmu pengetahuan sosial untuk mempertimbangkan fakta sosial atau fenomena sosial sebagai sesuatu yang memberikan pengaruh dari luar atau memaksa pengaruh tertentu terhadap perilaku manusia. Paradigma kuantitatif dinyatakan sebagai paradigma tradisional, positivisme, eksperimental, atau empiris. Sedangkan paradigma kualitatif (alamiah/fenomenologis) bersumber dari pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher. Pendekatan ini berawal dari tindakan balasan terhadap tradisi positivisme.
Pendekatan fenomenologis berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak orang itu sendiri. Bagi mereka yang penting ialah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau dipikirkan oleh orang itu sendiri. Paradigma kualitatif menyatakan pendekatan konstruktif atau naturalistis (Lincoln & Guba), pendekatan interpretatif (J. Smith) atau sudut pandang postpositivist (postmodern). Antara kedua paradigma tersebut, tentu saja memiliki asumsi yang berbeda.
Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka dalam penelian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Asumsi ontologism pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap sebagai konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu (Kriyanto, 2008:51).
Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksikan realitas sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku soaial yang diteliti.
Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali dibidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly (dalam Budyatna dan ganiem, 2011: 221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalmannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persaman-persamaan dan perbedaan-perbedaanya. Perbedaan- perbedaan yang dipresepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan didalam system kognitif individu.
Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami norang lain. Para individu berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya. Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu tersebut cenderung melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki perbedaan secara kognitif, maka individu tersebut akan melakukan perbedaan- perbedaan secara halus dan lebih sensitive. Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain.
Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan stategi atau
strategy -choice theory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya
menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan mengklasifikasikannya yang berkenaan dengan kategori-kategori strategi (Budyatna dan Ganiem, 2011: 225).
2.2. Uraian Teoritis
Fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2006: 45). Sebelum peneliti melakukan penelitian, hendaknya mengetahui teori-teori apa saja yang digunakan dalam menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti.
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:
2.2.1. Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi yaitu komunitas yang menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas.
Komunikasi jika ditinjau dari defenisinya, tidak ada defenisi yang benar maupun salah. Seperti juga model atau teori, defenisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefenisikan dan mengevaluasinya. Beberapa defenisi mungkin terlalu sempit, misalnya “komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau lebih luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih.” Komunikasi adalah istilah yang begitu populer di zaman sekarang ini.
Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan komunikasi dari berbagai jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal maupun non verbal. Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other
individual). (Effendy, 2007 : 10).
Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti bahwa komunikasi juga dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain secara otomatis akan menimbulkan interaksi sosial (social interaction).
Istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya. Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti: surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa seperti: surat, poster, spanduk dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pengertian ini bersifat intensional (intentional) dan mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang akan dikomunikasikan dari komunikator kepada komunikasn dan pada komunikan yang dijadikan sasaran. Intinya bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain secara langsung untuk memberi tahu, merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara langsung, maupun tidak langsung melalui media.
2.2.2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi dipandang tidak hanya sekedar mengelola suatu informasi tertentu. Fungsi komunikan bukan hanya menyampaikan berita untuk informasi saja tetapi juga mendidik dan mempengaruhi agar khalayak melakukan suatu kegiatan tertentu, dan menghibur khalayak. Oleh sebab itulah maka pengelolaan suatu informasi harus benar-benar terarah berdasarkan fungsi komunikasi tersebut. (Effendy,2007 :31).
“Menyampaikan informasi (to inform) mengandung pengertian memberikan informasi kepada khalayak atau masyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku menerima informasi merupakan perilaku ilmiah masyarakat. Ketika menerima informasi, masyarakat sejatinya akan merasa aman karena informasi merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan ini. Mendidik (to
educate) merupakan kegiatan komunikasi kepada masyarakat dengan
memberikan berbagai informasi agar masyarakat menjadi lebih baik dan lebih maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam arti luas, kegiatan mendidik ini artinya memberikan informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat dalam tataan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik dalam arti sempit memberikan informasi dalam tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas dan lain sebagainya.Mempengaruhi
(to persuade). Kegiatan ini memberikan berbagai informasi kepada
masyarakat dimana komunikasi sekaligus dijadikan sebagai sarana untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang diharapkan berubah ke arah perubahan sikap dan perubahan perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator. Contohnya: dapat mempengaruhi khalayak melalui komunikasi dalam pemilihan umum (kampanye), propaganda dan lainnya. Menghibur (to
entertain ). Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kegiatan memberikan
informasi kepada masyarakat atas ketidaktahuan mereka dan juga menjadi hiburan masyarakat. Contohnya media-media yang menyediakan space khusus untuk hiburan melalui kegiatan dan pemanfaatan komunikasi tentunya.”
Dari berbagai tujuan komunikasi tadi tentu saja komunikasi yang telah dijelaskan dapat dilihat juga berfungsi dalam hal perubahan sikap (attitude
change) , perubahan pendapat (opinion change), dan perubahan perilaku (behavior
change).2.2.3. Strategi Komunikasi Manusia tidak menyadari kalau setiap hari sedang membuat “stategi”.
Strategi berkomunikasi dengan pihak lawan atau mitra kerja. Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi. Komunikasi manusia harus direncanakan, diorganisasikan, ditumbuh kembangkan agar menjadi komunikasi yang lebih berkualitas. Salah satu langkah terpenting dalam berkomunikasi adalah menetapkan “strategi komunikasi”. Dalam banyak kasus, komunikasi manusia, yang disebut sebagai strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menetapkan atau menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam komunikasi dengan lawan komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan.
Ahli komunikasi, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang, dalam tahun-tahun belakangan ini menumpahkan perhatian besar terhadap strategi komunikasi. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi (Effendy, 1993: 301).
Kata “strategi” berasal dari akar kata bahasa Yunani strategos yang secara harafiah berarti “ seni umum”, kemudian ini berubah menjadi kata sifat strategia berarti “keahlian militer” yang belakangan diadaptasikan lagi ke dalam lingkungan bisnis modern. Kata strategos bermakna sebagai (Liliweri, 2011: 240): 1.
K eputusan untuk melakukan suatu tindakan dalam jangka panjang dengan segala akibatnya.
2. P enentuan tingkat kerentanan posisi kita dengan posisi para pesaing (ilmu perangan bisnis).
3. P emanfaatan sumber daya dan penyebaran informasi yang relative terbatas terhadap kemungkinan penyadapan informasi oleh para pesaing.
4. P enggunaan fasilitas komunikasi untuk penyebaran informasi yang menguntungkan berdasarkan analisis geografis dan topografis.
5. P enemuan titik-titik kesamaan dan perbedaan sumber daya dalam pasar informasi.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa, defenisi dari strategi komunikasi adalah :
1. Strategi yang menjelaskan dan mempromosikan suatu visi komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam rumusan yang baik.
2. Strategi untuk menciptakan komunikasi yang konsisten, komunikasi yang dilakukan berdasarkan satu pilihan (keputusan) dari beberapa opsi komunikasi.
3. Strategi berbeda dengan taktik, strategi komunikasi menjelaskan tahapan konkret dalam rangkaian aktivitas komunikasi yang berbasis pada satuan teknik bagi pengimplementasian tujuan komunikasi. Adapun taktik adalah satu pilihan tindakan komunikasi tertentu berdasarkan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Tujuan akhir komunikasi, strategi berperan memfasilitasi perubahan prilaku untuk mencapai tujuan komunikasi manajemen.
Ketika membayangkan strategi komunikasi, maka ada tujuan yang ingin dicapai dan jenis materi yang dipandang dapat memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan ini. Khusus untuk setiap tujuan tertentu yang berkaitan dengan aktivitas, maka tujuan komunikasi menjadi sangat penting karena meliputi,
announcing, motivating, educating, and supporting decision making. (Liliweri,
2011: 248-249).1. Memberitau (Announcing) Tujuan pertama dari strategi komunikasi adalah announcing, yaitu pemberitauan tentang kapasitas dan kualitas informasi (one of the first
goal of your communications strategy is to announce the availability of information on quality ). Oleh karena itu, informasi yang akan
dipromosikan sedapat mungkin berkaitan dengan informasi utama dari seluruh informasi yang sedemikian penting.
2. Motivasi (Motivating) Memotivasi artinya informasi yang diberikan untuk sasaran dapat memberikan akses cepat kepada hal-hal yang berhubungan dengan yang akan disampaikan. Informasi yang diberikan harus dipersiapkan matang- matang dan menggunakan beberapa media agar sasaran mendapatkan informasi yang jelas.
3. Mendidik (Educating) Tiap informasi yang diberikan kepada sasaran harus bersifat mendidik.
Misalnya informasi tentang tips-tips penting yang sebelumnya belum diketahui oleh komunikasn
4. Menyebarkan Informasi (Informating) Salah satu tujuan strategi komunikasi adalah menyebarkan informasi kepada komunikan atau audiens yang menjadi sasaran. Diusahakan agar informasi yang disebarkan ini merupakan informasi yang spesifik dan aktual, sehingga dapat digunakan komunikasn. Apalagi jika informasi ini tidak saja sekedar pemberitahuan, atau motivasi semata-mata tetapi mengandung unsur pendidikan.
5. Mendukung Pembuatan Keputusan (Supporting Decision Making) Strategi komunikasi terakhir adalah strategi yang mendukung pembuatan keputusan. Dalam rangka pembuatan keputusan, maka informasi yang dikumpulkan, dikategorisasi, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan informasi utama bagi pembuatan keputusan
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Strategi komunikasi harus didukung oleh teori, karena teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang masih diuji kebenarannya. Strategi komunikasi yang memadai baiknya untuk dijadikan pendukung strategi komunikasi ialah sesuai dengan formula yang dikemukakan Harold D.Lasswell (Effendy, 1993: 301), yaitu mengandung:
1. Who ? 2.
Says What? 3. In Which Channel? 4. To Whom? 5. With What Effect?
Rumusan Lasswell tersebut mengandung banyak pertautan yang selanjutnya juga mempunyai teori- teori tersendiri. Sebagai contoh “persuation” yang merupakan kegiatan komunikasi yang mengharapkan “behavior Change” meliputi berbagai teknik. Jika sudah tahu sifat-sifat komunikasn, dan tahu pula efek apa yang akan dikehendaki dari mereka, memilih cara mana yang akan diambil untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media yang harus digunakan.
1. Komunikasi tatap muka (face to face communication)
2. Komunikasi bermedia (mediated communication) Komunikasi tatap muka digunakan apabila komunikator mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) atau untuk komunikasi persuasif
(Effendy, 1993:300). Alasan utama mengapa para ahli komunikasi memfokuskan kepada strategi komunikasi ini dikarenakan strategi komunikasi dipandang memiliki fungsi ganda, baik secara makro (planned multi media strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) yakni menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, maupun instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal sekaligus menjembatani “kesenjangan budaya”. Oleh karena itu keberadaan strategi komunikasi tidak terlepas dari suatu tujuan yang ingin dicapai. Hal ini ditujukan oleh suatu jaringan kerja yang membimbing tindakan yang akan dilakukan dan pada saat yang sama sehingga strategi akan mempengaruhi tindakan tersebut. Tindakan yang dibuat semata-mata sekadar untuk suatu taktik atau tanpa strategi dapat meningkat cepat namun sebaliknya dapat merosot kedalam masalah lain. Inilah pentingnya sebuah strategi untuk mencerminkan suatu pesan atau arahan visi yang ingin dicapai serta meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi tentunya.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa strategi komunikasi yang dijalankan dalam sebuah kegiatan komunikasi tentu saja tidak akan terlepas dari hambatan-hambatan komunikasi. Hambatan- hambatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Hambatan Teknis
Hambatan ini timbul karena lingkungan yang memberikan dampak pencegahan terhadap kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan, dari sisi teknologi keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi akan semakin berkurang dengan adanya temuan baru di bidang teknologi komunikasi dan sistem informasi, sehingga saluran komunikasi dalam media komunikasi dapat diandalkan serta lebih efisien.
b. Hambatan Semantik
Hambatan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau ide secara efektif. Defenisi semantik adalah studi atas pengertian yang diungkapkan lewat bahasa. Suatu pesan yang kurang jelas akan tetap menjadi tidak jelas bagaimanapun baiknya transmisi. Hambatan semantik dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Salah pengucapan kata atau istilah karena teralu cepat berbicara.
2. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang pengucapannya sama. Contohnya beda daerah berbeda juga maknanya
3. Adanya pengertian konotatif (perbedaan menafsirkan suatu makna yang menjadi kesepakatan bersama. Contohnya saja semua setuju bahwa binatang anjing adalah binatang berbulu dan berkaki empat, sedangkan dalam makna konotatif banyak orang menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan. Untuk menghindari miss-komunikasi ini tentu saja seorang komunikator harus mampu memilih kata-kata yang tepat dan sesuai dengan karakteristik komunikannya, serta melihat dan mempertimbangkan kemungkinan penafsiran yang berbeda terhadap kata-kata yang digunakannya. Seperti pepatah yang mengatakan dimana tanah dipijak disitu tanah dijunjung.
c. Hambatan Manusiawi
Hambatan jenis manusiawi ini muncul dari masalah-masalah pribadi yang dihadapi orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, baik komunikator maupun komunikan. Ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu: 1. Mendengar.
Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak informasi yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
2. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui.
3. Menilai Sumber.
Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya.
4. Persepsi yang Berbeda.
Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan.
5. Kata yang Berarti Lain Bagi Orang yang Berbeda.
Kita sering mendengar kata yang tidak sesuai dengan pengertian kita. Seseorang menyebut dan datang sebentar lagi, mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu menit, lima menit, setengah jam, atau satu jam kemudian.
6. Sinyal Nonverbal yang Tidak Konsisten.
Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan bicara, tetapi dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita mempengaruhi proses komunikasi yang berlangsung.
7. Pengaruh Emosi.
Pengaruh emosi juga sangat berpengaruh dalam kelancaran komunikasi. Pada keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. Apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya dengan baik.
8. Gangguan. Gangguan ini bisa berupa suara bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh serta gangguan psikologis seseorang sebagai lawan bicara kita ketika berkomunikasi. (http://www.academia.edu/)
Ketika mengetahui hambatan tentu saja ada juga cara atau alternatif untuk megurangi maupun mengatasi hambatan tersebut. Cara mengatasinya adalah sebagai berikut: 1.
Membuat suatu pesan secara berhati-hati, tentukan maksud dan tujuan komunikasi serta komunikan yang akan dituju.
2. Meminimalkan gangguan dalam proses komunikasi, komunikator harus berusaha dapat membuat komunikan lebih mudah memusatkan perhatian pada pesan yang disampaikan sehingga penyampaian pesan dapat berlangsung tanpa gangguan yang berarti.
3. Mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima pesan. Hal ini berarti bahwa cara dan waktu penyampaian dalam komunikasi harus direncanakan dengan baik agar menghasilkan umpan balik dari komunikasi sesuai harapan. diakses pada 11 November 2014 pukul 13.00 WIB)
2.2.4. Jenis-Jenis Komunikasi
2.2.4.1.Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata (verbs), baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian sebenarnya defenisi komunikasi verbal ini sama dengan kebanyakan defenisi dari komunikasi itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh para ahli. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari masuk kedalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha- usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan (Mulyana, 2007: 260).
Komunikasi verbal menggunakan sistem lambang verbal yang disebut bahasa. Bahasa dapat didefenisikan sebagai alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan idea tau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntunagn komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk saling merespon secara langsung. Bahasa memiliki bebrapa fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Adapun ketiga fungsi tersebut adalah pertama, untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita. Kedua, untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia. Ketiga adalah untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, kita dapat mengetahui sikap, perilaku, dan pandangan suatu bangsa, walaupun kita belum pernah berkunjung ke negaranya.
Bahasa mengembangkan pengetahuan kita, agar kita dapat menerima sesuatu dan juga berusaha untuk untuk menggambarkan ide-ide kepada orang lain. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud seseorang. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual (Mulyana, 2008 :261) dengan komunikasi verbal, pesan dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Penggunaan komunikasi verbal diharapkan kesalahan presepsi komunikasi dapat diminimalisir.
Menurut Larry L.Barker dalam (Mulyana, 2007:266), bahasa memiliki tiga fungsi : penamaan (naming atau labeling), interaksi dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukkan merujuk pada usaha mengedentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menurut Barker, menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Seseorang juga menerima informasi setiap hari, sejak bagun tidur hingga tidur kembali dari orang lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut transmisi.
Baker berpandangan, keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi informasi yang lintas-waktu dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi. Tanpa bahasa seseorang tidak mungkin bertukar informasi, tidak mungkin menghadirkan semua objek dan tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi ( Mulyana, 2007:261).
Komunikasi verbal selalu berhubungan dengan pesan verbal. Pesan-pesan verbal merupakan tema yang dibicarakan bersama oleh peserta komunikasi. Penyampaian pesan oleh seorang komunikator membutuhkan : pengetahuan tentang bentuk-bentuk pesan verbal, masyarakat sasaran (Liliweri, 2001: 193)., yang terdiri dari : 1.
Struktur pesan : ditujukan oleh pola penyimpulan (tersirat atau tersurat), pola urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu, argumentasi yang disenangi atau tidak disenangi), pola obyektifitas (satu atau dua sisi).
2. Gaya pesan : menunjukkan variasi linguistic dalam penyampaian pesan (perulangan dan mudah dimengerti).
3. Appeals pesan : mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan (rasional-emosional) Dalam mempelajari interaksi bahasa dan verbal, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan (Devito, 1997: 117), diantaranya:
1. Kata-kata kurang dapat menggantikan perasaan atau pikiran kompleks yang ingin kita komunikasikan. Oleh karenanya, kata-kata hanya dapat mendeteksi makna yang kita sampaikan.
2. Kata-kata hanyalah sebagian dari system komunikasi kita. Dalam komunikasi yang sesungguhnya kata-kata kita selalu disertai perasaan nonverbal. Oleh karenanya, pesan-pesan kita merupakan kombinasi isyarat-isyarat verbal dan nonverbal, dan efektivitasnya bergantung pada bagaimana kedua macam isyarat ini dipadukan.
3. Bahasa adalah institusi sosial dari budaya kita dan mencerminkan budaya tersebut. Pandanglah bahasa dalam suatu konteks sosial, selalu mempertimbangkan implikasi sosial dari penggunaan bahasa.
Pengetahuan terhadap isi pesan, sebagai contoh apabila materi pesan itu berisi inovasi informasi maupun teknologi, maka pesan yang disampaikan sebaiknya mengandung sesuatu cara yang dapat membantu masyarakat memecahkan masalah yang dihadapinya. Secara teknis isi pesan harus mudah dipahami secara verbal, agar cepat dikerjakan meskipun dalam skala kecil agar hasilnya cepat dirasakan
2.2.4.2.Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan kata - kata. Komunikasi nonverbal adalah penting, sebab apa yang sering kita lakukan mempunyai makna jauh lebih penting dari pada apa yang kita katakan (Budyatna & Ganiem, 2011: 110). Komunikasi nonverbal pastilah merupakan kata-kata yang sedang popular saat ini. Setiap orang tampaknya tertarik pada pesan yang di komunikasikan oleh gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak (ruang), kecepatan dan volume bicara, bahkan juga keheningan. Kita ingin belajar bagaimana “membaca seseorang seperti sebuah buku,” (Nierenberg & Calero, 1971, dalam Devito, 2011:193).
Menurut Knapp dan Hall isyarat nonverbal adalah sebagaimana simbol verbal dimana jarang memiliki makna denotatif yang tunggal. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah konteks tempat perilaku berlangsung, makna isyarat nonverbal akan semakin rumit jika mempertimbangkan berbagai budaya. Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovardan, Richard E. Porter dalam (Mulyana, 2007:343), komunikasi verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan pengguna lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi, defenisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Perilaku artinya bahasa tubuh, sentuhan, penampilan sampai bau-bauan.
Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal, melainkan terkait oleh budaya, jadi dipelajari bukan bawaan. Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Menurut Edward T.Hall bahasa nonverbal juga dinamai “bahasa diam” (silent language) dan dimensi tersembunyi (hidden
dimension ) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan
nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan rasional dalam transaksi komunikasi, pesan non verbal member isyarat-isyarat konteksual. Pesan nonverbal membantu menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.
Menurut Richard L. Weaver (dalam Budyatna & Ganiem 2011: 111) komunikasi nonverbal memiliki beberapa karakteristik, dan enam diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Komunikasi nonverbal memiliki sifat berkesinambungan, mengirim dan menerima pesan-pean nonverbal dalam arus yang tidak terputus dan terus menerus. Selagi kita mengamati sikap dan perilaku seseorang, orang tersebut mungkin sedang mengamati kita juga.
2. Komunikasi nonverbal kaya dalam makna, isyarat-isyarat nonverbal semacam alis yang terangkat, senyum, kedipan mata atau sentuhan tangan sangat berguna apabila saat berkomunikasi lisan dan tulisan tidak tepat. Komunikasi nonverbal kaya dengan makna.
3. Komunikasi nonverbal dapat membingungkan, meskipun komunikasi nonverbal kaya dengan makna, tetapi dapat juga membingungkan.
Isyarat-isyarat tertentu dapat berarti sesuatu yang secara keseluruhan berbeda dari apa yang dibayangkan. Setiap orang harus berhati-hati dalam menfsirkan isyarat nonverbal. Kita tidak selalu mendapatkan informasi yang cukup untuk membuat penilaian, dan dugaan-dugaan kita bisa saja jauh dari akurat atau tidak tepat.
4. Komunikasi nonverbal menyampaikan emosi, apabila ingin menunjukkan kesungguhan atau ketulusan hati, maka wajah dan isyarat tubuh akan lebih efektif dari pada ucapan-ucapan, meskipun kata atau ucapan yang diperbuat oleh isyarat-isyarat nonverbal terkait begitu dekat kepada emosi, sejauh mana pengertian kita mengenai pesan-pesan nonverbal. Memahami ekspresi nonverbal memerlukan kemampuan yang lebih, ekspresi nonverbal, dipelajari lebih dini dan sering kali terkait secara dekat kepada emosi manusia secara universal, adakalanya lebih mudah untuk memberikan makna meskipun makna itu bisa kurang sempurna keakuratannya.
5. Komunikasi nonverbal dikendalikan oleh norma-norma dan peraturan mengenai kepatutan, norma dan peraturan umumnya amat berbeda dari satu budaya kebudaya yang lain. Kebanyakan norma dan peraturan dipelajari sejak kecil yaitu dari bimbingan orang tua atau keluarga. Beberapa dari norma dan peraturan dipelajari dari hasil pengamatan orang lain. Ada juga yang dipelajari dari hasil pengamatan orang lain dan ada juga yang dipelajari dari kesalahan dan kegagalan serta hukuman.
6. Komunikasi nonverbal terkait pada budaya, perbedaan-perbedaan
cultural dapat diketahui berkenaan dengan setiap bentuk perilaku
nonverbal dari penampilan kegerak isyarat, perilaku wajah dan mata, perilaku vocal yang berkenaan dengan suara, ruang, sentuhan, lingkungan, tempat atau waktu. Berkenaan dengan penampilan, apa yang menarik di satu budaya belum tentu menarik pada budaya lain. Gerak isyarat dan gerak tubuh mempunyai makna yang berbeda diantara budaya. Ekspresi wajah dan kontak mata, perilaku vocal, aspek lingkungan seperti bau-bauan, warna, pencahayaan, atau artefak yang mengkomunikasikan makna yang berbeda pada semua budaya.
Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. komunikasi nonverbal mengidentifikasikan enam fungsi utama (Ekman, 1965 dan Knapp, 1978, dalam DeVito, 2011) yaitu: 1.
Untuk Menekankan. Kita menggunakan komunikasi nonverbal untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal. misalnya saja, anda mungkin tersenyum untuk menekankan kata atau ungkapan tertentu, atau anda dapat memukulkan tangan anda kemeja untuk menekankan suatu hal tertentu.
2. Untuk Melengkapi (Complement). Kita juga menggunakan komunikasi nonverbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal. jadi anda mungkin tersenyum ketika menceritakan kisah lucu, atau menggeleng-gelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran seseorang.
3. Untuk Mengatur. Gerak-gerik nonverbal dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan anda untuk mengatur arus pesan nonverbal.
Mengerutkan bibir, mencondongkan badan ke depan atau membuat gerakan tangan untuk menunjukkan bahwa anda ingin mengatakan sesuatumerupakan contoh-contoh dari fungsi mengatur ini. Anda juga mungkin mengangkat tangan atau menyuarakan jenak (pause) anda (misalnya, dengan mengg umamkan “umm”) untuk memperlihatkan bahwa anda belum selesai berbicara.
4. Untuk Menunjukkan Kontradiksi. Kita juga dapat secara sengaja mempertentangkan pesan verbal kita dengan gerakan nonverbal. Sebagai contoh, anda dapat menyilangkan jari anda atau mengkedipkan mata untuk menunjukkan bahwa yang anda katakan adalah tidak benar.
5. Untuk Mengulangi. Kita juga dapat mengulangi dan merumuskan ulang makna dari pesan verbal, misalnya anda dapat menyertai pernyataan verbal “Apa benar?” dengan mengangkat alis mata anda, atau anda dapat menggerakkan kepala atau tangan untuk mengulangi pesan verbal “Ayo kita pergi.” 6. Untuk Menggantikan. Komunikasi nonverbal juga dpat menggantikan pesan verbal. Anda dapat, misalnya mengatakan “Oke” dengan tangan anda tanpa berkata apa-apa
. Anda dapat menganggukkan kepala untuk mengatakan “Ya” atau menggelengkan kepala untuk mengatakan “Tidak”. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya,kode nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain (Cangara, 2006: 101-
110):
a. Kinesics
Kinesics adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan
badan. Menurut Paul Ekhman dan Wallace V. Friesen (dalam DeVito, 2011) kedua priset ini membedakan lima kelas (kelompok) gerakan nonverbal, di antaranya: 1.
Emblim. Perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata atau ungkapan. Emblim meliputi, isyarat “Oke,” “Jangan rebut,” ”kemarilah,” dan “ saya ingin menumpang.” Emblim adalah pengganti nonverbal untuk kata-kata atau ungkapan tertentu. Walaupun emblimbersifat alamiah dan bermakna mereka mempunyai kebebasan makna seperti sembarang kata ataupun dalam sembarang bahasa. Oleh karenanya, emblim dalam kultur kita sekarang belum tentu sama dengan emblim dalam kultur kita 300 tahun yang lalu. Emblim juga dimana gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan “saya tidak sungguh- sungguh”.
2. Illustrator. Merupakan perilaku nonverbal yang menyertai dan secara harfiah “ mengilustrasikan” pesan verbal. dalam mengatakan “ayo, bangun.” Misalnya, anda mungkin menggerakkan kepala dan tangan anda kearah menaik. Dalam menggambarkan lingkaran atau bujur sangkar anda mungkin sesekali membuat gerakan berputar dengan tangan anda. Begitu biasanya kita melakukan gerakkan demikian sehingga sukar bagi kita untuk menukar-nukarnya atau menggunakan gerakkan yang tidak tepat. Kita hanya menyadari sebagian ilusator yang kita gunakan. Kadang- kadang ilusator ini perlu kita perhatikan. Ilusator bersifat lebih alamiah, kurang bebas dan lebih universal dari pada emblim. Mungkin sesekali
ilusator ini mengandung komponen-komponen yang sudah dibawa sejak
lahir selain juga yang dipelajari. Sama seperti pandangan kebawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan.
3. Regulator. Adalah perilaku nonverbal yang “mengatur,”memantau, memelihara atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Ketika anda mendengarkan orang lain, anda tidak pasif. Anda menganggukkan kepala, mengerutkan bibir, menyesuaikan fokus mata dan membuat berbagai suara para linguistic seperti ”mm-mm” atau “tsk.” Regulator jelas terikat pada kultur dan tidak universal. Regulator mengisyaratkan kepada pembicara apa yang kita harapkan mereka lakukan
- –misalnya, “Teruskanlah,” lalu apalagi?,” atau “Tolong agak lambat sedikit.” Bergantung pada kepekaan mereka, mereka mengubah perilaku sesuai dengan pengarahan dari regulator.
4. Adaptor. adalah perilaku nonverbal yang bila dilakukan secara pribadi atau di muka umum tetapi tidak terlihat berfungsi memenuhi kebutuhan tertentu dan dilakukan sampai selesai. Misalnya, bila anda sedang sendiri mungkin anda akan menggaruk-garuk kepala sampai rasa gatal hilang. Dimuka umum bila orang-orang melihat anda melakukan adaptor ini hanya sebagian. Anda mungkin misalnya, hanya menaruh jari anda dikepala dan menggerakkannya sedikit, tetapi barangkali tidak akan menggaruk cukup keras untuk menghilangkan gatal.
5. Affect display. Adalah gerakan-gerakan wajah yang mengandung makna emosional gerakan ini memperlihatkan rasa marah dan rasa takut, rasa gembira dan rasa sedih, semangat dan kelelahan. Ekspresi wajah demikian “membuka rahasia kita” bila kita berusaha menampilkan citra yang tidak benar dan membuat orang berkata, “Anda kelihatan kesal hari ini, mengapa?” tetapi, kita dapat secara sadar mengendalikan affect display, seperti actor yang memamerkan peran tertentu. Affect diplay kurang bergantung pada pesan verbal dari pada ilusator. Selanjutnya, kita tidak secar sadar mengendalikan affect display seperti yang kita lakukan pada emblim atau ilusator. Affect display tidak dapat disengaja seperti ketika gerakan-gerakan ini membuka rahasia kita tetapi mungkin juga disengaja. Kita mungkin ingin memperlihatkan rasa marah, cinta, benci, atau terkejut dan biasanya kita mampu melakukannya dengan baik.
b. Gerakan Mata (Eye Gaze)
Mata adalah alat komunikasi paling berarti dalam member isyarat tanpa kata. Dari observasi puitis Ben Jonson’s “Drink to me only with thin eyes, and I
will pledge with mine” sampai ke observasi ilmiah para periset kontemporer
(Hess, Marshall, dalam DeVito, 2011), mata dipandang sebagai system pesan nonverbal yang paling penting. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata bervariasi bergantung pada durasi, arah dan kualitas dari perilaku mata. Ada yang menilai bahwa gerakan mata adalah percerminan isi hati seseorang.
Mark Knapp dalam risetnya menemukan empat fungsi utama gerakan mata, yakni:
1. Untuk memperoleh umpan balik dari seorang lawan bicaranya. Misalnya dengan mengungkapkan bagaimana pendapat anda tentang hal itu?.
2. Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu untuk berbicara.
3. Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, dimana kontak mata akan meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebaliknya orang yang merasa malu akan berusaha untuk menghindari terjadinya kontak mata. Misalnya orang yang merasa bersalah atau berhutang akan menghindari orang yang bisa menagihnya..
4. Sebagai pengganti jarak fisik. Bagi orang yang berkunjung ke suatu pesta, tetapi tidak sempat berdekatan karena banyaknya pengunjung, maka melalui kontak mata mereka dapat mengatasi jarak pemisah yang ada. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan oleh para ahli psikologi tentang gerakan mata, disimpulkan bahwa bila seseorang tertarik pada suatu objek tertentu, maka pandangannya akan terarah pada objek itu tanpa putus dalam waktu yang relatif lama, dengan bola mata cenderung menjadi besar.
c. Sentuhan (Touching)
Sentuhan atau Touch secara formal dikenal sebagai haptics, sentuhan ialah menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan sesuatu. Ini merupakan bentuk pertama dari komunikasi nonverbal yang kita alami. Bagi seorang balita, sentuhan merupakan alat utama untuk menerima pesan-pesan mengenai kasih sayang dan kenyamanan. Perilaku menyentuh merupakan aspek fundamental komunikasi nonverbal pada umumnya dan mengenai perkenalan diri atau self
presentation pada khususnya. Kita gunakan tangan kita, lengan kita dan bagian-
bagian tubuh lainnya untuk menepuk, merangkul, mencium, mencubit, memukul, memegang, menggelitik dan memeluk. Melalui sentuhan, kita mengkomunikasikan macam-macam emosi dan pesan. Dalam budaya barat, orang berjabat tangan untuk bergaul dan menunjukkan rasa hormat, menepuk seseorang dipunggungnya untuk member semangat, merangkul seseorang untuk menunjukkan kasih sayang, bertepuk tangan sambil diangkat, menunjukkan kasih sayang, bertepuk tangan sambil diangkat, menunjukkan solidaritas.
Menurut bentuknya sentuhan badan dibagi atas tiga macam (Canggara, 2006: 105) yakni: 1.
Kinesthetic Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol keakraban atau kemesraan.
2. Sociofugal Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul.