Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

(1)

PENGARUH PENDIDIKAN KELOMPOK SEBAYA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG RISIKO

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI SMA KECAMATAN MEDAN HELVETIA

KOTA MEDAN

TESIS

OLEH : LUFTHIANI 087023009/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF THE SAME-AGED GROUP TRAINING ON TEENAGERS’ KNOWLEDGE AND ATTITUDES TOWARD THE RISK OF

USING DRUGS AT THE HIGH SCHOOL MEDAN HELVETIA SUB-DISTRICT

MEDAN CITY

THESIS

BY LUFTHIANI 087023009/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011


(3)

PENGARUH PENDIDIKAN KELOMPOK SEBAYA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG RISIKO

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI SMA KECAMATAN MEDAN HELVETIA

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

LUFTHIANI 087023009/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENDIDIKAN KELOMPOK SEBAYA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG RISIKO

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI SMA KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Lufthiani Nomor Induk Mahasiswa : 087023009

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M. K. M) (Drs. Tukiman, M. K. M) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M. S)

Tanggal Lulus: 10 Mei 2011


(5)

Telah diuji

Pada tanggal: 10 Mei 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si 3. drh. Rasmaliah, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENDIDIKAN KELOMPOK SEBAYA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG RISIKO

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI SMA KECAMATAN MEDAN HELVETIA

KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2011

Lufthiani


(7)

ABSTRAK

Penyalahgunaan narkoba kian meningkat terjadi di kalangan pelajar. Angka kejadian penyalahgunaan narkoba di Kota Medan pada pelajar SMA terdapat di daerah Polsek Medan Halvetia. Data dari Januari sampai Desember tahun 2009, Satuan Narkoba Poltabes Medan mencacat pemakai narkoba terbanyak dari kalangan pelajar SMA berjumlah 591 orang. Masalah yang paling mengkhawatirkan dari penggunaan narkoba para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS, telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Faktor yang berperan penting dalam upaya penanggulangan narkoba adalah pendidikan kelompok sebaya. Pendekatan yang dilakukan dalam pemberantasan narkoba kepada pelajar bersifat edukatif, melalui upaya perubahan perilaku terutama pengetahuan dan sikap.

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa remaja SMA Kecamatan Medan Helvetia. Sampel penelitian semua siswa remaja kelas 11 yaitu SMA Negeri 12 Medan dan SMA Swasta Markus yang berjumlah 188 orang yang terdiri dari 18 orang sebagai pendidik kelompok sebaya dan 170 orang sebagai responden penelitian.

Data yang diperoleh dari hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba dengan nilai p value 0,000 (p<0,05), dan adanya pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba dengan nilai p value 0,002 (p<0,05).

Disarankan kepada pihak sekolah untuk meningkatan peran serta guru pembimbing dan pendidik kelompok sebaya untuk melakukan pembinaan kepada siswa terhadap upaya pencegahan pada risiko penyalahgunaan narkoba.


(8)

ABSTRACT

Drug abuse is rampant occurred among students. The incidence of drug abuse in the city of Medan on high school students are in the area of Medan Halvetia police. Data from January to December of 2009, the Drug Unit Poltabes Medan censure majority of drug users among high school students with a total 591 people. The most worrying problem of drug use teenagers’ contracting and transmitting HIV/ AIDS, has proven of drug use through needle in turn. Factors that play an important role in drug control efforts is peer education. The approach taken in combating drugs is instructive to students, through efforts to change behavior, especially the knowledge and attitudes.

The research was a quasi-experiment which was aimed to analyze the influence of the same-aged group training of teenagers’ so that they have the knowledge and attitude about the risk of using drugs. The population in this study are all teenage high school students Kecamatan Medan Helvetia. The sample of adolescent students study all the class 11 of SMA Negeri (public high school) 12 and of SMA (private high school) Markus, Medan, amounting to 188 people consisting of 18 people as peer educators and 170 people as research respondents.

Data obtained from the statistical test results showed that influence of the same-aged group training on knowledge about the risk of using drugs of teenagers’ with p value 0.000 (p<0.05), and the influence of the same-aged group training on attitudes about the risk of using drugs of teenagers’ with p value 0.002 (p<0.05).

It was recommended that the School to increase the role of teacher mentors and same age group educator, to give guidance to students on the prevention of drug abuse.

Keywords: Same Age Group Education, Knowledge and Attitude


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah SWT, Rabb seluruh alam semesta dan dengan izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan” .

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc(CTM).Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Dr. Drs. Surya Utama, M.S. atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua dan Sekretaris Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan Dr. Ir. Evawany Aritonang,


(10)

M.Si yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Secara khusus penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Tukiman, M.K.M, sebagai pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian dalam penyelesaian tesis. 5. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan drh.

Rasmaliah, M.Kes, selaku tim pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis.

6. Kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan beserta seluruh jajarannya, juga kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 12 Medan dan Kepala Sekolah SMA Swasta Markus Medan Helvetia Kota Medan beserta seluruh jajarannya.

7. Rasa yang tak terhingga terima kasih penulis sampaikan kepada suami tercinta M. Syofyan Nasyuri Dalimunthe, S.T yang telah banyak berkorban moril dan materil dalam penyelesaian studi dan tesis ini, dan selalu memberikan pengertian, kesabaran, cintanya, dan doanya dalam menyelesaikan pendidikan ini, dan juga buat kedua buah hati Saddam dan Yasser, yang selalu menjadi motivator dan inspirator dalam hidup penulis.

8. Terima kasih buat seluruh keluarga besar dan rekan-rekan penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini


(11)

Semoga Allah SWT yang penuh rahmat selalu memberikan berkah dan karunia-Nya kepada kita semua. Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan dan mutu pelayanan kesehatan.

Medan, Juni 2011 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Lufthiani, lahir pada tanggal 17 Pebruari 1977 di Kota Medan, beragama Islam, bertempat tinggal di Jalan Ismail Harun Komplek Perumahan Puri Livina No. B5 Medan 20371. Menikah dengan M. Syofyan Nasyuri Dalimunthe, S.T dan dikaruniai dua orang putra yang bernama M. Saddam Zikri Dalimunthe dan M. Yasser Fachriza Dalimunthe.

Pendidikan di SD Alhidayah Medan (1989), SMP Negeri XV Medan (1992), SMA Negeri X Medan (1995), Diploma III Keperawatan Universitas Sumatera Utara (1998), Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (2005).

Pekerjaan menjadi Staf Pengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (2005- sekarang).


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Pendidikan Kesehatan... 11

2.1.1. Definisi Pendidikan Kesehatan... 11

2.1.2. Tujuan Pendidikan Kesehatan ... 12

2.1.3. Sasaran dan Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan .... 13

2.2. Pendidikan Sebaya... 14

2.2.1. Definisi Pendidikan Sebaya... 14

2.2.2. Keuntungan Pendidikan Sebaya ... 14

2.2.3. Kriteria Pendidik Sebaya ... 15

2.2.4. Teknik Pemberian Informasi ... 15

2.3. Konsep Komunikasi ... 17

2.3.1. Definisi Komunikasi... 17

2.3.2. Komponen Dasar Komunikasi... 19

2.3.3. Fungsi Komunikasi... 21

2.4. Komunikasi, Informasi dan Edukasi ... 22

2.4.1. Pengelolaan KIE ... 24


(14)

2.5.1. Pengetahuan (cognitive)... 27

2.5.2. Sikap (affective)... 28

2.5.3. Psikomotor atau Tindakan (psychomotor)... 30

2.6. Konsep Remaja... 30

2.6.1. Definisi Remaja ... 30

2.6.2. Klasifikasi Remaja... 31

2.7. Penyalahgunaan NAPZA... 32

2.7.1. Definisi NAPZA ... 32

2.7.2. Efek terhadap Perilaku yang Ditimbulkan NAPZA ... 36

2.7.3. Jenis dan Efek NAPZA... 37

2.7.4. Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA... 41

2.7.5. Dampak Penyalahgunaan NAPZA ... 46

2.7.6. Penyalahgunaan NAPZA... 47

2.7.7. Upaya Promotif dan Preventif pada NAPZA ... 48

2.7.8. Penanggulangan... 50

2.7.9. Rehabilitasi ... 52

2.7.10. Pemakaian NAPZA ... 52

2.8. Landasan Teori ... 54

2.9. Kerangka Konsep ... 56

BAB 3. METODE PENELITIAN... 57

3.1. Jenis Penelitian ... 57

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 57

3.2.2. Waktu Penelitian... 57

3.3. Populasi dan Sampel... 58

3.3.1. Populasi ... 58

3.3.2. Sampel ... 58

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 59

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas... 60

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 63

3.5.1. Variabel Independen... 63

3.5.2. Variabel Dependen ... 63

3.6. Metode Pengukuran ... 64

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen... 64

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen ... 65

3.7. Metode Analisis Data ... 67


(15)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 72

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 72

4.2. Hasil Penelitian ... 74

4.3. Analisis Univariat ... 74

4.4. Analisis Bivariat... 80

4.5. Analisis Multivariat... 88

BAB 5. PEMBAHASAN ... 92

5.1. Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 92

5.2. Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahguaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan... 94

5.3. Pengaruh Pengetahuan terhadap Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 95

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1. Kesimpulan ... 97

6.2. Saran... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner Pengetahuan... 61 3.2. Hasil Uji Validitas Kuesioner Sikap ... 61 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik responden remaja di

SMA Kecamatan Medan Helvetia ... 75 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kegiatan

Sekolah dan Sumber Informasi tentang Bahaya Narkoba ... 76 4.3. Distribusi Karakteristik Pendidik Kelompok Sebaya (PKS) Remaja di SMA

Kecamatan Medan Helvetia... 77 4.4. Distribusi Pendidikan Kelompok Sebaya: Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Berdasarkan Penilaian Responden Remaja di SMA Kecamatan Medan Helvetia tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 78 4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kuesioner Pengetahuan Responden di SMA

Kecamatan Medan Helvetia tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba .... 79 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kuesioner Sikap Responden di SMA

Kecamatan Medan Helvetia tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba .... 80 4.7. Hubungan antara Pendidikan Kelompok Sebaya: Komunikasi, Informasi, dan

Edukasi dengan Pengetahuan Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 82 4.8. Hubungan antara Pendidikan Kelompok Sebaya: Komunikasi, Informasi, dan

Edukasi dengan Sikap Remaja tentang Resiko Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Meda... 85 4.9. Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan Responden

tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 86


(17)

4.10. Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Sikap Responden tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan ... 87 4.11. Pengaruh Pengetahuan terhadap Sikap Responden tentang

Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia

Kota Medan ... 87 4.12. Hasil Uji Regresi Linier Berganda pada Variabel Pengetahuan ... 89 4.13. Hasil Uji Regresi Linier Berganda pada Variabel Sikap ... 91


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Landasan Teori ... 55 2.2. Kerangka Konsep ... 56


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Izin Penelitian ... 104

2. Surat Keterangan Penelitian... 106

4. Lembar Kuesioner... 108

5. Materi Pendidikan Kesehatan “Bahaya Narkoba” ... 115

6. Tabel Frekuensi ... 119

7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 138


(20)

ABSTRAK

Penyalahgunaan narkoba kian meningkat terjadi di kalangan pelajar. Angka kejadian penyalahgunaan narkoba di Kota Medan pada pelajar SMA terdapat di daerah Polsek Medan Halvetia. Data dari Januari sampai Desember tahun 2009, Satuan Narkoba Poltabes Medan mencacat pemakai narkoba terbanyak dari kalangan pelajar SMA berjumlah 591 orang. Masalah yang paling mengkhawatirkan dari penggunaan narkoba para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS, telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Faktor yang berperan penting dalam upaya penanggulangan narkoba adalah pendidikan kelompok sebaya. Pendekatan yang dilakukan dalam pemberantasan narkoba kepada pelajar bersifat edukatif, melalui upaya perubahan perilaku terutama pengetahuan dan sikap.

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa remaja SMA Kecamatan Medan Helvetia. Sampel penelitian semua siswa remaja kelas 11 yaitu SMA Negeri 12 Medan dan SMA Swasta Markus yang berjumlah 188 orang yang terdiri dari 18 orang sebagai pendidik kelompok sebaya dan 170 orang sebagai responden penelitian.

Data yang diperoleh dari hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba dengan nilai p value 0,000 (p<0,05), dan adanya pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba dengan nilai p value 0,002 (p<0,05).

Disarankan kepada pihak sekolah untuk meningkatan peran serta guru pembimbing dan pendidik kelompok sebaya untuk melakukan pembinaan kepada siswa terhadap upaya pencegahan pada risiko penyalahgunaan narkoba.

Kata Kunci: Pendidikan Kelompok Sebaya, Pengetahuan dan Sikap


(21)

ABSTRACT

Drug abuse is rampant occurred among students. The incidence of drug abuse in the city of Medan on high school students are in the area of Medan Halvetia police. Data from January to December of 2009, the Drug Unit Poltabes Medan censure majority of drug users among high school students with a total 591 people. The most worrying problem of drug use teenagers’ contracting and transmitting HIV/ AIDS, has proven of drug use through needle in turn. Factors that play an important role in drug control efforts is peer education. The approach taken in combating drugs is instructive to students, through efforts to change behavior, especially the knowledge and attitudes.

The research was a quasi-experiment which was aimed to analyze the influence of the same-aged group training of teenagers’ so that they have the knowledge and attitude about the risk of using drugs. The population in this study are all teenage high school students Kecamatan Medan Helvetia. The sample of adolescent students study all the class 11 of SMA Negeri (public high school) 12 and of SMA (private high school) Markus, Medan, amounting to 188 people consisting of 18 people as peer educators and 170 people as research respondents.

Data obtained from the statistical test results showed that influence of the same-aged group training on knowledge about the risk of using drugs of teenagers’ with p value 0.000 (p<0.05), and the influence of the same-aged group training on attitudes about the risk of using drugs of teenagers’ with p value 0.002 (p<0.05).

It was recommended that the School to increase the role of teacher mentors and same age group educator, to give guidance to students on the prevention of drug abuse.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin maraknya penggunaan narkoba, kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat meluasnya peredaran narkoba di kalangan generasi muda, selain itu Indonesia yang beberapa waktu lalu menjadi tempat transit dan pasar bagi peredaran narkoba, saat ini sudah berkembang menjadi produsen narkoba.

Masalah peredaran narkoba tentunya sangat berpengaruh terhadap ketahanan masyarakat dan kehidupan bangsa dan negara khususnya generasi muda, karena generasi muda adalah penerus cita-cita bangsa dan negara pada masa mendatang. Oleh karena itu, semua potensi bangsa harus serius mencurahkan perhatian untuk berpartisipasi aktif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia (Nasution, 2004).

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN, 2005) tercatat bahwa masalah penyalahgunaan narkoba di tanah air telah merambah pada sebagian besar kelompok usia produktif yakni yang masih berstatus pelajar maupun mahasiswa. Hasil survei BNN dan UI Tahun 2005 menyebutkan bahwa setiap hari 40 orang


(23)

Indonesia meninggal karena narkoba, 3,2 juta orang atau 1,5% penduduk Indonesia menjadi pengguna dan penyalahguna narkoba.

Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Berdasarkan data KPA (Komisi Penanggulangan AIDS, 2007), dari seluruh jumlah kasus di Indonesia tersebut, sekitar 8 ribu atau 57,1% kasus HIV/AIDS terjadi pada remaja antara 15–29 tahun (37,8% terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan 62,2% terinfeksi melalui penggunaan narkoba jarum suntik).

Berdasarkan kasus penyalahgunaan narkoba, guna peningkatan upaya preventif dan represif perlu dilakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, termasuk peningkatan ancaman hukuman pidana baik dalam bentuk pidana minimal khusus dan maksimal maupun peningkatan pidana denda yang berkaitan dengan kejahatan narkotika dan penyalahgunaan prekursor narkotika serta penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan kejahatan narkotika (Listyawati, 2003).

Penyalahgunaan narkoba dapat merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, ketidakmampuan membedakan yang baik dan yang buruk, perilaku maladaptif, gangguan kesehatan fisik dan mental, tindak kekerasan dan kriminalitas (Hawari, 2003).


(24)

Data dari BNN (2008) bahwa kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari konsumsi narkoba di Indonesia sepanjang 2008 mencapai Rp15,37 triliun. Total kerugian ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba, jenis shabu yang paling tinggi konsumsinya dengan kerugian Rp 5,52 triliun. Selain jenis narkoba shabu yang paling banyak menimbulkan kerugian ekonomi dari 33 provinsi di Indonesia, jenis ganja tercatat menimbulkan kerugian ekonomi terbesar kedua yakni Rp 2,37 triliun, menyusul putau bubuk Rp 2,31 triliun dan ekstasi Rp1,98 triliun dari 14 jenis narkoba yang terdata pada BNN.

Kasus narkoba di Sumatera Utara tahun 1998 tercatat 232 kasus, tahun 1999 sebanyak 561 kasus, tahun 2000 sebanyak 1014 kasus, dan tahun 2001 sebanyak 1247 kasus. Jumlah tersebut diperkirakan bisa sepuluh kali lipat kasus yang belum terungkap dan terdata oleh petugas (Tanjung, 2002).

Penelitian epidemiologi telah dilakukan beberapa kali di Indonesia dan menunjukkan hasil yang konsisten, yaitu pengguna zat psikoaktif sebagian besar berusia kurang dari 25 tahun. (Hartadi, 2008).

Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya. Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun


(25)

semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja (Soetjiningsih, 2007).

Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN, 2009), banyak remaja yang mati muda karena overdosis dan tersiksa akibat kecanduan narkoba. Bahkan banyak dari mereka yang sudah terinfeksi penyakit mematikan yaitu HIV/AIDS akibat penggunaan narkoba dengan jarum suntik (Hartadi, 2000).

Sejak masa kanak-kanak telah merasakan kebutuhan akan bersosialisasi dengan peer group/ teman sebayanya, dalam hidup bermasyarakat remaja dituntut bersosialisasi. Perkembangan sosial pada masa remaja adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, disamping dengan keluarga juga remaja mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas (Yusuf, 2008).

Remaja dalam kehidupan sosialnya akan selalu dihadapkan kepada berbagai peran yag ditawarkan oleh lingkungan keluarga maupun kelompok sebayanya, yang kadang-kadang membingungkan dan sering menimbulkan benturan-benturan, misalnya menjadi anggota kelompok musik tetapi juga harus menjadi siswa teladan. Maka dalam hal ini remaja harus mampu mengintegrasikan berbagai peran tersebut dalam diri pribadi (identitas diri) dan apabila terjadi benturan-benturan berbagai tututan peran harus dapat diselesaikan (Soetjiningsih, 2007).


(26)

Kebutuhan remaja untuk bersosialisasi dengan kelompok sebayanya bisa dimanfaatkan untuk proses sosialisasi yang normatif, sehingga remaja tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat, tetapi sering sekali kegiatan bersosialisasi yang dilakukan para remaja dengan kelompok sebayanya malah akan berdampak pada kegiatan yang bersifat negatif, seperti penyalahgunaan narkoba. Hubungan sosial dengan teman sebayanya dapat menimbulkan dampak positif atau negatif. Dampak negatif yang diperoleh remaja dalam hal ini pengaruh buruk jika seorang remaja dengan lingkungan teman sebayanya sudah melakukan penyalahgunaan narkoba (Soetjiningsih, 2007).

Upaya penanggulangan masalah narkoba sudah dilaksanakan semenjak munculnya masalah tersebut bahkan bahaya penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan sebagai ancaman nasional karena dapat mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Listyawati,2003).

Berkaitan dengan itu, salah satu upaya yang dipandang strategis adalah melalui kegiatan penyebarluasan informasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba sehingga masyarakat akan mampu membentengi diri untuk tidak menjadi korban ataupun pelaku penyalahgunaan narkoba itu sendiri dengan tidak mengkonsumsi narkoba ataupun mengambil keuntungan dari peredaran gelap narkoba. Upaya dalam pemberantasan narkoba masyarakat dapat berperan sebagai mitra kerja aparat penegak hukum dengan memberikan informasi seluas-luasnya tentang penyalahgunaan dan peredaran narkoba (Yusuf, 2008).


(27)

Faktor-faktor yang mempunyai peran positif terhadap tumbuh kembang dan perubahan perilaku remaja, yaitu: kepribadian anak dan orang tua yang kuat; keluarga yang akrab, hangat, mempunyai pandangan dan aspirasi yang positif; orang tua yang dapat memberikan penghargaan terhadap upaya anak untuk belajar mandiri; dukungan dari lingkungan seperti guru, pengelola sekolah, kelompok sebaya (peer group), kelompok pendukung keluarga (family support group), serta lainnya (Soedjiningsih, 2007).

Remaja mempunyai risiko untuk menyalahgunakan obat-obatan, dalam kehidupan sehari-hari pengaruh oleh teman dekat untuk menyalahgunakan obat lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak dikenal. Khususnya pada remaja-remaja yang mempunyai riwayat kejahatan, bolos sekolah, gagal di sekolah, atau perilaku seks bebas mempunyai risiko menyalahgunakan obat lebih besar (Soetjiningsih, 2007).

Strategi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba pada remaja yang paling efektif dengan perubahan perilaku melalui pendidikan kesehatan, dalam beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan yang tinggi dalam perubahan perilaku remaja melalui Pendidikan Kelompok Sebaya. Raharjo (2005) mengungkapkan pendidikan bercirikan dengan tiga hal pokok; belajar dari realistis atau pengalaman, tidak menggurui, dan dialogis.

Pendidikan sebaya adalah suatu proses komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok. Ini


(28)

dapat berarti satu kelompok sebaya pelajar, kelompok mahasiswa, sesama rekan kerja, sesama profesi dan jenis kelamin (Sahiva USU dan Komisi Penanggulangan AIDS dan Penanggulangan Narkoba Daerah, 2000).

Bee (dalam Amin, 1999) menyatakan bahwa remaja cenderung melakukan hal-hal yang sama dengan teman-temannya semata-mata agar dapat diterima dan tetap menjadi anggota kelompok tersebut. Beberapa hasil penelitian tentang masalah perilaku remaja, strategi pencegahan yang dilakukan melalui Pendidikan Kelompok Sebaya (PKS) yang dilakukan oleh Penggerak Pendidik Kelompok Sebaya (PPKS) merupakan strategi pendidikan kesehatan yang dipandang cukup efektif (Wisni, 2009).

Memfasilitasi pendidikan sebaya dalam konteks ini dilakukan dalam serangkaian aktivitas diskusi, ceramah, dan transformasi pengetahuan. Muninjaya (1999) mengatakan sudah saatnya dilakukan Pendidikan Kesehatan dikalangan remaja dan dapat dimulai di lingkungan sekolah. Dengan demikian diharapkan para remaja dapat lebih mengetahui dan dapat mengindari resiko penyalahgunaan obat terlarang (narkoba).

Sasaran yang paling efektif dalam upaya penanggulangan narkoba ini adalah remaja. Target yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan pada remaja adalah remaja dengan tahap pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Data statistik BPS Provinsi Sumut tahun 2009, diperoleh tercatat pada tahun 2007 jumlah SMA 857 sekolah yang masih aktif melaksanakan proses pendidikan.


(29)

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Harapan dengan adanya pesan tersebut masyarakat, keluarga atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik (Notoatmodjo, 2003).

Menurut data dari PIMANSU (Pusat informasi masyarakat anti narkoba Sumatera Utara) tahun 2009, data kejadian perkara narkoba di sekolah terdapat di daerah Polsek Medan Halvetia. Data dari Januari sampai Desember tahun 2009, Satuan Narkoba Poltabes Medan mencacat pemakai narkoba terbanyak dari kalangan pelajar SMA dengan jumlah 591 orang, SMP sebanyak 321 orang, pelajar SD 106 orang dan dan mahasiswa 50 orang (Depkominfo, 2010).

Aktivitas pendidikan di Kota Medan merupakan tergolong tinggi, dari jumlah sekolah di semua jenjang tingkat pendidikan, mulai dari tingkat terendah hingga perguruan tinggi dan juga kursus-kursus. Sarana sekolah tersebar di seluruh wilayah pemerintahan Kota Medan termasuk pada daerah tertinggal. Jumlah SMA/SMU, SMK, dan MA (Madrasah Aliyah) di Kota Medan 352 sekolah, dengan rincian SMA/SMU Negeri sebanyak 21 sekolah, SMA/SMU swasta sebanyak 170 sekolah, SMK Negeri sebanyak 12 sekolah, SMK swasta 121 sekolah, MA Negeri ada 3 sekolah, dan MA swasta sebanyak 26 sekolah (Pemko Medan, 2009).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa penting melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan dan


(30)

Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis “Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.”

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap pada remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.


(31)

1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi Pendidikan

Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam lingkup pendidikan ilmu kesehatan masyarakat tentang pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba, sehingga dapat berguna dalam penerapan upaya promotif dan preventif kepada masyarakat.

b. Bagi Petugas Kesehatan

Penelitian ini merupakan dasar yang dapat digunakan sebagai informasi bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya bagi kelompok remaja, bahwa pendidikan kesehatan melalui kegiatan penyuluhan dapat merubah perilaku remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba sehingga intensitas pelaksanaan program pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

c. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan yang sangat penting kepada masyarakat khususnya remaja, tentang dampak buruk penyalahgunaan narkoba sehingga dapat melakukan tindakan terhadap risiko penyalahgunaan narkoba agar terhindar dari risiko penyalahgunaan narkoba.


(32)

d. Bagi Pihak Sekolah

Sebagai masukan berupa informasi serta evaluasi bagi sekolah, agar para guru pembimbing untuk selalu aktif memantau kegiatan siswanya baik kegiatan didalam sekolah maupun diluar sekolah agar siswa remaja dapat terhindar dari risiko penyalahgunaan narkoba. Para guru dan pengurus sekolah diharapkan lebih aktif memberikan pendidikan bahaya dan rsiko penyalahgunaan narkoba dan meminta dengan melibatkan berbagai pihak seperti badan narkotika nasional, kepolisian dan sebagainya.  


(33)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin maraknya penggunaan narkoba, kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat meluasnya peredaran narkoba di kalangan generasi muda, selain itu Indonesia yang beberapa waktu lalu menjadi tempat transit dan pasar bagi peredaran narkoba, saat ini sudah berkembang menjadi produsen narkoba.

Masalah peredaran narkoba tentunya sangat berpengaruh terhadap ketahanan masyarakat dan kehidupan bangsa dan negara khususnya generasi muda, karena generasi muda adalah penerus cita-cita bangsa dan negara pada masa mendatang. Oleh karena itu, semua potensi bangsa harus serius mencurahkan perhatian untuk berpartisipasi aktif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia (Nasution, 2004).

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN, 2005) tercatat bahwa masalah penyalahgunaan narkoba di tanah air telah merambah pada sebagian besar kelompok usia produktif yakni yang masih berstatus pelajar maupun mahasiswa. Hasil survei BNN dan UI Tahun 2005 menyebutkan bahwa setiap hari 40 orang


(34)

Indonesia meninggal karena narkoba, 3,2 juta orang atau 1,5% penduduk Indonesia menjadi pengguna dan penyalahguna narkoba.

Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Berdasarkan data KPA (Komisi Penanggulangan AIDS, 2007), dari seluruh jumlah kasus di Indonesia tersebut, sekitar 8 ribu atau 57,1% kasus HIV/AIDS terjadi pada remaja antara 15–29 tahun (37,8% terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan 62,2% terinfeksi melalui penggunaan narkoba jarum suntik).

Berdasarkan kasus penyalahgunaan narkoba, guna peningkatan upaya preventif dan represif perlu dilakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, termasuk peningkatan ancaman hukuman pidana baik dalam bentuk pidana minimal khusus dan maksimal maupun peningkatan pidana denda yang berkaitan dengan kejahatan narkotika dan penyalahgunaan prekursor narkotika serta penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan kejahatan narkotika (Listyawati, 2003).

Penyalahgunaan narkoba dapat merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, ketidakmampuan membedakan yang baik dan yang buruk, perilaku maladaptif, gangguan kesehatan fisik dan mental, tindak kekerasan dan kriminalitas (Hawari, 2003).


(35)

Data dari BNN (2008) bahwa kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari konsumsi narkoba di Indonesia sepanjang 2008 mencapai Rp15,37 triliun. Total kerugian ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba, jenis shabu yang paling tinggi konsumsinya dengan kerugian Rp 5,52 triliun. Selain jenis narkoba shabu yang paling banyak menimbulkan kerugian ekonomi dari 33 provinsi di Indonesia, jenis ganja tercatat menimbulkan kerugian ekonomi terbesar kedua yakni Rp 2,37 triliun, menyusul putau bubuk Rp 2,31 triliun dan ekstasi Rp1,98 triliun dari 14 jenis narkoba yang terdata pada BNN.

Kasus narkoba di Sumatera Utara tahun 1998 tercatat 232 kasus, tahun 1999 sebanyak 561 kasus, tahun 2000 sebanyak 1014 kasus, dan tahun 2001 sebanyak 1247 kasus. Jumlah tersebut diperkirakan bisa sepuluh kali lipat kasus yang belum terungkap dan terdata oleh petugas (Tanjung, 2002).

Penelitian epidemiologi telah dilakukan beberapa kali di Indonesia dan menunjukkan hasil yang konsisten, yaitu pengguna zat psikoaktif sebagian besar berusia kurang dari 25 tahun. (Hartadi, 2008).

Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya. Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun


(36)

semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja (Soetjiningsih, 2007).

Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN, 2009), banyak remaja yang mati muda karena overdosis dan tersiksa akibat kecanduan narkoba. Bahkan banyak dari mereka yang sudah terinfeksi penyakit mematikan yaitu HIV/AIDS akibat penggunaan narkoba dengan jarum suntik (Hartadi, 2000).

Sejak masa kanak-kanak telah merasakan kebutuhan akan bersosialisasi dengan peer group/ teman sebayanya, dalam hidup bermasyarakat remaja dituntut bersosialisasi. Perkembangan sosial pada masa remaja adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, disamping dengan keluarga juga remaja mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas (Yusuf, 2008).

Remaja dalam kehidupan sosialnya akan selalu dihadapkan kepada berbagai peran yag ditawarkan oleh lingkungan keluarga maupun kelompok sebayanya, yang kadang-kadang membingungkan dan sering menimbulkan benturan-benturan, misalnya menjadi anggota kelompok musik tetapi juga harus menjadi siswa teladan. Maka dalam hal ini remaja harus mampu mengintegrasikan berbagai peran tersebut dalam diri pribadi (identitas diri) dan apabila terjadi benturan-benturan berbagai tututan peran harus dapat diselesaikan (Soetjiningsih, 2007).


(37)

Kebutuhan remaja untuk bersosialisasi dengan kelompok sebayanya bisa dimanfaatkan untuk proses sosialisasi yang normatif, sehingga remaja tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat, tetapi sering sekali kegiatan bersosialisasi yang dilakukan para remaja dengan kelompok sebayanya malah akan berdampak pada kegiatan yang bersifat negatif, seperti penyalahgunaan narkoba. Hubungan sosial dengan teman sebayanya dapat menimbulkan dampak positif atau negatif. Dampak negatif yang diperoleh remaja dalam hal ini pengaruh buruk jika seorang remaja dengan lingkungan teman sebayanya sudah melakukan penyalahgunaan narkoba (Soetjiningsih, 2007).

Upaya penanggulangan masalah narkoba sudah dilaksanakan semenjak munculnya masalah tersebut bahkan bahaya penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan sebagai ancaman nasional karena dapat mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Listyawati,2003).

Berkaitan dengan itu, salah satu upaya yang dipandang strategis adalah melalui kegiatan penyebarluasan informasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba sehingga masyarakat akan mampu membentengi diri untuk tidak menjadi korban ataupun pelaku penyalahgunaan narkoba itu sendiri dengan tidak mengkonsumsi narkoba ataupun mengambil keuntungan dari peredaran gelap narkoba. Upaya dalam pemberantasan narkoba masyarakat dapat berperan sebagai mitra kerja aparat penegak hukum dengan memberikan informasi seluas-luasnya tentang penyalahgunaan dan peredaran narkoba (Yusuf, 2008).


(38)

Faktor-faktor yang mempunyai peran positif terhadap tumbuh kembang dan perubahan perilaku remaja, yaitu: kepribadian anak dan orang tua yang kuat; keluarga yang akrab, hangat, mempunyai pandangan dan aspirasi yang positif; orang tua yang dapat memberikan penghargaan terhadap upaya anak untuk belajar mandiri; dukungan dari lingkungan seperti guru, pengelola sekolah, kelompok sebaya (peer group), kelompok pendukung keluarga (family support group), serta lainnya (Soedjiningsih, 2007).

Remaja mempunyai risiko untuk menyalahgunakan obat-obatan, dalam kehidupan sehari-hari pengaruh oleh teman dekat untuk menyalahgunakan obat lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak dikenal. Khususnya pada remaja-remaja yang mempunyai riwayat kejahatan, bolos sekolah, gagal di sekolah, atau perilaku seks bebas mempunyai risiko menyalahgunakan obat lebih besar (Soetjiningsih, 2007).

Strategi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba pada remaja yang paling efektif dengan perubahan perilaku melalui pendidikan kesehatan, dalam beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan yang tinggi dalam perubahan perilaku remaja melalui Pendidikan Kelompok Sebaya. Raharjo (2005) mengungkapkan pendidikan bercirikan dengan tiga hal pokok; belajar dari realistis atau pengalaman, tidak menggurui, dan dialogis.

Pendidikan sebaya adalah suatu proses komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok. Ini


(39)

dapat berarti satu kelompok sebaya pelajar, kelompok mahasiswa, sesama rekan kerja, sesama profesi dan jenis kelamin (Sahiva USU dan Komisi Penanggulangan AIDS dan Penanggulangan Narkoba Daerah, 2000).

Bee (dalam Amin, 1999) menyatakan bahwa remaja cenderung melakukan hal-hal yang sama dengan teman-temannya semata-mata agar dapat diterima dan tetap menjadi anggota kelompok tersebut. Beberapa hasil penelitian tentang masalah perilaku remaja, strategi pencegahan yang dilakukan melalui Pendidikan Kelompok Sebaya (PKS) yang dilakukan oleh Penggerak Pendidik Kelompok Sebaya (PPKS) merupakan strategi pendidikan kesehatan yang dipandang cukup efektif (Wisni, 2009).

Memfasilitasi pendidikan sebaya dalam konteks ini dilakukan dalam serangkaian aktivitas diskusi, ceramah, dan transformasi pengetahuan. Muninjaya (1999) mengatakan sudah saatnya dilakukan Pendidikan Kesehatan dikalangan remaja dan dapat dimulai di lingkungan sekolah. Dengan demikian diharapkan para remaja dapat lebih mengetahui dan dapat mengindari resiko penyalahgunaan obat terlarang (narkoba).

Sasaran yang paling efektif dalam upaya penanggulangan narkoba ini adalah remaja. Target yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan pada remaja adalah remaja dengan tahap pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Data statistik BPS Provinsi Sumut tahun 2009, diperoleh tercatat pada tahun 2007 jumlah SMA 857 sekolah yang masih aktif melaksanakan proses pendidikan.


(40)

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Harapan dengan adanya pesan tersebut masyarakat, keluarga atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik (Notoatmodjo, 2003).

Menurut data dari PIMANSU (Pusat informasi masyarakat anti narkoba Sumatera Utara) tahun 2009, data kejadian perkara narkoba di sekolah terdapat di daerah Polsek Medan Halvetia. Data dari Januari sampai Desember tahun 2009, Satuan Narkoba Poltabes Medan mencacat pemakai narkoba terbanyak dari kalangan pelajar SMA dengan jumlah 591 orang, SMP sebanyak 321 orang, pelajar SD 106 orang dan dan mahasiswa 50 orang (Depkominfo, 2010).

Aktivitas pendidikan di Kota Medan merupakan tergolong tinggi, dari jumlah sekolah di semua jenjang tingkat pendidikan, mulai dari tingkat terendah hingga perguruan tinggi dan juga kursus-kursus. Sarana sekolah tersebar di seluruh wilayah pemerintahan Kota Medan termasuk pada daerah tertinggal. Jumlah SMA/SMU, SMK, dan MA (Madrasah Aliyah) di Kota Medan 352 sekolah, dengan rincian SMA/SMU Negeri sebanyak 21 sekolah, SMA/SMU swasta sebanyak 170 sekolah, SMK Negeri sebanyak 12 sekolah, SMK swasta 121 sekolah, MA Negeri ada 3 sekolah, dan MA swasta sebanyak 26 sekolah (Pemko Medan, 2009).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa penting melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan dan


(41)

Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis “Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.”

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap pada remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.


(42)

1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi Pendidikan

Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam lingkup pendidikan ilmu kesehatan masyarakat tentang pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba, sehingga dapat berguna dalam penerapan upaya promotif dan preventif kepada masyarakat.

b. Bagi Petugas Kesehatan

Penelitian ini merupakan dasar yang dapat digunakan sebagai informasi bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya bagi kelompok remaja, bahwa pendidikan kesehatan melalui kegiatan penyuluhan dapat merubah perilaku remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba sehingga intensitas pelaksanaan program pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

c. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan yang sangat penting kepada masyarakat khususnya remaja, tentang dampak buruk penyalahgunaan narkoba sehingga dapat melakukan tindakan terhadap risiko penyalahgunaan narkoba agar terhindar dari risiko penyalahgunaan narkoba.


(43)

d. Bagi Pihak Sekolah

Sebagai masukan berupa informasi serta evaluasi bagi sekolah, agar para guru pembimbing untuk selalu aktif memantau kegiatan siswanya baik kegiatan didalam sekolah maupun diluar sekolah agar siswa remaja dapat terhindar dari risiko penyalahgunaan narkoba. Para guru dan pengurus sekolah diharapkan lebih aktif memberikan pendidikan bahaya dan rsiko penyalahgunaan narkoba dan meminta dengan melibatkan berbagai pihak seperti badan narkotika nasional, kepolisian dan sebagainya.  


(44)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan

2.1.1. Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal (Notoatmodjo, 1993). Semua petugas kesehatan mengakui bahwa pendidikan kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Stuart (1968) dalam defenisi yang dikemukakan, dikutip oleh staf jurusan PK-IP FKMUI (1984) mengatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah komponen program kesehatan dan kedokteran yang terdiri atas upaya terencana untuk mengubah perilaku individu, keluarga dan masyarkat yang merupakan cara perubahan berfikir, bersikap dan berbuat dengan tujuan membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan promosi hidup sehat (Suhila, 2002).

Menurut Grout pendidikan kesehatan adalah upaya menterjemahkan sesuatu yang telah diketahui tentang kesehatan kedalam perilaku yang diinginkan dari perseorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan, sedangkan menurut Nyswander pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perseorangan dan masyarakat. Bila dilihat dari defenisi-defenisi pendidikan kesehatan tersebut tidak


(45)

jauh berbeda dan keduanya menekankan pada aspek perubahan perilaku individu dan masyarakat dalam bidang kesehatan (Effendy, 1995).

2.1.2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Secara umum tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu dan masyarakat di bidang kesehatan (Notoatmodjo, 1997). Menurut Effendi (1995), tujuan pendidikan kesehatan yang paling pokok adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara perilaku sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pendidikan kesehatan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, kepercayaan masyarakat, dan ketersediaan waktu dari masyarakat.

Materi yang disampaikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan mulai dari individu, keluarga, dan masyarakat sehingga dapat langsung dirasakan manfaatnya. Sebaiknya saat memberikan pendidikan kesehatan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dalam bahasa kesehariaannya dan menggunakan alat peraga untuk mempermudah pemahaman serta menarik perhatian sasaran (Walgino, 1995).

Metoda yang dipakai dalam pendidikan kesehatan hendaknya dapat mengembangkan komunikasi dua arah antara yang memberikan pendidikan kesehatan terhadap sasaran, sehingga diharapkan pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah dipahami. Metoda yang dipakai antara lain: curah pendapat, diskusi, demonstrasi, simulasi dan bermain peran.


(46)

2.1.3. Sasaran dan Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan

Suliha (2002), dalam bukunya membagi sasaran pendidikan kesehatan dalam 3 kelompok, yaitu pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu, pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok dan pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.

Tempat penyelenggaraan pendidikan kesehatan dapat dilakukan di institusi pelayanan antara lain puskesmas, rumah bersalin, klinik dan sekolah serta dimasyarakat berupa keluarga masyarakat binaan. Hasil yang diharapkan dalam pendidikan kesehatan masyarakat adalah terjadinya perubahan sikap dan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat untuk dapat menanamkan prinsip-prinsip hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari demi mencapai derajat kesehatan yang optimal (Effendy, 1995).

Suliha (2002) juga membagi tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan dalam 3 bagian, yaitu; 1) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam usaha kesehatan sekolah (UKS); 2) Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien; 3) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.


(47)

2.2. Pendidikan Sebaya

2.2.1. Defenisi Pendidikan Sebaya

Pendidikan sebaya adalah suatu proses komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok, dapat berarti satu kelompok sebaya pelajar, kelompok mahasiswa, sesama rekan kerja, sesama profesi dan jenis kelamin (Sahiva USU dan Komisi Penanggulangan AIDS dan Penanggulangan Narkoba Daerah, 2000).

2.2.2. Keuntungan Pendidikan Sebaya

Pendekatan pendidikan sebaya mempunyai sejumlah keuntungan, yaitu: a. Pendidikan sebaya dapat menyampaikan pesan-pesan sensitif di dalamnya. b. Pendidikan sebaya merupakan peran serta masyarakat dalam mendukung dan

melengkapi program lain yang berkaitan dengan strategi masyarakat lainnya. c. Kelompok target lebih merasa nyaman berdiskusi dengan sebaya mengenai

masalah mereka seperti seksualitas.

d. Pendidikan sebaya memberikan pelayanan besar yang efektif dengan biaya yang sedikit.

2.2.3. Kriteria Pendidik Sebaya

Pendidik sebaya adalah orang yang menjadi narasumber bagi kelompok sebayanya (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, 2008).

Syarat-syarat menjadi pendidik sebaya antara lain:


(48)

b. Berminat pribadi menyebarluaskan informasi kesehatan c. Lancar membaca dan menulis

d. Memiliki ciri-ciri kepribadian antara lain: ramah, lancar dalam mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang menolong.

2.2.4. Teknik Pemberian Informasi

Pendidikan sebaya dapat dilakukan di mana saja asalkan nyaman buat pendidik sebaya dan kelompoknya. Kegiatan tidak harus dilakukan di ruangan khusus tetapi bisa dilakukan di teras mesjid, di bawah pohon yang rindang, di ruang kelas yang sedang tidak dipakai dan sebagainya. Tempat pendidikan sebaya sebaiknya tidak ada orang lalu lalang dan jauh dari kebisingan sehingga diskusi bisa berlangsung tanpa gangguan.

Menurut PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, 2008), pemberian informasi agar efektif, pendidik sebaya perlu:

1. Pelajari dan dipahami materi 2. Paham bahwa pemberian materi:

a. Tidak menggurui, jangan pernah menggurui teman, karena bakal dianggap meremehkannya.

b. Tidak harus mengetahui semuanya, kelompok sebaya bukanlah seorang ahli, maka apabila teman merasa kurang puas atas jawaban yang diberikan, maka


(49)

diperlukan guru pendamping, atau dapat mencari jawaban ke pusat informasi yang ada. Sehingga tidak memaksakan diri untuk menjawab semua pertanyaan dari teman.

c. Tidak memutuskan pembicaraan, dalam kegiatan diskusi hendaknya membiarkan teman untuk menyelesaikan pendapatnya atau pertanyaannya dulu walaupun kelompok sebaya/pendidik sebaya sudah tahu maksud dari pendapat atau pertanyaannya. Suasana saling menghargai bakal terbentuk, dan yang pasti, partisipasi siswa juga meningkat.

d. Tidak diskriminatif, pendidik sebaya harus berusaha memberikan perhatian dan kesempatan kepada semua teman, bukan hanya kepada satu atau dua peserta saja, atau dengan kata lain “tidak pilih kasih”.

3. Rasa percaya diri

Pendidik sebaya harus memiliki rasa percaya diri (PeDe/PD) agar penyampaian materi berjalan lancar. PeDe dapat tumbuh bila:

a. Materinya dapat dikuasai b. Penampilan OK

c. Inner Beauty atau kepribadian kelompok sebaya dapat diteladani sama yang

lain.

d. Teknik penyampaian informasi tidak monoton e. Dapat menguasai audiens atau peserta


(50)

g. Mampu menghayati peran yang dijalankan. 4. Komunikasi dua arah

Komunikasi yang terjadi hendaknya bersifat dua arah, atau terjadi hubungan timbal balik. Dialog sangat efektif menghadapi teman yang sifatnya tertutup, cenderung menolak pandangan lain atau perubahan. Pendidik sebaya harus bisa mendengarkan setiap teman, terbuka dan menghargai pandangan dengan menghindari kesan bahwa pendidik sebaya hendak memaksakan suatu informasi baru pada sasaran. Melalui komunikasi dua arah ini hambatan atau permasalahan yang mungkin terjadi bisa beres tanpa ada yang dikecewakan.

2.3. Konsep Komunikasi 2.3.1. Definisi Komunikasi

Komunikasi merupakan rangkaian proses pengalihan informasi dari satu orang kepada orang lain dengan maksud tertentu. Komunikasi adalah proses yang melibatkan seseorang menggunakan tanda-tanda (alamiah atau universal) berupa simbol-simbol (berdasarkan perjanjian manusia) verbal atau non verbal yang disadari atau tidak disadari yang bertujuan untuk memengaruhi sikap orang lain. Menurut Knapp dalam Liliweri (2003), komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem symbol linguistic, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), verbal dan non verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual).


(51)

Berdasarkan prinsip umum dari definisi di atas dan berdasarkan bahwa pengertian komunikasi ini akan digunakan untuk memahami komunikasi organisasi, yaitu komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku. Pengirim pesan dapat berupa seorang individu, kelompok atau organisasi. Begitu juga halnya dengan si penerima pesan dapat berupa seorang anggota organisasi, seorang kepala bagian, pimpinan, kelompok orang dalam organisasi, atau organisasi secara keseluruhan.

Istilah proses maksudnya bahwa komunikasi itu berlangsung melalui tahap-tahap tertentu secara terus menerus, berubah-ubah, dan tidak ada henti-hentinya. Proses komunikasi merupakan proses yang timbal balik karena antara si pengirim dan si penerima saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan tingkah laku maksudnya dalam pengertian yang luas yaitu perubahan yang terjadi di dalam diri individu mungkin dalam aspek kognitif, afektif atau psikomotor.

2.3.2. Komponen Dasar Komunikasi

Ada empat komponen yang cenderung sama yaitu: orang yang mengirimkan pesan, pesan yang akan dikirimkan, saluran atau jalan yang dilalui pesan dari si pengirim kepada si penerima, dan si penerima pesan. Karena komunikasi merupakan proses dua arah atau timbal balik maka komponen balikan perlu ada dalam proses komunikasi. Dengan demikian, komponen dasar komunikasi ada lima, yaitu: pengirim pesan, pesan, saluran, penerima pesan dan balikan.


(52)

1. Pengirim Pesan

Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirim pesan. Pesan atau informasi yang akan dikirimkan berasal dari otak si pengirim pesan, oleh sebab itu sebelum pengirim mengirimkan pesan, si pengirim harus menciptakan dulu pesan yang akan dikirimkannya. Menciptakan pesan adalah menentukan arti apa yang akan dikirimkan kemudian menyandikan/encode arti tersebut ke dalam suatu pesan, sesudah itu baru dikirim melalui saluran.

2. Pesan

Pesan adalah informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara tertulis seperti surat, buku, majalah, memo, sedangkan pesan yang secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, radio dan sebagainya. Pesan yang nonverbal dapat berupa isyarat gerakan badan, ekspresi muka, dan nada suara. 3. Saluran

Saluran adalah jalan yang dilalui pesan dari si pengirim dengan si penerima. Saluran yang biasa dalam komunikasi adalah gelombang cahaya dan suara yang dapat kita lihat dan dengar, tetapi jika pembicaraan itu melalui surat yang dikirimkan, maka gelombang cahaya sebagai saluran yang memungkinkan kita dapat melihat huruf pada surat tersebut. Kertas dan tulisan itu sendiri adalah sebagai alat untuk menyampaikan pesan. Kita dapat menggunakan bermacam-macam alat untuk


(53)

menyampaikan pesan seperti buku, radio, film, televisi, surat kabar tetapi saluran pokoknya adalah gelombang suara dan cahaya.

4. Penerima Pesan

Penerima pesan adalah yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya.

5. Balikan

Balikan adalah respons terhadap suatu pesan yang diterima yang dikirimkan kepada si pengirim pesan, dengan diberikannya reaksi ini kepada si pengirim, pengirim akan dapat mengetahui apakah pesan yang dikirimkan tersebut diinterpretasikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim. Seringkali respons yang diberikan tidak seperti yang diharapkan oleh si pengirim karena si penerima pesan kurang tepat dalam menginterpretasikan pesan. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor dalam diri si penerima yang mempengaruhi dalam pemberian arti pesan.

2.3.3. Fungsi Komunikasi

Secara umum ada lima kategori fungsi (tujuan) utama komunikasi, yakni:

1. Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui penerima 2. Sumber menyebarluaskan informasi dalam rangka mendidik penerima

3. Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan penerima

4. Sumber memengaruhi konsumen dengan informasi yang persuasif untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima


(54)

5. Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur sambil memengaruhi penerima.

1. Informasi

Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan (informasi), atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain. Artinya diharapkan dari penyebarluasan informasi itu, para penerima informasi akan mengetahui sesuatu yang ingin dia ketahui.

2. Pendidikan

Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan (informasi), atau menyebarluaskan informasi yang bersifat mendidik kepada orang lain. Penyebarluasan informasi itu diharapkan para penerima informasi akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang diinginkan.

3. Instruksi

Fungsi instruksi adalah fungsi komunikasi untuk memberikan instruksi (mewajibkan atau melarang) penerima melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan.

4. Persuasi

Fungsi persuasi kadang disebut fungsi memengaruhi. Fungsi persuasi adalah fungsi komunikasi yang menyebarluaskan informasi yang dapat memengaruhi (mengubah) sikap penerima agar dia menentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kehendak pengirim.


(55)

5. Menghibur

Fungsi hiburan adalah fungsi pengirim untuk mengirimkan pesan-pesan yang mengandung hiburan kepada para penerima agar penerima menikmati apa yang diinformasikan.

2.4. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berasal dari bahasa Inggris yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu dari kata Information, Education, Communication (IEC). Tujuan KIE adalah menginformasikan, mempersuasi, mendidik dan membentuk perilaku (Ewles 1994 dalam Triamanah 2004).

KIE juga mengikut model yag telah diperkenalkan oleh David Berlo (1960 dalam Triamanah (2004) yaitu S-M-C-R dimana elemen-elemen yang terlibat didalamnya adalah:

1. Sourch (Pengirim pesan atau komunikator) yaitu seseorang atau sekelompok

orang atau organisasi/ institusi yang mengambil inisiatif mengirim pesan.

2. Message (Pesan) berupa lambing atau tanda baik secara lisan maupun tulisan.

Namun dapat pula berupa gambar, angka bahkan gerakan.

3. Channel (Saluran) yaitu sesuatu yang digunakan sebagai alat/media penyampai

pesan.

4. Receiver (penerima atau komunikan) yaitu seseorang/sekelompok orang yang


(56)

Model S-M-C-R ini kemudian disempurnakan menjadi model S-M-C-R-E-F dengan menambahkan 2 (dua) elemen, yaitu:

1. Effect: akibat/dampak dari hasil yang terjadi pada pihak penerima/komunikan

(target sasaran/target audiens)

2. Feedback: umpan balik, yakni tanggapan balik dari pihak penerima/ komunikan

atas pesan ulang diterimanya. (Sendjaja, 1993) dalam Tiamanah (2004).

Untuk memahami effect dan feedback dalam model ini perlu ditambahkan satu elemen lagi yaitu noise. Noise atau ganguan, adalah faktor-faktor fisik maupun psikologi yang dapat mengganggu tau menghambat kelancaran proses komunikasi, dengan kata lain noise dapat memengaruhi pengiriman, dan penerimaan pesan maupun dampak pesan tersebut.

2.4.1. Pengelolaan KIE

Pengelolaan KIE dibagi tiga tahap pokok, yaitu: 1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah: - Mengumpulkan data

- Mengembangkan strategi

- Mengembangkan, mengujicoba, dan memproduksi bahan-bahan komunikasi. - Membuat rencana pelaksanaan

- Menyiapkan pelaksanaan


(57)

2. Tahap Intervensi (pelaksanaan)

Tahap intervensi ini dibagi kedalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit berbeda disesuaikan dengan perubahan keutuhan sasaran. Perubahan-perubahan ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan.

3. Tahap Monitoring dan Evaluasi (Pemantauan dan penilaian)

Tahap monitoring dan evaluasi memberikan informasi kepada perencana mengenai pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan, dengan adanya pemantauan dan penilaian ini dapat diperoleh informasi-informasi megenai hal-hal yang perlu perbaikan dan juga bisa diketahui apakah kira-kira program akan berhasil atau gagal.

Pengelolaan suatu komunikasi kesehatan seharusnya dilaksanakan dalam bentuk kerjasama yang terkoordinasi antara pihak pemerintah atau pihak swasta. Pihak swasta diharapkan profesionalisme dan fleksibilitas, sedangkan dari pihak pemerintah kita mengharapkan wewenang dan wibawa yang dimiliki.

2.5. Konsep Perilaku

Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada


(58)

kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan (Notoadmodjo, 1993).

Perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons terhadap stimulus berbeda-beda pada setiap orang (Notoadmodjo, 2003).

Rogers dan Shoemaker (1971) menerangkan bahwa dalam upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada seseorang tersebut, yaitu:

1. Tahap Pengetahuan, yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu

inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.

2. Tahap Bujukan, yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang

membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut.

3. Tahap Putusan, yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau

menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.

4. Tahap Implementasi, yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah

dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.

5. Tahap Pemastian, yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan

putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.


(59)

Kenyataan pengalaman di lapangan ternyata proses orang mengadopsi peruban perilaku tidak berhenti segera setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers dan Shoemaker (1978) merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi menjadi 4 tahap, yaitu: (i) tahap pengetahuan, yaitu tahap seseorang untuk memahami atau mengetahui suatu inovasi; (ii) tahap persuasi, yaitu tahap peningkatan motivasi dalam menanggapi suatu inovasi sehingga mau dipersuasi atau dibujuk untuk berubah; (iii) tahap keputusan, yaitu tahap seseorang untuk membuat keputusan dalam menerima atau menolak suatu inovasi; dan (iv) tahap penguatan, yaitu tahap seseorang untuk meminta dukungan dari lingkungannya atas keputusan yang telah diambilnya.

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku kedalam tiga domain yang terdiri dari domain cognitif, domain afectif dan domain psycomotor. Proses perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap dan psikomotor berupa praktek atau tindakan (Notoatmodjo, 2003).

2.5.1. Pengetahuan (cognitif)

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan


(60)

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada yang tidak disadari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Potter (1993) dalam Notoadmodjo (2003), mengemukakan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: (1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, (2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar, (3) Aplikasi (application), aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, (4) Analisa (analysis), analisa adalah suatu kemampuan untuk memahami hubungan antara bagian dalam suatu pengorganisasian. Hal ini membantu seseorang membedakan antara sesuatu yang penting dan yang tidak penting, (5) Sintesis (synthesis), Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian–bagian informasi sebagai suatu bentuk keseluruhan yang baru, (6) Evaluasi (evaluation), evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi berdasarkan kriteria tertentu.


(61)

2.5.2. Sikap (affective)

Sikap merupakan kesiapan merespon ataupun menyesuaikan diri dalam bentuk positif atau negatif terhadap objek, situasi dan stimuli sosial (Azwar, 1998). Sikap dalam bentuk negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, membenci, menghindari ataupun tidak menyukai keberadaan suatu objek. Sikap positif memunculkan kecenderungan untuk menyenangi, mendekati dan menerima objek tersebut (Purwanto, 1999).

Sikap mempunyai tiga komponen, yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek; kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak, ketiga komponen ini secara bersama–sama membentuk sikap yang utuh (Allport, 1935 dalam Notoatmodjo, 2003).

Sikap yang terbentuk memiliki empat tingkatan, yaitu: menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible), menerima (receiving) diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Merespon berarti memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan, karena dengan usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan berarti dia menerima ide tersebut. Menghargai (valuing) berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan masalah kepada orang lain dan bertanggung jawab (responsible)


(62)

merupakan sikap menerima segala risiko yang terjadi terhadap keputusan yang telah dipilih (Notoatmodjo, 1997).

Sikap mempunyai fungsi untuk membantu orang dalam memahami dunia disekelilingnya, melindungi harga diri dengan memungkinkan menghindar dari kenyataan-kenyataan yang kurang menyenangkan sehubungan dengan diri mereka serta untuk memungkinka orang mengekspresikan nilai atau pandangan hidup yang mendasar.

2.5.3. Psikomotor atau tindakan (Psycomotor)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support). Tingkat-tingkat praktek terdiri atas persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adaptasi (Notoatmodjo, 1993).

2.6. Konsep Remaja 2.6.1. Definisi Remaja

Menurut Muangman (1980, dalam Sarwono, 2005) menyatakan bahwa WHO mendefenisikan remaja berdasarkan tiga kriteria yaitu biologi, psikologi, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut, remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan


(63)

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

2.6.2. Klasifikasi Remaja

Monks (1998) menyatakan bahwa ada tiga tahap perkembangan remaja yaitu remaja awal (usia 12-15 tahun), remaja pertengahan (usia 15-18 tahun) dan remaja akhir (usia 18-21 tahun). Menurut Blos (1962 dalam Sarwono, 2005) ada tiga tahap perkembangan remaja dalam rangka penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu: a. Remaja awal (early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan pada remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja madya (middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu remaja berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu


(64)

harus memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya.

c. Remaja akhir (late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu :

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d. Egosentris (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya “private self” dan masyarakat umum.

2.6.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Menyimpang pada Remaja Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Berikut ini faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku menyimpang pada remaja (Yusuf, 2008), antara lain:

a. Perselisihan atau konflik orang tua (antar anggota keluarga) b. Perceraian orang tua


(65)

c. Kelalaian orang tua dalam mendidik anak (memberikan ajaran dan bimbingan tentang nilai-nilai agama

d. Sikap perlakuan orang tua yang buruk terhadap anak e. Kehidupan ekonomi yang morat-marit (miskin/fakir) f. Kehidupan moralitas masyarakat yang bobrok

g. Pergaulan negatif (teman bergaul yang sikap dan perilakunya kurang memperhatikan nilai-nilai moral

h. Diperjualbelikannya minuman keras/ obat-obatan terlarang secara bebas i. Beredarnya film-film atau bacaan-bacaan porno

j. Penjualan alat-alat kontrasepsi yang kurang terkontrol k. Hidup menganggur

l. Kurang dapat memanfaatkan waktu luang

2.7. Penyalahgunaan NAPZA

2.7.1. Definisi Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian NAPZA diluar anjuran dokter atau tanpa indikasi medis untuk meminum atau menggunakannya (Gunawan, 2006). Penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA adalah suatu sindrom atau kumpulan fenomena fisiologis (lahiriah), perilaku dan kognitif akibat penggunaan zat psikoaktif dan kesulitan mengendalikan perilakunya serta munculnya gejala “toleransi” atau keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi dosis NAPZA yang lebih besar sampai over dosis (melebihi takaran normal).


(66)

2.7.1.1. Definisi NAPZA

NAPZA adalah singkatan dari Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat adiktif lainya. NAPZA merupakan bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/psikologi seseorang (pikiran, perasaan, dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.

2.7.1.2. Narkotika

Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 diartikan dengan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Narkotika terdiri dari 3 golongan:

1. Golongan I: narkotika yang hanya dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan, contoh: heroin, kokain, ganja.

2. Golongan II: narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan, contoh: morfin, petidin.


(1)

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu rekomendasi kepada:

a. Pihak Sekolah

- Meningkatkan peran serta siswa dalam mengikuti pelatihan dan pendidikan terhadap upaya pencegahan pada risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja dengan melibatkan pihak terkait seperti lembaga terpadu anti narkoba, badan narkotika nasional. dan

- Memotivasi para siswa melalui peran serta pendidik kelompok sebaya dalam meningkatkan pengetahuan dengan cara melaksanakan pelatihan, penyuluhan, serta kegiatan-kegiatan pembinaan terhadap masalah kesehatan remaja.

- Mengajak siswa-siswi mengunjungi panti rehabilitasi narkoba, sehingga diharapkan dapat memberikan pembelajaran bagi siswa tentang dampak penyalahgunaan narkoba dan pencegahan terhadap bahaya narkoba.

b.Petugas Kesehatan

- Melibatkan peran serta petugas kesehatan melalui program Usaha Kesehatan Sekolah dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada generasi muda/remaja dengan memberikan pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan.


(2)

c. Masyarakat

- Perlunya meningkatkan pemahaman dan penerapan secara langsung upaya-upaya promotif dan preventif penyalahgunaan narkoba dengan mengikutsertakan kelompok khusus dengan melibatkan kelompok sebaya sebagai pendidik bagi remaja pada kegiatan-kegiatan positif di masyarakat.

d. Penelitian Selanjutnya

- Perlu penelitian yang lebih mendalam tentang risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja dan disarankan untuk mencermati faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kelompok teman sebaya dan remaja, seperti motivasi, pola interaksi remaja, dan lainnya yang memengaruhi perkembangan remaja dan masalah kesehatan remaja.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K.A.H., 2006; Pengaruh Penyampaian Pendidikan Kesehatan Reproduksi oleh Kelompok Sebaya (Peer Group) Terhadap Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di Kelurahan Kemiri Muka Depok. Tesis UI.

Al-Ghifari, A., 2003; Generasi narkoba. Bandung: Mujahid Press

Arikunto, S., 2006; Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Avianti, A., 2010; Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Publik. Institut Pertanian Bogor. Diakses pada 15 Desember 2010 dari www.ipb.ac.id

Bantari, W., 2009; Pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS pada siswa siswi SMU di Kotamadya Depok. Tesis S2. Perpustakaan UI. Jakarta.

Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M., 1993; Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of Developmental Psychology.

BNN., 2008; Situasi Permasalahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Jakarta.

Conger, J.J., 1991; Adolescence and youth. 4th edition. New York: Harper Collins. Diwanto, M., 2002; Kasus Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau Dari Ilmu Kesehatan

Jiwa Psikiatri. Dinkes Medan.

Effendi, N., 1995; Dasar-dasar Perawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi I. Jakarta: EGC.

Effendy, O., 2001; Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ewles, L and Simnett, I., 1994; Promosi Kesehatan, Petunjuk Praktis. Edisi Kedua. Yogyakarta: UGM Press.

Fatchurahman & Bulkani., 2006; Peran Guru Pembimbing dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Pada Siswa SMA Negeri dan Swasta Kota Palangkaraya. Palangkaraya: WARTA LPM.


(4)

Gunawan, W., 2006; Keren Tanpa Narkoba. Jakarta: PT Grasindo. Gunarsa, S.D., 1988; Psikologi remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

______ 1990; Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Green, Lawrence W., 2000; Health Promotion Planning: An Educational and

Environmental Approach. Second Edition. Mayfield Publishing Company. Mountain View-Toronto-London. 2000.

Harahap, J dan Lita S.A (2001). Pengaruh Peer Education Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswa Dalam Menanggulangi HIV/AIDS Di USU. Ringkasan/abstrak hasil penelitian USU Tahun 2001. Medan.

Hartadi, Ch., 2008; Penyalahgunaan Obat di Kalangan Remaja dan Pelajar. Jakarta. FK UKRIDA.

Hawari, D., 2003; Ajak Remaja Waspadai Narkotika. Diakes 21 April 2008 ______ 2003; Penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA. Jakarta FKUI.

Hidayat, A., 2007; Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika.

Kozier, dkk., 2004; Fundamental of nursing : Consepts, proces and practice (7th edition) Philadelphia. Pearson Education, Inc.

Liliweri, A., 2007: Dasar dasar Komunikasi Kesehatan. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Monks, F.J. dkk., 2002;. Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nasution, Z., 2004; Menyelematkan Keluarga Indonesia Dari Bahaya Narkoba. Bandung: Cipta Pustaka Media.

Notoatmodjo, S., 2003; Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan.I, Juni. Jakarta: Rineka Cipta.

______ 2003; Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.


(5)

______ 2005; Metodoogi Penelitian Kesehatan. Cetakan. ke-3, September. Jakarta : Rineka Cipta.

Papalia & Old., F., 2001; Human Development. 8th edition. New York, USA: Mc Graw-Hill.

Padmoehoedojo, P.G., 2004; Strategi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Masyarakat. Badan Narkotika Nasional Indonesia.

PKPA., 2008; Yok, Sayangi Diri dan Lingkungan. Cetakan I. Mei. Medan: Coraid. Purwanto, H., 1999; Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Raharjo, T., 2005; Pendidikan Popular (Membangun Kesadaran Kritis), Research,

Education and Dialogue, Jogjakarta. (Jurnal Elektronik) diakses 21 November.

Riduwan., 2008; Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Cetakan ke-5, Januari. Bandung: Alfabeta 2008.

Roger, E.M., dan Shoemaker, F.F., 1971; Communication of Innovation, The Free Press, New York.

______ 1978; Communication of Innovation, The Free Press, New York. Sarwono, W.S., 2005; Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo. 

Sastroasmoro, S., 2008; Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3, Jakarta: Sagung Seto.

Shalih., 2000; Bahaya Narkoba Mengancam Umat. Jakarta: Darul Haq. Sendjaya, S.D., 1993; Pengantar Komunikasi. Universitas Terbuka. Jakarta.

Soekedy., 2003; Menyiram Bara Narkoba Semakin Tahu Akibatnya Semakin Menolaknya. Jakarta: Dyatama Milenia.

Singarimbun, M., 2006; Metode Penelitian Survei. Cetakan ke- 18, Februari. Jakarta: LP3ES.


(6)

 

Soetjiningsih., 2004; Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Cetakan I; Jakarta; Sagung Seto.

Sudirman., 2001; Rehabilitasi Klinik Korban Penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA), Cetakan II: Jakarta; FK UI. Sudjana., 2003; Metoda Statistika. Edisi ke-5, Bandung: Tarsito.

Suliha., 2001; Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Sumarni, P.D., 2008; Hubungan Antara Ketergantungan terhadap Teman Sebaya dengan Perilaku Antisosial pada Remaja. Tesis Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Sundari, S., dan Rumini, S., 2004; Perkembangan Anak dan Remaja. Cetakan I, Agustus. Jakarta; Rineka Cipta.

Susanto, E., 2008; Psikologi Remaja. Bimbingan Konseling Indonesia. Diakses pada Februari 2010. http://konselingcenter.co.cc.

Tanjung, A., 2002; Awas Narkoba. Lembaga Terpadu Pemasyarakatan Anti Narkoba. Medan.

Trimanah., 2004; Strategi Komunikasi, Informasi dan Edukasi Program Pencegahan Penularan HIV melalui Narkoba Jenis IDU, Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Jakarta.

WHO., 1992; Pendidikan Kesehatan. Diterjemahkan Glen ida Bagus Tjitarsa, Penerbit ITB dan Universitas Udayana, Bandung.

Widjaja., 2000; Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi Revisi. Jakarta; Rineka Cipta. Wijiaty. E., 2000; Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan

mengenai Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di Desa Bancak Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Tesis FKM, Universitas Diponegoro.

Yusuf. S., 2008; Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cetakan IX, Maret: Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.