LAPORAN KASUS AURIMA HANUN CEPHALGIA KRONIK DENGAN LIMFOMA NON HODGKIN

  

LAPORAN KASUS

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT MENGIKUTI UJIAN

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN SARAF

“CEPHALGIA KRONIK DENGAN LIMFOMA NON-HODGKIN

  

Diajukan Kepada:

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc

Disusun Oleh:

Aurima Hanun Kusuuma H2A014011P

  

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SEMARANG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

  LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS “CEPHALGIA KRONIK DENGAN LIMFOMA NON-HODGKIN”

  Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Bagian Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

  Disusun Oleh: Aurima Hanun Kusuma

  H2A014011P Telah Disetujui Oleh Pembimbing

  Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc Tanggal : Desember 2018

  A. IDENTITAS PASIEN

  Nama : Tn. M Tanggal Lahir : 21 Juni 1951 Umur : 67 tahun 5 bulan 7 hari Jenis kelamin : Laki-laki Status perkawinan : Menikah Pendidikan : SD Pekerjaan : Tidak Bekerja Agama : Islam Alamat : Jl. Krajan II 02/03 Tegaron Banyubiru Kab. Semarang No CM : 0947xx-20xx Tanggal masuk RS : 28 November 2018

  B. DATA DASAR

  Diperoleh dari pasien serta keluarga pasien (Autoanamnesis dan alloanamnesis), dan catatan rekam medik, dilakukan pada tanggal 1 Desember 2018, pukul 15.15 di bangsal Dahlia.

  C. KELUHAN UTAMA

  Pasien mengeluhkan nyeri kepala

  D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

  Sejak 6 bulan yang lalu pasien mengeluhkan nyeri kepala dari bagian dahi hingga ke kepala bagian tengah, terutama di daerah kepala bagian belakang. Nyeri kepala tumpul dan lamanya serangan tidak menentu dengan skala VAS 3 dari 10. Keluhan dirasakan hilang timbul, dipengaruhi aktifitas berat dan nyeri kepala hilang dengan beristirahat. Keluhan tidak disertai gejala lain seperti mual, muntah, pusing berputar, dan posisi.

  Sejak 3 hari SMRS saat di rumah pasien merasakan nyeri kepala tumpul dari bagian dahi hingga ke kepala bagian tengah, tertutama di daerah kepala tiba membaik saat duduk ataupun tidur terlentang dengan skala VAS 5 dari 10. Nyeri kepala awalnya muncul hilang timbul terutama saat posisi pasien beraktifitas berat, dengan durasi setiap kali nyeri sekitar 1 jam. Nyeri kepala pasien akan mereda dengan tidur tengkurap. Pasien masih dapat menahan rasa nyeri kepala tersebut dan melakukan aktivitas di rumah seperti biasanya.

  Keluhan lain seperti demam, mual disangkal, muntah disangkal, silau saat melihat cahaya disangkal.

  Sekitar 3 jam SMRS pasien merasa nyeri kepala menjadi semakin memberat muncul terus menerus dengan skala VAS 8 dari 10. Keluhan juga disertai pusing dan mual. Keluhan nyeri dirasakan hingga menyebabkan pasien tidak dapat beraktifitas dan hanya bisa tidur terlentang. Keluhan lain seperti muntah disangkal, demam disangkal, pandangan ganda disangkal, pandangan kabur disangkal, cedera kepala disangkal, kelemahan anggota gerak disangkal, pelo disangkal, kesulitan untuk menelan atau minum disangkal, kesemutan pada anggota gerak disangkal, telinga berdenging disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal, nyeri pada telinga disangkal, pandangan silau disangkal, keluhan penurunan berat badan yang drastis akhir-akhir ini di sangkal, gangguan berkemih disangkal. Dikarenakan keluhan nyeri kepala tersebut semakin memberat dan disertai mual sehingga pasien diputuskan untuk di bawa ke IGD RSUD Ambarawa.

E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

  1. Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal

  2. Riwayat vertigo diakui, sejak tiga tahun yang lalu dan sudah dilakukan pengobatan secara rutin tiap minggu di RSUD Ambarawa.

  3. Riwayat keganasan diakui, limfoma non hodgkin sejak 1 tahun yang lalu.

  Pada tahun 2016 pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan pusing dan pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan dibagian leher kanan. Oleh dokter diberikan rujukan dengan diagnosa limfoma non hodgkin, lalu pasien dilakukan tatalaksana lebih lanjut dengan pemeriksaan

  4. Riwayat stroke : disangkal

  16. Riwayat alergi obat : disangkal

  H. ANAMNESIS SISTEM

  Kesan ekonomi cukup. Pasien menyangkal pernah minum minuman keras. Pasien menyangkal memakai obat-obatan terlarang, obat-obat yang dibeli di luar resep dokter dan jamu jamuan rutin.

  G. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI Pasien sudah tidak bekerja, pembayaran menggunakan BPJS non PBI.

  4. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

  3. Riwayat DM : disangkal

  2. Riwayat stroke : disangkal

  1. Riwayat keluhan serupa : disangkal

  F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

  15. Riwayat gangguan psikologi : disangkal

  5. Riwayat jatuh : disangkal

  14. Riwayat kolesterol tinggi : disangkal

  13. Riwayat penyakit gula : disangkal

  12. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

  11. Riwayat penyakit maag : disangkal

  10. Riwayat penyakit jantung : disangkal

  9. Riwayat gigi berlubang : disangkal

  8. Riwayat masalah di telinga dan hidung : disangkal

  7. Riwayat masalah di mata : disangkal

  6. Riwayat trauma kepala : disangkal

  1. Sistem cerebrospinal : nyeri kepala dari bagian dahi hingga ke kepala bagian tengah, tertutama di daerah kepala bagian belakang

  2. Sistem kardiovascular : tidak ada keluhan

  3. Sistem respiratorius : tidak ada keluhan

  4. Sistem gastrointestinal : mual (+)

  5. Sistem neuromuskuler : tidak ada keluhan

  6. Sistem urogenital : tidak ada keluhan

  7. Sistem integumen : tidak ada keluhan

I. RESUME PASIEN

  Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, alloanamnesis dan dari catatan rekam medis. Pasien seorang laki-laki 67 tahun datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan sejak 6 bulan yang lalu pasien mengeluhkan nyeri kepala dari bagian dahi hingga ke kepala bagian tengah, terutama di daerah kepala bagian belakang. Nyeri kepala tumpul dan lamanya serangan tidak menentu dengan skala VAS 3 dari 10. Keluhan dirasakan hilang timbul, dipengaruhi aktifitas berat dan nyeri kepala hilang dengan beristirahat. Keluhan tidak disertai gejala lain seperti mual, muntah, pusing berputar, dan posisi.

  Sejak 3 hari SMRS saat di rumah pasien merasakan nyeri kepala tumpul dari bagian dahi hingga ke kepala bagian tengah, tertutama di daerah kepala bagian belakang dan tengkuk. Nyeri dirasakan hilang timbul dan secara tiba- tiba membaik saat duduk ataupun tidur terlentang dengan skala VAS 5 dari 10. Nyeri kepala awalnya muncul hilang timbul terutama saat posisi pasien beraktifitas berat, dengan durasi setiap kali nyeri sekitar 1 jam. Nyeri kepala pasien akan mereda dengan tidur tengkurap. Pasien masih dapat menahan rasa nyeri kepala tersebut dan melakukan aktivitas di rumah seperti biasanya. Keluhan lain seperti demam, mual disangkal, muntah disangkal, silau saat melihat cahaya disangkal.

  Sekitar 3 jam SMRS pasien merasa nyeri kepala menjadi semakin memberat muncul terus menerus dengan skala VAS 8 dari 10. Keluhan juga disertai pusing dan mual. Keluhan nyeri dirasakan hingga menyebabkan pasien tidak dapat beraktifitas dan hanya bisa tidur terlentang. Keluhan lain seperti kabur disangkal, cedera kepala disangkal, kelemahan anggota gerak disangkal, pelo disangkal, kesulitan untuk menelan atau minum disangkal, kesemutan pada anggota gerak disangkal, telinga berdenging disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal, nyeri pada telinga disangkal, pandangan silau disangkal, keluhan penurunan berat badan yang drastis akhir-akhir ini di sangkal, gangguan berkemih disangkal. Dikarenakan keluhan nyeri kepala tersebut semakin memberat dan disertai mual sehingga pasien diputuskan untuk di bawa ke IGD RSUD Ambarawa.

  Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal. Riwayat vertigo diakui, sejak tiga tahun yang lalu dan sudah dilakukan pengobatan secara rutin tiap minggu di RSUD Ambarawa. Riwayat keganasan diakui, limfoma non hodgkin sejak 1 tahun yang lalu. Pada tahun 2016 pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan pusing dan pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan dibagian leher kanan. Oleh dokter diberikan rujukan dengan diagnosa limfoma non hodgkin, lalu pasien dilakukan tatalaksana lebih lanjut dengan pemeriksaan dan kemoterapi di RS Dr. Kariadi Semarang.

  Riwayat sosial ekonomi pasien saat ini sudah tidak bekerja, pembayaran menggunakan BPJS non PBI. Kesan ekonomi cukup. Pasien menyangkal pernah minum minuman keras. Pasien menyangkal memakai obat-obatan terlarang, obat-obat yang dibeli di luar resep dokter dan jamu jamuan rutin.

J. DIAGNOSIS SEMENTARA

  1. Diagnosis klinis : Nyeri kepala dari bagian dahi hingga ke kepala bagian tengah, tertutama di daerah kepala bagian belakang dan tengkuk sejak 6 bulan yang lalu

  2. Diagnosis topis : Jaringan peka nyeri Ekstrakranial

  3. Diagnosis etiologi :

  a) Cephalgia Kronik Sekunder ec Metastase Limfoma Non-Hodgkin dd Post Kemoterapi Limfoma Non-Hodgkin

  Cluster Headace dd Nyeri Kepala Lainnya

K. DISKUSI PERTAMA

  Dari hasil anamnesa didapatkan seorang pasien laki-laki 67 tahun mengeluhkan nyeri kepala dari bagian dahi hingga ke kepala bagian tengah, tertutama di daerah kepala bagian belakang dan tengkuk sudah 6 bulan yang lalu. Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap struktur yang peka didaerah kepala dan leher yang peka terhadap rasa nyeri. Bangunan-bangunan peka nyeri pada kepala dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bangunan intrakranial meliputi sinus venosus, arteri-arteri basalis, durameter, nervus V,

  IX, X, dan bangunan ekstrakranial meliputi pembuluh darah dan otot kulit kepala, orbita, membrane mukosa sinus nasalis dan paranasalis, telinga luar dan tengah, gigi dan gusi, nervus cervical II dan III. Perangsangan bangunan- bangunan ekstrakranial akan dirasakan pada umumnya sebagai nyeri pada daerah terangsang. Sedangkan nyeri kepala sebagai akibat perangsangan bangunan intracranial akan diproyeksikan ke permukaan dan dirasakan di daerah distribusi saraf yang bersangkutan.

  Keluhan nyeri kepala dapat disebabkan oleh riwayat penyakit dahulu berupa adanya keganasan limfoma non hodgkin nasofaring sejak 1 tahun yang lalu. Pada limfoma non hodgkin gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis. Gejalanya antara lain sakit kepala yang terus menerus dan rasa sakit ini merupakan metastase secara hematogen. Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau metastase dekat secara limfogen dari limfoma non hodgkin.

L. CEPHALGIA

1. Definisi

  Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa tidak enak pada daerah kepala termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher. (Sjahrir dkk, 2013). Sedangkan, menurut Arif Mansjoer (2000) nyeri kepala atau cephalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak enak di kepala, setempat atau

  2. Epidemiologi

  Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.

  Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahunsedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia diatas 12 tahun. HIS juga mengemukakan cluster headache 80-90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

  3. Etiologi a) Penggunaan obat yang berlebihan.

  Hampir semua obat sakit kepala, termasuk dan penghilang migrain seperti acetaminophen dan triptans, bisa membuat sakit kepala parah bila terlalu sering dipakai untuk jangka waktu lama. Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan kondisi yang disebut rebound sakit kepala.

  b) Stres Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala kronis. Selain itu, itu terkait dengan kecemasan dan depresi, yang juga faktor risiko untuk berkembang menjadi sakit kepala kronis.

  c) Masalah tidur Kesulitan tidur merupakan faktor risiko umum untuk sakit kepala kronis. Mendengkur, yang dapat mengganggu pernapasan di malam

  Dokter tidak yakin persis mengapa, menjaga berat badan yang sehat tampaknya dapat dihubungkan dengan penurunan risiko untuk sakit kepala kronis. Sementara kafein telah ditunjukkan untuk meningkatkan efektivitas ketika ditambahkan ke beberapa obat sakit kepala, terlalu banyak kafein dapat memiliki efek yang berlawanan. Sama seperti obat sakit kepala berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan dapat menciptakan efek rebound.

  d) Penyakit atau infeksi Penyakit atau infeksi seperti meningitis, saraf terjepit di leher, atau bahkan tumor.

  e) Gangguan lain Gangguan lain seperti cedera kepala, penyakit mata, penyakit telinga, hidung, penyakit vascular.

4. Klasifikasi

  Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition, dari the International Headache Society (Sjahrir dkk, 2013) secara garis besar nyeri kepala diklasifikasikan sebagai berikut:

  a) Nyeri Kepala Primer

  1) Migren 2) Tension-Type Headache 3) Cluster headache 4) Nyeri kepala primer lainnya

  b) Nyeri Kepala Sekunder

  1) Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher 2) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial dan/ atau servikalis 3) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler 4) Nyeri kepala yang berkaitan dengan suatu substansi atau proses withdrawal nya

  6) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis 7) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur fasial atau kranial lainnya

  8) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri Jenis-Jenis Nyeri Kepala:

  Nyeri Sifat Nyeri Lokasi Lama Nyeri Frekuensi Gejala Kepala Migren Berdenyu Unilateral 6-48 jam Sporadik Mual, umum t atau muntah,

  Beberapa Bilateral malaise, kali sebulan fotobia

  Migren Berdenyu Unilateral 3-12 jam Sporadik Prodromal klasik t visual, mual, Beberapa kali sebulan muntah, malaise, fotobia Klaster Menjemu Unilateral, 15-20 Serangan Lakrimasi

  • kan, orbita menit berkelompok ipsilateral, tajam dengan wajah merah, remisi lama hidung tersumbat, horner Tipe Tumpul, Difus, Terus Konstan Depresi, tegang ditekan Bilateral menerus ansietas Neuralgia Ditusuk- Dermaton Singkat, Beberapa Zona pemicu trigeminus tusuk saraf V 15-60 detik kali sehari nyeri Atipikal Tumpul Unilateral Terus Konstan Depresi, atau menerus kadang- Bilateral kadang psikosis Sinus Tumpul/ Di atas Bervariasi Sporadik Rinore

  tajam sinus atau konstan Lesi Bervarias Unilateral Bervariasi, Bervariasi, Papiledema, desak i (awal), progresif semakin defisit ruang Bilateral sering neurologik

  (lanjut) fokal, gangguan mental atau perilaku, kejang

5. Patofisiologi

  Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan dan kutaneus allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron trigeminal sentral. lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebagian besar berasal dari ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptid dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP (substance

  

P), NKA (Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating

peptide (PACAP), nitricoxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGEJ2),

  bradikinin, serotonin (5-HT) dan adenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor-nosiseptor. Khusus untuk nyeri kepala klaster clan chronic paroxysmal headache ada lagi pelepasan VIP (vasoactive intestine peptide) yang berperan dalam timbulnya gejala nasal

  

congestion dan rhinorrhea. Penanda pain-sensing nerves lain yang berperan

  dalam proses nyeri adalah opioid dynorphin, sensory neuron-specific

  

sodium channel (Nav 1.8), purinergic receptors (P2X3), isolectin

B4(IB4), neuropeptide Y, reseptor galanin dan artemin ( GFR-α3 =

  GDNF Glial Cell Derived Neourotrophic Factor family receptor-α3). Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terletak di batang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal

  

grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe magnus dan formatio

  reticularis), yang mana mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan struktur sistem limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator dari nyeri kepala. Stimuli elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada periaquaduct grey (PAG) matter pada midbrain dapat

  headache).

  Pada penelitian MRI (Magnetic Resonance Imaging) terhadap keterlibatan batang otak pada penderita migren, CDH (Chronic Daily

  Headache) dan sampel kontrol yang non sefalgik, didapat bukti adanya

  peninggian deposisi Fe di PAG pada penderita migren dan CDH dibandingkan dengan control.

  Pada cephalgia, struktur di wajah yang peka terhadap rasa nyeri adalah kulit, fasia, otot-otot, arteri ekstra serebral dan intra serebral, meningen, dasar fosa anterior, fosa posterior, tentorium serebri, sinus venosus, nervus V, VII, IX, X, radiks posterior C2, C3, bola mata, rongga hidung, rongga sinus, dentin dan pulpa gigi. Sedangkan struktur yang tidak sensitif terhadap nyeri seperti parenkim otak, ependim ventrikel, pleksus koroideus, sebagian besar duramater, piarachnoid meningen. Pada struktur tersebut terdapat ujung saraf nyeri yang mudah dirangsang oleh:

  a) Traksi atau pergeseran sinus venosus dan cabang-cabang kortikal

  b) Traksi, dilatasi, atau inflamasi pada arteri intrakranial dan ekstrakranial

  c) Traksi, pergeseran atau penyakit yang mengenai saraf kranial dan servikal d) Perubahan tekanan intrakranial yang meningkat

  e) Penyakit jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga dan leher

6. Manifestasi Klinis

  Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) manifestasi klinis adanya nyeri kepala atau cephalgia memerlukan anamnesis khusus yaitu: a) Awitan dan lama serangan

  b) Bentuk serangan; paroksismal periodik atau terus menerus

  c) Lokalisasi nyeri

  d) Sifat nyeri; berdenyut-denyut, rasa berat, menusuk-nusuk, dll

  e) Prodromal

  f) Gejala penyerta h) Faktor yang mengurangi atau memberatkan nyeri kepala i) Pola tidur j) Faktor emosional/stress k) Riwayat keluarga l) Riwayat trauma kepala m) Riwayat penyakit medik; peradangan selaput otak, hipertensi, demam tifoid, sinusitis, glaukoma, dsb. n) Riwayat operasi o) Riwayat alergi p) Pola haid bagi wanita q) Riwayat pemakaian obat; analgetik, narkotik, penenang, vasodilator

7. Macam- Macam Penyebab Cephalgia Sekunder

  Nyeri kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit tertentu (underlying disease). Pada sakit kepala kelompok ini, rasa nyeri di kepala merupakan tanda dari berbagai penyakit.

a) Nyeri Kepala akibat Kanker

  Kanker tertentu dapat menyebabkan sakit kepala, terutama jenis-jenis ini: 1) Kanker otak dan sumsum tulang belakang 2) Tumor kelenjar pituitari 3) Kanker tenggorokan bagian atas, disebut kanker nasofaring 4) Beberapa bentuk limfoma 5) Kanker yang telah menyebar ke otak Infeksi. Sinusitis dan meningitis dapat menyebabkan sakit kepala. Sinusitis adalah infeksi pada sinus. Ini adalah bagian berlubang di tulang di sekitar hidung. Dengan meningitis, selaput pelindung yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang membengkak.

  Terapi kanker berikut dapat menyebabkan sakit kepala: 1) Beberapa jenis kemoterapi, seperti fluorouracil (5-FU, Adrucil) dan

  2) Terapi radiasi ke otak 3) Imunoterapi, pengobatan yang meningkatkan pertahanan alami tubuh untuk melawan kanker

  Obat lainnya. Obat untuk gejala terkait kanker atau kondisi lain dapat menyebabkan sakit kepala: 1) Antibiotik, digunakan untuk mengobati infeksi 2) Antiemetik, digunakan untuk mencegah atau mengobati muntah 3) Obat jantung

  Efek samping terkait kanker atau kondisi lainnya. Gejala atau efek samping yang berkaitan dengan kanker atau perawatan kanker juga dapat menyebabkan sakit kepala: 1) Anemia, jumlah darah merah rendah 2) Hiperkalsemia, kadar kalsium yang tinggi 3) Trombositopenia, jumlah trombosit yang rendah 4) Dehidrasi, hilangnya terlalu banyak air dari tubuh. Ini mungkin disebabkan oleh muntah hebat atau diare.

  Faktor lain. Stres, kelelahan, kecemasan, dan masalah tidur juga bisa menyebabkan nyeri kepala. Nyeri kepala adalah salah satu komplikasi paling umum dari perawatan kanker. Pasien dengan riwayat nyeri kepala sebelum perawatan mungkin lebih rentan. Namun semua pasien berisiko mengalami nyeri kepala. Mekanisme nyeri kepala sebagian besar tidak diketahui, tetapi nyeri kepala lebih sering terjadi pada agen yang menembus sawar darah otak, terutama temozolomide, nelarabine, dan intratekal (IT) atau methotrexate intravena dosis tinggi.

b) Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan / atau leher.

  Nyeri kepala pasca trauma dapat merupakan nyeri akut atau kronik. Nyeri akut dapat terjadi setelah trauma yang menyebabkan trauma perdarahan subdural atau epidural. Nyeri kepala setelah trauma biasanya merupakan bagian dari sindrom pasca trauma yang meliputi dizziness, kesulitan konsentrasi, gelisah , perubahan kepribadian , dan insomnia. Penatalaksanaan sesuai jenis nyeri kepala yang muncul pada pasca trauma.

  

c) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau

servikal

  1) Nyeri kepala pada tekanan darah tinggi (hipertensi) Tekanan darah tinggi dapat menimbulkan keluhan nyeri kepala.

  Semua penderita nyeri kepala harus mengetahui tekanan darahnya. Minum obat sakit kepala tanpa menurunkan tekanan darah dapat berbahaya, karena 'hipertensi' merupakan ancaman bagi terjadinya kerusakan organ target hipertensi (ginjal, otak, jantung dan pembuluh darah).

  2) Nyeri kepala SAH (Subarachnoid Hemorhage) Nyeri kepala terjadi mendadak, seluruh kepala, hebat, disertai muntah proyektil dan kadang – kadang kesadaran menurun dan pada pemeriksaan neurologis didapatkan tanda–tanda rangsangan meningeal.

  

d) Nyeri Kepala Yang Berkaitan Dengan Kelainan Non Vaskuler

Intrakranial

  Nyeri kepala karena peningkatan tekanan intrakranial atau hidrosefalus yang disebabkan oleh tumor otak. Berdasarkan lokasinya, tumor otak dapat terjadi supratentorial atau infratentorial. Supratentorial menunjukan gejala nyeri kepala, kelumpuhan, kejang, sedangkan tumor infratentorial sering menunjukan gejala saraf otak dan gejala serebelum. Analisa terhadap 200 anak dengan tumor otak menunjukan gejala sakit kepala (41%), muntah (12%) , ketidak-seimbangan (11%), gangguan visual (10%), gangguan prilaku (10%), dan kejang (9%). Nyeri kepala karena tumor otak biasanya tidak berdenyut, bersifat progresif yaitu Lokasinya sering menetap disuatu daerah. Nyeri sering terjadi pada saat bangun tidur pagi hari, dan diperburuk oleh maneuver valsa berupa batuk, bersin atau mengejan. Nyeri juga diperburuk dengan aktivitas fisik.

  e) Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawalnya

  Nyeri kepala juga bisa terjadi karena terlalu lama (lebih dari 15 hari) minum obat sakit kepala, kemudian ketika 'putus obat' malah menimbulkan keluhan nyeri kepala.

  f) Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi

  1) Nyeri kepala karena infeksi susunan saraf pusat terutama

  meningitis

  Pada meningitis bakterialis, nyeri kepala ditandai gejala infeksi, gejala rangsang meningeal dan gejala serebral berupa kejang atau kelumpuhan. Meningitis tuberkulosa dapat menunjukkan gejala nyeri kepala berat sebelum munculnya gejala serebral lain dan gejala rangsang meningeal. Berbeda dengan peninggian tekanan intrakranial lain, pada meningitis tuberkulosa sering ditemukan atrofi papil N. II karena saraf otak ke II terkena langsung. Gejala abses otak mirip dengan tumor otak ditambah gejala infeksi. 2) Nyeri Kepala Pada Arthritis Servikal

  Nyeri kepala disertai nyeri leher dan timbul dalam mengerakan kepala. 3) Nyeri Kepala Pada Abses Otak

  Nyeri baru dirasakan, hilang-timbul, bersifat ringan sampai berat, dirasakan di satu titik atau di seluruh kepala Sebelumnya penderita mengalami infeksi telinga, sinus atau paru-paru atau penyakit jantung rematik atau penyakit jantung bawaan.

  kranium, leher, mata, telinga, hidung, gigi, mulut, atau struktur facial atau kranial lainnya.

  1) Nyeri kepala karena sakit gigi Keluhan sakit gigi (nyeri gigi) dapat disebabkan karena berbagai penyakit pada gigi sehingga kelainan / penyakit pada gigi perlu dicari dan diatasi oleh dokter gigi. 2) Nyeri kepala pada Hidung i. Sinusitis

  Nyeri kepala ringan hingga berat dirasakan di daerah muka, pipi atau dahi, biasanya disertai juga dengan keluhan 'THT' (telinga, hidung dan tenggorakan) yang lain, misalnya berdahak, hidung mampet, hidung meler dan lain-lain. ii. Rhinitis Nyeri kepala dan gangguan hidung (hidung tersumbat, rinore, rasa sesak atau terbakar) berulang, diakibatkan bendungan dan edema membran mukosa hidung. Nyeri kepala terutama pada bagian anterior, ringan sampai sedang dalam intensitasnya. Penyakit ini biasanya merupakan bagian dari reaksi individu selama stress. Seringkali disebut ‘rinitis vasomotor’. 3) Nyeri kepala pada kelainan mata

  Kelainan mata seperti Iritis, glaukoma dan gangguan retina, dapat menimbulkan nyeri kepala dan bagian sekitarnya. Mata dapat tampak memerah atau disertai dengan gangguan penglihatan.

h) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik

  Nyeri Kepala Karena Waham, Keadaan Konversi Atau hipokondria. Nyeri kepala pada penyakit-penyakit ini dimana gangguan klinis umum berupa suatu reaksi waham atau konversi dan tidak ditemukan suatu mekanisme nyeri prefer. Yang juga erat kaitannya adalah reaksi hipokondri, dimana gangguan perifer sehubungan dengan nyeri kepala adalah minimal. Penyakit-penyakit ini disebut juga nyeri

8. Pemeriksaan Penunjang

  Pemeriksaan yang disarankan menurut Basuki Pramana (2007) adalah:

  a) Foto Rontgen terhadap tengkorak

  b) Pemeriksaan kadar Lemak darah (kolesterol, Trigliuseride HDL dan LDL)

  c) Kadar Hemoglobin darah ( Hb ) dll pemeriksaan Lebih lanjut menurut Arif Mansjoer, dkk, (2000) pemeriksaan khusus pada cephalgia meliputi palpasi pada tengkorak untuk mencari kelainan bentuk, nyeri tekan dan benjolan. Palpasi pada otot untuk mengetahui tonus dan nyeri tekan daerah tengkuk. Perabaan arteri temporalis superfisialis dan arteri karotis komunis. Pemeriksaan leher, mata, hidung, tenggorok, telingan, mulut dan gigi geligi perlu dilakukan. Pemeriksaan neurologis lengkap, ditekankan pada fungsi saraf otak termasuk funduskopi, fungsi motorik, sensorik serta koordinasi.

  Beberapa nyeri kepala menunjukkan tanda bahaya dan memerlukan evaluasi penunjang adalah: 1) Nyeri kepala hebat pertama kali yang timbul mendadak 2) Nyeri kepala yang paling berat yang pernah dialami 3) Nyeri kepala yang berat progresif selama beberapa hari atau minggu 4) Nyeri kepala yang timbul bila latihan fisik, batuk, bersin, membungkuk atau nafsu seksual meningkat 5) Nyeri kepala yang disertai penyakit umum atau demam, mual, muntah atau kaku kuduk 6) Nyeri kepala yang disertai gejala neurologis seperti afasia, koordinasi buruk, kelemahan fokal atau rasa baal, mengantuk, fungsi intelek menurun, perubahan kepribadian dan penurunan visus. Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain: 1) CT-Scan atau resonansi magnetik (MRI) otak hanya dilakukan pada nyeri kepala yang menunjukkan kemungkinan penyakit intrakranial,

  2) Elektroensefalogram dilakukan bila ada riwayat kejang, kesadaran menurun, trauma kepala atau presinkop. 3) Foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis dan foto servikal untuk menetukan adanya spondiloartrosis dan fraktur servikal.

M. LIMFOMA NON-HODGKIN

  1. Definisi

  Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan prirner limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T, dan sangat jarang berasal dari sel NK ("natural killer") yang berada dalam sistem lirnfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis,

  1 respon terhadap pengobatan, maupun prognosis .

  Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau non-Hodgkin Lymphomas merupakan penyakit yang sangat heterogen dilihat dari segi patologi dan klinisnya. Penyebarannya juga tidak seteratur penyakit Hodgkin serta

  3 bentuk ekstra-nodal jauh lebih sering dijumpai .

  2. Epidemiologi

  Limfoma maligna merupakan salah satu kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi atau dengan kombinasi radioterapi. Insiden penyakit ini khususnya LNH terlihat terus mengalami peningkatan sekitar 3,4% setiap tahunnya. The American Cancer Society memperkirakan terdapat 65.980 kasus baru setiap tahun dan 19.500 di antaranya meninggal dunia akibat LNH pada tahun 2009.

  Di Indonesia, LNH menduduki peringat ke-6 kanker terbanyak, bahkan Badan Koordinasi Nasional Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (BAKORNAS HOMPEDIN) menyatakan, insiden Limfoma lebih tinggi dari leukemia dan menduduki peringkat

  2 ketiga kanker yang tumbuh paling cepat setelah melanoma dan paru . Etiologi terjadinya sebagian besar LNH sampai saat ini belum

  1,3,4

  diketahui. Ada beberapa faktor risiko terjadinya LNH yaitu :

  a. Imunodefisiensi: diketahui sekitar 25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah severe combined immunodeficiency, hypogamma globulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia- telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnyaberagam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma monokional.

  b. Agen Infeksius: EBV DNA ditemukan pada95% limfoma Burkit endemik, dan lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkit sporadik.

  Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan meningkatkan risiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga dihubungkan dengan posttranspIant

  lymphoproIifer ative disorders (PTLDs) dan AIDS-associat ed lymphomas.

  Selain EBV DNA, HTLV-1 juga merupakan agen penyebab leukimia/limfoma sel T dewasa/ imunodefisiensi (herediter atau didapat) yang merupakan faktor pencetus untuk terjadinya limfoma sel B. Pada sindrom defisiensi imun didapat (AIDS) terdapat peningkatan insidensi limfoma di tempat-tempat yang tidak umum, misalnya di sistem saraf pusat. Limfoma tersebut biasanya berasal dari sel B dan secara histologi berderajat tinggi atau sedang.

  Enteropati yang diinduksi gluten serta limfadenopati angioimunoblastik merupakan faktor pemcetus terjadinya limfoma sel T, dan beberapa limfoma jaringan limfoid yang terkait dengan mukosa pencetusnya dikaitkan dengan infeksi Helicobacter. Infeksi hepatitis C juga telah diajukan sebagai faktor risiko terjadinya limoma non- Hodgkin.

  c. Paparan Lingkungan dan Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan risiko tinggi adalah petemak sefta pekerja hutan dan peftanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.

  d. Diet dan Paparan Lainnya: risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok. dan yang terkena paparan ultraviolet.

4. Klasifikasi dan Histopatologik

  Klasifikasi histopatologik merupakan topik yang paling membingungkan dalam studi limfoma maligna karena perkembangan klasifikasi ini demikian cepat dan dijumpai berbagai jenis klasifikasi yang satu sama lain tidak kompatibel. Pada tahun 1994 telah dikeluarkan klasifikasi Revisied American European Lymphoma (REAL) dan diterapkan secara luas. Klasifikasi REAL/WHO mencakup semua keganasan limfoid dan limfoma dan lebih berdasarkan klinis dibandingkan dengan skema-skema klasifikasi sebelumnya. Secara umum terjadi pergeseran pembagian limfoma yang awalnya hanya berdasarkan penampilan histologik menjadi lebih ke arah sindrom dengan gambaran morfologik, imunofenotipe, genetik, dan klinis yang khas. Klasifikasi ini juga berguna untuk mempertimbangkan kemungkinan asal keganasan masing-masing limfoid berdasarkan fenotipe dan status penataan ulang

  3 imunoglobulinnya .

  Tabel 1. Klasifikasi Revisied American European Lymphoma (REAL) untuk neoplasma limfoid Sel B (85%) Sel T dan sel NK (15%)

  Neoplasma prekursor sel B

   Limfoma/leukimia limfoblastik prekursor B (ALL-B/LBL)

  Neoplasma sel B matur (perifer)

   Leukimia limfositik kronik sel B/ Limfoma limfositik kecil

   Leukimia prolimfositik sel B  Limfoma limfoplasmasitik  Limfoma sel B zona marginal limpa (limfosit vilosa)  Leukimia sel berambut  Myeloma sel plasma/ plasmasitoma  Limfoma sel B zona marginal ekstranodal tipe MALT  Limfoma sel mantel  Limfoma folikular  Limfoma sel B zona marginal nodal  Limfoma sel B besar difus  Limfoma Burkitt

  Neoplasma prekursor sel T

   Limfoma/leukimia limfoblastik prekursor T (ALL-T/LBL)

  Neoplasma sel T matur (perifer)

   Leukimia prolimfositik sel T  Leukimia limfositik granular sel T  Leukimia sel NK agresif  Leukimia/Limfoma sel T dewasa

  (HTLV-1)  Limfoma sel T/NK ekstranodal, tipe nasal  Limfoma sel T jenis enteropati  Mycosis fungoides/ sindrom

  Sezary  Limfoma sel besar anaplastik, tipe kutaneus primer  Limfoma sel T perifer, tidak dispesifikasi  Limfoma sel T angioimunoblastik  Limfoma sel besar anaplastik, tipe sistemik primer

5. Patogenesis Limfoma Non Hodgkin Prekursor limfosit dalam sumsum tulang adalah limfoblas.

  Perkembangan limfosit terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap yang tidak tergantung antigen (antigent independent) dan tahap yang tergantung anrigent (antigent dependent).

  Pada tahap I, sel induk limfoid berkembang menjadi sel pre-B, kemudian menjadi sel B imatur dan sel B matur, yang beredar dalam sirkulasi, dikenal sebagai naive B-cell. Apabila sel B terkena rangsangan antigen, maka proses perkembangan akan masuk tahap 2 yang terjadi dalam berbagai kopartemen folikel kelenjar getah bening, dimana terjadi

  

immunoglobuline gene rearrangement. Pada tahap akhir menghasilkan sel

plasma yang akan pulang kembali ke sumsum tulang.

  Normalnya, ketika tubuh terpajan oleh zat asing, sistem kekebalan tubuh seperti sel limfosit T dan B yang matur akan berproliferasi menjadi suatu sel yang disebut imunoblas T atau imunoblas B. Pada LNH, proses proliferasi ini berlangsung secara berlebihan dan tidak terkendali. Hal ini disebabkan akibat terjadinya mutasi pada gen limfosit tersebut. Proliferasi berlebihan ini menyebabkan ukuran dari sel limfosit itu tidak lagi normal, ukurannya membesar, kromatinnya menjadi lebih halus, nukleolinya terlihat, dan protein permukaan selnya mengalami perubahan.

  Terdapat bukti bahwa pada respons imun awal sebagian naiv B cell dapat langsung mengalami transformasi menjadi immunoblast kemudian menjadi sel plasma. Sebagian besar naiv B cell dapat langsung mengalami transformasi menjadi immunoblast kemudian menjadi sel plasma. Sebagian besar naiv B cell mengalami transformasi melalui mantle cell,

follicular B-blast, centroblast, centrocyte, monocyte B cell dan sel plasma.

  Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Proses ini terjadi di dalam kelenjar getah bening, dimana sel limfosit tua berada dlluar "centrum germinativum" sedangkan imunoblast berada di bagian paling sentral dari "centrum germinativum" Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain: 1). Ukurannya makin besar; 2). Kromatin inti menjadi lebih halus; 3). Nukleolinya terlihat; 4). Protein permukaan sel

  1 mengalami perubahan reseptor .

  Penataan ulang kromosom yang salah merupakan mekanisme mutasi yang penting terhadap LNH sel B. Memahami mekanisme dasar yang berkontribusi terhadap proses ini relevan dengan pembahasan epidemiologi saat ini. Sedikit yang diketahui tentang agen yang pertemuan ini Kirschhas telah memberikan bukti bahwa paparan kerja pestisida dapat meningkatkan laju pembentukan rekombinasi yang salah [misalnya, inv (7) PL3, Q35)] antara gen reseptor sel T. Sementara inversi ini tidak terkait dengan aktivasi onkogen, ini menunjukkan bahwa faktor- faktor eksogen dapat mempengaruhi proses rekombinasi dalam sel. telah dijelaskan penyusunan ulang kromosom, termasuk translokasi stabil dalam

  9

  aplikator fumigan (pengasapan) terpajan fosfin . Gen Ig di B-sel (dan T-sel reaktivitas gen dalam sel-T) mengalami perubahan struktural yang luas selama perkembangan normal. Ada dua proses penataan ulang terpisah: V- (D)-J penyusunan ulang yang terjadi selama tahap pro-B/pre-B awal dan berat rantai isotipe beralih yang terjadi di matang perifer B-sel. Dalam setiap proses DNA rusak dan bergabung kembali, enzim yang berbeda mungkin terlibat dalam kedua proses. V-(D)-J gen menata ulang langkah melibatkan gen Ig dalam tiga lokus kromosom yang berbeda: DHJH,

  VH DHJH pada kromosome (chr) 14; VKJK pada kromosom 2, dan

9 V λJλ pada kromosom 22 .

  Disamping itu, BCL-6 represor transkripsi yang sering mengalami translokasi dalam limfoma, mengatur deferensiasi germinal center sel B dan peradangan. Skrining mikroangiopati DNA mengidentifikasi gen-gen yang ditekan oleh BCL-6, termasuk banyak gen aktivasi limfosit, menunjukkan bahwa BCL-6 memodulasi sinyal reseptor sel B. BCL-6 represi dari dua gen kemokin, MIP-1alpha dan IP-10, juga mungkin meminimalkan respon inflamasi. Blimp-1, BCL-6 target lain, sangant penting untuk diferensiasi plasmacytic. Sejak ekspresi BCL-6 tidak ada dalam sel plasma, represi balon-1 oleh BCL-6 dapat mengontrol diferensiasi plasmacytic. Memang, penghambatan BCL-6 fungsi melakukan perubahan indikasi diferensiasi plasmacytic, termasuk penurunan ekspresi c-Myc dan peningkatan ekspresi siklus inhibitor p27KIP1 sel. Data ini menunjukkan bahwa transformasi maligna oleh BCL-6 melibatkan penghambatan diferensiasi dan penigkatan

  Selain mutasi gen, penuaan mungkin merupakan faktor penting dalam patogenesis Kelompok I LNH sel B, karena tumor ini terjadi terutama di kelompok usia yang lebih tua, dan peningkatan angka kejadian dalam setiap kelompok usia lebih dari 55 tahun. Penjelasan biologis bagaimana penuaan berpengaruh terhadap limfoma genesis belum dipahami dengan baik. Efek penuaan pada sistem kekebalan tubuh telah dipelajari selama beberapa tahun. Konsep bahwa penuaan adalah keadaan imunodefisiensi mungkin peryataan yang terlalu umum. Pada pemeriksaan sumsum tulang ditemukan Clonotypes baru. Hasil yang didapatkan oleh peneliti sebelumnya yaitu adanya disregulasi dari sistem kekebalan tubuh. Pertama, diketahui bahwa timus berinvolusi sehingga sel T bergantung lebih banyak pada kolam perifer. Selain itu, proliferasi sel T dan produksi

  IL-2 mengalami penurunan. Sel T autoreaktif muncul dengan bertambahnya usia. Dalam garis keturunan sel B respon humoral terhadap antigen asing menurun sementara produksi antibodi autoreaktif meningkat. Perubahan dalam repertoar B-sel pada tikus terjadi dengan penuaan yang mungkin berubah yaitu gen V, D,dan J. sel B manusia dari individu yang berusia tua mengalami proliferasi 50% kurang efisien dibandingkan dari usia muda, perbedaan ini mungkin karena gangguan dalam komponen jalur transduksi sinyal tertentu dalam sel-B. Penuaan juga berhubungan dengan ketidakseimbangan dalam T-dan B-repertoar. Pengaturan ukuran dan aktifitas proliferasi clonotypes B-sel tertentu pada orang tua mungkin kurang dikontrol dengan baik karena perubahan dalam kompartemen sel- T. Ini ditambah dengan peningkatan frekuensi autoreaktif clonotypes, dapat menghasilkan populasi B-sel yang kurang patuh pada peraturan oleh sel T, sehingga meningkatan risiko untuk mengalami pertumbuhan

  9 otonom .

  Selain itu LNH sel B memiliki hubungan dengan keadaan immunodeficiency, yang paling sering adalah oligoclonal atau poliklonal, dan ini telah mengangkat isu bahwa beberapa limfoma ini lebih kepada

  • timbul dalam berbagai bentuk immunodeficiency seperti EBV , menunjukkan peran partisipatif gen EBV dalam proses lymphomagenic. Mekanisme dasar untuk limfomagenesis pada immunodeficiency diduga melibatkan gangguan pengawasan imunologi dan kemampuan sel-T untuk menghilangkan sel-sel mengekspresikan antigen permukaan sel atipikal. Dalam sel B virus dipertahankan sebagai plasmid dalam sitoplasma sel yang beristirahat, sehingga sejumlah besar sel B terinfeksi. Kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan sel B menjadi sel ganas. Sel B yang baru terinfeksi (nonneoplastic) dan baris sel lymphoblastoid yang dibiakkan dari darah orang yang terinfeksi terus-menerus mengekspresikan beberapa protein virus EBNAs 1, 2a, 3a, 3b, 3c dan EBNA-LP, LMP1, 2A, 2B tapi menghasilkan sangat sedikit virus. Protein

  9 membran merupaka target antigen untuk sitotoksik T-sel .

  Sel yang berubah menjadi sel kanker seringkali tetap rnempertahankan sifat "dasar"nya. Misalnya sel kanker dari limfosit tua tetap mempertahankan sifat mudah masuk aliran darah namun dengan tingkat mitosis yang rendah, sedangkan sel kanker dari imunobias amat jarang masuk ke dalam aliran darah, namun dengan tingkat mitosis yang

  1 tinggi .

6. Klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin

  Secara umum klasifikasi LNH dibuat berdasarkan kemiripan sel- sel pada suatu tipe LNH dengan limfosit normal dalam berbagai kompartemen diferensiasi. Klasifikasi histopatologik harus disesuaikan dengan kemampuan patologis serta fasilitas yang tersedia. Dua jenis klasifikasi yang paling umum dipakai adalah klasifikasi Kiel dan Working

  formulation. Dibawah ini di uraikan klasifikasi Rappaport yang

  merupakan awal klasifikasi LNH modern, Working formulation, serta

  3,4 klasifikasi terbaru REAL .

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERIMAAN DANA OTONOMI KHUSUS TERHADAP INDEK PEMBANGUNAN MANUSIA PAPUA DAN PAPUA BARAT DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI INTERVENING

0 0 20

DETERMINAN PUBLIKASI LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI INTERNET Mya Dewi Trisnawati Komarudin Achmad (Universitas Brawijaya) Abstract - 149 DETERMINAN PUBLIKASI LAPORAN KEUANGAN pemda melalui internet

1 3 21

PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIANLEMBAGA, KARAKTERISTIK ORGANISASI DAN HASIL AUDIT BPK

0 1 16

FUNGSI MEDIASI ELEMEN INSTITUSIONAL BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN NILAI-NILAI BUDAYA DAN TINGKAT PENGUNGKAPAN NILAI-NILAI ISLAM PADA LAPORAN TAHUNAN BANK ISLAM: STUDI LINTAS NEGARA

0 6 27

PENGARUH KOMPETENSI, SKEPTISME, HUBUNGAN KLIEN DENGAN AUDITOR, UKURAN KAP TERHADAP KEPUASAN KLIEN DAN KEGUNAAN UNTUK STAKEHOLDER EKSTERNAL DALAM PERSPEKTIF KLIEN IBNU IRAWAN LILI SUGENG WIYANTORO HELMI YAZID EWING YUVISA IBRANI Universitas Sultan Ageng Ti

1 2 21

PERSEPSI PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DI INDONESIA TERHADAP INTERNET FINANCIAL REPORTING (IFR)

0 0 23

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TERJADINYA PENGHENTIAN PREMATUR (PREMATUR SIGN OFF) ATAS PROSEDUR AUDIT (STUDI KASUS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAWA TIMUR) KHOLIDIAH

0 1 45

PENGARUH PERUBAHAN OPINI AUDIT DAN LABA TAK TERDUGA TERHADAP WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN DALAM INDUSTRI KEUANGAN

0 0 27

040 TEORI PROSPEK DAN KONSERVATISMA LAPORAN KEUANGAN

0 5 22

FORMULIR PERUBAHAN MINOR POLIS NON SYARIAHSYARIAH UNTUK PEMEGANG POLIS BADAN USAHA

0 0 5