Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli

(1)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI

T E S I S

Oleh

KARTIKA EMAILIJATI 117032144/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KARTIKA EMAILIJATI 117032144/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI

Nama Mahasiswa : Kartika Emailijati Nomor Induk Mahasiswa : 117032144

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H) (Drs. Tukiman, M.K.M Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 28 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

2. Dra. Syarifah, M.S


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

KARTIKA EMAILIJATI 117032144/IKM


(6)

ABSTRAK

Perkembangan pencandu dan penyalahgunaan narkoba khususnya pada anak remaja di Indonesia dan Sumatera Utara khususnya terus meningkat. Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara juga mengalami peningkatan penyalahgunaan narkoba pada anak remaja. Jumlah tersangka kasus narkoba di Kota Medan tahun 2011 tercatat sebanyak 409 kasus dan tahun 2012 meningkat menjadi 481 kasus. Salah satu kelurahan di Kota Medan yang rentan tentang perkara narkoba di kalangan anak remaja terdapat di Kelurahan Mabar.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli. Jenis penelitian menggunakan survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juli 2013. Populasi adalah seluruh anak remaja di desa Mabar Kecamatan Medan Deli berjumlah 2.411 jiwa, sampel berjumlah 138 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner DAST (Drug Abuse Screening Test), dianalisis dengan regresi logistik berganda pada pengujian α=0,05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor personal meliputi (pengetahuan, sikap, efikasi diri) dan faktor lingkungan sosial meliputi (teman sebaya, teman sekolah, anggota keluarga, dan pengawasan orang tua) berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja. Pengetahuan tentang narkoba memiliki pengaruh yang terbesar dengan nilai koefisien (B)= 2,798.

Disarankan kepada : (1) Pemerintah dan lintas sektoral seperti BNN, dinas kesehatan, kepolisian. LSM, tokoh agama serta tokoh masyarakat perlu meningkatkan penyuluhan tentang narkoba dalam rangka meningkatkan kesadaran remaja, keluarga, dan masyarakat. (2) Orang tua; (a) berupaya menciptakan suasana yang akrab dan menjalin komunikasi secara terbuka dilingkungan keluarga, mengarahkan anak remaja sesuai potensinya serta sedini mungkin harus di mulai menjalankan ibadah agama dalam keluarga dan (b) waspada untuk mendeteksi secara dini perilaku anak remaja dan meningkatkan pengetahuan tentang narkoba serta menegur anak yang pulang malam, atau menginap dirumah temannya tanpa sepengetahuan orang tua. (3) Bagi remaja; meningkatkan pengetahuan tentang narkoba dengan cara, membaca buku, mengikuti penyuluhan tentang narkoba, menghindari kebiasaan penggunaan obat terlarang, menghindari kebiasaan merokok, minuman keras dan ikut aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah serta kegiatan perkumpulan dimasyarakat. (4) Masyarakat dan Aparat yang terkait; (a) aparat kepolisian perlu meningkatkan sosialisasi tentang bahaya, pencegahan serta penanggulangan narkoba kepada para anak remaja khususnya dan masyarakat pada umumnya, (b) masyarakat harus ikut berpartisipasi mengikuti penyuluhan dan memerangi bandar maupun pengguna atau pengedar narkoba dengan melaporkan segera kepada pihak yang berwenang.


(7)

ABSTRACT

Drug abuse and the development of drug addicts in Indonesia and Sumatera Utara in particular is increasing. In the City of Medan, the provincial capital, the case of drug abuse is more increasing and has expanded to most of the teenagers who belong to the productice age group. In 2011, there were 409 drug cases, and in 2012 it increased to 481 cases. One of the kelurahan (urban villages) which is vulnerable to drug case among the teenagers is Kelurahan Mabar, then City of Medan.

The purpose of this explanatory survey study conducted from April to July 2013 was to analyze the influence of personal factor and social environment factor on the risk of drug abuse in the teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict. The population of this study was all of the 2,411 teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict and 138 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and DAST (Drug Abuse Screening Test). The data obtained were analyzed through multiple

logistic regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically personal factor (knowledge, attitude, self-efficacy) and social environment factor (peers, school mates, family members, and parental control) had a positive and significant influence on the risk of drug abuse in the teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict. The knowledge about drug was the most influencing factor with the value of coefficient (B) = 2.798.

It is suggested that (1) the government and inter-sectoral agancy such as BNN (National Narcotics Board), Health Service, Police, NGO, religious figures, and public figures need to increase the extension on narcotics to the teenagers, families and community members; (2) Parents (a) try to create an intimate atmosphere and openly establish communication in their family, to direct their teenage-children in accordance with the potential of the children themselves in growing self-confidence and self-respect as earlier as possible through doing religious practice in the family, and (b) must be alert to earlier detect the behavior of their teenage children and improve their knowledge about narcotyics and reprimand the children who go back home late at night or stay in their friends’ house without parental consent; and (3) the teenagers must improve their knowledge about narcotics and avoid the habit of using drugs other than those required for medical reasons, avoid smoking habit and drinking strong drinks in facing the pressure in social relationship, and actively participate in the extracurricular activities at school and community organization.

Keywords: Personal Factor, Social Environment, DAST, Narcoticss, Health care providers


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Tukiman, M.K.M, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dra. Syarifah, M.S, dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Kepala Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli beserta staf yang telah berkenan memberikan kesempatan melakukan penelitian dalam penyelesaian tesis pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

9. Ayahanda drg. Harjono M, DDPH atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

10 Suami tercinta Imtar Tarigan dan anak-anak; Monika Eymi Srininta br.Tarigan, Spd, Yohan Setiawan Tarigan serta abang serta adik tersayang yang

penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Kartika Emailijati 117032144/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Kartika Emailijati, lahir pada tanggal 16 Maret 1968 di Yogyakarta, anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda, drg. Harjono M, DDPH dan Ibunda Sahayati Siregar

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri No 060799 di Medan, selesai Tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 6 Medan, selesai Tahun 1984, Sekolah Pengatur Rawat Gigi Medan, selesai tahun 1987, Program D3 Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di IKIP Bandung, selesai Tahun 1996 dan Fakultas Kesehatan Masyarakat di USU Medan, selesai Tahun 2007.

Mulai bekerja sebagai Pelayanan perawatan gigi di Sekolah Pengatur Rawat Gigi Medan, tahun 1988 sampai tahun 1995, staf pengajar di Sekolah Pengatur Rawat Gigi Medan, tahun 1996 sampai tahun 1999, staf pengajar di Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan, tahun 2000 sampai dengan sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 11

1.2 Permasalahan... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Hipotesis ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Remaja... 13

2.1.1 Pengertian Remaja ... 14

2.1.2 Ciri-Ciri Remaja ... 15

2.1.3 Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 16

2.1.4. Remaja Sebagai Kelompok Risiko Menyalahgunakan Narkoba ... 17

2.2 DAST (Drug Abuse Screening Test) ... 19

2.3 Perilaku ... 21

2.4 Narkoba ... 29

2.4.1 Pengertian Narkoba ... 29

2.4.2 Penggolongan Narkoba ... 30

2.4.3 Faktor-Faktor yang Berperan pada Perilaku Penyalahgunaan Narkoba ... 38

2.4.4 Akibat Kecanduan Narkoba ... 40

2.4.5 Tempat-Tempat yang Rawan Bagi Peredaran Narkoba ... 42

2.5 Penggolongan Tingkat Penyalahgunaan Narkoba ... 43

2.5 1. Gejala Dini Penyalahgunaan Narkoba ... 44

2.5 2 Pencegahan Primer ... 44

2.6 Landasan Teori ... 47


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 51

3.1 Jenis Penelitian ... 51

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 51

3.2.2 Waktu Penelitian ... 51

3.3 Populasi dan Sampel ... 51

3.3.1 Populasi ... 51

3.3.2 Sampel ... 52

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 54

3.4.1 Data Primer ... 54

3.4.2 Data Sekunder ... 54

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 54

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 56

3.5.1 Variabel Bebas ... 56

3.5.2 Variabel Terikat ... 57

3.6 Metode Pengukuran ... 57

3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 57

3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 58

3.7 Metode Analisis Data ... 59

3.8 Proses Penelitian ... 60

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 61

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 61

4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 61

4.1.2 Sarana Kesehatan ... 61

4.2 Analisis Univariat... 62

4.2.1 Identitas Responden ... 63

4.2.2 Faktor Personal ... 65

4.2.3 Lingkungan Sosial ... 71

4.2.4 Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 76

4.3 Analisis Bivariat ... 80

4.3.1 Faktor Personal ... 80

4.3.2 Lingkungan Sosial ... 82

4.4 Analisis Multivariat ... 85

4.4.1 Menilai Kelayakan Model Regresi... 85

4.4.2 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ... 85

4.4.3 Pengujian Hipotesis ... 87

BAB 5 PEMBAHASAN ... 90

5.1 Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli ... 90


(14)

5.1.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Risiko Penyalahgunaan

Narkoba pada Anak Remaja ... 90

5.1.2 Pengaruh Sikap terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 94

5.1.3 Pengaruh Efikasi Diri terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 97

5.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli ... 99

5.2.1 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 100

5.2.2 Pengaruh Teman Sekolah terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 102

5.2.3 Pengaruh Anggota Keluarga terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Rem ... 104

5.2.4 Pengaruh Pengawasan Orang Tua terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 107

5.3 Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 109

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

6.1 Kesimpulan ... 113

6.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Distribusi Sampel Menurut Desa ... 53

3.2 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 58

3.3 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 59

4.1 Distribusi Jumah Penduduk ... 62

4.2 Distribusi Identitas Responden ... 63

4.3 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 66

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan ... 66

4.5 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap terhadap Narkoba ... 68

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap terhadap Narkoba... 68

4.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Efikasi Diri ... 70

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Efikasi Diri ... 70

4.9 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Teman Sebaya ... 71

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Teman Sebaya... 72

4.11 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Teman Sekolah ... 73

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Teman Sekolah ... 73

4.13 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Anggota Keluarga ... 74

4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Anggota Keluarga ... 74

4.15 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengawasan Orang Tua ... 75

4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengawasan Orang Tua ... 76


(16)

4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Risiko Penyalahgunaan

Narkoba ... 79

4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Risiko ... 79

4.20 Hubungan Pengetahuan dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 80

4.21 Hubungan Sikap dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 81

4.22 Hubungan Efikasi Diri dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 81

4.23 Hubungan Teman Sebaya dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 82

4.24 Hubungan Teman Sekolah dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 83

4.25 Hubungan Anggota Keluarga dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba .... 84

4.26 Hubungan Pengawasan Orang Tua dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 84

4.27 Hasil Pengujian Kelayakan Model Regresi... 85

4.28 Uji Omnibus (overall test) ... 86

4.29 -2 Log Likehood Awal Awal ... 86

4.30 -2 Log Likehood Awal Akhir ... 86


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Candu (Opium Papaver Somniverum) Sebagai Bahan Dasar Opium ... 31

2.2 Opium Olahan ... 31

2.3 Morfin dalam Bentuk Pulvis ... 32

2.4 Tanaman Ganja ... 33

2.5 Kokain ... 34

2.6 Methodone ... 34

2.7 Benzodiazepine ... 35

2.8 Ekstasi ... 36

2.9 Shabu ... 37

2.10 Halusinogen ... 37

2.11 Landasan Teori ... 48


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 120

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 126

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 131

4 Uji Multivariat ... 156

5 Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 157

6 Surat Izin Selesai Penelitian dari Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli 158 5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(19)

ABSTRAK

Perkembangan pencandu dan penyalahgunaan narkoba khususnya pada anak remaja di Indonesia dan Sumatera Utara khususnya terus meningkat. Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara juga mengalami peningkatan penyalahgunaan narkoba pada anak remaja. Jumlah tersangka kasus narkoba di Kota Medan tahun 2011 tercatat sebanyak 409 kasus dan tahun 2012 meningkat menjadi 481 kasus. Salah satu kelurahan di Kota Medan yang rentan tentang perkara narkoba di kalangan anak remaja terdapat di Kelurahan Mabar.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli. Jenis penelitian menggunakan survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juli 2013. Populasi adalah seluruh anak remaja di desa Mabar Kecamatan Medan Deli berjumlah 2.411 jiwa, sampel berjumlah 138 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner DAST (Drug Abuse Screening Test), dianalisis dengan regresi logistik berganda pada pengujian α=0,05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor personal meliputi (pengetahuan, sikap, efikasi diri) dan faktor lingkungan sosial meliputi (teman sebaya, teman sekolah, anggota keluarga, dan pengawasan orang tua) berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja. Pengetahuan tentang narkoba memiliki pengaruh yang terbesar dengan nilai koefisien (B)= 2,798.

Disarankan kepada : (1) Pemerintah dan lintas sektoral seperti BNN, dinas kesehatan, kepolisian. LSM, tokoh agama serta tokoh masyarakat perlu meningkatkan penyuluhan tentang narkoba dalam rangka meningkatkan kesadaran remaja, keluarga, dan masyarakat. (2) Orang tua; (a) berupaya menciptakan suasana yang akrab dan menjalin komunikasi secara terbuka dilingkungan keluarga, mengarahkan anak remaja sesuai potensinya serta sedini mungkin harus di mulai menjalankan ibadah agama dalam keluarga dan (b) waspada untuk mendeteksi secara dini perilaku anak remaja dan meningkatkan pengetahuan tentang narkoba serta menegur anak yang pulang malam, atau menginap dirumah temannya tanpa sepengetahuan orang tua. (3) Bagi remaja; meningkatkan pengetahuan tentang narkoba dengan cara, membaca buku, mengikuti penyuluhan tentang narkoba, menghindari kebiasaan penggunaan obat terlarang, menghindari kebiasaan merokok, minuman keras dan ikut aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah serta kegiatan perkumpulan dimasyarakat. (4) Masyarakat dan Aparat yang terkait; (a) aparat kepolisian perlu meningkatkan sosialisasi tentang bahaya, pencegahan serta penanggulangan narkoba kepada para anak remaja khususnya dan masyarakat pada umumnya, (b) masyarakat harus ikut berpartisipasi mengikuti penyuluhan dan memerangi bandar maupun pengguna atau pengedar narkoba dengan melaporkan segera kepada pihak yang berwenang.


(20)

ABSTRACT

Drug abuse and the development of drug addicts in Indonesia and Sumatera Utara in particular is increasing. In the City of Medan, the provincial capital, the case of drug abuse is more increasing and has expanded to most of the teenagers who belong to the productice age group. In 2011, there were 409 drug cases, and in 2012 it increased to 481 cases. One of the kelurahan (urban villages) which is vulnerable to drug case among the teenagers is Kelurahan Mabar, then City of Medan.

The purpose of this explanatory survey study conducted from April to July 2013 was to analyze the influence of personal factor and social environment factor on the risk of drug abuse in the teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict. The population of this study was all of the 2,411 teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict and 138 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and DAST (Drug Abuse Screening Test). The data obtained were analyzed through multiple

logistic regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically personal factor (knowledge, attitude, self-efficacy) and social environment factor (peers, school mates, family members, and parental control) had a positive and significant influence on the risk of drug abuse in the teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict. The knowledge about drug was the most influencing factor with the value of coefficient (B) = 2.798.

It is suggested that (1) the government and inter-sectoral agancy such as BNN (National Narcotics Board), Health Service, Police, NGO, religious figures, and public figures need to increase the extension on narcotics to the teenagers, families and community members; (2) Parents (a) try to create an intimate atmosphere and openly establish communication in their family, to direct their teenage-children in accordance with the potential of the children themselves in growing self-confidence and self-respect as earlier as possible through doing religious practice in the family, and (b) must be alert to earlier detect the behavior of their teenage children and improve their knowledge about narcotyics and reprimand the children who go back home late at night or stay in their friends’ house without parental consent; and (3) the teenagers must improve their knowledge about narcotics and avoid the habit of using drugs other than those required for medical reasons, avoid smoking habit and drinking strong drinks in facing the pressure in social relationship, and actively participate in the extracurricular activities at school and community organization.

Keywords: Personal Factor, Social Environment, DAST, Narcoticss, Health care providers


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyalahgunaan obat seperti narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya merupakan masalah yang sangat kompleks dan memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerjasama multidisipliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan yang banyak meneliti masalah Narkoba (narkotika dan obat berbahaya) di Amerika; Penyalahgunaan Zat (PGZ) baik illegal dalam bentuk penyalahgunaan narkoba (PGN) maupun Penyalahgunaan Obat (PGO) yang legal, merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian.

Selama tahun 1992-2007 di Amerika Serikat, penyalahgunaan obat menduduki peringkat pertama penyebab terjadinya penyakit yang dapat dicegah (preventable illness) dan kematian. Setiap tahunnya, lebih dari 500.000 kematian atau 1 dari 4 kematian berhubungan dengan penyalahgunaan obat dalam jangka waktu 15 tahun terakhir (NIDA, 2005). Menurut Ardjil (2013) kondisi Indonesia di tahun 2013 tidak jauh berbeda melihat tingginya prevalensi PGZ yang mencapai 2,24 % populasi (1998;1,99%) dan maraknya peredaran gelap yang diungkap Badan Narkotika Nasional (BNN). Perhatian lebih dini yang sangat penting adalah upaya pencegahan. Perlu pemahaman apa yang menjadi penyebab PGZ, sehingga upaya pencegahan bisa berhasil/efektif.


(22)

Kasus narkotika di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun maka seluruh elemen mengharuskan untuk menyatakan perang terhadap narkoba. Sebagai perbandingan pengungkapan kasus narkotika; pada tahun 2007 sebanyak 11.380 kasus, 2008 sebanyak 10.008 kasus, 2009 sebanyak 11.135 kasus, tahun 2010 adalah 17.834 kasus serta tahun 2011 sebanyak 19.045 kasus (BNN, 2012). Menurut BNN, meskipun hasil pengungkapan kasus menunjukkan kenaikan, namun hasil ini masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah kebutuhan konsumsi narkoba di Indonesia.

Berdasarkan perkiraan tahun 2011, jumlah konsumsi narkoba terdiri dari Ganja sebanyak 487.242.210 gram, shabu 49.819.381 gram, ekstasi 148.411.620 butir, heroin 1.868.937 gram serta kokain sekitar 33.317 gram. Dari beberapa narkoba jenis ATS (Amphetamine Type Stimulants) adalah shabu dan ekstasi. Khusus shabu mengalami kenaikan dalam kurun waktu 2007-2011, sementara jenis ganja, heroin dan ekstasi mengalami penurunan dengan jumlah kerugian materil yang diakibatkan oleh narkoba lebih dari Rp.41 triliun. Sepanjang tahun 2012, BNN mencatat terdapat 1.314 anggota Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan polisi yang terjerat kasus narkotika. Jumlah tersebut terdiri dari 405 orang anggota kepolisian dan 909 PNS (BNN, 2012).

Menurut BNN (2012) jumlah kasus narkoba sejak 2007-2011, berdasarkan jenis yang terbanyak adalah Shabu (Meth) sebanyak 40.612 kasus. Selain jenis narkoba shabu adalah kasus Ganja merupakan urutan kedua sebanyak 39.305 kasus, menyusul kasus Miras sebanyak 38.445 kasus. Sedangkan jumlah kasus narkoba berdasarkan golongan yang terbanyak adalah kasus Narkotika, yaitu sebanyak 69.402 kasus, Bahan Aditif sebanyak 39.164 kasus, dan Psikotropika sebanyak 30.663 kasus.


(23)

Berdasarkan data BNN (2005) masalah penyalahgunaan narkoba di tanah air telah merambah pada sebagian besar kelompok usia produktif, yakni yang masih remaja berstatus pelajar maupun mahasiswa. Jumlah tersangka narkoba selama tahun 2007-2011 berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu sebanyak 11,8% anak SD, sebesar 23,7% anak SMP dan sebesar 61,9% anak SMA. Kenakalan remaja dalam dasawarsa terakhir, semakin marak. Berbagai macam kejadian negatif yang melibatkan kaum remaja semakin meningkat. Perkelahian antar pelajar, kebiasaan merokok di kalangan pelajar, dan penggunaan narkoba, seperti, ekstasi, putauw, ganja, heroin merupakan contoh bentuk kenakalan remaja di mana frekuensinya semakin meningkat.

Masalah menjadi lebih berbahaya lagi karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA, 2007), dari seluruh jumlah kasus narkoba di

Indonesia, sekitar 8 ribu atau 57,1% kasus HIV/AIDS terjadi pada remaja antara 15-29 tahun (37,8% terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan 62,2%

terinfeksi melalui penggunaan narkoba jarum suntik).

Menurut BNN (2007), narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) adalah kejahatan yang sangat meresahkan bagi masyarakat khususnya remaja, sebab penyalahgunaan NAPZA akan mengakibatkan kondisi yang sangat fatal. NAPZA juga merupakan ancaman bagi remaja di hampir lebih dari 100 negara di dunia. Menurut BNN, perkembangan pencandu narkoba di Indonesia semakin pesat. Para pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia remaja produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang


(24)

mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan remaja dan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.

Menurut Gunarsa (1991) remaja merupakan kelompok yang paling rentan secara fisik terhadap infeksi. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Meskipun remaja sudah matang secara organ seksual, tetapi emosi dan kepribadiannya masih labil karena masih mencari jati dirinya, sehingga rentan terhadap berbagai godaan dalam lingkungan pergaulannya. Remaja cenderung ingin tahu dan mencoba-coba apa yang dilakukan oleh orang dewasa.

Menurut Soetjiningsih (2007), pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti tren dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja.

Hasil penelitian BNN dan Puslitkes Universitas Indonesia serta berbagai universitas negeri terkemuka menunjukkan prevalensi pengguna narkoba terus naik. Pada 2012 bahkan diperkirakan sudah mencapai 2,8% atau setara dengan 5,8 juta penduduk. Angka prevalensi tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah pengguna narkoba pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2005 terdapat


(25)

1,75% pengguna narkoba dari jumlah penduduk di Indonesia. Prevalensi tersebut naik menjadi 1,99% dari jumlah penduduk pada 2008. Tiga tahun kemudian atau pada 2011, angkanya sudah mencapai 2,2%.

Menurut Hawari (2003), penyalahgunaan narkoba dapat merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, ketidakmampuan membedakan yang baik dan yang buruk, perilaku maladaptif, gangguan kesehatan fisik dan mental, tindak kekerasan dan kriminalitas. Peningkatan upaya preventif dan represif perlu dilakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, termasuk peningkatan ancaman hukuman pidana baik dalam bentuk pidana minimal khusus dan maksimal maupun peningkatan pidana denda yang berkaitan dengan kejahatan narkotika dan penyalahgunaan prekursor narkotika serta penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan kejahatan narkotika.

Remaja umumnya amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri, mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Remaja juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil dan remaja mudah terpengaruh. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau pusing-pusing memikirkan dampak negatifnya. Remaja dalam kehidupan sosialnya akan selalu dihadapkan kepada berbagai peran yang ditawarkan oleh lingkungan, keluarga maupun kelompok sebayanya. Keadaan seperti ini kelompok remaja mempunyai risiko untuk menyalahgunakan obat-obatan dan dalam kehidupan sehari-hari pengaruh teman dekat untuk menyalahgunakan obat lebih besar dibandingkan dengan


(26)

orang yang tidak dikenal. Khususnya pada remaja-remaja yang mempunyai riwayat kejahatan, bolos sekolah atau mengalami kegagalan di sekolah (Soetjiningsih, 2007).

Kebutuhan remaja untuk bersosialisasi dengan kelompok sebayanya bisa dimanfaatkan untuk proses sosialisasi yang normatif, sehingga remaja tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat, tetapi sering sekali kegiatan bersosialisasi yang dilakukan para remaja dengan kelompok sebayanya malah akan berdampak pada kegiatan yang bersifat negatif, seperti penyalahgunaan narkoba. Hubungan secara sosial dengan teman sebayanya dapat menimbulkan dampak positif atau negatif. Dampak negatif yang diperoleh remaja dalam hal ini pengaruh buruk jika seorang remaja dengan lingkungan teman sebayanya sudah melakukan penyalahgunaan narkoba (Soetjiningsih, 2007).

Menurut Ahmadi (1999) peranan orangtua sangatlah penting dalam membentuk watak dan kepribadian remaja hingga menjelang dewasa. Keluarga merupakan kelompok sosial yang utama dan terutama tempat anak berada dan menjadi manusia sosial. Orang tua yang berhasil menjalankan tugas dan fungsinya dalam keluarga adalah orang tua yang memiliki kemampuan untuk memberikan kesejahteraan pada anaknya. Hal tersebut tidak terlepas dari status hubungan dan komunikasi antar anggota keluarga itu sendiri.

Menurut Data BNN (2012), di Sumatera Utara tahun 2010 jumlah tersangka kasus narkoba berdasarkan jenis tercatat sebanyak 33.274 kasus dan tahun 2011 meningkat menjadi 36.392 kasus. Berdasarkan golongan tahun 2010, sebanyak 33.422 kasus dan tahun 2011 meningkat menjadi 36.589 kasus. Sedangkan jumlah


(27)

tersangka kasus narkoba selama tahun tahun 2007-2011 berdasarkan kelompok usia yang terbanyak adalah kelompok usia remaja 16-29 tahun, yaitu sebanyak 55,8%.

Berdasarkan data bagian narkoba Polda Sumut (2012), jumlah penangkapan kasus narkotika di Kota Medan menduduki peringkat ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Satuan Res Narkoba Polresta Medan, melaporkan jumlah kasus narkoba mengalami peningkatan. Tahun 2011, berjumlah 409 kasus dan 2012, berjumlah 481 kasus. Kota Medan, bukan hanya sebagai transit peredaran narkoba tetapi juga menjadi pasar. Hal ini yang menjadi lebih mengkhawatirkan karena jumlah peredaran narkoba di Kota Medan semakin berkembang. Besarnya peluang peredaran narkoba masuk ke Kota Medan dan Sumut, tergambar dari penanganan kasus narkoba per bulannya di Sumut rata-rata 250-300 kasus. Bahkan bagian narkoba Polda menyebutkan tidak ada satu kelurahan di Kota Medan bersih dari kasus narkoba dan kasus narkoba ini ibarat gunung es yang tampak hanya dipermukaan tetapi di bawah sebenarnya ada yang lebih besar lagi.

Berdasarkan survei pendahuluan pada PIMANSU (Pusat informasi masyarakat anti narkoba Sumatera Utara) tahun 2012, merupakan salah satu lembaga anti narkoba di Sumatera Utara, diperoleh informasi bahwa salah satu kelurahan yang rentan tentang perkara narkoba di kalangan remaja terdapat di Kelurahan Mabar Polsek Medan Deli. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap sebanyak 10 orang para remaja di Kelurahan Mabar. Hasil wawancara ditemukan sebanyak 80% menyatakan bahwa secara rutin belum ada program penyuluhan pada kelurahan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba dan sebanyak 70,0% orang tua menyatakan


(28)

jarang melakukan komunikasi dengan anak remajanya tentang bahaya narkoba, karena orang tua sibuk dengan pekerjaan sehari-hari.

Remaja dengan karakteristiknya yang cenderung ingin tahu dan mencoba-coba dikhawatirkan dapat terpengaruh dari lingkungannya, sehingga mereka cenderung lebih permisif terhadap perilaku penyalahgunaan narkoba. Adanya berbagai perilaku remaja tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku remaja dalam penyalahgunaan narkoba terdiri dari faktor personal dan faktor lingkungan sosial. Faktor lingkungan sosial merupakan faktor di luar individu remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, teman sekolah, kelompok sebaya (peer group), dan lingkungan tempat tinggal. Sedangkan faktor personal merupakan faktor di dalam individu seperti pengetahuan, sikap dan efikasi diri. Pengetahuan yang kurang baik diikuti dengan sikap permisif dan efikasi diri (kemampuan menghadapi suatu situasi) secara individu tentang narkoba maka berisiko dalam penyalahgunaan narkoba. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan.

Suatu kelompok yang tidak permisif terhadap penyimpangan perilaku akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap permisif terhadap kelompok tersebut. Dalam keadan demikian peranan keluarga sangat diperlukan. Orang tua meluangkan waktunya untuk mendampingi anaknya, memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasihat. Meluangkan waktu bersama merupakan syarat mutlak untuk terciptanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Karena adanya waktu bersama ini, dapat tercipta


(29)

keintiman dan keakraban di antara anggota keluarga. Kondisi komunikasi yang demikian, diharapkan remaja dapat terhindar dari risiko penyalahgunaan narkoba.

Menurut Bandura (1977) dalam konsepnya reciprocal determinism terkenal dengan teori pembelajaran sosial (social learning theory) yang terdiri dari tiga faktor utama, yaitu perilaku, kognitif dan lingkungan mengungkapkan bahwa seseorang akan bertingkah laku dalam situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisis perilaku seseorang, ada tiga komponen yang harus ditelaah, yaitu individu itu sendiri (P: Person), lingkungan (E : Environment), serta perilaku individu tersebut (B:

Behavior). Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang berbeda meskipun lingkungan serupa, namun individu akan bertingkah laku setelah ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti. Bandura menyatakan proses meniru perilaku dan sikap seorang model merupakan salah satu proses pembelajaran. Melalui proses tersebut akan terjadi interaksi timbal balik antara kognitif, lingkungan, dan perilaku.

Berbagai penelitian yang dilakukan terhadap para remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba seperti hasil penelitian Husni (2012) tentang perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika pada remaja menyimpulkan bahwa perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika dipengaruhi oleh dukungan orang tua dan teman sebaya. Sedangkan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika adalah dukungan orang tua.

Hasil penelitian Lufthiani (2011) meneliti tentang pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko


(30)

penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan, menyimpulkan ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba, dan pendidikan kelompok sebaya berpengaruh terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba.

Hasil penelitian BNN Kabupaten Pati (2011) khususnya dikalangan para pelajar sekolah menengah di Kabupaten Pati menyimpulkan berdasarkan pengakuan responden (pelajar sekolah menengah) yang berjumlah 300 orang, ditemukan sebanyak 50 orang (16,7%) menyatakan pernah merokok. Responden yang pernah minum minuman keras sebanyak 17 orang (5,7%). Sementara responden yang pernah menggunakan narkoba jenis obat-obatan berbahaya sebanyak 3 orang (1,0%). Responden yang merokok dan berlanjut minum sebanyak 32,0 %. Responden yang minum dan berlanjut pada penggunaan narkoba jenis obat sebanyak 11,8 %. Mereka, para pengguna narkoba belum banyak mengalami gangguan kesehatan. Namun ini bukan berarti mereka aman dari risiko/dampak merokok, minum dan narkoba.

Upaya penanggulangan masalah narkoba sudah dilaksanakan semenjak munculnya masalah tersebut bahkan bahaya penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan sebagai ancaman nasional karena dapat mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berkaitan dengan itu, salah satu upaya yang dipandang strategis adalah melalui kegiatan penyebarluasan informasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba sehingga masyarakat akan mampu membentengi diri untuk tidak menjadi korban ataupun pelaku penyalahgunaan narkoba itu sendiri dengan tidak mengkonsumsi narkoba ataupun mengambil keuntungan dari peredaran gelap narkoba. Upaya dalam pemberantasan narkoba masyarakat dapat berperan sebagai


(31)

mitra kerja aparat penegak hukum dengan memberikan informasi seluas-luasnya tentang penyalahgunaan dan peredaran narkoba (Yusuf, 2008).

Berdasarkan uraian di atas penulis merasa perlu dikaji tentang "Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli "

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli. 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli.

1.4. Hipotesis

Faktor faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam lingkup pendidikan ilmu kesehatan masyarakat tentang pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan


(32)

narkoba, sehingga dapat berguna dalam penerapan upaya promotif dan preventif kepada masyarakat.

2. Penelitian ini merupakan dasar yang dapat digunakan sebagai informasi bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya bagi kelompok remaja, melalui kegiatan penyuluhan dapat merubah perilaku remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba.

3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang gambaran perilaku penyalahgunaan narkoba pada remaja, sehingga masyarakat diharapkan dapat lebih waspada terhadap pergaulan dan perilaku anak remajanya.

4. Sebagai wahana pengembangan kemampuan penelitian di bidang ilmu promosi kesehatan.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja

2.1.1. Pengertian Remaja

Remaja, atau sering disebut adolescene, berasal dari bahasa latin adolescere, yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Santrock (2003) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Walaupun remaja mempunyai ciri unik, yang terjadi pada masa remaja akan saling berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman pada masa anak-anak dan dewasa. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescene sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 2005).

Masa awal remaja adalah waktu di mana konflik orang tua dengan remaja meningkat lebih dari konflik orang tua dengan anak. Peningkatan ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang melibatkan pendewasaan remaja dan pendewasaan orang tua, meliputi perubahan biologis, pubertas, perubahan kognitif termasuk meningkatnya idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berpusat pada kebebasan dan jati diri, dan harapan yang tak tercapai (Santrock, 2003)

Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 2005) yang menyatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada


(34)

dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek efektif, lebih atau kurang dari usia pubertas (Ali dan Asrori, 2010).

Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. rentang usia remaja ini dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu di anggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan usia 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya (Hurlock, 1991). Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah (Ali dan Asrori, 2010).

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun yang merupakan suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah masa periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa. Pada remaja tersebut terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik (organobiologik) secara cepat dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem reproduksi, merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus, karena bila timbul dorongan-dorongan seksual yang tidak sehat akan menimbulkan perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab (Widyastuti dkk, 2009).


(35)

Ditinjau dari sudut batas usia tampak bahwa golongan remaja sebenarnya tergolong kalangan yang transisional. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering kali dikenal dengan fase mencari jati diri atau fase topan dan badai. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk, 1989). Namun, yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik di lihat dari aspek koginitif, emosi maupun fisik (Ali dan Asrori, 2010).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kriteria remaja dilihat berdasarkan aspek biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah kehamilan yang terlalu awal. Berdasarkan permasalahan tersebut, WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batas usia remaja. Kehamilan pada usia tersebut mempunyai risiko yang lebih tinggi daripada usia di atasnya. WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2005).

2.1.2. Ciri-Ciri Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Berdasarkan sifat atau


(36)

ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap (Widyastuti dkk, 2009).

1) Masa Remaja Awal (10-12 tahun)

a) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya. b) Tampak dan merasa ingin bebas.

c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).

2) Masa Remaja Tengah (13-15 tahun)

a) Tampak dan ingin mencari identitas diri.

b) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. c) Timbul perasaan cinta yang mendalam.

3) Masa Remaja Akhir (16-19 tahun)

a) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri. b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

c) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya. d) Dapat mewujudkan perasaan cinta.

e) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak (Widyastuti dkk, 2009). 2.1.3. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Terdapat perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (2005) adalah sebagai berikut:


(37)

1) Mampu menerima keadaan fisiknya.

2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis. 4) Mencapai kemandirian emosional.

5) Mencapai kemandirian ekonomi.

6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua. 8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki

dunia dewasa.

9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

10)Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya (Ali dan Asrori, 2010).

2.1.4. Remaja Sebagai Kelompok Risiko Menyalahgunakan Narkoba

Risiko dalam bahasa Inggris risk, istilah risiko (risk) dapat juga berarti bencana atau bahaya yang dapat menimbulkan kerugian bila terjadi (kamus bahasa Indonesia). Remaja merupakan kelompok risiko yaitu suatu kondisi yang


(38)

dihubungkan dengan peningkatan kemungkinan adanya kejadian penyakit. (McMurray, 2003). Hal ini bukan berarti jika faktor risiko tersebut ada pasti akan menyebabkan penyakit, tetapi dapat berakibat potensial terjadi sakit atau kondisi yang membahayakan kesehatan secara optimal dari populasi. Selanjutnya McMurray (2003) menjelaskan bahwa remaja merupakan populasi risiko karena beberapa hal 1. Tahap perkembangan remaja cukup rawan, sehingga perlu antisipasi dengan cara

mencegah timbulnya berbagai masalah baik individu, keluarga, maupun kelompok.

2. Transisi dari anak-anak menjadi dewasa, dimana remaja mempunyai karakteristik: suka ingin tahu, suka tantangan, ingin coba-coba sesuatu hal yang baru, dan ingin mencari identitas diri. Inilah yang sering membuat remaja gagal menemukan identitas yang sebenarnya.

3. Usia menjadi salah satu faktor risiko, dimana remaja berada pada masa mencari identitas diri. Remaja mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga akan mencoba sesuatu yang menurutnya menarik dan tidak peduli dengan akibatnya, maka jika tidak tersedia informasi yang benar akan mengakibatkan perilaku yang merugikan remaja termasuk menyalahgunakan narkoba.

4. Besarnya pengaruh lingkungan fisik, menyebabkan remaja terbawa arus menyalahgunakan narkoba.

5. Sistem layanan kesehatan yang belum memadai khususnya remaja dengan narkoba.


(39)

Menurut Satanhope dan Lancaster, (1996), at risk terdiri dari beberapa kategori, diantaranya sebagai berikut; 1) Biologic risk, yaitu faktor genetik atau fisik yang berkontribusi terjadinya risiko menyalahgunakan pada remaja. 2) Social risk,

yaitu faktor kehidupan yang tidak teratur, tingkat kriminal yang tinggi, lingkungan yang terkontaminasi oleh pengguna narkoba. 3) Economic risk, dalam hal ini bisa jadi remaja yang mempunyai ekonomi berlebihan, sehingga rasa ingin coba-coba terhadap narkoba dapat dipenuhi dengan adanya dana. 4) Life-style risk, yaitu perubahan paradigma remaja terhadap kondisi lingkungan modern, dan 5) Life-event risk, yaitu kejadian dalam kehidupan yang dapat berisiko terjadinya masalah kesehatan, seperti; pindah tempat tinggal, adanya anggota keluaga baru.

2.2. DAST (Drug Abuse Screening Test)

DAST (Drug Abuse Screening Test) dipublikasikan oleh Harvey A. Skinner pada tahun 1982. DAST merupakan salah satu metode skrining yang digunakan untuk menemukan seseorang dalam menyalahgunakan narkoba. Skrining bertujuan untuk mendeteksi masalah kesehatan atau faktor risiko pada tahap awal sebelum terjadinya penyakit yang serius atau masalah-masalah lain. Metode DAST dari NIH (National Institutes of Health), U.S. Department of Health and Human Services telah banyak digunakan dalam penelitian untuk mengetahui tingkat penyalahgunaan narkoba, sehingga dapat membantu dokter untuk mengenali pasien yang berisiko tinggi atau yang telah mengalami ketergantungan terhadap satu atau lebih zat-zat tersebut (NIDA, 2005).


(40)

DAST telah digunakan selama lebih dari dua dekade. Dalam waktu tersebut, hanya satu review dari psikometri telah diterbitkan (Skinner, 2001). review yang hanya berisikan sebuah deskripsi singkat dari alat dan dibahasnya sifat psikometrik yang diterbitkan oleh penulis dalam awal 1980-an (Skinner, 1982). Dalam dua dekade terakhir, kesepakatan penelitian telah dilakukan untuk menilai sifat psikometrik DAST tersebut dan menyediakan kajian mendalam literatur yang membahas isu-isu tentang reliabilitas dan validitas dari DAST untuk (a) membantu dokter untuk lebih memahami kekuatan dan kelemahan DAST, dan (b) untuk menunjukkan area yang diperlukan untuk penelitian lebih lanjut.

Hasil penelitian Skinner et al. (1989) mengungkapkan kevalidan diagnostik DAST dalam penilaian gangguan obat mencapai akurasi keseluruhan 85%. DAST ini juga berkorelasi dengan variabel-variabel demografis, riwayat psikiatri, dan penggunaan narkoba. Penelitian ini menyimpulkan bahwa estimasi yang cukup akurat kriteria penyalahgunaan obat. Hasil penelitian Yudko et al. (2006), sebuah tinjauan komprehensif sifat psikometrik dari DAST menyimpulkan bahwa keandalan dan validitas DAST versi remaja tersebut cenderung memiliki moderat tingkat tinggi untuk tes-tes ulang, inter item, dan item-total reliabilitas. DAST juga cenderung memiliki moderat untuk tingkat tinggi validitas, sensitivitas, dan spesifisitas. Secara umum, semua versi DAST menghasilkan langkah reliabilitas dan validitas yang memuaskan untuk digunakan sebagai alat klinis atau penelitian. Selanjutnya, tes ini mudah dijalankan dan telah digunakan dalam berbagai populasi.


(41)

Hasil penelitian French et al. (2001) di Universitas Miami menyimpulkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dan total biaya merupakan faktor penting bagi pengguna narkoba yang bermasalah yang ditentukan melalui jumlah frekuensi (yaitu, CDU, IDU) dan kriteria diagnostik (menggunakan kuesioner DAST-10). Temuan menunjukkan bahwa kriteria kuantitas/frekuensi penggunaan narkoba bermasalah adalah perkiraan yang wajar untuk pengukuran berbasis diagnostik. 2.3. Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada dasarnya semua makhluk hidup berperilaku. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung atau yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skinner, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu (Notoatmodjo, 2003):

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


(42)

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dapat dengan mudah dilihat oleh orang lain.

Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni (Notoatmodjo, 2003).

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

1) Proses adopsi perilaku

Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasarkan pada pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses sebagai berikut :

a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu


(43)

c) Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya

d) Trial (mencoba), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikendaki oleh stimulus

e) Adoption, yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian berdasarkan penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melalui proses-proses di atas.

2) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

Pengetahuan yang tercakup di domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2003)

a) Tahu (know)

Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang diterima.

b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.


(44)

c) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu terstruktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru berdasarkan formulasi-formulasi yang sudah ada.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penelitian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden.


(45)

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap manusia didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli, yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kerangka pemikiran, yaitu (Azwar, 1995) :

1) Menurut Louis Thurstone (1932), Rensis Likert (1932), dan Charles Osgood, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Menurut Berkowitz (1972), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut.

2) Chave (1928), Bogardus (1931), La Pierre (1934), Mead (1934), dan Gordon Alport (1935) menyatakan bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons.

3) Menurut kelompok yang berorientasi kepada skema triadik, sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.

Menurut Alport, sikap mempunyai tiga komponen, yaitu kepercayaan (keyakinan), ide dari konsep terhadap sesuatu objek, (2) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, (3) kecenderungan untuk bertindak (trend to behavior). Ketiga komponen tersebut di atas membentuk sikap yang utuh (total


(46)

attitude). Dalam pembentukan sikap utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar antara lain (Azwar, 1995):

1) Pengalaman pribadi. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.

2) Kebudayaan. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhnya.

3) Orang lain yang dianggap penting. Umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting atau orang yang berpengaruh.

4) Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang lain. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

5) Institusi atau lembaga. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai sistem mempunyai pengaruh pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral individu.


(47)

6) Emosi dalam diri individu. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyalur frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2003) : 1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai (valuing)

Indikasi sikap dalam tingkatan ini adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan indikator sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Sikap dapat ditanyakan dengan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).


(48)

c. Praktek atau Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan nyata. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Praktek juga memiliki beberapa tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2003) :

1) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah tingkatan praktek yang pertama.

2) Respon terpimpin (guided responses)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktek tingkat kedua.

3) Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang sudah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek yang ketiga.

4) Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.


(49)

2.4. Narkoba

Narkoba adalah suatu istilah yang berasal dari terjemahan asing, seperti drug abuse dan drug dependence, di kalangan awam dikenal dengan istilah narkoba, yang merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Ada istilah lain, yaitu Napza, yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Berbagai istilah yang sering digunakan, tidak jarang menimbulkan salah pengertian, tidak saja di kalangan medis, tapi juga masyarakat awam (Hawari, 2003). Dalam penelitian ini digunakan istilah narkoba.

Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose

atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu narke atau narkam yang berarti terbius, sehingga tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.

2.4.1. Pengertian Narkoba

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang. Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stupor atau bengong yang lama dalam keadaan yang masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan.


(50)

Narkoba itu sendiri sulit untuk diartikan, karena tergantung pada perspektif masing-masing individu. Berikut ini akan dikemukakan pengertian istilah narkoba menurut Dinas Kesehatan. narkoba adalah istilah yang digunakan masyarakat dan aparat penegak hukum, untuk bahan/obat yang masuk kategori berbahaya atau dilarang untuk digunakan, diproduksi, dipasok, diperjualbelikan, diedarkan, dan sebagainya, di luar ketentuan hukum (Martono, 2000).

Menurut UU No. 22 thn 1997, narkotika adalah zat/obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut Hawari (2003), semua zat yang tergolong sebagai narkoba akan menimbulkan adiksi (ketagihan), yang pada waktunya akan berakibat pada ketergantungan.

2.4.2. Penggolongan Narkoba

Penggolongan narkoba dan zat adiktif lainnya diatur dalam Undang-Undang Nomor No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

A. Narkotika

Pasal 1 angka 1 UU 22./Th. 1997 mengemukakan bahwa defenisi narkotika adalah zat-zat (obat) baik dari alam atau sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. narkoba dibagi menjadi dua golongan, yaitu; (a) narkotika alam dan (b) sintetis.


(51)

(1).Narkotika Alam

Narkotika alam adalah narkotika yang berasal dari hasil olahan tanaman. Obat-obatan yang termasuk golongan narkotika alam adalah candu, morfin, ganja, kokain.

a. Candu atau Opium

Candu atau opium merupakan sumber utama dari narkotika alam. Dari candu ini dapat dihasilkan morfin, heroin. Candu berasal dari getah tanaman Papaver Somniferum (Gambar 2.1) yang dibiarkan mengering, sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak (Gambar 2.2). Bentuk ini dinamakan candu mentah atau candu kasar. Cara menggunakan candu adalah dengan menghisapnya sama seperti cara orang merokok (Sasangka, 2003).

Gambar 2.1 Candu (Opium Papaver Somniverum) Sebagai Bahan Dasar Opium


(52)

b. Morfin

Morfin (C17 H19 NO3) adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang

terdapat pada candu mentah (Gambar 2.3). Khasiat morfin adalah untuk analgetik, menurunkan rasa kesadaran (sedasi, hipnotis), menghambat pernafasan, menghilangkan refleks batuk dan menimbulkan rasa nyaman (euphoria) yang kesemuanya berdasarkan penekanan susunan saraf pusat (SSP). Cara menggunakan morfin adalah dicampur dengan tembakau kemudian dihisap, diminum, disuntikkan pada lengan bagian bawah sebelah dalam, digosokkan pada goresan silet bagian bawah lengan bagian dalam (Sasangka, 2003).

Gambar 2.3 Morfin dalam Bentuk Pulvis c. Ganja (Kanabis)

Ganja atau kanabis adalah nama singkat untuk tanaman Cannabis Sativa

(Gambar 2.4). Ganja mengandung sejenis bahan kimia yang disebut

delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang dapat mempengaruhi suasana hati manusia dan cara orang tersebut melihat serta mendengar hal-hal disekitarnya. Ganja dianggap narkoba yang aman dibandingkan dengan putaw atau shabu. Kenyataannya sebagian besar pecandu narkoba memulai dengan mencoba ganja. Jika menggunakan ganja,


(53)

maka pikiran akan menjadi lambat, terlihat bodoh dan membosankan. Ganja dapat mempengaruhi konsentrasi dan ingatan, meningkatkan denyut nadi, keseimbangan dan koordinasi tubuh yang buruk, ketakutan dan rasa panik, depresi, kebingungan dan halusinasi. Cara menggunakan ganja yaitu dengan membuat lintingan rokok, dicampur dengan tembakau dan menghisapnya (Sasangka, 2003).

Gambar 2.4 Tanaman Ganja d. Kokain

Kokain merupakan alkaloida tanaman belukar Erythroxylon Coca dari Amerika Selatan (Gambar 2.5). Kokain digunakan dengan tujuan untuk lebih fit, segar, kuat, bersemangat, hilang rasa kantuk dan tidak terasa lapar. Bila terlanjur kronis akan menimbulkan tidak bergairah bekerja, tidak dapat tidur, halusinasi, tidak nafsu makan, berbuat dan berpikir tanpa tujuan, tidak punya ambisi, kemauan dan perhatian. Pada tingkat overdosis dapat menyebabkan kematian karena serangan dan gangguan pada pernafasan dan terhadap jantung. Disamping itu dapat juga menimbulkan keracunan pada SSP sehingga korban dapat mengalami kejang-kejang, tingkah laku yang kasar, pikiran yang kacau dan mata gelap. Cara menggunakan


(54)

kokain adalah menyuntikkannya secara intravena atau subkutan, dihirup dengan hidung (sniff), dikunyah, dilarutkan kemudian diminum, dihisap seperti orang merokok (Sasangka, 2003).

Gambar 2.5 Kokain (2). Narkotika Sintetis

Narkotika sintetis adalah narkotika sebagai hasil produksi laboratorium yang sepenuhnya dari bahan kimia. Narkotika sintetis yang paling banyak tersebar luas adalah meperidin dan methodone (Gambar 2.6)


(55)

B. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah ataupun sintetis, bukan narkotika, yang bersifat atau berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi dalam tiga golongan yaitu : depresan, stimulan dan halusinogen (Sasangka, 2003).

(1). Depresan

Depresan adalah obat yang bekerja mempengaruhi otak dan SSP, dapat menyebabkan timbulnya depresi pada si pemakai, yaitu bekerja mengendorkan atau mengurangi aktivitas SSP. Obat ini terkenal dengan sebutan sebagai obat penenang atau obat tidur. Yang termasuk golongan depresan adalah barbiturat dan turunannya,

benzodiazepin, metakualon, alhohol dan zat-zat pelarut (solvent) (Gambar 2.7). Secara medis obat-obatan tersebut dapat berguna untuk membantu mengurangi rasa cemas dan gelisah, meredakan ketegangan jiwa, pengobatan darah tinggi dan epilepsi, serta merangsang untuk segera tidur (Sasangka, 2003).


(56)

(2). Stimulan

Yang digolongkan stimulan adalah obat-obat yang mengandung zat-zat yang merangsang terhadap otak dan saraf. Obat-obat tersebut digunakan untuk meningkatkan daya konsentrasi dan aktivitas mental serta fisik. Obat-obat yang dimasukkan dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ekstasi dan shabu (Gambar 2.8). Stimulan dalam kerjanya meningkatkan kegiatan SSP, sehingga merangsang dan meningkatkan kemampuan fisik orang yang menggunakan, mengkonsentrasikan diri untuk membuat prestasi yang lebih baik, sanggup bekerja lebih kuat dan lebih lama tanpa istirahat.

Akan tetapi, karena dipaksa, walaupun kemampuan fisik masih ada, daya mentalnya tidak dapat mengikutinya, sehingga akan mengakibatkan efek yang tidak baik. Stimulan sering digunakan secara sembunyi-sembunyi di kalangan olahragawan, disebut dengan dopping. Jenis stimulan yang sering digunakan di masyarakat adalah shabu (Gambar 2.8). Cara menggunakan shabu adalah dengan diuapkan atau dihisap. Pemakaian yang unik, yaitu dengan membakarnya di atas kertas timah dan dihisap melalui alat yang disebut dengan bong (Sasangka, 2003).


(57)

Gambar 2.9 Shabu (3). Halusinogen

Halusinogen adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan daya khayal (halusinasi) yang kuat, yang menyebabkan salah persepsi tentang lingkungan dan dirinya, baik yang berkaitan dengan pendengaran, penglihatan maupun perasaan (Gambar 2.9). Dengan kata lain obat-obatan jenis halusinogen memutarbalikkan daya tangkap kenyataan objektif. Diperkirakan ada sekitar 100 jenis zat halusinogen yang biasanya digunakan oleh manusia dan tiga jenis halusinogen yang paling sering disalahgunakan, yaitu LSD (d. Lysergic Acid Diethylamide), Psilosibin dan Meskalin. Efek-efek yang ditimbulkan setelah penggunaan halusinogen adalah rasa khawatir yang akut, gelisah dan tidak bisa tidur, biji mata yang membesar, suhu badan meningkat, tekanan darah meningkat, gangguan jiwa berat (Sasangka, 2003).


(58)

c. Zat Adiktif

Zat adiktif ialah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. Adapun yang termasuk zat adiktif adalah : minuman keras, nikotin, volatile solvent atau inhalensia (Sasangka, 2003)

2.4.3. Faktor-Faktor yang Berperan pada Perilaku Penyalahgunaan Narkoba Dalam kasus penyalahgunaan narkoba, ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu :

A. Faktor Lingkungan

(1). Hubungan ayah dan ibu yang retak

Kekurangharmonisan hubungan ayah dan ibu akan mengakibatkan anak merasa terombang-ambing. Anak merasa terabaikan, serba salah, bahkan kadangkala merasa menjadi penyebab dari keretakan hubungan kedua orangtuanya.

(2). Komunikasi yang kurang efektif antara orangtua dan anak

Kemampuan orangtua untuk mengadakan komunikasi yang efektif juga akan berpengaruh pada penyalahgunaan narkoba. Orangtua yang tidak mampu menjalin komunikasi efektif akan membuat si anak merasa tidak dimengerti dan cenderung akan mencari pengertian di luar lingkungan keluarganya.

(3). Adanya anggota keluarga yang tergolong pemakai narkoba.

Hal ini menjadi contoh bagi si anak sehingga anak memiliki risiko lebih besar ikut mencoba dan menyalahgunakan narkoba.


(59)

(4). Keluarga yang kurang religius, tidak dekat dengan Tuhannya.

Keluarga yang demikian kurang menekankan moral dan etika sosial yang berlaku. Pola asuh cenderung permisif sehingga anak sering kali tidak tahu batasan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak.

(5). Teman sebaya

Teman sebaya banyak memberikan pengaruh dalam kehidupan anak dan remaja. Anak remaja biasanya memilih melakukan apa yang dikehendaki kelompoknya sekalipun hal itu melanggar norma yang berlaku di keluarga atau masyarakat.

(6). Sekolah

Peredaran narkoba sudah merambah ke institusi pendidikan. Saat ini peredarannya bahkan sampai ke sekolah dasar.

(7). Kemudahan untuk mendapatkan narkoba di lingkungannya

Apabila narkoba mudah didapat dan murah harganya maka risiko yang dihadapi seseorang untuk terjerat narkoba semakin besar.

B. Faktor dari Dalam Diri Individu 1. Adanya gangguan kepribadian

Dalam kasus penyalahgunaan narkoba, biasanya yang lebih banyak berperan adalah faktor kepribadian individu tersebut.


(60)

Anak dan remaja di bawah usia 20 tahun biasanya mencoba menggunakan narkoba dengan motivasi untuk mengatasi perasaan gelisah, memenuhi rasa ingin tahu, memperoleh pengalaman baru, iseng dan untuk hiburan.

3. Karakteristik fase perkembangan

Secara psikologis, dan biologis anak dan remaja amat rentan terhadap pengaruh dari lingkungannya. Karena proses pencarian jati diri mereka masih terombang-ambing dan masih sulit mencari tokoh panutan.

4. Cara berpikir atau keyakinan yang keliru.

Sejumlah orang sadar mengkonsumsi narkoba karena ingin menghilangkan trauma masa lalu. Ada yang percaya bahwa penggunaan narkoba berefek menambah kekuatan fisik dan mental (Notoatmodjo, 2005).

2.4.4. Akibat Kecanduan Narkoba

Menurut DSM – IV TR (2000), Sudirman (dalam Alatas, 2001), dan Neale, dkk. (2004), ada 3 bagian yang akan mengalami gangguan akibat dari penggunaan narkoba, yaitu kondisi fisik, gangguan kehidupan mental emosional, dan gangguan terhadap kehidupan sosial.

a. Gangguan terhadap Kondisi Fisik

Gangguan terhadap kondisi fisik akan mengakibatkan organ-organ tubuh menjadi rusak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti:

1) Akibat zat itu sendiri

Gangguan yang muncul adalah termasuk gangguan mental organic akibat zat, misalnya intoksikasi, yaitu perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih yang


(1)

Teman sekolah * Risiko Penyalahgunaan narkoba

Crosstab

53 21 74

30,6 43,4 74,0

71,6% 28,4% 100,0%

38,4% 15,2% 53,6%

4 60 64

26,4 37,6 64,0

6,3% 93,8% 100,0%

2,9% 43,5% 46,4%

57 81 138

57,0 81,0 138,0

41,3% 58,7% 100,0%

41,3% 58,7% 100,0%

Count

Ex pec ted Count

% within Teman sekolah % of Total

Count

Ex pec ted Count

% within Teman sekolah % of Total

Count

Ex pec ted Count

% within Teman sekolah % of Total

Tidak baik

Baik Teman sek olah

Total

Berisik o Tidak Beris iko Risiko Penyalahgunaan

narkoba

Total

Chi-Square Tests

60,494b 1 ,000

57,827 1 ,000

68,907 1 ,000

,000 ,000

60,055 1 ,000

138 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26,43.


(2)

Anggota Keluarga * Risiko Penyalahgunaan narkoba

Crosstab

37 22 59

24,4 34,6 59,0

62,7% 37,3% 100,0%

26,8% 15,9% 42,8%

20 59 79

32,6 46,4 79,0

25,3% 74,7% 100,0%

14,5% 42,8% 57,2%

57 81 138

57,0 81,0 138,0

41,3% 58,7% 100,0%

41,3% 58,7% 100,0%

Count

Expected Count % within Anggota Keluarga % of Total Count

Expected Count % within Anggota Keluarga % of Total Count

Expected Count % within Anggota Keluarga % of Total Tidak baik

Baik Anggota Keluarga

Total

Berisiko Tidak Beris iko Risiko Penyalahgunaan

narkoba

Total

Chi-Square Tests

19,482b 1 ,000

17,970 1 ,000

19,784 1 ,000

,000 ,000

19,341 1 ,000

138 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24,37.


(3)

Pengawasan orang tua * Risiko Penyalahgunaan narkoba

Crosstab

39 31 70

28,9 41,1 70,0

55,7% 44,3% 100,0%

28,3% 22,5% 50,7%

18 50 68

28,1 39,9 68,0

26,5% 73,5% 100,0%

13,0% 36,2% 49,3%

57 81 138

57,0 81,0 138,0

41,3% 58,7% 100,0%

41,3% 58,7% 100,0%

Count

Expected Count % within Pengawas an orang tua

% of Total Count

Expected Count % within Pengawas an orang tua

% of Total Count

Expected Count % within Pengawas an orang tua

% of Total Tidak baik

Baik Pengawasan

orang tua

Total

Berisiko Tidak Beris iko Risiko Penyalahgunaan

narkoba

Total

Chi-Square Tests

12,167b 1 ,000

10,991 1 ,001

12,392 1 ,000

,001 ,000

12,079 1 ,001

138 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28,09.


(4)

Logistic Regression

Case Processing Summary

138 100,0

0 ,0

138 100,0

0 ,0

138 100,0

Unweighted Casesa

Included in Analysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

De pendent V aria ble Encodi ng

0 1 Original Value

Berisik o Tidak Berisiko

Int ernal Value

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c

187,114 ,348

187,113 ,351

Iteration 1 2 Step 0

-2 Log

likelihood Constant Coefficien

ts

Constant is included in the model. a.

Initial -2 Log Likelihood: 187,113 b.

Es timation terminated at iteration number 2 because log-likelihood decreased by less than ,010 percent. c.

Classification Tablea,b

0 57 ,0

0 81 100,0

58,7 Observed

Berisiko Tidak Beris iko Ris iko Penyalahgunaan

narkoba

Overall Percentage Step 0

Berisiko Tidak Beris iko Ris iko Penyalahgunaan

narkoba Percentage

Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.


(5)

Va riables in the Equa tion

,351 ,173 4,131 1 ,042 1,421

Constant St ep 0

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B )

Variables not in the Equation

42,909 1 ,000

56,211 1 ,000

26,446 1 ,000

54,146 1 ,000

60,494 1 ,000

19,482 1 ,000

12,167 1 ,000

102,910 7 ,000

PNK SNK EDK TSK TSKK AKK POT Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.

Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

72,019 -2,379 ,745 ,679 ,649 1,008 1,002 ,800 ,735

50,403 -3,888 1,292 1,137 1,066 1,606 1,495 1,352 1,348

43,647 -5,245 1,918 1,520 1,455 2,109 1,834 1,860 1,954

42,105 -6,254 2,478 1,728 1,792 2,458 2,017 2,252 2,438

41,947 -6,710 2,753 1,775 1,979 2,608 2,071 2,437 2,673

41,944 -6,785 2,798 1,777 2,015 2,633 2,075 2,469 2,713

Iteration 1 2 3 4 5 6 Step 1

-2 Log

likelihood Constant PNK SNK EDK TSK TSKK AKK POT

Coefficients

Method: Enter a.

Constant is included in the model. b.

Initial -2 Log Likelihood: 187,113 c.

Estimation terminated at iteration number 6 because log-likelihood decreased by less than ,010 percent. d.

Omnibus Tests of Model Coefficients

145,170 7 ,000

145,170 7 ,000

145,170 7 ,000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

41,944 ,651 ,877

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square


(6)

Hosme r and Leme show Test

8,169 8 ,417

St ep 1

Chi-square df Sig.

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

14 13,984 0 ,016 14

12 11,849 0 ,151 12

13 14,461 2 ,539 15

14 11,621 0 2,379 14

3 4,249 12 10,751 15

1 ,601 12 12,399 13

0 ,110 12 11,890 12

0 ,081 13 12,919 13

0 ,038 16 15,962 16

0 ,007 14 13,993 14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Step 1

Observed Expected

Ri siko Penyal ahgunaan narkoba = Beris iko

Observed Expected

Ri siko Penyal ahgunaan

narkoba = Tidak Berisiko

Total

Classification Tablea

54 3 94,7

2 79 97,5

96,4 Observed

Berisiko Tidak Beris iko Ris iko Penyalahgunaan

narkoba

Overall Percentage Step 1

Berisiko Tidak Beris iko Ris iko Penyalahgunaan

narkoba Percentage

Correct Predicted

The cut value is ,500 a.

Va riables in the Equa tion

2,798 1,210 5,346 1 ,021 16,417 1,532 175,976

1,777 ,874 4,134 1 ,042 5,911 1,066 32,773

2,015 1,017 3,921 1 ,048 7,499 1,021 55,087

2,633 ,967 7,416 1 ,006 13,910 2,091 92,510

2,075 ,890 5,441 1 ,020 7,968 1,393 45,573

2,469 1,029 5,755 1 ,016 11,810 1,571 88,772

2,713 1,095 6,139 1 ,013 15,080 1,763 129,004

-6, 785 1,643 17,045 1 ,000 ,001

PNK SNK EDK TSK TSKK AKK POT Constant St ep

1a

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B) Lower Upper

95,0% C.I. for EXP(B)

Variable(s) ent ered on step 1: PNK, SNK, EDK, TSK, TSKK, AKK, POT. a.


Dokumen yang terkait

Penyalahgunaan Narkoba pada Kalangan Remaja di Desa Batukarang, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo

17 170 129

Perilaku Remaja Tentang Penyalahgunaan Narkoba Di Sekolah MAN Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.

3 61 89

Faktor – faktor Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja di Lingkungan XIV Kelurahan Glugur Kota Kecamatan Medan Barat

5 66 113

Pengaruh Disharmonisasi Keluarga Terhadap Penyalahgunaan Narkoba (Studi Kasus di SMK Tunas Pelita Kota Binjai)

4 54 97

Dukungan Keluarga Dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang.

18 140 138

Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Terhadap Perilaku Seksual pada Remaja cover 1

0 3 12

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI

1 1 40

Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli

0 2 5

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli

0 0 12

PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

0 0 18