BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan - Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Moda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan

  Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual diantara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal dimana dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang (Halim dan Abdullah, 2006: 54).

  Lupia & Mc Cubbins (2000) dalam Halim dan Abdullah (2006: 54) menyatakan pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang (principal) memilih orang atau kelompok lain (agent) untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Pihak lain (agent) yang dimaksud adalah pemerintah daerah. Pemerintah daerah (agent) melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh principal. Hubungan principal-agent terjadi apabila tindakan yang dilakukan seseorang memiliki dampak pada orang lain atau ketika seseorang sangat tergantung pada tindakan orang lain.

  Menurut Moe (1984) yang dikutip oleh Halim dan Abdullah (2006: 56) menyatakan di pemerintahan terdapat suatu keterkaitan dalam kesepakatan- kesepakatan principal-agent yang dapat ditelusuri melalui proses anggaran: pemilih-legislatur, legislatur-pemerintah, menteri keuangan-pengguna anggaran, perdana menteri-birokrat, dan pejabat-pemberi pelayanan.

  2.1.2 Teori Adolf Wagner

  Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama semakin meningkat. Dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur kebudayaan dan sebagainya. Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni meningkatnya fungsi pertahanan keamanan dan ketertiban, meningkatnya fungsi kesejahteraan, meningkatnya fungsi perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan.

  2.1.3 Anggaran Daerah Sektor Publik

  Anggaran pendapatan dan belanja daerah didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek proyek daerah dalam satu tahun anggaran serta menggambarkan juga perkiraan penerimaan tertentu dan sumber-sumber penerimaan daerah yang menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud (Halim, 2006: 20).

  Anggaran Pendapatan Belanja Daerah juga diartikan sebagai sarana atau alat untuk menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab serta memberi isi dan arti tanggung jawab pemerintah daerah karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah. Berbagai definisi dari para ahli dan undang-undang mengenai APBD. Menurut Undang-Undang no. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, “APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

2.1.4 Hubungan Keagenan dalam Penyusunan Anggaran Daerah di Indonesia

  Sebelum penyusunan APBD dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan kebijakan umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda). Dalam Perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak (incomplete contract). Yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif (Halim dan Abdullah, 2006: 59).

2.1.5 Belanja Modal dalam Anggaran Daerah

  Menurut PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Anggaran dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat. Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh keputusan yang di ambil oleh pemerintah melalui anggaran yang mereka buat.

  Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan jaminan sosial dengan mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU 32/2004).

  Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi. Belanja menurut klasifikasi ekonomi meliputi belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan transfer. Dalam laporan realisasi anggaran, klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi ekonomi.

  Lampiran I.03 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.

  Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah.

  Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Biasanya setiap tahun diadakan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial.

  Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Yang termasuk belanja modal yaitu belanja tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, belanja aset tetap lainnya, dan belanja aset lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain dan membeli.

  Namun biasanya cara yang dilakukan dalam pemerintahan adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit.

2.1.6 Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal

  Kebijakan belanja daerah biasanya dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah. Arah kebijakan anggaran banyak dipengaruhi kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah daerah. Pada prinsipnya salah satu kunci kebijakan ekonomi secara klasik bertujuan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi.

  Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Beberapa studi empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah telah menimbulkan distorsi pasar dan high cost economy (Saad, Ilyas., 2003 dalam Ardhini, 2011: 3). Sehingga diasumsikan jika belanja modal untuk pelayanan publik meningkat maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahun berikutnya.

  

2.1.7 Hubungan antara Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dengan

Belanja Modal

  Lampiran I.02 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. Surplus yang terjadi pada tahun anggaran sebelumnya disebut dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Ada tidaknya SiLPA dan besar kecilnya sangat tergantung pada tingkat belanja yang dilakukan pemerintah daerah serta kinerja pendapatan daerah.

  Jika pada tahun anggaran tertentu tingkat belanja daerah relatif rendah atau terjadi efisiensi anggaran, maka dimungkinkan akan diperoleh SiLPA yang lebih tinggi. Tetapi sebaliknya jika belanja daerah tinggi, maka SiLPA yang diperoleh akan semakin kecil, bahkan jika belanja daerah lebih besar dari pendapatan daerah sehingga menyebabkan terjadi defisit fiskal, dan justru terjadi Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA). Salah satu sumber pendanaan untuk alokasi yang bersumber dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya.

  

2.1.8 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja

Modal

  Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola PAD. Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah. Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan menambah pendapatan asli daerah.

  Peningkatan PAD diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah. Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.

  Modal

  Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik. Hal ini mengidentifikasikan bahwa terdapat hubungan antara pemberian DAU dengan alokasi belanja modal.

  

2.1.10 Hubungan antara Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan Belanja

Modal

  DAK merupakan dana yang berasal dari APBN dan dialokasikan ke daerah kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang sifatnya khusus, tergantung tersedianya dana dalam APBN. Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang sulit diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Dalam website www.depkeu.djpk.go.id, kebijakan DAK bertujuan :

  1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah.

  2. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/ terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata.

  3. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur.

  4. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

  5. Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur.

  6. Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan.

  7. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD.

  8. Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.

  Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi pengalokasian anggaran belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.

2.1.11 Hubungan antara Dana Bagi Hasil (DBH) dengan Belanja Modal

  Dana bagi hasil ini ditinjau dari potensi daerah penghasil. Daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tentunya akan mendapat persentase yang lebih besar daripada daerah yang memiliki sedikit sumber daya alamnya. Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan pemukiman perkotaan dan dipedesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan jembatan sedangkan penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam diutamakan pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan areal fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundang-undangan (Sumarsono, 2010-119).

  DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari 2 jenis, yaitu DBH pajak dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam). DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis Pemerintah daerah akan mampu menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula, begitupun Sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil. DBH berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.

  2.1.12 Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  No .

  Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil

  1 Kusnandar dan Siswantoro

  (2012) Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal

  Variabel bebas: Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah Variabel Terikat: Belanja Modal

  Secara parsial DAU tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal sedangkan PAD, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh positif terhadap belanja modal pada α = 1%.

  2 Maryadi (2014)

  Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten Dan Kota Di Indonesia Tahun 2012

  Variabel bebas: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah Variabel terikat: Belanja Modal

  Berdasarkan data menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan namun dengan arah negatif, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2012. Secara simultan variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2012.

  3 Putro (2010)

  Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap

  Variabel bebas: Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya Dana Alokasi Umum yang berpengaruh signifikan terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

  Daerah dan Dana Alokasi Umum Variabel terikat: Belanja Modal pengalokasian anggaran belanja modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

  4 Ardhani (2011)

  Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah)

  Variabel bebas: Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Variabel terikat: Belanja Modal

  Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Sedangkan, Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi khusus (DAK) tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi khusus (DAK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

  5 Romario R.F (2012)

  Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

  Variabel bebas: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Variabel terikat: Belanja Modal

  Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

  Sumber: Review dari beberapa jurnal dan skripsi

  2.1.13 Kerangka Konseptual Gambar 2.1

  2.1.14 Hipotesis Penelitian

  Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap belanja modal.

  H2 : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh terhadap belanja modal. H3 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap belanja modal. H4 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap belanja modal. H5 : Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap belanja modal. H6 : Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap belanja modal. H7 : Pertumbuhan ekonomi, SiLPA, PAD, DAU, DAK, dan DBH secara simultan berpengaruh terhadap belanja modal.

  Pertumbuhan Ekonomi (X1)

  Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

  (X2) Pendapatan Asli Daerah

  (X3) Belanja Modal

  (Y)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal Dengan Dana Alokasi Khusus Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

2 91 90

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jambi

6 89 104

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara

1 65 74

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori - Analisis Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal di Sumatera Utara

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Pada Pemda Di Sumatera Utara

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

0 2 11

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11