BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause - Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menopause

  Menurut arti katanya, menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu “men” yang berarti bulan, “pause, pausis, paudo” berarti periode atau tanda berhenti, sehingga menopause diartikan sebagai berhentinya secara definitif menstruasi. Menopause secara teknis menunjukkan berhentinya menstruasi, yang dihubungkan dengan berakhirnya fungsi ovarium secara gradual yang disebut klimakterium (Kartono, 1992). Menurut Hawari (1996) menopause adalah suatu fase dari kehidupan seksual perempuan, dimana siklus menstruasi berhenti. Bagi seorang perempuan, dengan berhentinya menstruasi ini berarti berhentinya fungsi reproduksi (tidak dapat hamil dan mempunyai anak), namun tidak berarti peranannya dalam melayani suami di bidang kebutuhan seksual berhenti dengan sendirinya (Purwanto, 2007).

  Baziad dalam Kasdu (2004) menyebutkan menopause sebagai perdarahan rahim terakhir yang masih diatur oleh fungsi hormon indung telur, istilah menopause di gunakan untuk menyatakan sesuatu perubahan hidup dan pada saat itulah seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid.

  Menurut Gebbie dalam Marga (2007) mendefinisikan menopause sebagai periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang perempuan dan merupakan diagnosa yang ditegakkan secara retrospektif setelah amenorrhea selama 12 bulan. Sementara Shimp dan Smith mendefinisikan menopause sebagai akhir periode menstruasi, tetapi seorang perempuan tidak diperhitungkan post menopause sampai perempuan tersebut telah satu tahun mengalami amenorrhea.

  Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa menopause adalah suatu fase dari kehidupan perempuan yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi yang disebabkan oleh penurunan produksi hormon estrogen dan progesterone di ovarium dan berhentinya fungsi reproduksi seorang perempuan.

2.1.1. Batasan Usia Menopause

  Kapan terjadi menopause pada setiap perempuan, tidak ada yang sama pada setiap orang, Yatim (2001) menyebutkan dari hasil studi diketahui bahwa rata-rata umur seorang perempuan memasuki menopause berbeda-beda setiap ras, pada perempuan ras Asia adalah umur 44 tahun sementara ras Eropa 47 tahun. Menurut Rachman usia menopause terjadi pada usia 48-50 tahun. Hasil penelitian pada tahun 1992 oleh Samil di Jawa Tengah dengan responden berpendidikan, diketahui bahwa perempuan mengalami menopause pada usia 50,2 tahun dan pada perempuan yang tinggal di pedesaan terjadi pada usia 46,5 tahun. Sementara menurut Ali, usia menopause rata-rata 48 tahun. Namun ada juga yang memasuki usia menopause sebelum 48 tahun atau sesudah 48 tahun. Perempuan Indonesia pada tahun 1980 memasuki usia menopause 43 tahun, sedangkan pada tahun 1992 telah menjadi 48 tahun, sebagian besar perempuan mulai mengalami gejala pada usia 40-an yaitu masa pre menopause (Kasdu, 2002).

2.1.2. Gejala-Gejala dan Keluhan Pra Menopause

  Akibat menurunnya hormon estrogen dan progesterone akan menimbulkan masalah pada perempuan akibat pra menopause, masalah ini disebut dengan sindrom pra menopause. Menurut Proverawati dan Sulistyawati (2010) gejala yang menyertai sindrom pra menopause meliputi, gangguan vas omotor. Hot flush (perasaan panas dari dada hingga wajah), keringatan di malam hari (night sweat), kekeringan pada vagina (dryness vaginal), penurunan daya ingat dan mudah tersinggung, usah tidur (insomnia), gejala akibat kelainan metabolic, depresi /stres (rasa cemas), mudah lelah (fatigue), penurunan libino, rasa sakit ketika berhubungan seksual (drypareunia), beser (inkontinensia urin), ketidak teraturan siklus haid dan gejala kelainan metabolism mineral.

  Sementara Yatim (2001) menyebutkan pengelompokkan dari gejala sindrom menjelang menopause adalah, perubahan emosi, perubahan dalam prilaku, gangguan dalam hubungan sosial, keluhan fisik, gejala-gejala pada saraf vegetative, perubahan dalam kebiasaan makan, perubahan dalam keseimbangan air dan mineral, gangguan

  

motorik. Gejala-gejala persarafan otonom dan keluhan lain, seperti berjerawat, rambut

  mulai memudar dan kering serta keluhan akan lebih buruk dan menonjol dalam masa pembentukan corpus luteum.

2.1.3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Gejala Pra Menopause

  Adapun faktor yang berpengaruh terhadap gejala pra menopause menurut Proverawati dan Sulistyawati (2010) yaitu: 1.

  Faktor psikis Perubahan-perubahan psikologis maupun fisik ini berhubungan dengan kadar estrogen, gejala yang menonjol adalah berkurangnya tenaga dan gairah, berkurangnya konsentrasi dan kemampuan akademik, timbulnya perubahan emosi seperti mudah tersinggung, susah tidur, rasa kekurangan, rasa sepi, ketakutan, keganasan, tidak sabar dan lain-lain.

  2. Sosial ekonomi Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan, dan pendidikan. Apabila faktor-faktor tersebut cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis dan psikologis.

  3. Budaya dan lingkungan Pengaruh budaya dan lingkungan sudah dibuktikan sangat mempengaruhi perempuan untuk dapat atau tidak bisa menyesuaikan diri dengan fase

  klimakterium.

  4. Faktor lain Perempuan yang belum menikah, perempuan karir, baik yang sudah atau belum berumah tangga, menarch (menstruasi pertama) yang terlambat berpengaruh terhadap keluhan-keluhan klimakterium.

2.1.4. Perubahan pada Organ Reproduksi dan Gangguan Kesehatan

  Akibat berhentinya haid, berbagai organ reproduksi akan mengalami perubahan :

  1. Rahim Rahim mengalami atropi (keadaan kemunduran gizi jaringan), panjangnya menyusut dan dindingnya menipis. Jaringan miometrium (otot rahim) menjadi sedikit dan lebih banyak mengandung jaringan fribiotik dan leher rahim (serviks) menyusut.

  2. Saluran telur Lipatan-lipatan saluran menjadi lebih pendek, menipis dan mengerut. Rambut getar yang ada pada ujung saluran telur atau fribria menghilang.

  3. Indung telur Setelah wanita melewati akhir usia 30-an, produksi indung telur berangsur- angsur menurun. Dengan demikian pelepasan sel telur tidak selalu pada setiap siklus haid. Pada saat ini jarak haid menjadi tidak teratur, yaitu terjadi pada selang waktu yang lebih lama, pola cairan haid berubah menjadi semakin sedikit atau semakin banyak. Sampai akhirnya, pelepasan sel telur tidak lagi terjadi dan haid berhenti.

  Ada beberapa penyakit yang timbul seiring dengan hilangnya atau melemahnya organ pada jangka panjang setelah menopause.

  1. Osteoporosis Wanita dalam masa menjelang menopause dan sudah berhenti haid selama 6 bulan atau lebih (bukan karena kehamilan). Hal ini disebabkan produksi estrogen pembentukan tulang sudah berkurang.

  2. Penyakit jantung koroner Setelah menopause terjadinya penimbunan lemak tubuh yang merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner pada perempuan dan relative berhubungan dengan keadaan hormon estrogen, hipertensi, kelainan lemak darah dan metabolisme karbohidrat.

  3. Kanker Jenis-jenis penyakit tersebut yang banyak muncul adalah kanker endometrium, kanker indung telur, kanker mulut rahim, kanker payudara dan kanker vagina.

  4. Darah tinggi Darah tinggi (hipertesni) ada hubungannya dengan faktor keturunan, kegemukan, merokok dan komsumsi garam yang berlebihan dan jika tidak segera ditanggulangi hipertensi dapat mengakibatkan serangan jantung, strok, bahkan gagal ginjal.

  5. Demensia tipe Alzheimer Bentuk kelainan tersebut seperti sulit berkonsentrasi, hilangnya fungsi memori jangka pendek dan beberapa kondisi yang berhubungan dengan kelainan psikologis seperti sulit tidur, rasa gelisah dan depresi. Demensi Alzheimer merupakan bentuk kelainan yang berat dan berlangsung lama.

6. Gairah seksual menurun

  Gangguan hubungan seksual ini sifatnya sangat individual. Pada beberapa perempuan tetap dapat menikmati hubungan seksualnya (Kasdu, 2002).

2.2 Pernikahan

  Konsep dan definisi tentang pernikahan pada setiap suku bangsa tidak sama, namun hampir setiap budaya dan suku bangsa mempunyai pandangan yang sama, bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang bersifat suci dan dibutuhkan di dalam kehidupan (Desmita, 2006).

  Menurut Djuniarti & Imanoviani (2011) status pernikahan adalah keadaan suatu kondisi yang menjelaskan apakah seseorang individu telah bersatu dalam membangun sistem keluarga secara keseluruhan yang disebut dengan menikah (Sulastrie, 2012).

  Menurut Hogg (2002) menikah adalah menemukan pasangan yang cocok untuk diajak berkomitmen dalam menjalani kehidupan bersama di masa-masa selanjutnya dan untuk memiliki keturunan (Putri, 2010). Sementara Djuniarti dan Imanoviani (2011) menikah berarti individu yang terlibat dalam ikatan pernikahan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama (Sulastrie, 2012).

  Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun (1974) perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Tjokronegoro dan Muriani, 2003). Sementara Hurlock (1992) pernikahan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia dibawah lindungan hukum dan Tuhan Yang Maha Esa (Suryani dkk, 2010).

  Pernikahanan adalah sebuah peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang calon suami-isteri dipertemukan secara formil dihadapan penghulu atau kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin, untuk kemudian disyahkan secara resmi sebagai suami-isteri dengan upacara dan ritual-ritual tertentu (Kartini dalam Huda, 2006 ).

  Tujuan dari pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal untuk suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk saling membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material (Tjokronegoro dan Muriani,2003).

  Menurut Djuniarti dan Imanoviani (2011) tidak menikah atau single merupakan salah satu pilihan yang ditempuh oleh seorang individu, yang tidak terlibat dalam ikatan perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama (Sulastri, 2012).

  Tidak menikah adalah tidak adanya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diakui dan diatur dalam seperangkat pranata sosial dan disahkan dalam norma hukum dan agama (Huda, 2012), sementara Dariyo 2004, menyebutkan sebagian orang menempuh cara hidup melajang (single) karena didasari oleh beberapa faktor diantaranya : masalah ideologi atau panggilan agama, tidak memperoleh jodoh, terlanjur memikirkan karier pekerjaan dan ingin menjalani kehidupan pribadi secara bebas.

2.3. Stres

  Hawari (2001) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Menurut Heerdjan (1987) stres adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang. Sementara menurut Vincent Cornelli dalam Grant Brecht (2000) stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut (Sunaryo, 2002).

  Friedman dkk (2010) mendefinisikan stres adalah respon atau keadaan ketegangan yang disebabkan adalah stressor atau oleh tuntutan aktual/yang dirasakan yang tetap tidak teratasi (Antonovski, 1979; Burr, 1973). Sedangkan menurut Charles Spierlbierg (1979) mendefinisikan stres sebagai interaksi antara kemampuan coping seseorang di satu pihak dan tuntutan orang lain. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Hans Selye (1976) menyatakan stres sebagai sebuah respon non- spesifik dari tubuh sebagai suatu tuntutan. Stres merupakan ketegangan pada seseorang atau sistem sosial dan merupakan reaksi terhadap situasi yang menimbulkan tekanan (Burgess, 1978). Stres adalah agen pemprakarsa atau presipitasi yang mengaktifkan proses stres (Burr et.al., 1993: Chirman &Fowler, 1980).

  Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau di luar batasan kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sementara pandangan dari Patel (1996) stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi tantangan-tantangan (chllenge) yang penting, ketika dihadapkan pada ancaman (threat), atau ketika harus berusaha mengatasi harapan-harapan yang tidak realistis dari lingkungannya.

  Menurut Dwight (2004) stres adalah suatu perasaan ragu terhadap kemampuannya untuk mengatasi sesuatu karena persediaan yang ada tidak dapat memenuhi tuntutan kepadanya dan Goldenson (1970) mengatakan stres adalah suatu kondisi atau situasi internal atau lingkungan yang membebankan tuntutan penyusuaian terhadap individu yang bersangkutan (Nasir dan Muhith, 2011).

2.3.1. Penyebab (Stresor)

  Rasmun (2004) mengemukakan bahwa stresor adalah sebagai penyebab timbulnya stres, datangnya stresor dapat sendiri-sendiri atau dapat pula bersamaan.

  Sementara Patel 1966 mengatakan bahwa Stresor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, di rumah dalam kehidupan sosial dan lingkungan lainnya, stresor dikelompokkan menjadi dua yaitu :

1. Stresor mayor, yang berupa mayor live events yang meliputi peristiwa kematian orang disayangi, masuk sekolah untuk pertama kali dan perpisahan.

  2. Stresor minor, yang biasanya berawal dari stimulus tentang masalah kehidupan sehari-hari, misalnya ketidaksenangan emosional terhadap hal-hal tertentu sehingga menyebabkan munculnya stres (Brantley dkk, 1988 dalam Isnawarti, 1996).

  Taylor (1991) merinci beberapa karakteristik kejadian yang berpotensi dan dinilai dapat menciptakan stresor adalah : a.

  Kejadian negatif lebih banyak menimbulkan sters dari pada kejadian positif.

  b.

  Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat stres dari pada kejadian yang terkontrol dan terprediksi.

  c.

  Kejadian ambigu sering kali dipandang lebih mengakibatkan stres dari pada kejadian yang jelas.

  d.

  Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih mudah mengalami stres dari pada orang yang memiliki tugas lebih sedikit (Muhith dan Nasir, 2011). Tidak hanya stresor negatif yang dapat menyebabkan stres tetapi stresor positif dapat juga menyebabkan stres, misalnya kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, mempunyai anak dan lain-lain semua perubahan yang terjadi sepanjang daur kehidupan. Beberapa contoh stresor menurut Esperanza 1997,

  

Fundamental of nursing practice a nursing poscess approach : perubahan patologi

  dari penyebab penyakit, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (kelaparan, gangguan seksual), kekacauan hubungan sosial dan keluarga, konflik sosial dan budaya, perubahan fisiologis yang normal (pubertas, menstruasi, kehamilan dan menopause), bencana alam, situasi positif dari peristiwa kehidupan (menikah, mempunyai bayi, lulus dari kuliah) (Rasmun, 2004).

2.3.2. Sumber Stres

  Menurut Muhith dan Nasir 2011, sumber stres yang berasal dari lingkungan, diantaranya adalah lingkungan fisik seperti : polusi udara, kebisingan, kesesakan, lingkungan kontak sosial yang berfariasi serta kompetisi hidup yang tinggi (Howart dan Gilham,1981 dalam Atkinson 1990) dan sumber stres yang lain meliputi :

1. Dalam diri individu.

  Hal ini berkaitan dengan adanya konflik, pendorong dan penarik konfik menghasilkan dua kecendrungan yang berkebalikan yaitu approach dan

  

avoidance . Kecendrungan ini menghasilkan tipe dasar konflik (Weiten, 1992)

  yaitu : a.

  Approach-approach conflict (konflik angguk-angguk) muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan yang sama-sama baik. Misalnya ikuti program S2 atau bekerja.

  b.

  Avoidance-avoidance conflict (konflik geleng-geleng) muncul ketika kita dihadapkan pada suatu pilihan antara dua situasi yang tidak menyenangkan.

  Misalnya mengikuti ujian lisan atau mengadakan observasi.

  c.

  Approach-avoidance conflict (konflik angguk geleng) muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik dan tidak menarik dalam suatu tujuan atau situasi. Misalnya menyenangi kuliah S2, tetapi tidak mau belajar, ke perpustakaan, ke laboratorium dan penelitian.

  2. Dalam keluarga.

  Dari keluarga yang cendrung memungkinkan munculnya stres adalah hadirnya anggota baru, sakit dan kematian dalam keluarga.

  3. Dalam komonitas dan masyarakat.

  Berhubungan dengan orang di luar keluarga merupakan banyak sumber stres yang bisa dialami seseorang, misalnya pengalaman anak di sekolah dan persaingan.

2.3.3. Jenis-Jenis Stres

  Menurut Nasir dan Muhith 2011, ada dua jenis stres yaitu baik dan buruk. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang kemungkinan dapat dialami sebagai perasaan yang baik anxiousness (distres) atau pleasure (eustres).

  a.

  Stres baik atau eustres adalah sesuatu yang positif.

  Stres yang baik (positif) apabila setiap kejadian dihadapi selalu berfikiran yang positif dan setiap stimulus yang masuk merupakan suatu pelajaran yang berharga dan mendorong seseorang untuk selalu berfikir dan berprilaku, agar apa yang akan dilakukan selalu membawa manfaat bukan bencana. Untuk menjadikan stres sebagai sesuatu yang positif, maka perlu ada sikap bahwa masalah harus dicarikan penyelesaiannya (problem solving). Salah satu dengan mencari dukungan dari orang lain untuk membantu menyelesaikan masalah, terutama bila masalah sulit diselesaikan. Apabila tetap tidak bisa diselesaikan cukup dengan diambil hikmahnya. b.

  Stres yang buruk atau distress adalah stres yang bersifat negatif.

  

Distres dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, respon

  yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu integritas diri sehingga bisa diartikan sebagai sebuah ancaman. Distres menempatkan pikiran dan perasaan pada tempat dan suasana yang serba sulit, karena cara memandang suatu masalah dilihat dari sisi yang sempit dan merugikan. Distres terjadi apabila suatu stimulus diartikan sebagai suatu yang merugikan dirinya sendiri dalam hal kenikmatan saja dan biasanya terjadi pada saat itu juga, dimana sebuah stimulus dianggap mencoba untuk menyerang dirinya. Hal ini berdampak pada penentuan sikap untuk mencoba mengusir stimulus dengan cara menyalahkan diri sendiri, menghindar dari masalah atau menyalahkan orang lain.

2.3.4. Reaksi Stres dan Dampak Negatif Stres 1.

  Reaksi stres Helmi (2000) ada empat macam reaksi stres dan reaksi ini dalam perwujudannya dapat bersifat positif, tetapi juga dapat berwujut negatif.

  Reaksi yang bersifat negatif yaitu : a.

  Reaksi psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah marah, sedih ataupun mudah tersinggung.

  b.

  Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan fisik, seperti fusing, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal dikulit ataupun rambut rontok. c.

  Reaksi proses berfikir (koknitif), biasanya tampak dalam gejala sulit berkonsentrasi, mudah lupa ataupun sulit mengambil keputusan.

  d.

  Reaksi prilaku, tampak prilaku-prilaku menyimpang seperti mabuk, frekwensi merokok meningkat ataupun menghindari bertemu dengan teman.

2. Dampak negatif stres

  Stres dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu. Dampak tersebut bisa merupakan gejala fisik maupun psikis dan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu. Reaksi dari stres bagi individu dapat digolongkan menjadi beberapa gejala (Rice, 1992) sebagai berikut : a.

  Gejala fisiologis, berupa keluhan seperti sakit kepala, sembelit, diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah tinggi, kelelahan, sakit perut, maag, berubah selera makan, susah tidur dan kehilangan semangat.

  b.

  Gejala emosional, berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih dan depresi.

  c.

  Gejala kognitif, berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan dan pikiran kacau.

  d.

  Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain dan mudah mempersalahkan orang lain. e.

  Gejala organisasional, berupa meningkatkan keabsenan dalam kerja/kuliah, menurunnya produktifitas, ketegangan dengan rekan kerja, ketidak puasan kerja dan menurunnya dorongan untuk berprestasi (Safaria dan Saputra 2009)

2.3.5. Pengaruh Stres terhadap Kesehatan

  Banyak kasus-kasus orang sakit bahkan sampai meninggal yang diduga bersumber dari stres, namun apabila dilihat kaitan antara stres dan sakit tidak selalu mudah karena stres mempengaruhi kesehatan fisik melalui beberapa cara, seperti yang dikemukakan oleh Camille Wortman dan kawan-kawan yaitu :

  1. Stres berpengaruh langsung terhadap kesehatan fisik, stres menghasilkan perubahan fisik dan psikis yang memberikan kontribusi pada perkembangan penyakit. Stres akan mempengaruhi daya imun atau kekebalan tubuh menjadi berkurang atau lemah sehingga rentan terserang penyakit.

  2. Faktor kepribadian dapat mempengaruhi seseorang akan mudah sakit. Seperti orang yang pesimistis akan lebih mudah stres dan mengalami sakit dibanding yang optimistis.

  3. Faktor perilaku juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami sakit karena stres. Seperti karena stres orang menjadi sulit tidur, merokok lebih banyak, makan dan minum tidak menentu yang memudahnya untuk terkena suatu penyakit.

4. Stres juga bisa memicu timbulnya perilaku sakit seperti insomnia, gelisah dan depresi (Mangoenprasodjo, 2005).

  Penemuan dari penelitian klasik dua psikiater bahwa makin tinggi stres seseorang pada perubahan yang terjadi dalam kehidupan seseorang, makin besar kecendrungannya untuk mengalami penyakit yang serius dalam satu atau dua tahun kemudian. Sementara Segerstrom dan Miller (2004) mengatakan orang-orang yang lanjut usia atau sudah terkena penyakit, lebih rentan terhadap perubahan stres (Papalia, 2009). Stres dan penyakit yang menahun dan pengangguran yang bertahun- tahun bisa membuat disfungsi seksual karena krisis yang berkepanjangan menghambat produksi testesteron, hormon yang berguna untuk meningkatkan libino (Mangoenprasodjo, 2005).

2.4. Landasan Teori

  Landasan tiori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiori James-Lange, yang menyatakan bahwa seseorang mengalami suatu peristiwa, atau ada stimulus tertentu maka tubuh akan bereaksi dan akan membuat interpretasi terhadap perubahan tubuh yang merupakan suatu emosi spesifik. Stres merupakan emosi ganda (multi

  

emotion ) yang bukan emosi tunggal. Stres merupakan reaksi tubuh dan psikis

  terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan kepada seseorang. Reaksi tubuh misalnya berkeringat dingin dan jantung berdebar-debar sedangkan reaksi psikis misalnya marah dan agresi, keadaan tersebut berada dalam tekanan (Saam dan Wahyuni, 2012)

  Menurut Proverawati dan Sulistyawati (2010) pada masa pra menopause seorang perempuan akan terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron yang dapat menimbulkan gejala fisik seperti hot flush, kekeringan pada vagina, mudah lelah dan gejala psikologis yaitu depresi atau stres, mudah tersinggung dan mudah marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan dan insomnia.

  Faktor yang berpengaruh terhadap gejala pra menopause adalah : faktor psikis, sosial ekonomi, budaya dan lingkungan, faktor lain adalah wanita yang belum menikah, wanita karir baik yang sudah atau belum berumah tangga dan mentruasi pertama (menarch).

  Berdasarkan uraian landasan tiori diatas, maka diperoleh skema kerangka tiori sebagai berikut :

  • Faktor psikis, stres
  • Sosial ekonomi
  • Budaya dan lingkungan
Gambar 2.1 Skema Kerangka Teori

  Persepsi pra menopause pada perempuan menikah dan tidak menikah

  Respon tubuh

2.5. Kerangka Konsep

  Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen

  Perempuan menikah Dampak

  Tingkat stres Perempuan tidak menikah

  Keterangan : ______ variabel diuji

  • variabel tidak diuji

Dokumen yang terkait

Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar

1 69 92

Perbedaan Jumlah Streptococcus mutans pada Saliva Perempuan Menopause dengan Perempuan Usia Produktif

3 35 76

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause - Perbedaan Kadar Enzim Katalase Pada Wanita Menopause Dan Wanita Usia Reproduktif

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Gambaran Tingkat Depresi pada Lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause - Hubungan Antara Keparahan Penyakit Periodontal Secara Klinis dengan Kehilangan Tulang Alveolar Pada Perempuan Menopause

0 1 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasi - Perbedaan Rasio D2:D4 antara Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause - Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual pada Ibu Menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 40

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecemasan - Determinan Kecemasan Wanita Pra Menopause di Desa Rawang Lama Kecamatan Rawang Panca Arga Kabupaten Asahan Tahun 2014

0 0 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause - Faktor-faktor yang Memengaruhi Waktu Terjadinya Menopause pada Wanita Usia 40–55 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Barat

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pernikahan Dini - Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita pada Ibu Menikah Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013

0 0 37