BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli

  Penyalahgunaan obat seperti narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya merupakan masalah yang sangat kompleks dan memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerjasama multidisipliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan yang banyak meneliti masalah Narkoba (narkotika dan obat berbahaya) di Amerika; Penyalahgunaan Zat (PGZ) baik illegal dalam bentuk penyalahgunaan narkoba (PGN) maupun Penyalahgunaan Obat (PGO) yang legal, merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian.

  Selama tahun 1992-2007 di Amerika Serikat, penyalahgunaan obat menduduki peringkat pertama penyebab terjadinya penyakit yang dapat dicegah (preventable illness) dan kematian. Setiap tahunnya, lebih dari 500.000 kematian atau 1 dari 4 kematian berhubungan dengan penyalahgunaan obat dalam jangka waktu 15 tahun terakhir (NIDA, 2005). Menurut Ardjil (2013) kondisi Indonesia di tahun 2013 tidak jauh berbeda melihat tingginya prevalensi PGZ yang mencapai 2,24 % populasi (1998;1,99%) dan maraknya peredaran gelap yang diungkap Badan Narkotika Nasional (BNN). Perhatian lebih dini yang sangat penting adalah upaya pencegahan.

  Perlu pemahaman apa yang menjadi penyebab PGZ, sehingga upaya pencegahan bisa berhasil/efektif.

  Kasus narkotika di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun maka seluruh elemen mengharuskan untuk menyatakan perang terhadap narkoba. Sebagai perbandingan pengungkapan kasus narkotika; pada tahun 2007 sebanyak 11.380 kasus, 2008 sebanyak 10.008 kasus, 2009 sebanyak 11.135 kasus, tahun 2010 adalah 17.834 kasus serta tahun 2011 sebanyak 19.045 kasus (BNN, 2012). Menurut BNN, meskipun hasil pengungkapan kasus menunjukkan kenaikan, namun hasil ini masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah kebutuhan konsumsi narkoba di Indonesia.

  Berdasarkan perkiraan tahun 2011, jumlah konsumsi narkoba terdiri dari Ganja sebanyak 487.242.210 gram, shabu 49.819.381 gram, ekstasi 148.411.620 butir, heroin 1.868.937 gram serta kokain sekitar 33.317 gram. Dari beberapa narkoba jenis ATS (Amphetamine Type Stimulants) adalah shabu dan ekstasi. Khusus shabu mengalami kenaikan dalam kurun waktu 2007-2011, sementara jenis ganja, heroin dan ekstasi mengalami penurunan dengan jumlah kerugian materil yang diakibatkan oleh narkoba lebih dari Rp.41 triliun. Sepanjang tahun 2012, BNN mencatat terdapat 1.314 anggota Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan polisi yang terjerat kasus narkotika. Jumlah tersebut terdiri dari 405 orang anggota kepolisian dan 909 PNS (BNN, 2012).

  Menurut BNN (2012) jumlah kasus narkoba sejak 2007-2011, berdasarkan jenis yang terbanyak adalah Shabu (Meth) sebanyak 40.612 kasus. Selain jenis narkoba shabu adalah kasus Ganja merupakan urutan kedua sebanyak 39.305 kasus, menyusul kasus Miras sebanyak 38.445 kasus. Sedangkan jumlah kasus narkoba berdasarkan golongan yang terbanyak adalah kasus Narkotika, yaitu sebanyak 69.402 kasus, Bahan Aditif sebanyak 39.164 kasus, dan Psikotropika sebanyak 30.663 kasus.

  Berdasarkan data BNN (2005) masalah penyalahgunaan narkoba di tanah air telah merambah pada sebagian besar kelompok usia produktif, yakni yang masih remaja berstatus pelajar maupun mahasiswa. Jumlah tersangka narkoba selama tahun 2007-2011 berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu sebanyak 11,8% anak SD, sebesar 23,7% anak SMP dan sebesar 61,9% anak SMA. Kenakalan remaja dalam dasawarsa terakhir, semakin marak. Berbagai macam kejadian negatif yang melibatkan kaum remaja semakin meningkat. Perkelahian antar pelajar, kebiasaan merokok di kalangan pelajar, dan penggunaan narkoba, seperti, ekstasi, putauw, ganja, heroin merupakan contoh bentuk kenakalan remaja di mana frekuensinya semakin meningkat.

  Masalah menjadi lebih berbahaya lagi karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA, 2007), dari seluruh jumlah kasus narkoba di Indonesia, sekitar 8 ribu atau 57,1% kasus HIV/AIDS terjadi pada remaja antara 15-29 tahun (37,8% terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan 62,2% terinfeksi melalui penggunaan narkoba jarum suntik).

  Menurut BNN (2007), narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) adalah kejahatan yang sangat meresahkan bagi masyarakat khususnya remaja, sebab penyalahgunaan NAPZA akan mengakibatkan kondisi yang sangat fatal. NAPZA juga merupakan ancaman bagi remaja di hampir lebih dari 100 negara di dunia.

  Menurut BNN, perkembangan pencandu narkoba di Indonesia semakin pesat. Para pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia remaja produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan remaja dan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.

  Menurut Gunarsa (1991) remaja merupakan kelompok yang paling rentan secara fisik terhadap infeksi. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak- anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa.

  Meskipun remaja sudah matang secara organ seksual, tetapi emosi dan kepribadiannya masih labil karena masih mencari jati dirinya, sehingga rentan terhadap berbagai godaan dalam lingkungan pergaulannya. Remaja cenderung ingin tahu dan mencoba-coba apa yang dilakukan oleh orang dewasa.

  Menurut Soetjiningsih (2007), pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti tren dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar sekali.

  Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja.

  Hasil penelitian BNN dan Puslitkes Universitas Indonesia serta berbagai universitas negeri terkemuka menunjukkan prevalensi pengguna narkoba terus naik.

  Pada 2012 bahkan diperkirakan sudah mencapai 2,8% atau setara dengan 5,8 juta penduduk. Angka prevalensi tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah pengguna narkoba pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2005 terdapat

  1,75% pengguna narkoba dari jumlah penduduk di Indonesia. Prevalensi tersebut naik menjadi 1,99% dari jumlah penduduk pada 2008. Tiga tahun kemudian atau pada 2011, angkanya sudah mencapai 2,2%.

  Menurut Hawari (2003), penyalahgunaan narkoba dapat merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, ketidakmampuan membedakan yang baik dan yang buruk, perilaku maladaptif, gangguan kesehatan fisik dan mental, tindak kekerasan dan kriminalitas. Peningkatan upaya preventif dan represif perlu dilakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, termasuk peningkatan ancaman hukuman pidana baik dalam bentuk pidana minimal khusus dan maksimal maupun peningkatan pidana denda yang berkaitan dengan kejahatan narkotika dan penyalahgunaan prekursor narkotika serta penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan kejahatan narkotika.

  Remaja umumnya amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena

proses pencarian jati diri, mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa

sulit menentukan tokoh panutannya. Remaja juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup

masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil dan remaja mudah

terpengaruh. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau pusing-pusing memikirkan dampak negatifnya.

  Remaja dalam kehidupan sosialnya akan selalu dihadapkan kepada berbagai peran yang ditawarkan oleh lingkungan, keluarga maupun kelompok sebayanya. Keadaan seperti ini kelompok remaja mempunyai risiko untuk menyalahgunakan obat-obatan dan dalam kehidupan sehari-hari pengaruh teman dekat untuk menyalahgunakan obat lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak dikenal. Khususnya pada remaja-remaja yang mempunyai riwayat kejahatan, bolos sekolah atau mengalami kegagalan di sekolah (Soetjiningsih, 2007).

  Kebutuhan remaja untuk bersosialisasi dengan kelompok sebayanya bisa dimanfaatkan untuk proses sosialisasi yang normatif, sehingga remaja tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat, tetapi sering sekali kegiatan bersosialisasi yang dilakukan para remaja dengan kelompok sebayanya malah akan berdampak pada kegiatan yang bersifat negatif, seperti penyalahgunaan narkoba. Hubungan secara sosial dengan teman sebayanya dapat menimbulkan dampak positif atau negatif. Dampak negatif yang diperoleh remaja dalam hal ini pengaruh buruk jika seorang remaja dengan lingkungan teman sebayanya sudah melakukan penyalahgunaan narkoba (Soetjiningsih, 2007).

  Menurut Ahmadi (1999) peranan orangtua sangatlah penting dalam membentuk watak dan kepribadian remaja hingga menjelang dewasa. Keluarga merupakan kelompok sosial yang utama dan terutama tempat anak berada dan menjadi manusia sosial. Orang tua yang berhasil menjalankan tugas dan fungsinya dalam keluarga adalah orang tua yang memiliki kemampuan untuk memberikan kesejahteraan pada anaknya. Hal tersebut tidak terlepas dari status hubungan dan komunikasi antar anggota keluarga itu sendiri.

  Menurut Data BNN (2012), di Sumatera Utara tahun 2010 jumlah tersangka kasus narkoba berdasarkan jenis tercatat sebanyak 33.274 kasus dan tahun 2011 meningkat menjadi 36.392 kasus. Berdasarkan golongan tahun 2010, sebanyak 33.422 kasus dan tahun 2011 meningkat menjadi 36.589 kasus. Sedangkan jumlah tersangka kasus narkoba selama tahun tahun 2007-2011 berdasarkan kelompok usia yang terbanyak adalah kelompok usia remaja 16-29 tahun, yaitu sebanyak 55,8%.

  Berdasarkan data bagian narkoba Polda Sumut (2012), jumlah penangkapan kasus narkotika di Kota Medan menduduki peringkat ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Satuan Res Narkoba Polresta Medan, melaporkan jumlah kasus narkoba mengalami peningkatan. Tahun 2011, berjumlah 409 kasus dan 2012, berjumlah 481 kasus. Kota Medan, bukan hanya sebagai transit peredaran narkoba tetapi juga menjadi pasar. Hal ini yang menjadi lebih mengkhawatirkan karena jumlah peredaran narkoba di Kota Medan semakin berkembang. Besarnya peluang peredaran narkoba masuk ke Kota Medan dan Sumut, tergambar dari penanganan kasus narkoba per bulannya di Sumut rata-rata 250-300 kasus. Bahkan bagian narkoba Polda menyebutkan tidak ada satu kelurahan di Kota Medan bersih dari kasus narkoba dan kasus narkoba ini ibarat gunung es yang tampak hanya dipermukaan tetapi di bawah sebenarnya ada yang lebih besar lagi.

  Berdasarkan survei pendahuluan pada PIMANSU (Pusat informasi masyarakat anti narkoba Sumatera Utara) tahun 2012, merupakan salah satu lembaga anti narkoba di Sumatera Utara, diperoleh informasi bahwa salah satu kelurahan yang rentan tentang perkara narkoba di kalangan remaja terdapat di Kelurahan Mabar Polsek Medan Deli. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap sebanyak 10 orang para remaja di Kelurahan Mabar. Hasil wawancara ditemukan sebanyak 80% menyatakan bahwa secara rutin belum ada program penyuluhan pada kelurahan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba dan sebanyak 70,0% orang tua menyatakan jarang melakukan komunikasi dengan anak remajanya tentang bahaya narkoba, karena orang tua sibuk dengan pekerjaan sehari-hari.

  Remaja dengan karakteristiknya yang cenderung ingin tahu dan mencoba- coba dikhawatirkan dapat terpengaruh dari lingkungannya, sehingga mereka cenderung lebih permisif terhadap perilaku penyalahgunaan narkoba. Adanya berbagai perilaku remaja tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku remaja dalam penyalahgunaan narkoba terdiri dari faktor personal dan faktor lingkungan sosial. Faktor lingkungan sosial merupakan faktor di luar individu remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, teman sekolah, kelompok sebaya (peer group), dan lingkungan tempat tinggal. Sedangkan faktor personal merupakan faktor di dalam individu seperti pengetahuan, sikap dan efikasi diri. Pengetahuan yang kurang baik diikuti dengan sikap permisif dan efikasi diri (kemampuan menghadapi suatu situasi) secara individu tentang narkoba maka berisiko dalam penyalahgunaan narkoba. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan.

  Suatu kelompok yang tidak permisif terhadap penyimpangan perilaku akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap permisif terhadap kelompok tersebut. Dalam keadan demikian peranan keluarga sangat diperlukan. Orang tua meluangkan waktunya untuk mendampingi anaknya, memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasihat. Meluangkan waktu bersama merupakan syarat mutlak untuk terciptanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Karena adanya waktu bersama ini, dapat tercipta keintiman dan keakraban di antara anggota keluarga. Kondisi komunikasi yang demikian, diharapkan remaja dapat terhindar dari risiko penyalahgunaan narkoba.

  Menurut Bandura (1977) dalam konsepnya reciprocal determinism terkenal dengan teori pembelajaran sosial (social learning theory) yang terdiri dari tiga faktor utama, yaitu perilaku, kognitif dan lingkungan mengungkapkan bahwa seseorang akan bertingkah laku dalam situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisis perilaku seseorang, ada tiga komponen yang harus ditelaah, yaitu individu itu sendiri (P: Person), lingkungan (E : Environment), serta perilaku individu tersebut (B:

  

Behavior ). Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang berbeda meskipun

  lingkungan serupa, namun individu akan bertingkah laku setelah ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti.

  Bandura menyatakan proses meniru perilaku dan sikap seorang model merupakan salah satu proses pembelajaran. Melalui proses tersebut akan terjadi interaksi timbal balik antara kognitif, lingkungan, dan perilaku.

  Berbagai penelitian yang dilakukan terhadap para remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba seperti hasil penelitian Husni (2012) tentang perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika pada remaja menyimpulkan bahwa perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika dipengaruhi oleh dukungan orang tua dan teman sebaya. Sedangkan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika adalah dukungan orang tua.

  Hasil penelitian Lufthiani (2011) meneliti tentang pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan, menyimpulkan ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba, dan pendidikan kelompok sebaya berpengaruh terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba.

  Hasil penelitian BNN Kabupaten Pati (2011) khususnya dikalangan para pelajar sekolah menengah di Kabupaten Pati menyimpulkan berdasarkan pengakuan responden (pelajar sekolah menengah) yang berjumlah 300 orang, ditemukan sebanyak 50 orang (16,7%) menyatakan pernah merokok. Responden yang pernah minum minuman keras sebanyak 17 orang (5,7%). Sementara responden yang pernah menggunakan narkoba jenis obat-obatan berbahaya sebanyak 3 orang (1,0%).

  Responden yang merokok dan berlanjut minum sebanyak 32,0 %. Responden yang minum dan berlanjut pada penggunaan narkoba jenis obat sebanyak 11,8 %. Mereka, para pengguna narkoba belum banyak mengalami gangguan kesehatan. Namun ini bukan berarti mereka aman dari risiko/dampak merokok, minum dan narkoba.

  Upaya penanggulangan masalah narkoba sudah dilaksanakan semenjak munculnya masalah tersebut bahkan bahaya penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan sebagai ancaman nasional karena dapat mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berkaitan dengan itu, salah satu upaya yang dipandang strategis adalah melalui kegiatan penyebarluasan informasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba sehingga masyarakat akan mampu membentengi diri untuk tidak menjadi korban ataupun pelaku penyalahgunaan narkoba itu sendiri dengan tidak mengkonsumsi narkoba ataupun mengambil keuntungan dari peredaran gelap narkoba. Upaya dalam pemberantasan narkoba masyarakat dapat berperan sebagai mitra kerja aparat penegak hukum dengan memberikan informasi seluas-luasnya tentang penyalahgunaan dan peredaran narkoba (Yusuf, 2008).

  Berdasarkan uraian di atas penulis merasa perlu dikaji tentang "Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli "

  1.2. Perumusan Masalah

  Bagaimana pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli.

  1.4. Hipotesis

  Faktor faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli.

  1.5. Manfaat Penelitian

  1. Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam lingkup pendidikan ilmu kesehatan masyarakat tentang pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba, sehingga dapat berguna dalam penerapan upaya promotif dan preventif kepada masyarakat.

  2. Penelitian ini merupakan dasar yang dapat digunakan sebagai informasi bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya bagi kelompok remaja, melalui kegiatan penyuluhan dapat merubah perilaku remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba.

  3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang gambaran perilaku penyalahgunaan narkoba pada remaja, sehingga masyarakat diharapkan dapat lebih waspada terhadap pergaulan dan perilaku anak remajanya.

  4. Sebagai wahana pengembangan kemampuan penelitian di bidang ilmu promosi kesehatan.