ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TERJADINYA PENGHENTIAN PREMATUR (PREMATUR SIGN OFF) ATAS PROSEDUR AUDIT (STUDI KASUS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAWA TIMUR) KHOLIDIAH

KHOLIDIAH ∗ SITI ASIAH MURNI

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Abstract

This paper intends to analyze time pressure, audit risk, materiality, review procedure and quality control, and need archivement as well as professional comittment that might influence auditors to terminate certain audit procedure (premature sign off). This conduct will create a situation that usually called as reduced audit quality behaviors. Data were collected trought a survey to auditors in East Java (Surabaya and Malang) area by using personallly administrated questionnaires. Analysis hypothesis used in this research is multy linear regression and before doing the test, the classic asumption test of the data has been done. The result showed that all varibles have significant impact to the premature termination of audit procedure. Only materiality have not significan impact to the premature sign off of audit.

Keywords: Premature sugn off, time pressure, audit risk, materiality, review procedure and quality control, and need archivement

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisa beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penghentian prematur (prematur sign off) atas prosedur audit, karena perilaku auditor yang mempersingkat prosedur bahkan melewati prosedur kemungkinan akan berdampak pada opini audit. Obyek penelitian adalah Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur yang masing-masing KAP akan peneliti berikan quisioner yang dapat menggali informasi perilaku mereka terutama dalam melaksanakan proesdur audit. Terdapat 5 faktor yang diuji oleh peneliti, yaitu faktor time pressure, risiko audit, materialitas, prosedur review dan control kualitas, serta need archivement dalam mempengaruhi terjadinya penghentian prematur prosedur audit. Auditor yang menjadi responden adalah auditor yang bekerja di KAP di Jawa Timur. Dan terdapat 54 KAP yang ada di Jawa Timur (Surabaya dan Malang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan time pressure, risiko audit, materialitas, prosedur review dan kontrol kualitas serta need for achivement, berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur (prematur sign off) atas prosedur audit. Tetapi secara parsial, hanya materialitas yang tidak berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit.

Kata Kunci: Premature sign off, time pressure, audit risk, materiality,

review procedure and quality control, and need archivement

∗ kholidiahchusnan@yahoo.com

PENDAHULUAN

Kantor Akuntan Publik merupakan suatu entitas yang menyediakan jasa-jasa yang berkaitan dengan penyusunan dan pemeriksaan laporan keuangan. Sedangkan pihak-pihak yang memanfaatkan jasa yang ditawarkan Kantor Akuntan Publik adalah seluruh jenis perusahaan terutama perusahaan yang struktur kepemilikannya institusional yang secara umum stuktur kepemilikan jenis ini menuntut lebih pertanggungjawaban manajer atas operasional perusahaan. Perkembangan dunia usaha saat ini serta globalisasi perekonomian Indonesia menyebabkan kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dari waktu ke waktu semakin meningkat. Perusahaan yang membutuhkan jasa akuntan publik terutama jasa auditing laporan keuangan umumnya adalah perusahaan yang punya kepentingan dengan publik atau masyarakat, baik investor, perbankan (kreditur), ataupun pemerintah.

Secara umum, pemakai jasa audit dapat dikelompokkan menjadi pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal adalah manajemen perusahaan yang menggunakan hasil audit laporan keuangan perusahaannya untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengembangan perusahaan, sedangkan pihak eksternal adalah investor untuk pengambilan keputusan investasi atau kreditur untuk pengambilan keputusan pemberian pinjaman. Pihak internal mempekerjakan akuntan publik agar mendapat pengakuan performance dalam mengelola dana yang ditanamkan pada perusahaan melalui pendapat (opini) seperti “wajar tanpa pengecualian” atas laporan keuangan. Pihak eksternal sebagai pihak yang membutuhkan informasi perusahaan dari laporan keuangan yang diterbitkan, perlu memastikan bahwa informasi yang tersaji dalam laporan keuangan dapat dipercaya.

Akuntan public, meskipun dia bekerja untuk perusahaan (pihak internal) dituntut untuk tidak memihak pada pihak internal (independensi) dalam pemberian opini audit. Hal tersebut berkaitan dengan kepentingan pihak eksternal dan kode etik professional akuntan publik untuk menjaga kepercayaan pihak internal maupun eksternal atas opininya, dan akuntan publik harus bertanggungjawab atas pemeriksaan laporan keuangan yang hasilnya tertuang dalam opini audit. Keberhasilan suatu pemeriksaan laporan keuangan tentunya tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pihak internal, tetapi didukung pula oleh kualitas akuntan publik. Menurut Boynton dan Kell (1996), setiap profesi selalu dikaitkan dengan kualitas layanan yang dihasilkan, tidak terkecuali akuntan public. Kualitas audit mengacu pada standar yang berkenaan dengan criteria atau ukuran mutu pelaksanaan serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai Akuntan public, meskipun dia bekerja untuk perusahaan (pihak internal) dituntut untuk tidak memihak pada pihak internal (independensi) dalam pemberian opini audit. Hal tersebut berkaitan dengan kepentingan pihak eksternal dan kode etik professional akuntan publik untuk menjaga kepercayaan pihak internal maupun eksternal atas opininya, dan akuntan publik harus bertanggungjawab atas pemeriksaan laporan keuangan yang hasilnya tertuang dalam opini audit. Keberhasilan suatu pemeriksaan laporan keuangan tentunya tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pihak internal, tetapi didukung pula oleh kualitas akuntan publik. Menurut Boynton dan Kell (1996), setiap profesi selalu dikaitkan dengan kualitas layanan yang dihasilkan, tidak terkecuali akuntan public. Kualitas audit mengacu pada standar yang berkenaan dengan criteria atau ukuran mutu pelaksanaan serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai

Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh pihak luar perusahaan, hal ini disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik untuk menentukan keandalan pertanggung jawaban keuangan yang disajikan oleh manajemen dalam laporan keuangan. Dalam melaksanakan audit, auditor harus mengumpulkan bukti yang berkaitan dengan setiap tujuan khusus. Dari data yang terkumpul itulah, auditor akan dapat membuat kesimpulan apakah ada asersi manajemen yang salah saji. Selanjutnya kesimpulan mengenai masing-masing asersi digabungkan sebagai dasar untuk memberikan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan. Salah satu keputusan mengenai bukti apa yang harus dikumpulkan dan berapa banyak adalah melalui penentuan prosedur audit yang akan digunakan.

Di dalam teori dinyatakan secara jelas bahwa audit yang baik adalah audit yang mampu meningkatkan kualitas informasi beserta konteksnya, namun dalam prakteknya terdapat perilaku auditor yang dapat menyebabkan berkurangnya kualitas audit yang dilakukan oleh mereka (Hari, 2008). Salah satu bentuk perilaku pengurangan kualitas audit (RAQ behaviors) adalah penghentian prematur atas prosedur audit (Coram, Glovovic, Ng, &Woodliff, 2008; Sososutikno, 2005). Praktik penghentian prematur prosedur audit, tentu saja sangat berpengaruh secara langsung terhadap kualitas laporan audit yang dihasilkan auditor, sebab apabila salah satu langkah dalam prosedur audit dihilangkan, maka kemungkinan auditor membuat judgement yang salah akan semakin tinggi. Kesalahan pembuatan opini atau judgement yang disebabkan karena auditor tidak melakukan prosedur audit yang mencukupi dapat menyebabkan auditor dituntut secara hukum (Heriningsih, 2002). Penghentian prematur prosedur audit merupakan tindakan yang dilakukan auditor dengan tidak melaksanakan atau mengabaikan satu atau beberapa prosedur audit yang disyaratkan, namun auditor mendokumentasikan semua prosedur audit telah diselesaikan secara wajar.

Dari penelitian Cohen Commision (1978), Rhoden (1978), Alderman dan Deitrick (1982), serta Raghunathan (1991) dalam Wibowo (2010) terdeteksi alasan- alasan mengapa auditor melakukan prosedur penghentian prematur prosedur audit, yaitu terbatasnya jangka waktu pengauditan yang ditetapkan, adanya anggapan prosedur audit yang dilakukan tidak penting (risiko kecil), prosedur audit tidak material, prosedur audit Dari penelitian Cohen Commision (1978), Rhoden (1978), Alderman dan Deitrick (1982), serta Raghunathan (1991) dalam Wibowo (2010) terdeteksi alasan- alasan mengapa auditor melakukan prosedur penghentian prematur prosedur audit, yaitu terbatasnya jangka waktu pengauditan yang ditetapkan, adanya anggapan prosedur audit yang dilakukan tidak penting (risiko kecil), prosedur audit tidak material, prosedur audit

Dari alasan-alasan di atas, Suryanita et al, (2006) menyimpulkan bahwa proses penghentian prematur atas prosedur audit tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor karakteristik personal dari auditor (faktor internal) dan faktor situasional saat melakukan audit (faktor eksternal). Menurut Jansen dan Glinow dalam Malone dan Roberts (1996) dalam Kurniawan (2010), perilaku individu merupakan refleksi dari sisi personalitasnya dan faktor situasional yang terjadi pada saat itu yang mendorong seseorang untuk membuat suatu keputusan. Faktor eksternal meliputi time pressure, risiko audit, materealitas, prosedur review dan kontrol kualitas. Sedangkan faktor internal adalah karakteristik personal.

Kondisi time pressure adalah kondisi dimana auditor mendapatkan tekanan dari Kantor Akuntan Publik tempatnya bekerja untuk menyelesaikan audit pada waktu dan anggaran biaya yang telah ditentukan sebelumnya (time deadline pressure dan budget pressure ) (Heriningsih, 2001 dalam Weningtyas, dkk, 2006).

Audit risk adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (PSA No. 25). Hubungan antara materealitas dengan audit risk sangat erat, semakin besar kemungkinan salah saji material maka semakin besar pula audit risk yang ditetapkan. Audit risk terdiri dari tiga bagian, yaitu : inherent risk (risiko bawaan), control risk (risiko atas pengendalian internal), detection risk (risiko deteksi). Audit risk juga dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan seluruh prosedur audit yang direncanakan. Ketika auditor menetapkan risiko deteksi rendah, maka auditor harus lebih banyak melakukan prosedur audit sehingga kemungkinan melakukan penghentian prematur atas prosedur audit rendah (Weningtyas, dkk, 2006).

Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi dari auditor sendiri. Saat auditor menetapkan bahwa materialitas yang melekat pada suatu prosedur audit rendah, maka terdapat kecenderungan bagi auditor untuk mengabaikan prosedur audit tersebut. Pengabaian ini dilakukan karena auditor beranggapan jika ditemukan salah saji dari pelaksanaan suatu prosedur audit, nilainya tidaklah material sehingga tidak berpengaruh apapun pada opini audit. Pengabaian seperti inilah yang menimbulkan praktik penghentian prematur atas prosedur audit (Weningtyas, dkk, 2006).

Heriyanto (2002) mendefinisikan prosedur review sebagai “pemeriksaan terhadap kertas kerja yang dilakukan oleh auditor pada level tertentu”. Fokus dari prosedur review ini terutama pada permasalahan yang terkait dengan pemberian opini. Berbeda dengan prosedur review yang berfokus pada pemberian opini, kontrol kualitas lebih berfokus pada pelaksanaan prosedur audit sesuai standar auditing.

Terdapat lima elemen dari kontrol kualitas yaitu independensi, integritas dan obyektivitas, manajemen personalia, penerimaan dan keberlanjutan serta perjanjian dengan klien, performa yang menjanjikan serta monitoring (Messier, 2000 dalam Weningtyas, dkk, 2006). Pelaksanaan prosedur review dan kontrol kualitas yang baik akan meningkatkan kemungkinan terdeteksinya perilaku auditor yang menyimpang, seperti praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Kemudahan pendeteksian ini akan membuat auditor berpikir dua kali ketika akan melakukan tindakan semacam penghentian prematur atas prosedur audit (Weningtyas, dkk, 2006).

Pada penelitian Qurrahman, dkk, (2012) menyimpulkan bahwa secara simultan penghentian prematur atas prosedur audit dipengaruhi oleh time pressure, risiko audit, materealitas, prosedur review dan kontrol kualitas, locus of control dan komitmen professional. Sedangkan secara parsial hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh terhdap penghentian prematur yaitu risiko audit dan prosedur review.

Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Wahyudi, dkk, (2011) yang menggunakan variabel time pressure, risiko audit, materealitas, prosedur review dan kontrol kualitas, dan komitmen professional sebagai variabel independennya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa hanyalah materealitas yang berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit.

Dari penelitian-penelitian sebelumnya terdapat hasil penelitian yang berbeda, hal inilah yang menjadi acuan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan variabel independen yaitu : time pressure, risiko audit, materealitas, prosedur review dan kontrol kualitas, serta need for achievement. Di sisi lain dari penelitian tersebut di atas, dewasa ini diketahui bahwa ancaman hukuman yang diterima oleh auditor sangatlah besar apabila melakukan penghentian prematur atas prosedur audit yang dapat mengakibatkan salah opini.

Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa profesi akuntan public (auditor) dituntut harus berkualitas, dimana tuntutan tersebut akhir-akhir ini mulai diragukan dan disorot oleh masyarakat. Sorotan dari masyarakat inilah yang sering menimbulkan auditor menghadapi peningkatan tuntutan hukum (litigation). Tuntutan Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa profesi akuntan public (auditor) dituntut harus berkualitas, dimana tuntutan tersebut akhir-akhir ini mulai diragukan dan disorot oleh masyarakat. Sorotan dari masyarakat inilah yang sering menimbulkan auditor menghadapi peningkatan tuntutan hukum (litigation). Tuntutan

Adanya praktik penghentian premature atas prosedur audit, tentu saja sangat berpengaruh secara langsung terhadap kualitas laporan audit yang dihasilkan auditor, karena apabila salah satu langkah dalam prosedur audit dihilangkan, maka kemungkinan auditor membuat judgment yang salah semakin tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Malone dan Robert (1996), yang menunjukkan bahwa penghentian premature prosedur audit (premature sign off) adalah sebagai perilaku yang dapat mengurangi kualitas audit. Beberapa penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Cohen Commision (1978), Rhode (1978), Alderman dan Deitric (1982), serta Reghunathan (1991) mendeteksi bahwa lebih dari 50% responden (auditor) telah melakukan penghentian premature atas prosedur audit. Alasan responden adalah karena keterbatasan waktu pengauditan yang telah ditetapkan, adanya anggapan prosedur audit tidak penting, prosedur audit yang tidak material, prosedur audit yang kurang dimengerti, dan lain-lain.

Di Indonesia, penelitian yang berkaitan dengan penghentian premature atas prosedur audit pernah dilakukan oleh Heriningsih (2002) juga menyimpulkan bahwa lebih dari 50% responden (auditor) menghentikan premature atas prosedur audit. Kemudian Wahyudi, Lucyanda, dan Suhud (2011) yang meneliti perilaku Auditor di DKI Jakarta yang menyimpulkan bahwa responden sebesar 62,3% tidak pernah melakukan penghentian prematur atas prosedur Audit. Hasil yang kontradiksi merangsang peneliti untuk mencoba untuk meneliti dan membuktikan kembali dari apa yang telah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya baik di luar negeri maupun didalam negeri. Peneliti mencoba melakukan penelitian di Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur. Jawa Timur dipilih, karena merupakan salah satu propinsi yang didalamnya terdapat banyak Kantor Akuntan Publik yang terdaftar sebagai auditor Bank-bank di Indonesia, serta auditor di perusahaan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut : “Apakah time pressure , risiko audit, dan tingkat materialitas, prosedur review dan kontrol kualitas, Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut : “Apakah time pressure , risiko audit, dan tingkat materialitas, prosedur review dan kontrol kualitas,

TELAAH TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA Hakekat Auditing

ASOBAC (A Statement Of Basic Auditing Concept) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik utnuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Selain definisi diatas, Auditing Practices Commite (APC) mengemukakan auditing sebagai berikut : ”An Audit is the independent axamination of, and expression or opinion, the financial statement of enterprise by an appointed auditor in pursuance of the appointment and in complience with any relevan statutory obligation . Dari definisi- definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independent untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan criteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditor seharusnya dilakukan oleh seorang yang independent dan kompeten. (Abadi Jusuf, 1996)

Setiap kali audit dilakukan lingkup tanggungjawab auditor harus jelas, terutama mengenai penetapan entitas dan periode waktu yang diaudit. Bahan bukti diartikan sebagai informasi yang digunakan auditor dalam menentukan kesesuaian informasi yang sedang diaudit dengan criteria yang ditetapkan. Dan seorang auditor harus mempunyai kemampuan memahami criteria yang digunakan serta mampu menentukan jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk mendapatkan kesimpulan yang akan diambilnya.

Jasa auditing digunakan secara meluas dikalangan pengusaha, pemerintah dan organisasi nirlaba lainnya. Alasan ekonomi yang mendorong diperlukannya auditing akan membantu untuk memahami mengapa audit begitu diperlukan dan bagaimana permasalahan hukum yang biasa dihadapi auditor. Untuk menyederhanakan, hanya audit yang diselenggarakan oleh kantor-kantor akuntan publik saja yang akan dibahas.

Menurut Arens and Loebbecke (Auditing Arens & Loebbecke, 1996 : 1) yang diadaptasi oleh Jusuf (1996) mendefinisikan auditing sebagai proses pengumpulan dan Menurut Arens and Loebbecke (Auditing Arens & Loebbecke, 1996 : 1) yang diadaptasi oleh Jusuf (1996) mendefinisikan auditing sebagai proses pengumpulan dan

Auditing didefinisikan oleh Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting Association yang dikutip oleh Boynton, et al (2003 : 5) sebagai berikut :

“suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.

Komite Konsep Audit Dasar yang dikutip oleh Messier, et al (2008 : 16) merumuskan definisi umum dari audit : “Audit (auditing) adalah suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dan menetapkan criteria serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.

Ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan (examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut (Mulyadi, 2006 : 11).

Profesi Akuntan Publik

Profesi akuntan, khususnya akuntan publik, sebagimana profesi yang lain seperti arsitek, dokter, dan lain-lain sudah diakui sebagai profesi. Hal ini terjadi karena profesi akuntan publik telah memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu profesi. Berbagai sumber menyatakan ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Diperlukan suatu pendidikan yang profesional tertentu yang biasanya setingkat S1

2. Adanya suatu pengaturan terhadap diri pribadi ynag didasarkan pada kode etik profesi.

3. Adanya penelaahan dan atau ijin dari penguasa (pemerintah). Di Indonesia, ketiga syarat tersebut terpenuhi oleh profesi akuntan publik. Untuk menjadi akuntan publik harus memiliki kualifikasi pendidikan sarjana ekonomi jurusan akuntansi. Akuntan publik di Indonesia mempunyai Kode Etik Akuntan Indonesia, dan pemerintah telah mengatur syarat-syarat suatu kantor akuntan publik, tempat para akuntan publik berkiprah.

Kantor Akuntan Publik

Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan lembaga yang menawarkan jasa antara lain atestasi, perpajakan, konsultan manajemen, serta akuntansi dan pembukuan. Jasa atestasi meliputi semua kegiatan dimana kantor akuntan public mengeluarkan laporan keuangan tertulis yang menyatakan kesimpulan atas keandalan asersi tertulis yang telah dibuat dan ditanggungjawabi pihak lain. Terdapat tiga jenis atestasi yaitu : audit laporan keuangan historis, review laporan keuangan historis, dan jasa atestasi lainnya. Auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik, tentunya adalah seseorang yang mempunyai keahlian dibidang yang sesuai dengan jasa yang ditawarkan oleh KAP. Secara umum keahliannya atau profesinya disebut Auditor dan untuk menjadi seorang auditor, tentunya harus memiliki persyaratan pendidikan dan pengalaman.

Auditor independen atau audit sektor eksternal melaksanakan kegiatannya di bawah suatu kantor akuntan publik. Staf organisasi KAP adalah sebagai berikut :

a. Partner Merupakan top legal client relationship, yang bertugas mereview (menelaah) pekerjaan audit, menandatangani laporan audit, menyetujui masalah fee dan penagihannya, dan penanggungjawab atas segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit.

b. Manajer Merupakan staf yang banyak berhubungan dengan klien, mengawasi langsung pelaksanaan tugas-tugas audit, mereview lebih rinci terhadap pekerjaan audit, dan melakukan penagihan atas fee audit.

c. Akuntan Senior Merupakan staf yang bertanggungjawab langsung terhadap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan audit, dan mereview pekerjaan para akuntan yunior yang dibawahinya.

d. Akuntan Yunior Merupakan staf pelaksana langsung dan bertanggungjawab atas pekerjaan lapangan. Para yunior ini penugasannya dapat berupa bagian-bagian dari pekerjaan audit, dan bila memungkinkan memberikan pendapat atas bagian yang diperiksanya. Setiap profesi tanpa terkecuali sangat memprihatinkan kualitas jasa yang

dihasilkan. Profesi akuntan publik pun memperhatikan kualitas audit sebagai hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa profesi auditor dapat memenuhi kewajibannya kepada para pemakai jasanya. Para pemakai mengandalkan auditor independen dalam menjaga kredibilitas laporan keuangan.

Sebagai mana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kualitas audit sangat dipengaruhi oleh kualitas auditor, dan kualitas auditor sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan serta pengalaman yang memadai. Tetapi, selain pendidikan dan pengalaman, aspek moralitas (kode etik) juga berperan besar dalam membangun kualitas audit. Salah satu sikap yang sering (menurut beberapa penelitian) adalah penghentian premature atas prosedur audit.

Prosedur Audit ( Audit Procedure)

Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit (Mulyadi, 2006 : 86). Menurut Boynton, et al (2003 : 236) prosedur audit adalah metode atau tekhnik yang digunakan oleh para auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi dan kompeten. Menurut Messier, et al (2008 : 155) prosedur audit adalah tindakan spesifik yang dilakukan oleh auditor untuk mengumpulkan bukti dengan maksud untuk menentukan apakah asersi tertentu telah dipenuhi.

Bukti audit diperoleh auditor melalui penerapan prosedur auditing. Pemilihan prosedur dilakukan saat tahap perencanaan audit. Pemilihan prosedur auditing mempertimbangkan efektivitas potensial prosedur dalam memenuhi tujuan spesifik audit, dan biaya untuk melaksanakan prosedur tersebut (Halim, 1997). Prosedur audit yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi penguat meliputi :

a. Inspeksi Merupakan suatu prosedur pemeriksaan fisik secara rinci terhadap dokumen atau kondisi suatu aktiva berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas dalam auditing. Prosedur inspeksi dilakukan auditor dengan maksud untuk a. Inspeksi Merupakan suatu prosedur pemeriksaan fisik secara rinci terhadap dokumen atau kondisi suatu aktiva berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas dalam auditing. Prosedur inspeksi dilakukan auditor dengan maksud untuk

b. Observasi Atau pengamatan merupakan prosedur pemeriksaan yang digunakan auditor untuk melihat atau mengamati suatu pelaksanaan kegiatan. Melalui observasi, auditor akan memperoleh bukti visual atau bukti fisik mengenai pelaksanaan suatu kegiatan seperti karyawan, prosedur, atau proses suatu kegiatan.

c. Pengiriman Konfirmasi Merupakan bentuk pemeriksaan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang independent mengenai hal-hal yang berkaitan dengan asersi-asersi elemen laporan keuangan. Prosedur ini digunakan secara luas dalam auditing. Bukti yang dihasilkan adalah bukti konfirmasi.

d. Wawancara Merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan maupun tertulis. Bukti yang dihasilkan dapat berupa bukti lisan maupun tertulis. Salah satu pihak yang dapat diwawancarai adalah penasihat hokum. Melalui wawancara yang dilakukan dengan penasihat hokum klien, auditor dapat memperoleh informasi mengenai ada tidaknya kewajiban bersyarat.

e. Pengusutan (Tracing) Auditor melakukan pengusutan dengan cara melihat dokumen sumber kemudian mengecek pengolahan data yang terkandung dalam dokumen tersebut sampai ke buku besar. Pengusutan dapat dilakukan dalam pengujian transaksi maupun pengujian akun dalam neraca.

f. Penelusuran (Vouching) Prosedur ini berkebalikan arah dengan prosedur pengusutan. Kalau tracing searah dengan proses akuntansi, sedangkan vouching adalah untuk menentukan validitas dan kebenaran catatan akuntansi.

g. Penghitungan kembali (Reperforming) Penerapan utama prosedur ini adalah mengulang kembali penghitungan dan rekonsiliasi yang dilakukan oleh klien. Prosedur ini dilakukan untuk memeriksa ketelitiuan penghitungan yang dilakukan oleh klien. Bukti yang dihasilkan dalam prosedur audit ini adalah bukti matematis.

h. Penghitungan (Counting) Penerapan utama prosedur ini adalah penghitungan fisik kas yang ada didalam perusahaan. Oleh karena itu, bukti yang dihasilkan adalah bukti fisik. Prosedur ini juga banyak dipakai dalam pemeriksaan kelengkapan dokumen-dokumen yang bernomor urut tercetak, dan bukti yang dihasilkan dalam prosedur audit ini adalah bukti dokumenter.

i. Analisis Pelaksanaan analisis meliputi penggunaan prosedur analitis yang berisi studi dan pembandingan hubungan antar data. Prosedur analitis bertujuan untuk membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan luas prosedur audit lainnya, memperoleh bukti suatu asersi sebagai suatu pengujian substantive, dan menelaah secara menyeluruh informasi keuangan pada tahap akhir audit. Bukti yang dihasilkan dalam prosedur audit ini adalah bukti analitis

Penghentian prematur atas prosedur Audit ( Prematur Sign Off)

Perilaku disfungsional adalah perilaku karyawan yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi (Mulyadi, 2006 : 646). Perilaku disfungsional dan pergantian staf yang terkait dengan penurunan kualitas audit (Pengawasan Dewan Umum, 2000). Perilaku disfungsional seperti ini ditandai dengan pengumpulan bukti yang cukup, mengubah atau mengganti prosedur audit, dan tidak dilaporkan waktu memiliki efek negatif pada profesi audit (Donnelly et al, 2003).

PSAS No. 82 dalam Donelly et al (2003) menyatakan bahwa sikap auditor menerima perilaku disfungsional merupakan indikator dari perilaku disfungsional aktual. Dysfunctional Audit Behaviour merupakan reaksi terhadap lingkungan (Donelly et al, 2003). Beberapa perilaku disfungsional yang membahayakan kualitas audit, yaitu : underreporting of time, premature sign-off, altering/ replacement of audit procedure .

Premature Sign Off merupakan suatu keadaan yang menunjukkan auditor menghentikan suatu atau beberapa langkah audit yang diperlukan dalam prosedur audit tanpa menggantikan dengan langkah yang lain (Marxen, 1990 dalam Lestari, 2010).

Ulum (2005) menyatakan bahwa perilaku Premature Sign-Off Audit Procedures timbul karena rendahnya orientasi etis para auditor (sifat relativisme yang tinggi). Penghentian prematur prosedur audit merupakan salah satu perilaku pengurangan kualitas audit (Reduced Audit Quality Behaviour). Tindakan ini berkaitan Ulum (2005) menyatakan bahwa perilaku Premature Sign-Off Audit Procedures timbul karena rendahnya orientasi etis para auditor (sifat relativisme yang tinggi). Penghentian prematur prosedur audit merupakan salah satu perilaku pengurangan kualitas audit (Reduced Audit Quality Behaviour). Tindakan ini berkaitan

Penghentian prematur atas prosedur audit membentuk perubahan perencanaan audit di luar kewenangannya, yang berakibat pada tidak terkendalinya dan ketidaktahuan tingkat resiko audit yang sebenarnya dalam perikatan audit tersebut. Adanya prosedur audit yang dilangkahi atau dihentikan menyebabkan terjadinya kegagalan audit karena bukti yang ada tidak mencukupi. (Waggoner et al, 1991 dalam (Rosalina, 2011).

Time Pressure

Dalam melaksanakan proses audit, auditor harus dapat mempertimbangkan biaya dan waktu yang disediakan oleh masing-masing Kantor Akuntan Publik. Pertimbangan tersebut menimbulkan tekanan waktu (Time Pressure). Jika waktu yang dialokasikan tidak cukup, auditor akan bekerja dengan cepat, sehingga hanya melaksanakan sebagian prosedur audit yang disyaratkan (Waggoner et al, 1991) dalam (Indarto, 2010).

Salah satu kunci keberhasilan karir auditor di masa depan adalah dapat menyelesaikan pekerjaannya dan memenuhi permintaan klien secara tepat waktu. Hal ini merupakan tekanan bagi auditor untuk menyelesaikan audit sesuai dengan waktu yang dianggarkan. Apabila auditor menyelesaikan tugas melebihi batas waktu yang dianggarkan, maka auditor cenderung dinilai memiliki kinerja yang buruk oleh atasannya. Kriteria seorang auditor untuk mendapatkan peringkat yang baik adalah pencapaian anggaran waktu. Tuntutan-tuntutan seperti inilah yang menimbulkan time pressure .

Time pressure memiliki dua dimensi yaitu time budget pressure dan time deadline pressure . Time budget pressure adalah keadaan dimana auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun, atau terdapat pembatasan waktu dalam anggaran yang sangat ketat. Time deadline pressure adalah kondisi dimana auditor dituntut untuk menyelesaikan tugas audit tepat pada waktunya (Herningsih, 2001 dalam Weningtyas, 2006).

Time pressure yang diberikan oleh kantor Akuntan Publik kepada auditornya bertujuan untuk mengurangi biaya audit (Weningtyas, 2006). Semakin cepat waktu pengerjaan audit, maka biaya pelaksanaan audit akan semakin kecil. Keberadaan time Time pressure yang diberikan oleh kantor Akuntan Publik kepada auditornya bertujuan untuk mengurangi biaya audit (Weningtyas, 2006). Semakin cepat waktu pengerjaan audit, maka biaya pelaksanaan audit akan semakin kecil. Keberadaan time

Risiko Audit

Risiko audit adalah risiko yang timbul bahwa auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (Messier, et al, 2008 : 88).

Menurut Arens & Loebbecke yang diadaptasi oleh Jusuf (1997 : 222) risiko dalam auditing berarti bahwa auditor menerima suatu tingkat ketidakpastian tertentu dalam pelaksanaan audit. Auditor menyadari, misalnya, bahwa ada ketidakpastian mengenai kompetensi bahan bukti, efektifitas struktur pengendalian intern klien, dan ketidakpastian apakah laporan keuanagn memang telah disajikan secara wajar setelah audit selesai.

Risiko audit dibagi menjadi dua bagian, yaitu (Mulyadi, 2006 : 166) :

1. Risiko audit keseluruhan Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya resiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material.

2. Risiko audit individual Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepada akun-akun yang berkaitan.

Model Risiko Audit

Dalam menentukan lingkup prosedur audit bagi saldo akun khusus atau kelompok transaksi, model risiko audit sangat membantu auditor. Model risiko dapat dirumuskan sebagai berikut (Messier, et al, 2008 : 89) :

AR = IR × CR × DR

AR = Audit Risk – risiko audit (risiko bahwa auditor gagal memodifikasi pendapatnya atas laporan keuangan yang mengandung salah saji material) IR

= Inherent Risk – risiko bawaan (kelemahan dari asersi atas salah saji material, diasumsikan tidak ada pengendalian yang terkait)

CR = Control Risk – risiko pengendalian (risiko bahwa salah saji material yang dapat terjadi di suatu asersi tidak akan dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian internal)

DR = Detection Risk – risiko deteksi (risiko bahwa auditor tidak akan mendeteksi salh saji material yang ada dalam suatu asersi)

Unsur Risiko Audit

Terdapat tiga unsur dalam model risiko di atas (Mulyadi, 2006 : 167) :

1. Risiko bawaan (Inherent risk) Adalah ketentuan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang terkait.

2. Risiko pengendalian (Control risk) Adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini ditentukan oleh efektivitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern untuk mencapai tujuan umum pengendalian intern yang relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas.

3. Risiko deteksi (Detection risk) Adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi ditentukan oleh efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak cocok, 3. Risiko deteksi (Detection risk) Adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi ditentukan oleh efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak cocok,

Materialitas

Materialitas merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam audit laporan keuangan karena materialitas mendasari penrapan standar auditing, khususnya standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. Materialitas (Halim, 1997) adalah besarnya kelalaian atau pernyataan yang salah pada informasi akuntansi yang dapat menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.

Pernyataan FASB No 2 mendefinisikan materialitas sebagai : Jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut.

Materialitas menurut IAI dalam SPAP nya didefinisikan sebagai besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.

Auditor harus mempertimbangkan materialitas untuk merencanakan audit dan merancang prosedur audit. Dengan pertimbangan materialitas, auditor dapat merancang prosedur audit secara efektif dan efisien. Dengan demikian, prosedur audit tersebut dapat digunakan untuk menghimpun bukti audit kompeten yang cukup.

Auditor melakukan penilaian awal mengenai tingkat materialitas dalam perencanaan audit. Penilaian ini sering disebut sebagai planning materiality. Penilaian ini mungkin berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan nanti pada saat pengevaluasian temuan audit. Dalam perencanaan audit, auitor menentukan materialitas pada dua tingkat, yaitu :

1. Materialitas Tingkat Laporan Keuangan Auditor menentukan materialitas pada tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor tentang kewajaran adalah mengenai laporan keuangan secara keseluruhan dan tidak sepotong-potong. Laporan keuangan mengandung salah saji yang material bila berisi kekelirian dan ketidakberesan yang secara individu maupun kolektif sangat besar pengaruhnya terhadap kewajaran laporan keuangan.

2. Materialitas Tingkat Saldo Akun Materialitas pada tingkat saldo akun sering disebut juga dengan tolerable misstatement , yaitu salah saji maksimum yang boleh ada dalam saldo akun sehingga tidak dianggap sebagai salah saji material. Akun-akun yang secara individual tidak materialitas, bila diakumulasikan dapat menjadi material secara komulatif pada tingkat laporan keuangan.

Prosedur Review dan Kontrol Kualitas

Prosedur review merupakan proses memeriksa/ meninjau ulang hal/ pekerjaan untuk mengatasi terjadinya indikasi ketika staf auditor telah menyelesaikan tugasnya, padahal tugas yang disyaratkan tersebut gagal dilakukan (Weningtyas dkk, 2006).

Kantor Akuntan Publik perlu melakukan prosedur review untuk mengontrol kemungkinan terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit yang dilakukan oleh auditornya (Waggoner dan Cashell, 1991 dalam Lestari, 2010).

Heriyanto (2002) dalam Lestari (2010) mendefinisikan prosedur review sebagai pemeriksaan terhadap kertas kerja yang dilakukan oleh auditor pada level tertentu. Fokus dari prosedur review ini terutama pada permasalahan yang terkait dengan pemberian opini.

Berbeda dengan prosedur review yang berfokus pada pemberian opini, kontrol kualitas lebih berfokus pada pelaksanaan prosedur audit sesuai standard auditing. Kantor Akuntan Publik harus memiliki kebijakan yang dapat memonitor praktik yang berjalan di Kantor Akuntan Publik itu sendiri (Messier, 2000 dalam Wahyudi, 2011).

Pelaksanaan prosedur review dan kontrol kualitas yang baik akan meningkatkan kemungkinan terdeteksinya perilaku auditor yang menyimpang, seperti praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Kemudahan pendeteksian ini akan membuat auditor berpikir dua kali ketika akan melakukan tindakan semacam penghentian prematur atas prosedur audit (Weningtyas dkk, 2006).

Need for Achievement

Need for achievement adalah merupakan jenis motivasi literature, dan individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi merupakan individu yang mampu mempertahankan standard kinerja tinggi dan mempunyai keinginan untuk menyelesaikan tugas yang sulit (Jackson, 1974) dalam (Riyadiningsih, 2002). Oleh karena hal ini, tentu saja individu cenderung lebih kecil untuk melakukan premature Need for achievement adalah merupakan jenis motivasi literature, dan individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi merupakan individu yang mampu mempertahankan standard kinerja tinggi dan mempunyai keinginan untuk menyelesaikan tugas yang sulit (Jackson, 1974) dalam (Riyadiningsih, 2002). Oleh karena hal ini, tentu saja individu cenderung lebih kecil untuk melakukan premature

Menurut Atkinson dan Birch (1978) dalam Almar’atus (2013) berpendapat bahwa orang yang memiliki need for achievement yang tinggi mencurahkan usaha yang sungguh-sungguh bekerja keras untuk mutu yang tinggi, mereka menikmati melakukannya dan mereka bangga dapat mencapai tingkat yang tinggi.

Pengembangan Hipotesa

Sebagai tenaga professional, auditor diwajibkan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dnegan cermat dan seksama dalam melaksanakan audit (PSA No. 04.2001). Penggunaan kemahiran professional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesionalnya dan harus mengungkapkan secara wajar kondisi perusahaan sesuai dengan kecukupan bukti yang diperoleh.

Dalam usaha memperoleh bukti audit kompeten yang cukup, maka sebelum melaksanakan audit, auditor harus menyusun program audit yang merupakan kumpulan dari prosedur audit yang akan dijalankan dan dibuat secara tertulis. Prosedur audit meliputi langkah-langkah yang harus dilaksanakan auditor dalam melaksanakan audit. Prosedur audit ini sangat diperlukan bagi asisten agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif.

Serangkaian prosedur audit yang menjadi dimensi dalam penelitian ini yaitu beberapa prosedur audit yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia (sesuai SPAP 2001), dan menurut beberapa penelitian sebelumnya, prosedur audit yang kemungkinan mudah untuk dilakukan praktik penghentian premature adalah sebagai berikut :

a. Pemahaman Bisnis dan Industri Klien (PSA No. 05, 2001)

b. Pertimbangan Pengendalian Internal Klien (PSA No. 69, 2001)

c. Review Kinerja Internal Auditor Klien (PSA No. 33, 2001)

d. Informasi Asersi Manajemen (PSA No. 07, 2001)

e. Prosedur Analitik (PSA No. 22, 2001)

f. Proses Konfirmasi (PSA No. 07, 2001)

g. Representasi Manajemen (PSA No 17, 2001) g. Representasi Manajemen (PSA No 17, 2001)

i. Sampling Audit (PSA No. 26, 2001) j. Perhitungan Fisik Sediaan dan Kas (PSA No 07, 2001)

Prosedur audit tersebut digunakan dalam penelitian ini, karena menurut penulis sangat memungkinkan bagi auditor untuk melakukan praktik premature atas prosedur audit.

Dengan melihat hasil dari beberapa penelitian sebelumnya bahwa yang menjadi sebab utama dilakukan penghentian premature atas prosedur audit karena terdapat pembatasan waktu audit, maka penelitian ini ingin menguji apakah terdapat urutan prioritas prosedur audit yang dihentikan secara premature apabila dalam kondisi time pressure ? Oleh karena itu, hipotesa yang dikemukan penulis adalah sebagai berikut :

H1 : Terdapat urutan prioritas prosedur yang dihentikan dalam kondisi time pressure.

Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa, karena terdapat timebudget pressure, maka auditor cenderung untuk menghentikan premature prosedur audit. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rhode (1978), Raghunathan (1991), C. Willett dan M. Page (1996) dan Heriningsih (2002) menunjukkan bahwa lebih dari 50% auditor yang melakukan penghentian prosedur audit beralasan bahwa hal tersebut terjadi karena terbatasnya anggaran waktu audit yang diterima (time budget pressure). Tetapi penelitian Wahyudi, Lucyanda, dan Suhud (2011) menyimpulkan bahwa kurang dari 50% auditor melakukan penghentian prematur atas prosedur audit.

Time budget pressure sebetulnya adalah salah satu dimensi time pressure, sedangkan dimensi yang lain adalah time deadline pressure. Time budget pressure merupakan suatu keadaan dimana auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun atau terdapat pembatasan waktu dalam anggaran yang sangat ketat dan kaku, sedangkan time deadline pressure terjadi bila auditor mendapat tekanan waktu dalam penyelesaian tugas atas target yang telah ditetapkan, sehingga time deadline pressure bisa datang dari KAP atau klien (Kelly, 1999).

Untuk menghindari kemungkinan terjadi overlapping antara pengertian time budget pressure dengan time deadline pressure, dalam penelitian ini variable time pressure digunakan untuk menghindari atau memperkecil kesalahan persepsi maupun jawaban bias dari responden. Time pressure merupakan suatu tekanan terhadap Untuk menghindari kemungkinan terjadi overlapping antara pengertian time budget pressure dengan time deadline pressure, dalam penelitian ini variable time pressure digunakan untuk menghindari atau memperkecil kesalahan persepsi maupun jawaban bias dari responden. Time pressure merupakan suatu tekanan terhadap

Untuk mengetahui pengaruh time pressure terhadap terjadinya penghentian premature atas prosedur audit, maka rumusan hipotesa yang diajukan penulis adalah sebagai berikut :

H2 : Time Pressure berpengaruh terhadap penghentian premature prosedur audit.

Risiko audit adalah risiko yang tejadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (PSA No 25, 2001). Dalam standar auditing (PSA No

25, 2001) terdapat tiga risiko yang ditetapkan auditor dalam mengaudit, yaitu : Risiko Bawaan (Inheren Risk), Risiko Pengendalian (Control Risk), dan Risiko Deteksi (Detection Risk)

Dalam menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang akan diterapkan, auditor harus merancang suatu prosedur audit yang dapat memberikan keyakinan yang memadaiuntuk dapat mendeteksi adanya salah saji material. Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan professional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor dalam meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan.

Adanya pertimbangan professionalitas dan persepsi dari masing-masing auditor dalam melaksanakan prosedur audit inilah maka timbul pertanyaan bahwa tingkat risiko dan materialitas yang rendah dalam prosedur tertentu akan menyebabkan terjadinya penghentian premature audit, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raghunathan (1991).

Dari uraian diatas, maka hipotesa selanjutnya yang dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut :

H3 : Risiko audit berpengaruh terhadap penghentian premature prosedur audit. H4 : Materialitas berpengaruh teradap penghentian premature prosedur audit.

Prosedur Review merupakan proses memeriksa/meninjau ulang hal/pekerjaan untuk mengatasi terjadinya indikasi ketika staf auditor telah menyelesaikan tugasnya, padahal tugas yang disyaratkan tersebut gagal dilakukan. Prosedur ini berperan dalam Prosedur Review merupakan proses memeriksa/meninjau ulang hal/pekerjaan untuk mengatasi terjadinya indikasi ketika staf auditor telah menyelesaikan tugasnya, padahal tugas yang disyaratkan tersebut gagal dilakukan. Prosedur ini berperan dalam

H5 : Prosedur Review dan Kontrol Kualitas berpengaruh terhadap penghentian premature prosedur audit.

Need for achievement adalah merupakan jenis motivasi literature, dan individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi merupakan individu yang mampu mempertahankan standard kinerja tinggi dan mempunyai keinginan untuk menyelesaikan tugas yang sulit (Jackson, 1974) dalam (Riyadiningsih, 2002). Oleh karena hal ini, tentu saja individu cenderung lebih kecil untuk melakukan premature sign-off dikarenakan mereka sangat mengedepankan mutu. Bagi mereka pekerjaan mereka adalah kebanggaan dan suatu kepuasan jika dapat sukses mengerjakan tugas. Tentu saja mereka menjalankan audit sesuai standar professional, dan ini dapat menurunkan terjadinya perilaku premature sign-off. Dari uraian tersebut, maka hipotesa

H6 : Need for Achievement berpengaruh teradap penghentian premature prosedur audit.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif karena menitikberatkan pada pengujian hipotesis, data yang digunakan terukur dan akan menghasilkan kesimpulan yang dapat digeneralisasikan dan mempunyai tujuan untuk membuktikan hipotesis. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti melakukan pengukuran terhadap keberadaan suatu variabel dengan menggunakan instrument penelitian, kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis. Selanjutnya untuk memudahkan penelitian dan pengumpulan data, serta agar dapat dikomunikasikan dengan pihak-pihak lain, maka suatu variabel harus diidentifikasikan, diberi definisi operasional, dan harus dikemukakan bagaimana variabel tersebut diukur.

Populasi dan Sample Penelitian

Dokumen yang terkait

KARATERISTIK KOPERASIUNTUK MEMBEDAKAN PENGARUHNYA TERHADAP PERMINTAAN JASA AUDIT EKTERNAL

0 0 25

ANGGARAN WAKTU AUDIT DAN KOMITMEN PROFESIONAL SEBAGAI VARIABEL MODERASI PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT ABDUL HALIM Universitas Gajayana Malang Abstract - 081 ANGGARAN WAKTU AUDIT DAN KOMITMEN PROFESIONAL, kualitas aud

0 0 26

082 ANALISIS NILAI KULTUR INDIVIDUALIS KOLEKTIVIS AUDIT

0 0 31

FUNGSI MEDIASI ELEMEN INSTITUSIONAL BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN NILAI-NILAI BUDAYA DAN TINGKAT PENGUNGKAPAN NILAI-NILAI ISLAM PADA LAPORAN TAHUNAN BANK ISLAM: STUDI LINTAS NEGARA

0 6 27

PENGARUH KOMPETENSI, SKEPTISME, HUBUNGAN KLIEN DENGAN AUDITOR, UKURAN KAP TERHADAP KEPUASAN KLIEN DAN KEGUNAAN UNTUK STAKEHOLDER EKSTERNAL DALAM PERSPEKTIF KLIEN IBNU IRAWAN LILI SUGENG WIYANTORO HELMI YAZID EWING YUVISA IBRANI Universitas Sultan Ageng Ti

1 2 21

PERSEPSI PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DI INDONESIA TERHADAP INTERNET FINANCIAL REPORTING (IFR)

0 0 23

Universitas Airlangga Abstract - 075 PENGARUH UMUR, GENDER, DAN PENDIDIKAN TERHADAP PERILAKU

0 1 27

PENGARUH PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENENTUAN OPINI AUDIT

1 3 21

PENDAPAT GOING CONCERN: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA PERUSAHAAN YANG MENGALAMI FINANCIAL DISTRESS (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2013)

1 1 34

Keywords: information system utilization, adaptation, infusion, performance Abstrak - 070 MEDIASI INFUSI SISTEM INFORMASI ATAS PENGARUH

1 9 22