PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIANLEMBAGA, KARAKTERISTIK ORGANISASI DAN HASIL AUDIT BPK

   KARAKTERISTIK ORGANISASI DAN HASIL AUDIT BPK

  1 Imam Arifin

  2 Debby Fitriasari

  Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia

  1 Ema

  2 Email: debby.fitriasari@gmail.com

Abstract

  

Previous research regarding disclosure of government financial statement has

been conducted, especially disclosure of Indonesian local government financial

statement. However, research in relation with ministries/agencies financial

statements is still not much. The objective of the study is to analyze the

mandatory disclosure level of ministries/agencies financial statements and

factors influence it. Two influence factors are 1) organization characteristics

consists of organizational size, the number of units of work (satker), and the type

of organization and 2) audit findings consists of number of audit findings and

amount of audit. We use two research models, using lag and no lag effect. Using

multiple regressions of 78 ministries/agencies data year 2011, this research

proves that organizational size and type of organization have positive influence

while audit findings are not proved have influence to the disclosure level of

financial statements ministries/agencies for two models.

Keywords : audit findings, financial statement disclosure, ministries/agencies,

organization characteristics.

  PENDAHULUAN

  Sesuai dengan tuntutan dari masyarakat dan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pemerintah diharuskan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good public governance), khususnya dalam hal pengelolaan keuangan negara. Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik itu, pemerintah terus melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang mencakup peraturan perundang- undangan, kelembagaan sistem, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (Suhardjanto, 2010).

  Untuk memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, laporan keuangan yang disusun oleh masing-masing kementerian/lembaga harus diungkapkan secara memadai untuk memudahkan masyarakat dan stakeholders lainnya memahami laporan keuangan. Peraturan mengenai pengungkapan laporan keuangan mulai diatur secara rinci pada tahun 2005 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 24/2005) yang diubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 (PP 71/2010) tentang hal yang sama. Berdasarkan PP 71/2010, pengungkapan laporan keuangan yang disusun pemerintah di Indonesia menggunakan prinsip pengungkapan lengkap, dimana laporan keuangan harus menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan tersebut dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

  Pengungkapan laporan keuangan pemerintah, khususnya pemerintah daerah (Pemda), belum sepenuhnya dilaksanakan secara maksimal. Suhardjanto (2010) menyimpulkan bahwa rata-rata pengungkapan wajib Pemda tahun 2006 adalah sebesar 51,56%. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Fitri (2010) dan Yulianingtyas (2011) terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemda kabupaten/kota tahun 2008 dimana rata-rata pengungkapan wajib Pemda sebesar 30,85%.

  Terdapat beberapa faktor yang terbukti berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah. Ingram (1984) membuktikan adanya hubungan antara faktor ekonomi dan variasinya dengan tingkat pengungkapan pada pemerintah negara bagian di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian ini adalah coalition of voters, administrative

  

selection process, dan management incentive mempunyai hubungan yang positif terhadap berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan.Liestiani (2008) melakukan penelitian terhadap pengungkapan laporan keuangan pemda kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2006 dan menyimpulkan bahwa kekayaan daerah, kompleksitaspemerintahan dan jumlah temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memilikihubungan positif terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan, sedangkan tingkat penyimpangan pengelolaan keuangan memiliki hubungan negatif dengan tingkat pengungkapan. Hasil ini didukung oleh Andriani (2011) pada pengungkapan pemda tahun 2006-2010 dengan hasil bahwa opini memiliki hubungan positif sedangkan tingkat penyimpangan audit memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemda.Sedangkan Hilmi (2011) melakukan penelitian tentang faktor-faktoryang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi(pemprov) di Indonesia pada tahun 2006 – 2009 dengan kesimpulan kekayaan daerah,jumlah penduduk, dan tingkat penyimpangan pengelolaan keuangan negara memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan.

  Dengan mempertimbangkan bahwa penelitian sebelumnya di Indonesia terkait tingkat pengungkapan laporan keuangan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya baru dilakukan hanya dengan sampelPemda, maka penelitian ini bertujuan untuk memperluas objek pengamatan penelitian dengan menggunakan laporan keuangan kementerian/lembaga. Laporan keuangan kementerian/ lembaga merupakan sumber utama laporan keuangan pemerintah pusat. Selanjutnya, penelitian ini ingin menguji apakah karakteristik organisasi yang dilihat dari ukuran, jumlah satuan kerja (satker) dan tipe organisasi serta hasil audit yang dilihat dari jumlah temuan audit dan tingkat penyimpangan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan kementerian/lembaga pada tahun 2011.

  KERANGKA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Kerangka Penelitian

  Berdasarkan teori keagenan, hubungan keagenan mengakibatkan dua permasalahan, yaitu: (a) terjadinya asimetri informasi, dimana agen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan dan posisi operasi entitas yang sebenarnya, dan (b) terjadinya konflik kepentingan akibat ketidaksamaan tujuan, dimana agen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal (Meisser (2007) dalam Endrianto (2010)). mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanatkan oleh rakyat kepadanya. Pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat dalam hal penggunaan keuangan negara adalah dengan membuat suatu laporan keuangan. Agar laporan keuangan mudah dipahami oleh rakyat maka pemerintah harus memberikan pengungkapan yang wajar atas segala sesuatu yang berkaitan dengan keuangan negara. Pengungkapan atas laporan keuangan tersebut dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan pemerintah.

  Sedangkan berdasarkan signalling theory, Evans dan Patton (1987) dalam Hilmi (2011) menyatakan bahwa dalam konteks signalling theory pemerintah berusaha untuk memberikan sinyal yang baik kepada rakyat agar rakyat dapat terus mendukung kegiatan pemerintah yang saat ini berjalan. Salah satu sinyal yang baik yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat adalah dengan menerbitkan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban maupun sebagai bentuk promosi politik bahwa pemerintah telah menjalankan tugasnya dengan baik sehingga dapat meningkatkan reputasi pemerintah di mata rakyat. Agar laporan keuangan yang dijadikan sebagai bentuk promosi politik tersebut dapat dipahami oleh rakyat, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan keuangan negara harus mendapatkan pengungkapan yang jelas. Pengungkapan atas laporan keuangan tersebut dijelaskan dalam CaLK yang merupakan salah satu komponen dari laporan keuangan.

  Berdasarkan kedua teori tersebut dan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini menguji karakteristik organisasi dan hasil audit terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan kementerian/lembaga. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

  Pengembangan Hipotesis Ukuran Organisasi

  Penelitian Puspita (2011) menemukan bahwa ukuran daerah memiliki hubungan positif terhadap tingkat pengungkapan sukarela di internet. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Patrick (2007) yang menyimpulkan bahwa ukuran pemerintahan memiliki pengaruh positif terhadap determinasi yang mengadopsi GASB 34. Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai atau dimiliki oleh suatu entitas untuk melakukan kegiatan operasionalnya. Organisasi pemerintah dengan total aset yang lebih besar akan Oleh karena itu organisasi pemerintah akan menaruh perhatian yang lebih tinggi dalam pengungkapan aset sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku (Patrick, 2007). Aset yang dimiliki oleh suatu entitas akuntansi dapat digunakan untuk membiayai pembuatan laporan keuangan entitas tersebut. Semakin besar jumlah aset maka semakin besar sumber daya yang bisa digunakan untuk melakukan pengungkapan yang lebih besar. Oleh karena itu, hipotesis pertama adalah:

  H1: Total aset berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan Kompleksitas Pemerintahan

  Patrick (2007) menemukan bahwa Pemda dengan diferensiasi fungsional yang lebih tinggi akan cenderung untuk lebih mengadopsi GASB 34. Di Indonesia, fungsi departemen fungsional sama dengan satuan kerja (satker) sebagai entitas akuntansi (Darmastuti, 2011). Demikian juga Liestiani (2008) menyimpulkan bahwa kompleksitas pemerintahan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan pada Pemda.

  Jumlah satker dalam suatu entitas pemerintah menunjukkan jumlah urusan yang menjadi tanggung jawabnya. Jumlah urusan pemerintahan menunjukkan kompleksitas pemerintahan. Semakin banyak jumlah satker dalam pemerintahan berarti semakin kompleks urusan pemerintahan tersebut. Dengan semakin banyaknya jumlah satker maka dibutuhkan pengungkapan yang semakin kompleks untuk membantu pembaca laporan keuangan memahami kompleksitas kegiatan yang dilakukan pemerintah.Oleh karena itu, hipotesis kedua adalah:

  

H2: Jumlah satker berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan

Jenis Organisasi

  Secara umum kementerian mempunyai organisasi yang lebih terstruktur dan memiliki lebih banyak pegawai yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dibandingkan lembaga negara. Hal itu dapat terjadi karena kementerian memiliki total aset yang lebih besar dibandingkan lembaga negara, sehingga dengan total aset yang besar itu kementerian memiliki sumber daya untuk merekrut pegawai yang memiliki keahlian di bidang akuntansi. Dengan memiliki pegawai yang memiliki keahlian di bidang akuntansi maka tingkat pengungkapan laporan keuangan kementerian cenderung lebih baik dibandingkan lembaga negara. Dengan demikian, hipotesis ketiga adalah:

  Jumlah Temuan Audit dan Tingkat Penyimpangan Audit

  Temuan audit merupakan penyimpangan, pelanggaran atau ketidakwajaran yang ditemukan oleh auditor berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan auditor. Liestiani (2008) menemukan bahwa jumlah temuan audit BPK RI berkorelasi positif sedangkan tingkat penyimpangan berkorelasi negatif terhadap tingkat pengungkapanlaporan keuangan pemerintah kabupaten/kota. Andriani (2011) juga menemukan bahwa tingkat penyimpangan berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan.

  UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebutkan bahwa temuan audit BPK RI digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat koreksi tersebut. Selain itu auditor juga akan mengkomunikasikan temuan audit tersebut dengan auditee agar dapat dilakukan perbaikan di periode selanjutnya. Pada akhir pemeriksaan auditor akan membuat rekomendasi terkait temuan audit tersebut agar auditee dapat melakukan perbaikan- perbaikan di periode selanjutnya sesuai dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh auditor.

  Jika jumlah temuan audit dan tingkat penyimpangan keuangan yang ada pada periode sebelumnya cukup besar, diharapkan pada periode selanjutnya terdapat perubahan yang lebih baik yang dilakukan oleh kementerian/lembaga untuk mengurangi temuan audit dan tingkat penyimpangan tersebut sehingga berakibat pada pengungkapan atas laporan keuangan yang lebih baik dari periode sebelumnya. Namun, jika jumlah temuan audit dan tingkat penyimpangan pada periode yang sama cukup besar, hal ini mengindikasikan pengungkapan laporan keuangan pada periode tersebut rendah.

  H4a: Jumlah temuan audittahun lalu berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan H4b: Jumlah temuan auditperiode sekarang berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan H5a: Tingkat penyimpangan tahun lalu berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan H5b: Tingkat penyimpangan periode sekarang berpengaruh negatif terhadap

  METODE PENELITIAN Model Penelitian

  Penelitian ini menggunakan 2 model. Model penelitian pertama menggunakan metode Lag Effect dan model kedua No Lag Effect. Model Lag Effect digunakan untuk mengukur temuan audit dan tingkat penyimpangannya pada tahun lalu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tingkat pengungkapan pada laporan keuangan periode berikutnya. Sedangkan model No Lag Effect menggunakan jumlah temuan audit dan tingkat penyimpangannya pada tahun yang sama dengan tahun pelaporan keuangan.

  Model I (Lag Effect):

  • DISC LnSIZE LnUNIT ORG FIND NOM

  i = β + β 1 i + β 2 i + β 5 i β 3 i,t-1 + β 4 i,t-1 + ε Model II (No Lag Effect):

  DISC t = β + β

  1 LnSIZE i + β

  2 LnUNIT i + β

  5 ORG i β + 3 FIND i + β

  4 NOM i + ε

  Keterangan: DISC : Tingkat Pengungkapan LnSIZE : Ukuran Organisasi LnUNIT : Jumlah Satuan Kerja ORG : Jenis Organisasi(Kementerian/Lembaga) FIND : Temuan Audit NOM : Tingkat Penyimpangan

  Definisi Operasional

  Tingkat pengungkapan sebagai variabel dependen merupakan perbandingan antara pengungkapan yang telah disajikan dalam CaLK kementerian/lembaga dan pengungkapan

  

  yang seharusnya disajikan dalam CaLK berdasarkan checklist SAP . Metode pengungkapan yang digunakan dalam penelitian ini serupa dengan yang digunakan oleh Liestiani (2008) dan Hilmi (2011) dengan modifikasi.

  DISC = Pengungkapan dalam LK kementerian/lembaga Pengungkapan dalam SAP

  Modifikasi dimaksud adalah tidak dimasukkannya komponen CaLK terkait Laporan Arus Kas (LAK), karena sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerinah Pusat, laporan keuangan yang disusun oleh kementerian/lembaga adalah berupa Laporan Realisasi Anggaran

  (LRA), neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Tahapan mekanisme pengukuran tingkat pengungkapan yang digunakan adalah sebagai berikut:

  1. Membuat daftar pengungkapan berdasarkan PSAP 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

  2. Memberikan nilai untuk setiap pengungkapan dalam laporan keuangan kementerian/lembaga, dimana jika suatu item diungkapkan diberi nilai 1 pada kolom Ya, jika seharusnya diungkapkan tetapi tidak diungkapkan diberi nilai 1 pada kolom Tidak, sedangkan jika memang tidak ada/ tidak perlu diungkapkan maka diberi nilai 1 pada kolom N/A (Not Applicable).

  3. Menjumlahkan nilai pada kolom Ya dan Tidak untuk setiap entitas pelaporan 4.

  Menghitung tingkat pengungkapan dengan cara membagi total skor Ya dengan jumlah total skor Ya dan Tidak. Sedangkan untuk definisi operasional variabel independen terdapat dalam Tabel 1.

  Sampel dan Sumber Data

  Populasi penelitian ini adalah seluruh kementerian/lembaga negara yang mengirimkan laporan keuangan kepada Kementerian Keuangan untuk dikompilasi menjadi laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) yaitu sebanyak 80 kementerian/lembaga. Sedangkan sampel penelitian adalah 78 laporan keuangan kementerian/lembaga tahun 2011.

  Laporan keuangan kementerian/lembaga didapatkan dari Pusat Informasi dan Komunikasi (PIK) BPK RI. Laporan keuangan kementerian/lembaga tersebut akan dirinci datanya mengenai total aset, jumlah satuan kerja dan pengungkapan laporan keuangan pada masing-masing kementerian/lembaga. Sedangkan jumlah temuan audit BPK RI pada masing-masing kementerian/lembaga dan tingkat penyimpangannya didapatkan dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2011.

  PEMBAHASAN Tingkat Pengungkapan Kementerian/Lembaga

  Rata-rata tingkat pengungkapan laporan keuangan kementerian/lembaga tahun 2011 adalah 60,1%. Nilai tingkat pengungkapan tertinggi diperoleh Kementerian Kehutanan dan nilai terendah diperoleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

  Secara umum, terdapat 7 kelompok informasi yang harus diungkapkan oleh pemerintah (Tabel 2). Dari ketujuh kelompok informasi, dapat diketahui bahwa kementerian dan lembaga telah menyajikan secara lengkap informasi terkait dengan bagian G yaitu informasi mengenai terjadinya perubahan struktur organisasi,kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru, penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan, dan kejadian yang mempunyai dampak sosial.

  Selanjutnya, dari Tabel 2 dapat dilihat terdapat dua kelompok informasi yang tidak diungkapkan, baik oleh kementerian maupun lembaga, yaitu kelompok C dan kelompok F. Kelompok C seharusnya berisi informasi antara lain perbandingan output dan input untuk melihat efisiensi suatu program, perbandingan antara input dan hasil (outcome) untuk melihat efektivitas program, dan pengungkapan keterbatasan dan kesulitan yang dihadapi dalam mencapai efisiensi dan efektivitas tersebut. Kemungkinan alas an tidak diungkapkannya komponen CaLK ini adalah karena efisiensi, efektivitas dan kendala yang dihadapi dalam pencapaiannya telah diungkapkan dalam laporan kinerja instansi pemerintah (LAKIP) yang disusun oleh masing-masing kementerian/lembaga, sehingga kemungkinan kementerian/lembaga merasa tidak perlu mengungkapkannya lagi pada laporan keuangan mereka. Sedangkan kelompok F berisi informasi tentang komitmen kontinjensi dan komitmen-komitmen lain yang ada pada kementerian/lembaga.

  Jika diperbandingkan antara kementerian dan lembaga, Tabel 2 menunjukkan bahwa kementerian memiliki nilai pengungkapan lebih tinggi dibanding Lembaga untuk seluruh kelompok kecuali kelompok bagian yang menjelaskan pos-pos neraca (E Naraca). Namun dalam kelompok ini, terdapat informasi yang jarang diungkapkan diantaranya yang terkait dengan akun konstruksi dalam pengerjaan (KDP) serta penyusutan. Penyusutan tidak diungkapkan karena peraturan teknis mengenai penyusutan pada entitas pemerintah pusat belum diterbitkan oleh Kementerian Keuangan selaku pengelola barang milik negara. Selain itu aplikasi komputer (software) tentang laporan keuangan pada seluruh kementerian/lembaga yang didapatkan dari Kementerian Keuangan belum mengakomodasi

  Lebih lanjut, bagian yang selalu diungkapkan oleh kementerian dan lembaga adalah informasi mengenai pencapaian target belanja atau penerimaan negara. Namun klasifikasi belanja berdasarkan fungsi yang antara lain meliputi fungsi pelayanan umum, ekonomi, lingkungan hidup, kesehatan, pendidikan, agama, perlindungan sosial jarang diungkapkan. Sebagian besar kementerian/lembaga mengungkapkan klasifikasi belanja hanya berdasarkan klasifikasi ekonomi dan organisasi saja tanpa mengungkapkan klasifikasi belanja berdasarkan klasifikasi fungsi. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 65/PB/2010 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga lampiran 4tentang contoh format CaLK hanya menyebutkan klasifikasi belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi dan organisasi saja tanpa menyebutkan adanya klasifikasi fungsi.

  Uji Hipotesis

  Setelah dilakukan uji asumsi klasik dan terbukti tidak terdapat masalah heteroskedastisitas, multikolineasritas dan autokorelasi maka dilakukan uji regresi berganda dengan hasil pengujian pada Tabel 3. Data yang digunakan adalah 78 sampel kementerian dan lembaga dari total 80 kementerian dan lembaga yang memberikan laporannya kepada Kementerian Keuangan untuk dikompilasi menjadi laporan keuangan pemerintah pusat.

  Ukuran Organisasi

  Hasil pengujian regresi pada model I dan II menunjukkan nilai probabilitas untuk kedua model lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa total aset secara individual berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan. Dengan demikian hipotesis pertama diterima. Semakin besar ukuran organisasi suatu kementerian/lembaga maka semakin besar atau tinggi tingkat pengungkapan yang dilakukan dalam catatan atas laporan keuangan. Hal ini terjadi karena kementerian/lembaga dengan total aset yang lebih besar dapat menggunakan sumber daya tersebut untuk merekrut pegawai-pegawai yang memiliki keahlian dalam bidang akuntansi sehingga pengungkapan laporan keuangan yang mereka susun juga memiliki nilai lebih besar.Hasil penelitian ini mendukung Patrick (2007) dan Puspita (2011) yang menyatakan bahwa ukuran organisasi berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan.

  Jumlah Satuan Kerja

  Hasil pengujian regresi pada Tabel 3 menunjukkan bahwa angka probabilitas untuk variabel jumlah satker (UNIT) pada model I dan model II lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,10 sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah satker secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan atau dengan kata lain hipotesis kedua ditolak. Hal tersebut keungkinan karena walaupun jumlah satker pada kementerian/lembaga cukup banyak namun kegiatan antar satkernya cenderung generik, sehingga tidak diperlukan pengungkapan yang lebih banyak.Hasil penelitian ini sejalan dengan Yulianingtyas (2011) dan Hilmi (2011) yang menyimpulkan bahwa jumlah satuan kerja pemerintah tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan.

  Jenis Organisasi

  Penelitian ini menggunakan jenis organisasi sebagai variabel dummy. Hasil pengujian regresi dari Tabel 3 menunjukkan variabel jenis organisasi memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari 10% (model I) dan lebih kecil dari 5% (model II). Dengan demikian hipotesis tiga diterima, yaitu bahwa kementerian memiliki tingkat pengungkapan yang lebih tinggi dibandingkan lembaga negara. Hal ini dapat terjadi karena kementerian memiliki lebih banyak pegawai yang ahli dalam bidang akuntansi disbanding lembaga.

  Jumlah Temuan Audit dan Tingkat Penyimpangan Berdasarkan Tabel3, nilai probabilitas untuk kedua variabel hasil audit (jumlah temuan dan

tingkat penyimpangan) lebih besar dari 10% atau dengan kata lain tidak signifikan untuk kedua

model. Jadi, hipotesis empat dan lima semuanya ditolak. Untuk model I, hal ini kemungkinan

karena kementerian/lembaga mengabaikan kesalahan-kesalahan yang terjadi pada periode

sebelumnya dengan tidak sepenuhnya menindaklanjuti rekomendasi atas hasil temuan audit BPK

RI. Dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II TA 2010 diketahui bahwa kementerian/lembaga

baru menindaklanjuti rekomendasi BPK RI sebesar 37,95% dari seluruh rekomendasi yang ada.

Sedangkan sisanya sebesar 62,05% belum ditindaklanjuti sama sekali dan belum ditindaklanjuti

sesuai rekomendasi BPK RI.Hasil pengujian ini mendukung Hilmi (2011) dan Andriani (2011)

yang menyatakan bahwa jumlah temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan.

Untuk model II, hal ini bisa terjadi kemungkinan karena kementerian/lembaga belum sepenuhnya

menindaklanjuti rekomendasi BPK RI terkait nilai nominal rupiah temuan audit. Dari total nilai

temuan senilai 27 miliar rupiah baru sekitar 4 miliar rupiah saja yang ditindaklanjuti sesuai

rekomendasi atau sebesar 18,06%. Sedangkan sisanya sekitar 22 miliar rupiah atau 81,94%

  KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN Kesimpulan 1.

  Tingkat pengungkapan laporan keuangan kementerian/lembaga tahun 2011 masih cukup rendah, yaitu 60,1%. Hal ini menunjukkan kementerian/lembaga belum menyajikan seluruh informasi yang seharusnya diungkapkan dalam laporan keuangan.

  2. Berdasarkan hasil pengujian model,baik yang menggunakan Lag Effect maupun tidak menggunakan Lag Effect, penelitian ini berhasil membuktikan bahwa ukuran organisasi dan jenis organisasi memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat pengungkapam laporan keuangan kementerian/lembaga pada tahun 2011.

  Keterbatasan dan Saran Penelitian 1.

  Waktu yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu tahun yaitu tahun 2011, diharapkan penelitian yang akan datang menggunakan jangka waktu beberapa tahun agar dapat diketahui variabel-variabel yang memperngaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan dari waktu ke waktu.

  2. Penelitian ini hanya menggunakan faktor-faktor ukuran organisasi, jumlah satuan kerja, jenis organisasi dan hasil audit. Untuk selanjutnya, sebaiknya perlu diperhitungkan mengenai latar belakang pendidikan menteri/kepala lembaga negara.

  Implikasi Penelitian 1.

  Rata-rata tingkat pengungkapan laporan keuangan kementerian/lembaga masih cukup rendah, oleh karena itu kementerian/lembaga negara diharapkan meningkatkan pengungkapan dalam laporan keuangannya agar para pengguna laporan keuangan dapat memahami laporan keuangan dengan lebih baik.

  2. Informasi mengenai ikhtisar pencapaian kinerja keuangan untuk melihat efisiensi dan efektivitas suatu program pemerintah tidak disajikan dalam CaLK. Ke depannya Kementerian/lembaga diharapkan mengungkapkan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan agar kinerja keuangan pemerintah dapat diketahui dan dievaluasi oleh masyarakat.

  3. Total aset terbukti memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan kementerian/lembaga. Kementerian Keuangan selaku pembina akuntansi kementerian/lembaga disarankan memberikan perhatian yang lebih pada tingkat

  4. Jenis organisasi terbukti memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan. Hal ini dapat terjadi karena kementerian negara merekrut pegawai yang memiliki keahlian di bidang akuntansi. Ketika lembaga negara melakukan rekrutmen pegawai untuk bagian akuntansi maka disarankan merekrut pegawai yang memiliki keahlian di bidang akuntansi.

Dokumen yang terkait

HUBUNGANFAKTOR TEKNIS, ORGANISASIONAL DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU PEGAWAI PEMDATERHADAP IMPLEMENTASI SISTEM PENGUKURAN KINERJA DI PEMERINTAH DAERAH Hafiez Sofyani Alumni Magister Sains dan Doktor FEB UGM Rusdi Akbar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ABSTRA

0 0 35

PENGARUH KARAKTERISTIK AUDITOR TERHADAP AUDIT DELAY LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH YEDIEL LASE

0 2 27

Sudibyo, Jianfu & Bawono, SNA 2014, TEORI INSTITUSI DAN KORUPSI

0 0 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHILUAS PENGUNGKAPAN SUKARELA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP ASIMETRI INFORMASI Erna Wati Indriani

0 0 29

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL DAN KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

0 0 24

PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU PEGAWAI PEMDA DENGAN KETIDAKPASTIAN TUGAS DAN JOB INSECURITY SEBAGAI VARIABEL MODERATING

0 1 24

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR TEKNIS DAN KEORGANISASIAN TERHADAP PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris Pada Kantor Inspektorat Pemda Sleman)

0 0 29

PENGARUH PENERIMAAN DANA OTONOMI KHUSUS TERHADAP INDEK PEMBANGUNAN MANUSIA PAPUA DAN PAPUA BARAT DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI INTERVENING

0 0 20

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATENKOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH Abstract - 154 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

0 0 19

DETERMINAN PUBLIKASI LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI INTERNET Mya Dewi Trisnawati Komarudin Achmad (Universitas Brawijaya) Abstract - 149 DETERMINAN PUBLIKASI LAPORAN KEUANGAN pemda melalui internet

1 3 21